Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB) PROGRAM

STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes HANG TUAH PEKANBARU
TA.2018/2019

LAPORAN PENDAHULUAN
“KANKER LARING”

A. Konsep dasar
1. Defenisi
Kanker Tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler,
folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar,
lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul
tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.

2. Klasifikasi kanker tiroid


a. Kanker tiroid papiler
Kanker tiroid tipe papiler adalah jenis keganasan tiroid yang paling sering ditemukan
yaitu 75%-85%, timbul pada akhir masa kanak-kanak atau awal kehidupan dewasa dan
berkaitan dengan riwayat terpapar radiasi. Tumor ini tumbuh lambat, penyebaran melalui
kelenjar getah bening dan mempunyai prognosis lebih baik diantara jenis kanker tiroid
lainnya. Faktor yang mempengaruhi prognosis baik adalah usia dibawah 40 tahun, wanita dan
jenis histologik dominan papilar. Sifat biologi dari kanker papiler ini yakni tumor primer
kecil bahkan mungkin tidak teraba tetapi metastasis ke kelenjar getah bening dengan massa
tumor lebih besar atau terlihat (Wartofsky, 2006; Sharma, 2011).
1) Etiologi
Penyebab pasti dari kanker ini belum diketahui dengan pasti. Faktor yang berperan
dalam patogenesis kanker tiroid yaitu genetik dan lingkungan. Kanker tiroid tipe papiler
dipengaruhi oleh faktor lingkungan (iodine), genetik dan hormonal serta interaksi
diantara ketiga faktor tersebut sedangkan pada kanker tiroid tipe folikuler, radiasi
merupakan faktor penyebab terjadinya tipe ini. Faktor yang berperan pada kanker tiroid
tipe meduler lebih banyak berhubungan dengan genetik dan sampai saat ini belum
diketahui karsinogen mana menjadi penyebab berkembangnya tipe meduler dan
anaplastik. Diperkirakan kanker tiroid tipe anaplastik berasal dari perubahan kanker
tiroid berdiferensiasi baik seperti tipe papiler dan tipe folikular dengan kemungkinan
jenis folikular dua kali lebih besar (Wartofsky, 2006; Oerte et al., 2006).
2) Manifestasi klinis
Kanker tiroid tipe papiler berbentuk soliter atau lesi mutifokal pada tiroid. Pada
beberapa kasus berbatas tegas dan bahkan berkapsul. Lesi ini mengandung area fibrosis
dan kalsifikasi dan sering berbentuk kistik. Pada potongan permukaan tampak granular
dan kadang-kadang mengandung fokus-fokus papiler yang nyata dan dapat dilihat.
Nukleus pada sel kanker tiroid tipe papiler mengandung kromatin tersebar sangat
sempurna, dimana tampilan inklusi intranuklear oleh sebab itu disebut pseudo-inclusion
pada potongan melintang. Ketika ada sel papiler pada kanker papiler berbeda dari yang
dilihat dalam area hiperplastik, papiler neoplastik memiliki inti fibrovaskular tebal.
Secara konsentrik struktur yang dikalsifikasi disebut Psammoma bodies, sering ada di
dalam papiler (Cobin et al., 2001; Wartofsky, 2006).
Berdasarkan epidemiologinya kebanyakan penderita adalah perem-puan dengan
perbandingan antara perempuan dan laki-laki 3:1. Usia bukanlah suatu patokan karena
lesi malignan dapat ditemukan pada usia sangat muda hingga sangat tua. Hal yang
penting diketahui adalah berapa lama kelainan tersebut dijumpai dan apakah
pertumbuhannya lambat, cepat atau timbul secara tiba-tiba. Informasi ini merupakan
diagnostik signifikan karena nodul atau massa multipel yang tumbuh perlahan menjadi
malignan dibandingkan dengan pembesaran nodul soliter berkembang dengan cepat.
Ukuran tumor bertambah dengan tiba-tiba dapat diduga sebagai perdarahan. Biasanya
nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri, apabila ditemukan nyeri diagnosis banding harus
dipertimbangkan adalah tiroiditis akut, kista dengan perdarahan akut (acute
haemorrhage), tiroiditis subakut atau De Quervain, infark tumor sel Hűrtle (jarang) dan
tiroiditis Hashimoto (Wartofsky, 2006).

b. Kanker tiroid folikuler


Karsinoma folikuler meliputi sekitar 10-20% keganasan tiroid dan biasa ditemukan pada
usia dewasa pertengahan atau diatas 40 tahun. Pada beberapa kasus tumor folikuler
mungkin hiperfungsi (tirotoksikosis). Kanker tiroid folikuler bermetastasis terutama
melalui pembuluh darah ke paru, tulang, hati dan jaringan lunak. Penanganan kanker
tiroid tipe folikuler dengan tiroidektomi total diikuti pemberian iodin radioaktif. Sel
kanker tipe ini menangkap yodium sehingga radioterapi dengan Iodine 131(I131) dapat
digunakan dengan pengukuran kadar TSH sebagai follow–up bahwa dosis yang
digunakan bersifat supresif dan untuk memantau rekurensi tumor. Angka survival rate
pada pasien folikuler karsinoma 10 tahun mencapai 85% (Wartofsky, 2006).
1) Etiologi
Paparan sinar radiasi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kanker tiroid tipe
ini. Banyak kasus kanker tiroid pada anak-anak sebelumnya mendapatkan pengobatan
radiasi pada kepala dan leher karena penyakit lain. Efek dari radiasi timbul setelah 5-25
tahun dan rata-rata 9-10 tahun. Stimulasi TSH jangka panjang merupakan salah satu
faktor etiologi kanker tiroid. Pemberian diet tanpa garam yodium pada binatang
percobaan, pemberian zat radioaktif atau sub total tiroidektomi berakibat stimulasi TSH
meningkat dan dalam jangka waktu yang lama dapat terjadi karsinoma tiroid (Wartofsky,
2006; Simoes et al.,2011).
2) Manifestasi klinis
Kanker tiroid folikuler berkembang dan tumbuh dengan lambat, kadang-kadang hingga
puluhan tahun dan sering berasal dari adenoma jinak. Gejala klinis dari kanker tiroid tipe
folikuler yaitu pembesaran kelenjar tiroid berupa nodul padat, suara parau karena
perluasan tumor pada jaringan atau tekanan terhadap nervus laringeus rekuren, sakit
menelan atau disfagia karena tumor meluas ke esofagus, berat badan menurun dan
fraktur patologis (Wartofsky, 2006).

- T is: tumor insitu


- T 0 : tidak jelas adanya tumor primer l
- T 1 : tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal
- T 1a : tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika ariepiglotika, ventrikel atau
pita suara palsu satu sisi.
- T 1b : tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel atau pita suara
palsu
- T 2 : tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi
- T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan / atau adanya infiltrasi ke dalam.
- T 4 : tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring.
Glotis :
- T is : tumor insitu
- T 0 : tak jelas adanya tumor primer
- T 1 : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan posterior) dengan
pergerakan normal
- T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli
- T 1b : tumor mengenai kedua pita suara
- T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glotis maupun subglotis
dengan pergerakan pita suara normal atau terganggu.
- T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke dua pita suara
- T 4 : tumor dengan perluasan ke luar laring
Sub glotis :
- T is : tumor insitu
- T 0 : tak jelas adanya tumor primer
- T 1 : tumor terbatas pada subglotis
- T 1a : tumor terbatas pada satu sisi
- T 1b : tumor telah mengenai kedua sisi
- T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua pita suara asli
dengan pergerakan normal atau terganggu
- T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita suara
- T 4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas keluar laring.
3) Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)
- N x : kelenjar tidak dapat dinilai
- N 0 : secara klinis tidak ada kelenjar.
- N 1 :klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter ≤ 3 cm
- N 2 :klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 – <6 cm atau klinis terdapat
kelenjar homolateral multipel dengan diameter ≤ 6 cm
- N 2a :klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3 cm - ≤ 6 cm.
- N 2b :klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter ≤ 6 cm
- N 3 :kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra lateral
- N 3 a :klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm
- N 3 b :klinis terdapat kelenjar bilateral
- N 3 c : klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral
4) Metastase jauh (M)
- M 0 : tidak ada metastase jauh
- M 1 : terdapat metastase jauh
5) Stadium :
- Stadium I : T1 N0 M0
- Stadium II : T2 N0 M0
- Stadium III : T3 N0 M0
- T1, T2, T3, N1, M0
- Stadium IV : T4, N0, M0
- Setiap T, N2, M0, setiap T, setiap N , M1

3. Etiologi
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang
berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radio aktif,
polusi udara, radiasi leher dan asbestosis. Ada peningkatan resiko terjadinya tumor ganas
laring pada pekerja-pekerja yang terpapar dengan debu kayu.

4. Manifestasi klinis
1-3,15
Gejala dan tanda yang sering dijumpai adalah :
a. Suara serak
b. Sesak nafas dan stridor
c. Rasa nyeri di tenggorok
d. Disfagia
e. Batuk dan haemoptisis
f. Pembengkakan pada leher

5. Pemeriksaan penunjang
a. Laringoskop
Untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor.
b. Foto thoraks
Untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru.
c. CT-Scan
Memperlihatkan keadaan tumor/penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah
pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.
d. Biopsi laring
Untuk pemeriksaan patologi anatomik dan dari hasil patologi anatomik yang terbanyak
adalah karsinoma sel skuamosa.

6. Penatalaksanaan
a. Stadium I dikirim untuk radiasi, stadium 2 dan 3 untuk operasi dan stadium 4 operasi
dengan rekonstruksi atau radiasi
b. Terapi Radiasi
Pada pasien yang hanya mengalami satu pita suara yang sakit dan mormalnya dapat
digerakkan. Terapi radiasi juga dapat digunakan secara proferatif untuk mengurangi
ukuran tumor
c. Operasi
- Laringektomi Parsial: direkomendasikan pada kanker area glottis tahap dini ketika
hanya satu pita suara yang terkena
- Leringektomi Supraglotis: digunakan untuk tumor supraglotis
- Laringektomi hemivertikal: dilakukan jika tumor meluas diluar pita suara, tetapi
perluasan tersebut kurang dari 1 cm dan terbatas pada area subglotis
- Laringektomi Total : dilakukan ketika tumor meluas diluar pita suara
d. Pemakaian Sitostatika belum memuaskan,biasanya jadwal pemberian sitostatika tidak
sampai selesai karena keadaan umum memburuk
e. Rehabilitasi khusus (voice rehabilitation), agar pasien dapat berbicara/ bersuara sehingga
dapat berkomunikasi secara verbal. Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan
pertolongan alat bantu suara yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah sub
mandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esofagus (esophangeal speech)
melalui proses belajar.

7. Pathway
B. Asuhan keperawatan
Pengkajian
1. Anamnesa
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Klien datang dengan keluhan serak, sulit menelan, nyeri tenggorok
b. Riwayat kesehatan dahulu
Tanyakan apakah klien pernah mengalami infeksi kronis, tanyakan pola hidup klien
(merokok, minum alkohol).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada klien apakah ada keluarga yang pernah mengalami penyakit yang sama

3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
b. Palpasi
Adanya benjolan di leher, asimetri leher, Nyeri tekan pada leher, Adanya pembesaran
kelenjar limfe

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laringoskop
Untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor
b. Foto thoraks
Untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru
c. CT-Scan
Memperlihatkan keadaan tumor/penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah
pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.
d. Biopsi laring
Untuk pemeriksaan patologi anatomik dan dari hasil patologi anatomik yang terbanyak
adalah karsinoma sel skuamosa

Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul


- Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d penekanan serabut syaraf oleh sel-sel tumor
- Bersihan jalan napas tak efektif b/d sekret yang berlebihan
- Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d disfagia
- Gangguan komunikasi verbal b/d afonia
Perencanaan Keperawatan
DP 1. Bersihan jalan napas tak efektif b/d sekret yang berlebihan
Kriteria hasil :
- Pola napas klien efektif
- Memperlihatkan kepatenan jalan napas dengan bunyi napas bersih/jelas.
Intervensi & Rasionalisai
a. Awasi frekuensi/kedalaman pernapasan catat kemudahan bernafas. Auskultasi bunyi
napas. Selidiki kegelisahan,dispea, terjadinya sianosis
R/ Perubahan pada pernafasan, penggunaan otot aksesori pernafasan dan atau adanya
ronkhi/mengi diduga ada retensi sekret.
b. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misal : peninggian kepala tempat tidur 30-45
R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi, namun pasien dengan infiltrasi tumor ke trakhea akan mencari
posisi yang mudah untuk bernafas.
c. Dorong menelan, bila pasien mampu
R/ Mencegah pengumpulan sekret oral menurunkan resiko aspirasi. Catatan: menelan
terganggu bila epiglotis diangkat dan atau edema pasca operasi
d. Dorong batuk efektif dan napas dalam
R/ Memobilisasi sekret untuk membersihkan jalan napas dan membantu mencegah
komplikasi pernafasan
e. Pengumpulan sekret/adanya atelektasis dapat menyebabkan pneumonia yang
memerlukan terapi lebih lanjut.
f. Kolaborasi untuk therapi & pembedahan
R/ Menentukan intervensi yang lebih spesifik.

DP 2. Gangguan komunikasi verbal b/d afonia bermakna dan nyeri terjadi.


Kriteria hasil : pasien/klien mampu mengkomunikasikan kebutuhannya
dengan baik.
Intervensi & Rasionalisasi
a. Kaji kemampuan baca klien
R/ Untuk membuat Perencanaan dan terciptanya cara-cara komunikasi yang baik dan
sesuai.
b. Berikan cara-cara komunikasi meliputi kertas dan pensil, papan gambar, papan tulis, alat
papan komunikasi elektrik atau alat lainnya yang mendukung
R/ Mengembangkan dan meningkatkan komunikasi
c. Bantu pasien dengan latihan untuk meningkatkan kualitas suara, nada, dan volume suara
R/ Meningkatkan fonasi yang terpengaruh pada pasien dengan tumor laring.
d. Anjurkan penggunaan laring buatan dengan mendengarkan secara aktif
R/ Meningkatkan mekanisme wicara
e. Letakkan bel dalam jangkauan klien setiap saat
R/ Memberikan metode untuk memanggil dan meminta pertolongan jika diperlukan
f. Kolaborasi dengan rehabilitasi suara (voice rehabilitation)
R/ Memberika therapi berbicara/bersuara sehingga dapat berkomunikasi secara verbal.

Daftar Pustaka
Barbara C. Long .(1996). Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. The C.V Mosby Company St. Louis, USA
Barbara Engram .(1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid II. Jakarta:
EGC
Donna D. Ignatavicius .(1991). Medical Surgical Nursing: A Nursing Process Approach, WB.
Philadelphia: Sauders Company
Guyton & Hall .(1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
Marylin E. Doenges .(2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC
R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong .(1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Sylvia A. Price .(1995). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 2.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai