Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS I

ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCULOSIS DI RUANG DAHLIA


RUMAH SAKIT PARU JEMBER

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNVERSITAS JEMBER
JEMBER
2018
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT......................................................... 1
1.1 Anatomi Fisiologi ........................................................................... 1
1.2 Definisi............................................................................................. 4
1.3 Epidemiologi.................................................................................... 5
1.4 Etiologi ............................................................................................ 6
1.5 Klasifikasi........................................................................................ 7
1.6 Patofisiologi/Patologi...................................................................... 8
1.7 Manifestasi Klinis........................................................................... 10
1.8 Pemeriksaan Penunjang................................................................. 11
1.9 Penatalaksanaan ............................................................................ 13
BAB 2.Clinical Pathway................................................................................... 16
BAB 3. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATA ............................... 17
2.1 Pengkajian....................................................................................... 17
2.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................. 22
2.3 Intervensi Keperawatan................................................................. 23
BAB 4. Discharge Planning.............................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 30

ii
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi


Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas
dan paru-paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang
melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya.
Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma.      Saluran
nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian
rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga
suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang
masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin. Paru-paru
dibungkus oleh pleura. Pleura ada yang menempel langsung ke paru, disebut
sebagai pleura visceral. Sedangkan pleura parietal menempel pada dinding
rongga dada dalam. Diantara pleura visceral dan pleura parietal terdapat cairan
pleura yang berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan pergerakan
dan pengembangan paru secara bebas tanpa ada gesekan dengan dinding dada.
Rongga dada diperkuat oleh tulang-tulang yang membentuk rangka dada.
Rangka dada ini terdiri dari costae (iga-iga), sternum (tulang dada) tempat
sebagian iga-iga menempel di depan, dan vertebra torakal (tulang belakang)
tempat menempelnya iga-iga di bagian belakang. Terdapat otot-otot yang
menempel pada rangka dada yang berfungsi penting sebagai otot pernafasan.
Otot-otot yang berfungsi dalam bernafas adalah sebagai berikut :
1. Interkostalis eksterrnus (antar iga luar) yang mengangkat masing-
masing iga.
2. Sternokleidomastoid yang mengangkat sternum (tulang dada).
3. Skalenus yang mengangkat 2 iga teratas. d.      interkostalis internus
(antar iga dalam) yang menurunkan iga-iga.
4. Otot perut yang menarik iga ke bawah sekaligus membuat isi perut
mendorong diafragma ke atas.
5. Otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma.

1
Percabangan saluran nafas dimulai dari trakea yang bercabang menjadi
bronkus kanan dan kiri. Masing-masing bronkus terus bercabang sampai
dengan 20-25 kali sebelum sampai ke alveoli. Sampai dengan percabangan
bronkus terakhir sebelum bronkiolus, bronkus dilapisi oleh cincin tulang
rawan untuk menjaga agar saluran nafas tidak kolaps atau kempis sehingga
aliran udara yang mengalir dalam tubuh menjadi lancar.

Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli. Di sini terjadi


pertukaran oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan
udara. Terdapat sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter
masing-masing rata-rata 0,2 milimeter.

Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian:

a) Menghirup udara (inpirasi)


Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk melalui
saluran pernapasan sampai keparu-paru. Proses inspirasi : volume rongga
dada naik/lebih besar tekanan rongga dada turun/lebih kecil.
b) Menghembuskan udara (ekspirasi)
Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah suatu
gerakan pasif yaitu terjadi relaxasi otot-otot pernapasan. Proses
ekspirasi : volume rongga dada turun/lebih kecil, tekanan rongga dada
naik/lebih besar.

Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan, yaitu
ventilasi, difusi dan transportasi.

1. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi oleh
beberapa factor:
 Adanya kosentrasi oksigen di atmosfer. Semakin tingginya suatu
tempat, maka tekanan udaranya semakin rendah.

2
 Adanya kondisi jalan nafas yang baik.
 Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru untuk
mengembang di sebut dengan compliance. Sedangkan recoil adalah
kemampuan untuk mengeluarkan CO² atau kontraksinya paru-paru.
2. Difusi
Difusi gas merupakan pertukaran antara O² dari alveoli ke kapiler
paru-paru dan CO² dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
 Luasnya permukaan paru-paru.
 Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel
alveoli dan interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi
apabila terjadi proses penebalan.
 Pebedaan tekanan dan konsentrasi O². Hal ini dapat terjadi
sebagaimana O² dari alveoli masuk kedalam darah secara berdifusi
karena tekanan O² dalam rongga alveoli lebih tinggi dari pada
tekanan O² dalam darah vena vulmonalis.
 Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus  dan mengikat HB.
3. Transportasi
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O² kapiler ke
jaringan tubuh dan CO² jaringan tubuh ke kaviler. Transfortasi gas dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
 Curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi.
 Kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah dengan
darah secara keseluruhan (hematocrit), serta eritrosit dan kadar HB.

3
1.2 Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
Mycobacteriu tuberculosi yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh
organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan
salurang pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak
melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri
tersebut. (Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 2006)
.Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobakterium
Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan asam, dapat merupakan
organisme patogen atau saprofit (Sylvia Anderson, 1995)
TB ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif
mengeluarkan organism. Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi
terinfeksi. Bacteria di transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri. Reaksi
inflamansi menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia,
granuloma, dan jaringan fibrosa. Awitan biasanya mendadak. (brunner dan
suddarth, 2017)

4
1.3 Epidemiologi
Penyakit tuberculosis menrupakan penyakit infeksi menuar yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Mycobacterium
tuberculosis ditemukan pada tahun 1882 pertama kali oleh Robert Koch.
Bakteri tuberculosis masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan menuju
kedalam bagian paru-paru, kemudian menyebar dari paru ke bagian tubuh
lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran linfa, dan saluran pernafasan
atau penyebaran langsung ke bagian atau organ lainnya. Terdapat dua kondisi
yang dapat dijumpai dalam tuberkulosis paru pada manusia, yaitu:
a. Tuberkulosis primer: bila penyakit tuberkulosis muncul dan langsung
menginfeksi manusia
b. Tuberkulosis paska primer: bila penyakit tuberkulosis timbul setelah
beberapa waktu seseorang terkena infeksi dan sembuh. Bakteri
tuberkulosis dapat ditemukan dalam dahak penderita yang menjadi sumber
penularan (Notoatmodjo, 2007).

Bakteri ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus, yaitu tahan


terhadap asam pada pewarnaan yang biasa disebut sebagai Basil Tahan Asam
(BTA). Bakteri TB dapat bertahan hidup beberapa jam di udara, tempat yang
gelap dan lembab selama berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar
matahari. Dalam jaringan, tubuh kuman ini dapat bersifat dormant (tertidur
lama selama beberapa tahun) (Suryo, 2010). Bakteri tuberculosis ini mati pada
tingkat pemanasan 100oC selama 5- 10 menit atau pada tingkat pemanasan
60oC selama 30 menit, dan dengan alcohol 70- 95% selama 15-30 detik Masa
inkubasi penyakit tuberculosis yaitu selama 3-6 bulan (Widyono, 2008).

Selain menginfeksi orang dewasa, infeksi tuberkulosis dapat menginfeksi


bayi dan anak (TB milier).TB anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak
umur 0-14 tahun (Kemenkes RI, 2013). TB pada anak merupakan transmisi
terbaru dan berkelanjutan bakteri TB. Anak-anak paling mungkin untuk
terinfeksi TB oleh kontak terdekat, seperti anggota keluarga. Anak-anak dapat

5
mengembangkan penyakit TB pada usia berapa pun, tetapi TB yang paling
sering menjangkit anakanak yaitu pada usia 1 sampai 4 tahun. Anak-anak bisa
sakit dengan penyakit TB segera setelah terinfeksi bakteri TB, atau mereka
bisa sakit di kemudian hari ketika terjadi pelemahan sistem imunitas sehingga
bakteri TB kembali aktif dan berkembangbiak di dalam tubuh. Jika tidak
diobati, kuman TB akan terus menetap di dalam tubuh seumur hidup dan
memungkinkan untuk dapat menginfeksi anak-anak mereka kelak (CDC: TB
in Children, 2013)

Daya penularan dari orang dengan TB ditentukan oleh banyaknya kuman


yang dikeluarkan di parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin tinggi daya penularan dari orang dengan TB tersebut. Tingkat
pajanan percikan dahak sangat mempengaruhi besar risiko tertular TB. Selain
itu, faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang terinfeksi TB adalah
imunitas tubuh yang rendah, infeksi HIV/AIDS, dan malnutrisi atau gizi buruk
(Depkes RI, 2006)

1.4 Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar
komponen M. tubesrculosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman
mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor
fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang
banyal oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal didaerah
apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi
tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis. (somantri, 2007)
Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh
micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan
ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya,
sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman
ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan

6
terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran
mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup
oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002)

Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 4 fase : (wim de jong et al, 2005)

1. Fase 1 (Fase tuberculosis primer) Masuk kedalam paru dan berkembang


biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan tubuh
2. Fase 2
3. Fase 3 (Fase laten) : fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun atua
seumur hidup) dan reaktifitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya
tahan tubuh , dan bisa terdapat tulang panjang, vertebra, tuba fallopi, otak,
kelenjar limfe hilus, leher dan ginjal.
4. Fase 4 : dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke
organ yang lain dan yang kedua ke ginjal setelah paru.

1.5 Klasifikasi
Menurut (Price, 2005) adapun klasifikasi TB paru berdasarkan patogenesisnya
yaitu

Kela Tipe Keterangan


s
0 Tidak ada pajanan TB. Tidak ada riwayat terpajan.
Tidak terinfeksi Reaksi terhadap es tuberculin
negative
1 Terpajan TB Riwayat terpanjan. Reaksi tes
Tidak ada bukti infeksi kulit tuberculin negative
2 Ada infeksi TB Reaksi tes kulit tuberculin positif.
Tidak timbul penyakit Pemeriksaan bakteri negative
(bila dilakukan). Tidak ada bukti
klinis, bakteriologik atau
radiografik TB aktif
3 TB, aktif secara klinis Biarakn M. Tuberculosis (bila
dilakukan). Sekarang terdapat

7
bukti klinis, bakteriologik,
radiografik penyakit
4 TB, tidak aktif secara klinis Riwayat episode TB atau
ditemukan radiografi yang
abnormal atau tidak berubah;
reaksi tes kulit tuberculin positif
dan tidak ada bukti klinis atau
radiografik penyakit sekarang.
5 Tersangka TB Diagnosa ditunda

Klasifikasi di Indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan


makrobiologis :
1. Tuberculosis paru
2. Bekas tuberculosis paru
3. Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam :
a. TB tersangka yang diobati : sputum TBA (-), tetapi tanda-tanda lain
positif
b. TB tersangka yang tidak diobati : sputum BTA negtif dan tanda-tanda
lain juga meragukan

1.6 Patofisiologi
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi
tuberculosis terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis biasanya
diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung atau
cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.
Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-
paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan, leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit
namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa
leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami

8
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses
dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak,
dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis
bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya terdiri dari sel
epiteloid dan fibrosis menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi
menjadi lebih fibrasi membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan
komplet ghon dengan mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi
pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cairan lepas ke dalam
bronkus dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan dari
dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses ini
dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil dapat terbawa
sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan
meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus
rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan perkijuan
dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat tidak
menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo
hematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi apabila fokus

9
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke
dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price & Wilson,
2005)

1.7 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit
Dalam (2006) dapat bermacam-macam antara lain :
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk
darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat.
Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak
nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut
dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura,
sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang
ditemukan.
5. Malaise Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun.
Gejala malaise sering ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun,
sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama
semakin berat dan hilang timbul secara tidak teratur.

10
Menurut buku aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis medis dan
NANDA, NIC-NOC menyebutkan : (kusuma, 2015)

1. Demam 40-410C, serta ada batuk atau batuk berdarah


2. Sesak napas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
6. Pada anak :
a. Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
atau gagal tumbuh
b. Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu
c. Batuk kronik > 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze d. Riwayat
kontak dengan pasien TB paru dewasa

1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang
bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok –
kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa –
siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis
kepada masyarakat. (Muttaqin, 2008)
2. Pengobatan Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi
( agen antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi
garis depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ),

11
Streptomisin ( SM ), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ).
Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin,
dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001).

Menurut Mansjoer, dkk (1999: hal 472), pemeriksaan diagnostic yang


dilakukan pada klien dengan Tuberculosis paru, yaitu :

1. Laboratorium darah rutin : LED normal atau meningkat, limfositosis


2. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostic TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien yang dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini
3. Tes PAP (Perioksidase Anti Peroksidase) Merupakan uji serologi
imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan
adanya IgG spesifik terhadap basil TB
4. Tes Mantoux atau Tuberkulin Merupakan uji serologi imunoperoksidase
memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik
terhadap basil TB
5. Teknik Polyerase Chain Reaction Deteksi DNA kuman secara spesifik
melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam
specimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi
6. Becton Dickinson diagnostic instrument sistem (BACTEC) Deteksi
growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolism asam
lemak oleh mikobakterium tuberculosis
7. MYCODOT Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang
direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian
dicelupkan dalam jumlah memadai warna sisir akan berubah
8. Pemeriksaan radiologi : Rongten thorak PA dan lateral Gambaran foto
thorak yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
a. Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segmen apical lobus
bawah
b. Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda

12
d. Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
e. Adanya klasifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milie

1.9 Penatalaksanaan
1.9.1 Penatalaksanaan Farmakologi
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan
terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
1. Obat anti tuberculosis (OAT)
a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :
 Rifampisin
 INH
 Pirazinamid
 Etambutol
b. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination), kombinasi dosis
tetap ini terdiri dari :
 Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin
150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinaid 400 mg dan etambutol 275
mg
 Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin
150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg.
 Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk
kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum 3-4 tablet sehari
selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat
menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti
yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman
pengobatan.
c. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

13
 Kanamisin
 Kuinolon
 Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin +
asam klavulanat
 Devirat rifampisin dan INH Sebagian besar penderita TB
dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena
itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat
penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang
terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simptomatik maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan.
1.9.2 Penatalaksanaan Non Farmakologi
1. Terapi non farmakologi dengan mengkonsumsi makanan bergizi
Salah satu penyabab munculnya penyakit TBC adalah kekurangan
gizi seperti mineral dan vitamin. Maka dari itu akan sangat penting
bilamana penderita secara rutin mengkonsumsi makanan bergizi,
makanan bergizi tersebut seperti buah, sayur dan ikan laut. Akan tetapi
hindari buah yang banyak mengandung lemak jahat atau gas seperti
buah nangka, buah durian, dondong dan buah nanas.
2. Terapi non farmakologi dengan tinggal di lingkungan sehat
Lingkungan yang sehat akan membantu penderita penyakit TBC
untuk segera sembuh.Karena penyakit ini disebabkan oleh virus 10
sehingga jika penderita berada di lingkungan yang kotor maka akan
menyebabkan virus tersebut semakin berkembang sehingga akan
memperburuk keadaan.
3. Terapi non farmakologi dengan berolahraga secara rutin
Mungkin hampir semua penyakit dapat ditangani dengan
melakukan olahraga secara rutin, dan begitu juga untuk penyakit TBC
ini. Jika penderita bisa olahraga secara rutin misal jogging atau senam,
maka akan membantu peredaran darah dan metabolisme dalam tubuh

14
menjadi lancar. Sehingga virus penyebab TBC tidak akan mampu
berkembang atau duplikasi diri menjadi banyak.
4. Terapi non farmakologi dengan mengurangi makanan bernatrium dan
kafein
Penyakit TBC akan semakin parah apabila penderita masih secara
rutin mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung natrium dan
kafein. Makanan yang banyak mengandung natrium antara lain seperti
junkfood, kerang, saus instan, alkohol dan masih banyak lagi.
Sedangkan untuk makanan yang banyak mengandung kafein seperti
kopi, capuccino, moccaino, rokok dan teh (tidak untuk teh hijau).
Dengan menghindari makanan bernatrium ataupun berkafein tinggi
maka penyembuhan penyakit TBC dapat berjalan dengan baik.
(Bitcoin, 2015)

15
BAB 2. CLINICAL PATHWAY

BAB 3. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan yang meliputi
aspek bioprikososiospiritual secara komprehensif. Tujuan dari pengkajian adalah
untuk mendapatkan informasi atau data tentang pasien. Data tersebut berasal dari
pasien (data primer) dari keluarga (data sekunder) dan data dari catatan yang ada
(data tersier). Pengkajian dapat dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan
melalui wawancara, observasi langsung, dan melihat catatan medis.

Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan saat ini
Meliputi perjalanan penyakitnya, awal dari gejala yang dirasakan
klien, keluhan timbul secara mendadak atau bertahap, faktor pencetus,
upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
b. Keluhan utama biasanya pada pasien hemaptoe adalah sesak nafas,
batuk berdarah dan tidak nafsu makan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi jalan cerita klien sampai dibawa ke rumah sakit, baik apa
yang dirasakan, obat dan tindakan yang telah dilakukan.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Meliputi penyakit yang berhubungan dengan penyakit sekarang,
riwayat kecelakaan, riwayat dirawat di rumah sakit, dan riwayat
pemakaian obat.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi keluarga yang mempunyai penyakit keturunan seperti
hipertensi, jantng, diabes melitus, dll.
f. Riwayat alergi dan imunisasi

16
Meliputi alegi yang dimiliki klien dan imunisasi yang telah didapatkan
klien.
g. Pola kebiasaan sehari-hari
Meliputi cairan, eliminasi, personal hygiene, istirahat tidur, aktivitas
dan latihan serta kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.

Pengkajian: Pola Gordon, NANDA


Pola pengkajian fungsional menurut Gordon adalah bahwa pola fungsional
Gordon ini mempunyai aplikasi luas untuk para perawat dengan latar belakang
praktek yang beragam model pola fungsional kesehatan terbetuk dari hubungan
antara klien dan lingkungan dan dapat digunakan untuk perseorangan, keluarga,
dan komunitas. Setiap pola merupakan suatu rangkaian perilaku yang mmbantu
perawat mengumpulkan, mengorganisasikan dan memilah-milah data (Potter,
1996 : 15 dalam Lestari, 2015).

1. Pola Manajemen kesehatan dan Persepsi


Kaji pasien mengenai:
a. Perlindungan terhadap kesehatan : program skrining, kunjungan ke pusat
pelayanan kesehatan, diet, latihan dan olahraga, manajemen stress, faktor
ekonomi
b. Arti sehat dan sakit bagi pasien
c. Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini
d. Pemeriksaan diri sendiri : payudara, riwayat medis keluarga, pengobatan
yang sudah dilakukan.
e. Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
f. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan.
2. Pola Metabolik-Nutrisi
Kaji pasien mengenai :
a. Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan
b. Jenis dan jumlah (makanan dan minuman)
c. Pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan,
nafsu makan

17
d. Kepuasan akan berat badan
e. Persepsi akan kebutuhan metabolik
f. Faktor pencernaan : nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan bau, gigi,
mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan makanan, alergi makanan
g. Data pemeriksaan fisik yng berkaitan (berat badan saat ini dan SMRS)
3. Pola Eliminasi
Kaji pasien mengenai :
a. Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan lain
b. Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan lain
c. Keyakinan budaya dan kesehatan
d. Kemampuan perawatan diri : ke kamar mandi, kebersihan diri
e. Penggunaan bantuan untuk ekskresi
f. Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen, genitalia, rektum,
prostat)
4. Pola Aktivitas-Latihan
Kaji pasien mengenai :
a. Aktivitas kehidupan sehari-hari
b. Olahraga : tipe, frekuensi, durasi dan intensitas
c. Aktivitas menyenangkan
d. Keyakinan tenatng latihan dan olahraga
e. Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan,
kamar mandi)
f. Mandiri, bergantung, atau perlu bantuan
g. Penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga)
h. Data pemeriksaan fisik (pernapasan, kardiovaskular, muskuloskeletal,
neurologi)
5. Pola istirahat – Tidur
Kaji pasien mengenai :

18
a. Kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur dan bangun,
ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran setelah tidur)
b. Penggunaan alat mempermudah tidur (obat-obatan, musik)
c. Jadwal istirahat dan relaksasi
d. Gejala gangguan pola tidur
e. Faktor yang berhubungan (nyeri, suhu, proses penuaan dll)
f. Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum, mengantuk)
6. Pola Persepsi – Kognitif
Kaji pasien mengenai :
a. Gambaran tentang indra khusus (pnglihatan, penciuman, pendengar,
perasa, peraba)
b. Penggunaan alat bantu indra
c. Persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara
komprehensif)
d. Keyaknan budaya terhadap nyeri
e. Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk
mengontrol dan mengatasi nyeri
f. Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,
ketidaknyamanan)
7. Pola Konsep Diri – Persepsi Diri
Kaji pasien mengenai :
a. Keadaan sosial : peekrjaan, situasi keluarga, kelompok sosial
b. Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki
c. Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai
dan tidak)
d. Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri
e. Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)
f. Riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi
g. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung, gidak
mau berinteraksi)

19
8. Pola Hubungan – Peran
Kaji pasien mengenai :
a. Gambaran tentang peran berkaitan dengan keluarga, teman, kerja
b. Kepuasan/ketidakpuasaan menjalankan peran
c. Efek terhadap status kesehatan
d. Pentingnya keluarga
e. Struktur dan dkungan keluarga
f. Proses pengambilan keputusan keluarga
g. Pola membersarkan anak
h. Hubungan dengan orang lain
i. Orang terdekat dengan klien
j. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
9. Pola Reproduksi – Seksualitas
Kaji pasien mengenai :
a. Masalah atau perhatian seksual
b. Menstrusi, jumlah anak, jumlah suami/istri
c. Gambaran perilaku seksual (perilaku sesksual yang aman, pelukan,
sentuhan dll)
d. Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi
e. Efek terhadap kesehatan
f. Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi
g. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara, rektum)
10. Pola Toleransi Terhadap Stress – Koping
Kaji pasien mengenai :
a. Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini
b. Tingkat stress yang dirasakan
c. Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress
d. Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan keefektifannya
e. Strategi koping yang biasa digunakan
f. Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress
g. Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga

20
11. Pola Keyakinan – Nilai
Kaji pasien mengenai :
a. Latar belakang budaya/etnik
b. Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kelompok
budaya/etnik
c. Tujuan kehidupan bagi pasien
d. Pentingnya agama/spiritualitas
e. Dampak masalah kesehatan terhadap spiritualitas
f. Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, laragan, adat) yang dapat
mempengaruhi kesehatan.

Pemeriksaan Fisik (ROS: Review of system)


a. B1 (Breathing/Respiratory System) : Sesak nafas, batuk (+)
b. B2 (Blood/Cardiovascular system) : Penurunan TD
c. B3 (Brain/Nervous system) : Normal
d. B4 (Bladder/Genitourinary system) : frekuensi jumlah urin dana alvi
normal
e. (Bowel/Gastrointestinal System) : Anorexia, muntah, mual, kekurangan
nutrisi.
f. B6 (Bone/Bone-Muscle-Integument) : Lemah dan nyeri pada daerah dada

2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia


terhadap gangguan kesehatan atau peoses kehidupan, atau kerentanan respons dari
seorang indivisu, kelompok, atau komunitas. Diagnosa keperawatan digunakan
untuk mengidentifikasi hasil yang diharapkan dari perawatan dan merencanakan
tindakan keperawatan yang spesifik secara berurutan. Berikut ini adalah beberapa
diagnosa dari pasien dengan Hemaptoe.
1. Keridakefektifan pola nafas
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

21
3. Ketidakeseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Resiko infeksi

2.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan/kriteria hasil Intervensi


keperawatan
1. Ketidakefektifan 0402 Status pernafasan : 3140 Manajemen Jalan Nafas
pola nafas Pertukaran gas Definisi : fasilitas kepatenan
Definisi : pertukaran jalan nafas
Definisi : inspirasi
karbondioksida dan oksigen 1. Posisikan pasien untuk
dan atau ekspirasi
di alveoli untuk memaksimalkan ventilasi
yang tidak memberi
mempertahankan 2. Motivasi pasien untuk
ventilasi adekuat
konsentrasi darah arteri bernapas pelan, dalam,
Setelah diberikan tindakan berputar dan batuk
keperawatan selama 3x24 3. Auskultasi suara nafas, catat
jam gangguan pertukaran area yang ventilasinya
gas teratasi yang ditandai menurun/tidak ada dan
dengan : adanya suara tambahan
 Tidak ada deviasi pada 4. Regulasi asupan cairan untuk
tekanan PaO2 dan mengoptimalkan
PaCO2 di darah arteri keseimbangan cairan
 Tidak ada deviasi 5. Posisikan untuk meringankan
saturasi oksigen sesak nafas
 Tidak ada dispnea saat 6. Monitor status pernafasan
istirahat dan aktivitas dan oksigenasi, sebagaimana
ringan mestinya

 Tidak ada sianosis 3350 Monitor Pernafasan

 0403 Status pernafasan : 1. Monitor kecepatan, irama,


ventilasi kedalaman dan kesulitas
Definisi : keluar masuknya bernafas
udara dari dan ke dalam 2. Catat pergerakan dada, catat

22
paru-paru ketidaksimetrisan,
Setelah diberikan tindakan penggunaan oto-otot bantu
keperawatan dalam 3x24 nafas, dan retraksi pada otot
jam gangguan ventilasi supraclaviculas dan
teratasi yang ditandai interkosta
dengan : 3. Monitor suara nafas seperti
1. Tidak ada deviasi ngorok atau mengi
frekuensi dan irama 4. Monitor pola nafas
pernafasan 5. Palpasi kesimetrisan ekspansi
2. Tidak ada deviasi suara paru
perkusi nafas dan 6. Auskultasi suara nafas, catat
kedalaman inspirasi area dimana terjadi
3. Tidak ada penggunaan penurunan atau tidak adanya
otot bantu nafas ventilasi dan keberadaan
4. Tidak ada suara nafas tambahan
pengembangan dinding 7. Auskultasi suara nafas setelah
dada yang tidak simetris tindaka, untuk dicatat
5. Tidak ada gangguan 8. Monitor keluhan sesak nafas
ekspirasi dan suara saat pasien, termasuk kegiatan
auskultasi yang
meningkatkan/memperburuk
sesak nafas tersebut.
2. Ketidakafektifan 0410 Status Pernafasan : 3140 Manajemen Jalan Nafas
bersihan jalan nafas Kepatenan Jalan Nafas Definisi : fasilitas kepatenan
berhubungan Definisi : Saluran jalan nafas
dengan: trakeobronkial yang terbuka 7. Posisikan pasien untuk
1. Secret kental dan lancer untuk pertukaran memaksimalkan ventilasi
atau udara 8. Motivasi pasien untuk
mengandung bernapas pelan, dalam,
darah Setelah diberikan tindakan berputar dan batuk
2. Fatigue keperawatan selama 3x24 9. Auskultasi suara nafas, catat

23
3. Kemampuan jam gangguan pertukaran area yang ventilasinya
batuk yang gas teratasi yang ditandai menurun/tidak ada dan
kurang dengan : adanya suara tambahan
4. Edema trakea 1. Tidak ada deviasi pada 10. Regulasi asupan cairan
atau faring frekuensi pernafasan untuk mengoptimalkan
2. Tidak ada deviasi pada keseimbangan cairan
Definisi : irama pernafasan 11. Posisikan untuk
Ketidakmampuan 3. Tidak ada deviasi pada meringankan sesak nafas
untuk kedalaman saat 12. Monitor status
membersihkan inspirasi pernafasan dan oksigenasi,
sekresi atau 4. Tidak ada deviasi pada sebagaimana mestinya
obstruksi dari kemampuan untuk
saluran nafas untuk mengeluarkan secret 3350 Monitor Pernafasan
mempertahankan 5. Tidak ada pernafasan Definisi : Sekumpulan data dan
bersihan jalan nafas. cuping hidung analisis keadaan pasien untuk
6. Tidak ada akumulasi memastikan kepatenan jalan
sputum nafas dan kecukupan pertukaran
 0403 Status pernafasan : gas
ventilasi
9. Monitor kecepatan, irama,
Definisi : keluar masuknya
kedalaman dan kesulitas
udara dari dan ke dalam
bernafas
paru-paru
10. Catat pergerakan dada,
catat ketidaksimetrisan,
Setelah diberikan tindakan
penggunaan oto-otot bantu
keperawatan dalam 3x24
nafas, dan retraksi pada otot
jam gangguan ventilasi
supraclaviculas dan
teratasi yang ditandai
interkosta
dengan :
11. Monitor suara nafas
6. Tidak ada deviasi
seperti ngorok atau mengi
frekuensi dan irama
12. Monitor pola nafas
pernafasan

24
7. Tidak ada deviasi suara 13. Palpasi kesimetrisan
perkusi nafas dan ekspansi paru
kedalaman inspirasi 14. Auskultasi suara nafas,
8. Tidak ada penggunaan catat area dimana terjadi
otot bantu nafas penurunan atau tidak adanya
9. Tidak ada ventilasi dan keberadaan
pengembangan dinding suara nafas tambahan
dada yang tidak simetris 15. Auskultasi suara nafas
10. Tidak ada gangguan setelah tindaka, untuk dicatat
ekspirasi dan suara saat 16. Monitor keluhan sesak
auskultasi nafas pasien, termasuk
11. Tidak ada akumulasi kegiatan yang
sputum meningkatkan/memperburuk
sesak nafas tersebut.
3. Ketidakeseimbanga 1004 Status nutrisi 1100 Manajemen nutrisi
n nutrisi kurang dari Definisi : sejauh mana Definisi :
kebutuhan tubuh nutrisi dicerna dan diserap Menyediakan dan meningkatkan
berhubungan untuk memenuhi kebutuhan intake nutrisi yang seimbang
dengan: metabolic 1. Tentukan status gizi pasien
 Tidak ada masalah pada dan kemampuannya
1. Perasaan mual
asupan gizi, makanan memenuhi kebutuhan gizi
2. Batuk produktif
dan cairan 2. Tentukan jumlah kalori dan
3. dypsneu
 Tidak adanya jenis nutrisi yang dibutuhkan
Definisi : Asupan kekurangan energy untuk memenuhi persyaratan
nutrisi tidak cukup Normalnya rasio antara gizi
untuk memenuhi berat badan dan tinggi 3. Monitor kalori dan asupan
kebutuhan badan makanan
metabolik  1014 Nafsu makan 4. Monitor kecenderungan

Definisi : keinginan untuk terjadinya penurunan dan

makan kenaikan berat badan

Setelah dilakukan tindakan 5. Kaji adanya alergi makanan

25
keperawatan 1x24 jam 6. Anjurkan untuk
nafsu makan klien meningkatkan protein dan
meningkat ditandai dengan : vitamin C
 Adanya keinginan untuk 7. Anjurkan untuk
makan meningkatkan intake Fe
 Meningkatnya intake 8. Berikan informasi tentang
makanan, nutrisi dan kebutuhan nutrisi
cairan
 Tidak terganggunya 1240 Peningkatan berat badan
rangsangan untuk makan
Definisi : Memfasilitasi
1015 Fungsi
peningkatan berat badan
gastrointestinal
Definisi : kemampuan 1. Monitor mual muntah

saluran pencernaan untuk 2. Dukung peningkatan asupan

memasukkan dan mencerna kalori

makanan, menyerap nutrisi 3. Instruksikan cara

dan membuang zat sisa. meningkatkan asupan kalori

Setelah dilakukan tindakan 4. Kenali apakah penurunan

keperawatan 1x24 jam berat badan yang dialami

fungsi gastrointestinal pasien merupakan tanda

kembali normal ditandai penyakit terminal

dengan : 5. Instruksikan pasien dan

a. Tidak terganggunya keluarga mengenai target

nafsu makan yang realistis terkait penyakit

b. Tidak adanya nyeri dan peningkatan berat

abdomen badannnya

c. Tidak adanya
refluks lambung dan
peningkatan peristaltic
d. Klien tidak
mengalami mual muntah

26
e. Tidak adanya
penurunan berat badan
4. Resiko infeksi 0703 Keparahan Infeksi 6540 Kontrol Infeksi
berhubungan Definisi: keparahan tanda Definisi: meminimalkan
dengan: dan gejala infeksi penerimaan dan transmisi agen
Setelah diberikan tindakan infeksi
1. Tidak
keperawatan dalam 3x24 10. Alokasikan kesesuaian luas
adekuatnya
jam keparahan infeksi ruang per pasien, seperti yang
mekanisme
teratasi yang ditandai diindikasikan oleh pedoman
pertahanan diri,
dengan : Pusat Pengendalian dan
menurunnya
1. Tidak adanya kemerahan Pencegahan Penyakit
aktifitas silia
2. Tidak ada vesikel yang 11. Bersihkan lingkungan dengan
atau secret statis
mengeras pada baik setelah digunakan oleh
2. Kerusakan
permukaannya pasien
jaringan atau
3. Tidak ada cairan (luka) 12. Isolasi pasien yang terkena
terjadi infeksi
yang berbau busuk penyakit menular
lanjutan
4. Tidak ada sputum 13. Batasi jumlah pengunjung
3. Paparan
purulen 14. Ajarkan pasien mengenai
lingkungan
5. Tidak ada drainase tekhnik mencuci tangan
4. Kurangnya
purulent dengan tepat
pengetahuan
6. Tidak ada demam 15. Anjurkan pengunjung untuk
Definisi: rentan 7. Tidak ada nyeri mencuci tangan pada saat
mengalami invasi 8. Tidak ada malaise memasuki dan meninggalkan
dan multiplikasi 9. Tidak kehilangan nafsu ruangan pasien
organisme patogenik makan 16. Cuci tangan sebelum dan
yang dapat sesudah perawatan pasien
mengganggu 17. Pakai sarung tangan
kesehatan sebagaimana yang telah
dianjurkan oleh kebijakan
pencegahan universal
18. Ajarkan pasien dan anggota

27
keluarga mengenai
bagaimana menghindari
infeksi
19. Dorong batuk dan bernafas
dalam yang tepat
20. Tingkatkan intake nutrisi
yang tepat

6550 Perlindungan Infeksi

Definisi: pencegahan dan deteksi


dini infeksi pada pasien yang
beresiko

1. Monitor adanya tanda dan


gejala infeksi sistemik dan
local
2. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
3. Batasi jumlah pengunjung
yang sesuai
4. Skrining semua pengunjung
terkait penyakit menular
5. Tingkatkan asupan nutrisi
yang cukup
6. Anjurkan istirahat

BAB 4. DISCHARGER PLANNING

1. Pelajari penyebab dan penularan dari TB serta pencegahan saat diluar rumah

28
2. Paham tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan secret di saluran pernafasan
3. Nafas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin
4. Lakukan pernafasan diafragma; tahan nafas selama 3-5 detik kemudian secara
perlahan-lahan; keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut
5. Selalu menjaga kebersihan mulut dan pelajari cara yang baik saat batuk dan
setelah batuk juga cara pengontrolan batuk
6. Jangan memberikan vaksin BCG pada bayi baru lahir dan konsultasikan
kepada tenaga medis terlebih dahulu sebelum vaksin
7. Ibu menderita TB aman untuk memberikan ASI pada bayinya dengan catatan
menghindari cara penularan TB
8. Jalankan terapi obat dengan teratur dan jangan sampai putus tanpa instruksi
9. Berhenti merokok dan berhenti minum alcohol
10. Olahraga secara teratur, makan makanan yang bergizi serta istirahat yang
cukup

29
DAFTAR PUSTAKA
Amril, Y., 2002. Keberhasilan Directly Observed Therapy (DOT) Pada
Pengobatan TB Paru Kasus Baru di BP4 Surakarta. Tesis. Jakarta : Bagian
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI
Arief,Nirwan. 2009. Kegawatdaruratan paru. Jakarta: Departemen Pulmonologi
dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI. Diakses pada tanggal 16 Januari
2018
Ashraf O. Hemoptysis, a developing world perspective. BMC Pulmonary
Medicine. 2006;6:1.
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.
Jakarta : EGC
Depkes RI., 2002. Penemuan dan Diagnosa Tuberkulosis. Jakarta : Gerdunas TB.
Modul 2 hal 1.
Depkes RI., 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :
Depkes RI bab 10 hal. 70-73
Mansjoer dkk , Kapita Selekta Kedokteran ,edisi 3 , FK UI , Jakarta 1999
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., 2001, “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner &Suddarth. Vol. 2. E/8”, EGC, Jakarta.
Somantri I. Keperawatan medikal bedah : Asuhan Keperawatan pada pasien
gangguan sistem pernafasan. Jakarta: Salemba Medika; 2007.
Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta,
2007
Price, Sylvia Anderson, 2007. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, Alih Bahasa: Huriawati Hartanto, Jakarta: EGC
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
World Health Organization. Global tuberculosis report 2013.
http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/ Diakses pada tanggal
16 Januari
World Health Organization, 2006. The Stop Tuberculose Strategy. WHO. 24 : 10-
11

30

Anda mungkin juga menyukai