Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Konsep Resiko Jatuh
a. Pengertian
Risiko jatuh merupakan suatu kejadian yang baru akan
terjadi yang dapat menyebabkan seseorang terjatuh ke tanah yang
terjadi berlawanan dengan kehendak mereka. Seseorang bisa
terjatuh ke lantai atau tanah, atau jatuh dan menghantam suatu
objek seperti kursi atau tangga yang menyebabkan seseorang
beristirahat secara tidak sengaja di tanah atau tingkat yang lebih
rendah lainnya. Meningkatnya risiko jatuh merupakan
permasalahan yang sering terjadi pada lansia akibat dari terjadinya
perubahan fungsi organ, penyakit, dan lingkungan. Sekitar 30%
sampai dengan 40% lansia yang berusia lebih dari 65 tahun
memiliki risiko jatuh dan mengalami jatuh setiap tahunnya. Insiden
jatuh terus meningkat dari usia menengah dan puncak pada orang
yang berusia lebih dari 80 tahun.1
Jatuh adalah kejadian yang mengakibatkan seseorang
mendadak berbaring atau terduduk dilantai atau tempat yang lebih
rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka. salah
satu tes untuk gaya berjalan dan keseimbangan adalah the time go
test. lansia di minta bangkit dari kursi, berjalan tiga meter, ber
balik, dan jalan, lalu duduk kembali, tanpa di bantu orang lain,
tetapi diperbolehkan memakai alat bantu yang biasa dipakai,
misalnya tongkat. skor waktu lebih dari 30 detik menunjukan
gangguan berjalan dengan mempunyai risiko jatuh.
b. Etiologi Resiko Jatuh
Risiko jatuh itu sendiri adalah peningkatan kemungkinan
untuk jatuh yang dapat menyebabkan cedera fisik. Risiko jatuh
adalah pasien yang berisiko untuk jatuh yang umumnya disebabkan
oleh faktor lingkungan dan fisiologis yang dapat berakibat cedera.
Kategori risiko jatuh terbagi tiga, yaitu risiko jatuh rendah, risiko
jatuh sedang, dan risiko jatuh tinggi.2
Penyebab terjadinya risiko jatuh bisa disebabkan oleh faktor
intrinsik berupa riwayat jatuh sebelumnya, penurunan ketajaman
penglihatan, perilaku dan sikap berjalan, sistem muskuloskeletal,
status mental, penyakit akut, dan penyakit kronik. Dari segi faktor
ekstrinsik bisa berupa pengobatan, kamar mandi, desain bangunan,
kondisi permukaan lantai, kurang pencahayaan.2

c. Faktor yang Mempengaruhi Resiko Jatuh


a) Hubungan Gangguan Jantung dengan Risiko Jatuh
pada Lansia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 56 responde
(58,3%) mengalami gangguan jantung. Hasil uji statistik
menunjukkan ada hubungan antara gangguan jantung
terhadap risiko jatuh (p value = 0,006). Hal ini sesuai
dengan penelitian Rokhima (2016) yang menyatakan ada
hubungan antara gangguan jantung terhadap risiko jatuh
pada lansia.
b) Hubungan Gangguan Anggota Gerak dengan Risiko
Jatuh pada Lansia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 67 responde
(69,8%) mengalami gangguan anggota gerak. Hasil uji
statistik menunjukkan ada hubungan antara gangguan
anggota gerak terhadap risiko jatuh (p value = 0,002). Hal
ini sesuai dengan penelitian penelitian Sutomo (2011) yang
menyatakan ada hubungan antara gangguan anggota gerak
terhadap risiko jatuh pada lansia. Menurut Nugroho (2008)
terdapat perubahan muskuloskeletal pada lanjut usia berupa
penurunan kekuatan dan stabilitas oto, komposisi otot
berubah dan terdapat atrofi serabut otot.
c) Hubungan Gangguan Saraf dengan Risiko Jatuh pada
Lansia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 42
responden (56,3%) mengalami gangguan saraf. Hasil uji
statistik menunjukkan ada hubungan antara gangguan saraf
terhadap risiko jatuh (p value = 0,024). Hal ini sesuai
dengan penelitian penelitian Sutomo (2011) yang
menyatakan ada hubungan antara gangguan saraf terhadap
risiko jatuh pada lansia. Menurut Mauk (2010) Lansia juga
sering mengalami kehilangan sensasi dan persepsi
informasi yang mengatur pergerakkan tubuh dan posisi
serta hilangnya fiber sensori, reseptor vibrasi dan sentuhan
dari ekstremitas bawah yang menyebabkan berkurangnya
kemampuan untuk memperbaiki pergerakkan sendi pada
lansia yang pada akhirnya dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan tubuh sehingga terjatuh.
d) Hubungan Gangguan Penglihatan dengan Risiko Jatuh
pada Lansia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 65
responden (67,7%) mengalami gangguan penglihatan. Hasil
uji statistik menunjukkan ada hubungan antara gangguan
penglihatan terhadap risiko jatuh (p value = 0,004). Hal ini
sesuai dengan penelitian penelitian Anggraini (2017) yang
menyatakan ada hubungan antara gangguan penglihatan
terhadap risiko jatuh pada lansia. Menurut Stanley & Beare
(2012) gangguan penglihatan merupakan bagian dari
penyesuaian berkesinambungan yang datang dalam
kehidupan usia lanjut.
e) Hubungan Gangguan Pendengaran dengan Risiko
Jatuh pada Lansia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 38
responden (39,6%) mengalami gangguan pendengaran.
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara
gangguan pendengaran terhadap risiko jatuh (p value =
0,007). Hal ini sesuai dengan penelitian penelitian Rokhima
(2016) yang menyatakan ada hubungan antara gangguan
pendengaran terhadap risiko jatuh pada lansia. Menurut
Stanley & Beare (2012) gangguan pendengaran adalah
masalah kesehatan kedua yang paling umum yang
memengaruhi lansia. Beberapa orang dengan gangguan
pendengaran dapat mengalami keterbatasan dalam
kebebasannya dan penurunan kualitas hidup.

d. Komplikasi Resiko Jatuh


Jatuh dapat mengakibatkan komplikasi dari yang paling
ringan berupa memar dan keseleo sampai dengan patah tulang
bahkan kematian. Oleh karena itu, harus dicegah agar jatuh tidak
berulang-ulang dengan cara identifikasi faktor risiko, penilaian
keseimbangan dan gaya berjalan, serta mengatur/mengatasi faktor
situasional yang ada di lingkungannya.3
Indeks Pemeriksaan Sikap Tubuh/ Koreksi Postur di
Posyandu Melati Arum dan Marsudi Waras menunjukkan hasil
yang bagus dengan nilai angka diatas 100. Lansia juga sering
mengalami kehilangan persepsi dan sensori terkait informasi yang
mengatur pergerakkan tubuh dan posisi lansia serta hilangnya fiber
sensori, reseptor vibrasi dan sentuhan dari ekstremitas bawah
lansia yang menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk
memperbaiki pergerakkan sendi pada lansia yang pada akhirnya
dapat mengakibatkan ketidakseimbangan tubuh sehingga lansia
dapat terjatuh karena faktor tersebut.3

e. Pencegahan Jatuh Pada Lansia


Usaha pencegahan merupakan langkah awal yang harus
dilakukan dengan memberikan edukasi pada keluarga atau orang-
orang terdekatnya melalui suatu kegiatan pemberian penyuluhan
kesehatan dengan harapan dapat mengindentifikasi faktor risiko,
penilaian keseimbangan dan gaya berjalan, latihan fleksibilitas
gerakan, latihan jatuh merupakan hasil dari campuran interaktif
dan kompleks dari faktor biologis , perilaku dan lingkungan dan di
antaranya dapat dicegah. Dua puluh hingga tiga puluh persen dari
lansia yang memiliki derajat kecacatan tinggi terkait jatuh akan
mengalami kehilangan kebebasan akan ADL Usaha pencegahan
merupakan langkah awal yang harus dilakukan dengan
memberikan edukasi pada keluarga atau orang-orang terdekatnya
melalui suatu kegiatan pemberian penyuluhan kesehatan dengan
harapan dapat mengindentifikasi faktor risiko, penilaian
keseimbangan dan gaya berjalan, latihan fleksibilitas gerakan,
latihan keseimbangan fisik dan koordinasi keseimbangan, dan
memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman. Untuk
melakukan pencegahan agar lansia tidak beresiko untuk jatuh,
maka diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang perlu
dilakukan oleh orang-orang terdekatnya seperti keluarga, seperti
anak, cucu, menantu atau anggota keluarga yang lain. Melalui
pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai dengan baik oleh
orang-orang terdekatnya akan meminimalisir angka kejadian jatuh
pada lansia karena tercipta lingkungan yang aman bagi lansia
bantuan jika individu membutuhkan pertolongan tanpa menjadikan
individu menjadi ketergantungan. Seseorang dapat memerankan
sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar) informasi
tentang yang ada di sekelilingnya, pemberian nasehat, petunjuk-
petunjuk, saran atau umpan balik. Tentang aktivitas sehari-hari,
pola makan sehari-hari dan pengobatan. Sehingga lansia merasakan
mendapat perhatian, disenangi, dihargai.4

2. Aktifivas Fisik
a. Pengertian
Aktivitas fisik merupakan kegiatan atau aktivitas yang
menyebabkan peningkatan penggunaan energi atau kalori oleh
tubuh, aktivitas fisik dalam kehidupan sehari – hari dapat
dikategorikan ke dalam pekerjaan, olahraga, kegiatan dalam rumah
tangga atau pun kegiatan lainnya. Namun proses penuaan yang
terjadi berdampak pada keterbatasan lansia dalam melakukan
aktivitas yang mempengaruhi kemandirian lansia sehingga lansia
menjadi mudah bergantung pada bantuan orang lain keterbatasan
lansia melakukan aktivitas fisik juga menyebabkan penurunan
tingkat kesehatan5.
Aktivitas fisik adalah suatu proses berlatih secara sistematis
yang dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang
kian bertambah. Pada prinsipnya latihan adalah memberikan
tekanan fisik secara teratur, sistematik, berkesinambungan
sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kemampuan fisik di
dalam melakukan aktivitas. seseorang dengan aktivitas fisik yang
rendah memiliki risiko lebih tinggi terhadap berbagai gangguan
kesehatan dan merupakan faktor risiko untuk penyakit kronis dan
secara keseluruhan menyebabkan kematian secara global 5.

b. Jenis Jenis Aktivitas Fisik


Aktivitas fisik yang bermanfaat untuk kesehatan lanjut usia
sebaiknya memenuhi kriteria FITT (frequency, intensity, time,
type). Frekuensi seberapa sering aktivitas dilakukan dan berapa
hari dalam seminggu. Intensitas adalah seberapa keras suatu
aktivitas dilakukan. Waktu mengacu pada durasi, seberapa lama
suatu aktivitas dilakukan dalam suatu pertemuan, dan jenis
aktivitas adalah jenis – jenis aktivitas fisik yang dilakukan.6 Jenis –
jenis aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan yaitu
ringan, sedang, berat
a) Aktivitas ringan
Aktivitas Ringan yaitu hanya memerlukan sedikit tenaga
dan biasanya tidak menyebabkan perubahan dalam
pernafasan atau ketahanan. Aktivitas fisik yang bersifat
untuk ketahanan (endurance), dapat membantu jantung,
paru-paru, otot dan sistem sirkulasi darah dan membuat
lebih bertenaga. Dilakukan selama 10-30 menit setiap hari
(4-7hari per minggu) Contoh kegiatan pada aktivitas ringan
seperti berjalan kaki, lari ringan, berenang, berkebun dan
kerja di taman memasak dan lain sebagainya.6
b) Aktivitas sedang
Aktivitas sedang yaitu yang memerlukan tenaga intens atau
terus menerus, gerakan otot yang berirama atau kelenturan
(fleksibility). Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan
dapat membantu pergerakan tubuh lebih mudah,
mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi
berfungsi dengan baik. Contoh kegiatan seperti peregangan
secara teratur 10-30 menit setiap hari (4-7 hari per minggu)
dimulai dari peregangan tangan dan kaki, beribadah
(shalat), senam thaichi dan yoga, bersepeda, dan mengepel
lantai. 6
c) Aktivitas berat
Aktivitas Berat yaitu yang berhubungan dengan olahraga
dan membutuhkan kekuatan (strength) yang membantu
kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang
diterima, tulang tetap kuat dan mempertahankan bentuk
tubuh. Serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap
penyakit. Dilakukan selama 30menit setiap hari (2-4 hari
per minggu). Contoh kegiatan seperti : naik turun tangga,
angkat beban/ berat, membawa belanjaan, mengikuti senam
terstruktur dan terukur (fitness).6

c. Manfaat aktivitas fisik


Hasil dari berbagai negara menyebutkan bahwa aktivitas fisik yang
memadai dapat bermanfaat untuk kesehatan terutama dalam
mengurangi risiko penyakit kronis seperti obesitas atau gizi lebih,
jantung, stroke, diabetes melitus tipe 2 dan depresi.6
Secara umum manfaat aktivitas fisik dapat disimpulkan yaitu :
a) Manfaat fisik atau biologis
Menjaga tekanan darah agar tetap stabil dan normal,
meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga berat badan ideal,
menguatkan tulang dan otot, meningkatkan kelenturan
tubuh dan meningkatkan kebugaran.
b) Manfaat aktivitas secara psikis atau mental
Dapat mempengaruhi untuk mengurangi stress,
meningkatkan percaya diri, membangun sportifitas.
Kegiatan fisik secara teratur dapat membantu
mempertahankan kesehatan yang optimal. Aktivitas fisik
yang tidak seimbang dengan energi yang dikonsumsi maka
akan berakibat pada berat badan menjadi tidak normal. 7

d. Faktor faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik


Beberapa faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik yaitu :
a) Umur
Kemampuan aktivitas sehari – hari pada lanjut usia
dipengaruhi dengan umur lanjut usia itu sendiri. Umur
seseorang menunjukkan tanda kemauan dan kemampuan,
ataupun bagaimana seseorang bereaksi terhadap ketidak
mampuan melaksanakan aktivitas sehari – hari. 6
b) Jenis kelamin
Aktivitas fisik laki – laki dan perempuan pada dasarnya
sama tetapi setelah seseorang telah menginjak masa remaja,
dewasa maka laki – laki lebih memiliki proporsi paling
tinggi. Sehingga laki – laki lebih aktif dalam beraktivitas
fisik.5
c) Penyakit atau kelainan tubuh
Aktivitas fisik berpengaruh terhadap kapasitas jantung
paru, obesitas, postur tubuh, hemoglobin/sel darah dan serat
otot bila ada kelainan seperti di atas akan mempengaruhi
aktivitas yang akan dilakukan. Seperti kekurangan sel darah
merah, maka orang tersebut tidak diperbolehkan untuk
melakukan olahraga yang berat
d) Emosi
Rasa bahagia dan nyaman dapat mempengaruhi tingkat
aktivitas fisik seseorang yang menyebabkan tidak
nyamanan yang dapat menghilangkan semangat yang nyata
kemudian menyebabkan penurunan aktivitas.
e) Kualitas tidur
Lansia yang memiliki kualitas tidur buruk akan
mempengaruhi aktivitas fisik yang dilakukan karena tidak
mendapatkan kesejahteraan dan kesegaran pada saat
terbangun dari tidur dan memulai aktivitas.
f) Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat membantu mendapatkan efek
yang positif dalam beraktivitas fisik seperti 5 :
a. Terdapatnya akses program dan adanya fasilitas
tersedia seperti lapangan, taman bermain dan area
untuk aktivitas fisik.
b. Adanya akses atau area untuk berjalan – jalan kaki,
atau bersepeda
c. Adanya waktu bermain di tempat terbuka
d. Perbedaan struktur bangunan yang secara tidak
langsung mempengaruhi kebiasaan aktivitas fisik di
perkotaan dan pedesaan.
g) Lingkungan kerja
Keadaan lingkungan kerja mempengaruhi keadaan diri
dalam bekerja, karena setiap kali seseorang bekerja maka
memasuki situasi lingkungan tempat di mana yang di
kerjakan. Seperti pegawai kantor cenderung kurang
melakukan aktivitas fisik bila dibandingkan dengan
pegawai pabrik industri, petani atau buruh karena lebih
membutuhkan dan menggunakan tenaga dan waktu yang
lebih. 8

e. Pengukuran Aktivitas Fisik


Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
metode pengisian kuesioner Physical Activities Scale For the
Elderly (PASE).
Cara Pengukuran bahwa kuesioner Physical Activities
Scala For The Elderly (PASE) terdiri dari tiga macam aktivitas,
yaitu Leisure Time Activity (aktivitas waktu luang) yang terdiri 5
pertanyaan, House Hold Activity (aktivitas rumah tangga) yang
terdiri dari 4 pertanyaan dan Work Related Activity (aktivitas
relawan) yang terdiri 1 pertanyaan.9
Aktivitas fisik waktu terdiri dari berjalan di luar rumah;
olahraga ringan, sedang, dan berat. Dan aktivitas yang ditunjukkan
untuk kekuatan atau daya tahan otot. aktivitas fisik rumah tangga
seperti pekerjaan rumah yang berat, perbaikan rumah, pekerjaan
rumput atau perawatan halaman, berkebun di luar ruangan, dan
merawat orang lain. aktivitas fisik yang berhubungan dengan
pekerjaan melibatkan berdiri atau berjalan. 10
Responden menanggapi tanggapan peringkat ordinal untuk
kegiatan waktu luang berkisar dari 0 (tidak pernah) hingga 3
(sering) dan respon durasi berkisar dari 1 (kurang dari 1 jam)
sampai 4 (lebih dari 4 jam) untuk skor rumah tangga dan aktivitas
yang berhubungan dengan pekerjaan dikelompokkan menjadi 2
kategori ya atau tidak. Responden yang menjawab “ya” untuk
aktivitas rumah tangga dan pekerjaan, bobot item tertentu
ditambahkan ke skor sedangkan untuk responden yang menjawab
“tidak” skor 0 diberikan. 10

3. Lanjut Usia
Lanjut usia menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 adalah seseorang
yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Penduduk
lanjut usia terus mengalami peningkatan seiring kemajuan di bidang
kesehatan yang ditandai dengan meningkatnya angka harapan hidup
dan menurunnya angka kematian. Perkembangan demografi ini dapat
membawa dampak di bidang kesehatan, ekonomi, dan sosial. Untuk itu
diperlukan data terkait ke lanjut usia sebagai bahan pemetaan dan
strategi kebijakan sehingga pertumbuhan jumlah penduduk lansia
menjadi potensi yang turut membangun bangsa.
Dalam waktu hampir lima dekade, persentase lansia Indonesia
meningkat sekitar dua kali lipat (1971-2020), yakni menjadi 9,92
persen (26 juta-an) di mana lansia perempuan sekitar satu persen lebih
banyak dibandingkan lansia laki-laki (10,43 persen berbanding 9,42
persen). Dari seluruh lansia yang ada di Indonesia, lansia muda (60-69
tahun) jauh mendominasi dengan besaran yang mencapai 64,29 persen,
selanjutnya diikuti oleh lansia madya (70-79 tahun) dan lansia tua (80+
tahun) dengan besaran masing-masing 27,23 persen dan 8,49 persen.
Pada tahun ini sudah ada enam provinsi yang memiliki struktur
penduduk tua di mana penduduk lansianya sudah mencapai 10 persen,
yaitu: DI Yogyakarta (14,71 persen), Jawa Tengah (13,81 persen),
Jawa Timur (13,38 persen), Bali (11,58 persen), Sulawesi Utara (11,51
persen), dan Sumatera Barat (10,07 persen).
Meningkatnya jumlah lansia beriringan dengan peningkatan
jumlah rumah tangga yang dihuni oleh lansia. Persentase rumah tangga
lansia tahun 2020 sebesar 28,48 persen, dimana 62,28 persen di
antaranya dikepalai oleh lansia. Hal yang menarik dari keberadaan
lansia Indonesia adalah ketersediaan dukungan potensial baik ekonomi
maupun sosial yang idealnya disediakan oleh keluarga. Data Susenas
2020 menunjukkan bahwa 9,80 persen lansia tinggal sendiri, di mana
persentase lansia perempuan yang tinggal sendiri hampir tiga kali lipat
dari lansia laki-laki (14,13 persen berbanding 5,06 persen).
Dibutuhkan perhatian yang cukup tinggi dari seluruh elemen
masyarakat terkait hal ini, karena lansia yang tinggal sendiri
membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitar mereka mengingat
hidup mereka lebih berisiko, terlebih pada lansia perempuan yang
cenderung ter marginalkan.

4. Konsep Lansia dan Proses Menua


a) Definisi Lansia dan Proses Menua
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia
merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki
tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut
Aging Process atau proses penuaan.
Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun
atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
11
dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial .Proses
penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-
tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai
dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem
kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan,
endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring
meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan
fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada
umumnya pengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis
yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial
lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of
daily living12.

b) Teori Proses Lansia


Tentang proses menua yaitu13:
a) Teori – teori biologi
 Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara
genetik untuk spesies – spesies tertentu. Menua
terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul – molekul/DNA dan setiap
sel pada saatnya akan mengalami mutasi sehingga
terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.
 Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel
tubuh lelah (rusak).
 Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat
diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh
tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
 Teori “immunology slow virus” (immunology slow
virus theory)
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya
usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh
 Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal,
kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai.
 Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak
stabilnya radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal
bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat
regenerasi.
 Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya
menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
 Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah
sel yang membelah setelahsel-sel tersebut mati.
b) Teori kejiwaan social
 Ativitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang
dapat dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa
lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan
ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum
(pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia
berupa mempertahankan hubungan antara sistem
sosial dan individu agar tetap stabil.
 Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah
pada lansia. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia
sangat dipengaruhi oleh tipe personaliti yang
dimiliki.
 Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya
usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas
sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple
loss), yakni: (1) Kehilangan peran; (2) Hambatan
kontak sosial; (3) Berkurangnya kontak komitmen.

c) Batasan Usia
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai batasan lanjut usia
diantaranya11 :
a. Menurut World Health Organization (WHO), ada empat
tahapan lanjut usia yaitu:

a) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun


b) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
b. Menurut Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia
dikelompokkan sebagai berikut:

a) Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-


25 tahun
b) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia
25-60/65 tahun)
c) Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70
tahun, terbagi:
 Usia 70-75 tahun (young old)
 Usia 75-80 tahun (old)
 Usia lebih dari 80 tahun (very old)
c. Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia terbagi dalam dua
tahap yaitu:

a) Early old age (usia 60-70 tahun)


b) Advanced old age (usia 70 tahun ke atas)

d) Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik yang berusia lebih dari 60 tahun,
kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, kebutuhan bio psikososial dan spiritual, kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif.14

e) Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia terdiri dari15:
 Pralansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
 Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
 Lansia risiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun lebih
dengan masalah kesehatan
 Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau
jasa
 Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain

f) Ciri Ciri Lansia


Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut16 :

1) Lansia merupakan periode kemunduran


Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis sehingga motivasi memiliki peran yang
penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang
memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan,
maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi
ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
2) Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat
yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang
mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat
menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai
tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial
masyarakat menjadi positif.
3) Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dan lingkungan
misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat
sebagai ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak
memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
4) Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga
dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia
menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal bersama
keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang
menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat
tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

g) Perubahan-perubahan pada Lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan
secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-
perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi
juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual17
1) Perubahan Fisik
a. Sistem Indra
Sistem pendengaran: Prebiakusis (gangguan pada
pendengaran) oleh karenahilangnya kemampuan (daya)
pendengaran pada telinga dalam, terutamaterhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulitdimengerti kata-kata, 50% terjadi pada
usia diatas 60 tahun.

b. Sistem Integumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak
elastiskering dan berkerut. Kulit akan kekurangan
cairan sehingga menjadi tipis danberbercak. Kekeringan
kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula
sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit
dikenal dengan liver spot.
c. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan
penghubung (kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot
dan sendi. Kolagen sebagai pendukungutama kulit,
tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat
mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak
teratur.
d. Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah
massa jantungbertambah, ventrikel kiri mengalami
hipertropi sehingga peregangan jantungberkurang, kondisi
ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan
inidisebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA
Node dan jaringankonduksi berubah menjadi jaringan ikat.
e. Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total parutetap tetapi volume cadangan paru
bertambah untuk mengkompensasi kenaikanruang paru,
udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada
otot,kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan
pernapasan terganggu dankemampuan peregangan toraks
berkurang.
f. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti
penurunan produksisebagai kemunduran fungsi yang nyata
karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa
lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati)
makinmengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan
berkurangnya aliran darah.
g. Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.
Banyak fungsi yangmengalami kemunduran, contohnya
laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi olehginjal.
h. Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan
atropi yang progresifpada serabut saraf lansia. Lansia
mengalami penurunan koordinasi dankemampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.
i. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovary dan uterus,terjadi atropi payudara.pada
laki laki terus masih dapat memproduksi permatozoa
,meskipun adanya penurunan secara berangsur angsur.
2) Perubahan Kognitif
 Daya Ingat (Memory)
 IQ (Intellegent Quotient)
 Kemampuan Belajar (Learning)
 Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
 Pemecahan Masalah (Problem Solving)
 Pengambilan Keputusan (Decision Making)
 Kebijaksanaan (Wisdom)
 Kinerja (Performance)
 Motivasi (Motivation)
3) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental

 Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa


 Kesehatan umum
 Tingkat pendidikan
 Keturunan (hereditas)
 Lingkungan
 Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan
ketulian.
 Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan
jabatan.
 Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan
dengan teman dan keluarga.
 Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan
terhadap gambaran diri,perubahan konsep diri. Perubahan
spiritual agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya. Lansia semakinmatang (mature) dalam
kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir
danbertindak sehari-hari.
4) Perubahan Psikososial

a) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat
meninggal terutama jikalansia mengalami penurunan
kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
b) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan
hewan kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa
yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebutdapat memicu
terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
c) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan
kosong, lalu di ikuti dengan keinginan untuk menangis
yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga
dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya
kemampuan adaptasi.
d) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan
cemas umum, gangguan stres setelah trauma dan gangguan
obsesif kompulsif, gangguan-gangguan tersebut merupakan
kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungandengan
sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping
obat, atau gejalapenghentian mendadak dari suatu obat.
e) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan
waham (curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri
barang- barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya
terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri
dari kegiatan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
1. Paramitha PAS, Purnawati S. Hubungan Kemampuan Fungsional Dengan
Risiko Jatuh Pada Lansia Di Posyandu Lansia Puskesmas Abiansemal II
Bandung. J Med. 2017;1(2).
2. Julimar. Faktor-Faktor Penyebab Resiko Jatuh Pada Pasien Di Bangsal
Neurologi Rsup Dr. M Djamil Padang. J Sain dan Kesehat. 2018;8(2):133–
41.
3. Noorratri ED, Mei Leni AS, Kardi IS. Deteksi Dini Resiko Jatuh Pada
Lansia Di Posyandu Lansia Kentingan, Kecamatan Jebres, Surakarta. J
Pengabdi Kpd Masy. 2020;4(2):128.
4. Nurhasanah A, Nurdahlia. Edukasi Kesehatan Meningkatkan Pengetahuan
Dan Keterampilan Keluarga Dalam Pencegahan Jatuh Pada Lansia. Jkep.
2020;5(1):84–100.
5. Sumarta NH. Hubungan Aktivitas Fisik Sehari-Hari Dengan Derajat
Hipertensi Pada Lansia Di Kota Batu. Hub Akt Fis Sehari-Hari Dengan
Derajat Hipertens Pada Lansia Di Kota Batu. 2020;7–8.
6. Musdalifah. Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dan Kualitas Tidur
Penderita Penyakit Jantung Di Komunitas Peduli Jantung Dan Pembuluh
Darah Kota Malang. Fak Ilmu Kesehat Univ Muhammadiyah Malang.
2017;8–25.
7. Nafidah N. Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Tingkat Kognitif
Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna
Jakarta Selatan [Internet]. Repositori Uinjkt. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta; 2015. Tersedia pada:
repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25628/1/NUR
NAFIDAH - fkik.pdf
8. Oktavianti F. Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Kualitas Tidur
Pada Lansia Di Komunitas Sasana Arjosari Malang. Universitas
Muhammadiyah Malang; 2020.
9. Washburn RA, Smith KW, Jette AM, Janney CA. The physical activity
scale for the elderly (PASE): Development and evaluation. J Clin
Epidemiol. Februari 1993;46(2):153–62.
10. Ismail N, Hairi F, Choo WY, Hairi NN, Peramalah D, Bulgiba A. The
Physical Activity Scale for the Elderly (PASE): Validity and reliability
among community-dwelling older adults in Malaysia. Asia-Pacific J Public
Heal. 2015;27(July 2016):62S-72S.
11. Ahmadi N. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intellectul capital
Disclousure”. Accounting Analysis journal. Account Anal J. 2012;1 (2).
12. Fatimah. Merawat Manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan Gerontik. jakarta. 2010;
13. 2016 PKI. Profil Kesehatan Indonesia.
14. Maryam S. Menengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika; 2008.
15. RI D. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI; 2013.
16. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015. 2015.
17. Azizah LM. Keperawatan Lanjut Usia. edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu;

Anda mungkin juga menyukai