Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan tentang konsep hipertensi, dan asuhan
keperawatannya.
2.1 Konsep Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko
tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti
penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin
besar resikonya. ( Sylvia A.price, 2004)
2.1.2 Etiologi Hipertensi
Hipertensi berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua yaitu hipertensi primer
atau esensial dan hipertensi sekunder.
2.1.2.1 Hipertensi primer/ esensial
Sekitar 95% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi esensial
(primer). Penyebab hipertensi esensial ini masih belum diketahui, tetapi factor
genetik dan lingkungan diyakini memegang peranan dalam menyebabkan hipertensi
esensial (Weber dkk., 2014). Faktor genetik dapat menyebabkan kenaikan aktivitas
dari sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem saraf simpatik serta sensitivitas
garam terhadap tekanan darah. Selain faktor genetik, faktor ingkungan yang
mempengaruhi antara lain yaitu konsumsi garam, obesitas dan gaya hidup yang
tidak sehat (Weber dkk., 2014) serta konsumsi alkohol dan merokok (Mansjoer
dkk., 1999).
Penurunan ekskresi natrium pada keadaan tekanan arteri normal merupakan
peristiwa awal dalam hipertensi esensial. Penurunan ekskresi natrium dapat
menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi
perifer sehingga tekanan darah meningkat. Faktor lingkungan dapat memodifikasi
ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stres, kegemukan, merokok, aktivitas fisik

7
yang kurang, dan konsumsi garam dalam jumlah besar dianggap sebagai faktor
eksogen dalam hipertensi (Robbins dkk., 2007).
2.1.2.2 Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder diderita sekitar 5% pasien hipertensi (Weber dkk.,
2014). Penyebab hipertensi sekunder seperti gangguan pada:
2.1.2.2.1 Ginjal
Gangguan pada ginjal seperti glomerulo nefritis, pielonefritis, tumor, diabetes
dan lainnya.
2.1.2.2.2 Renovaskuler
Gangguan renovaskuler seperti terjadi aterosklerosis, hyperplasia, emboli kolesterol,
transplantasi dan lain-lainnya.
2.1.2.2.3 Adrenal
Gangguan adrenal seperti sindrom cushing, aldosteronisme primer.
2.1.2.2.4 Aorta
Gangguan pada aorta seperti koarktasio aorta, arteritis takayasu.
2.1.2.2.5 Neoplasma Tumor wilm, tumor yang mensekresi rennin.
2.1.2.2.6 Kelainan Endokrin Obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme,
hiperparatiroidisme, hiperkalsemia dan lain-lain.
2.1.2.2.7 Saraf Stress berat, psikosis, stroke, tekanan intrakranial meningkat.
2.1.2.2.8 Toksemia pada kehamilan Preeklampsia, eklampsia, dan hipertensii
sementara merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan, seringkali disebut
pregnancy-induced hyperthension (PIH). Preeklamsia merupakan suatu kondisi
spesifik kehamilan, dimana kehamilan hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada
wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. (Wolf dalam Joeliani,
2008).
Menurut (Wolf dalam Joeliani, 2008) faktor predisposisi dari hipertensi terdiri
dari :
1) Usia
Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Seseorang yang
terjangkit penyakit ini biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain seperti

8
stroke, dan penyakit jantung. WHO-ISH (International Society of Hipertension) tidak
membedakan kriteria ini baik itu orang muda maupun orang tua, karena pada
prinsipnya, tekanan darah tinggi bisa menyebabkan komplikasi-komplikasi ke organ
yang lebih berbahaya. Jadi anggapan bahwa untuk orang tua, angka ‘tinggi’ tersebut
relatif normal, tidak bisa dipertahankan untuk saat ini, mengingat komplikasi jangka
panjang yang bisa ditimbulkan jika tidak dilakukan intervensi pengendalian tekanan
darah (Tapan, 2004: 90).
Insiden hipertensi meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada
yang berusia ≥18 tahun dengan jelas menaikan insiden penyakit arteri koroner dan
kematian prematur. Sebab peningkatan usia hingga pada usia lanjut terjadi
penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses menua,
peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium, penurunan elastisitas pembuluh
darah perifer akan mengakibatkan resistensi pembuluh darah perifer yang
mengakibatkan hiperetensi. Perubahan akibat proses menua menyebabkan disfungsi
endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokinin dan substansi kimiawi
lain yang kemudian menyebabkan reabsorsi natrium, proses sklerosis yang berakibat
pada kenaikan tekanan darah.
2) Jenis kelamin
Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi dari pada wanita tetapi usia 65
tahun insiden wanita lebih tinggi. Pada umumnya wanita akan mempunyai risiko
tinggi terhadap hipertensi apabila telah memasuki masa menopous, hal ini disebabkan
pada kondisi tersebut terjadi penurunan produksi estrogen karena proses penuaan,
dengan menurunnya produksi estrogen akan berdampak pada kardiovaskuler dimana
terjadi penurunan elastisitas pembuluh darah. Karena tekanan darah juga tergantung
pada kelenturan pembuluh darah dan perubahan hormonal maka dengan terjadinya
penurunan elastisitas pembuluh darah mengakibatkant terjadinya aterosklerosis.
Kondisi ini menyebabkan aliran darah terhambat dan meningkatkan tekanan darah
(Tapan, 2004).

9
3) Ras
Hipertensi pada kulit hitam lebih sedikit 2 kalinya pada yang berkulit putih.
4) Pola hidup/gaya hidup
Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah dan kehidupan atau pekerjaan
penuh stres angkanya berhubungan dengan hipertensi yang tinggi, obesitas dipandang
sebagai risiko utama merokok dipandang sebagai faktor risiko tinggi bagi hipertensi.
5) IMT (Obesitas)
Meningkatnya berat badan pada masa anak – anak atau usia pertengahan,
risiko terjadinya hipertensi meningkat. Mekanisme obesitas dalam meningkatan
tekanan darah belum diketahui secara pasti, namun penyelidikan membuktikan curah
jantung dan sirkulasi darah pada penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi
dibandingkan dengan hipertensi dengan berat badan normal. Pada obesitas tahanan
perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan
aktivitas renin plasma yang rendah. Pada kondisi ini akan memicu meningkatnya
tekanan darah.
6) Merokok .
7) Riwayat Keluarga
75% hipertensi mempunyai riwayat keluarga hipertensi.
2.1.3 Menifestasi Klinik
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
2.1.3.1 Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi esensial tidak dapat terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur ( Nurarif,
2015)
2.1.3.2 Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataan ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.Beberapa pasien
yang menderita hipertensi yaitu :

10
2.1.3.2.1 Mengeluh sakit kepala
2.1.3.2.2 Lemas, kelelahan
2.1.3.2.3 Sesak nafas
2.1.3.2.4 Gelisah
2.1.3.2.5 Mual
2.1.3.2.6 Muntah
2.1.3.2.7 Epistaksis
2.1.3.2.8 Kesadaran menurun
2.1.4 Klasifikasi Hipertensi
Para ahli membagi hipertensi berdasarkan sistolik dan diastolik, seperti:
2.1.4.1 Hipertensi sistolik
Hipertensi Sistolik yaitu jika hanya tekanan darah sistolik yang melewati batas
(>140 mmHg) sedangkan diastoliknya dalam ambang batas (<90 mmHg). Hipertensi
sistolik terisolasi ini umumnya dijumpai pada usia lanjut, namun jika dijumpai pada
masa puber/remaja atau dewasa muda, hal ini menunjukkan kecendrungan orang
tersebut akan menderita hipertensi nantinya (Tapan, 2004).
2.1.4.2 Hipertensi diastolik
Bisa juga terjadi tekanan diastolik yang meningkat melebihi 85 mmHg.
Keadan ini disebut dengan hipertensi diastolik, sedangkan yang umumnya disebut
hipertensi adalah hipertensi baik sistolik maupun diastolik. Hipertensi jenis ini adalah
peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Dua-duanya meningkat
(Tapan, 2004).
Hipertensi berdasarkan JNC ( The Joint national committee on detection,
evaluation and treatment of high blood pressure ) adalah klasifikasi untuk orang
dewasa menurut umur ≥ 18 tahun. Menurut JNC, definisi hipertensi adalah jika
didapatkan TDS ≥ 140 mmHg. Penentuan klasfikasi ini berdasarkan rata – rata 2X
pengukurantekanan darah pada posisi duduk.

11
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah ( JNC 7 )
Klasifikasi Tekanan Darah TDS ( mmHg ) TDD ( mmHg )
Normal < 120 d < 80
an
Prehypertension 120 – 139 a 80 – 89
tau
Stage 1 Hypertension 140 – 159 a 90 – 99
tau
Stage 2 Hypertension ≥ 160 A ≥ 100
tau
Sumber : Tjokoprawiro,2007
Keterangan :
TDS : Tekanan Darah Systole
TDD : Tekanan Darah Diastole

Klasifikasi di atas untuk dewasa 18 tahun ke atas. Hasil pengukuran TD


dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk posisi dan waktu pengukuran, emosi,
aktivitas, obat yang sedang dikonsumsi dan teknik pengukuran TD. Kriteria
ditetapkan setelah dilakukan 2 atau lebih pengukuran TD dari setiap kunjungan dan
adanya riwayat peningkatan TD darah sebelumnya. Penderita dengan klasifikasi
prehipertensi mempunyai progresivitas yang meningkat untuk menjadi hipertensi.
Nilai rentang TD antara 130-139/80-89 mmHg mempunyai risiko 2 kali berkembang
menjadi hipertensi dibandingkan dengan nilai TD yang lebih rendah dari nilai itu.
Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi dari pada wanita tetapi usia 65
tahun insiden wanita lebih tinggi. Pada umumnya wanita akan mempunyai risiko
tinggi terhadap hipertensi apabila telah memasuki masa menopous, hal ini disebabkan
pada kondisi tersebut terjadi penurunan produksi estrogen karena proses penuaan,
dengan menurunnya produksi estrogen akan berdampak pada kardiovaskuler dimana
terjadi penurunan elastisitas pembuluh darah. Karena tekanan darah juga tergantung
pada kelenturan pembuluh darah dan perubahan hormonal maka dengan terjadinya
penurunan elastisitas pembuluh darah mengakibatkant terjadinya aterosklerosis.
Kondisi ini menyebabkan aliran darah terhambat dan meningkatkan tekanan darah
(Tapan, 2004).

12
2.1.5 Patofisiologis Hipertensi
Karakteristik hemodinamik pasien lanjut usia yang mengalami hipertensi
adalah serupa dengan yang terjadi pada pasien yang lebih muda. Jadi, tekanan darah
arterial ditimbulkan oleh dua variabel hemodinamik, yaitu : curah jantung (cardiac
output) dan tahanan vaskular terhadap aliran darah ke seluruh sirkulasi sistemik
(tahanan perifer total; total peripheral resistance). Selanjutnya, curah jantung
dihasilkan dari dua variabel, kecepatan denyut jantung dan isi sekuncup jantung
(stroke volume); dan variabel yang terakhir dapat meningkat dengan menguatnya
kontraksi miokardium atau aliran balik vena (venous return). Tahanan vaskular
mungkin meninggi akibat perangsangan adrenergik, meningkatnya aktivitas
renopresor, dan karena banyak substansi hormonal atau humoral dalam sirkulasi.
Banyak faktor yang meningkatkan tonus otot arteriolar dan tahanan perifer total
yang dapat dilihat pada tabel 3. Semua faktor tersebut bekerja dengan saling
tergantung pada individu normal dan juga individu hipertensif.
Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan peningkatan
usia terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan meregang pada arteri besar.
Tekanan aorta meningkat sangat tinggi dengan penambahan volume intravaskuler
yang sedikit menunjukan kekakuan pembuluh darah pada lanjut usia. Secara
hemodinamik hipertensi sistolik ditandai penurunan kelenturan pembuluh arteri
besar resistensi perifer yang tinggi pengisian diastolik abnormal dan bertambah
masa ventrikel kiri. Penurunan volume darah dan output jantung disertai kekakuan
arteri besar menyebabkan penurunan tekanan diastolik. Lanjut usia dengan
hipertensi sistolik dan diastolik output jantung, volume intravaskuler, aliran darah
keginjal aktivitas plasma renin yang lebih rendah dan resistensi perifer.
Perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik dengan bertambahnya
norepinefrin menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta
adrenergik pada sehingga berakibat penurunan fungsi relaksasi otot pembuluh darah
Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan
mempengaruhi tekanan darah. Tekanan darah membutuhkan aliran darah melalui
pembuluh darah yang ditentukan oleh kekuatan pompa jatung (cardiac output) dan

13
tahanan perifer (peripheral resistance). Sedangkan cardiac output dan tahanan
perifer dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling berinteraksi (asupan natrium,
stres, obesitas, genetik dan lain-lain). Hipertensi terjadi jika terdapat abnormalitas
faktor-faktor tersebut.
Awalnya kombinasi faktor herediter dan faktor lingkungan menyebabkan
perubahan homeostasis kardiovaskular (prehypertension), namun belum cukup
meningkatkan tekanan darah sampai tingkat abnormal; walaupun demikian cukup
untuk memulai kaskade yang beberapa tahun kemudian menyebabkan tekanan darah
biasanya meningkat (early hypertension). Sebagian orang dengan perubahan gaya
(pola) hidup dapat menghentikan kaskade (proses) tersebut dan kembali ke
normotensi. Sebagian lainnya akhirnya berubah menjadi established hypertension
(hipertensi menetap), yang jika berlangsung lama dapat menyebabkan komplikasi
pada target organ. Patogenesis terjadinya hipertensi pada usia lanjut dan dewasa
muda dibedakan oleh faktor-faktor yang berperan pada usia lanjut.
Faktor-faktor tersebut terutama adalah :
2.1.5.1 Akibat perubahan dinding aorta dan pembuluh darah akan terjadi
peningkatan tekanan darah sistolik tanpa/sedikit perubahan tekanan darah diastolik.
Peningkatan tekanan darah sistolik akan meningkatkan beban kerja jantung dan
pada akhirnya akan mengakibatkan penebalan dinding ventrikel kiri sebagai usaha
kompensasi/adaptasi.
2.1.5.2 Hipertrofi ventrikel ini yang awalnya adalah untuk adaptasi lama-kelamaan
malah akan menambah beban kerja jantung dan menjadi suatu proses patologis.
2.1.5.3 Terjadi penurunan fungsi ginjal akibat penurunan jumlah nefron sehingga
kadar renin darah akan turun. Sehingga sistem renin-angiotensin diduga bukan
sebagai penyebab hipertensi pada lansia.
2.1.5.4 Peningkatan sensitivitas terhdap asupan natrium. Makin lanjutnya usia
makin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
2.1.5.5 Terjadi perubahan pengendalian simpatis terhadap vaskular. Reseptor α-
adrenergik masih berespons tapi reseptor ß-adrenergik menurun responsnya.

14
2.1.5.6 Terjadi disfungsi endotel yang mengakibatkan terjadinya penurunan
elastisitas pembuluh darah sehingga mengakibatkan peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer.
2.1.5.7 Terjadi kecenderungan labilitas tekanan darah dan mudah terjadi hipotensi
postural (penurunan tekanan darah sistolik sekitar 20mmHg atau lebih yang terjadi
akibat perubahan posisi dari tidur/duduk ke posisi berdiri). Ini terjadi akibat
berkurangnya sensitivitas baroreseptor dan menurunnya volume plasma.
2.1.5.8 Proses aterosklerosis yang terjadi juga dapat menyebabkan hipertensi
2.1.6 Pemeriksaaan Diagnostik
2.1.6.1 Hemoglobin / hematocrit : Bukan diagnostic tetapi mengkaji hubungan dari
sel – sel terhadap volume cairan ( Viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor –
factor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia
2.1.6.2 BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi sel
2.1.6.3 Glukosa: hiperglikemia dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar
katekolamin
2.1.6.4 Kalsium serum : paningkatan kadar kalium serum dapat meningktkan
hipertensi.
2.1.6.5 Kalium serum : Hipoglikemia dapat mengindetiikasikan adanya aldesteron
utama atau menjadi efek samping terapi diuretic.
2.1.6.6 Kolestrol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengidentifikaikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa
2.1.6.7 Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi dan
hipertensi.
2.1.6.8 Kadar aldosterone urin/serum : untuk mengkaji aldos steronisme primer
2.1.6.9 Urinalisasi : darah, protein, glukosa menyisaratkan disfungsi ginjal dan/atau
adanya diabetes.
2.1.6.10 VMA urin (metabolit katekolamin) kenaikan dapat mengidikasikan adanya
freokromositoma ; VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk pengkajian
feokromositoma bila hipertensi hilang timbul

15
2.1.6.11 Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai factor risiko
terjadinya hipertensi.
2.1.6.12 Steroi urin : kenaikan mengindikasikan hiperadrenalisme, freokromositoma
atau disfungsi pituitari, sindrom cushing’s; kadar renin dapat juga meningkat.
2.1.6.13 IVP : dapat mengidintivikai penyebab hipertensi, Spt., penyakit perenkim
ginjal, batu ginjal/ureter.
2.1.6.14 Foto dada : dapat menunjukan obtruksi kalsifikasi pada area katub; deposit
pada dan/atau takik aorta; perbesaran jantung.
2.1.6.15 CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, atau
freokromositoma.
2.1.6.16 EKG : dapat menunjukan pembesaran jantung, pola regangan, ganguan
konduksi, catatan : Luas, peningkatan gelombang, p adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi (doengoes,2000).

16
2.1.7 Patway hipertensi / pohon masalah

17
2.1.8 Penatalaksanan Hipertensi

Modifikasi Gaya Hidup

Tak mencapai sasaran TD (<140/90 mmHg atau


<130/80 mmHg pada penderita DM atau penyakit
ginjal kronik

Pilihan obat untuk terapi permulaan

Hipertensi tanpa indikasi khusus Hipertensi indikasi khusus

Hipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2

(TD) sistolik 140 – 159 (TD) sistolik ≥160 – 159


mmHg atau TD diastolic 90 mmHg atau TD diastolic
– 99 mmHg >mmHg

Umumnya di berikan Umumnya di berikan 2


diuretic gol Thiazide. Bisa macam obat ( biasanya
dipertimbangkan pemberian diuretic gol. Thiazide dan
penghambat EKA, ARB, penghambat EKA, atau
ARB ataupenyakit ß atau
penyakit ß, antagonis Ca
kombinasi
atau kombinasi
Obat – obatan untuk
indikasi khusus
Sasaran tekanan darah tidak
terrcapai Abat anti hipertensi lainya
(diuretic penghambat EKA,
Optimalkan dosis atau penambahan jenis obat sampai ARB, penyakit ß, antagonis
target tekanan darah tercapai. Pertimbangkan kosultasi Ca) sesuai yang diperlukan
dengan spesialis hipertensi

Gambar 2.2 Penatalaksanaan Hipertensi (Nuratif, (2015)

18
2.1.8.1 Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan
darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko
permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa
faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan
tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila
setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang
diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat
dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
2.1.8.1.1 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang
lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
2.1.8.1.2 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan
lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula
pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng,
daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat
untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2.
Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari
2.1.8.1.3 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60
menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.
Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus,
sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau
menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya
2.1.8.1.4 Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi
pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin
meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota
besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari
pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau
menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.

19
2.1.8.1.5 Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek
langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu
faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk
berhenti merokok.
2.1.9 Terapi farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan
menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa
prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan
dan meminimalisasi efek samping, yaitu :
2.1.9.1 Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
2.1.9.2 Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
2.1.9.3 Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia
55 – 80 tahun, dengan memperhatikan factor komorbid
2.1.9.4 Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i)
dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
2.1.9.5 Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
2.1.9.6 Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.
2.1.10 Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri
dan mempercepat aterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ
tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah
faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic
attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, demensia, dan
atrial fibrilasi. Apabila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko penyakit
kardiovaskular, maka terdapat peningkatan mortalitas dan morbiditas akibat
gangguan kardiovaskular tersebut. Pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan
resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan
gagal jantung (Dosh, 2001).

20
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi Dengan Masalah
Keperawatan Penurunan Curah Jantung
Konsep asuhan keperawatan ini, membahs tentang, pengkajian, diagnose dan
definisi kekurangan volume cairan, batasan karakteristik faktor yang berhubungan,
pengkajian, intervensi keperawatan, implementasi kepearwatan, dan evaluasi
keperawatan hipertensi.
2.2.1 Asuhan Keperawatan
2.2.2 Pengkajian
Hal yang perlu di kaji berhubungan dengan kasus Hipertensi antara lain
identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan yang
lalu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat psikososial, pola kebiasaan (nutrisi dan
metabolisme, eliminasi alvi, eliminasi urine, tidur dan istirahat, kebersihan,
tanggapan bila ada keluarga yang sakit untuk menjaga kesehatan,) pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang (Doenges,2000).
2.2.2.1 Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan. Penderita
hipertensi biasanya berusia ≥ 18 tahun. Menurut JNC ( The Joint national committee
on detection, evaluation and treatment of high blood pressure ), sedangkan pada
penderita hipertensi sesuai jenis kelamin pria lebih tinggi dari pada wanita tetapi
usia 65 tahun insiden wanita yang mengalami hipertensi lebih tinggi. Pada umumnya
wanita akan mempunyai risiko tinggi terhadap hipertensi apabila telah memasuki
masa menopous dan Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah dan kehidupan
atau pekerjaan penuh stres dapat meningkatkan angka penderita hipertensi yang
tinggi
2.2.2.2 Keluhan Utama
Dimulai dengan keluhan pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar
tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah dan mata berkunang – kunang.

21
2.2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya penderita hipertensi datang berobat karena ada keluhan pusing dan
mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk,
mudah lelah dan mata berkunang – kunang.
2.2.2.4 Riwayat Kesehatan yang lalu
Pada klien didapatkan riwayat terjadinya komplikasi dari hipertensi termasuk
rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar..
2.2.2.5 Riwayat Kesehatan Keluarga
Hipertensi merupakan penyakit herediter sehingga perlu ditanyakan apakah
ada anggota yang menderita
2.2.2.6 Pemeriksaan Fisik
2.2.2.6.1 Keadaan Umum
Adalah keadaan umum klien secara sekilas. Bisanya klien hipertensi yang
datang ke Rumah Sakit di sertai dengan komplikasi seperti kelainan ginjal, diabetes,
kelainan saraf seperti sters berat dan stroke.
2.2.2.6.2 Pemeriksaan Syaraf
Hipertensi dapat menyebabkan ganguan pada persyarafan. Hal ini terlihat
pertama kali dengan hilangnya sansasi pada ujung – ujung ektremitas bawah.
Kemudian hilangnya kemampuan motorik dan ekterimatas atas daan mati rasa.
2.2.2.6.5 Sistem pendengaran
Karena urat saraf bagian pendengaran penderita hipertensi mudah rusak, bila
keadaan ini tidak segera diobati dan tidak dirawat dengan baik, pendengaran akan
merosot bahkan dapat menjadi tuli sebelah ataupun tuli keduanya.
2.2.2.6.7 Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke,
transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal
ginjal, demensia, dan atrial fibrilasi.
2.2.2.6.8 Sistem Pencernaan
Di negara kita ( Indonesia ), makanan tinggi garam dan lemak merupakan
makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak

22
menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging
olahan dan sebagainya.
2.2.2.6.9 Sistem Perkemihan dan Reproduksi
Kerusakan syaraf-syaraf pada ginjal tidak mampu melakukan absorbsi zat-zat
yang terlarut dalam air seni sehingga terjadi proteinuria. Kondisi seperti ini akan
mudah terjadi infeksi saluran kemih. Didapatkan keluhan kesulitan ereksi, impoten
yang disebabkan neuropati.
2.2.2.6.10 Sistem Muskuloskeletal
Klien hipertensi biasanya datang ke Rumah Sakit dengan komplikasi pada
muskuluskeletalnya.
2.2.2.7 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.7.1 Diagnosa keperawatan hipertensi dengan pasien penurunan curah jantung
yang muncul menurut Nurarif, 2015 yaitu :
1) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
2) Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral
3) Risiko tinggi cidera
4) Ganguan pemenuhan nutrisi
5) Kelebihan volume cairan
2.2.2.7.2 Diagnosa keperawatan hipertensi dengan pasien penurunan curah jantung
yang muncul menurut Doengoes, 2003 yaitu :
1) Ganguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral
2) Ganguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keprawatan, maka intervensi dan aktivitas
keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah
masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang

23
meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan saran dan tujuan,
menetapkan kriteria avaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
2.2.3.7 Curah jantung, Penurunan : Ketidakadekuatan pompa darah oleh jantung
untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh
Tujuan : klien menunjukan tanda – tanda keefektifan pompa jantung
( catatan : Penurunan curah jantung tidak sensitive terhadap isu keperawatan. Oleh
sebab itu, perawat sebaiknya tidak bertindak secara mandiri (untuk pasien yang
menglami penurunan curah jantung fisiologis, dapat di temukan bahwa lebih
bermaanfaat menggunakan diagnosis yang mewakili respon manusia terhadap
patofisiologis ini, apabila pasien beresiko mengalami kompikasi, sebaiknya lebih
memilih untuk menulisnya sebagai masalah kolaboratif(misalnya, potensial
komplikasi infark iokard: Syok kardiogenik)) untuk melakukanya; upaya kolaboratif
perlu dan penting dilakukan ( Nanda, NIC dan NOC, 2009 )
2.1.8.2 Batasan karakteristik
Batasan karakteristik menurut Nanda, Nic dan Noc, 2009 yaitu
2.1.8.2.1Gangguan frekuensi dan irama jantung
Aritmia ( takikardia, bradikardia)
Perubahan pola EKG
Palpitasi
2.1.8.2.2Gangguan preload
Edema
Keletihan
Peningkatan atau penurunan tekanan vena sentral (CVP)
Peningkatan atau penurunan tekanan baji arteri pulmonal / pulmonary artery
wedge pressure (PAWP)
Distensi vena jugularis
Murmur
Kenaikan BB

24
2.1.8.2.3Gangguan afterload
Kulit dingin dan berkeringat
Denyut perifer menurun
Dyspnea
Peningkatan atau penurunan tekanan vaskular pulmonal (PVR)
Peningkatan atau penurunan tekanan vascular sistemik (SVR)
Oliguria
Pengisian ulang kapiler memanjang
Perubahan warna kulit
Fariasi pada hasil pemeriksaan tekanan darah
2.1.8.2.4Ganguan kontraktilitas
Bunyi crackle
Batuk
Ortopnea atau dyspnea paroksimal
Penurunan curah jantung
Penurunan indeks jantung
Panurunan fraksi ejeksi, indeks volume sekuncup ( SVI, stroke volume
indeks), Indeks kerja ventrikel kiri
Bunyi jantung S3 atau S4
2.1.8.2.5Perilaku / Emosi
Ansietas
Gelisah
2.1.8.3 Intervensi mandiri
2.1.8.2.1Pantau TD, ukur pada kedua tangan /paha untuk evaluasi awal, gunakan
ukuran menset yang tepat dan teknik yang akurat.
2.1.8.2.2Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
2.1.8.2.3Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas
2.1.8.2.4Amati warna kulit, kelembapan, suhu, dan masa pengisisan kapiler
2.1.8.2.5Catat edema umum atau tertentu

25
2.1.8.2.6Berikan lungkungan tenang aman nyaman dan batasi jumlah pengunjung dan
lamanya tinggal.
2.1.8.2.7Pertahankan pembatasan aktifitas
2.1.8.2.8Lakukan tindakan – tindakan yang nyaman
2.1.8.2.9Anjurkan tindakan relaksasi
2.1.8.2.10 Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
2.1.8.3 Intervensi kolaborasi
2.1.8.3.1Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian atau
penghentian obat tekanan darah
2.1.8.3.2Berikan dan titrasikan obat antiaritmia, inotropik, nitrogliserin, dan
vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas, preload, dan afterload sesuai
dengan program medis dan protocol.
2.1.8.3.3Berikan antikoagulan untuk mencegah pertumbuhn trombsus perifer, sesuai
dengan program atau protocol
2.1.8.3.4Tingkatkan penurunan afterload sesuai dengan program medis
2.1.8.3.5Lakukan perujukan ke perawat praktisi lanjutan untuk tindak lanjut, jika
diperlukan
2.1.8.3.6Pertimbangkan perujukan ke petugas social, manajer kasus, atau layanan
kesehatan komunitas dan layanan kesehatan di rumah
2.1.8.3.7Lakukan perujukan ke petugas social untuk mengevaluasi kemampuan
membayar obat yang diresepkan
2.1.8.3.8Lakukan perujukan ke pusat rehabilitasi jantung jika diperlukan
2.1.9 Implementasi
Merupakan langkah dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan
berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam
rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai
hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi,
kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari klien serta
dalam memahami tingkat perkembangan klien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan
terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi.

26
Sebagai profesi, perawat mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam
menentukan asuhan keperawatan (Hidayat, 2007).
2.1.10 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini
terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama
proses perawatan berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses
dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut
sebagai evaluasi hasil (Hidayat, 2007). Terdapat beberapa jenis evaluasi diantaranya:,
yaitu :
1) Evaluasi Formatif
Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan
respon segera (Hidayat, 2007).
2) Evaluasi Sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status klien pada
waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan.
Disamping itu, evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria
tertentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai
sebagian (Hidayat, 2007).
Evaluasi dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien hipertensi dengan
masalah keperawatan penurunan curah jantung meliputi jumlah kemampuan klien
dalam intake makanan/nutrisi, berat badan, nafsu makan, keefektifan pemberian
terapi obat-obatan(Fausis, 2014). Dengan kriteria hasil pada pasien hipertensi dengan
masalah keperawatan penurunan curah jantung : Tingkat keparahan kehilngan darah,
efektifitas pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan : organ abdomen, perfusi

27
jaringan : jantung, perfusi jaringan : perifer, perfusi jaringan : pulmonal, status tanda
vital. (Nanda ,Nic dan Noc 2009).

28

Anda mungkin juga menyukai