Hari: Kamis
Tanggal 8 November 2018
TINJAUAN PUSTAKA
Oleh:
Indra Setya Permana
Pembimbing:
dr. Yulyani Werdiningsih, Sp.PD, FINASIM
TINJAUAN PUSTAKA
Oleh:
Indra Setya Permana
Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
JUDUL..............................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
DAFTAR TABEL............................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................v
DAFTAR SINGKATAN..................................................................................vi
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................1
BAB II. LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK.............................................2
A. Patogenesis LES .....................................................................2
B. Mekanisme penyakit dan kerusakan jaringan ..........................7
C. Manifestasi Klinis ...................................................................8
D. Penegakkan Diagnosis ...........................................................11
E. Derajat LES ...........................................................................15
F. Prinsip Penatalaksanaan LES .................................................16
BAB III. KEMOTERAPI SIKLOFOSFAMID................................................20
A. Definisi ..................................................................................20
B. Mekanisme Kerja Siklofosfamid pada LES ..............................20
C. Dosis Siklofosfamid ..............................................................21
D. Panduan Siklofosfamid pada LES Berat ................................22
E. Efek samping Siklofosfamid ..................................................25
F. Penggunaan Siklofosfamid pada LES ....................................26
BAB IV. RINGKASAN..................................................................................30
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR SINGKATAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK
A. Patogenesis LES
Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan hasil interaksi dari
faktor gen yang berperan, faktor lingkungan dan respon abnormal sistem
imunitas pasien yang bervariasi. Respon imun tersebut diantaranya:3
1. Aktivasi sistem immun innate (sel dendritik, monosit/makrofag) oleh
CpG DNA, DNA di dalam kompleks imun, viral RNA dan RNA di dalam
RNA/protein antigen itu sendiri
2. Menurunkan ambang batas aktivasi dan aktivasi abnormal jalur dalam
sel immun adaptif (limfosit T dan B)
3. Ketidakefektifan regulasi CD4+ dan CD8+ dari sel T
4. Mengurangi clearance dari kompleks immun dan sel yang mengalami
apoptosis.
D. Penegakkan Diagnosis
Banyaknya manifestasi klinik dari penyakit LES yang sangat bervariasi,
maka terkadang sulit untuk mendiagnosa penyakit LES. Terdapat salah satu kriteria
klasifikasi dari American College of Rheumatology (ACR) tahun 1997 yang sering
digunakan untuk mendiagnosis LES. Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria tersebut,
diagnosis LES memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila
hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA positif, maka sangat mungkin LES dan
diagnosis bergantung pada pengataman klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka
kemungkinan bukan LES. Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis
lain tidak ada, maka belum tentu LES, dan observasi jangka panjang diperlukan.8,9
12
diagnosis awal, terapi efektif, penyesuaian dosis kotikosteroid, dan targeted therapy
yang memiliki toksisitas lebih rendah dan steroid-sparing agent yang potensial.12,13
Berikut adalah jenis, dosis obat yang dipakai pada LES serta
pemantauannya, dapat dilihat pada tabel 5.5
Tabel 5. Jenis Dan Dosis Obat Yang Dapat Dipakai Pada LES5
18
BAB III
KEMOTERAPI SIKLOFOSFAMID
A. Definisi siklofosfamid
Siklofosfamid merupakan alkylating agent dari golongan nitrogen
mustard dalam kelompok oxazophorin. Alkylating anti-neoplastic agent adalah
alkylating agent yang dapat berikatan dengan kelompok alkil pada DNA. Zat ini
menyebabkan kematian sel dan menghentikan pertumbuhan tumor dengan cara
cross-link baik interstand maupun intrasand di basa guanin posisi N-7 pada DNA
double helix, ikatan ini menyebabkan DNA akan terpisah atau pecah, sehingga sel
gagal membelah dan mati.14
k. Ulangi pemberian Mesna dengan dosis dan cara yang sama setelah
3 jam dari dosis yang pertama (optional).
l. Jika penderita mempunyai masalah gagal jantung berikan
furosemide 20-40mg/IV
m. Anjurkan penderita untuk banyak minum (>2 liter) dalam 24 jam
sesudah pulse.
n. Pemberian dosis pulse siklofosfamid dengan dosis yang sama (500
mg) dilakukan setiap 2 minggu selama 6 kali sebagai terapi induksi
o. Terapi pemeliharaan dimulai 2 minggu setelah pulse yang terakhir
dengan:
1) Azatioprine 50-100 mg/hari atau Mycophenolate Mofetil
(MMF) 1000-3000 mg/hari
p. Terapi dilanjutkan sampai 1 tahun remisi
q. Definisi remisi adalah:
1) Urin rutin tidak aktif lagi (hematuria < 10/lpb, tidak ada
sedimen dan proteinuria berkurang atau < 1 g/ 24 jam)
2) Tidak ada peningkatan kreatinin serum yang lebih dari 2x
kreatinin sebelumnya.
3) Komplemen serum dan anti dsDNA normal
4) Aktivitas ekstra renal lupus minimal
Catatan:
a. Rehidrasi dan/atau pemberian diuretik disesuaikan dengan status
penderita pada saat terapi pulse dilakukan
b. Pemberian mesna pada protokol EULAR tidak diwajibkan namun
dianjurkan.
Siklofosfamid intravena dan oral, menunjukkan hasil tingkat remisi yang tidak jauh
berbeda 73% dan 90%.19
Saat ini terdapat pendekatan baru untuk penggunaan regimen
Siklofosfamid seperti mengkombinasikan dengan plasmapheresis, mengurangi
dosis (lower doses of cyclophosphamide), mengurangi durasi (shorter duration of
cyclophosphamide) atau sebaliknya meningkatkan dosis dan pemberian hanya satu
siklus (high doses immunoablative cyclophosphamide) dengan atau tanpa
pemberian stem cell selama periode aplasia.2
1. Lower dose of cyclophosphamid
Penelitian yang dilakukan D’cruz dan rekannya menggunakan pendekatan
baru pada 39 pasien LES dengan lupus nefritis. Pasien mendapatkan tiga
kali pulse Siklofosfamid (500 mg) secara intravena diikuti pemberian
azathioprine (n=32) atau Siklofosfamid oral (n=7). Semua pasien
mendapatkan prednisolone oral. Hasil penelitian menunjukkan 67%
memiliki fungsi ginjal yang stabil dan 33% mengalami perburukan.
Selain itu The Euro-Lupus Nephritis Trial melakukan eksplorasi lebih
lanjut Siklofosfamid intravena dosis rendah sebagai regimen induksi. Dari
sembilan puluh pasien penelitian, menunjukkan 71% kelompok pasien
“low dose” mengalami remisi pada ginjalnya dan 54% pada kelompok
pasien dosis biasa.29
2. Shorter duration of cyclophosphamide
Penelitian yang dilakukan di Hongkong kepada 55 pasien pada tahun 2003,
menunjukkan hasil 67% mengalami remisi lengkap dan 22% mengalami
remisi parsial. Kemudian penelitian sebelumnya Chan et al. melaporkan
hasil yang sama dengan 77% dari 22 pasien LES mengalami remisi
lengkap, tanpa menunjukkan gagal ginjal pada follow up selama 35 bulan.30
3. High-dose cyclophosphamide
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2003, melibatkan empat belas pasien
LES. Untuk mengetahui respon remisi lengkap atau parsial organ target
pada pasien digunakan The Responder Indeks for Lupus Erythematosus.
Hasil penelitian menunjukkan lima dari empat belas pasien mengalami
29
remisi lengkap dan enam pasien mengalami remisi parsial. Proteinuria pada
pasien menurun secara signifikan dengan uji dipstick ( mean difference
1.94,P = 0.02 ) dan pada pengukuran 24 jam ( mean difference 3.3g/ hari,
P = 0.01). Selain itu penelitian yang dilakukan Galdstone pemberian high-
dose cyclophosphamide pada empat pasien LES menunjukkan penurunan
aktivitas LES yang diukur menggunakan SLAM, SLEDAI dan RIFLE
selama follow up 22 bulan.31
Tabel 7. Hasil Proteinuria Pada Pasien LES Yang Mendapatkan Terapi
High-Dose Cyclophosphamide2
BAB IV
RINGKASAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Bertsias G, Cervera R, Boumpas D. Systemic LupusErythematosus:
Pathogenesis and Clinical Features. In: Bijlsma J, Hachufla E, da Silva J,
Doherty M, Cimmino M, Liote F, et al, editors. Eular Textbook of
Rheumatic Disease. 2nd ed. New York: BMJ; 2014: halaman 476-505
2. Petri M. Cyclophosphamid : new approaches for systemic lupus
erythematosus. Lupus 2004; 48: 366-371.
3. Crow M. Systemic Lupus Erythematosus And Related Syndromes. In:
Firestein G, Budd R, Gabriel S, Mcinnes I, O’dell J, Editors. Kelley &
Firestein’s Textbook of Rheumatology. 10th ed. Philadelpia: Elsevier;
2013, 1329-1344
4. Hahn B.H. Systemic Lupus Erythematosus. In: Longo D, Kasper D,
Jameson J, Fauci A, Hauser S, Loscalzo J, editors. Harrison’s
Rheumatology. 3rd ed. New York: McGraw Hill; 2013. p.68-83
5. Konsensus Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus
Eritematosus Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Jakarta : IRA;
2011.
6. Buyon J P. Systemic lupus erythematosus a clinical and laboratory features
In: Klippel JH. Primer Primer on the rheumatic diseases. 13th ed. Atlanta:
Arthritis Foundation. 2008:303-18
7. Hochberg Mc. Updating the American College of Rheumatology revised
criteria for the classification of systemic lupus erythematosus. Arthrituis
Rheum 1997;40:1725
8. Perry MC, Anderson CM, Doll DC, Malhotra V, Shahab N, Wooldridge JE.
Companion Hand Book to The Chemotherapy Source Book. 2 ed. 2004:
430.
9. Brock N . The History of the Oxazaphosphorme Cytostatics cancer, 1996 :
542-47.
10. Appel GB, Silva FG, P irani CL. Renal involvement in systemic lupus
erythematosus (SLE): a study of 56 patients emphasizing histologic
classification. Medicine.1978: 371–410
11. Indonesia Pr. Diagnosis dan pengelolaan lupus eritematosus sistemik. In:
Kasjmir YI HK, Wijaya LK et al, editor.; Jakarta: Perhimpunan reumatologi
indonesia; 2011. p. 10-34.
12. van Vollenhoven RF, Mosca M, Bertsias G, Isenberg D, Kuhn A, Lerstrom
K, et al. Treat-to-target in systemic lupus erythematosus: recommendations
from an international task force. Annals of the rheumatic diseases. 2014
Jun;73(6):958-67.
13. Ishimori M WM, Setoodeh K, Wallace DJ. Principles of therapy, local
measures, and nonsteroidal medications. Dalam: Wallace DJ HB, editor.
32