Anda di halaman 1dari 12

KEJADIAN JATUH PADA LANJUT USIA

dr. I Komang Arimbawa, Sp.S

Bagian/ SMF Neurologi FK Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar

Abstrak

Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi

berada di permukaan tanah tanpa disengaja, tidak termasuk jatuh akibat pukulan

keras, kehilangan kesadaran, atau kejang. Jatuh sering terjadi dan dialami oleh

lanjut usia. Banyak faktor berperan di dalamnya, baik faktor intrinsik atau faktor

ekstrinsik. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk tiap kasus.

Bila penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah,

dengan langsung menghilangkan penyebab jatuh. Pada kondisi kronis, diperlukan

penatalaksanaan multifaktorial. Tindakan pencegahan penting dilakukan untuk

mencegah terjadinya jatuh berulang.

Kata kunci : jatuh, lanjut usia, penatalaksanaan

Pendahuluan

Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki dan mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan

memperbaiki kerusakan yang terjadi (Kannus et al., 2005). Sifat penyakit pada

geriatri tidaklah sama dengan penyakit dan kesehatan pada golongan populasi usia

lainnya. Penyakit pada geriatri cenderung bersifat multipel, merupakan gabungan


antara penurunan fisiologik/alamiah dan berbagai proses patologik/penyakit.

Penyakit biasanya berjalan kronis, menimbulkan kecacatan dan secara lambat laun

akan menyebabkan kematian. Geriatri juga sangat rentan terhadap berbagai

penyakit akut, yang diperberat dengan kondisi daya tahan yang menurun.

Kesehatan geriatri juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan ekonomi.

Pada geriatri seringkali terjadi penyakit iatrogenik, akibat banyak obat-obatan yang

dikonsumsi (polifarmasi). Sehingga kumpulan dari semua masalah ini menciptakan

suatu kondisi yang disebut sindrom geriatri (Pranarka, 2011).

Konseptualisasi sindrom geriatri telah berkembang dari waktu ke waktu.

Menurut Kane RL (2008), sindrom geriatri memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

usia > 60 tahun, multipatologi, tampilan klinis tidak khas, polifarmasi, fungsi organ

menurun, gangguan status fungsional, dan gangguan nutrisi. Hal ini sesuai dengan

karakteristik pasien dengan usia 80 tahun, memiliki gangguan hepar dan ginjal,

status fungsional di keluarga yang sudah menurun dan ditemukan adanya gangguan

nutrisi pada pasien karena menurunnya fungsi menelan.

Dalam bidang geriatri dikenal beberapa masalah kesehatan yang sering

dijumpai baik mengenai fisik atau psikis pasien usia lanjut. Menurut Solomon dkk:

The “13 i” yang terdiri dari Immobility (imobilisasi), Instability (instabilitas dan

jatuh), Intelectual impairement (gangguan intelektual seperti demensia dan

delirium), Incontinence (inkontinensia urin dan alvi), Isolation (depresi), Impotence

(impotensi), Immuno-deficiency (penurunan imunitas), Infection (infeksi),

Inanition (malnutrisi), Impaction (konstipasi), Insomnia (gangguan tidur),

Iatrogenic disorder (gangguan iatrogenic) dan Impairment of hearing, vision and


smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman) (Setiati dkk., 2006).

Pada pasien ditemukan adanya keadaan imobilisasi, instabilitas dan jatuh, gangguan

intelektual yaitu demensia, inkontinensia urin dan alvi, infeksi, malnutrisi dan

gangguan pendengaran.

Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh

pada orang usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai

faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik

(faktor yang terdapat di lingkungan). Pada pasien juga dilaporkan adanya keadaan

jatuh 4 hari sebelum masuk rumah sakit, menyebabkan luka di lutut kanan pasien

tanpa adanya kecurigaan terjadi fraktur. Keadaan ini dapat disebabkan oleh banyak

hal, namun jika dilihat keseluruhan riwayat pasien, hal utama yang mungkin

menyebabkan pasien jatuh adalah dari faktor intrinsik (lemah, gangguan

penglihatan, ataupun tekanan darah yang tinggi yang menyebabkan timbulnya nyeri

kepala).

Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat

jatuh adalah: mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh,

memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan

otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar

lebih aman seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin

(Kane et al., 2008; Cigolle et al., 2007).


Definisi

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata,

yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di

lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka

(Darmojo, 2009). Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang

sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja, tidak termasuk jatuh

akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh tersebut

adalah dari penyebab yang spesifik yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari

mereka yang dalam keadaan sadar mengalami jatuh (Tinetti, 2003).

Jatuh sering terjadi dan dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di

dalamnya, baik faktor intrinsik dalam diri lanjut usia tersebut seperti gangguan gaya

berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkop dan dizziness,

serta faktor ekstrinstik seperti lantai yang licin dan kurang rata, terantuk benda-

benda yang menghalangi, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang dan

sebagainya.

Faktor Risiko

Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa

stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh:

a. Sistem sensorik

Yang berperan di dalamnya adalah: visus, pendengaran, fungsi vestibuler, dan

proprioseptif. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lanjut usia, diduga karena
perubahan fungsi vestibuler akibat proses menua. Neuropati perifer dan penyakit

degeneratif leher dapat menganggu fungsi proprioseptif.

b. Sistem saraf pusat (SSP)

SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik.

Penyakit SSP seperti stroke, parkinson, hidrosefalus dengan tekanan normal, yang

diderita oleh lanjut usia akan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga

berespon tidak baik terhadap input sensorik.

c. Kognitif

Pada beberapa penelitian, demensia diasosiasikan dengan meningkatnya risiko

jatuh.

d. Muskuloskeletal

Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang spesifik milik

lanjut usia, dan berperan besar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan

muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan

dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses

menua tersebut antara lain di sebabkan oleh:

 Kekakuan jaringan penghubung.

 Berkurangnya massa otot.

 Perlambatan konduksi saraf.

 Penurunan visus/lapang padang.

 Kerusakan proprioseptif.

yang semuanya menyebabkan:


 Penurunan range of motion (ROM) sendi.

 Penurunan kekuatan otot, terutama kelemahan ekstremitas bawah.

 Perpanjangan waktu reaksi otot/refleks.

 Kerusakan persepsi dalam.

 Peningkatan postural sway (goyangan badan).

Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang

pendek, penurunan irama dan pelebaran langkah kaki, sehingga tidak dapat

menapak dengan kuat dan lebih gampang goyah. Perlambatan reaksi

mengakibatkan seseorang susah/terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan

seperti terpeleset, tersandung atau kejadian mendadak, sehingga memudahkan

jatuh.

Secara singkat faktor risiko jatuh pada lanjut usia dibagi dalam dua golongan

besar:

a. Faktor instrinsik

Faktor instrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan mengapa seseorang

dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang sama mungkin

tidak jatuh (Gardner, 2000). Faktor intrinsik tersebut antara lain adalah gangguan

muskuloskeletal misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan, kelemahan

ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope yaitu kehilangan kesadaran secara

tiba-tiba yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otak dengan gejala

lemah, penglihatan gelap, keringat dingin, pucat dan pusing.


b. Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan sekitarnya) diantaranya

cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tersandung benda-benda.

Faktor-faktor ekstrinsik tersebut antara lain lingkungan yang tidak mendukung

meliputi cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tempat berpegangan

yang tidak kuat, tidak stabil, atau tergeletak di bawah, tempat tidur atau WC yang

rendah atau jongkok, obat-obatan yang diminum dan alat-alat bantu berjalan

(Darmojo, 2009).

Etiologi Jatuh

Faktor-faktor lingkungan yang menyebabkan jatuh adalah penerangan yang

tidak baik (kurang atau menyilaukan), lantai yang licin dan basah, tempat

berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah dipegang dan alat-alat atau perlengkapan
rumah tangga yang tidak stabil dan tergeletak di bawah. (Darmojo, 2009). Menurut

Friedman, 1998 adalah kondisi interior rumah meliputi bagaimana ruangan-

ruangan tersebut dilengkapi oleh perabot, kelayakan perabot, penerangan yang

tidak memadai dan eksterior rumah meliputi lantai, tangga, jeruji dalam keadaan

buruk, tempat obat-obatan tidak terjangkau dan pintu masuk dan pintu keluar ke

rumah tidak terdapat penerangan dan ruang gerak yang cukup untuk keluar dari

rumah, kabel listrik telanjang di lantai, kolam renang yang tidak dipagari secara

memadai.

Komplikasi Jatuh

Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan

psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah

tulang panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur

pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak

psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa

takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk ansietas,

hilangnya rasa percaya diri, penbatasan dalam aktivitas sehari-hari, falafobia atau

fobia jatuh (Gardner, 2000). Menurut Kane (1996), yang dikutip oleh Darmojo

(2009), komplikasi-komplikasi jatuh adalah:

a. Cedera

Cedera mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa

robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri/vena, patah tulang atau fraktur

misalnya fraktur pelvis, femur, humerus, lengan bawah, tungkai atas.


b. Disabilitas

Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan dengan

perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan kepercayaan

diri dan pembatasan gerak.

c. Kematian

Pencegahan

Menurut Tinetti (1992), yang dikutip dari Darmojo (2009), ada 3 usaha pokok

untuk pencegahan jatuh yaitu :

a. Identifikasi faktor resiko

Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor

instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assessment keadaan sensorik, neurologis,

muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering menyebabkan jatuh. Keadaan

lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus

dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai

rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat, peralatan

rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapat bergerser sendiri) sebaiknya

diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak

mengganggu jalan/tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi dibuat tidak licin

sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC

sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.


b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)

Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam

melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila goyangan badan pada saat

berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi

medis. Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan dengan cermat, apakah kakinya

menapak dengan baik, tidak mudah goyah, apakah penderita mengangkat kaki

dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita

cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat

kelainan/penurunan.

c. Mengatur/ mengatasi faktor situasional.

Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita lanjut usia dapat

dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia secara periodik. Faktor

situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan

lingkungan , faktor situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai

dengan kondisi kesehatan lanjut usia. Aktifitas tersebut tidak boleh melampaui

batasan yang diperbolehgkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Maka

di anjurkan lanjut usia tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau

berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk tiap kasus karena

perbedaan faktor-faktor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab

merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, lebih sederhana,


dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh secara efektif. Tetapi lebih

banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan

terapi gabungan antara obat, rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan

kebiasaan lanjut usia itu. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah

terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian/aktivitas fisik,

penggunaan alat bantu gerak.

Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan

fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot

sehingga memperbaiki fungsionalnya. Sering terjadi kesalahan, terapi rehabilitasi

hanya diberikan sesaat sewaktu penderita mengalami jatuh. Padahal terapi ini

diperlukan secara terus-menerus sampai terjadi peningkatan kekuatan otot dan

status fungsional. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan

difokuskan untuk mengatasi penyebab/faktor yang mendasarinya. Penderita

dimasukkan dalam program gait training dan pemberian alat bantu berjalan.

Biasanya progam rehabilitasi ini dipimpin oleh fisioterapis.

Penderita dengan dizziness syndrom, terapi ditujukan pada penyakit

kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat-obat yang menyebabkan

hipotensi postural seperti beta bloker, diuretic dan antidepresan. Terapi yang tidak

boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah/tempat kegiatan lanjut usia

seperti tersebut di pencegahan jatuh (Darmojo, 2009).


Daftar Pustaka

Cigolle CT, Langa KM, Kabeto MU, Tian Z, Blaum CS. 2007. Geriatric conditions

and disability: the health and retirement study. American College of

Physicians. 147(3):156-164.

Darmojo RB, Martono H. 2009. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut)

edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Gardner MM, Robertson MC, Campbell AJ. Exercise in preventing falls and falls

related injuries in older people: a review of randomised controlled trials. Br J

Sport Med 2000;34:7-17.

Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB, Resnick B. 2008. Essentials of clinical

geriatris. 6th ed. New York, NY: McGraw-Hill.

Pranarka, Kris. 2011. Simposium geriatric syndromes: revisited. Semarang: Badan

Penerbit Universitas Diponegoro.

Setiati S, Harimurti K, Roosheroe AG. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid

III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Indonesia. hlm. 1335-1340.

Tinetti ME. 2003. Preventing Falls in Elderly Persons. N Engl J Med 348;1:42-49.

Kannus P, Sievänen H, Palvanen M, Järvinen T, Parkkari J. Prevention of falls and

consequent injuries in elderly people. Lancet 2005 366:1885-1893.

Anda mungkin juga menyukai