OLEH :
NIM : 170204065
Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul ASKEP
LANSIA DENGAN GANGGUAN RESIKO JATUHdengan baik. Selesainya
penyusunan ini berkat bantuan bimbingan, arahan, petunjuk, dorongan maupun
material dari berbagai pihak ;
COVER Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
BAB II TINJAUAN TEORITIS 3
BAB III ASKEP LANSIA RESIKO JATUH………….…………………3
BAB IV PENUTUP 30
3.1 Kesimpulan 30
3.2 Saran 30
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau
ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis,
psikologis maupun sosio budaya. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan
yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya
kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.Upaya Kesehatan adalah
setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan
oleh pemerintah dan atau masyarakat.Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.Penerima Pelayanan
Kesehatan adalah setiap orang yang melakukan konsultasi tentang kesehatan
untukmemperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung
maupun tidak langsung kepadatenaga kesehatan.(Undang-undang Kesehatan
No.36 tahun, 2014).
Lanjut Usia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai
dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika
manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan
melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas
dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru
dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkunganya (Darmojo, 2009).
Penyakit pada usia lanjut dengan gejala khas yaitu multipatologi (lebih dari
satu penyakit), kemampuan fisiologis tubuh yang sudah menurun, tampilan gejala
yang tidak khas/menyimpang, dan penurunan status fungsional (kemampuan
kreraktivitas). Penyakit-penyakit yang ditemukan pada pasien geriatri umumnya
adalah penyakit degeneratif kronik (Kane, 2008).
Pengertian penyakit degeneratif secara umum dikatakan bahwa penyakit ini
merupakan proses penurunan fungsi organ tubuh yang umumnya terjadi pada usia
tua. Namun ada kalanya juga bisa terjadi pada usia muda, akibat yang ditimbulkan
adalah penurunan derajat kesehatan yang biasanya diikuti dengan penyakit.
Akibat yang paling bahaya dari penyakit ini adalah rasa sakit dan juga sangat
menyita biaya terutama saat masa tua, dan bisa juga akan berakhir dengan
kematian (Darmojo, 2009).
Setiap orang pasti ingin memiliki masa tua yang bahagia tetapi keinginan
tidaklah selalu dapat menjadi nyata. Pada kehidupan nyata, banyak sekali lansia-
lansia yang menjadi depresi, stress, dan berpenyakitan. Banyak kita temukan
lansia yang dikirim ke panti jompo dan tidak terurus oleh keluarga, ada lansia
yang diasingkan dari kehidupan anak cucunya meskipun hidup dalam lingkungan
yang sama, ada lansia yang masih harus bekerja keras meskipun sudah tua, dan
masih banyak hal-hal lainnya yang menjadi penyebab gangguan keselamatan dan
keamanan (Lueckenotte, 2005).
Keselamatan dan keamanan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang
terhindari dari ancaman bahaya atau kecelakaan, keadaan aman dan tentram.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan keselamatan dan keamanan yaitu
usia, tingkat kesadaran, emosi, status mobilisasi, gangguan sensori,informasi /
komunikasi, penggunaan antibiotik yang tidak rasional, keadaan imunitas,
ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi sel darah putih, status nutrisi, tingkat
pengetahuan.
Jatuh merupakan masalah fisik yang sering terjadi pada lansia, dengan
bertambahnya usia kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuh pun menurun. Jatuh dan
kecelakaan pada lansia merupakan penyebab kecacatan yang utama. Jatuh adalah
kejadian secara tiba-tiba dan tidak disengaja yang mengakibatkan seseorang
mendadak terbaring atau terduduk dilantai (Maryam, 2008).
Berdasarkan penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah
mencapai angka 11.4% atau tercatat sekitar 28.8 juta orang yang menyebabkan
jumlah penduduk lansia terbesar di dunia (BPS, 2007). Insiden jatuh di Indonesia
tercatat dari 115 penghuni panti sebanyak 30 lansia atau sekitar 43.47%
mengalami jatuh. Kejadian jatuh pada lansia dipengaruhi oleh faktor intrinsik
seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan
sendi, sinkope dan dizziness, serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan
tidak rata, tersandung benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang
terang dan lain-lain (Darmojo, 2009).
Penyebab jatuh pada lansia adalah penyakit yang sedang diderita, seperti
hipertensi, stroke, sakit kepala/pusing, nyeri sendi, reumatik dan diabetes.
Perubahan-perubahan akibat proses penuaan seperti penurunan pendengaran,
penglihatan, status mental, lambatnya pergerakan, hidup sendiri, kelemahan otot
kaki bawah, gangguan keseimbangan dan gaya berjalan. Faktor lingkungan terdiri
dari penerangan yang kurang, bendabenda dilantai (tersandung karpet), tangga
tanpa pagar, tempat tidur atau tempat buang air yang terlalu rendah, lantai yang
tidak rata, licin serta alat bantu jalan yang tidak tepat. Jatuh (falls) merupakan
suatu masalah yang sering terjadi pada lansia (Maryam, 2008).
Faktor risiko jatuh meliputi faktor intrinsik dan ekstrinsik, faktor intrinsik
antara lain sistem saraf pusat, demensia, gangguan sistem sensorik, gangguan
sistem kardiovaskuler, gangguan metabolisme, dan gangguan gaya berjalan.
Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan, aktifitas, dan obat-obatan, selama proses
menua, lansia mempunyai konsekuensi untuk jatuh salah satu masalah kesehatan
yang sering terjadi pada lansia adalah instabilitas yaitu berdiri dan berjalan tidak
stabil atau mudah jatuh. Jatuh dianggap sebagai konsekuensi alami tetapi jatuh
bukan merupakan bagian normal dari proses penuaan (Stanley, 2006).
Upaya pencegahan perlu dilakukan untuk meminimalisir kejadian jatuh pada
lansia. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada
lansia, mengidentifikasi faktor risiko dilakukan untuk mencari adanya faktor
intrinsik risiko jatuh, keadaan lingkungan rumah yang berbahaya yang dapat
menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan
dilakukan untuk berpindah tempat dan pindah posisi, penilaian postural sangat
diperlukan untuk mengurangi faktor penyebab terjadinya risiko jatuh, serta
mengatur atau mengatasi fraktur situasional dapat dicegah dengan melakukan
pemeriksaaan rutin kesehatan lansia secara periodik (Mariyam, 2008).
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien gerontikdengan gangguan
keamanan : resiko jatuh.
2. Tujuan Khusus
a.Memahami pengertian dari resiko jatuh.
b. Memahami penyebab dari jatuh pada lansia.
c.Memahami faktor risiko jatuh pada lansia.
d. Memahami pencegahan jatuh pada lansia.
e.Memahami komplikasi jatuh pada lansia.
f. Memahami pendekatan diagnostik dari jatuh pada lansia.
g. Memahami penatalaksanaan jatuh pada lansia.
h. Memahami asuhan keperawatan pada lansia.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
KONSEP DASAR MEDIS
A. Pengertian
Jatuh merupakan masalah keperawatan utama pada lansia, yang menyebabkan
cedera, hambatan mobilitas dan kematian (Sattin, 2004).
Selain cedera fisik yang berkaitan dengan jatuh, individu dapat mengalami
dampak psikologis, seperti takut terjatuh kembali, kehilangan kepercayaan diri,
peningkatan kebergantungan dan isolasi sosial (Downton dan Andrews, 2006).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata
yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka (Ruben, 2005).
Berdasarkan beberapa pengertian jatuh di atas, dapat disimpulkan bahwa jatuh
adalah kejadian tiba-tiba dan tidak disengaja yang mengakibatkan seseorang
terbaring atau terduduk di lantai dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau
luka.
B. Etiologi
1. Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat mencetuskan
fraktur.
2. Perubahan refleks baroreseptor
Cenderung membuat lansia mengalami hipotensi postural, menyebabkan
pandangan berkunang-kunang, kehilangan keseimbangan, dan jatuh.
3. Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap keadaan gelap dan
penurunan penglihatan perifer, ketajaman persepsi kedalaman, dan persepsi
warna dapat menyebabkan salah interpretasi terhadap lingkungan, dan dapat
mengakibatkan lansia terpeleset dan jatuh.
4. Gaya berjalan dan keseimbangan
berubah akibat penurunan fungsi sistem saraf, otot, rangka, sensori, sirkulasi
dan pernapasan. Semua perubahan ini mengubahpusat gravitasi, mengganggu
keseimbangan tubuh dan menyebabkan limbung, yang pada akhirnya
mengakibatkan jatuh. Perubahan keseimbangan dan properosepsi membua
lansia sangat rentan terhadap perubahan permukaan lantai (contoh lantai licin
dan mengkilat). Akhirnya, usia yang sangat tua atau penyakit parah dapat
mengganggu fungsi refleks perlindungan dan membuat individu yang
bersangkutan berisiko terhadap jatuh (Lord, 2005).
C. Faktor Risiko
1. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan insiden jatuh termasuk proses
penuaan dan beberapa kondisi penyakit, termasuk penyakit jantung, stroke dan
gangguan ortopedik serta neurologik.
Faktor intrinsik dikaitkan dengan insiden jatuh pada lansia adalah kebutuhan
eliminasi individu. Beberapa kasus jatuh terjadi saat lnsia sedang menuju,
menggunakan atau kembali dari kamar mandi. Perubahan status mental juga
berhubungan dengan peningkatan insiden jatuh.
Faktor intrinsik lain yang menimbulkan resiko jatuh adalah permukaan lantai
yang meninggi, ketinggian tmpat tidur baik yang rendah maupun yang tinggi dan
tidak ada susut tangan ditempat yang strategis seperti kamar mandi dan lorong.
2. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik juga memengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh umumnya terjadi
pada minggu pertama hospitalisasi, yang menunjukkan bahaw megenali
lingkungan sekitar dapat mengurangi kecelakaan.
Obat merupakan agen eksternal yang diberika kepada lansia dan dapat
digolongkan sebagai faktor risiko eksternal.obat yang memengaruhi sistem
kardiovaskular dan sistem saraf pusat meningkatkan risiko terjadinya jatuh,
biasanya akibat kemungkina hipotensi atau karena mengakibatkan perubahan
status ,emtal. Laksatif juga berpengaruh terhadap insida jatuh.
Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik cenderung menggunakan
alat bantu gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal, tongkat kaki empat dan
walker. Pasien yang menggunakan alat banu lebih mungkin jatuh dibandingkan
dengan pasien yang tidak menggunakan alat bantu.
Penggunaan restrain mengakibatkan kelemahan otot dan konfusi, yang
merupakan faktor ekstrinsik terjadinya jatuh.
D. Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : ( Kane,
2005; Van – der – Cammen, 2000 )
1. Perlukaan ( injury )
a.Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
b. Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ),
humerus, lengan bawah, tungkai bawah, kista.
c.Hematom subdural
2. Perawatan rumah sakit
a.Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi ).
b. Risiko penyakit – penyakit iatrogenik.
3. Disabilitas
a.Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik.
b. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak.
F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan
menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik,
mengembalikan kepercayaan diri penderita.
1. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi faktor
risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini
harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik,
neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosiomedik,
arsitek dan keluarga penderita.
2. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena
perbedaan factor – factor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila
penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah,
sederhanma, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif.
Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial
sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat rehabilitasi, perbaikan
lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain intervensi
diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan
bepergian / aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.
3. Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan
fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
sehingga memperbaiki nfungsionalnya. Sayangnya sering terjadi kesalahan,
terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat sewaktu penderita mengalami jatuh,
padahal terapi ini diperlukan terus – menerus sampai terjadi peningkatan
kekuatan otot dan status fumgsional. Penelitian yang dilakukan dalam waktu
satu tahun di Amerika Serikat terhadap pasien jatuh umur lebih dari 75 tahun,
didapatkanpeningkatan kekuatan otot dan ketahanannya baru terlihat nyata
setelah menjalani terapi rehabilitasi 3 bulan, semakin lama lansia melakukan
latihan semakin baik kekuatannya.
4. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan difokuskan
untuk mengatasi / mengeliminasi penyebabnya/faktor yang mendasarinya.
Penderita dimasukkan dalam program gait training, latihan strengthening dan
pemberian alat bantu jalan. Biasanya program rehabilitasi ini dipimpin oleh
fisioterapis. Program ini sangatmembantu penderita dengan stroke, fraktur
kolum femoris, arthritis, Parkinsonisme.
5. Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit
kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat – obat yang menyebabkan
hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti depresan, dll.
6. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah /
tempat kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh (Reuben,2005).
G. Pendekatan Diagnostik
Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesmen seperti dibawah ini
1. Riwayat Penyakit ( Jatuh )
Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh
atau keluarganya( Kane,2005).
Anamnesis ini meliputi :
a. Seputar jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset,
tersandung, berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri
dari jongkok, sedang makan, sedang buang air kecil atau besar,
sedang batuk atau bersin, sedang menoleh tiba – tiba atau aktivitas
lain.
b. Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar – debar, nyeri kepala
tiba-tiba, vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak
nafas.
c. Kondisi komorbid yang relevan : pernah stroke, Parkinsonism,
osteoporosis, sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi,
defisit sensorik.
d. Review obat – obatan yang diminum : antihipertensi, diuretik,
autonomik bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik,
psikotropik.
e. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat
– tempat kegiatanny.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan ( panas / hipotermi )
b. Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran,
nistagmus, gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan, bising
c. Jantung : aritmia, kelainan katup
d. Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati
perifer, kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor.
e. Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi
problem kaki ( podiatrik ), deformitas.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbataan
rentang gerak.
2. Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan
akibat jatuh
C. Intervensi
1. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbatasan
rentang gerak
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
- Klien mampertahankan kekuatan dan ketahanan sistem
muskuloskeletal dan fleksibilitas sendi-sendidibuktikan oleh tidak
adanya kontraktur.
Intervensi Keperawatan Rasional
Observasi tanda dan gejala penurunan Memberikan informasi sebagai dasar
mobilitas sendi, dan kehilangan dan pengawasan keefektifan intervensi.
ketahanan
Observasi status respirasi dan fungsi Memberikan informasi tentang status
jantung klien. respirasi dan fungsi jantung klien.
Observasi lingkungan terhadap bahaya- Mencegah risiko cedera pada lansia
bahaya keamanan yang potensial. Ubah
lingkungan untuk menurunkan bahaya-
bahaya keamanan.
Ajarkan tentang tujuan dan pentingnya Meningkatkan harga diri:
latiha meningkatkan rasa kontrol dan
kemandirian klien
Ajarkan penggunaan alat-alat bantu Membantu perawatan diri dan
yang tepat kemandirian pasien.
Ny. M 60
thn
Keterangan :
= Meninggal = Laki-laki
C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Guru Agama
Pekerjaan sebelumnya :-
Sumber-sumber pendapatan : uang dari anak-anaknya
Kecukupan terhadap kebutuhan : Cukup
E. Riwayat Rekreasi
Hobi/minat :-
Keanggotaan dalam organisasi :-
Liburan/perjalanan :-
F. Sistem Pendukung
Perawat/bidan/dokter/fisioterapi : Dokter
Jarak dari rumah : 2 km
Rumah sakit : 6 km
Klinik :-
Pelayanan kesehatan dirumah :-
Makanan yang dihantarkan :-
Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga : keluarga merawat
klien dengan membawanya ke RS jika ada keluhan tentang kesehatan
G. Kebiasaan ritual (beribadah)
Rajin Perkumpulan Gereja
H. Status Kesehatan Saat Ini
A. Obat-obatan : lansia sedang tidak minum obat apapun
B. Status imunisasi: -
C. Alergi : -
D. Penyakit yang di derita: -
I. Status kesehatan masa lalu:
Klien mengatakan dua tahun lalu terkena hipertensi dan rutin mengonsumsi
obat diuretik
J. Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem)
1. Keadaan umum
Baik, klien tampak bersih
2. Tingkat kesadaran
Refleks membuka mata (eye): Spontan = 4
Respon Motorik (motorik):Respon baik dengan perintah: 6
Respon Verbal (verbal) : Orientasi baik : 5
Jumlah Nilai GCS = 15
Interpretasi GCS : Normal (Compos Mentis)
3. Tanda-tanda vital
TD :150/120 mmHg
Nadi : 70 kali/menit
RR : 18 kali/menit
Suhu : 36,5 ° C
4. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi: ictus cordis pada ICS-5 pada linea medio klavikularis
kiri
Palpasi: teraba ictus kordis dengan telapak jari II-III-IV dan lebar
iktus kordis 1 cm
Perkusi:
- batas atas jantung : ICS 3
- batas kanan : linea midsternalis dextra
- batas kiri : mid aksilaris sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II terkesan murni,tunggal,irama
jantung teratur
5. Sistem pernafasan
Inspeksi : dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu nafas
Palpasi : tidak ada pembesaran abnormal, fremitus taktil normal
Perkusi : bunyi normal, resonan/vesikuler, suara paru ka/ki sama
dan seimbang
Auskultasi : tidak ada ronkhi, wheezing, krekels basah
6. Sistem integumen
- Inspeksi: tekstur kulit terlihat kendur, keriput (+)
- Palpasi: turgor baik
- Inspeksi : baik
7. Sistem perkemihan
Inspeksi : -
Palpasi : tidak terdapat distensi pada kandung kemih
8. Sistem muskuloskeletal
ROM klien baik/penuh
Ekstremitas bawah : Kekuatan otot kaki kiri dan kanan sama yaitu
pada skala 5
ada nyeri pada bagian bokong akibat terjatuh skala 5
9. Sistem endokrin
- Klien mengatakan tidak menderita kencing manis.
- Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar
10. Sistem immune
- Klien mengatakan sudah lengkap imunisasi
- Riwayat penyakit yang berkaitan dengan imunisasi tidak ada
11. Sistem gastrointestinal
Bising usus normal pada auskultasi abdomen
Klien mengatakan tidak ada kesulitan mengunyah makanan
12. Sistem reproduksi
- Klien mempunyai 2 orang anak dari hasil pernikahannya, riwayat
berhenti menstruasi 7 tahun yang lalu.
13. Sistem persyarafan
N.I (Olfaktorius) : fungsi penghidungan / penciuman
Ketika pasien diminta menutup mata dan menutup salah satu
lubang hidung kemudian disuruh untuk menghidu bau kopi, pasien
dapat menyebutkan dengan benar
N.II (Optikus) fungsi penglihatan
Pasien dapat menyebutkan angka yang ditunjukan pada jarak 1
meter
N.III,IV,VI(Okulomotorius,Troklearis,Abdusens)
Ukuran pupil kiri kanan sama (Isokor) Refleks cahaya lambat,bola
mata mampu digerakkan ke segala arah.
N.V(Trigeminus)
Sensorik : Pasien dapat merasakan usapan kapas pada daerah pipi
dengan mata tertutup setelah dilakukan berulang-ulang
Motorik : Terdapat gerakan tonus muskulus maseter ketika pasien
disuruh mengunyah
N.VII(Fascialis)
Sensorik : Pasien dapat merasakan teh manis yang diberikan
Motorik : Pasien dapat menaikan alis mata dan mengerutkan dahi
N.VIII(Akustikus)
Pasien dapat mendengar detakan jam perawat ketika diletakan
dibelakang telinga
N.IX(Glossofaringeus)
Kemampuan menelan baik walaupun dilakukan perlahan-lahan
ketika minum air
N.X(Vagus)
Gerakan uvula saat pasien mengatakan “ah” dan letak uvula di
tengah
N.XI(Assesorius)
Pasien mampu menggerakan bahu kiri dan kanan dengan perlahan-
lahan
N.XII(Hypoglosus)
Pasien dapat menjulurkan lidah keluar ,dan gerakan lidah
mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam
Aktivitas Hidup Sehari-hari (berdasarkan indeks Katz,
disimpulkan Skore.)
K. Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz
Analisa Data
Data Masalah Etiologi
DS : Resiko Penglihatan
Tinggi berkurang,
lansia mengatakan sering terpeleset saat ingin ke
kejadian lingkungan
toilet
Jatuh rumah yang
lansia mengatakanpenglihatannya sudah berkurang
berulang tidak
DO :
mendukung
lantai terlihat Licin, penerangan kurang, tidak ada
pegangan tangan untuk toilet.
N.II (Optikus) fungsi penglihatan
Pasien dapat menyebutkan angka yang ditunjukan
pada jarak 1 meter
N.III,IV,VI(Okulomotorius,Troklearis,Abdusens)
Ukuran pupil kiri kanan sama (Isokor) Refleks
cahaya lambat
DS : Nyaman trauma
/Nyeri jaringan akibat
lansia juga mengatakan bahwa merasa nyeri pada
jatuh
bagian yang jatuh karna sering terpeleset
DO :
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Tinggi kejadian Jatuh berulang b.d Penglihatan berkurang,
lingkungan rumah yang tidak mendukung
Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan akibat
jatuh
3. Intervensi
Resiko Tinggi kejadian Jatuh berulang b.d Penglihatan berkurang,
lingkungan rumah yang tidak mendukung
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam klien mampu untuk
menurunkan risiko jatuh pada diri klien. Ditandai dengan:
Intervensi Rasional
Lakukan modifikasi Modifiasi lingkungan dapat
lingkungan agar lebih aman menurukan risiko jatuh pada
Ajarkan klien tentang upaya pasien.
pencegahan cidera
(menggunakan pencahayaan
Meningkatkan kemandirian
yang baik,pengunaan alat
pasien untuk mencegah
bantu jalan seperti
risiko jatuh.
tongkat ,mengunakan
kacamata dll).
kl
1. Evaluasi keperawatan
S : lansia mengatakan sudah memodifikasi lingkungan dan memakai alat
bantu jalan dan melihat, pasien juga mengatakan tidak merasa nyeri
lagi
O : - lantai tidak licin, pencahyaan baik, tepasang pegangan di toilet, pasien
memakai tingkat dan kacamata, pasien terlihat baik dan tidak merasa nyeri
A : Masalah teratasi
P : Masalah teratasi pasien pulang.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jatuh merupakan salah satu geriatric giant, sering terjadi pada usia lanjut,
penyebab tersering adalah masalah di dalam dirinya sendiri ( gangguan gait,
sensorik, kognitif, sistem syaraf pusat ) didukung oleh keadaan lingkungan
rumahnya yang berbahaya ( alat rumah tangga yang tua / tidak stabil, lantai yang
licin dan tidak rata, dll ).
Jatuh sering mengakibatkan komplikasi dari yang paling ringan berupa memar
dan keseleo sampai dengan patah tulang bahkan kematian, oleh karena itu harys
dicegah agar jatuh tidak terjadi berulang-ulang,dengan cara identifikasi faktor
risiko, penilaian keseimbangan dan gaya berjalan, serta mengatur / mengatasi
faktor situasional.
Pada prinsipnya mencegah terjadinyajatuh pada usia lanjut sangat penting dan
lebih utama daripada mengobati akibatnya.
B. Saran
Sebagai seorang mahasiswa harus lebih banyak lagi belajar dan bertanya agar
lebih bisa mengerti dan memahami tentang keselamatan pasien ini.Karena ini
merupakan salah satu hal pokok yang harus dikuasai.
DAFTAR PUSTAKA