Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN EFUSI

PLEURA DI RUANG SAKURA RSD


dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Lutfiasih Rahmawati, S.Kep
NIM 13231101024

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
PLEURAL EFFUSION (EFUSI PLEURA)
(Oleh: Lutfiasih Rahmawati, S.Kep.)

A. Konsep Anatomi-Fisiologi Paru


1. Konsep Anatomi Paru
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.
Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut.
Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu
jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri
menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea.
Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung
bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya.
Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli
baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak
berumur 8 tahun. Ukuran alveol bertambah besar sesuai dengan perkembangan
dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus
tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti.

Gambar 1. Anatomi Paru-paru


Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni
saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui
paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut.
Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli
dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.
Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan
darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah
merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian
tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan
tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu
hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler
darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar
melalui hidung dan mulut.

2. Konsep Fisiologi Paru


Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang
telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi,
volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat
kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas
dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price,
2004).
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara
mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi (Price, 2004)
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm).
Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara
darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut
besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di
alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103
mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara
inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan
dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang
jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price, 2005).
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di
kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total
waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru
normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal;
fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium
mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total
berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak
diakui sebagai faktor utama (Pearce, 2013).

3. Sistem Pertahanan Paru


Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai
kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh.
Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai
pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang
penting pada paru-paru dibagi atas (Pearce, 2013) :
1) Filtrasi udara
Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan :
a) Yang berdiameter 5-7 μ akan tertahan di orofaring.
b) Yang berdiameter 0,5-5 μ akan masuk sampai ke paru-paru
c) Yang berdiameter 0,5 μ dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat
pula di keluarkan bersama sekresi.
2) Mukosilia
Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan
digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan
mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan
aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok,
hipoksemia maupun hiperkapnia.
3) Sekresi Humoral Lokal
Zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari :
a) Lisozim, dimana dapat melisis bakteri
b) Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat
bakteriostatik
c) Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan
dalam membunuh virus.
d) Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah
terjadinya infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya
infeksi paru yang berulang.
4) Fagositosis
Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan
kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit
berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen.
Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah :
a) Gerakan mukosiliar.
b) Faktor humoral lokal.
c) Reaksi sel.
d) Virulensi dari kuman yang masuk.
e) Reaksi imunologis yang terjadi.
f) Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru,
seperti alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.
Paru sendiri memiliki kemampuan recoil, yakni kemampuan untuk
mengembang dan mengempis dengan sendirinya. Elastisitas paru untuk
mengembang dan mengempis ini di sebabkan karena adanya surfactan yang
dihasilkan oleh sel alveolar tipe 2. Namun selain itu mengembang dan
mengempisnya paru juga sangat dibantu oleh otot – otot dinding thoraks dan otot
pernafasan lainnya, serta tekanan negatif yang teradapat di dalam cavum pleura
(Pice & Wilson, 2005).
5) Cavum thoraks
Paru terletak pada sebuah ruangan di tubuh manusia yang di kenal sebagai
cavum thoraks. Karena paru memiliki fungsi yang sangat vital dan penting, maka
cavum thoraks ini memiliki dinding yang kuat untuk melindungi paru, terutama
dari trauma fisik. Cavum thoraks memiliki dinding yang kuat yang tersusun atas
12 pasang costa beserta cartilago costalisnya, 12 tulang vertebra thoracalis,
sternum, dan otot – otot rongga dada. Otot – otot yang menempel di luar cavum
thoraks berfungsi untuk membantu respirasi dan alat gerak untuk ekstremitas
superior (Pice & Wilson, 2005).

5. Pleura
Selain mendapatkan perlindungan dari dinding cavum thoraks, paru juga
dibungkus oleh sebuah jaringan yang merupakan sisa bangunan embriologi dari
coelom extra-embryonal yakni pleura. Pleura sendiri dibagi menjadi 3 yakni
pleura parietal, pleura visceral dan pleura bagian penghubung. Pleura visceral
adalah pleura yang menempel erat dengan substansi paru itu sendiri. Sementara
pleura parietal adalah lapisan pleura yang paling luar dan tidak menempel
langsung dengan paru. Pelura bagian penghubung yakni pleura yang melapisi
radiks pulmonis, pleura ini merupakan pelura yang menghubungkan pleura
parietal dan pleura visceral (Price & Wilson, 2005).
Pleura parietal memiliki beberapa bagian antara lain yakni pleura
diafragmatika, pelura mediastinalis, pleura sternocostalis dan cupula pleura.
Pleura diafragmatika yakni pleura parietal yang menghadap ke diafragma. Pleura
mediastinalis merupakan pleura yang menghadap ke mediastinum thoraks, pleura
sternocostalis adalah pleura yang berhadapan dengan costa dan sternum.
Sementara cupula pleura adalah pleura yang melewati apertura thoracis superior.
Pada proses fisiologis aliran cairan pleura, pleura parietal akan menyerap cairan
pleura melalui stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran limfe pleura (Price &
Wilson, 2005).
Di antara pleura parietal dan pleura visceral, terdapat celah ruangan yang
disebut cavum pleura. Ruangan ini memiliki peran yang sangat penting pada
proses respirasi yakni mengembang dan mengempisnya paru, dikarenakan pada
cavum pleura memiliki tekanan negatif yang akan tarik menarik, di mana ketika
diafragma dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut tertarik
mengembang begitu juga sebaliknya. Normalnya ruangan ini hanya berisi sedikit
cairan serous untuk melumasi dinding dalam pleura (Price & Wilson, 2005).
Rongga pleura normal berisi cairan dalam jumlah yang relatif sedikit yakni
0,1 – 0,2 mL/kgbb pada tiap sisinya. Cairan pleura diproduksi dan dieliminasi
dalam jumlah yang seimbang. Jumlah cairan pleura yang diproduksi normalnya
adalah 17 mL/hari dengan kapasitas absorbsi maksimal drainase sistem limfatik
sebesar 0,2-0,3 mL/kgbb/jam. Cairan ini memiliki konsentrasi protein lebih
rendah dibanding pembuluh limfe paru dan perifer.
Cairan dalam rongga pleura dipertahankan oleh keseimbangan tekanan
hidrostatik, tekanan onkotik pada pembuluh darah parietal dan viseral serta
kemampuan drainase limfatik. Efusi pleura terjadi sebagai akibat gangguan
keseimbangan faktor-faktor di atas. Adapun gambaran normal cairan pleura
adalah sebagai berikut:
a. Jernih, karena merupakan hasil ultrafiltrasi plasma darah yang berasal dari
pleura parietalis
b. pH cairan: 7,60-7,64
c. Kandungan protein kurang dari 2% (1-2 g/dL)
d. Kadungan sel darah putih < 1000 /m3
e. Kadar glukosa serupa dengan plasma
f. Kadar LDH (laktat dehidrogenase) < 50% dari plasma.14

B. Konsep Teori tentang Penyakit


1. Definisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terdapat penumpukan cairan
dalam pleura diluar batas normal berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan
oleh ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler atau pleura
viseralis (Muttaqin, 2008). Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga
pleura di luar batas normal, biasanya menjadi akibat atau respon dari proses
penyakit primer.Normalnya, rongga pleura terdiri atas sebagian kecil cairan pleura
(5 sampai 15 mL), yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak terjadi gesekan
antar pleura pada saat bernafas (Smeltzer, 2010). Efusi pleura merupakan

penumpukan cairan di antara kedua lapisan pleura  yang merupakan manifestasi

penyakit pada pleura (yang paling sering) dengan etiologi yang bermacam­macam

mulai   dari   kardiopulmoner,   inflamasi,   hingga   keganasan   yang   harus   segera

dievaluasi dan diterapi (Ariyanti, 2003).

2. Epidemiologi Efusi Pleura


Di   Amerika   Serikat,   lebih   dari   1,5   juta   kasus   efusi   pleura   terjadi   tiap

tahunnya. Sementara pada populasi umum secara internasional, diperkirakan tiap

satu   juta   orang,   3000   orang   di   antaranya   terdiagnosa   efusi   pleura.  Secara

keseluruhan, insidensi efusi pleura sama antara pria dan wanita. Namun terdapat

perbedaan pada kasus­kasus tertentu dimana penyakit dasarnya dipengaruhi oleh

jenis kelamin. Misalnya, hampir dua pertiga kasus efusi pleura maligna terjadi

pada wanita. Dalam hal ini efusi pleura maligna paling sering disebabkan oleh

kanker   payudara   dan   keganasan   ginekologi.   Sama   halnya   dengan   efusi   pleura

yang   berhubungan   dengan sistemic   lupus   erytematosus,   dimana   hal   ini   lebih


sering dijumpai pada wanita. Di Amerika Serikat, efusi pleura yang berhubungan

dengan mesothelioma maligna lebih tinggi pada pria. Hal ini mungkin disebabkan

oleh   tingginya   paparan   terhadap   asbestos.   Efusi   pleura   yang   berkaitan   dengan

pankreatitis   kronis   insidensinya   lebih   tinggi   pada   pria   dimana   alkoholisme

merupakan   etiologi   utamanya.   Efusi   rheumatoid   juga   ditemukan   lebih   banyak

pada   pria  daripada  wanita.  Efusi   pleura  kebanyakan  terjadi   pada  usia   dewasa.

Namun demikian, efusi pleura belakangan ini cenderung meningkat pada anak­

anak dengan penyebab tersering adalah pneumonia (Kemenkes, 2014).

3. Etiologi Efusi Pleura


Faktor penyebab terjadinya efusi pleura berdasarkan pada klasifikasinya,
antaralain:
a. Efusi Pleura Tansudat (Transudative Pleural Effusion)
1) Faktor Kegagalan Organ
a) Kegagalan Ventikel Kiri (Left Ventricular Failure)
b) Sirosis Hepar
c) Sindrom Nefrotik
d) Hipoalbuminaemia
2) Faktor Pulmonar
a) Emboli pulmonary (bisa transudat, bisa eksudat)
b) Atelektasis
c) Malignancy (5% adalah tipe tansudat)
3) Faktor Kardio
Pericarditis konstriktif
4) Faktor Lain
a) Hipotiroidisme
b) Sindrom Meig’s (tumor ovarium)
b. Efusi Pleura Eksudat (Exudative Pleural Effusion)
1) Infeksi
a) Parapneumoni
b) TB
c) Empiema
2) Keganasan (paling sering, kanker paru atau kanker payudara, limfoma,

leukemia, sedangkan yang lebih jarang, kanker ovarium, kanker lambung, 

sarkoma serta melanoma)

3) Rhuematologis
a) Rheumatoid Arthritis
b) Penyakit jaringan ikat pembuluh darah (Sistemic Lupus Erytematosus)
4) Emboli pulmonar (bisa transudat bisa eksudat)
5) Kasus yang jarang ditemui
a) Post-MI, pankreatitis, mesothelioma, sarcoidosis, asbestosis
b) Induksi obat (methotrexate, amiodarone, bromocriptine, phenytoin,
nitrofurantoin)
c) Radioterapi
d) Syndrome kuku kuning, familial Mediterranean fever
e) Lymphangioleiomyomatosis meliputi pneumotoraks dan cylothoraces

(suatu kondisi akut dengan peningkatan kadar trigilerida pada cairan

pleura)pada wanita usia pertengahan dan terapi hormon progesterone

4. Klasifikasi Efusi Pleura


Efusi pleura dapat dibedakan menurut cairan yang mengisi pleura, yaitu
sebagai berikut (Price & Wilson, 2006):
a. Hidrotoraks
Penimbunan transudate pada pleura.
b. Empiema
Efusi pleura yang mengandung nanah. Empiema disebabkan oleh perluasan
infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari
pneumonia, abses paru, atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura.
Empiema yang tidak ditangani dengan drainase yang baikdapat
membahayakan rangka toraks.
c. Hemotoraks
Perdarahan sejati ke dalam rongga pleura, bukan merupakan efusi pleura
yang yang berdarah. Penyebab paling sering yaitu trauma. Trauma dapat
dibedakan sebagai trauma tembus (luka tusuk) dan trauma tumpul (fraktur iga
yang selanjutnya menyebabkan laserasi paru atau pembuluh darah
intercostal).
d. Kilotoraks
Terisinya rongga pleura oleh getah bening yang disalurkan oleh duktus
torasikus sebagai akibat trauma atau keganasan.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya, tetapi efusi bilateral ditemukan pada penyakit kegagalan jantung
kongestif, sindrom nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus sistemis, tumor
dan tuberculosis (Muttaqin, 2008).

5. Patofisiologi Efusi Pleura


Secara anatomis, ada 2 pleura yang berfungsi sebagai pelindung paru pada
manusia. Kedua pleura itu yakni pleura visceral dan pleura parietal. Pleura
visceral adalah pleura yang berbatasan langsung dengan lobus paru, sedangkan
pleura parietalis adalah pleura yang berdampingan dengan dinding dada dan
permukaan diafragma (Waugh A., 2014). Rongga pleura memungkinkan cairan
pleura agar mudah bergerak dari satu rongga ke rongga yang lainnya. Dalam
keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura,
karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 mL cairan yang merupakan lapisan
tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur (Muttaqin, 2008). Dalam keadaan
normal, cairan pleura diproduksi oleh pleura parietal dan diabsorbsi oleh pleura

visceral. Cairan dalam rongga pleura dipertahankan oleh keseimbangan tekanan

hidrostatik,   tekanan   onkotik   pada   pembuluh   darah   parietal   dan   viseral   serta

kemampuan   drainase   limfatik.   Efusi   pleura   terjadi   sebagai   akibat   gangguan

keseimbangan   faktor­faktor   di   atas.   Lima   mekanisme   terjadinya   efusi   pleura

dikaitkan   dengan   etiologi   akumulasipatologis   cairan   pleura   adalah   sebagai

berikut:

a. Tekanan hidrostatik meningkat, seperti pada gagal jantung kongestif

b. Permeabilitas  kapiler meningkat, seperti pada pneumonia atau tipe­tipe

pleuritis

c. Tekanan onkotik menurun, seperti pada hipoalbunemia

d. Meningkatnya   cairan   peritoneal,   yang   disertai   oleh   migrasi   sepanjang

diafragma melalui jalur limfatik ataupun defek structural
e. Berpindahnya cairan dari edema paru melalui pleura visceral (Speicher,

2010)

Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada keseimbangan antara


cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada umumnya efusi karena penyakit pleura hamper mirip plasma (eskudat),
sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma
(transudat). Efusi yang berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder (akibat samping ) terhadap
peradangan atau adanya neoplasma. Proses penumpukan cairan dalam rongga
pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman
piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila
proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemotoraks.
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura
perietalis sehingga udara akan masuk kedalam rongga pleura. Proses ini sering
disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis
lagi seperti pada pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain
bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik,
dialysis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstriktiva, keganasan , atelektasis paru dan pneumotoraks .
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan kedalam
rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit(amuba, paragonimiosis, ekinokokus),
jamur, pneumonia atipik(virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru,
proses imunologik seperti leuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang
sebab lain seperti pancreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi
payah/gagal jantung kongestif. Saat jantung tidak dapat memompakan darahnya
secara maksimal keseluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik dan
cairan yang berada dalam pleura, ditambah dengan adanya penurunan reabsorbsi
cairan tadi oleh kelenjar limfe dipleura mengakibatkan pengumpulan cairan yang
abnormal/berlebihan. Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik sindrom,
malabsorbsi natau keadaan lain dengan asites dan edema anasarka) akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan cairan pleura dan reabsorsi
yang berkurang. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan
onkotik intravaskular yang mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk
kedalam rongga pleura.
Luas efusi yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung pada
kekakuan relative paru dan dinding dada. Pada volume dalam batas pernafasan
normal dinding dada cenderung recoil keluar sementara paru-paru cenderung
untuk recoil ke dalam.

6. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis) Efusi Pleura


Manifestasi klinis dari efusi pleura umumnya bergantung pada penyakit lain
yang mendasari terjadinya efusi pleura. Tanda dan gejala umum yang dialami oleh
klien dengan efusi pleura antaralain:
a. Demam naik turun yang tidak menentu (kadang suhu tubuh di atas
normal, kadang tidak)
b. Nyeri pleuritik akibat gesekan saat digunakan untuk bernafas
c. Dispnea (nafas pendek)
d. Rasa tidak nyaman (kesulitan) saat digunakan posisi istirahat dengan
berbaring (supinasi)
e. Batuk (dari batuk kering hingga batuk yang lebih berat disertai dahak dan
darah)
Efusi pleura yang berat dapat mengakibatkan dispnea (nafas pendek),
sedangkan efusi pleura dalam tingkatan ringan atau sedang baisanya tidak disertai
dispnea atau disertai dispnea tetapi minimal (Smeltzer, 2010).
Menurut Gleadle (2007) tanda dan gejala efusi pleura biasanya sesak nafas,
nyeri dada pleuritik, pergerakan dada berkurang, pekak pada saat perkusi, bunyi
nafas berkurang atau tidak ada saat diauskultasi, fremitus vokal berkurang,
terdengar suara gesekan (friction rub) pada saat auskultasi. Tanda gejala penyerta
lain yang ada pada klien dengan efusi pleura tergantung pada faktor penyebabnya.
Edema pada tungkai, peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure), asites,
terdengar irama gallop pada saat auskultasi, dan ortopnea ditemui pada klien efusi
pleura dengan gagal jantung kongestif.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Medis
1) Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
Gambaran penyakit efusi pleura akan tampak seperti berikut ini:
a) Cairan pleura tampak berupa perselubungan homogeny menutupi
struktur paru bawah yang biasanya relatif radioopak dengan
permukaan atas cekung
b) Perselubungan berjalan dari lateral atas ke arah medial bawah
c) Kadang-kadang tampak mediastinum terdorong kea rah kontralateral
2) CT Scan Dada
CT scan dengan jelas mengambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru, atau tumor
3) USG Dada
USG dapat digunakan untuk membantu menentukan lokasi dan
pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan
pengeluaran cairan.

4) Torakosintesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
Untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat
jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela
iga ke-8.Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah
(hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa
mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
5) Biopsi pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan
melalui biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui
adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy
tuberculosa dan tumor pleura)
6) Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Biokimia
No. Jenis Pemeriksaan Transudat Eksudat
1. Kadar protein dalam efusi <3 >3
2. Kadar protein dalam serum < 0,5 > 0,5
3. Kadar LDH dalam efusi < 200 > 200
4. Kadar LDH dalam serum < 0,6 > 0,6
5. Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
6. Rivalta Negatif Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan


juga cairan pleura:
 Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
 Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinoma
2) Analisa Cairan Pleura
a) Transudat : jernih, kekuningan
b) Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
c) Hilothorax : putih seperti susu
d) Empiema : kental dan keruh
e) Empiema anaerob : berbau busuk
f) Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
3) Perhitungan Sel dan Sitologi
Leukosit 25.000 mm3 : empiema
Peningkatan Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Peningkatan Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
Peningkatan Eosinofil : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit
dan jamur
Eritrosit : eritrosit (SDM) mengalami peningkatan 1000-
10000/mm3 cairan tampak kemorogis, sering
dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila
erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark
paru, trauma dada dan keganasan).
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa
disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50-60% dari kasus-kasus keganasan
dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih
terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat
mekanisme obstruksi, preamonitas atau
atelektasis
4) Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo
cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB
kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang
positif sampai 20%

8. Penatalaksanaan Efusi Pleura


a. Penatalaksanaan Farmakologis
Pada efusi pleura dengan tuberkulosis atau koksidioidomikosis diberikan
terapi antibiotik jangka panjang. Pengelolaan secara farmakologis efusi
pleura tergantung pada etiologi kondisinya. Sebagai contoh, penatalaksanaan
medis nitrat (Nitroglycerin) dan diuretic (Furosemide) untuk gagal jantung
kongestif dan edema paru, antibiotic untuk efusi parapneumonia dan
empiema, dan antikoagulan (Heparin) untuk emboli pulmonary. Pada pasien
denga efusi parapneumonik, empiema dan efusi yang berhubungan dengan
perforasi esophagus dan abses intraabdomen, antibiotic harus diberikan
secara awal pada saat kondisi tersebut diketahui.
Pemilihan antibiotic harus didasarkan pada mikroorganisme penyebab
yang dicurigai dan gambaran klinis secara keseluruhan. Pertimbangan
termasuk usia, pasien, ketidakmampuan, durasi penyakit, keadaan
(komunitas vs perawatan di rumah) dan sensitivitas organisme lokal.
Berbagai senyawa tunggal dan terapi kombinasi antimikroba yang efektif
tersedia. Cakupan umumnya harus mencakup organisme anaerob. Pilihannya
termasuk Ampicillin dan sulbactam, Imipenem dan cilastin, Piperacillin dan
tazobactam, Clindamycin dan Piperacillin. dan pendorongan mediastinum ke
sisi yang sehat. Penanganan yang baik akan memberikan prognosis yang
baik, pada fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya.
Obat-obatan yang biasa digunakan untuk efusi pleura dengan penyakit
primer TB Paru: Rifampicin 450 mg, Aminophilin, INH 400 mg, Etambutol
500 mg dan DZA 500 mg.

b. Penatalaksanaan Non Farmakologis


1) Pemasangan WSD (Water Seal Drainage)
Meskipun etiologi dan penanganan penyakit dasarnya telah dipastikan,

drainase   pada   klien   dengan   efusi   perlu   dilakukan   untuk   memperbaiki

keadaan umum klien. Drainase dilakukan dengan memasang selang melalui

dinding   dada.   Pemasangan   drainase   di   dada   klien   berfungsi   untuk

mengeluarkan cairan pleura yang berlebih di dalam rongga pleura
2) Manajemen Nyeri
Penurunan nyeri dengan menggunakan modalitas breathing exercise
dan static contraction dapat digunakan untuk general rileksasi, mengurangi
nyeri luka karena insisi pemasangan water seal drainage (WSD) karena
dapat memperlancar peredaran darah maka nyeri dapat berkurang. Bentuk
latihan breathing exercise (latihan nafas), meliputi: diaphragmatic breathing
exercise dan thoracic expansion exercise.
3) Peningkatan Ekspansi Sangkar Thoraks dengan Breathing Exercise
Breathing exercise (latihan nafas) dengan metode thoracic expansion

exercise, bertujuan untuk meningkatkan fungsi paru dan menambah jumlah
udara yang dapat dipompakan oleh paru sehingga dapat menjaga kinerja
otot-otot bantu pernafasan dan dapat menjaga serta meningkatkan ekspansi
sangkar thoraks.
4) Fisioterapi Dada
5) Torakosintesis
Cairan pleura bisa dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana
sebuah jarum (atau selang) dimasukkan ke dalam rongga pleura.
Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi pada
prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter. Jika jumlah
cairan yang harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah
selang melalui dinding dada.

9. Prognosis Penyakit
Prognosis   efusi   pleura   bervariasi   dan   bergantung   dari   etiologi   yang

mendasarinya, derajat keparahan saat pasien masuk, serta analisa biokimia cairan

pleura.   Namun   demikian,   pasien   yang   lebih   dini   memiliki   kemungkinan   lebih

rendah untuk terjadinya komplikasi. Pasien pneumonia yang disertai dengan efusi

memiliki prognosa yang lebih buruk ketimbang pasien dengan pneumonia saja.

Namun   begitupun,   jika   efusi   parapneumonia   ditangani   secara   cepat   dan   tepat,
biasanya akan sembuh tanpa sekuele yang signifikan. Namun jika tidak ditangani

dengan   tepat,   dapat   berlanjut   menjadi   empiema,   fibrosis   konstriktiva   hingga

sepsis.

Efusi   pleura   maligna   merupakan   pertanda   prognosis   yang   sangat   buruk,

dengan median harapan hidup 4 bulan dan rerata harapan hidup 1 tahun. Pada pria

hal   ini   paling   sering   disebabkan   oleh   keganasan   paru,   sedangkan   pada   wanita

lebih sering karena keganasan pada payudara. Efusi yang lebih respon terhadap

kemoterapi seperti limfoma dan kanker payudara memiliki harapan hidup yang

lebih baik dibandingkan kanker paru dan mesotelioma. Analisa sel dan  analisa

biokimia cairan pleura juga dapat menentukan prognosa. Misalnya cairan pleura

dengan pH yang lebih rendah biasanya berkaitan dengan massa keadaan tumor

yang lebih berat dan prognosa yang lebih buruk.
C. Clinical Pathway (Pohon Masalah) Efusi Pleura

Tercipta port de entry


MK: Akumulasi untuk masuknya
Perubahan tekanan
Ketidakefektifan secret di Terputusnya mikroorganisme
di dalam dan luar
Mendesak gaster Bersihan Jalan jalan napas kontinuitas
paru tidak tercapai
Nafas jaringan
Dekompresi dengan
Mendesak diafragma Peningkatan tekanan intrapleural WSD

Eksudat EFUSI PLEURA Transudat

Peningkatan masuknya jumlah


cairan ke rongga pleura dari
dinding toraks dan paru MK:
Hipertermi
Hemoragik
Permeabilitas membran Cairan berpindah ke
pleura meningkat luar kapiler pleura
Cairan terdorong ke
luar kapiler pleura
Akumulasi cairan dan Peningkatan tekanan
Pelepasan bradykinin, serotonin, protein di rongga pleura Akumulasi cairan darah
histamin, dan prostaglandin di rongga pleura koloid osmotik
Peningkatan tekanan
kapiler pulmonal
hidrostatik pada vena
Kegagalan aliran protein dan kapiler
Respon kimiawi tubuh pada sel getah bening Pecahnya pembuluh
terhadap proses inflamasi darah Hipoalbuminemia
Bendungan pada vena
Pembesaran tumor dan kapiler pulmonal
Terjadi peradangan menyebabkan sumbatan Trauma organ Sindroma nefrotik, asites
saluran getah bening (pada sirosis hepatis)
Penyakit gagal
Bakteri tuberculosis, neoplasma, Pembesaran jantung kongestif
virus, bakteri pirogenik Neoplasma mendesak organ (CHF)
MK:
Defisit Perawatan
MK: Penurunan REM Self Care Diri
Gangguan Pola inadekuat
Tidur
Meningkatkan RAS,
aktifkan organ tubuh
MK: MK:
Intoleransi Nyeri Akut
Meningkatkan aktivitas Aktivitas
saraf simpatis

Kelemahan dan kelelahan Tercipta


Aktivasi norepinefrin
MK: persepsi nyeri
Ketidakseimbangan Penggunaan energi
Nutrisi: Kurang dari Penggunaan otot bantu untuk kompensasi
Kebutuhan Tubuh pernafasan pernafasan Merangsang
korteks cerebri

Asupan nutrisi MK: Kontraksi otot-otot


berkurang Ketidakefektifan Pola pernafasan Merangsang
Napas hipotalamus

Nafsu makan Kompensasi tubuh MK:


menurun Merangsang ujung- Risiko Infeksi
memenuhi kebutuhan
Sesak saat bernafas, oksigen dengan ujung saraf pernafasan
bertambah sesak saat meningkatkan
MK: makan frekuensi respirasi
Mual Mikroorganisme
Pengeluaran zat-zat masuk ke dalam luka
vasoaktif (bradikinin, terbuka
Hiperventilasi Ekspansi paru menurun
Rasa tidak nyaman serotonin)
pada perut
Perubahan tekanan Tercipta port de entry
Terputusnya
di dalam dan luar untuk masuknya
kontinuitas
Mendesak gaster paru tidak tercapai mikroorganisme
jaringan
D. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Perlu ditanyakan kepada klien atau keluarga terkait riwayat   pekerjaan

klien seperti paparan yang lama terhadap asbestos di mana hal ini dapat

meningkatkan resiko mesothelioma.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien dengan efusi pleura perlu ditanyakan apakah pada klien pernah

mengalami   hepatitis   kronis,   sirosis   hepatis,   pankreatitis,   riwayat

pembedahan tulang belakang, dan riwayat keganasan
c. Kebiasaan
Pada klien dengan efusi pleura perlu ditanyakan apakah klien memiliki
riwayat merokok dan perlu dikaji kebiasaan olahraga yang dilakukan oleh
klien
d. Pemeriksaan Fisik:
1) Kepala dan Wajah
Pada mata perlu dilihat apakah konjungtiva anemis atau tidak.
Keadaan konjungtiva anemis ditemukan apabila suplai oksigen tidak
adekuat disertai penurunan Hb pada pemeriksaan darah. Selain itu
perlu dilihat warna sklera. Sklera ikterik ditemukan jika klien
mengalami efusi pleura dengan etiologi sirosis hepatis. Pada hidung
perlu dilihat apakah terdapat pernapasan cuping hidung pada klien.
2) Dada
Inspeksi : tidak maksimalnya pengembangan dinding dada
Palpasi : Penurunan vokal fremitus
Perkusi : Terdengar tumpul dan suara datar pada saat perkusi
Auskultasi : Penurunan suara nafas atau bahkan hilangnya suara nafas
saat auskultasi atau pada beberapa kasus didapatkan friction
rub, terdengar suara nafas tambahan ronchi atau wheezing,
terdapat S3 gallop pada klien efusi pleura dengan gagal
jantung kongestif
3) Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak membuncit pada klien dengan ascites
Auskultasi : Bising usus <8x/menit karena mengalami penurunan
motilitas usus
Palpasi : Teraba pembesaran hepar pada klien dengan hepatitis,
terdapat shifting dullness pada klien dengan ascites
Perkusi : Pada klien dengan ascites bila posisi klien dimiringkan,
maka batas timpani pekak menjadi bergeser.
4) Ekstremitas
Terdapat edema ekstremitas pada klien efusi pleura dengan gagal
jantung kongestif dan sindrom nefrotik
e. Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa efusi
pleura adalah foto X-Ray dada (chest X-Ray), chest-CT, dan
torakosintesis. Pada klien dengan efusi pleura biasanya terjadi deviasi
trakea pada hasil pemeriksaan foto thorak dan hasil dari kultur bakteri
menyebutkan adanya bakteri penyebab kuman TB pada cairan yang
diambil melalui torakosintesis.
f. Pemeriksaan B1-B6
1) B1 (Breathing)
Inspeksi : Bentuk dada pigeon chest/barrel chest, irama nafas
teratur/tidak, klien tampak sesak, adanya peningkatan
kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi
intercostal, pengembangan dada tidak simetris
Palpasi : Fremitus fokal mengalami penurunan atau tidak teraba,
ICS melebar pada sisi yang sakit, ada benjolan pada
klien dengan kanker atau tumor
Perkusi : Redup pada sisi paru yang terakumulasi cairan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, terdapat suara nafas tambahan
wheezing dan ronchi pada lapang paru

2) B2 (Blood)
Inspeksi : Amati bentuk dada klien, denyutan ictus kordis tampak
jelas atau tidak
Palpasi : Kaji CRT untuk mengetahui tingkat perfusi perifer,
normalnya < 3 detik, kaji akral klien: hangat, panas,
dingin, kering atau basah, peningkatan JVP
Perkusi : Redup pada batas jantung
Auskultasi : Takikardi, irama jantung tidak teratur (disritmia),
terdapat bunyi jantung III, IV, atau galop
3) B3 (Brain)
a) Tentukan GCS pasien
b) Tentukan adanya keluhan pusing,
c) Lamanya istirahat/tidur, normal kebutuhan istirahat tiap hari adalah
sekitar 6-7 jam.
d) Ada tidaknya gangguan pada nervus pendengaran, penglihatan, dan
penciuman.
e) Kaji adanya nyeri, tentukan skala nyeri pasien, lokasi nyeri
misallnya nyeri dada sebelah kanan, frekuensi nyeri (serangan
datang secara tiba-tiba), nyeri bertambah saat bernapas, nyeri
menyebar ke dada, badan dan perut dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan nyeri yang dirasakan pasien
4) B4 (Bladder)
a) Keluhan kencing: nocturia, poliuria, disuria, oliguria, anuria,
retensi, inkontinensia
b) Produksi urine tiap hari, warna, dan bau. Produksi urine normal
adalah sekitar 500cc/hari dan berwarna kuning bening
c) Keadaan kandung kemih : membesar atau tidak, adanya nyeri tekan
d) Kaji Intake cairan tiap hari, pemberiannya melalui oral atau
parenteral.
e) Kaji ada tidaknya penggunaan alat bantu kateter

5) B5 (Bowel)
a) Kaji keadaan mulut pasien: bersih, kotor atau berbau
b) Keadaan mukosa: lembab, kerig, stomatitis
c) Tenggorokan: adanya nyeri menelan, pembesaran tonsil, nyeri tekan
d) Keadaan abdomen: tegang, kembung atau ascites
e) Adanya nyeri tekan, ada tidaknya luka bekas operasi
f) Peristaltic usus tiap menitnya
g) Frekuensi BAB tiap hari dan konsistensinya
h) Nafsu makan, adanya diet makanan dan porsi makan tiap hari
6) B6 (Bone)
a) Tentukan pergerakan sendi pasien (bebas, terbatas)
b) Kaji adanya kelainan ekstermitas, kelainan tualang belakang dan
fraktur
c) Keadaan kulit: ikterik, siaonis, kemerahan atau hiperglikemi
d) Keadaan turgor kulit

2. Masalah Keperawatan yang Muncul


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas akibat akumulasi secret (00031)
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru (00032)
c. Mual berhubungan dengan tekanan pada diafragma dan gaster (00134)
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake inadekuat (00002)
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi (00004)
f. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan (00132)
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan saat bernafas
(000198)
h. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (00092)
i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan nyeri
j. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (00004)
3. Perencanaan Keperawatan

No.Dx Diagnosa Keperawatan


1. Ketidaefektifan bersihan jalan nafas (00031) Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas
Deviasi
Deviasi Deviasi Tidak ada
cukup Deviasi ringan
berat dari sedang dari deviasi berat
berat dari dari kisaran
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil kisaran kisaran dari kisaran
kisaran normal
normal normal normal
normal
1 2 3 4 5
0410 Status 041004 Frekuensi pernafasan 
pernafasan :
041005 Irama pernafasan 
kepatenan jalan
nafass 041017 Kedalaman inspirasi 
Kemampuan untuk mengeluarkan
041012 
sekret
Sangat
Berat Cukup Ringan Tidak ada
berat
041002 Ansietas 
041011 Ketakutan 
041003 Tersedak 
041007 Suara nafas tambahan 
041013 Pernafasan cuping hidung 
041014 Mendesah 
041015 Dipsnea saat istirahat 
041016 Dipsnea dengan aktivitas ringan 
041018 Penggunaan otot bantu pernafasan 
041019 Batuk 
041020 Akumulasi sputum 
041021 Respirasi agonal 
Deviasi
Deviasi Deviasi Tidak ada
cukup Deviasi ringan
berat dari sedang dari deviasi berat
berat dari dari kisaran
kisaran kisaran dari kisaran
kisaran normal
normal normal normal
normal
1 2 3 4 5
0403 Status 040301 Frekuensi pernafasan 
pernafasan :
040302 Irama pernafasan 
ventilasi
040303 Kedalaman inspirasi 
040318 Suara perkusi nafas 
040324 Volume tidal 
040325 Kapasitas vital 
040326 Hasil rontgen dada 
040327 Tes faal paru 
Sangat
Berat Cukup Ringan Tidak ada
berat
040309 Penggunaan otot bantu pernafasan 
040310 Suara nafas tambahan 
040311 Retraksi dinding dada 
040312 Pernafasan dengan bibir mengerucut 
040313 Dipsnea saat istirahat 
040314 Dipsnea saat latihan 
040315 Orthopnea 
040317 Taktil fremitus 
Pengembangan dinding dada tidak
040329 
simetris
040330 Gangguan vokalisasi 
040331 Akumulasi sputum 
040332 Gangguan ekspirasi 
040333 Gangguan suara saat auskultasi 
040334 Atelektasis 
No. NIC Intervensi Rasional
3140 Manajemen 1. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust Membuka jalan nafas klien
jalan nafas 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi agar tidak ada hambatan jalan
3. Identifikasi kebutuhan aktual/ potensial pasien untuk memasukan alat membuka jalan nafas nafas
4. Lakukan fisioterapi dada
5. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, dan batuk
6. Instruksikan bagaimana agar dapat melakukan batuk efektif
7. Kelola pemberian bronkidilator
8. Monitor status pernafasan dan oksigenasi

3302 Manajemen 1. Monitor perkembangan pasien sesuai dengan pengaturan ventilator non infasif Memantau klien sehingga
ventilasi 2. Monitor klien dan kesesuaian ventilator dengan suara nafas pasien terhindar dari hal – hal yang
mekanin: non 3. Monitor kerusakan mukosa mulut, nasal, trakea, atau jaringan laring tidak diinginkan selama
invasif 4. Tempatkan pasien pada posisi semi fowler diberikan ventilasi non invasif
5. Lakukan fisioterapi dada yang tepat
Tidak Kadang – Secara
Jarang Sering
pernah kadang konsisten
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil menunjukkan menunjukkan
menunjukan menunjukkan menunjukkan
1 2 3 4 5
Manajemen 310301 Menerima diagnosis 
diri: penyakit
Mencari informasi tentang
paru obstruktif
310302 cara mencegah kemajuan 
kronik
penyakit
Mencari informasi tentang
310303 
cara mencegah komplikasi
Berpartisipasi dalam
310304 pengambilan keputusan 
kesehatan
Menjalankan aturan
310305 
pengobatan setiap resep
Berpartisipasi dalam
310307 
rehabilitasi paru
Memantau denyut dan
310308 
irama nadi
Memantau kecepatan dan
310309 
irama nafas
310310 Memantau suhu tubuh 
Memantau saturasi
310311 
oksigen
310314 Memantau pemicu gejala 
Memantau frekuensi
310317 
gejala
310324 Memantau efek terapi obat 
Menggunakan teeknik
310333 relaksasi 
Tidak Kadang – Dilakukan
Sering
pernah Jarang dilakukan kadang secara
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil dilakukan
dilakukan dilakukan konsisten
1 2 3 4 5
1918 Pencegahan Mengidentifikasi faktor –
191801 
Aspirasi faktor risiko
Menghindari faktor –
191802 
faktor risiko
Mempertahankan
191809 
kebersihan mulut
Memposisikan tubuh
191803 untuk tetap tegak ketika 
makan dan minum
Memposisikan tubuh
191805 miring ketika makan dab 
minum
Memilih makanan sesuai
191804 dengan kemampuan 
menelan
Memilih makanan dan
191806 cairan dengan konsistensi 
yang tepat
Menggunakan cairan yang
191808 dipadatkan, jika 
dibutuhkan
Mempertahankan tubuh
191810 dalam posisi tegak selama 
30 menit setelah makan
No. NIC Intervensi Rasional
3200 Pencegahan 1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, gag reflek, kemampuan menelan Pencegahan atau menimalkan
aspirasi 2. Skrining adakah disfagia, dengan tepat terjadinya aspirasi pada pasien
3. Pertahankan kepatenan jalan nafas yang beresiko
4. Meminimalisir penggunaan narkotik dan sedatif
5. Meminimalisir penggunaan obat – obatan yang diketahui memperlambat pengosongan lambung
6. Monitor status pernafasan
7. Monitor kebutuhan perawatan terhadap saluran cerna
8. Beri makanan dalam jumlah sedikit
9. Hindari pemberian cairan atau zat – zat kental
10. Tawarkanan makanan atau minuman dalam bentuk bolus
11. Berikan perawatan mulut

Ketidaefektifan bersihan jalan nafas (00031) Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas
untuk mempertahankan bersihan jalan napas
Deviasi
Deviasi Deviasi
sedang Deviasi ringan Tidak ada deviasi
berat dari cukup berat
dari dari kisaran berat dari
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil kisaran dari kisaran
kisaran normal kisaran normal
normal normal
normal
1 2 3 4 5
0410 Status 041004 Frekuensi pernafasan
pernafasan :
041005 Irama pernafasan
kepatenan jalan
nafas 041017 Kedalaman inspirasi
Kemampuan untuk mengeluarkan
041012
sekret
Sangat berat Berat Cukup Ringan Tidak ada
041002 Ansietas
041007 Suara nafas tambahan
041013 Pernafasan cuping hidung
041015 Dipsnea saat istirahat
041016 Dipsnea dengan aktivitas ringan
041018 Penggunaan otot bantu pernafasan
041019 Batuk
Akumulasi sputum
041020

Deviasi
Deviasi Deviasi
sedang Deviasi ringan Tidak ada deviasi
berat dari cukup berat
dari dari kisaran berat dari
kisaran dari kisaran
kisaran normal kisaran normal
normal normal
normal
1 2 3 4 5
0403 Status 040301 Frekuensi pernafasan
pernafasan :
040302 Irama pernafasan
ventilasi
040303 Kedalaman inspirasi
040318 Suara perkusi nafas
040324 Volume tidal
040325 Kapasitas vital
040326 Hasil rontgen dada
040327 Tes faal paru
Sangat berat Berat Cukup Ringan Tidak ada
040309 Penggunaan otot bantu pernafasan
040310 Suara nafas tambahan
040311 Retraksi dinding dada
Pernafasan dengan bibir
040312
mengerucut
040313 Dipsnea saat istirahat
040314 Dipsnea saat latihan
040315 Orthopnea
040317 Taktil fremitus
Pengembangan dinding dada tidak
040329
simetris
040330 Gangguan vokalisasi
040331 Akumulasi sputum
040332 Gangguan ekspirasi
040333 Gangguan suara saat auskultasi
040334 Atelektasis
No. NIC Intervensi Rasional
3140 Manajemen 9. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 1. dengan semifowler
jalan nafas 10. Identifikasi kebutuhan aktual/ potensial pasien untuk memasukan alat membuka jalan nafas 2. mengidentifikasi kebutuhan alat
11. Lakukan fisioterapi dada bantu untuk pernafasan pasien
12. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, dan batuk 3. mengencerkan sekret
13. Instruksikan bagaimana agar dapat melakukan batuk efektif 4. memudahkan mengeluarkan sekret
14. Kelola pemberian bronkodilator 5. membantu mengeluarkan sekret
15. Monitor status pernafasan dan oksigenasi dengan baik
6. mengencerkan sekret
7. memantau keadaan pernafasan
pasien
3302 Manajemen 6. Monitor perkembangan pasien sesuai dengan pengaturan ventilator non infasif 1. mengetahui perkembagan keadaan
ventilasi 7. Monitor klien dan kesesuaian ventilator dengan suara nafas pasien pasien
mekanik: non 8. Monitor kerusakan mukosa mulut, nasal, trakea, atau jaringan laring 2. mengetahui keabnormalan suara
invasif 9. Tempatkan pasien pada posisi semi fowler nafas pasien
10. Lakukan fisioterapi dada yang tepat 3. mengetahui keadaan saluran
pernafasan pasien
4. memudahkan pasien dalam bernafas
dengan nyaman
5. mengencerkan sekret
Kadang –
Tidak pernah Jarang Sering Secara konsisten
kadang
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil menunjukan menunjukkan menunjukkan menunjukkan
menunjukkan

1 2 3 4 5
3103 Manajemen 310301 Menerima diagnosis
diri: penyakit
Mencari informasi tentang
paru obstruktif
310302 cara mencegah kemajuan
kronik
penyakit
Mencari informasi tentang
310303
cara mencegah komplikasi
Berpartisipasi dalam
310304 pengambilan keputusan
kesehatan
Menjalankan aturan
310305
pengobatan setiap resep
Berpartisipasi dalam
310307
rehabilitasi paru
Memantau denyut dan
310308
irama nadi
Memantau kecepatan dan
310309
irama nafas
310310 Memantau suhu tubuh
Memantau saturasi
310311
oksigen
310314 Memantau pemicu gejala
Memantau frekuensi
310317
gejala
310324 Memantau efek terapi obat
Menggunakan teeknik
310333
relaksasi
Kadang –
Tidak pernah Jarang Sering Dilakukan secara
kadang
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil dilakukan dilakukan dilakukan konsisten
dilakukan
1 2 3 4 5
1918 Pencegahan Mengidentifikasi faktor –
191801
Aspirasi faktor risiko
Menghindari faktor – faktor
191802
risiko
Mempertahankan
191809
kebersihan mulut
Memposisikan tubuh untuk
191803 tetap tegak ketika makan
dan minum
Memposisikan tubuh miring
191805
ketika makan dan minum
Memilih makanan sesuai
191804 dengan kemampuan
menelan
Memilih makanan dan
191806 cairan dengan konsistensi
yang tepat
Menggunakan cairan yang
191808
dipadatkan, jika dibutuhkan
Mempertahankan tubuh
dalam posisi tegak selama
30 menit setelah makan
191810

No. NIC Intervensi Rasional


3200 Pencegahan 12. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, gangguan reflek, kemampuan menelan 1. meminimalkan terjadinya faktor
aspirasi aspirasi
2. mengidentifikasi adanya disfagia
13. Skrining adakah disfagia, dengan tepat 3. jalan nafas tetap normal
14. Pertahankan kepatenan jalan nafas 4. memantau keadaan pernafasan
15. Monitor status pernafasan pasien
16. Monitor kebutuhan perawatan terhadap saluran cerna 5. pencernaan pasien tetap terkontrol
17. Beri makanan dalam jumlah sedikit 6. menjaga pencernaan tetap terisi
18. Tawarkanan makanan atau minuman dalam bentuk bolus makanan
19. Berikan perawatan mulut 7. memudahkan makanan sampai ke
lambung
8. menjaga oral hygiene pasien
3. Definisi: penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak


menyimpang dari menyimpang dari menyimpang menyimpang menyimpang
rentang normal rentang normal dari rentang dari rentang dari rentang
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil normal normal normal

1 2 3 4 5
Perfusi 040715 Pengisian kapiler jari
jaringan :
Suhu kulit ujung kaki
perifer 040710
dan tangan
Kekuatan denyut nadi
040730
karotis (kanan)
040727 Tekanan darah sistolik
040728 Tekanan darah diastolik
040712 Edema perifer
040741 Mati rasa
040743 Muka pucat
040744 Kelemahan otot
040745 Kram otot
040748 Parestesia
No. NIC Intervensi Rasional
1910 Manajemen 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas 1. jalan nafas dalam keadaan normal
asam basa 2. Posisikan klien untuk mendapatkan ventilasi yang adekuat (misalnya, membuka jalan nafas dan 2. pasien bernafas dengan mudah
menaikkan posisi kepala ditempat tidur) 3. memantau keadaan pasien tetap
3. Monitor gas darah arteri (ABGs), level serum serta urin elektrolit jika diperlukan dalam kondisi normal
4. Monitor pola pernafasan 4. pasien bernafas dengan adekuat
5. Monitor adanya gagal pernafasan (misalnya, rendahnya PaO2 dan meningkatnya PaCO2, dan 5. meminimalisir gagal nafas pasien
kelelahan otot pernafasan) 6. memantau kesadaran pasien
6. Monitor status neurologis (misalnya tingkat kesadaran dan kebingungan) 7. kebutuhan oksigen pasien terpenuhi
7. Berikan terapi oksigen dengan tepat 8. membantu menjaga keadaan pasien
8. Instruksikan klien dan atau keluarga mengenai tindakan yang telah disarankan untuk mengatasi tetap stabil
asam-basa
4150 Pengaturan 1. Lakukan penilaian komprehensif terhadap status hemodinamik (yaitu, memeriksa tekanan darah, 1. memantau keadaan pasien
hemodnami denyut jantung, denyut nadi, tekanan vena jugularis, tekanan vena sentral, atrium kiri dan kanan, 2. mengetahui perkembangan pasien
ka tekanan ventrikel dan tekanan arteri pulmonalis), dengan tepat 3. mengurangi kegelisahan pasien
2. Monitor dan dokumentasikan tekanan nadi proporsional (yaitu, tekanan darah sistolik dikurangi 4. meningkatkan tingkat kepahaman
tekanan darah diastolik dibagi dengan tekanan darah sistolik, sehingga menghasilkan persentase pasien dan keluarga
yang proporsional) 5. pasien memahamai setiap tindakan
3. Kurangi kecemasan dengan memberikan informasi yang akurat dan perbaiki kesalahpahaman yang diberikan
4. Arahkan pasien dan keluarga mengenai pemantauan hemodinamika (misal obat-obatan, terapi, tujuan 6. menjaga kestabilan volume pasien
peralatan) 7. memantau perfusi pasien
5. Jelaskan perawatan dan bagaimana kemajuan akan diukur 8. mengetahui keadaan aliran darah
6. Pertibangkan status volume (apakah pasien hipervolemi, hipovolemi, atau berada pada rentang jantung pasien
cairan yang seimbang) 9. memantau perubahan keadaan vital
7. Tentukan status perfusi (yaitu apakah pasien terasa dingin atau hangat) pasien
8. Lakukan auskultasi pada jantung 10. mencegah terjadi aritmia secara
9. Monitor dan catat tekanan darah, denyut jantung, irama dan denyut nadi farmakologi
10. Berikan obat anti aritmia 11. menjaga pasien tetap dalam
11. Monitor denyut nadi perifer, pengisian kapiler, suhu dan warna ekstremitas keadaan stabil
12. Kolaborasi dengan dokter sesuai indikasi 12. memberikan tindakan secara
farmakologi
0840 Pengaturan 1. Dorong pasien untuk terlibat dalam pengaturan posisi 1. menjaga posisi pasien tetap nyaman
posisi 2. Monitor status oksigenasi (sebelum dan setelah perubahan posisi) 2. menjaga kebutuhan oksigen pasien
3. Posisikan pasien untuk mengurangi dypsnea (misalnya posisi semi fowler) tetap stabil
4. Tinggikan kepala tempat tidur 3. menjaga pasien dalam posisi
menguntungkan
4. memudahkan pasien dalam bernafas
No.Dx Diagnosa Keperawatan
4. Nyeri Akut Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan aktual ataupun potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan
(Internasional Assosiation fot the Study of Pain; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi.
Tidak Kadang-
pernah Jarang kadang
Sering menunjukkan
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil menunjukka menunjukkan menunju
n kkan
1 2 3 4
1605 160502 Mengenali kapan nyeri terjadi
160501 Menggambarkan faktor penyebab
Menggunakan tindakan pengurangan
160504
nyeri tanpa analgesik
Kontrol Menggunakan analgesik yang di
160505
Nyeri rekomendasikan
Melaporkan perubahan terhadap
160513 gejala nyeri pada profesional
kesehatan
Mengenali apa yang terkait dengan
160511
gejala nyeri
Berat Cukup berat Sedang Ringan
1 2 3 4
2102 Tingkat 210201 Nyeri yang dilaporkan
nyeri
210204 Panjangnya periode nyeri
210217 Mengerang dan menangis
210206 Ekspresi nyeri wajah
210208 Tidak bisa beristirahat
210224 Mengerinyit
210225 Mengeluarkan keringat berlebih
210209 Ketegangan otot
210215 Kehilangan nafsu makan
No. NIC Intervensi Rasional
1400 Manajemen 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onsert/durasi, frekuensi, 1. mengetahui keadaan nyeri pasien
nyeri kualitas, intensitas atau beratnya dan faktor pencetus. 2. mengetahui tingkat nyeri pasien
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada merek yang tidak 3. mengatasi nyeri secara farmakologi
dapat berkomunikasi secara efektif 4. mengetahui tingkat pengetahuan
3. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemamtauan yang ketat pasien
4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri 5. mengetahui dampak nyeri pasien
5. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya: tidur, nafsu makan, 6. meningkatkan pengetahuan pasien
performa kerja, perasaaan, pengertian, hubungan, tanggung jawab peran) 7. meminimalkan nyeri
6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan dan 8. meminimalkan nyeri
antisipasi akan ketidaknyamanan akibat prosedur. 9. menurunkan nyeri secara
7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri farmakologi
8. Ajarkan teknik non farmakologis (seperti: biofeeback, TENS, hypnosis, relaksasi,bimbingan
antisipatif, terapi music, terapi bermain, terapi aktifitas, akupresur, aplikasi panas/dingin dan pijatan)
9. Berikan penurun nyeri yang optimal dengan resepan analgesik dari dokter.
6482 Manajemen 1.Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan yang optimal. 1. agar pasien dan keluarga memahami
lingkungan: 2.Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk beristirahat mengenai manajemen lingkungan bagi
kenyamana 3.Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung pasien
n 4.Sediakan lingkungan yang aman dan bersih 2. meningkatkan waktu istirahat pasien
5.Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan, seperti balutan lembab, posisi selang, balutan yang 3. menjaga istirahat yang adekuat
tertekan, seprei kusut, maupun lingkungan yang menggangggu. 4. menjaga kenyamanan pasien
6.Posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan 5. memantau tingkat kenyamanan
pasien
6. menjaga kenyamanan pasien
E. Discharge Planning
1. Evaluasi kesiapan klien untuk pulang. Factor yang dikaji adalah sebagai
berikut:
a. Status pernafasan yang stabil
b. Masukan nutrisi dan pertumbuhan yang adekuat
c. Kebutuhan obat yang stabil
d. Rencana pengobatan medis yang realistic untuk di rumah
1) Keluarga dapat memberikan asuhan keperawatan yang diperlukan
klien
2) Sarana di rumah dan monitor yang perlu disediakan
3) Orang tua memiliki dukungan social dan finansial yang
dibutuhkan
4) Keperluan perawatan di rumah dan istirahat disediakan
2. Beri instruksi pemulangan kepada keluarga seperti berikut:
a. Penjelasan tentang penyakit
b. Bagaimana memantau tanda-tanda distress pernafasan dan masalah
medis lainnya
c. Kebutuhan makan perorangan
d. Kebutuhan klien yang sehat
e. Timing yang tepat untuk memanggil dokter
f. Bagaimana melakukan resusitasi jantung paru
g. Penggunaan peralatan di rumah dan pemantauan
h. Bagaimana memberi dan memantau efek pengobatan
i. Pencegahan infeksi
j. Pentingnya klien untuk menghindari kawasan merokok
k. Aktivitas perkembangan kesehatan yang tepat
l. Pengenalan isyarat stress
3. Lakukan program tindak lanjut untuk memantau kebutuhan pernafasan,
nutrisi, perkembangan, dan kebutuhan khusus lainnya yang sifatnya
terus menerus
a. Bantu keluarga untuk membuat janji kunjungan untuk pemeriksaan
tindak lanjut yang pertama
b. Buat rujukan untuk kunjungan keperawatan di rumah sesuai yang
dibutuhkan klien dan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochterman, dan C. M. Wagner. 2016.


Nursing Invention Classifications (NIC). Sixth Edition. Singapore: Elsevier.
Terjemahan oleh I. Nurjannah, R.D. Tumanggor. 2016. Nursing Invention
Classifications (NIC) Edisi Bahasa Indoensia. Edisi Keenam. Yogykarta:
Mocomedia.

Gleadle, J. 2007. At a Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:


Penerbit Erlangga.

Herdman, T. H. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC.

Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Moorhead, Jhonson dan Swanson. 2016. Nursing Outcomes Classifications


(NOC). Fifth Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh I. Nurjannah,
R.D. Tumanggor. 2016. Nursing Outcomes Classifications (NOC)
Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indoensia. Edisi Kelima.
Yogykarta: Mocomedia.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Jakarta Selatan: Salemba Medika

NANDA. 2014. Nanda International Inc. Nursing Diagnoses: Definition and


Classifications 2015-2017. Tenth Edition. Amerika: Nanda International.
Terjemahan oleh B.A. Keliat, H.D. Windarwati, A. Parwirowiyono, M.A.
Subu. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Edisi 10. Jakarta: EGC.Potter, P.A. dan A.G. Perry. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatn: Konsep, Proses, dan Praktek. Edisi 4. Jakarta:
EGC.

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. Bare, B. Hinkle, J. & Cheever, K. 2010. Brunner & Suddarth’s


Textbook of Medical Surgical Nursing. 11th edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Speicher, C. 2010. Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif. Jakarta: EGC.

Waugh, A., Grant A. 2014. Ross and Wilson Anatomy & Physiology in Health and
Illness. 12th edition. Churchill Livingstone: Elseiver (China) Ltd.

Anda mungkin juga menyukai