Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN DAN

STRATEGI PELAKSANAAN

KEPERAWATAN JIWA

DISUSUN OLEH:

NURADINDA RANGKUTI

201811045

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIJAYA HUSADA BOGOR

TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal bai
yang berhubungan dengan fisik maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut
dibagi kedalam dua golongan yaitu gangguan jiwa (neurosa) dan sakit jiwa
(psikosa). Keabnormalan terlihat dalm berbagai macam gejala yang terpenting
antara nya adalah ketegangan, rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas,
perbuatan-perbuatan yang terpaksa, histeria, rasa lemah,dan tidak mampu
mencapai tujuan, takut dan pikiran-pikiran buruk (Hendarmawan, 2018)
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah hati
dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasai yang negatif terhadap diri
sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilanh kepercayaan diri merasa
gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. (ERWANDA,
2019)
2. Proses terjadinya masalah
a. Fakor predisposisi yang meyebabkan timbulnya harga diri rendah meliputi:
1) Biologis
Faktir dari keturuana atau herideter seperti adanya riwayat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Selain itu adanya riwayat
penyakit kronis atau trauma kepala merupakan salah satu faktir penyebab
gangguan jiwa.
2) Psikologis
Masalah psikologis yan dapat terjadinya harga diri rendah yaitu engalaman
maslalau yanh kurnag menyenangkan, penolakan dari lingkungan sekitar
dan orang tedekat serta harapan yang berlebihan atau harapan yang kurang
relaitis.
3) Faktor Sosial budaya
penilaian negatif dari lingkungan terhadap klien, sosial ekonomi rendah,
pendidikan yang rendah juga adanya riwayar penolakan lingkungan pad
tumbuh kembang anak.
b. Faktor Presiptasi
1) Riwayat trauma seperti adanya penganiyayan sekosual dan pengalman
psikologis yang tidak menyenangkan menyaksiakan peristiwa yag
mengancam nyawa, mwnakdi pelaku, korban atau saksi dari tidak
kekerasan.
2) Ketegangan peran: ketegangan peran dapat di sebabkan oleh sebagai
berikut:
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbhan seperti transisi dari masa kanak-kanak ke remaja.
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian
c) Transisi perah sehat-sakit: merupakan akhibat pergeseran dari kondisi
sehat kesakit. Transisi ini dapat dicetuskan antara lain karena
kehilangan sebagian anggota tubuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan atau fungsi tubuh. Atau perubahan fisik yang berhubungan
dengan tumbuh kembang normal, prosedur medis dan keperawatan
3. Tanda dan gelaja
a) Mengkritik diri sendiri
b) Perasaan tidam mampu
c) Pandangan hidup yang pesimis
d) Penurunan produktifitas
e) Penolakan terhadap kemampuan diri
4. Rentang Respon
Konsep diri merupajan aspek kritikal dan dasae diri perilaku individu. Indivisu
dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari
kemampuaan interpesonal, kemampuan intelektual dan penugasan lingkungan.
Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan soaisal yang maladaptif.

Respons Adaptif Respons Maladaptif


Aktualisasi Harga diri Konsep diri Kerancauan Depersonalisa
diri rendah positif identitas si
Gambar 2.1 Rentang respons harga diri rendah (Yosep & Sutini, 2014)

a. Aktualitas diri ada;ah pernyataan diri tentang konsep diei yang posituf dengan
latar belakang pengalamana nyata yan sukses dan dapat diterima. Konsep diri
positif merupakan bagaian seseorang memandang apa yang ada pada dirinya.
Ideal dirinya harga dirinya, penampilan peran serta identitas dirinya secara positif.
Hal ini akan menujukan bahwa individu itu akan menjadi individu yang sukses.
b. Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri nya sendiri, termasuk
kehilangan percaya diri, tida berharga, tidak berguna, pesimis tidak ada harapan
dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah
yaitu mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif
yang diarahkan kepad orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak
mampu, ras bersalah perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan fisik
menarik diri secraa sosial, kwatir serta menarik diri dari realitas
c. Keracuan identitasmerupakan sauatu kegagalan individu untuk
mengingkregitaskan berbagai identitas masa kanak kanka kedalam kepribadian
peikososial dewas yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan drngan
keracuan identitas yaitu tidaj ada kide moral, sifat kepribadian yang bertentangan,
hubungan interpesonal eksploitatif, perasasan hampa. Perasaan mengambang
tentang diri sendiri tingka antisietas yang tinggi, ketidak mampuan untuk empati
terhadao orang lain
d. Depwrsonalisasi merupakan suatau perasaan yang tidak realitistis diman klien
tidak dapat membedakanstimulus dari dalam atau luar dirinnya. Individu
mengalami kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain dan
tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing baginya.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Definisi Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperaeatan meliputi-meliputi kumpulan
data, analisis data dan perumusan masalsh pasien. Data yang dikumpulakan adalah
data pasien secara holistik meliputi aspek biologis, psikologis,sosial dan spiritual
b. Identias pasien
Perawat yang merawat pasien melakukan perkenalan dan kontak dengan
pasien tentang: nama peraaat, nama paisen, pangilan perawat, panggilan
pasien, tujuan waktu, tempar pertemuan, topik yang akan di bicarakan.
1) Usia dan No RM
2) Alamat
3) Perkerjaan
4) Pengkaji menuliskan sumberdata / informan
c. Pengkajian
Wawancara pengkajain yang memerlukan keterlampilan komunikasi efektif
secara linguistic dan kultural, wawancara observasi perilaku tinjauan catatan-
catatan data dasar, serta pengkajian komprehensif terhadp pasien dan sistem
yang relevan memungkinakan perawat kesehatan jiwa – pskiatri untik
membuat penilaian klinis dan rencana tindakan yang tepat dengan pasien.
Pengkajian meliputi beberapa faktor yaitu
1) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinta harga diri rendah adalah penolakan orangtua
yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan kepada orang lain ideal diri yang tidak
realistis.
2) Faktor presipitasi
a) Konflik peran terjadi apabila peran yang diinginkan individu,
sedang diduduki individu lain.
b) Peran yang tidak jelas terjadi apabila individu diberikan peran
yang kabur, sesuai perilaku yang diharapkan.
c) Peran yang tidak sesuai terjadi apabila individu dalam proses
peralihan mengubah nilai dan sikap.
d) Peran berlebihan terjadi jika seseorang individu memiliki
banyak peran dalam kehidupannya.
1) Perilaku
1. Mengkritik diri sendiri dan orang lain
2. Penurunan produktifitas
3. Dekstruktif yang diarahkan pada orang la
2) Sumber koping
1. Aktivitas olahraga dan aktivitas diluar rumah
2. Hobi dan kerajinan tangan
3. Seni yang ekspresif
3) Mekanisme koping
2. Diagnosa keperawatan jiwa
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang repons manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan,atau kerentanan respon dari
seorang individu, keluarga, atau komunitas.
Batasan karakteristik
a. Bergantung pada pendapat orang lain
b. Ekspresi rasa bersalah
c. enggan mencoba hal baru
Faktor yang berhubungan
a. Gangguan psikiatrik
b. Kegagalan berulang
c. Ketidaksesuaian budaya
Pohon masalah

Isolasi Sosial

CP
Harga diri rendah

Mekanisme koping Mekanisme koping


indivisu tidak efektif kuluarga tidak efektif
(Ns. Nurhalimah, 2016)

Dapat dijelaskan sebagai berikut: gangguan Konsep Diri: Harga diri


rendahmerupakan core problem (masalah utama). Apabila harga diri rendah
pasien tidak diintervensi akan mengakibatkan isolasi sosial. Penyebab harga diri
rendah pasien dikarenakan pasien memiliki mekanisme koping yang inefektif dan
dapat pula dikarenakan mekanisme koping keluarga yang inefektif.
3. Perencanaan
Intervensi merupakan rencana tindakan keperawatan yang terdiri dari tiga aspek
yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan
umum berfokus pada penyelesaian permasalahan dari diagnosa tertentu dan tujuan
khusus berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosa tertentu. (ERWANDA,
2019)
Tujuan keperawatan
1) Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimilki
2) Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimilki
3) Pasien dapat menetapkan atau memilih kegiatan yang sesuai
kemampuan
4) Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai
kemampuan.
5) Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatih.
4. Implementasi
Implementasi adlah tindakan keperawatn yang di sesuaikan dengan rencana
tindkan keperawatan.
Tindakan pasien:
SP 1, SP 2
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien. Evaluasi yang diharapkan dari pasien
a) Pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang
dimilki pasien.
b) Pasien dapat membuat rencana kegiatan harian
c) Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang miliki
STRATEGI PELAKSANAAN HARGA DIRI RENDAH
1. Strategi Pelaksanaan (SP) 1
I. Orientasi
"Selamat pagi mbak, perkenalkan saya perawat.... senang dipanggil....
nama
mbak siapa?”
“Ohhh... mbak Nursita, senang dipanggil apa mbak?” “Baiklah mbak
Sita, saya perawat puskesmas Grogol yang saat ini sedang melakukan
tugas kunjungan rumah. Tadi saya telah menemui ibunya, dan sekarang
saya ingin bercakap cakap dengan mbak Sita. Bagaimana perasaan
mbak Sita saat ini?”
“Oo... mbak Sita merasa bosan... apa yang membuat mbak Sita merasa
bosan?”
“Jadi.... mbak Sita merasa bosan karena merasa tidak berarti. Bagaiman kalau
sekarang kita membicarakan tentang perasaan mbak dan kemampuan yang
mbak sita miliki?”
“Dimana kita bisa bercakap-cakap? Baik berapa lama mbak Sita? Bagaimana
jika 30 menit? Tujuan kita bercakap-cakap adalah agar mbak Sita dapat
menilai
kembali kemampuan yang dimiliki selama ini dan kegiatan yang biasa mbak
lakukan”.
II. Kerja
“Sebelumnya saya ingin menanyakan tentang penilaian mbak Sita terhadap diri
mbak sendiri. Tadi mbak mengatakan merasakan bosan karena tidak berarti.
Apa
yang mbak merasa demikian?”
“Jadi... mbak Sita merasa gagal memenuhi keinginan orang tua.... ada lagi hal
lain yang tidak menyenangkan yang mbak Sita rasakan?”
“Bagaimana hubungan mbak dengan keluarga dan teman-teman setelah mbak
Sita merasakan hidup yang tidak berarti dan tidak berguna?”
“Ooo... jadi mbak Sita malas dan malu .... ada lagi?”
“Tadi mbak Sita juga mengatakan telah gagal memenuhi keinginan orang tua,
sebenarnya apa saja harapan dan cita-cita mba Sita?”
“Yang mana saja dari harapan mbak Sita yang telah mbak capai?”
“Bagaimana usaha mbak Sita untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi?”
“Agar dapat mencapai harapan-harapan mbak Sita, mari kita sama-sama
menilai
kemampuan yang dimiliki mbak Sita untuk dilatih dan dikembangkan. Coba
mbak sebutkan kemampuan apa saja yang pernah mbak miliki?”
“Bagus, apalagi? mari kita buat daftarnya ya..... kegiatan rumah tangga yang
biasa mbak lakukan? bagaimana dengan merapikan kamar? Menyapu?
Mencuci
piring.....dst.
“Wah, bagus sekali ada tujuh kemapuan yang mbak Sita miliki. Nah,
sekarang....
dari tujuh kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan dirumah?
Coba kita lihat, yanng pertama bisaka, yang kedua..... (hingga tujuh
kemampuan,
misalnya ada lima yang masih dapat dilakukan).
“Bagus sekali, ternyata ada lima kegiatan yang masih dapat dikerjakan
dirumah. Menurut mbak adakah bantuan yang diperlukan untuk mbak Sita
melakukan
kegiatan ini?”
“Mari kita lihat kembali daftar kegiatan yang telah kita buat tadi”
“Coba mbak Sita pilih yanng mana yang akan dikerjakan seseuai dengan
kemampuan, yang nomor satu..... main tenis. Wah, saat ini belum bisa
dilakukan
ya” “Yang nomor dua merapikan tempat tidur, bagaimana mbak Sita? Wah
tentu
bisa dilakuka ya. Bagus sekali!”
“Baik... nomor tiga mencuci piring, bisa ya?” (dan seterusnya hingga
kelimanya
didiskusikan).
“Nah... dari keempat kegiatan yang telah dipilih untuk dikerjakan dirumah....
mana yang mau dilatih hari ini?”
“Baik, mari kita latihan merapikan tempat tidur. Tujuannya agar mbak Sita
dapat
meningkatkan kemampuan merapikan tempat tidur dan merasakan
manfaatnya”.
“Dimana kamarnya? Nah, kalau kita akan merapikan tempat tidur, kita
pindahkan terlebih dahulu bantal dan selimutnya. Bagus sekali! Sekarang kita
angkat spreinya, dan kasurnya kita balik. Nah, sekarang kita pasang lagi
spreinya, kita mulai dari arah atas ya..... Bagus! Sekarang bagian kaki, tarik
dan masukkan, lalu bagian pinggir dimasukkan, sekarang ambil bantal,
rapikan, dan letakkan dibagian atas atau kepala. Mari kita lipat selimutnya.
Nah, letakkan dibagian bawah atau kaki”.
“Bagus sekali! Mbak Sita dapat mengikuti langkah-langkahnya. Sekarang,
mari
kita masukkan pada jadwal harian mbak Sita ya... mau berapa kali sehari
merapikan tempat tidur? Bagus! Dua kali dalam sehari, pagi-pagi bangun tidur
dan setelah istirahat siang jam 4. Jika sudah dikerjakan, beri tanda ya.. M
artinya
mandiri, diisi jika merapikan tempat tidur dilakukan mbak tanpa diingatan oleh
keluarga, B artinya bantuan, diisi jika kegiatan tersebut dilakukan dengan
bantua
keluarga terlebih dahulu, dan T artinya tergantung, diisi jika mbak tidak
melakukannya”.
III. Terminasi
“Bagaimana perasaan mbak Sita setelah latihan merapikan tempat tidur?”
“Nah, sekarang coba ulangi kembali langkah-langkah merapikan tempat tidur!
Bagus sekali! Jangan lupa merapikan tempat tidur seseuai dengan jadwal yang
telah dibuat tadi ya.. yaitu setelah bangun tidur pagi hari dan setalah bangun
tidur istirahat siang hari”
“Nah, minggu depan saya akan datang kembali, kita akan latihan kegiatan yang
kedua. Mau jam berapa?”
“Baiklah kalau begitu minggu depan saya akan datang lagi jam 10.00. Sampai
jumpa....”
(Mahardhika & Widianto, 2018)

2. Strategi Pelaksanaan (SP) 2


I. Orientasi
"Selamat pagi mbak Sita..”
“Wah, mbak Sita keliatan rapi pagi ini. Bagaimana perasaan mbak pagi
ini? Bagaimana dengan perasaan-perasaaan negatif yang mbak
rasakan?”
“Bagus sekali... perasaan tidak berarti dan tidak berguna tidak
dirasakan lagi belakangan ini”
“Bagaiamana dengan kegiatan tempat tidurnya? Boleh saya lihat kamar
tidurnya? Tempat tidurnya rapi sekali.... Bagus! Sekarang mari kita
lihat jadwalnya”
“Wah, ternyata mbak Sita telah melakukan kegiatan merapikan tempat
tidur sesuai jadwal, nanti kegiatan ini tetap mbak teruskan ya...”
“Lalu.. apa manfaat yang mbak rasakan dengan melaluka kegiatan
merapikan tempat tidur secara terjadwal?”
“Sesuai janji kita minggu lalu, hari ini kita akan lenjutkan latihan untuk
kegiatan yang kedua. Hari ini mbak Sita mau latihan mencuci piring
kan? Bagaimana kalau pertemuan kita hari ini selama 20 menit?”
“Dimana tempat mencuci piringnya mbak?”
“Tujuan kita bercakap-cakap dan latihan pagi ini adalah agar mbak Sita
dapat meningkatkan kemampuan mencuci piring sehingga mbak akan
merasa puas terhadap hasil kerja mbak”.
II. Kerja
“Baik, sebelum memmulai latihan mencuci piring.... kita persiapakan
perlengkapan untuk mencuci piring, menurut mbak Sita apa saja yang
perlu kita siapkan saat akan mencuci piring ?”
“Yaa... bagus sekali, jadi sebeblum mencuci piring kita perlu
menyiapkan alatnya, sabun cuci piring dan spons untuk mencuci piring.
Selain itu juga tersedia air bersih untuk membilas piring yang telah kita
sabuni. Nah, sekarang bagaiman langkahlangkahnya atau cara mencuci
piring yang biasa mbak Sita lakukan ?”
“Benar sekali... pertama kita bersihkan piring dari sisa-sisa makanan
dan kita kumpulkan di satu tempat. Kemudian kita basahi piring dengan
air, lalu sabuni seluruh permukaan piring, dan kemudian dibilas dengan
bersih sampai piringnya tidak terasa licin lagi. Kemudian piringnya bisa
kita letakkan pada rak piring yang telah tersedia. Jika ada piring dan
gelas, maka yang pertama kali kita cuci adalah gelasnya, setelah itu
baru piringnya. Sekarang bisa kita mulai yang mbak?”
“Bagus sekali, mbak Sita telah berlatih mencuci piring dengan cara
yang baik. Sekarang, kita masukkan lagi kegiatan ini ke jadwal harian
mbak Sita ya.. mau berapa kali sehari mencuci piringnya?”
“Bagus sekali, jadi mbak Sita mau mencuci piring dua kali dalam
sehari. Kapan saja mbak Sita? Sehabis sarapan pagi dan sehabis makan
siang. Kita masukkan ke jadwalnnya ya.. Yah, silahkan mbak tulis
sesuai dengan kesepakan tadi. Jangan lupa kegiatan merapikan tempat
tidurnya tetap dimasukkan ke dalam jadwalnya. Waktunya sama seperti
jadwal sebelumnya. Nanti kalu kegiatannya sudah dikerjakan, beri
tanda ya...”
III. Terminasi
“Bagaimana perasaan mbak Sita setelah belajar mencuci piring?”
“Nah, sekarang coba ulangi lagi langkah-langkah mencuci piring!”
“Benar mbak Sita, jangan lupa mencuci piring sesuai jadwal yang telah
di buat tadi ya... yaitu setelah sarapan pagi dan setelah makan siang”
“Minggu depan saya akan balik lagi kesini, kita latihan kegiatan yang
ketiga. Mau jam berapa? Jam 9 pagi. Baik, sampai jumpa..”
(Mahardhika & Widianto, 2018)
LAPORAN PENDAHULUAN PRILAKU KEKERASAN
A. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk perilaku agresi (aggressive
behavior) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau
menyakiti orang lain, termasuk terhadap hewan atau benda-benda. Perilaku kekerasan
atau agresimerupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis (Muhith, 2015)
Perilaku kekerasan adalah kemarahan yang diekspreikan secara berlebihan
dan tidak terkendali secara verbal sampai dengan mencederai orang lain dan atau
lingkungan (PPNI, 2016)
2. Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
Tanda dan gejala mayor perilaku Tanda dan gejala minor perilaku
kekerasan kekerasan

Subjektif : Subjektif :
Mengancam (tidak tersedia)

Mengumpat Objektif :

Suara keras Mata melotot atau pandanagn tajam


Bicara ketus Tangan mengepal
Objektif : Rahang mengatup
Menyerang orang lain Wajah memerah
Melukai dirisendiri atau orang lain Postur tubuh kaku
Merusak lingkungan
Perilaku agresif atau amuk

Sumber : (PPNI, 2016)

3. Rentang Respon

Menurut Stuart & Sundenen (1998) rentang respon perilaku kekerasan dapat
digambarkan sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptive
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
Sumber :(Stuart & Sundenen, 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa)

Keterangan :
a. Asertif

Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa marah
rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan orang lain

b. Frustasi
Respon yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan, kepuasan, atau
rasa amaan/
c. Pasif
Keadaan dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang di
alaminya
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk menuntut sesuatu tapi
masih terkontrol
e. Kekerasan dan amuk
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya contol
4. Faktor Predisposisi
a Psikologis

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu prasaan
ditolak,dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.

b Perilaku

Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering melihat


kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu
mengadopsi perilaku kekerasan.
c Sosial budaya

Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang
tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima (permisive).
d Bioneurologis

Kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporalan keidakseimbangan


neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan
5. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Pasien seperti ini kelemahannya, fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintaimya/pekerjaan dan kekerasan merupaan
faktor penyebab yang lain
6. Sumber Koping
Menurut Widi Astuti (2017), mengungkapkan bahwa sumber koping dibagi
menjadi 4, yaitu :
a. Kemampuan personal
Meliputi kemampuan untuk mencari informasi terkait masalah, kemampuan
mengidentifikasi masalah, pertimbangan alternative, kemampuan untuk
mengungkapkan masalah, tidak semangat menyelesaikan masalah, kemampuan
mempertahankan hubungan interpersonal, dan identitas ego tidak adekuat.
b. Dukungan sosial
Meliputi dukungan dari keluarga dan masyarakat, keterlibatan atau
perkumpulan dimasyarakat dan pertentangan nilai budaya.
c. Aset Materi
Meliputi penghasilan yang layak, tidak mempunyai tabungan untuk
mengantisipasi hidup, tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan.
d. Kinan Positif
danya motivasi dan penilaian terhadap pelayanan kesehatan.
7. Mekanisme Koping
Menurut Prabowo (2014) penatalaksanaan yang dapat diberikan antara lain:
a. Farmakoterapi

Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi
contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan 16
psikomotornya.
b. Terapi okupasi

Terapi ini bukan pemberian pekerjaan melainkan kegiatan itu sebagai media
untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi. Oleh
karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca koran, main catur, berdialog, berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan bagi dirinya.
c. Terapi kelompok

Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok


untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal.
d. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasin. Perawat membantu keluarga agar
dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan,
membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptamenciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber
yang ada
e. Terapi somatic

Terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa denga tujuan
mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan
tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien, tetapi target terapi adalah
perilaku pasien

f. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik atau electro convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan
arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis pasien. Terapi ini
awalnya untuk menangani skozofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi, biasanya
dilaksanakan setiap 2-3 hari sekali.
B. Pohon Masalah
Pohon Masalah Keperawatan

Effect
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Core Problem
Risiko Perilaku Kekerasan
Causal
Perilaku Kekerasan

C. Masalah Keperawatan
1. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Halusinasi Pendengaran
3. Isolasi Sosial
4. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

D. Data Yang Perlu Dikaji


Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji

Resiko Perilaku Kekerasan Subjektif :


Klien mengatakan pernah melempar
barang-barang yang ada di rumahnya,
pernah memukul keluarganya dan
marah-marah pada orang
disekitarnya.
Objektif :
Klien tampak mondar – mandir
memandang orang lain dengan tatapan
mata melotot dan suara yang keras
memaki – maki orang yang berada
disekitarnya.

E. Diagnosa Keperawatan
Menurut PPNI (2016) rumusan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan
yaitu:
Problem : Risiko Perilaku Kekerasan
Diagnosa keperawatan : Risiko Perilaku kekerasan
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN
SP 1 Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya nurhakim yudhi wibowo, panggil
saya yudi, saya perawat yang dinas di ruangan 9 ini, Nama bapak siapa,
senangnya dipanggil apa?”
b. Evaluasi / validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
c. Kontrak (topic,waktu,tempat)
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10
menit?”
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau
di ruang tamu?”
2. Fase Kerja
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah
marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah
ada penyebab lain yang membuat bapak marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau
masalah uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak
rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah,
membanting pintu dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress
bapak hilang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri
jadi takut barang-barang pecah. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik?
Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –
lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari
hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali,
bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
bapak?”
a. Evaluasi subjektif
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan
........ (sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya .........
b. Evaluasi objektif
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu,
apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa
latihan napas dalamnya ya pak.”
b. Rencana tindak lanjut
“Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau
latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
c. Kontrak yang akan datang (topic,waktu,tempat)
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain
untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak, Selamat
pagi”
SP 2 Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya N, saya perawat dari ruang Soka ini,
saya yang akan merawat bapak (pasien). Nama ibu siapa, senangnya dipanggil
apa?”
b. Evaluasi / validasi
“Bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang masalah yang Ibu hadapi?”
c. Kontrak (topic,waktu,tempat)
“Berapa lama ibu kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”
“Di mana enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau di ruang
tamu?”
2. Fase Kerja
"Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
berdebar-debar, mata melotot, selain nafas dalam bapak dapat melakukan pukulan
kasur atau bantal"
"Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Dimana kamar bapak?
Jika kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan
kemarahan tersebut dengan memukul kasur atau bantal. Nah coba bapak lakukan,
pukul kasur dan bantal. Ya bagus sekali bapak melakukannya."
"Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal."
"Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah.
Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya."
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
"Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan amarah tadi?"
c. Evaluasi subjektif
“Ada beberapa cara yang sudah kita latih? Coba sebutkan lagi. Bagus!”
d. Evaluasi objektif
“Klien sangat responsive”
e. Rencana tindak lanjut
"Mari kita masukkan kedalam jadwal sehari-hari bapak. Pukul kasur atau bantal
Mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00
pagi dan jam 15.00 sore.”
f. Kontrak yang akan datang (topic,waktu,tempat)
"Besok pagi kita berjumpa lagi kita akan latihan cara mengontrol amarah
dengan belajar bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya”
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan opreang lain. (Purba, dkk. 2018).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan. (Dalami, dkk. 2019).
Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang
diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negative
atau mengancam (Wilkinson, 2017).
2. Tanda dan Gejala
Menurut Purba, dkk. (2018) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara adalah :
a. Pasien menceritakan perasaan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang
lain.
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain.
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
e. Paien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
f. Pasien merasa tidak berguna.
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
3. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Solitude Lonneliness Manipulatif


Otonomi Menarik diri Impulsif
Mutualisme Dependent Narcissism
Interdependent
Keterangan rentang respon
a. Respon Adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan
kultural dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas
normal.
Adapun respon adaptif tersebut :
1) Solitude (Menyendiri)
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang
telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan merupakan suatu
cara mengawasi diri dan menentukan langkah berikutnya.
Kondisi seseorang memilih untuk menarik diri dari kegiatan
atau aktifitas sehari-hari tetapi dengan tujuan merenungkan apa
yang sudah dilakukan untuk intropreksi, mengevaluasi langkah
tindakan selanjutnya.
2) Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide – ide pikiran, perasaan dalam hubungan
social tanpa terganggu oleh oranglain.
3) Mutualisme (Bekerjasama)
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana
individu tersebut mampu untuk memberi dan menerima. Orang
akan mampu memberi manfaat kepada orang lain dan dia bisa
menerima manfaat dari oranglain. Mirip dengan saling
tergantung.
4) Interdependent (Saling ketergantungan)
Merupakan kondisi saling tergantung antara individu
dengan oranglain dalam membina hubungan interpersonal
dengan oranglain. Dan oranglain pun merasa nyaman ketika
melakukan hubungan interpersonal dengan seseorang atau kita
Bergeser ke kanan sudah mulai agak maladatif
1) Lonneliness (Merasa Sendiri)
Perasaan sepi dan tidak ada yang mengerti tentang dirinya.
2) Menarik Diri
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan
orang lain.
3) Dependen (Tergantung)
Tejadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
atau kemampuan untuk berfungsi secara sukses.
b. Respon maladiptif adalah respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma – norma sosial
dan kebudayaan suatu tempat.
Karakteristik dari perilaku malaptif tersebut adalah
1) Manipulatif
Merupakan gangguan hubungan social yang terdapat pada
individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu
tersebut tidak dapat membina hubungan social secara
mendalam. Jadi jika dia mempunyai suatu hubungan social
dengan oranglain, pasti dia mengambil keuntungan dari orang
tersebut.
2) Impulsif (Curiga)
Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
dengan oranglain, kecurigaaan dan ketidakpercayaan
diperlihatkan dengan tanda-tanda cemburu, iri hati, dan berhati-
hati yang sangat berlebihan. Perasaan individu ditandai dengan
humor yang kurang dan individu merasa bangga dengan
sikapnya yang dingin dan emosi.
3) Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, memiliki sikap
egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain tidak
mendukung.
4. Faktor Presdiposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
a. Faktor Biologis
Faktor herediter (Keturunan)
Gangguan fungsi persyarafan : Trauma (kecelakaan), tumor, pengaruh virus
atau bakteri ,(meningitis), penggunaan narkoba.
Kelainan pada struktur otak (ambang batas rangsangan yang rendah dalam
system limbic, kadar serotonin yang rendah atau zat kimia beracun),
gangguan kepribadian berkaitan dengan penggunaan dan penyalahgunaan
NAPZA terutama pada gangguan kepribadian borderline dan antisosial
b. Faktor Psikologis
Pola asuh : Manja, broken home ( pada peralihan remaja akan tampak),
kurangnya stimulasi kasih sayang perhatian dan kehangatan
dari ibu (“pengasuh”) pada bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya
Konsep diri : Pada ibu hamil jika terganggu fikirannya akan berdampak
pada janinnya.
c. Sosial Budaya
Kemiskinan, perkawinan, tingkat pendidikan, politik, anggota keluarga
yang tidak produktif diasingkan dari orang lain (lingkungan sosialnya),
perpindahan penduduk.
5. Faktor Presipitasi
Dikelompokkan dalam kategori :
1) Faktor sosiokultural
Stres dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit kerja, dan berpisah
dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat dirumah
sakit, keluarga yang labil/tidak stabil, contohnya perceraian
2) Faktor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk
ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.
6. Sumber Koping
Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif adalah
sebagai berikut :
a. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman..
b. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian
pada hewan peliharaan.
c. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal

7. Mekanisme koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme
koping yang sering digunakan adalah proyeksi, spluting (memisah) dan isolasi.
Proyeksi merupakan keinginan yang tidak mampu ditoleransi dan klien
mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri. Splutting
merupakan kegagalan individu dalam menginterprestasikan dirinya dalam
mrenilai baik buruk. Sementara itu, isolasi dalah perilaku mengasingkan diri dari
orang lain maupun lingkungan (Sutejo, 2017).
B. Pohon Masalah

Resiko Kekerasan Menciderai diri, oranglain, Resiko Persepsi Sensori


lingkungan Halusinasi

Tidak efektifnya Penatalaksanaan Isolasi Sosial : Menurunnya


Regiment terapeutik Motivasi
Menarik Diri
Perawatan Diri

Tidak efektifnya Koping Gangguan Harga Diri Rendah Defisit


Keluarga/individu: Ketidakmampuan Perawatan Diri
Keluarga dalam merawat
Anggota keluarganya yang
Sakit Kegagalan Perpisahan/Kehilangan

C. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Gangguan isolasi social: Menarik diri
b. Gangguan harga diri rendah
c. Resiko perubahan persepsi sensori : Halusinasi
d. Koping keluarga/individu tidak efektif
e. Resiko perilaku kekerasan
D. Data yang Perlu Dikaji
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
Gangguan isolasi social: Subyektif :
Menarik diri - Keluarga klien mengatakan klien mengalami
perubahan perilaku sejak ditinggal tunangannya
6 tahun lalu
- Keluarga klien mengatakan klien di rumah sering
menangis histeris dan berbicara sendiri bahwa
tunangannya itu jahat
Obyektif :
- Nn. J terlihat selalu menyendiri di kamarnya
- Klien tak mau berkomunikasi dengan pasien lain
- Klien sering menunduk dan tidak menatap lawan
bicaranya
- klien sudah 3 hari tidak makan. Nn J
berkeinginan diet agar ada lawan jenis yang
terpikat dan tidak meninggalkannya lagi

E. Diagnosa Keperawatan
Gangguan isolasi sosial: Menarik diri
F. Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Carpenito dalam Yusuf, dkk. 2015). Sebelum tindakan keperawatan
diimplementasikan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan yang
ditetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat ini (here and now) (Yusuf dkk.
2015).
Tindakan keperawatan pada pasien isolasi social dapat melakukan 3 hal:
1. Tindakan keperawatan individu yang akan diberikan langsung kepada pasiennya.
Dengan cara: SP 1, SP 2, SP 3, SP 4
2. Tindakan keperawatan kelompok, kita kumpulkan orang-orang yang mempunyai
masalah yang hampir sama, kita berikan suatu tindakan aktivitas kelompok.
Dengan cara kemampuan memperkenalkan diri
3. Tindakan keperawatan keluarga, jika di RS dapat mengundang keluarga, ataupun
dapat memberikan edukasi saat home visit ke keluarga. Dapat dengan cara
menjelaskan masalah klien isolasi social
4.
STRATEGI PELAKSANAAN 1 TINDAKAN KEPERAWATAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
- Data subjektif :
1) Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
2) Klien mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya
- Data objektif
1) Klien tampak menyendiri
2) Klien terlihat mengurung diri
2. Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial
3. Tujuan khusus
1) Klien mampu membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
3) Klien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian bersosialisasi.
4) Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
4. Tindakan Keperawatan
1) Identifikasi penyebab isolasi sosial.
2) Jelaskan keuntungan mempunyai teman dan bercakap-cakap.
3) Jelaskan kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap.
4) Latih cara berkenalan dengan pasien dan perawat atau tamu.
5) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan.
B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi ibu, perkenalkan saya perawat A yang bertugas hari ini dari
pukul 07.00 – 14.00 siang nanti, saya akan merawat ibu selama di sini, nama
ibu siapa? Senangnya ibu di panggil apa?
b. Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apa ibu merasa bosan dan tidak berguna?
Apa ibu masih suka menyendiri?
c. Kontrak
Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang perasaan ibu? Apa ibu
bersedia? Tujuan nya agar ibu dengan saya dapat saling mengenal sekaligus
ibu dapat mengetahui keuntungan berinteraksi dengan orang lain. Mau
dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau? Berapa
lama, bu? Bagaimana kalau 15 menit?”
2. Fase Kerja
Dengan siapa ibu tinggal di rumah?
Siapa yang paling dekat dengan Ibu?
Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan Ibu?
Apa yang membuat Ibu jarang bercakap-cakap dengannya?”
Menurut Ibu apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar,
ada teman bercakap-cakap. Apa lagi? Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai
teman apa ya Ibu ? Ya, apa lagi ? Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya.
Kalau begitu inginkah Ibu belajar bergaul dengan orang lain ? Bagus. Bagaimana
kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain?
Nah untuk memulainya sekarang ibu latihan berkenalan dengan saya terlebih
dahulu. Begini ibu, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dahulu
nama kita dan nama panggilan yang kita sukai.
Ayo kita coba praktekan! Misalnya saya belum kenal dengan Ibu. Coba
berkenalan dengan saya!
Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali
Setelah Ibu berkenalan dengan orang tersebut Ibu bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan Ibu bicarakan. Misalnya tentang cuaca,
tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.
3. Fase Terminasi
a. Evaluassi respon klien terhadap tindakan keperawatan
- Evaluasi subjektif
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?”
- Evaluasi objektif
“Nah sekarang coba ibu ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan
dengan orang lain!
b. Rencana tidak lanjut
”Selanjutnya ibu nanti mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama
saya tidak ada. Sehingga ibu lebih siap untuk berkenalan dengan orang
lain. Ibu mau praktekkan ke klien lain?. Mau jam berapa mencobanya.
Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
c. Kontrak yang akan datang
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak ibu berkenalan
dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, ibu mau kan?” “di ruang tamu
lagi?” ”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum
STRATEGI PELAKSANAAN 2 TINDAKAN KEPERAWATAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
- Data subjektif :
1) Klien mengatakan sudah berinteraksi dengan orang lain
2) Klien mengatakan sudah mengajak orang untuk berkenalan.
- Data objektif :
1) Klien sudah mau keluar
2) Klien dapat melakukan aktifitas
2. Diagnosa keperawatan
Isolasi social
3. Tujuan khusus
a. Klien mampu mempraktikan berkenalan dengan orang lain seperti yang
dianjurkan.
b. Klien mampu berkenalan secara bertahap dengan orang pertama (perawat).
c. Klien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan Keperawatan
a. Evaluasi kegiatan berkenalan (bebrapa orang). Beri pujian.
b. Latih berbicara saat melakukan kegiatan harian.
c. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan 2-3 orang pasien,
perawat atau tamu, berbicara saat melakukan kegiatan harian.

B. Strategi Komunikasi dalam pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalammualaikum Ibu! Masih ingat dengan saya?”
b. Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaannya hari ini? Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tentang
berkenalan. Coba sebutkan lagi sambil bersalaman dengan Suster ! Bagus
sekali, Ibu masih ingat.’’
c. Kontrak
“Nah seperti janji saya, saya akan mengajak ibu mencoba berkenalan dengan
teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit. Ayo kita temui
perawat N disana’’
2. Fase Kerja
Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N’’Baiklah, Ibu bisa
berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin(klien
mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam,
menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya). Ada lagi
yang ibu ingin tanyakan kepada perawat N . Coba tanyakan tentang keluarga
perawat N.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
- Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan Ibu setelah berkenalan dengan perawat N
- Evaluasi objektif
Ibu tampak bagus sekali saat berkenalan tadi
b. Rencana tindak lanjut
“Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana
kalau 2 kali. Baik nanti Ibu A coba sendiri.”
c. Kontrak yang akan datang
“Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok.”
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI
A. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Menurut Yati (2020) Halusinasi merupakan persepsi yang diterima oleh panca
indra tanpa adanya stimulus eksternal. Klien dengan halusinasi sering sering
merasakan keadaan/kondisi yang hanya dapat dirasakan olehnya namun tidak
dapat dirasakan oleh orang lain.1
Menurut Deden (2018) dalam penelitian Natanael Saragih (2020), Halusinasi
adalah salah satu gejala gangguan jiwa. Pasien mengalami perubahan sensori
persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan dan penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. 2
2. Klasifikasi
Halusinasi terdiri dari beberapa jenis dengan karakteristik tertentu diantaranya
yaitu :2
a. Halusinasi pendengaran (Auditory)
Gangguan stimulasi dimana pasien mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam, dengan perintah untuk
melakukan sesuatu dan terkadang hal yang dapat membahayakan diri pasien
atau orang lain.
b. Halusinasi penglihatan ( Visual )
Gangguan stimulasi dimana stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambar, orang atau panorama yang luas dan kompleks bisa
menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penciuman ( Olfactory )
Gangguan stimulus pada penghidu dimana pasien mencium bau busuk,
amis dan bau yang menjijikan seperti darah atau urin, feses serta bau harum
seperti parfum.
d. Halusinasi pengecapan ( Gustatory )
Gangguan stimulasi yang ditandai pada saat pasien merasa mengecap
sesuatu yang bau busuk, amis dan menjijikan seperti rasa darah, urin atau
feses.
e. Halusinasi peraba ( Tactil )
Gangguan stimulasi yang ditandai dengan pasien mengalami rasa sakit
atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik
dari ditanah, benda mati.
f. Halusinasi sintetik
Gangguan stimulasi disaat pasien merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan di cerna atau pembentukan
urine, perasaan tubuh nya melayang diatas permukaan bumi.

3. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala perlu diketahui agar dapat menetapkan masalah halusinasi,
antara lain :3
a. Berbicara, tertawa dan tersenyum sendiri
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d. Disorientasi
e. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
4. Rentang respon
Respon adaptif Respon maladaptive
• Pikiran logis • Pikiran kadang • Gangguan proses
• Persepsi akurat menyimpang pikir, delusi,
• Emosi konsisten • Reaksi waham.
dengan emosional • Ketidakmampuan
pendengaran berlebih atau untuk mengalami
• Perilaku sesuai berkurang emosi
• Hubungan social • Perilaku ganjil • Ketidakteraturan
• Menarik diri • Isolasi soaisl
• halusinasi

Keterangan :
1) Respon adaptif, adalah respon yang yang dapat diterima oleh norma-
norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut.
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi denagn orang lain dan
lingkungan.
2) Respon psikosial, meliputi :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera
c. Emosi berlebihan atau berkurang
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
e. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan
orang lain
3) Respon maladaptive, adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan,
adapun respon maladaptif ini meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi sendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.
5. Faktor predisposisi
Menurut Prabowo (2017) Faktor prediposisi yang menyebabkan halusinasi
adalah:
a. Faktor Perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan
lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya lagi.
c. Faktor Biologis
Adanya stress yang berlebihan di alami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan zat yang bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter di otak.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Keluarga yang pencemas,
overprotektif, dingin, tidak sensitive, pola asuh tidak adekuat, konflik
perkawinan, koping tidak adekuat juga berpengaruh pada ketidakmampuan
individu dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depan.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak yang sehat yang dirawat orang tua
yang menderita skizofrenia akan cenderung mengalami skizofrenia.
6. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi (Prabowo, 2017) adalah
sebagai berikut :4
a. Stress biologis
Stessor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang
maladaptive termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi dan adanya abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi rangsangan untuk di interpretasikan.
b. Stress Lingkungan
Gangguan dalam hubungan interpersonal, masalah perumahan, stress,
kemiskinan, tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam kehidupan dan
pola aktivitas sehari-hari, kesepian dan tekanan pekerjaan.

7. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menangani stress. Klien
bertindak lain dari orang lain, lingkungan dan sekitarnya, kurang keterampilan
sosial, perilaku agresif serta amukan klien karena sumber koping yang kurang
efektif pada klien.2
8. Mekanisme koping
Menurut Dalami dkk (2014) dalam penelitian Sri Devi Setyani (2019)
Mekanisme koping adalah perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri
sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologi maladaptif meliputi:3
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali
seperti apa perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada
orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk
menjelaskan kerancuan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindari sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain.
Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi
diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
9. Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi
a. Tahap I Comforting
Halusinasi bersifat menyenangkan, tingkat ansietas pasien sedang.Pada
tahap ini halusinasi secara umum menyenangkan Timbul kecemasan ringan
disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien biasanya
mengkompensasikan stressornya dengan coping imajinasi sehingga merasa
senang dan terhindar dari ancaman.
Karakteristik tahap ini ditandai dengan adanya perasaan bersalah
dalam diri pasien dan timbul perasaan takut. Pada tahap ini pasien mencoba
menenangkan pikiran untuk mengurangi ansietas.Individu mengetahui bahwa
pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi (non
psikotik).
Perilaku klien yang mengalami tahap ini adalah Tertawa/tersenyum
yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang
tidak sesuai dan cepat, Respon verbal yang lambat, Diam dan dipenuhi
sesuatu yang menyenangkan
b. Tahap II (Condeming)
Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas tingkat
berat dan halusinasi bersifat menjijikkan untuk pasien.
Karakteristik tahap ini yaitu Pengalaman sensori yang dialami pasien
bersifat menjijikkan dan menakutkan, pasien yang mengalami halusinasi
mulai merasa kehilangan kendali, pasien berusaha untuk menjauhkan dirinya
dari sumber yang dipersepsikan, pasien merasa malu karena pengalaman
sensorinya dan menarik diri dari orang lain (nonpsikotik).
Perilaku klien yang mengalami tahap ini adalah terjadi peningkatan
denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah, perhatian terhadap
lingkungan kurang, penyempitan kemampuan konsentrasi, dan Kehilangan
kemampuan membedakan halusinasi dengan realita
c. Tahap III (Controling)
Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasien, pasien
berada pada tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori menjadi menguasai
pasien.
Karakteristik: Pasien yang berhalusinasi pada tahap ini menyerah
untuk melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi
menguasai dirinya. Isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu
mungkin mengalami kesepian jika pengalaman tersebut berakhir (Psikotik).
Perilaku klien yang mengalami tahap ini adalah perintah halusinasi
ditaati, sulit berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan
atau orang lain kurang , dan gejala fisik cemas berat yang dialami oleh klien
adalah berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.
d. Tahap IV (Conquering)
Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan tingkat
ansietas berada pada tingkat panik.Secara umum halusinasi menjadi lebih
rumit dan saling terkait dengan delusi.
Karakteristik : Pengalaman sensori menakutkan jika individu tidak
mengikuti perintah halusinasinya. Halusinasi bisa berlangsung dalam
beberapa jam atau hari apabila tidak di intervensi (psikotik berat).
Perilaku klien yang mengalami tahap ini adalah Perilaku panic, resiko
mencederai diri sendiri atau orang lain dan refleksi isi halusinasi, amukan,
agitasi, menarik diri
B. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan (Diri


sendiri, orang lain, lingkungan, Effect
verbal)

Gangguan Persepsi Sensori: Core Problem


Halusinasi

Isolasi Sosial Causa

C. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
2. Isolasi sosial
3. Resiko perilaku kekerasan

D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
2. Isolasi social
3. Resiko perilaku kekerasan

STRATEGI PELAKSANAAN 1 TINDAKAN KEPERAWATAN


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien

- Data Subjektif : klien mampu menjawab pertanyaan


- Data Objektif : klien tampak kebingungan
2. Diagnosa Keperawatan :
Gangguan persepsi sensori halusinasi
3. Tujuan Khusus :

- Klien dapat membina hubungan saling percaya


- Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik
4. Tindakan Keperawatan :
- Bina hubungan saling percaya
- Identifikasi isi halusinasinya
- Identifikasi respon pasien terhadap halusinasi
- Mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


a. Fase orientasi
a. Salam terapeutik :
“Selamat pagi bu, perkenalkan saya perawat yang berjaga pagi ini dari pukul
07.00-14.00 Wib. Sebelumnya boleh kita berkenalan dahulu? Ibu namanya siapa?”
b. Evaluasi / validasi:
“ Bagaimana perasaan ibu hari ini?”
c. Kontrak (topic,waktu,tempat) :
Topik :“Apakah ibu tidak keberatan untuk berbincang-bincang dengan saya
mengenai mengontrol halusinasi?”
Waktu : “ Berapa lama Ibu Q ingin berbincang-bincang? Bagaimana kalo 15
menit?”
Tempat : “ Tempatnya disini saja dikamar ibu”
d. Tujuan :
Pasien mampu menghardik suara-suara tanpa wujud yang didengarnya.
e. Fase Kerja
“ Sudah berapa lama ibu dirawat disini? ”
“Suara apa yang ibu dengar?”
“ Kapan suara-suara itu muncul? ”
“Apa yang ibu lakukan saat mendengar suara itu?”
“Bagaimana ibu mengatasi suara itu?”
“Bagaimana kalau ibu belajar mencegah suara itu muncul?"
“ Ibu, terdapat empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Yang pertama
dengan cara menghardik suara tersebut. Yang kedua dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Dan keempat,
dengan cara minum obat secara teratur. ”
“ Bagaimana kalau kita belajar satu cara dahulu yaitu dengan menghardik?”
“ Caranya seperti ini: saat suara-suara itu muncul, langsung ibu katakan, pergi saya
tidak mau dengar, saya tidak mau dengar, kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang
sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah bagus ibu sudah bisa”
f. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
- Evaluasi subjektif
“ Bagaimana perasaan ibu dengan obrolan kita tadi?”
- Evaluasi objektif
“ Coba ibu ulangi kembali bagaimana cara mencegah suara itu supaya
tidak muncul lagi "
b. Rencana tindak lanjut
" Bagaimana kalau kita membuat jadwal latihan nya "
c. Kontrak yang akan datang (topic, waktu, tempat)
“Bagaimana jika besok jam 10.00 WIB ,apa ibu bisa?"
“Tempatnya ditaman jam 10.00 WIB "
STRATEGI PELAKSANAAN 2 TINDAKAN KEPERAWATAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
- Data Subjektif : klien mengatakan mendengar suara-suara
- Data Objektif : klien tampak tenang dan kooperatif
2. Diagnosa Keperawatan :

Gangguan persepsi sensori halusinasi


3. Tujuan Khusus :
Klien mampu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain
4. Tindakan Keperawatan :
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain
B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik :
“Selamat pagi Ibu Q, apakah ibu masih ingat dengan saya?”
b. Evaluasi / validasi:
“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah halusinasi nya masih muncul? Apakah
ibu telah melakukan cara yang telah kita pelajari kemarin untuk menghilangkan
suara-suara yang mengganggu? Coba saya lihat jadwal kagiatan harian ibu? Bagus
sekali latihan menghardik suara-suara yang telah ibu lakukan dengan teratur "
c. Kontrak (topic,waktu,tempat) :
Topik : " Sesuai dengan kontrak kita, kita akan berbincang-bincang di taman
mengenai cara-cara mengontrol suara-suara yang sering ibu dengar dahulu, dengan
cara yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain "
Waktu : " Berapa lama kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?
"
Tempat : " Untuk tempatnya bagaimana kalua di taman yang sudah kemarin kita
janjikan "
d. Tujuan :
Klien dapat menjelaskan cara-cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi
halusinasi

2. Fase Kerja
" Kalau ibu mendengar suara yang kata ibu kemarin menggangu dan membuat
jengkel, apa yang ibu lakukan pada saat itu? Apa yang telah saya ajarkan kemarin
apakah sudah dilakukan? "
" Cara yang kedua adalah ibu langsung pergi ke perawat katakan pada perawat bahwa
ibu mendengar suara bisikan. Nanti, perawat akan mengajak ngobrol sehingga suara
itu hilang dengan sendirinya "
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
- Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang?"
- Evaluasi objektif
“Jadi, seperti yang ibu katakan tadi, cara yang ibu pilih untuk mengontrol
halusinasinya yang pertama ya”
b. Rencana tindak lanjut
" Nanti jika suara itu terdengar kembali ibu terus praktikan cara yang telah saya
ajarkan agar suara tersebut tidak menguasai pikiran ibu "
c. Kontrak yang akan datang (topic, waktu, tempat)
Topik : " Bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu menyibukkan diri dengan
kegiatan yang bermanfaat "
Waktu : " Mau jam berapa ibu? “
Tempat : " Bagaimana kalau di taman?
LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari
– hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak
menyisir rambut pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada pasien
gangguan jiwa. Pada pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami
ketidakpedulian merawat diri. Keadaan 18 ini merupakan gejala perilaku negatif
dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat
(Yusuf, 2015).
2. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala defisit dar menurut adalah (Damaiyanti, 2012) sebagai berikut:
a. Mandi/hygine
Klien mengalami ketidakmapuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air
mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengerikan tubuh, serta masuk
dan keluar kamar mandi
b. Berpakaian
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakan atau mengambil
potongan pakian, menangalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar
pakaian.
c. Makan
Klien mempunyai ketidak mampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapat makanan, membuka container,
memanipulasi makanan dalam mulut, 11 mengambil makanandari wadah
lalu memasukan ke mulut, melengkapi makanan,mencerna makanan
menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas,
serta mencerna cukup makanan dengan aman
d. Eliminasi
Klien memiliki kebatasan atau krtidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil atau bangkit dari jamban,
memanipulasi pakaian toileting, membersihkan diri setelah BAK/BAB
dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil.
Sedangkan Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah:
1) Fisik
a) Badan bau, pakaian kotor
b) Rambut dan kulit kotor
c) Kuku panjang dan kotor
d) Gigi kotor disertai mulut bau
e) Penampilan tidak rapi.
2) Psikologis
a) Malas, tidak ada inisiatif
b) Menarik diri, isolasi diri
c) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

3) Social
a)Interaksi kurang
b)Kegiatan kurang
c)Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d)Cara makan tidak teratur
e)BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak
mampu mandiri.
3. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan Tidak melakukan


seimbang diri tidak seimbang perawatan diri

1) Pola perawatan diri seimbang: saat pasien mendapatkan stressor dan


mampu ntuk berperilaku adatif maka pola perawatan yang dilakukan
klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri
2) Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien mendapatan
stressor kadang-kadang pasien tidak menperhatikan perawatan dirinya
3) Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak perduli dan
tidak bisa melakukan perawatan saat stresso (Ade, 2011)
4. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan
realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam
perawatan diri.
5. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri. Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013), faktor-faktor
yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
b. Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien menderita diabetes
melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya.
6. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi
seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan
sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan
sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan keyakinan
budaya dapat membantu seorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan
stressdan mengadopsi strategi koping yang efektif.
7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping pada pasien dengan defisit perawatan diri adalah sebagai
berikut:
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali,
seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas (Dermawan, 2013).
b. Penyangkalan ( Denial ), melindungi diri terhadap kenyataan yang tak
menyenangkan dengan menolak menghadapi hal itu, yang sering dilakukan
dengan cara melarikan diri seperti menjadi “sakit” atau kesibukan lain serta
tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang menakutkan (Yusuf dkk,
2015).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisk yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stresor,
misalnya: menjauhi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Reaksi
psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan (Dermawan, 2013).
d. Intelektualisasi, suatu bentuk penyekatan emosional karena beban emosi dalam
suatu keadaan yang menyakitkan, diputuskan, atau diubah (distorsi) misalnya
rasa sedih karena kematian orang dekat, maka mengatakan “sudah nasibnya”
atau “sekarang ia sudah tidak menderita lagi” (Yusuf dkk, 2015)
B. Pohon Masalah

Effect Isolasi Sosial

Core Problem
Defisit Perawatan Diri

Causa Harga Diri Rendah Kronis

C. Masalah keperawatan yang mulai muncul


Masalah keperawatan yang mulai muncul berdasarkan tanda dan gejala deficit perawatan
diri yang ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukan tanda dan gejala deficit
perawatan diri , maka diagnose keperawatan yang ditegakan adalah .
“ Defisit perawatan diri : Kondisi rambut acak-acakan, kuku panjang dan hitam , tidak
mau mandi, dan tidak mengosok gigi serta ganti baju harus selalu dimotivasi oleh
perawat”
D. Data yang perlu dikaji
a. Penampilan : pasien terlihat tidak rapih, rambut acak-acakan dan menggunakan
pakaian tidak sesuai.
b. Pembicaraan : saat berkomunikasi pasien berbicara dengan lambat namun mengerti
dan merespon dengan baik alur pembicaraan
c. Aktivitas motoric : pasien terlihat gelisah dan sering mengaruk-garuk badannya
d. Alam perasaan : pasien terlihat sedih dan murung
e. Efek : pasien terlihat labil, emosinya cepat berubah-ubah
f. Interaksi selama wawancara : selama wawancara pasien tidak menatap (kontak mata)
g. Persepsi : Pasien mengatakan tidak mengalami halusinasi
h. Proses pikir : Saat berkomunikasi pasien berbicara berbelit-belit tapi sampai pada
tujuan pembicara
i. Tingkat kesadaran : Pasien mengerti dan menjawab semua pertanyaan
j. Memori : Pasien masih mengingat kejadian-kejadian pada masalalu nya
k. Tingkat konsentrasi dan berhitung : saat di suruh berhitung pasien sering salah
l. Kemampuan penelitian : Pasien tidak mampu mengambil keputusan walaupun sudah
diberi penjelasan

Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji


Defisit perawatan diri Ds :
a. Pasien merasa lemah
b. Pasien merasa tidak berdaya
c. Pasien mengatakan malas untuk
mandi
d. Pasien mengatakan malas untuk
beraktivitas
Do :
a. Pasien terlihat kotor
b. Pasien tercium bau
c. Pasien terlihat lesu
d. Penampilan tidak rapih
e. Menggunakan pakaian tidak sesuai
E. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit perawatan diri
2. Isolasi social
3. Harga diri rendah
F. Rencana Tindakan Keperawatan

DIAGNOSA PERENCANAAN

TUJUAN INTERVENSI

Defisit Perawatan Diri Pasien mampu SP.1


• Melakukan 1.Identifikasi
kebersihan diri secara a. Kebersihan diri
mandiri b. Berdandan
• Melakukan c. Makan
berhias/berdandan d. BAB/BAK
secara baik 1.Jelaskan pentingnya
• Melakukan makan kebersihan diri
dengan baik 2.Jelaskan alat dan cara
• Melakukan kebersihan diri
BAB/BAK secara 3…..
mandiri 4.Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Kriteria evaluasi SP.2
Setelah 3 kali pertemuan 1.Evaluasi SP.1
pasien dapat menjelaskan 2.Jelaskan pentingnya
pentingnya : berdandan
a. Kebersihan diri 3.Latih cara berdandan untuk
b. Berdandan/berhias laki-laki
c. Makan - Berpakaian
d. BAB/BAK - Menyisir Rambut
e. Dan mampu -Bercukur
melakukan cara 4.Masukan dalam jadwal
merawat diri kegiatan pasien
SP.3
1.Evaluasi kegiatan SP.2
2.Jelaskan cara dan alat
makan
a. jelaskan cara
mempersiapkan makan
b. jelaskan cara merapihkan
peralatan makan setelah
makan
c. peragakan cara merapihkan
peralatan makan
3.Latih kegiatan makan
4. Masukan dalam jadwal
kegiatan makan
SP.4
1.Evaluasi kemampuan
pasien yang lalu SP.1,SP.2
dan SP.3
2.Latih cara BAB/BAK yang
sesuai
a. jelaskan tempat BAB/BAK
yang sesuai
b. Jelaskan cara
membersihkan diri setelah
BAB/BAK

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


SP 1: Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri (pengkajian dan
melatih cara menjaga kebersihan diri : mandi)
a. Identifikasi masalah perawatan diri : kebersihan diri : mandi
b. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri : mandi
c. Menjelaskan alat-alat untuk mandi
d. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri : mandi dan ganti pakaian, sikat
gigi, cuci rambut, dan potong kuku
e. Melatih pasien mempraktekkan cara mandi
f. Memasukkan jadwal kegiatan
A. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, bapak”
“Saya perawat Yolanda, saya perawat yang bertugas pada pagi ini dari jam
08.00- 14.00 WIB. Selama 1 minggu ke depan saya akan merawat bapak.”
b. Evaluasi /validasi
“Nama bapak siapa? Biasanya dipanggil siapa pak?”
“Saya lihat dari tadi bapak menggaruk badannya, kenapa pak?”
“Bapak, apa tadi pagi bapak sudah mandi?”
“Kenapa, bapak belum mandi?”
c. Kontrak (topic, waktu, tempat)
“Kalau begitu pak, bagaimana kalau kita bicara tentang perawatan
kebersihandiri, kira-kira waktunya 20 menit, tempatnya disini saja, apakah
bapakbersedia?”
d. Tujuan : Pasien mampu mandi secara mandiri
2. Fase Kerja
SP 1 : Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri (pengkajian dan melatih
cara menjaga kebersihan diri : mandi
a. Identifikasi masalah perawatan diri : kebersihan diri
“Bapak berapa kali biasanya mandi”
“kenapa jadi seperti itu, pak?”
b. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri
“kalau begitu kita sekarang bicara tentang pentingnya mandi. Coba bapak
pikirkan, kalau bapak mandi apa yang dirasakan?”
“ Nah, sekarang suster akan menyebutkan gunanya jika bapak mandi. Pertama,
bapak bersih. Kalau, kedua apa bapak?”
“Coba bapak ingat-ingat dulu”
“Iya bapak benar, lalu apalagi pak?”
“Iya bapak bagus sekali. Terus, kalau kita tidak mandi apa akibatnya?”
“Iya, bapak bagus sekali”
c. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
“Baiklah pak, sekarang coba bapak sebutkan dulu alat-alat yang biasanya
digunakan bapak untuk mandi”
“Suster sebutkan dulu ya pak, pertama sabun, lalu apalagi pak?”
“Benar pak, lalu apalagi pak?”
“Benar sekali bapak”
d. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri: mandi dan ganti
pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong kuku dan melatih pasien cara
mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
“Nah bapak sudah tahukan alat-alat untuk mandi. Sekarang suster akan
menjelaskan cara-cara mandi, sikat gigi, cuci rambut, dan potong kuku”
“Kita mulai dengan mandi ya pak, pertama kita guyur seluruh tubuh, ambil
sabun, tuangkan sabun ketelapak lalu gosok-gosok, kemudian usapkan
keseluruh tubuh.”
“Sekarang pakai shampoo pak, pertama tuangkan sedikit shampoo di telapak
tangan, lalu gosok-gosok, lalu gosokkan di kepala”
“Terakhir kita guyur seluruh badan sampai shampoo dan sabunnya hilang,
bapak.”
“Kemudian pakai handuk. Selanjutnya gosok gigi.”
“Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
“Nah sekarangkitapraktekkan di kamarmandiyapak.”
e. Memasukan dalam jadwal kegiatan
“Bapak tadi kita sudah selesai mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri,
nanti bapak bapak mau latihan mandinya jam berapa?”
“Kalau sikat gigi? Potong kukunya?”
“Baik, pak suster masukkan kejadwal ya”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
- Evaluasi Subjektif
“Nah, bapak bagaimana perasaanya setelah mandi?”
- Evaluasi Objektif
“Bapak masih ingat apa yang kita lakukan tadi?”
b. Rencana tindak lanjut
“Bapak tadi kan sudah dibuat jadawal kapan bapak mau melakukannya, besok
suster cek ya sudah dilakukan apa belum. Kalau bapak sudah melakukan
sendiri tanpa diingatkan nanti dijadwal suster tuli M ya, kalau masih perlu
diingatkan nanti suster tulis B ya.”
c. Kontrak yang akan datang (topic, waktu, tempat)
“Kalau begitu pak, saya akan kembali ke ruang perawat, besok saya akan
menemui bapak lagi jam 09.00 pagi untuk latihan berdandan, tempatnya
diruangan ini saja. Bagaimana pak?”

Anda mungkin juga menyukai