STRATEGI PELAKSANAAN
KEPERAWATAN JIWA
DISUSUN OLEH:
NURADINDA RANGKUTI
201811045
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal bai
yang berhubungan dengan fisik maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut
dibagi kedalam dua golongan yaitu gangguan jiwa (neurosa) dan sakit jiwa
(psikosa). Keabnormalan terlihat dalm berbagai macam gejala yang terpenting
antara nya adalah ketegangan, rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas,
perbuatan-perbuatan yang terpaksa, histeria, rasa lemah,dan tidak mampu
mencapai tujuan, takut dan pikiran-pikiran buruk (Hendarmawan, 2018)
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah hati
dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasai yang negatif terhadap diri
sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilanh kepercayaan diri merasa
gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. (ERWANDA,
2019)
2. Proses terjadinya masalah
a. Fakor predisposisi yang meyebabkan timbulnya harga diri rendah meliputi:
1) Biologis
Faktir dari keturuana atau herideter seperti adanya riwayat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Selain itu adanya riwayat
penyakit kronis atau trauma kepala merupakan salah satu faktir penyebab
gangguan jiwa.
2) Psikologis
Masalah psikologis yan dapat terjadinya harga diri rendah yaitu engalaman
maslalau yanh kurnag menyenangkan, penolakan dari lingkungan sekitar
dan orang tedekat serta harapan yang berlebihan atau harapan yang kurang
relaitis.
3) Faktor Sosial budaya
penilaian negatif dari lingkungan terhadap klien, sosial ekonomi rendah,
pendidikan yang rendah juga adanya riwayar penolakan lingkungan pad
tumbuh kembang anak.
b. Faktor Presiptasi
1) Riwayat trauma seperti adanya penganiyayan sekosual dan pengalman
psikologis yang tidak menyenangkan menyaksiakan peristiwa yag
mengancam nyawa, mwnakdi pelaku, korban atau saksi dari tidak
kekerasan.
2) Ketegangan peran: ketegangan peran dapat di sebabkan oleh sebagai
berikut:
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbhan seperti transisi dari masa kanak-kanak ke remaja.
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian
c) Transisi perah sehat-sakit: merupakan akhibat pergeseran dari kondisi
sehat kesakit. Transisi ini dapat dicetuskan antara lain karena
kehilangan sebagian anggota tubuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan atau fungsi tubuh. Atau perubahan fisik yang berhubungan
dengan tumbuh kembang normal, prosedur medis dan keperawatan
3. Tanda dan gelaja
a) Mengkritik diri sendiri
b) Perasaan tidam mampu
c) Pandangan hidup yang pesimis
d) Penurunan produktifitas
e) Penolakan terhadap kemampuan diri
4. Rentang Respon
Konsep diri merupajan aspek kritikal dan dasae diri perilaku individu. Indivisu
dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari
kemampuaan interpesonal, kemampuan intelektual dan penugasan lingkungan.
Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan soaisal yang maladaptif.
a. Aktualitas diri ada;ah pernyataan diri tentang konsep diei yang posituf dengan
latar belakang pengalamana nyata yan sukses dan dapat diterima. Konsep diri
positif merupakan bagaian seseorang memandang apa yang ada pada dirinya.
Ideal dirinya harga dirinya, penampilan peran serta identitas dirinya secara positif.
Hal ini akan menujukan bahwa individu itu akan menjadi individu yang sukses.
b. Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri nya sendiri, termasuk
kehilangan percaya diri, tida berharga, tidak berguna, pesimis tidak ada harapan
dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah
yaitu mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif
yang diarahkan kepad orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak
mampu, ras bersalah perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan fisik
menarik diri secraa sosial, kwatir serta menarik diri dari realitas
c. Keracuan identitasmerupakan sauatu kegagalan individu untuk
mengingkregitaskan berbagai identitas masa kanak kanka kedalam kepribadian
peikososial dewas yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan drngan
keracuan identitas yaitu tidaj ada kide moral, sifat kepribadian yang bertentangan,
hubungan interpesonal eksploitatif, perasasan hampa. Perasaan mengambang
tentang diri sendiri tingka antisietas yang tinggi, ketidak mampuan untuk empati
terhadao orang lain
d. Depwrsonalisasi merupakan suatau perasaan yang tidak realitistis diman klien
tidak dapat membedakanstimulus dari dalam atau luar dirinnya. Individu
mengalami kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain dan
tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing baginya.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Definisi Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperaeatan meliputi-meliputi kumpulan
data, analisis data dan perumusan masalsh pasien. Data yang dikumpulakan adalah
data pasien secara holistik meliputi aspek biologis, psikologis,sosial dan spiritual
b. Identias pasien
Perawat yang merawat pasien melakukan perkenalan dan kontak dengan
pasien tentang: nama peraaat, nama paisen, pangilan perawat, panggilan
pasien, tujuan waktu, tempar pertemuan, topik yang akan di bicarakan.
1) Usia dan No RM
2) Alamat
3) Perkerjaan
4) Pengkaji menuliskan sumberdata / informan
c. Pengkajian
Wawancara pengkajain yang memerlukan keterlampilan komunikasi efektif
secara linguistic dan kultural, wawancara observasi perilaku tinjauan catatan-
catatan data dasar, serta pengkajian komprehensif terhadp pasien dan sistem
yang relevan memungkinakan perawat kesehatan jiwa – pskiatri untik
membuat penilaian klinis dan rencana tindakan yang tepat dengan pasien.
Pengkajian meliputi beberapa faktor yaitu
1) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinta harga diri rendah adalah penolakan orangtua
yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan kepada orang lain ideal diri yang tidak
realistis.
2) Faktor presipitasi
a) Konflik peran terjadi apabila peran yang diinginkan individu,
sedang diduduki individu lain.
b) Peran yang tidak jelas terjadi apabila individu diberikan peran
yang kabur, sesuai perilaku yang diharapkan.
c) Peran yang tidak sesuai terjadi apabila individu dalam proses
peralihan mengubah nilai dan sikap.
d) Peran berlebihan terjadi jika seseorang individu memiliki
banyak peran dalam kehidupannya.
1) Perilaku
1. Mengkritik diri sendiri dan orang lain
2. Penurunan produktifitas
3. Dekstruktif yang diarahkan pada orang la
2) Sumber koping
1. Aktivitas olahraga dan aktivitas diluar rumah
2. Hobi dan kerajinan tangan
3. Seni yang ekspresif
3) Mekanisme koping
2. Diagnosa keperawatan jiwa
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang repons manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan,atau kerentanan respon dari
seorang individu, keluarga, atau komunitas.
Batasan karakteristik
a. Bergantung pada pendapat orang lain
b. Ekspresi rasa bersalah
c. enggan mencoba hal baru
Faktor yang berhubungan
a. Gangguan psikiatrik
b. Kegagalan berulang
c. Ketidaksesuaian budaya
Pohon masalah
Isolasi Sosial
CP
Harga diri rendah
Subjektif : Subjektif :
Mengancam (tidak tersedia)
Mengumpat Objektif :
3. Rentang Respon
Menurut Stuart & Sundenen (1998) rentang respon perilaku kekerasan dapat
digambarkan sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptive
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
Sumber :(Stuart & Sundenen, 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa)
Keterangan :
a. Asertif
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa marah
rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan orang lain
b. Frustasi
Respon yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan, kepuasan, atau
rasa amaan/
c. Pasif
Keadaan dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang di
alaminya
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk menuntut sesuatu tapi
masih terkontrol
e. Kekerasan dan amuk
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya contol
4. Faktor Predisposisi
a Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu prasaan
ditolak,dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
b Perilaku
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang
tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima (permisive).
d Bioneurologis
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi
contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan 16
psikomotornya.
b. Terapi okupasi
Terapi ini bukan pemberian pekerjaan melainkan kegiatan itu sebagai media
untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi. Oleh
karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca koran, main catur, berdialog, berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan bagi dirinya.
c. Terapi kelompok
Terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa denga tujuan
mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan
tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien, tetapi target terapi adalah
perilaku pasien
Terapi kejang listrik atau electro convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan
arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis pasien. Terapi ini
awalnya untuk menangani skozofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi, biasanya
dilaksanakan setiap 2-3 hari sekali.
B. Pohon Masalah
Pohon Masalah Keperawatan
Effect
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Core Problem
Risiko Perilaku Kekerasan
Causal
Perilaku Kekerasan
C. Masalah Keperawatan
1. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Halusinasi Pendengaran
3. Isolasi Sosial
4. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
E. Diagnosa Keperawatan
Menurut PPNI (2016) rumusan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan
yaitu:
Problem : Risiko Perilaku Kekerasan
Diagnosa keperawatan : Risiko Perilaku kekerasan
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN
SP 1 Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya nurhakim yudhi wibowo, panggil
saya yudi, saya perawat yang dinas di ruangan 9 ini, Nama bapak siapa,
senangnya dipanggil apa?”
b. Evaluasi / validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
c. Kontrak (topic,waktu,tempat)
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10
menit?”
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau
di ruang tamu?”
2. Fase Kerja
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah
marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah
ada penyebab lain yang membuat bapak marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau
masalah uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak
rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah,
membanting pintu dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress
bapak hilang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri
jadi takut barang-barang pecah. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik?
Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –
lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari
hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali,
bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
bapak?”
a. Evaluasi subjektif
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan
........ (sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya .........
b. Evaluasi objektif
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu,
apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa
latihan napas dalamnya ya pak.”
b. Rencana tindak lanjut
“Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau
latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
c. Kontrak yang akan datang (topic,waktu,tempat)
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain
untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak, Selamat
pagi”
SP 2 Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya N, saya perawat dari ruang Soka ini,
saya yang akan merawat bapak (pasien). Nama ibu siapa, senangnya dipanggil
apa?”
b. Evaluasi / validasi
“Bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang masalah yang Ibu hadapi?”
c. Kontrak (topic,waktu,tempat)
“Berapa lama ibu kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”
“Di mana enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau di ruang
tamu?”
2. Fase Kerja
"Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
berdebar-debar, mata melotot, selain nafas dalam bapak dapat melakukan pukulan
kasur atau bantal"
"Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Dimana kamar bapak?
Jika kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan
kemarahan tersebut dengan memukul kasur atau bantal. Nah coba bapak lakukan,
pukul kasur dan bantal. Ya bagus sekali bapak melakukannya."
"Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal."
"Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah.
Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya."
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
"Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan amarah tadi?"
c. Evaluasi subjektif
“Ada beberapa cara yang sudah kita latih? Coba sebutkan lagi. Bagus!”
d. Evaluasi objektif
“Klien sangat responsive”
e. Rencana tindak lanjut
"Mari kita masukkan kedalam jadwal sehari-hari bapak. Pukul kasur atau bantal
Mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00
pagi dan jam 15.00 sore.”
f. Kontrak yang akan datang (topic,waktu,tempat)
"Besok pagi kita berjumpa lagi kita akan latihan cara mengontrol amarah
dengan belajar bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya”
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan opreang lain. (Purba, dkk. 2018).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan. (Dalami, dkk. 2019).
Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang
diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negative
atau mengancam (Wilkinson, 2017).
2. Tanda dan Gejala
Menurut Purba, dkk. (2018) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara adalah :
a. Pasien menceritakan perasaan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang
lain.
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain.
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
e. Paien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
f. Pasien merasa tidak berguna.
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
3. Rentang Respon
7. Mekanisme koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme
koping yang sering digunakan adalah proyeksi, spluting (memisah) dan isolasi.
Proyeksi merupakan keinginan yang tidak mampu ditoleransi dan klien
mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri. Splutting
merupakan kegagalan individu dalam menginterprestasikan dirinya dalam
mrenilai baik buruk. Sementara itu, isolasi dalah perilaku mengasingkan diri dari
orang lain maupun lingkungan (Sutejo, 2017).
B. Pohon Masalah
E. Diagnosa Keperawatan
Gangguan isolasi sosial: Menarik diri
F. Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Carpenito dalam Yusuf, dkk. 2015). Sebelum tindakan keperawatan
diimplementasikan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan yang
ditetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat ini (here and now) (Yusuf dkk.
2015).
Tindakan keperawatan pada pasien isolasi social dapat melakukan 3 hal:
1. Tindakan keperawatan individu yang akan diberikan langsung kepada pasiennya.
Dengan cara: SP 1, SP 2, SP 3, SP 4
2. Tindakan keperawatan kelompok, kita kumpulkan orang-orang yang mempunyai
masalah yang hampir sama, kita berikan suatu tindakan aktivitas kelompok.
Dengan cara kemampuan memperkenalkan diri
3. Tindakan keperawatan keluarga, jika di RS dapat mengundang keluarga, ataupun
dapat memberikan edukasi saat home visit ke keluarga. Dapat dengan cara
menjelaskan masalah klien isolasi social
4.
STRATEGI PELAKSANAAN 1 TINDAKAN KEPERAWATAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
- Data subjektif :
1) Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
2) Klien mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya
- Data objektif
1) Klien tampak menyendiri
2) Klien terlihat mengurung diri
2. Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial
3. Tujuan khusus
1) Klien mampu membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
3) Klien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian bersosialisasi.
4) Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
4. Tindakan Keperawatan
1) Identifikasi penyebab isolasi sosial.
2) Jelaskan keuntungan mempunyai teman dan bercakap-cakap.
3) Jelaskan kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap.
4) Latih cara berkenalan dengan pasien dan perawat atau tamu.
5) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan.
B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi ibu, perkenalkan saya perawat A yang bertugas hari ini dari
pukul 07.00 – 14.00 siang nanti, saya akan merawat ibu selama di sini, nama
ibu siapa? Senangnya ibu di panggil apa?
b. Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apa ibu merasa bosan dan tidak berguna?
Apa ibu masih suka menyendiri?
c. Kontrak
Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang perasaan ibu? Apa ibu
bersedia? Tujuan nya agar ibu dengan saya dapat saling mengenal sekaligus
ibu dapat mengetahui keuntungan berinteraksi dengan orang lain. Mau
dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau? Berapa
lama, bu? Bagaimana kalau 15 menit?”
2. Fase Kerja
Dengan siapa ibu tinggal di rumah?
Siapa yang paling dekat dengan Ibu?
Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan Ibu?
Apa yang membuat Ibu jarang bercakap-cakap dengannya?”
Menurut Ibu apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar,
ada teman bercakap-cakap. Apa lagi? Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai
teman apa ya Ibu ? Ya, apa lagi ? Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya.
Kalau begitu inginkah Ibu belajar bergaul dengan orang lain ? Bagus. Bagaimana
kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain?
Nah untuk memulainya sekarang ibu latihan berkenalan dengan saya terlebih
dahulu. Begini ibu, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dahulu
nama kita dan nama panggilan yang kita sukai.
Ayo kita coba praktekan! Misalnya saya belum kenal dengan Ibu. Coba
berkenalan dengan saya!
Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali
Setelah Ibu berkenalan dengan orang tersebut Ibu bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan Ibu bicarakan. Misalnya tentang cuaca,
tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.
3. Fase Terminasi
a. Evaluassi respon klien terhadap tindakan keperawatan
- Evaluasi subjektif
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?”
- Evaluasi objektif
“Nah sekarang coba ibu ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan
dengan orang lain!
b. Rencana tidak lanjut
”Selanjutnya ibu nanti mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama
saya tidak ada. Sehingga ibu lebih siap untuk berkenalan dengan orang
lain. Ibu mau praktekkan ke klien lain?. Mau jam berapa mencobanya.
Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
c. Kontrak yang akan datang
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak ibu berkenalan
dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, ibu mau kan?” “di ruang tamu
lagi?” ”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum
STRATEGI PELAKSANAAN 2 TINDAKAN KEPERAWATAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
- Data subjektif :
1) Klien mengatakan sudah berinteraksi dengan orang lain
2) Klien mengatakan sudah mengajak orang untuk berkenalan.
- Data objektif :
1) Klien sudah mau keluar
2) Klien dapat melakukan aktifitas
2. Diagnosa keperawatan
Isolasi social
3. Tujuan khusus
a. Klien mampu mempraktikan berkenalan dengan orang lain seperti yang
dianjurkan.
b. Klien mampu berkenalan secara bertahap dengan orang pertama (perawat).
c. Klien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan Keperawatan
a. Evaluasi kegiatan berkenalan (bebrapa orang). Beri pujian.
b. Latih berbicara saat melakukan kegiatan harian.
c. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan 2-3 orang pasien,
perawat atau tamu, berbicara saat melakukan kegiatan harian.
Keterangan :
1) Respon adaptif, adalah respon yang yang dapat diterima oleh norma-
norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut.
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi denagn orang lain dan
lingkungan.
2) Respon psikosial, meliputi :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera
c. Emosi berlebihan atau berkurang
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
e. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan
orang lain
3) Respon maladaptive, adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan,
adapun respon maladaptif ini meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi sendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.
5. Faktor predisposisi
Menurut Prabowo (2017) Faktor prediposisi yang menyebabkan halusinasi
adalah:
a. Faktor Perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan
lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya lagi.
c. Faktor Biologis
Adanya stress yang berlebihan di alami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan zat yang bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter di otak.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Keluarga yang pencemas,
overprotektif, dingin, tidak sensitive, pola asuh tidak adekuat, konflik
perkawinan, koping tidak adekuat juga berpengaruh pada ketidakmampuan
individu dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depan.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak yang sehat yang dirawat orang tua
yang menderita skizofrenia akan cenderung mengalami skizofrenia.
6. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi (Prabowo, 2017) adalah
sebagai berikut :4
a. Stress biologis
Stessor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang
maladaptive termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi dan adanya abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi rangsangan untuk di interpretasikan.
b. Stress Lingkungan
Gangguan dalam hubungan interpersonal, masalah perumahan, stress,
kemiskinan, tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam kehidupan dan
pola aktivitas sehari-hari, kesepian dan tekanan pekerjaan.
7. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menangani stress. Klien
bertindak lain dari orang lain, lingkungan dan sekitarnya, kurang keterampilan
sosial, perilaku agresif serta amukan klien karena sumber koping yang kurang
efektif pada klien.2
8. Mekanisme koping
Menurut Dalami dkk (2014) dalam penelitian Sri Devi Setyani (2019)
Mekanisme koping adalah perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri
sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologi maladaptif meliputi:3
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali
seperti apa perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada
orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk
menjelaskan kerancuan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindari sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain.
Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi
diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
9. Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi
a. Tahap I Comforting
Halusinasi bersifat menyenangkan, tingkat ansietas pasien sedang.Pada
tahap ini halusinasi secara umum menyenangkan Timbul kecemasan ringan
disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien biasanya
mengkompensasikan stressornya dengan coping imajinasi sehingga merasa
senang dan terhindar dari ancaman.
Karakteristik tahap ini ditandai dengan adanya perasaan bersalah
dalam diri pasien dan timbul perasaan takut. Pada tahap ini pasien mencoba
menenangkan pikiran untuk mengurangi ansietas.Individu mengetahui bahwa
pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi (non
psikotik).
Perilaku klien yang mengalami tahap ini adalah Tertawa/tersenyum
yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang
tidak sesuai dan cepat, Respon verbal yang lambat, Diam dan dipenuhi
sesuatu yang menyenangkan
b. Tahap II (Condeming)
Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas tingkat
berat dan halusinasi bersifat menjijikkan untuk pasien.
Karakteristik tahap ini yaitu Pengalaman sensori yang dialami pasien
bersifat menjijikkan dan menakutkan, pasien yang mengalami halusinasi
mulai merasa kehilangan kendali, pasien berusaha untuk menjauhkan dirinya
dari sumber yang dipersepsikan, pasien merasa malu karena pengalaman
sensorinya dan menarik diri dari orang lain (nonpsikotik).
Perilaku klien yang mengalami tahap ini adalah terjadi peningkatan
denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah, perhatian terhadap
lingkungan kurang, penyempitan kemampuan konsentrasi, dan Kehilangan
kemampuan membedakan halusinasi dengan realita
c. Tahap III (Controling)
Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasien, pasien
berada pada tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori menjadi menguasai
pasien.
Karakteristik: Pasien yang berhalusinasi pada tahap ini menyerah
untuk melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi
menguasai dirinya. Isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu
mungkin mengalami kesepian jika pengalaman tersebut berakhir (Psikotik).
Perilaku klien yang mengalami tahap ini adalah perintah halusinasi
ditaati, sulit berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan
atau orang lain kurang , dan gejala fisik cemas berat yang dialami oleh klien
adalah berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.
d. Tahap IV (Conquering)
Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan tingkat
ansietas berada pada tingkat panik.Secara umum halusinasi menjadi lebih
rumit dan saling terkait dengan delusi.
Karakteristik : Pengalaman sensori menakutkan jika individu tidak
mengikuti perintah halusinasinya. Halusinasi bisa berlangsung dalam
beberapa jam atau hari apabila tidak di intervensi (psikotik berat).
Perilaku klien yang mengalami tahap ini adalah Perilaku panic, resiko
mencederai diri sendiri atau orang lain dan refleksi isi halusinasi, amukan,
agitasi, menarik diri
B. Pohon Masalah
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
2. Isolasi social
3. Resiko perilaku kekerasan
2. Fase Kerja
" Kalau ibu mendengar suara yang kata ibu kemarin menggangu dan membuat
jengkel, apa yang ibu lakukan pada saat itu? Apa yang telah saya ajarkan kemarin
apakah sudah dilakukan? "
" Cara yang kedua adalah ibu langsung pergi ke perawat katakan pada perawat bahwa
ibu mendengar suara bisikan. Nanti, perawat akan mengajak ngobrol sehingga suara
itu hilang dengan sendirinya "
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
- Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang?"
- Evaluasi objektif
“Jadi, seperti yang ibu katakan tadi, cara yang ibu pilih untuk mengontrol
halusinasinya yang pertama ya”
b. Rencana tindak lanjut
" Nanti jika suara itu terdengar kembali ibu terus praktikan cara yang telah saya
ajarkan agar suara tersebut tidak menguasai pikiran ibu "
c. Kontrak yang akan datang (topic, waktu, tempat)
Topik : " Bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu menyibukkan diri dengan
kegiatan yang bermanfaat "
Waktu : " Mau jam berapa ibu? “
Tempat : " Bagaimana kalau di taman?
LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari
– hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak
menyisir rambut pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada pasien
gangguan jiwa. Pada pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami
ketidakpedulian merawat diri. Keadaan 18 ini merupakan gejala perilaku negatif
dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat
(Yusuf, 2015).
2. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala defisit dar menurut adalah (Damaiyanti, 2012) sebagai berikut:
a. Mandi/hygine
Klien mengalami ketidakmapuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air
mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengerikan tubuh, serta masuk
dan keluar kamar mandi
b. Berpakaian
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakan atau mengambil
potongan pakian, menangalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar
pakaian.
c. Makan
Klien mempunyai ketidak mampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapat makanan, membuka container,
memanipulasi makanan dalam mulut, 11 mengambil makanandari wadah
lalu memasukan ke mulut, melengkapi makanan,mencerna makanan
menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas,
serta mencerna cukup makanan dengan aman
d. Eliminasi
Klien memiliki kebatasan atau krtidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil atau bangkit dari jamban,
memanipulasi pakaian toileting, membersihkan diri setelah BAK/BAB
dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil.
Sedangkan Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah:
1) Fisik
a) Badan bau, pakaian kotor
b) Rambut dan kulit kotor
c) Kuku panjang dan kotor
d) Gigi kotor disertai mulut bau
e) Penampilan tidak rapi.
2) Psikologis
a) Malas, tidak ada inisiatif
b) Menarik diri, isolasi diri
c) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3) Social
a)Interaksi kurang
b)Kegiatan kurang
c)Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d)Cara makan tidak teratur
e)BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak
mampu mandiri.
3. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Core Problem
Defisit Perawatan Diri
DIAGNOSA PERENCANAAN
TUJUAN INTERVENSI