Anda di halaman 1dari 4

Gounden V, Vashisht R, dan Jialal I. 2020. Hypoalbuminemia.

Treasure Island: StatPearls


Publishing.

Definisi

Hipoalbumin adalah penurunan kadar serum albumin di bawah nilai normal


laboratorium. Kadar serum albumin yang kurang dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu
hipoalbuminemia ringan (3.2-3.5 g/dL), hipoalbuminemia sedang (2.8-3.2 g/dL), dan
hipoalbuminemia berat (<2.8 g/dL).

Albumin merupakan protein plasma terbanyak dalam serum, yang membentuk sekitar
60% dari total protein plasma. Albumin dalam peredarah darah sebagai penentu utama
tekanan osmotik yang penting untuk mempertahankan cairan plasma darah dan juga bekerja
sebagai molekul pengangkut untuk bilirubin dan asam lemak. Penurunan albumin dalam
sirkulasi dapat menyebabkan pergeseran cairan dari pembuluh darah ke ruang ekstravaskuler,
sehingga dapat terjadi edema.

Patofisiologi

Kadar serum albumin bergantung pada sintesis, jumlah yang disekresikan dari sel
hepar, distribusi dalam cairan tubuh, dan degradasinya. Hipoalbuminemia merupakan akibat
dari gangguan pada salah satu atau lebih proses tersebut.

1. Sintesis
Sintesis albumin berawal dari dibentuknya pre-proalbumin didalam sel
hepatosit. Pre-proalbumin merupakan molekul albumin dengan 24 rantai asam
amino. Didalam retikulum endoplasma, pre-proalbumin akan melepas 18
rantai asam aminonya, menyisakan hanya 6 rantai asam amino dan
membentuk proalbumin. Proalbumin kemudian akan dibentuk menjadi
albumin oleh aparatus golgi, yang kemudian akan segera disekresikan oleh sel
hepatosit, tanpadisimpan didalam hepar.
2. Distribusi
Albumin yang telah disekresikan masuk ke dalam intravaskular melalui 2
jalur. Pertama, albumin masuk ke ruang ini dengan memasuki sistem limfatik
hepatik dan masuk ke duktus thorakikus. Kedua, albumin masuk secara
langsung dari hepatosit ke dalam sinusoid. Setelah 2 jam, 90% albumin yang
disekresikan tetap berada dalam ruang intravaskular. Waktu paruh dari
albumin intravaskular adalah 16 jam. Albumin intravaskular juga
didistribusikan ke ruang ekstravaskular semua jaringan, dengan jumlah
distribusi terbanyak adalah di kulit.
3. Kerusakan albumin
Albumin memiliki 4 binding sites, 1 untuk logam, dan yang lain untuk spesies
molekular biologis maupun asing. Pada sirosis hepatis yang berat, albumin
dioksidasi via jalur glutathione, sehingga kapabilitas ikatan albumin dengan
molekulnya menurun.
4. Degradasi albumin
Setelah disekresikan ke dalam plasma, molekul albumin masuk ke dalam
jaringan dan kembali ke plasma melalui duktus thorakikus. Beberapa studi
menyatakan bahwa albumin mungkin didegradasi oleh endotel kapiler,
sumsum tulang, dan sinus hepar.

Etiologi

Hipoalbuminemia dapat merupakan akibat dari penurunan produksi albumin, defek sintesis
akibat kerusakan hepatosit, defisiensi intake dari asam amino, peningkatan hilangnya albumin
lewat saluran pencernaan maupun ginjal, dan paling sering akibat inflamasi akut atau kronis.

1. Malnutrisi protein
Defisiensi intake protein dapat menyebabkan penurunan sintesis albumin. Sintesis
albumin dapat menurun lebih dari sepertiga selama 24 jam puasa.
2. Defek sintesis
Pada pasien sirosis hepatis, sintesis akan menurun karena hilangnya massa sel
hepatosit. Selain itu, aliran darah porta juga akan menurun dan terjadi gangguan pada
distribusi. Namun, pada sirosis hepatis yang timbul asites, mungkin dapat terjadi
peningkatan sintesis albumin, tetapi meskipun sintesisnya meningkat, konsentrasi
albumin tetap menurun karena terjadi dilusi.
3. Hilangnya protein extravaskular
- Sindroma nefrotik
Penyakit ini dapat menyebabkan hipoalbuminemia karena proteinuria masif, yang
menyebabkan hilangnya sekitar >3.5 gr protein setiap harinya. Albumin difiltrasi
oleh glomerulus dan dikatabolisasi oleh tubulus renal menjadi asam amino yang
kemudian akan digunakan kembali oleh tubuh. Pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis, yang mengalami gangguan baik pada glomerulus maupun tubulus, filtrasi
protein yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan hilangnya protein dan
peningkatan degradasi.
- Enteropati
Dalam keadaan normal, kurang dari 10% albumin total akan diekskresi lewat
usus. Apabila seseorang mengalami enteropati akibat pertumbuhan bakteri yang
berlebihan, dapat timbul hipoalbuminemia karena sintesis albumin dihambat
- Luka bakar luas
Kulit merupakan tempat utama dari penyimpanan albumin. Hipoalbuminemia
dapat timbul akibat hilangnya albimun secara langsung karena rusaknya jaringan
dan faktor penghambat yang dilepas pada daerah yang terkena luka bakar, seperti
tumor necrosis factor, interleukin-1, dan interleukin-6.
4. Hemodilusi
Apabila seseorang mengalami asites, sintesis albumin mungkin masih normal bahkan
meningkat, tetapi kadarnya di dalam serum menurun karena volume distribusi yang
lebih besar.
5. Inflamasi akut dan kronis
Kadar albumin yang turun pada inflamasi akut harus diatasi dengan cepat untuk
membantu proses resolusi dari inflamasi. Sitokin yang dilepas saat terjadi respons
inflamasi (TNF, IL-6) dapat menurunkan kadar serum albumin melalui mekanisme
berikut:
- Peningkatan permeabilitas vaskular (memungkinkan difusi albumin ke ruang
extravaskular)
- Peningkatan degradasi
- Penurunan sintesis

Gambaran klinis

Penyebab yang mendasari terjadinya hipoalbuminemia cukup banyak. Perlu


ditanyakan adanya riwayat gangguan hepar atau ginjal, hipotiroidisme, keganasan, dan
malabsorbsi. Selain itu, evaluasi intake diet dari pasien.

Temuan pemeriksaan fisik abnormal dapat ditemukan pada beberapa sistem organ
bergantung dari penyebab yang mendasari hipoalbuminemia. Beberapa temuan yang
mungkin terdapat pada pasien dengan hipoalbuminemia, antara lain:
- Edema wajah, makroglosia, pembengkakan parotis, dan ikterus konjungtiva
- Hilangnya lemak subkutan, penyembuhan luka yang terhambat, kulit kering dan
kasar, edema perifer, spider angioma, eritema palmaris
- Bradikardi, hipotensi, kardiomegali
- Penurunan ekspansi paru akibat efusi pleura
- Hepatomegali, asites
- Ensefalopati, asterixis
- Ginekomastia, hipotermia, tiromegali

Terapi

Pedoman Penggunaan Albumin RSUD dr. Soetomo (PPARSDS) yang diterbitkan pada tahun
2003 merekomendasikan penggunaan albumin sebagai terapi pada kejadian
hipoalbuminemia, dimana kondisi tersebut dapat disebabkan oleh penurunan produksi
maupun peningkatan destruksi/kehilangan albumin, yang membahayakan jiwa pasien akibat
terjadinya gangguan keseimbangan cairan atau tekanan onkotik, dan rangkaian penyakit atau
kelainan yang ditimbulkannya. University Hospital Consortium (2010) merekomendasikan
penggunaan albumin untuk pasien dalam kondisi kritis, dengan kadar serum albumin <1.5
gr/dL atau hipoalbuminemia yang disertai kondisi seperti edema atau hipotensi akut. Albumin
tidak diindikasikan pada kondisi seperti kadar albumin masih >2.5 gr/dL, hipoalbumin karena
malnutrisi, dan hipoalbuminemia tanpa disertai edema dan hipotensi akut.

Selain ketepatan indikasi, laju infus pemberian albumin juga perlu diperhatikan. Infus yang
terlalu cepat (>2 mL/menit) dapat menyebabkan penurunan pada tekanan darah, utamanya
pada pasien geriatri dengan risiko gagal jantung kongestif. Infus lambat hingga >4 jam juga
tidak sesuai, karena sediaan albumin sudah tidak layak digunakan lebih dari waktu tersebut.
Kecepatan infus yang direkomendasikan adalah 2 mL/menit selama <4 jam, atau 20
tetes/menit. Efek samping yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya reaksi
alergi, menggigil, demam, takikardi, hipotensi, mual, dan muntah.

Anda mungkin juga menyukai