Anda di halaman 1dari 24

ASKEP LANSIA DENGAN:

RESIKO JATUH

OLEH :

NAMA: Risky Waruwu

NIM :170204059

KELAS : D. 4.1 PSIK

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN 2020
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul ASKEP LANSIA DENGAN
GANGGUAN RESIKO JATUH dengan baik. Selesainya penyusunan ini berkat bantuan
bimbingan, arahan, petunjuk, dorongan maupun material dari berbagai pihak ;

Pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu:


1. Parlindungan Purba,SH,MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Indonesia, Medan
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba,M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia,
Medan
3. Ns. Rinco Siregar,S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan
Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia, Medan
4. Ns. Siska Evi MNS, selaku dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan, arahan
dan saran kepada kelompok dalam menyelesaikan mata kuliah Keperawatan gerontik
dengan topik ASKEP LANSIA DENGAN GANGGUAN RESIKO JATUH Serta
semua pihak yang telah membantu dalam proses pengajaran dan pembuatan Makalah
Askep Lansia Dengan Gangguan Resiko Jatuh yang namanya tidak kami cantumkan
satu persatu, demikian makalah ini dibuat semoga bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 22 Oktober 2020


Penyusun,

Risky Waruwu

DAFTAR ISI
COVER Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
BAB II TINJAUAN TEORITIS 3
BAB III ASKEP LANSIA RESIKO JATUH………….…………………3
BAB IV PENUTUP 30
3.1 Kesimpulan 30
3.2 Saran 30
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jatuh merupakan masalah fisik yang sering terjadi pada lansia, dengan bertambahnya usia
kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuh pun menurun. Jatuh dan kecelakaan pada lansia
merupakan penyebab kecacatan yang utama. Jatuh adalah kejadian secara tiba-tiba dan tidak
disengaja yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau terduduk dilantai
(Maryam, 2008).
Berdasarkan penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai
angka 11.4% atau tercatat sekitar 28.8 juta orang yang menyebabkan jumlah penduduk lansia
terbesar di dunia (BPS, 2007). Insiden jatuh di Indonesia tercatat dari 115 penghuni panti
sebanyak 30 lansia atau sekitar 43.47% mengalami jatuh. Kejadian jatuh pada lansia
dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas
bawah, kekakuan sendi, sinkope dan dizziness, serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin
dan tidak rata, tersandung benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang dan
lain-lain (Darmojo, 2009).  
Penyebab jatuh pada lansia adalah penyakit yang sedang diderita, seperti hipertensi,
stroke, sakit kepala/pusing, nyeri sendi, reumatik dan diabetes. Perubahan-perubahan akibat
proses penuaan seperti penurunan pendengaran, penglihatan, status mental, lambatnya
pergerakan, hidup sendiri, kelemahan otot kaki bawah, gangguan keseimbangan dan gaya
berjalan. Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yang kurang, bendabenda dilantai
(tersandung karpet), tangga tanpa pagar, tempat tidur atau tempat buang air yang terlalu
rendah, lantai yang tidak rata, licin serta alat bantu jalan yang tidak tepat. Jatuh (falls)
merupakan suatu masalah yang sering terjadi pada lansia (Maryam, 2008).
Faktor risiko jatuh meliputi faktor intrinsik dan ekstrinsik, faktor intrinsik antara lain
sistem saraf pusat, demensia, gangguan sistem sensorik, gangguan sistem kardiovaskuler,
gangguan metabolisme, dan gangguan gaya berjalan. Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan,
aktifitas, dan obat-obatan, selama proses menua, lansia mempunyai konsekuensi untuk jatuh
salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia adalah instabilitas yaitu berdiri
dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh. Jatuh dianggap sebagai konsekuensi alami tetapi
jatuh bukan merupakan bagian normal dari proses penuaan (Stanley, 2006).
Upaya pencegahan perlu dilakukan untuk meminimalisir kejadian jatuh pada lansia.
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia,
mengidentifikasi faktor risiko dilakukan untuk mencari adanya faktor intrinsik risiko jatuh,
keadaan lingkungan rumah yang berbahaya yang dapat menyebabkan jatuh harus
dihilangkan. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan dilakukan untuk berpindah tempat
dan pindah posisi, penilaian postural sangat diperlukan untuk mengurangi faktor penyebab
terjadinya risiko jatuh, serta mengatur atau mengatasi fraktur situasional dapat dicegah
dengan melakukan pemeriksaaan rutin kesehatan lansia secara periodik (Mariyam, 2008).

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien gerontik dengan gangguan keamanan : resiko
jatuh.
2. Tujuan Khusus
a.Memahami pengertian dari resiko jatuh.
b. Memahami penyebab dari jatuh pada lansia.
c.Memahami faktor risiko jatuh pada lansia.
d. Memahami pencegahan jatuh pada lansia.
e.Memahami komplikasi jatuh pada lansia.
f. Memahami pendekatan diagnostik dari jatuh pada lansia.
g. Memahami penatalaksanaan jatuh pada lansia.
h. Memahami asuhan keperawatan pada lansia.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
KONSEP DASAR MEDIS
A. Pengertian
Jatuh merupakan masalah keperawatan utama pada lansia, yang menyebabkan cedera,
hambatan mobilitas dan kematian (Sattin, 2004). Selain cedera fisik yang berkaitan dengan
jatuh, individu dapat mengalami dampak psikologis, seperti takut terjatuh kembali,
kehilangan kepercayaan diri, peningkatan kebergantungan dan isolasi sosial (Downton dan
Andrews, 2006). Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata
yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai
atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Ruben,
2005).
Berdasarkan beberapa pengertian jatuh di atas, dapat disimpulkan bahwa jatuh adalah
kejadian tiba-tiba dan tidak disengaja yang mengakibatkan seseorang terbaring atau terduduk
di lantai dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka.

B. Etiologi
1. Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat mencetuskan fraktur.
2. Perubahan refleks baroreseptor
Cenderung membuat lansia mengalami hipotensi postural, menyebabkan pandangan
berkunang-kunang, kehilangan keseimbangan, dan jatuh.
3. Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap keadaan gelap dan penurunan
penglihatan perifer, ketajaman persepsi kedalaman, dan persepsi warna dapat
menyebabkan salah interpretasi terhadap lingkungan, dan dapat mengakibatkan lansia
terpeleset dan jatuh.
4. Gaya berjalan dan keseimbangan
berubah akibat penurunan fungsi sistem saraf, otot, rangka, sensori, sirkulasi dan
pernapasan. Semua perubahan ini mengubahpusat gravitasi, mengganggu keseimbangan
tubuh dan menyebabkan limbung, yang pada akhirnya mengakibatkan jatuh. Perubahan
keseimbangan dan properosepsi membua lansia sangat rentan terhadap perubahan
permukaan lantai (contoh lantai licin dan mengkilat). Akhirnya, usia yang sangat tua atau
penyakit parah dapat mengganggu fungsi refleks perlindungan dan membuat individu
yang bersangkutan berisiko terhadap jatuh (Lord, 2005).

C. Faktor Risiko
1. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan insiden jatuh termasuk proses penuaan dan
beberapa kondisi penyakit, termasuk penyakit jantung, stroke dan gangguan ortopedik serta
neurologik. Faktor intrinsik dikaitkan dengan insiden jatuh pada lansia adalah kebutuhan
eliminasi individu. Beberapa kasus jatuh terjadi saat lnsia sedang menuju, menggunakan atau
kembali dari kamar mandi. Perubahan status mental juga berhubungan dengan peningkatan
insiden jatuh. Faktor intrinsik lain yang menimbulkan resiko jatuh adalah permukaan lantai
yang meninggi, ketinggian tmpat tidur baik yang rendah maupun yang tinggi dan tidak ada
susut tangan ditempat yang strategis seperti kamar mandi dan lorong.

2. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik juga memengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh umumnya terjadi pada minggu
pertama hospitalisasi, yang menunjukkan bahaw megenali lingkungan sekitar dapat
mengurangi kecelakaan. Obat merupakan agen eksternal yang diberika kepada lansia dan
dapat digolongkan sebagai faktor risiko eksternal.obat yang memengaruhi sistem
kardiovaskular dan sistem saraf pusat meningkatkan risiko terjadinya jatuh, biasanya akibat
kemungkina hipotensi atau karena mengakibatkan perubahan status ,emtal. Laksatif juga
berpengaruh terhadap insida jatuh.
Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik cenderung menggunakan alat bantu
gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal, tongkat kaki empat dan walker. Pasien yang
menggunakan alat banu lebih mungkin jatuh dibandingkan dengan pasien yang tidak
menggunakan alat bantu. Penggunaan restrain mengakibatkan kelemahan otot dan konfusi,
yang merupakan faktor ekstrinsik terjadinya jatuh.

D. Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : ( Kane, 2005; Van – der
– Cammen, 2000 )
1. Perlukaan ( injury )
a.Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya
jaringan otot, robeknya arteri / vena.
b. Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ), humerus, lengan
bawah, tungkai bawah, kista.
c.Hematom subdural
2. Perawatan rumah sakit
a.Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi ).
b. Risiko penyakit – penyakit iatrogenik.
3. Disabilitas
a.Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik.
b. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak.

E. Pencegahan Terhadap Jatuh


1. Mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan, gaya berjalan, diberikan latihan
fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan fisik, koordinasi keseimbangan serta
mengatasi faktor lingkungan. Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan
badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat dan pindah posisi. Penilaian
goyangan badan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh, begitu pula dengan
penilaian apakah kekuatan otot ekstremitas bawah cukup untuk berjalan tanpa bantuan,
apakah lansia menapakkan kakinya dengan baik, tidak mudah goyah, dan mengangkat
kaki dengan benar saat berjalan. Kesemuanya itu harus diperbaiki bila terdapat
penurunan.
2. Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman, misalnya dengan
memindahkan benda berbahaya, peralatan rumah dibuat yang aman (stabil, ketinggian
disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan tangga) serta lantai yang tidak licin dan
penerangan yang cukup.
3. Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau penyakit yang baru. Apabila keadaan
lansia lemah atau lemas tunda kegiatan jalan sampai kondisi memungkinkan dan
usahakan pelan-pelan jika akan merubah posisi (Darmojo, 2009).

F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan menerapi
komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik, mengembalikan kepercayaan
diri penderita.
1. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi faktor risiko,
penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus terpadu dan
membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi,
rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosiomedik, arsitek dan keluarga penderita.
2. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena perbedaan
factor – factor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab merupakan
penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, sederhanma, dan langsung bisa
menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena
kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat
rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain
intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan
bepergian / aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.
3. Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan fungsional
terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot sehingga
memperbaiki nfungsionalnya. Sayangnya sering terjadi kesalahan, terapi rehabilitasi
hanya diberikan sesaat sewaktu penderita mengalami jatuh, padahal terapi ini diperlukan
terus – menerus sampai terjadi peningkatan kekuatan otot dan status fumgsional.
Penelitian yang dilakukan dalam waktu satu tahun di Amerika Serikat terhadap pasien
jatuh umur lebih dari 75 tahun, didapatkanpeningkatan kekuatan otot dan ketahanannya
baru terlihat nyata setelah menjalani terapi rehabilitasi 3 bulan, semakin lama lansia
melakukan latihan semakin baik kekuatannya.
4. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan difokuskan untuk
mengatasi / mengeliminasi penyebabnya/faktor yang mendasarinya. Penderita
dimasukkan dalam program gait training, latihan strengthening dan pemberian alat bantu
jalan. Biasanya program rehabilitasi ini dipimpin oleh fisioterapis. Program ini
sangatmembantu penderita dengan stroke, fraktur kolum femoris, arthritis,
Parkinsonisme.
5. Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit kardiovaskuler yang
mendasari, menghentikan obat – obat yang menyebabkan hipotensi postural seperti beta
bloker, diuretik, anti depresan, dll.
6. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah / tempat
kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh (Reuben,2005).

G. Pendekatan Diagnostik
Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesmen seperti dibawah ini
1. Riwayat Penyakit ( Jatuh )
Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau
keluarganya ( Kane,2005).
Anamnesis ini meliputi :
a. Seputar jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung,
berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang
makan, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang
menoleh tiba – tiba atau aktivitas lain.
b. Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar – debar, nyeri kepala tiba-tiba,
vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.
c. Kondisi komorbid yang relevan : pernah stroke, Parkinsonism, osteoporosis,
sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit sensorik.
d. Review obat – obatan yang diminum : antihipertensi, diuretik, autonomik
bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik.
e. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat – tempat
kegiatanny.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan ( panas / hipotermi )
b. Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran, nistagmus,
gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan, bising
c. Jantung : aritmia, kelainan katup
d. Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati perifer,
kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor.
e. Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi problem kaki
( podiatrik ), deformitas.

KONSEP DASAR ASKEP


A. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat:
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada
sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.Limitasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
Tanda :Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/kelaianan
pada sendi.
2. Kardiovaskular:
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas Ego:
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan, keputusan dan ketidakberdayaan
(situasi ketidakmampuan), ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi
( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/Cairan:
Gejala :  Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan
adekuat: mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah.
Tanda :   Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene:
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi,
ketergantungan.
6. Neurosensori:
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
7. Nyeri/Kenyamanan:
Gejala :  Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan
lunak pada sendi).
8. Keamanan:
Gejala :  Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan
dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan
menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
9. Interaksi Sosial:
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran;
isolasi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbataan rentang gerak.
2. Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan akibat jatuh

C. Intervensi
1. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbatasan rentang gerak
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
- Klien mampertahankan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal dan
fleksibilitas sendi-sendi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur.
Intervensi Keperawatan Rasional
Observasi tanda dan gejala penurunan Memberikan informasi sebagai dasar
mobilitas sendi, dan kehilangan dan pengawasan keefektifan intervensi.
ketahanan
Observasi status respirasi dan fungsi Memberikan informasi tentang status
jantung klien. respirasi dan fungsi jantung klien.
Observasi lingkungan terhadap bahaya- Mencegah risiko cedera pada lansia
bahaya keamanan yang potensial. Ubah
lingkungan untuk menurunkan bahaya-
bahaya keamanan.
Ajarkan tentang tujuan dan pentingnya Meningkatkan harga diri:
latiha meningkatkan rasa kontrol dan
kemandirian klien
Ajarkan penggunaan alat-alat bantu Membantu perawatan diri dan
yang tepat kemandirian pasien.

2. Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan akibat jatuh
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
- Klien menyatakan nyeri terkontrol
- Klien mampu membatasi fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur
- Klien mampu mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi
kompensasi tubuh.
- TTV dalam batas normal

Intervensi Keperawatan Rasional


1.     Evaluasi atau lanjutkan pemantauan Tingkat aktifitas atau latihan
tingkat inflamasi atau rasa sakit pada tergantung dari perkembangan atau
sendi. resolusi dari proses inflamasi
2.    Bantu dan ajari keluarga klien untuk     Istirahat sistemik dianjurkan selama
pertahankan istirahat tirah baring atau eksaserbasi akut dan seluruh fase
duduk jika diperlukan, jadwal aktifitas penyakit yang penting untuk
untuk memberikan periode istirahat mencegah kelelahan dan
yang terus menerus dan tidur dimalam mempertahankan kekuatan.
hari yang tidak terganggu.
3.    Bantu  dan ajari keluarga dengan    Mempertahankan atau menigkatkan
rentang gerak aktifatau pasif, demikian fungsi sendi, kekuatan otot dan
juga latihan resistif dan isometric jika stamina umum. Catatan: latihan yang
memungkinkan. tidak adekuat dapat menyebabkan
kekakuan sendi
4.    Ajari klien dan keluarga ubah posisi    Menghilangkan tekanan pada jaringan
dengan sering dengan personel cukup dan meningkatkan  sirkulasi, tehnik
serta demonstrasikan atau bantu tehnik pemindahan yang tepat dapat
pemindahan dan penggunaan bantuan mencegah robekan abrasi kulit.
mobilitas, mis: trapeze.
5.    Dorong klien mempertahankan postur    Memaksimalkan fungsi sendi,
tegak dan duduk tinggi, berdiri, mempertahankan mobilitas.
berjalan.
6.    Ajarkan keluarga untuk memberikan    Menghindari cedera akibat kecelakaan
lingkungan yang aman, mis: menaikkan atau jatuh.
kursi atau kloset, menggunakan
pegangan tangga pada bak atau
pancuran dan toilet, penggunaan alat
bantu mobilitas atau kursi roda

BAB III
ASKEP LANSIA DENGAN RESIKO JATUH
4.1 KASUS
Dalam kunjungan rumah di desa X di dapatkan seorang lansia A.n Ny.S(69thn) yang tinggal
bersama anaknya. Saat ditanya mengenai keluhan yang dialaminya lansia mengatakan sering
terpeleset saat ingin ke toilet, karna penglihatannya sudah berkurang, lansia juga mengatakan
bahwa merasa nyeri pada bagian yang jatuh karna sering terpeleset, wajah lansia terlihat
meringis kesakitan menunjukan daerah nyeri tersebut.

1.2 Pembahasan
1. Pengkajian
A. Data Biografi
Nama : Ny. S
Umur : 69 Tahun.
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Medan/Indonesia
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Tinggi badan/berat badan : TB : 150 cm BB : 45 kg
Penampilan umum : Baik
Alamat : Jl. Ahmad Yani
Orang yang mudah dihubungi : Tn. J
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat dan telepon : Jl. Ahmad Yani(021) 8678090

B. Riwayat Keluarga
Genogram

Ny.
M 60
Keterangan :
= Meninggal = Laki-laki

= Perempuan = Pasien = tinggal serumah

C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Guru mengaji
Pekerjaan sebelumnya :-
Sumber-sumber pendapatan : uang dari anak-anaknya
Kecukupan terhadap kebutuhan : Cukup

D. Riwayat Lingkungan Hidup


Type tempat tinggal : 16x8 m
Jumlah kamar :2
Kondisi tempat tinggal : Baik, namun lantai terlihat
Licin, penerangan kurang, tidak
ada pegangan tangan untuk toilet.
Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah :3
Derajat privasi : Aman
Tetangga terdekat : Baik
Alamat dan telepon :

E. Riwayat Rekreasi
Hobi/minat :-
Keanggotaan dalam organisasi :-
Liburan/perjalanan :-

F. Sistem Pendukung
Perawat/bidan/dokter/fisioterapi : dokter
Jarak dari rumah : 3 km
Rumah sakit : 6 km
Klinik :-
Pelayanan kesehatan dirumah :-
Makanan yang dihantarkan :-
Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga : keluarga merawat klien dengan
membawanya ke RS jika ada keluhan tentang kesehatan
G. Kebiasaan ritual(beribadah)
Rajin Sholat 5 waktu
H. Status Kesehatan Saat Ini
A. Obat-obatan: lansia sedang tidak minum obat apapun
B. Status imunisasi: -
C. Alergi: -
D. Penyakit yang di derita: -
I. Status kesehatan masalalu:
Klien mengatakan dua tahun lalu terkena hipertensi dan rutin mengonsumsi obat
diuretik
J. Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem)
1. Keadaan umum
Baik, klien tampak bersih
2. Tingkat kesadaran
 Refleks membuka mata (eye): Spontan = 4
 Respon Motorik (motorik):Respon baik dengan perintah: 6
 Respon Verbal (verbal) : Orientasi baik : 5
 Jumlah Nilai GCS = 15
 Interpretasi GCS : Normal (Compos Mentis)
3. Tanda-tanda vital
 TD :160/130 mmHg
 Nadi : 80 kali/menit
 RR : 18 kali/menit
 Suhu : 36,5 ° C
4. Sistem kardiovaskuler
 Inspeksi: ictus cordis pada ICS-5 pada linea medio klavikularis kiri
 Palpasi: teraba ictus kordis dengan telapak jari II-III-IV dan lebar iktus kordis
1 cm
 Perkusi:
-batas atas jantung : ICS 3
-batas kanan : linea midsternalis dextra
-batas kiri : mid aksilaris sinistra
 Auskultasi : bunyi jantung I dan II terkesan murni,tunggal,irama jantung
teratur
5. Sistem pernafasan
 Inspeksi : dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu nafas
 Palpasi : tidak ada pembesaran abnormal, fremitus taktil normal
 Perkusi : bunyi normal, resonan/vesikuler, suara paru ka/ki sama dan
seimbang
 Auskultasi : tidak ada ronkhi, wheezing, krekels basah
6. Sistem integumen
- Inspeksi: tekstur kulit terlihat kendur, keriput (+)
- Palpasi: turgor baik
- Inspeksi : baik
7. Sistem perkemihan
 Inspeksi : -
 Palpasi : tidak terdapat distensi pada kandung kemih
8. Sistem muskuloskeletal
 ROM klien baik/penuh
 Ekstremitas bawah : Kekuatan otot kaki kiri dan kanan sama yaitu pada skala
5
 ada nyeri pada bagian bokong akibat terjatuh skala 5
9. Sistem endokrin
- Klien mengatakan tidak menderita kencing manis.
- Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar
10. Sistem immune
- Klien mengatakan sudah lengkap imunisasi
- Riwayat penyakit yang berkaitan dengan imunisasi tidak ada
11. Sistem gastrointestinal
 Bising usus normal pada auskultasi abdomen
 Klien mengatakan tidak ada kesulitan mengunyah makanan
12. Sistem reproduksi
- Klien mempunyai 2 orang anak dari hasil pernikahannya, riwayat berhenti
menstruasi 7 tahun yang lalu.
13. Sistem persyarafan
 N I (Olfaktorius): fungsi penghindungan/ penciuman
Ketika pasien diminta menutup mata dan menutup salah satu lubang hidung
kemudian disuruh untuk mencium bau kopi, pasien dapat menyebutkan
dengan benar
 N II (Optikus) fungsi penglihatan pasien dapat menyebutkan angka yang
ditunjukkan pada jarak 1 meter
 N III, IV, VI (Okulomotorius, Troklearis, abdusens)
Ukuran pupil kiri kanan sama (Isokor) Refleks cahaya lambat, bola mata
mampu digerakkan kesegala arah
 N V ( Trigeminus)
Sensorik : Pasien dapat merasakan usapan kapas pada daerah pipi dengan mata
tertutup setelah dilakukan berulang – ulang
Motorik : Terdapat gerakan tonus muskulus maseter ketika ketika pasien
mengunyah
 N. VII
Sensorik : Pasien dapat merasakan teh manis yang diberikan
Motorik : Pasien dapat menaikan alis mata dan mengerutkan dahi
 N.VIII
Pasien dapat mendengar detakan jam perawat ketika diletakkan dibelakang
telinga
 N.IX
Kemampuan menelan baik walaupun dilakukan perlahan – lahan ketika
minum
 N. X
Gerakan uvula saat pasien mengatakan “ah” dan letak uvula ditengah
 N. XI
Pasien mampu menggerakan bahu kiri dan kanan dengan perlahan – lahan
 N. XII
Pasien dapat menjulurkan lidah keluar dan gerakan lidah mendorong pipi kiri
dan kanan dari arah dalam.

Aktivitas Hidup Sehari-hari (berdasarkan indeks Katz, disimpulkan Skore..)


K. Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz

1 Mandi Dapat mengerjakan sendiri


2 Berpakaian Seluruhnya tanpa bantuan
3 Pergi ke toilet Memerlukan bantuan
4 Berpindah (berjalan) Tanpa bantuan
5 BAB dan BAK Kadang-kadang ngompol / defekasi di tempat tidur
6 Makan Tanpa bantuan

Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan kebutuhan ADL klien diskor dengan A


karena berdasarkan pengamatan, klien hanya mampu memenuhi seluruh kebutuhan
dasarnya.

L. Pemeriksaan status kognitif/afektif/sosial


1. Status kognitif/afektif
- Short potable mental status questionaire (SPMSQ) dengan skor: 10, fungsi
intelektual utuh
- Mini mental state exam (MMSE) dengan skor: 25, aspek kognitif dari fungsi
mental dalam keadaan baik
- Inventaris depresi beck, dengan skor: 3. Tidak ada tanda-tanda depresi pada
klien.
2. Status sosial
- Apgar keluarga dengan lansia, skor: 8 dimana fungsi social klien dalam keadaan
normal

Analisa Data
Data Masalah Etiologi
DS : Resiko Penglihatan
 lansia mengatakan sering terpeleset saat ingin ke Tinggi berkurang,
toilet kejadian lingkungan
 lansia mengatakan penglihatannya sudah berkurang Jatuh rumah yang
berulang tidak
DO : mendukung
 lantai terlihat Licin, penerangan kurang, tidak ada
pegangan tangan untuk toilet.
 N.II (Optikus) fungsi penglihatan
Pasien dapat menyebutkan angka yang ditunjukan
pada jarak 1 meter
 N.III,IV,VI(Okulomotorius,Troklearis,Abdusens)
Ukuran pupil kiri kanan sama (Isokor) Refleks
cahaya lambat
DS : Nyaman trauma
 lansia juga mengatakan bahwa merasa nyeri pada /Nyeri jaringan akibat
bagian yang jatuh karna sering terpeleset jatuh
DO :
 wajah lansia terlihat meringis kesakitan menunjukan
daerah nyeri tersebut
 TD :160/130 mmHg
 Nadi : 80 kali/menit
 RR : 18 kali/menit
 Sistem muskuloskeletal: ada nyeri pada bagian
bokong akibat terjatuh skala 5

2. Diagnosa Keperawatan
 Resiko Tinggi kejadian Jatuh berulang b.d Penglihatan berkurang, lingkungan rumah
yang tidak mendukung
 Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan akibat jatuh
3. Intervensi
Resiko Tinggi kejadian Jatuh berulang b.d Penglihatan berkurang, lingkungan rumah
yang tidak mendukung
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam klien mampu untuk menurunkan
risiko jatuh pada diri klien. Ditandai dengan:
1. Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan
cidera.
2. Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu,
3. Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.


Intervensi Rasional
 Lakukan modifikasi lingkungan  Modifiasi lingkungan dapat
agar lebih aman menurukan risiko jatuh pada
 Ajarkan klien tentang upaya pasien.
pencegahan cidera
(menggunakan pencahayaan  Meningkatkan kemandirian
yang baik,pengunaan alat bantu pasien untuk mencegah risiko
jalan seperti tongkat jatuh.
,mengunakan kacamata dll).

2. Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan akibat jatuh
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
- Klien menyatakan nyeri terkontrol
- Klien mampu membatasi fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur
- Klien mampu mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi
kompensasi tubuh.
- TTV dalam batas normal

Intervensi Keperawatan Rasional


1.     Evaluasi atau lanjutkan pemantauan Tingkat aktifitas atau latihan
tingkat inflamasi atau rasa sakit pada tergantung dari perkembangan atau
daerah jatuh resolusi dari proses inflamasi
2.    Bantu dan ajari keluarga klien untuk     Istirahat sistemik dianjurkan selama
pertahankan istirahat tirah baring atau eksaserbasi akut dan seluruh fase
duduk jika diperlukan, jadwal aktifitas penyakit yang penting untuk
untuk memberikan periode istirahat mencegah kelelahan dan
yang terus menerus dan tidur dimalam mempertahankan kekuatan.
hari yang tidak terganggu.
3.    Bantu  dan ajari keluarga dengan    Mempertahankan atau menigkatkan
rentang gerak aktifatau pasif, demikian fungsi sendi, kekuatan otot dan
juga latihan resistif dan isometric jika stamina umum. Catatan: latihan yang
memungkinkan. tidak adekuat dapat menyebabkan
kekakuan sendi
4.    Ajari klien dan keluarga ubah posisi    Menghilangkan tekanan pada jaringan
dengan sering dengan personel cukup dan meningkatkan  sirkulasi, tehnik
serta demonstrasikan atau bantu tehnik pemindahan yang tepat dapat
pemindahan dan penggunaan bantuan mencegah robekan abrasi kulit.
mobilitas, mis: trapeze
Ajarkan keluarga untuk memberikan    Menghindari cedera akibat kecelakaan
lingkungan yang aman, mis: menaikkan atau jatuh.
kursi atau kloset, menggunakan
pegangan tangga pada bak atau
pancuran dan toilet, penggunaan alat
bantu mobilitas atau kursi roda
Kolaborasi dengan dokter pemberian
obat nyeri

kl

1. Evaluasi keperawatan
S : lansia mengatakan sudah memodifikasi lingkungan dan memakai alat bantu
jalan dan melihat, pasien juga mengatakan tidak merasa nyeri lagi
O : - lantai tidak licin, pencahyaan baik, tepasang pegangan di toilet, pasien memakai
tingkat dan kacamata, pasien terlihat baik dan tidak merasa nyeri
A :  Masalah teratasi
P :  Masalah teratasi pasien pulang.
BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Jatuh merupakan salah satu geriatric giant, sering terjadi pada usia lanjut, penyebab
tersering adalah masalah di dalam dirinya sendiri ( gangguan gait, sensorik, kognitif, sistem
syaraf pusat ) didukung oleh keadaan lingkungan rumahnya yang berbahaya ( alat rumah
tangga yang tua / tidak stabil, lantai yang licin dan tidak rata, dll ).
Jatuh sering mengakibatkan komplikasi dari yang paling ringan berupa memar dan
keseleo sampai dengan patah tulang bahkan kematian, oleh karena itu harys dicegah agar
jatuh tidak terjadi berulang-ulang,dengan cara identifikasi faktor risiko, penilaian
keseimbangan dan gaya berjalan, serta mengatur / mengatasi faktor situasional. Pada
prinsipnya mencegah terjadinyajatuh pada usia lanjut sangat penting dan lebih utama
daripada mengobati akibatnya.

B.       Saran
Sebagai seorang mahasiswa harus lebih banyak lagi belajar dan bertanya agar lebih bisa
mengerti dan memahami tentang keselamatan pasien ini. Karena ini merupakan salah satu hal
pokok yang harus dikuasai

DAFTAR PUSTAKA

Gallo, Joseph.1998. Buku Saku Gerontologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Nugroho, Wahjudi.1995. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai