Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN RETENSI URIN PADA IBU NIFAS


DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT
DR.KOESNADI BONDOWOSO

Oleh
Lilik Maesaroh
NIM 152310101340

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Defenisi

Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih


dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna.
Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria.
(Kapita Selekta Kedokteran). Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam
kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes
1995). Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun
terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut.(Brunner & Suddarth).

Retensi urine post partum dapat terjadi pada pasien yang mengalami
kelahiran normal sebagai akibat dari peregangan atau trauma dari dasar kandung
kemih dengan edema trigonum. Faktor-faktor predisposisi lainnya dari retensio
urine meliputi epidural anestesia, pada gangguan sementara kontrol saraf kandung
kemih , dan trauma traktus genitalis, khususnya pada hematoma yang besar,
dan sectio cesaria.

Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih


dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna.
Sedangkan Retensio urin pasca-persalinan (RUPP) didefinisikan sebagai tidak
adanya proses berkemih spontan atau tidak dapat berkemih spontan yang dimulai 6
jam pasca-persalinan per vaginam dengan residu urin lebih dari 200 mL. Retensio
urin pasca-persalinan memiliki definisi bervariasi dengan gejala klinis nyeri
mendadak disertai ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih secara spontan
setelah 12 jam pasca-persalinan per vaginam, dengan volume urin yang lebih besar
daripada kapasitas kandung kemih sehingga membutuhkan kateterisasi.

2. Epidemiologi
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat
terjadi secara akut maupun kronis. Retensio urine merupakan suatu keadaan darurat
yang paling sering ditemukan dan dapat terjadi kapan saja. Bilamana retensio urine
tidak ditangani sebagaimana mestinya akan mengakibatkan terjadinya penyulit
yang memperberat morbiditas penderita. Dampak dari seorang ibu setelah
melahirkan biasanya mengalami retensio urine atau sulit berkemih yang biasanya
disebabkan oleh trauma kandung kemih dan nyeri pada persyarafan kandung kemih.

Perubahan fisiologis pada kandung kemih yang terjadi saat kehamilan


berlangsung merupakan predisposisi terjadinya retensi urine satu jam pertama
sampai beberapa hari post partum. Perubahan ini juga dapat memberikan gejala dan
kondisi patologis yang mungkin memberikan dampak pada perkembangan fetus
dan ibu. Residu urine setelah berkemih normalnya kurang atau sama dengan 50 ml,
jika residu urine ini lebih dari 200 ml dikatakan abnormal dan dapat juga dikatakan
retensi urine.

Insiden terjadinya retensi urine post partum berkisar 1,7% sampai


17,9%. Insiden retensio akut pada wanita sekitar 0,07% per 1000 populasi wanita,
dimana lebih dari setengahnya terjadi setelah pembedahan atau post partum.
Penelitian di Amerika tahun 2001 mencatat kejadian retensio urine post partum
1,7% sampai 17,9%, dan pada tahun 2007 tercatat kejadian retensio urine post
partum di laporkan 14,8% dan 25,7%. Dalam kemampuan berkemih pasca operasi,
retensio urine dialami oleh 15,0% penderita mengalami histerektomi vaginalis,
dibandingkan 4,8% pasca histerektomi total abdominalis, sedangkan penderita yang
menjalani histerektomi vaginalis dengan kolporafia 29% mengalami retensio urine.

3. Etiologi

Secara umum, retensio urine post partum dapat disebabkan oleh trauma intra
partum, reflek kejang sfingter uretra, hipotonia selama hamil dan nifas, ibu dalam
posisi tidur terlentang, peradangan, psikogenik dan umur yang tua (Winkjosastro,
2007). Pasien post operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak
menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung
kemih dan edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural
anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma
pelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang
mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos
operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang
adekuat.

1. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis.


Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun
seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan
medulla spinalis, misalnya miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter
yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.
2. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, , atoni pada
pasien DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.
3. Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil
dan tumor.
4. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat,kelainan patologi
uretra, trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.
5. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine),
preparat antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin
(Pseudoefedrin hidroklorida = Sudafed), preparat penyekat β adrenergic
(Propanolol), preparat antihipertensi (hidralasin).

4. Klasifikasi

Dapat dikelompokan menjadi 2 :

1. Retensi urin akut


Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba dan
disertai rasa sakit meskipun buli-buli terisi penuh. Berbeda dengan kronis,
tidak ada rasa sakit karena urin sedikit demi sedikit tertimbun. Kondisi yang
terkait adalah tidak dapat berkemih sama sekali, kandung kemih penuh,
terjadi tiba-tiba, disertai rasa nyeri, dan keadaan ini termasuk kedaruratan
dalam urologi. Kalau tidak dapat berkemih sama sekali segera dipasang
kateter
2. Retensi urin kronik
Retensi urin kronik adalah retensi urin ‘tanpa rasa nyeri’ yang disebabkan
oleh peningkatan volume residu urin yang bertahap. Hal ini dapat
disebabkan karena pembesaran prostat, pembesaran sedikit2 lama2 ga bisa
kencing. Bisa kencing sedikit tapi bukan karena keinginannya sendiri tapi
keluar sendiri karena tekanan lebih tinggi daripada tekanan sfingternya.
Kondisi yang terkait adalah masih dapat berkemih, namun tidak lancar , sulit
memulai berkemih (hesitancy), tidak dapat mengosongkan kandung kemih
dengan sempurna (tidak lampias). Retensi urin kronik tidak mengancam
nyawa, namun dapat menyebabkan permasalahan medis yang serius di
kemudian hari. Perhatikan bahwa pada retensi urin akut, laki-laki lebih
banyak daripada wanita dengan perbandingan 3/1000 : 3/100000.
Berdasarkan data juga dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya umur pada
laki-laki, kejadian retensi urin juga akan semakin meningkat.
5. Patofisiologi

Kegagalan pengosongan kandung kemih disebabkan oleh karena


menurunnya kontraktilitas kandung kemih, meningkatnya tahanan keluar, atau
keduanya. Kontraktilitas otot kandung kemih dihasilkan karena adanya perubahan
sementara atau permanen mekanisme neuomuskular yang diperlukan untuk
menimbulkan dan mempertahankan kontraksi detrusor normal atau bisa karena
mekanisme refleks sekunder terhadap rangsang nyeri khususnya di area pelvis dan
perineum. Penyebab non neurogenik termasuk kerusakan fungsi otot kandung
kemih yang bisa disebabkan karena peregangan berlebih, infeksi atau fibrosis.

Pada keadaan post partum, kapasitas kandung kemih meningkat, tonus


menurun, kurang sensitif terhadap tekanan intra vesikal, serta cepatnya pengisian
kandung kemih karena penggunaan oksitosin yang anti diuretik, menyebabkan
peregangan kandung kemih secara berlebihan. Kapasitas kandung kemih bertahan
sekitar 200 cc. Retensio urine post partum dapat terjadi akibat edema periurethra,
laserari obstetrik, atau desensitifitas vesika urinaria oleh anestesi epidural. Pada
persalinan dengan tindakan bedah obstetri sering di jumpai retensio urine post
partum. Luka pada daerah perineum yang luas, hematoma, trauma saluran kemih
bagian bawah, dan rasa sakit akan mengakibatkan retensio uri. Rasa nyeri yang
hebat pada perlukaan jalan lahir akan mengakibatkan otot dasar panggul
mengadakan kontraksi juga sfingter uretra eksterna sehingga pasien tidak sadar
menahan proses berkemih.

Edema uretra dan trigonum yang disertai ekstravasasi darah di sub mukosa
dinding kandung kemih menyebabkan retensio urine. Hal ini bisa disebabkan
karena penekanan kepala janin pada dasar panggul terutama partus kala II yang
terlalu lama. Lama persalinan lebih dari atau sama dengan 800 menit berhubungan
dengan retensio urine post partum. Hal lain yang menjadi penyebab edema uretra
dan trigonom adalah trauma kateteritasi yang berulang-ulang dan kasar, dan infeksi
saluran kemih yang akan menimbulkan kontraksi otot detrusor yang tidak adekuat.
Pemakaian anastesi dan analgesik pada persalinan seksio sesaria dapat
menyebabkan terganggunya kontrol persyarafan kandung kemih dan uretra.

Patofisiologi penyebab retensi urin dapat dibedakan berdasarkan sumber


penyebabnya antara lain :

1. Gangguan supravesikal adalah gangguan inervasi saraf motorik dan


sensorik. Misalnya DM berat sehingga terjadi neuropati yang
mengakibatkan otot tidak mau berkontraksi.
2. Gangguan vesikal adalah kondisi lokal seperti batu di kandung kemih, obat
antimuskarinik/antikolinergik (tekanan kandung kemih yang rendah)
menyebabkan kelemahan pada otot detrusor.
3. Gangguan infravesikal adalah berupa pembesaran prostat (kanker,
prostatitis), tumor pada leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, tumor
penis, striktur uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung
kemih (bladder neck sclerosis).
6. Pathway

7. Manifestasi klinis

Retensi urine memberikan gejala gangguan berkemih, termasuk diantaranya


kesulitan buang air kecil; pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus; ada
rasa tidak puas, dan keinginan untuk mengedan atau memberikan tekanan pada
suprapubik saat berkemih

1) Diawali dengan urine mengalir lambat.

2) Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan

kandung kemih tidak efisien.

3) Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.

4) Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
5) Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.

8. Komplikasi

a. Urolitiasis atau nefrolitiasis


Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau kalkulus dalam velvis renal,
sedangkan urolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam sistem
urinarius. Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus
urinarius. Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi
tertent u seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat.
b. Pielonefritis
Pielonefritis adalah radang pada ginjal dan saluran kemih bagian atas.
Sebagian besar kasus pielonefritis adalah komplikasi dari infeksi kandung
kemih (sistitis). Bakteri masuk ke dalam tubuh dari kulit di sekitar uretra,
kemudian bergerak dari uretra ke kandung kemih. Kadang-kadang,
penyebaran bakteri berlanjut dari kandung kemih dan uretra sampai ke
ureter dan salah satu atau kedua ginjal. Infeksi ginjal yang dihasilkan
disebut pielonefritis.
c. Hydronefrosis
d. Pendarahan
e. Ekstravasasi urine
9. Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah
sebagai berikut :

 Pemeriksaan specimen urine.


 Pengambilan: steril, random, midstream.
 Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit.
 Sistoskopy, IVP

Table urinalitis

no Pemeriksaan Normal Abnormal


Warna Kekuning-kuningan Merah: menunjukan hematuri ( kemungikan
obstruksi urun kalkulus, renalis tumor,
kegagalan ginjal )

Kejernihan Jernih Keruh : terdapat kotoran , sedimen bakteri (


infeksi urinaria)

Bobot jenis 1.003-100351 Biasanya menunjukan intake cairan semakin


sedikit iritan cairan semakin tinggi bobot
jenis

Bila bobot jenih tetap rendah (1.010-1.014)


di duga terdapat penyakit ginjal.

Protein 0-8 mg/dl Proteinuria dapat terjadi diet tinggi protein


dan karena banyak gerakan ( terutama yang
lama )

Gula 0 Terlihat pada penyakit renal

Eritrosit 0-4 Cedera jaringan ginjal

Leukosit 0-5 Infeksi saluran kemih

Cast/silinder 0 Infeksi saluran ginjal, penyakit renal

PH 4.6-6.8 ( rata-rata 6.0 ) Alkali bila dibiarkan atau pada infeksi


saluran Kemih.tingkat asam meningkat pada
asidosis tubulus renalis
Keton 0 Keton uria terjadi karena kelaparan dan
ketoasidosis diabetic

PENATA LAKSANAAN

a. Kateterisasi urethra
b. Drainage suprapubik.
c. Pungsi vesika urinaria

NON farmakologi

Senam kegel
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pekerjaan, pendidikan,
status perkawinan, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit.
b. Keluhan utama
Biasnaya klien merasakan rasa tidak enak pada uretra kemudian di ikuti
nyeri ketika berkemihatau nyeri saat kencing.
c. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan penyebab terjadinya infeksi, bagaimana gambaran rasa nyeri,
daerah mana yang sakit, apakah menjalar atau tidak, ukur skala nyeri, dan
kapan keluhan dirasakan.
d. Riwayat penyakit dulu
Tanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit parah sebelumnya
e. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah keluarga klien ada yang menderita penyaki yang sama
dengan klien

B. PENGUMPULAN DATA
a. Aktivitas/istirahat

Gejala : Tidak bisa tidur/istirahat dengan tenang jika rasa nyeri timbul

Tanda : Gelisah

b. Eliminasi
Gejala : Penrunan dorongan aliran urine, keragu-raguan pada awal
berkemih, kandung kemih terasa pnuh, tidak dapat erkemih kecuali dngan
cara mengejan, urin keluar sedikt-sedikit.

Tanda : disensi vesika urinaria, pengeuaran urin < 1500 ml/hari,


pengeluaran urin sedikit , nampak pemasangan kateter.

c. Makanan/ cairan
Gejala : klien mengeluh tidak nafsu makan , klien mengluh mual muntah

Tanda : penurunan BB < porsi makan tidak dihabiskan

d. Sesksualitas

Gejala : penurunan kemampuan dalam melakukan hubungan seksual.

e. Nyeri/kenyamanan

Gejala : klin mengeluh nyeri saatberkemih

Tanda : ekspresi wajah nampak mringas dan tampak memegang area yang
sakit

f. Integritas ego

Gejala : klien megeluh mengenai penyakitnya

Tanda : klin tampak gelisah

C. PENGELOMPOKAN DATA

Data subjektif :

 Klien mengeluh tidak bisa tidur dan istirahat


 Klien mengeluh berkemih dengan cara mengejan
 Klien mengeluhkan keragu-raguan pada saat berkemih
 Klien mengeluhkan kandung kemih nya terasa pnuh
 Klien menglh urinnya keluar sedikit-sedikit
 Klien mengeluhkan tidak nafsu makan
 Klien mengeluh mual dn muntah
 Klien mengluhkan penurunan kemampuandalam mlakukan hubungan
seksual
 Klien menglh nyeri pada saa berkemih
 Klien mengeluh khawatir dengan penyakitnnya

Data Objektif

 Gelisah
 Distensi vesika urinaria
 Pengeluaran urin < 1500 ml/hari
 Penurunan BB , porsi makan tampak tidak di habiskan
 Ekspresi wajah meringis saat nyeri timbul
 Nyeri tekan daerah suprapubik
 Distensi abdomen
 Tampak pengeluran urin sedikit
 Tampak memegaang area yang sakit.

Pengkajian tahap lanjut


1. Tanda-tanda vital
Suhu : Sedikit meningkat tapi kurang dari 38°c
Nadi : Bradikardi 40-70 x/menit masig dalam batas normal selama 6-10 hari
post partum.
Tensi : Agak menurun tapi tidak mengganggu (orthostatik hipotensi).
Pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan tiap 4-8 jam.
2. Perut dan Fundus
Sebelum pem.fundus dan perut klien di minta kencing dulu. Bila pada pem.
Uterus lembek lakukan masase dan bayi ditetekkan.
3. Lokhea :
Periksa tiap 4-8 jam

Perhatikan : frekuensi penggantian duk dan kebiasaan klien.

Sifat pengeluaran lokhea (menetes, merember, memancar)

Warna lokhea (rubra, serosa, sanguilenta,alba).

4. Eliminasi
Diaphoresis

Tanda infeksi kandung kemih : distensi blader, buang air besar (obstipasi
karena takut sakit).

5. Buah dada
Bentuk : besar, merah
Putting susu : baik, masuk, lecet, sakit, kebersihan,

Laktasi hari ke 2-3 kolostrum meningkat.

6. Perineum
Posisi sim kearah jahitan sehingga perineum terlihat jelas
7. Ekstrimitas bawah
Tromboplebitis dan tromboemboli

Edema, Tenderness, suhu kulit meningkat.

4. DIAGNOSA
1. Nyeri b/d agen cidera biologis
2. Gangguan eliminasi urine b/d retensi urine
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasife: kateterisasi
(Herdman & Heather, 2012)
4. Defisit perawatan diri: higiene berhubungan dengan kelemahan fisik, nyeri
(Wilkinson & Judith, 2011)
5. INTERVENSI

No Dx Nic Noc
1 Nyeri akut  Pain level Pain Management
 Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
 Comfort Level komprenhesif termasuk
Kriteria hasil : lokasi,karakteristik,durasi,frekue
1. Mampu nsi,kualitas dan faktor presipitasi
mengontrol 2. Observasi reaksi non verbal dari
nyeri,mampu ketidaknyamanan
menggunakan 3. Gunakan tehnik komunikasi
tehnik non- tarapeutik untuk mengetahui
farmakologi pengalaman nyeri pasien
untuk 4. Pilih dan lakukan penanganan
mengurangi nyeri
nyeri.
2. Melaporkan (farmakologi, non-farmakologi
bahwa nyeri dan interpersonal )
berkurang 5. Berikan analgetik untuk
dengan mengurangi nyeri
menggunakan
manajement Analgetik Administration
nyeri 1. Tentukan lokasi
3. menyatakkan ,karakteristik,kualitas dan derajat
rasa nyaman nyeri sebelum pemberian obat
setelah nyeri 2. Cek riwayat alergi
berkurang 3. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
4. Monitor Ttv sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
5. Evaluasi efektifitas analgesik
tanda dan gejala.
2. Gangguan  Urinary Urinary Retention Care
eliminasi urine elimination 1. Lakukan penilaian kemih yang
b/d infeksi  Urinary komprenhesif berfokus pada
bladder,Gg Contiunence inkontinensia ( output urin,pola
neurology,hilang Kriteria hasil : berkemih,fungsi kognitif)
nya tonus 1. Kandung 2. Memonitor efek dari obat-obatan
jaringan perianal kemih kosong yang diresepkan.
dan efek terapi secara penuh 3. Gunakan kekuatan sugesti dengan
2. Tidak ada menjalankan air atau disiram
residu Urine toilet
>100-200 cc 4. Merangsang reflek kandung
kemih dengan menerapkan dingin
untuk perut atau air
5. Masukan kateter kemih
3. Intake cairan 6. Memantau asupan dan
dalam rentang pengeluaran
normal 7. Memantau tingkat distensi
4. Bebas dari Isk kandung kemih dengan palpasi
5. Tidak ada dan perkusi
spasme bladder 8. Merujuk ke spesialis kontinensia
6. Balance cairan kemih
seibmang

6. EVALUASI KEPERAWATAN

Hasil yang diharapkan setelah pasien Retensi urine mendapatkan intervensi dan
implementasi keperawatan adalah :

Gangguan pemenuhan eliminasi urine teratasi ditandai dengan adanya urine


pasien keluar secara normal (tidak keluar saat batuk, tertawa, mengedan,
mengangkat benda berat,dll), jumlah urine yang keluar normal (400 – 500 ml), dan
pasien tidak mengompol lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Andre, Terrence & Eugene. 2011. Case Files Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : Karisma
Publishing Group.

Herdman & Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC.

Nursalam & Fransisca. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem

Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika

Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kriteria

Hasil NO. Ed.7. Jakarta: EGC

https://www.scribd.com/doc/226100492/Askep-Retensi-Urine-Yudi (Diakses pada


tanggal 8 Januari 2018)

https://www.jevuska.com/2007/04/19/retensi-urine-post-partum/ (Diakses pada


tanggal 8 Januari 2018)

Anda mungkin juga menyukai