Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HIPERTENSI

1. Definisi Hipertensi

Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah penyakit kelainan jantung

dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah.

Kontrol tekanan darah bersifat kompleks dan melibatkan fisiologi vaskular,

jantung, dan ginjal (Stringer and Janet, 2008).

Hipertensi juga diartikan sebagai keadaan dimana tekanan darah

mengalami peningkatan yang memberikan gejala berlanjut pada suatu

organ target di tubuh. Hal ini dapat menimbulkan kerusakan yang lebih

berat, misalnya stroke (terjadi pada otak dan menyebabkan kematian

yang cukup tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi kerusakan pembuluh

darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kiri (terjadi pada otot jantung).

Hipertensi juga dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal, penyakit

pembuluh lain dan penyakit lainnya (Syahrini et al., 2012).

Pada pasien hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah persisten

dengan tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik 90

mmHg atau lebih. Prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya

usia. Peningkatan tekanan darah sangat berhubungan dengan penyakit

aterosklerosis, stroke, nephropati, penyakit pembuluh darah perifer,

aneurisma aorta dan gagal jantung (Arifah, 2005).


Hipertensi yang merupakan penyakit degeneratif menjadi masalah

serius saat ini. Hipertensi dikategorikan sebagai the silent disease atau

the silent killer karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap

hipertensi atau tidak mengetahui sebelum memeriksakan tekanan

darahnya. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia.

Bahaya hipertensi yang tidak dapat dikendalikan dapat menimbulkan

komplikasi yang berbahaya, seperti penyakit jantung koroner, stroke,

ginjal dan gangguan penglihatan. Kematian akibat hipertensi menduduki

peringkat atas daripada penyebab-penyebab lainnya (Bambang, 2011).

2. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal

pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm Hg dan tekanan darah

diastolik (TDD) < 80 mm Hg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai

kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan 4

darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan

datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada

kategori ini harus diberi terapi obat.

Klasifikasi hipertensi menurut tipe, penyebab dan beratnya :

a. Hipertensi sistolik dan diastolik

Hipertensi sistolik adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg atau

lebih, hipertensi diastolik adalah tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih.


Tabel 1

Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun

menurut Chobanian et.al, 2004

Klasifikasi tekanan darah TD sistolik (mmHg) TD diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80mmHg

Prehipertensi 120 – 129 80 – 89

Hipertensi stage 1 140 – 159 90 – 99

Hipertensi stage 2 ≥ 160 ≥ 100

b. Hipertensi primer dan sekunder

1) Hipertensi esensial (hipertensi primer)

Hipertensi yang belum dapat diketahui secara pasti penyebabnya,

tetapi para ahli berpendapat bahwa yang melatar belakangi hipertensi ini

adalah karena stress dan para pakar juga berkesimpulan bahwa terdapat

hubungan antara riwayat keluarga penderita hipertensi atau keturunan

(genetik). Faktor lain yang mungkin berperan adalah lingkungan, kelainan

metabolisme intraseluler, dan faktor yang meningkatkan terjadinya

obesitas, konsumsi alkohol, merokok dan kelainan darah. Penyebab

hipertensi esensial adalah karena kondisi masyarakat yang banyak

mengkonsumsi garam yang cukup tinggi lebih dari 6,8 gram per hari dan

juga faktor genetik (Gunawan, 2008).


2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder dimana penyebab yang spesifiknya sudah

dapat diketahui secara pasti, seperti gangguan pada hormonal, penyakit

jantung, diabetes, ginjal, penyakit pembuluh darah, atau berhubungan

dengan kehamilan. Jarang sekali ditemukan kasus keganasan pada

kelenjar adrenal (Gunawan, 2008).

c. White coat hipertensi

White coat hipertensi adalah hipertensi pada seseorang yang

cenderung normotensi kecuali jika diperiksa oleh tenaga kesehatan yang

profesional akan didapat hipertensi.

 d. Hipertensi sistolik terisolasi (Isolated Systolic Hypertension/ ISH)

Hipertensi dimana terjadi kenaikan tekanan sistolik 140 mmHg atau

lebih namun tekanan diastole kurang dari 90 mmHg. Sering terjadi pada

orang diatas 50 tahun diperkirakan karena aterosklerosis.

e. Hipertensi Malignan

Hipertensi dimana tekanan diastolik diatas 120 mmHg, terjadi

perdarahan retina dan eksudat dengan papil edema, gagal ginjal akut dan

kerusakan vascular yang cepat (Arifah, 2005).

3. Krisis Hipertensi

Jika tekanan darah meningkat dalam beberapa hari sampai sekitar

180/120mmHg, maka gagal ginjal dan ensefalopati hipertensif dapat

terjadi. Penurunan tekanan darah amat penting tetapi dilakukan dengan


terkontrol dan bertahap, karena jika penurunan terlalu cepat akan

mengakibatkan penurunan perfusi (underperfusion) otak dan ginjal. Obat

intravena seperti labetalol, diazoxid, esmalol, nikardipin, dan natrium

nitroprusida dapat digunakan meskipun penggunaan yang terakhir harus

dibatasi untuk beberapa hari karena resiko tiosianat (Gray, 2006).

4. Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu yang lama akan merusak

endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari

hipertensi yaitu rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak

dan pembuluh darah. Penderita hipertensi yang memiliki factor resiko

kardiovaskular lain, akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat

gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien

dengan hipertensi lebih berisiko untuk penyakit koroner, stroke, penyakit

arteri perifer, dan gagal jantung (Depkes, 2006).

Hipertensi mempercepat proses aterosklerosis dengan menimbulkan

kerusakan endotel yang memungkinkan penetrasi lipoprotein ke dalam

dinding vascular. Penyempitan arteri yang menyeluruh pada pasien

hipertensi mengakibatkan terjadinya penyakit arteria koronaria, infark

miokard, stroke atau penyakit serebrovaskular dan nefropati serta

retinopati (Kumar, 2007).


5. Patofisiologi Hipertensi

Hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume

sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Peningkatan salah satu

dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan

hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat

rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan

kecepatan denyut jantung kronik sering menyertai keadaan

hipertiroidisme, namun peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya

dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak

menimbulkan hipertensi (Astawan, 2002). Selama ini hal yang ditekankan

adalah pengobatan pada individu dengan peningkatan tekanan diastolik.

Namun kini menjadi jelas terutama pada orang berusia lanjut mengobati

hipertensi sistolik sama pentingnya atau bahkan lebih penting dalam

mengurangi penyakit kardiovaskular (Stephen, et.al 2011).

Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output

(curah jantung) dengan total tekanan perifer. Cardiac output (curah

jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate

(denyut jantung). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem

saraf dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam

mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri,

pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan

autoregulasi vaskular (Juni, 2011).


6. Tanda dan Gejala Hipertensi

Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita tekanan darah

tinggi tinggi tidak sama pada setiap orang, bahkan kadang timbul tanpa

gejala. Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita tekanan

darah tinggi yaitu sakit kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada

tengkuk, perasaan berputar seperti tujuh keliling, serasa ingin jatuh, detak

jantung berdebar terasa cepat, serta telinga berdenging (Wijayakusuma,

2000).

Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti

gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung dan gangguan

fungsi ginjal tidak jarang dijumpai. Gagal jantung dan gangguan

penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi berat atau hipertensi maligna

yang umumnya disertai oleh gangguan fungsi ginjal bahkan sampai gagal

ginjal. Gangguan serebral yang disebabkan oleh hipertensi dapat berupa

kejang atau gejala akibat pendarahan pembuluh darah otak yang berupa

kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma. Timbulnya

gejala tersebut merupakan pertanda bahwa tekanan darah perlu segera

diturunkan (Arjatmo, 2003).

7. Faktor-faktor Resiko Hipertensi

Riwayat keluarga juga menjadi masalah yang memicu terjadinya

hipertensi. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan, jika


seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang

hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi (Arifah, 2005).

Aktivitas juga sangat berpengaruh terjadinya hipertensi, dimana

pada orang yang beraktivitas tinggi cenderung mempunyai frekuensi

denyut jantung yang lebih tinggi pula sehingga otot jantung akan bekerja

lebih keras pada tiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung

memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Amir,

2002).

Alkohol juga berpengaruh terhadap tekanan darah, tetapi ini masih

tergolong ke dalam zona abu-abu. Konsumsi alkohol berlebihan dapat

meningkatkan tekanan darah, sementara konsumsi dalam jumlah

secukupnya yaitu dapat mengendalikan tekanan darah (Kowalski, 2010).

Stres adalah subjek kontroversial lain di kalangan komunitas peneliti

medis, meskipun dokter rumah sakit sering melihat bahwa stress sangat

mempengaruhi kondisi pasien mereka (Kowalski, 2010).

Asupan natrium dan garam tergolong faktor resiko hipertensi yang

kontroversial. Beberapa individu peka terhadap natrium, baik yang berasal

dari garam kemasan atau bahan lain yang mengandung natrium, dan

hidangan cepat saji, tetapi respon terhadap natrium pada setiap orang

tidak sama. Natrium merupakan salah satu bentuk mineral atau elektrolit

yang berpengaruh terhadap tekanan darah. (Stephen, et.al 2010). Asupan

garam yang tinggi akan menyebabkan pengeluaran berlebihan hormon

natriuretik yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah.


Kebiasaan merokok berpengaruh dalam meningkatkan risiko hipertensi

walaupun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti

(Anggraini, 2009).

Bertambahnya umur seseorang sebanding dengan kenaikan

tekanan darah, pertambahan umur menyebabkan semakin hilangnya daya

elastisitas dari pembuluh darah yang mengakibatkan arteri dan aorta

kehilangan daya untuk menyesuaikan diri dengan aliran darah. Oleh

karena itu orang yang lebih tua akan lebih cenderung terkena penyakit

hipertensi dari pada orang yang berumur lebih muda. Hipertensi pada

usia lanjut harus ditangani lebih serius hal ini karena penurunan fungsi

organ seperti ginjal yang berperan aktif dalam proses rennin angiotensin

aldosteron, karena itu dosis obat harus diberikan secara tepat. Usia 60

tahun keatas mempunyai tekanan darah yang lebih besar dari orang lain

sebesar 50% – 60%, hal tersebut dikarenakan degenerasi yang terjadi

pada orang usia lanjut (Chobanianet.al, 2004).

8. Pengobatan Hipertensi

Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan mortalitas

dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan

morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target (misal

kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit

ginjal). Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan

pilihan terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang


menunjukkan pengurangan resiko. Pengobatan Hipertensi Menurut

Rudianto (2013) pengobatan hipertensi dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

1. Pengobatan Non Farmakologi diantaranya:

a. Diit rendah garam/ kolesteral/ lemak jenuh

b. Mengurangi asupan garam kedalam tubuh

c. Ciptakan keadaan rileks 20

d. Melakukan olah raga seperti senam aerobic atau jalan cepat

selama 30-45 sebanyak 3-4 kali seminggu.

e. Berhenti merokok dan Alkohol

2. Pengobatan Farmakologi

Terdapat banyak jenis obat antihipertensi saat ini. Untuk Pemilihan

obat tergantung berapa tingginya tekanan darah dan adanya indikasi

khusus. Kebanyakan pasien dengan hipertensi tingkat 1 harus diobati

pertama-tama dengan diuretik tiazid. Pada kebanyakan pasien dengan

tekanan darah lebih tinggi (hipertensi tingkat 2), disarankan kombinasi

terapi obat, dengan salah satunya diuretik tipe tiazid. (Depkes, 2006).

Golongan obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah

diuretik tiazid beta-bloker, penghambat angiotensin converting enzymes,

antagonis angiotensin II, calcium channel blocker, dan alphablocker. Yang

lebih jarang digunakan adalah vasodilator dan antihipertensi kerja sentral

dan yang jarang dipakai, guanetidin, yang diindikasikan untuk keadaan

krisis hipertensi (Stringer, 2008).


 a. Diuretik tiazid

Diuretik tiazid adalah diuretik dengan potensi menengah yang

menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi natrium

pada daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi natrium dan

volume urin. Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada

arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih lama.

Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan

dimetabolisme di hati (Dipiro et al.,2008).

Furosemid merupakan diuretik yang paling banyak digunakan

karena efektif, aman, dan murah. Namun diuretik menyebabkan ekskresi

kalium bertambah, sehingga pada dosis besar atau pemberian jangka

lama diperlukan tambahan kalium (berupa KCL). Dengan furosemid

rendah suplemen kalium mungkin tidak diperlukan; sebagian ahli hanya

menganjurkan tambahan makan pisang yang diketahui mengandung

banyak kalium daripada memberikan preparat kalium. Kombinasi antara

furosemid dengan spironolakton dapat bersifat aditif, yakni menambah

efek diuresis dan oleh karena spironolakton bersifat menahan kalium

maka pemberian kalium tidak diperlukan (Depkes, 2006).

b. Beta-blocker

Beta-blocker diekskresikan lewat hati atau ginjal tergantung sifat

kelarutan obat dalam air atau lipid. Obat-obat yang diekskresikan melalui

hati biasanya harus diberikan beberapa kali dalam sehari sedangkan yang
diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai waktu paruh yang lebih

lama sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari. Beta -blocker tidak

boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama

pada pasien dengan angina, karena dapat terjadi fenomena rebound.

Blokade reseptor beta-2 pada bronkhi dapat mengakibatkan

bronkhospasme, bahkan jika digunakan beta-bloker kardioselektif. Efek

samping lain adalah bradikardia, gangguan kontraktil miokard, dan tanga-

kaki terasa dingin karena vasokonstriksi akibat blokade reseptor beta-2

pada otot polos pembuluh darah perifer  (Tjay H, 2002).

 c. ACE inhibitor

Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) menghambat

secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari precursor angiotensin I

yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung,

kelenjar adrenal dan otak. Penghambatan pembentukan angiotensin II ini

akan menurunkan tekanan darah. Jika system angiotensin-renin-

aldosteron teraktivasi misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau

pada terapi diuretik efek antihipertensi ACEI akan lebih besar. Dosis

pertama ACEI harus diberikan pada malam hari karena penurunan

tekanan darah mendadak mungkin terjadi. Efek ini akan meningkat jika

pasien mempunyai kadar sodium rendah (Dipiro et al., 2008).

d. Antagonis Angiotensin II

Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan target

lainnya. Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1


memperantarai respon farmakologis angiotensin II, seperti vasokonstriksi

dan penglepasan aldosteron. Dan oleh karenanya menjadi target untuk

terapi obat. Fungsi reseptor AT2 masih belum begitu jelas. Banyak

jaringan mampu mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II tanpa

melalui ACE. Oleh karena itu memblok sistem renin angiotensin melalui

jalur antagonis reseptor AT1 dengan pemberian antagonis reseptor

angiotensin II mungkin bermanfaat. (Dipiro et al.,2008).

e. Calcium channel blocker

Calcium channel blocker (CCB) menurunkan influks ion kalsium ke

dalam sel miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel-sel otot

polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung,

menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan

memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan kontraksi otot polos

pembuluh darah. Semua hal di atas adalah proses yang bergantung pada

ion kalsium (Dipiro et al.,2008).

f. Alpha-blocker

Alpha-blocker (penghambat adreno-septor alfa-1) memblok

adrenoseptor alfa-1 perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi karena

merelaksasi otot polos pembuluh darah. Diindikasikan untuk hipertensi

yang resisten (Depkes, 2006).

g. Golongan lain

Antihipertensi vasodilator (misalnya hidralazin, minoksidil)

menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot polos pembuluh


darah. Antihipertensi kerja sentral (misalnya klonidin, metildopa,

monoksidin) bekerja pada adrenoseptor alpha-2 atau reseptor lain pada

batang otak, menurunkan aliran simpatetik ke jantung, pembuluh darah

dan ginjal, sehingga efek akhirnya menurunkan tekanan darah (Depkes,

2006).

B. CANDESARTAN CILEXETIL

1. Pengertian

Candesartan cilexetil adalah obat yang termasuk kedalam

golongan obat penghambat reseptor angiotensin II (ARB) yang

merupakan zat yang membuat pembuluh darah menyempit. Obat ini

bekerja dengan menghambat penyempitan pembuluh darah akibat efek

dari suatu zat di dalam tubuh. Saat angiotensin II dihambat, pembuluh

darah akan lemas dan melebar sehingga aliran darah menjadi lebih lancar

dan tekanan darah turun.

2. Manfaat

Candesartan cilexetil bermanfaat untuk mengobati penyakit

hipertensi atau tekanan darah tinggi. Dengan turunnya tekanan darah,

maka masalah-masalah kesehatan lain yang terkait dapat dicegah, seperti

serangan jantung, stroke, dan kerusakan pembuluh darah. Selain untuk

hipertensi, candesartan juga diberikan kepada pasien penderita gagal

jantung
3. Indikasi dan kontraindikasi

Candesartan cilexetil dapat digunakan untuk membantu

menurunkan tekanan darah tinggi atau hipertensi, gagal jantung,

membantu mencegah stroke, serangan jantung. Candesartan cilexetil juga

dapat digunakan untuk membantu melindungi ginjal dari kerusakan akibat

diabetes.

 Kontraindikasi candesartan cilexetil bisa terjadi pada pasien:

a. Gangguan hati berat atau kolestasis.

b. Riwayat angioedema.

c. Ibu hamil

Keamanan kehamilan menurut FDA (Badan Pengawas Obat dan

Makanan Amerika Serikat) mengkategorikan Candesartan ciloxetil

kedalam Kategori D yaitu terbukti menimbulkan resiko terhadap janin

manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh jika digunakan pada

wanita hamil dapat dipertimbangkan misalnya jika obat diperlukan untuk

mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat

yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan. Penelitian pada

hewan tidak selalu bisa dijadikan dasar keamanan pemakaian obat

terhadap wanita hamil."

4. Efek Samping

Candesartan cilexetil merupakan obat yang memiliki efek samping

sebagai berikut pusing, sakit kepala, vertigo, nyeri punggung, infeksi


saluran pernapasan atas, faringitis, rhinitis, hipotensi, hiperkalemia dan

peningkatan kreatinin serum.

5. Dosis dan cara mengkonsumsi obat

Dosis penggunaan candesartan cilexetil juga harus dikonsultasikan

dengan Dokter terlebih dahulu sebelum digunakan, karena Dosis

Penggunaan nya berbeda-beda setiap individu nya tergantung berat

tidaknya penyakit yang diderita. Biasanya dokter akan memberikan dosis

yang rendah sebagai dosis awal, kemudian ditingkatkan dan disesuaikan

dengan respons tubuh pasien terhadap obat.

Aturan Penggunaan Candesartan Tablet :

1. Untuk pengobatan hipertensi : Awalnya diminum 1 x sehari 8 mg.

2. Sebagai dosis pemeliharaan dapat diminum 1 x sehari 8 mg,

maksimal 32 mg per hari dalam dosis tunggal atau dalam 2 dosis

terbagi.

3. Untuk gagal jantung : 1 x sehari 4 mg. Maksimal 32 mg per hari.

Cara mengkonsumsi obat candesartan yaitu sesudah makan.

Untuk hasil maksimal, candesartan diminum setiap hari dan diusahakan

dalam waktu yang sama setiap hari nya. Jika tidak sengaja lupa meminum

candesartan disarankan untuk segera meminumnya begitu teringat jika

jadwal dosis berikutnya tidak terlalu dekat. Jangan mengganti dosis yang

terlewat dengan menggandakan dosis pada jadwal berikutnya. Hentikan

penggunaan candesartan tablet  bila gejala mulai membaik.


 6. Interaksi Obat

NSAID dapat mengurangi efek antihipertensi dan mengakibatkan

kerusakan fungsi ginjal termasuk kemungkinan gagal ginjal akut. Dapat

meningkatkan konsentrasi lithium serum. K-sparing diuretik, suplemen K

atau pengganti garam yang mengandung K dapat meningkatkan risiko

hiperkalemia. Berpotensi Fatal: Pemberian dengan aliskiren pada pasien

diabetes dapat meningkatkan risiko gangguan ginjal, hipotensi dan

hiperkalemia.

C. AMLODIPINE

1. Pengertian

Amlodipine adalah obat golongan calcium channel blockers (CCB)

untuk mengatasi hipertensi atau tekanan darah tinggi. Amlodipine bekerja

dengan cara melemaskan dinding dan melebarkan diameter pembuluh

darah. Efeknya akan memperlancar aliran darah menuju jantung dan

mengurangi tekanan darah dalam pembuluh. Obat ini juga menghalangi

kadar kalsium yang masuk ke sel otot halus di dinding pembuluh darah

jantung. Kalsium akan membuat otot dinding pembuluh darah

berkontraksi. Dengan adanya penghambatan kalsium yang masuk,

dinding pembuluh darah akan menjadi lebih lemas sehingga bekerja

sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah. Obat antihipertensi ini

dapat digunakan sebagai kombinasi dari obat lain untuk

mengobati tekanan darah tinggi atau digunakan secara mandiri.


2. Manfaat

Manfaat mengkonsumsi obat amlodipine adalah supaya pasien

dapat menurunkan tekanan darah tinggi yang dimiliki sekaligus membantu

mencegah stroke, serangan jantung, dan masalah ginjal. Amlodipine juga

pectoris digunakan untuk mencegah beberapa jenis nyeri dada dan angin

duduk (angina pectoris). Obat penurun darah tinggi ini dapat membantu

meningkatkan kemampuan Anda untuk berolahraga dan menurunkan

frekuensi serangan angina. Walaupun begitu, obat untuk hipertensi ini

tidak boleh digunakan untuk mengobati serangan nyeri dada ketika

kondisi tersebut terjadi. Gunakan obat lain untuk meringankan serangan

nyeri dada.

3. Indikasi dan kontraindikasi

Amlodipine diindikasikan pada Anda yang mempunyai penyakit

hipertensi (tekanan darah tinggi) dan angina pectoris (nyeri di dada akibat

penyumbatan pada arteri yang mengarah ke jantung). Hal-hal yang

menjadi kontraindikasi dalam penggunaan Amlodipine adalah:

1. Hipersensitifitas/ reaksi alergi (reaksi berlebihan bersifat patologis yang

ditimbulkan oleh sistem imun tubuh yang menimbulkan

beberapa gejala yang tidak diinginkan) terhadap obat amlodipin atau

komponennya atau terhadap penghambat kalsium lain.

2. Hipotensi (tekanan darah rendah)


4. Efek Samping

Semua obat berpotensi menyebabkan efek samping, tapi tidak

semua orang akan mengalaminya. Ketika pertama kali mengonsumsi

amlodipine, Anda mungkin akan mengalami sakit kepala, rasa panas dan

kegerahan. Gejala ini umumnya akan membaik dalam beberapa hari.

Beberapa efek samping lain yang mungkin terjadi seperti merasa lelah,

pusing, jantung berdegup kencang, merasa mual dan tidak nyaman di

bagian perut, pergelangan kaki membengkak, reaksi alergi seperti ruam,

gatal-gatal, pembengkakan pada wajah, lidah atau tenggorokan, sakit

kepala parah dan kesulitan bernapas.

4. Dosis dan cara mengkonsumsi obat

Dosis yang biasanya dianjurkan untuk orang dewasa adalah 5-10

mg per hari. Dosis untuk orang tua lebih rendah, yaitu 2,5 mg per hari.

Sedangkan dosis untuk anak-anak dan remaja adalah 2,5-5 mg per hari.

Dosis disesuaikan dengan kondisi dan respons pasien terhadap obat.

6. Interaksi Obat

Interaksi obat dapat mengubah kinerja obat Anda atau

meningkatkan risiko efek samping yang serius. Penggunaan bersama

obat-obatan berikut dapat mempengaruhi kadar obat di dalam darah

sehingga membutuhkan penyesuaian dosis, misalnya penggunaan obat-

obatan seperti: Amiodarone, atazanavir, ceritinib, clarithromycin,


clopidogrel, conivaptan, cyclosporine, dantrolene, digoxin, domperidone,

droperidol, eliglustat, idelalisib, lacosamide, piperaquine, simvastatin,

tacrolimus, tegafur, dan telaprevir.

Penggunaaan amlodipine dengan indinavir dapat meningkatkan

potensi efek samping obat. Selain itu, penggunaan amlodipine dengan

simvastatin dapat meningkatkan risiko terjadinya miopati (kelainan otot).

Selain itu, berikut interaksi amlodipine dengan obat-obatan yang pada

umumnya digunakan di masyarakat.

1. Antihipertensi: Amlodipin apabila dikombinasikan dengan obat

antihipertensi lainnya dapat meningkatkan efek hipotensi

2. Siklosporin: Siklosporin merupakan suatu antibiotik peptida yang

digunakan pada arthritis rheumatoid yaitu penyakit yang

berupa peradangan pada area persendian yang diikuti dengan rasa

nyeri, muncul pembengkakan dan terasa kaku ketika tidak beraktifitas.

Penggunaan bersamaan amlodipin dengan siklosporin dapat

meningkatkan kadar siklosporin

3. Eritromisisn, ketokonazol, itrakonazol, inhibitor protease: Merupakan

obat antijamur. Jika obat tersebut digunakan secara bersamaan dengan

amlodipin dapat menghambat efek kerja obat amlodipin

4. Rifampisin, rifabutin: Keduanya merupakan obat antimikroba yang

digunakan dalam pengobatan tuberkulosis (penyakit TBC).

Penggunaan bersama salah satu dari obat tersebut dengan amlodipin

dapat meningkatkan efek kerja obat amlodipin


5. Ephedra, yohimbe, ginseng : Memperburuk hipertensi

6. Bawang putih : Meningkatkan efek antihipertensi

Penggunaan obat ini sebaiknya diiringi dengan pemeriksaan teratur

ke dokter Anda agar kondisi kesehatan bisa terus terpantau. Minumlah

amlodipine dengan air putih sesudah makan. Jika Anda tidak sengaja lupa

meminum amlodipine, disarankan untuk segera melakukannya apabila

jeda dengan jadwal minum berikutnya tidak terlalu dekat. Jika sudah

dekat, jangan menggandakan dosis. Obat ini tidak akan menyembuhkan

hipertensi, tapi membantu mengendalikan dan mencegah penyakit lain,

seperti gagal jantung dan gangguan pada ginjal.

D. Gambaran Umum dan Sejarah RSUD Kota Prabumulih

1. Gambaran Umum RSUD Prabumulih

RSUD kota Prabumulih adalah rumah sakit milik Pemerintah Kota

Prabumulih yang mempunyai luas 7 hektar, terletak di jalan lingkar,

kelurahan gunung ibul, kecamatan prabumulih timur. RSUD Kota

Prabumulih dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua

dan kendaraan roda empat, akan tetapi untuk akses kendaraan umum

masih dalam proses perencanaan.

RSUD Kota Prabumulih terdiri dari beberapa gedung yaitu:

a. Gedung Utama, terdiri dari bagian tata usaha, keuangan, pelayanan

medic, pelayanan administrasi, gawat darurat, poliklinik dan kantin

depan
b. Gedung pelayanan laboratorium dan farmasi

c. Gedung sekretariat bidang keperawatan

d. Gedung pelayanan fisioterapi

e. Gedung instalasi bedah central berhadapan dengan instalasi radiologi

f. Gedung oksigen sentral

g. Gedung UTDRS

h. Gedung pelayanan kebidanan berhadapan dengan neonatus

i. Gedung pelayanan keperawatan pasien umum dan bpjs

j. Gedung VIP-VVIP berdampingan dengan Gedung K3RS

k. Gedung ICU-ICCU dan NICU

l. Gedung instalasi gizi bergabung dengan linen, laundry

m. Gedung material bergabung dengan IPSRS

n. Gedung perawatan kelas III jaminan

o. Gedung Asrama Diklat

p. Gedung Pemulasaran Jenazah

q. Gedung CSSD

r. Gedung Hemodialisa

s. Gedung PMI

t. Masjid

u. Perumahan Dokter Spesialis

v. Kantin Belakang dan Pertokoan

w. Incenerator dan IPAL

x. Gedung Genset dan Gudang


Gambar 2.

Letak RSUD Kota Prabumulih

2. Sejarah Umum RSUD Prabumulih

Pada tahun 1947 sampai dengan 1955 berdirilah Balai Pengobatan

yang merupakan cikal bakal Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Prabumulih. Lokasi balai pengobatan tersebut adalah bangunan eks

kantor Marga Kapak Tengah (Lokasi Lapangan tenis Dusun Prabumulih

sekarang ini).
Pada tahun 1955 balai Pengobatan tersebut dikembangkan

menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Prabumulih, yang lokasinya dari

tahun 1955 sampai akhir tahun 2008 di jalan AK. Gani No. 41 Lk. III

kelurahan Tugu Kecil Prabumulih Timur, dengan luas tanah I adalah

5.940,56 m², luas tanah II adalah 892,50 m², luas tanah III adalah 354,51

m² dan luas tanah IV adalah 10.000 m². Jadi total seluruh luas tanah

RSUD Prabumulih adalah 7.197,57 m² . Sedangkan luas bangunannya

adalah 1.508,4446 m². Sejak tahun 1955 sampai akhir tahun 2008 RSUD

Prabumulih memiliki tempat tidur (TT) dari 51 buah menjadi 69 dan

terakhir bertambah menjadi 82 buah.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

107/MENKES/SK/I/1955 tanggal 30 Januari 1955 tentang peningkatan

kelas Rumah sakit Umum Daerah Prabumulih, maka status RSUD

Prabumulih menjadi Rumah sakit tipe C, hal ini sudah di perdakan dengan

Perda Kabupaten Muara Enim No. 31 tanggal 22 Januari 1996.

Pada tahun 2005 RSUD Prabumulih mulai melakukan

pembangunan gedung baru yang berlokasi di jalan Lingkar Barat Gunung

Ibul. Pembangunan ini bertujuan untuk menambah kualitas dan fasilitas

yang ada di RSUD Prabumulih. Pembangunan gedung baru dilakukan

selama 3 tahun dan pada bulan Februari 2008, kantor RSUD mulai

dipindahkan ke lokasi gedung baru. Kemudian menyusul pelayanannya

yang mulai dipindahkan ke gedung baru pada tanggal 20 Desember 2008.


Gedung baru ini memiliki fasilitas yang jauh lebih baik dibanding

dengan gedung yang lama, sebagai contohnya adalah area yang luas,

peralatan medis yang baru, di dukung Tim IT (SIM-RS, SMS Gateway,

Hotspot, Sistem antrian, CCTV) dan lain-lain. Fasilitas rawat inap yang

tersedia yaitu Kelas I, Kelas II, Kelas III, VIP dan VVIP, dan ruangan

jaminan. yang jumlah keseluruhannya 173 tempat tidur. Pada tanggal 06

Desember 2016, Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) menetapkan

bahwa RSUD Kota Prabumulih mendapat status Akreditasi “PARIPURNA”

Yang berlaku dari tanggal sampai dengan 06 Desember 2019.

3. Status Kepemilikan dan Kelas RSUD Prabumulih

Nama : Rumah Sakit Umum Daerah Kota Prabumulih

Status : Milik Pemerintah Kota Prabumulih

Telepon : 0713-3300398/ 0713-3300399/ 0713 – 3300400

Faximile : 0713-3300404

Web Site : www.rsudprabumulih.co.id

E-mail : office@rsudprabumulih.co.id

Kelas / type : C+

Akreditasi : 5 pokja tahun 2008

12 Pokja mulai tahun 2012

Tingkat Utama Tahun 2016

Paripurna Tahun 2017


4. Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) RSUD Kota Prabumulih

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Prabumulih Nomor 23 tahun

2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja RSUD Kota Prabumulih,

mempunyai Tugas pokok dan Fungsi sebagai berikut :

a. Tugas Pokok

1. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Prabumulih mempunyai tugas

pokok membantu Walikota menyelenggarakan Pemerintah Daerah

dalam pelaksanaan sebagian kewenangan otonomi daerah dalam

pelaksanaan sebagian kewenangan otonomi daerah kota dibidang

pelayanan kesehatan, mempunyai tugas pokok antara lain :

peningkatan promosi kesehatan (promotif), pencegahan (preventif),

penyembuhan (kuratif), rehabilitasi (rehabilitatif) dan pelayanan

rujukan.

2. RSUD berkewajiban melaksanakan pengendalian mutu pelayanan

kesehatan sesuai dengan standar Akreditasi yang pelayanannya

berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan.

b. Fungsi

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada

Pasal 3 Peraturan Daerah, RSUD mempunyai fungsi, yaitu :

1. Penyelenggaraan promosi kesehatan

2. Penyelenggaraan pelayanan medis

3. Penyelenggaraan pelayanan penunjang medis dan non medis

4. Penyelenggaraan rehabilitasi
5. Penyelenggaraan pelayanan asuhan keperawatan

6. Penyelenggaraan pelayanan rujukan kesehatan

7. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan

8. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan

9. Penyelenggaraan administrasi umum dan keuangan

5. Tujuan dan sasaran RSUD Kota Prabumulih

Tujuan RSUD Prabumulih adalah sebagai berikut :

1. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil

guna, dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan,

yang dilaksankan secara serasi dan terpadu dengan upaya

peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan dari

dalam daerah dan daerah tetangga.

2. Melaksanakan pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan

standar pelayanan RSUD Kota Prabumulih.

Sasaran RSUD Prabumulih adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan klasifikasi RSUD Kota Prabumulih

2. Pelayanan kesehatan yang mudah di akses dan terjangkau

3. Peningkatan jumlah kunjungan pasien di RSUD Kota Prabumulih

4. Pengembangan citra RS sebagai stakeholder pembangunan RS

5. Menciptakan suasana kerja yang kondusif, aman dan nyaman

6. Membangun dan mengembangkan jejaringan kepada seluruh

stakeholder pelayanan kesehatan


7. Pengembangan RS sebagai pusat pendidikan dan penelitian bagi

praktik keperawatan, kebidanan dan kedokteran

8. Meningkanya kinerja Keuangan RS

9. Peningkatan kualitas / mutu SDM sesuai dengan profesi kesehatan

10. Masyarakat pengguna pelayanan mendapatkan pelayanan dari

tenaga yang kompeten

11. Setiap satuan pelayanan memiliki sarana, prasarana dan peralatan

yang memadai dan sesuai dengan standar pelayanan minimal

12. Setiap peralatan medik dilakukan uji fungsi dan kalibrasi

13. Setiap sarana, prasaran dan peralatan yang digunakan ramah

lingkungan

14. Meningkatnya kinerja pelayanan

15. Tertib administrasi seluruh pelaporan yang dibutuhkan

16. Meningkatnya kinerja SDM sesuai dengan kompetensinya

6. Visi, Misi, Motto dan Program RSUD Prabumulih

Visi

“Menjadi Milik dan Kebanggaan Masyarakat Kota Prabumulih“.

Misi

a. Meningatkan pelayanan rumah sakit yang berkualitas dan terjangkau

b. Mewujudkan pegawai rumah sakit yang professional, beretika dan

berakhlak
c. Pengembangan sarana prasarana dan kemitraan pelayanan rumah

sakit

Dengan melihat atau memperhatikan Visi, Misi dan Budaya/ Tata

Nilai/ Falsafah organisasi serta maksud dan tujuan, maka Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Prabumulih menetapkan Motto.

Motto

Motto RSUD Kota Prabumulih terdiri dari dua, yaitu:

a. Motto pelayanan

Motto pelayanan RSUD Prabumulih adalah “Seputih Melati, Secerah

Mentari, Sepenuh Hati Melayani Sesama”.

b. Motto manajemen

Motto manajemen RSUD Prabumulih adalah “Melayani Manusia Agar

Mampu Melayani Manusia Menjadi Manusiawi”.

Program RSUD Prabumulih

Program RSUD Prabumulih adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan SDM melalui pendidikan dan pelatihan

2. Meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan yang bermutu

3. Menjadikan pusat rujukan kesehatan Kota Prabumulih dan sekitarnya

4. Meningkatkan dan menjalin kemitraan pada semua pihak


7. Falsafah, Budaya dan Tata Nilai RSUD Prabumulih

Falsafah RSUD Kota Prabumulih

Falsafah RSUD Kota Prabumulih adalah Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945

Budaya dan tata nilai RSUD Kota Prabumulih

a. First, do no harm;

Suatu filosofi yang terkenal dalam bahasa latin yaitu “Primum, non

nocere“ (First, Do Harm). RSUD Kota Prabumulih harus

berkemampuan dalam memberikan pelayanan dengan pendekatan

patient safety, employee dan employer safety serta owner safety.

b. Berwawasan sosial dan kebangsaan;

RSUD Kota Prabumulih, dalam melayani klien tidak akan membeda-

bedakan suku, ras, agama, keluarga dan sekat-sekat lainnya, yang

dapat menjadi penghambat pelayanan yang diberikan.

c. Kemitraan;

RSUD Kota Prabumulih berusaha untuk membangun kemitraan

sejajar lintas profesi yang bermartabat, dan membangun suasana dan

etos kerja yang tinggi dan kondusif, persaingan yang sehat dan

berorientasi pada pelanggan.

d. SDM berkualitas dan manusiawi;

SDM RSUD Kota Prabumulih akan selalu berusaha untuk

mengembangkan diri (self development). SDM RSUD Kota


Prabumulih bukan “mesin “ yang hanya menjadi alat pekerja, tapi

SDM yang handal, jujur, altruistic dan berkualitas.

e. Sarana dan pra sarana yang mendukung kinerja;

RSUD Kota Prabumulih berupaya untuk memenuhi kebutuhan sarana,

prasarana dan peralatan yang sesuai dengan standard an mendukung

peningkatan kinerja dalam memberikan pelayanan.

f. Sustainable development;

RSUD Kota Prabumulih, dalam memberikan pelayanan berusaha

untuk mengembangkan pelayanan yang berkelanjutan, imajinatif,

inovatif dan kreatif serta berwawasan lingkungan.

2.1 Struktur Organisasi RSUD Prabumulih

Struktur organisasi adalah perwujudan dari suatu pengendalian

didalam Rumah Sakit, maka akan terlihat jelas tugas dan tanggung jawab

yang akan dilaksanakan oleh setiap bagian yang ada. (Terlampir)


4
/
M
O
H
P
x
)
R
(
I
E
A
v
C
L
c
b
B
,
F
d
z
D
g
o
f
y
T
3
u
2
m
l
j
.
1
:
h
n
p
s
i
e
t
k
r
a
K
E. KERANGKA TEORI

Adapun kerangka teori hubungan penggunaan obat candesartan cilexetil dan amlodipine terhadap penurunan

tekanan darah pada pasien hipertensi di instalasi rawat jalan RSUD Kota Prabumulih tahun 2019 adalah sebagai berikut:
X
C
)
B
(
G
O
F
D
4
3
U
2
M
L
J
.
1
:
H
N
P
S
I
E
T
R
A
K
E. KERANGKA TEORI

Kerangka teori hubungan penggunaan obat candesartan cilexetil dan amlodipine terhadap penurunan tekanan

darah pada pasien hipertensi di instalasi rawat jalan RSUD Kota Prabumulih tahun 2019 adalah sebagai berikut:
F. HIPOTESIS

Hipotesis penilitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis awal (H0)

Tidak ada hubungan antara penggunaan obat candesartan cilexetil dan

amlodipine terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi

di instalasi rawat jalan RSUD Kota Prabumulih tahun 2019

2. Hipotesis alternatif (Ha)

Ada hubungan antara penggunaan obat candesartan cilexetil dan

amlodipine terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi

di instalasi rawat jalan RSUD Kota Prabumulih tahun 2019

Anda mungkin juga menyukai