Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN MOBILITAS FISIK

Disusun Oleh :

Nama : Dwi retno apriliyanti

NIM : 2001032037

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2021

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi

1. Konsep Lansia dan Proses Menua

Menurut Worid Health Organization (WHO), lansia adalah


seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas.Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya..Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang di sebut Aging Proses atau proses penuaan

Seseorang dikatakan lansia iala apabila berusia 60 tahun atau lebih


,karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik
secara jasmani ,rohani maupun sosia(Nugroho,2012)

Lansia sebagai populasi berisiko memiliki risiko gangguan


keseimbangan yang disebabkan oleh fungsi muskuluskeletal terutama di
daerah ekstremitas bawah. Keseimbangan tubuh merupakan aktivitas
kompleks antara sistem saraf dan muskuluskeletal.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan
tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh,yang ditandai
dengan dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada system
kardiovaskuler dan pembuluh darah,pernafasan,pencernaan,endokrin dan
lain sebagainya.Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga
terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel,jaringan, serta system
organ.Perubahan tersebut pada umumnya berpengaruh pada kemunduran
Kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
ekonomi dan social lansia.Sehingga secara umum akan berpengaruh pada
activity living(Fatimah,2010)
Keseimbangan tubuh adalah kemampuan tubuh untuk melakukan
reaksi atas setiap perubahan posisi tubuh sehingga tubuh tetap stabil dan
terkendali. Keseimbangan ini terdiri atas keseimbangan statis (tubuh dalam
posisi diam) dan keseimbangan dinamis (tubuh dalam kondisi bergerak).
Keseimbangan statis diperlukan saat duduk atau berdiri diam.
Keseimbangan dinamis diperlukan saat jalan, lari atau gerakan berpindah
dari satu titik ke titik yang lainnya dalam suatu ruang (Nala, 2015 ).
Keseimbangan secara umum juga dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi tubuh dalam basis
dukungannya. Keseimbangan dapat dikategorikan menjadi keseimbangan
statis dan dinamis. Keseimbangan statis adalah kemampuan untuk
mempertahankan tubuh statis dalam basis dukungannya. Keseimbangan
dinamis adalah kemampuan untuk beralih dari keadaan dinamis ke keadaan
statis atau kemampuan untuk mempertahankan stabilitas saat melakukan
gerakan dinamis (Distefano et al, 2009 ).
a. perubahan keseimbangan tubuh dakam proses menua
Proses menua adalah perubahan yang berkaitan dengan berjalanya
waktu dan bersifat universal, intrinsik dan progresif. Perubahan tersebut
mengakibatkan terjadinya penurunan kemampuan sel dan jaringan
beradaptasi dengan lingkungan dan bertahan hidup. Perubahan pada
fungsi fisiologis yaitu terjadi perubahan pada sensori, neurologis dan
sistem saraf pusat, motorik dan muskuluskeletal (Miller, 2004, Wallace,
2008 dalam Achamanegara, 2012).
b. Komponen Keseimbangan Tubuh
Lord (2007) mengatakan penuaan di tandai dengan perubahan
komponen darisistem musksuluskelatal yang berpengaruh terhadap
keseimbangan. Konsekuensi dari penuaan adalah pada penurunan
keseimbangan yang dimanifestasikan dalam beberapa komponen yaitu
berdiri, bersandar, dan membungkuk, performa gerakan terkontrol dan
respon terhadap gangguan eksternal.
c. Penilaian Fungsi Keseimbangan
Ada berbagai jenis instrumen yang digunakan untuk melakukan
penilaian terhadap keseimbangan. Salah satu instrumen yang memiliki
tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi adalah BBS. BBS adalah
sebuah skala yang terdiri dari 14 observasi yang digunakan untuk menilai
keseimbangan lansia di komunitas (Blum dan Korner-Bitensky, 2008).
Komponen yang diukur diantaranya berdiri dari :
a. Posisi duduk
b. Berdiri tanpa bantuan
c. Duduk tanpa bersandar dengan kaki bertumpu ke lantai
d. Duduk dari posisi berdiri
e. Berpindah tempat
f. Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup
g. Berdiri tanpa bantuan dengan kaki dirapatkan
h. Menjangkau kayu atau sedotan dengan tangan lurus ke depan
pada posisi berdiri,
i. mengambil barang di lantai dari posisi berdiri
j. menengok ke belakang melewati bahu kiri dan kanan Ketika
berdiri
k. berputar 360 derajat
l. menempatkan kaki bergantian pada anak tangga atau bangku
kecil ketika berdiri
m. berdiri dengan satu kaki di depan kaki lain
n. berdiri dengan satu kaki.

2. Konsep Risiko Jatuh


Jatuh merupakan masalah keperawatan utama yang terjadi pada
lansia, yang menyebabkan cidera, hambatan mobilitas dan kematian
(Sattin,2001 dalam Bayu, 2018).

Selain cidera fisik yang berkaitan dengan jatuh, individu dapat


mengalami dampak psikologis, seperti takut terjatuh kembali, kehilangan
kepercayaan diri, peningkatan ketergantungan dan isolasi sosial (Downton
dan Andrews,2006 dalam Bayu 2018).

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau


saksi mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk dilantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran atau terluka (Ruben, 2005 dalam Bayu 2018).
Berdasarkan beberapa pengertian jatuh diatas maka dapat
disimpulkan bahwa jatuh adalah kejadian tiba tiba dan tidak sengaja yang
mengakibatkan seseorang terbaring atau terduduk dilantai dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran atau luka.

Jatuh merupakan masalah fisik yang sering terjadi pada lansia


dengan bertambahnya usia kondisi fisik, mental dan fungsi tubuh pun
menurun. Jatuh dan kecelakaan pada lansia merupakan penyebab kecacatan
yang utama.

a. Faktor-faktor Risiko Jatuh


Jatuh terjadi sebagai akibat dari interaksi komplek dari faktor risiko.
Pada tulisan ini faktor risiko jatuh menggunakan klasifikasi faktor intrinsik
dan ekstrinsik. Stanley dan Beare (2006) menyebutkan faktor penyebab
jatuh adalah faktor ekstrinsik (meliputi faktor lingkungan atau faktor diluar
individu) dan faktor intrinsik yang mempengaruhi keseimbangan individu.
1) Faktor Instrinsik
a) Usia
Berbagai perubahan pada tubuh akan terjadi sebagai
konsekuen dari penuaan. Beberapa perubahan terkait penuaan yang
dapat menyebabkan jatuh. Menurut Tideiksaar (2010) kemampuan
untuk menghindari jatuh tergantung pada kemampuan
mempertahankan keseimbangan. Dengan bertambahnya usia,
fungsi sistem ini menurun secara bertahap yang mempengaruhi
keseimbangan individu dan risiko jatuh. Stanley dan Beare (2006)
mengatakan gangguan kontrol dan kelemahan otot merupakan
faktor prediktor penting terhadap jatuh pada populasi lansia.
b) Jenis Kelamin
Jatuh lebih sering terjadi pada wanita yang lebih tua daripada
pria. Namun kematian terkait jatuh adalah lebih tinggi diantara pria
yang lebih tua. Pria terlibat dalam aktivitas fisik berbahaya dan
perilaku seperti naik tangga yang tinggi, membersihkan atap atau
mengabaikan batas-batas kemampuan fisik mereka. Berbagai
pilihan kebijakan dan strategi pencegahan jatuh untuk pria dan
wanita berdasarkan perbedaan gender dalam lokasi, situasi dan
peristiwa sebelum jatuh dan cedera terkait jatuh sangat diperlukan
(WHO, 2015).
c) Penggunaan Obat
Pengaruh kondisi medis dan obat seperti obat hipertensi
mempengaruhi hipotensi postural yang berdampak terhadap gaya
gravitasi tubuh, koordinasi, menyebabkan pusing mengubah
mekanisme keseimbangan dan kemampuan untuk mengenal
sehingga meningkatkan risiko jatuh (WHO, 2015). Tinetti (1988)
dalam Tideiksaar (2010) menemukan bahwa obat penenang
dikaitkan dengan peningkatan risiko jatuh dalam kelompok lansia
yang tinggal di masyarakat (Tideiksaar, 2010). Miller (2012)
mengatakan obat-obatan yang dapat menyebabkan jatuh yaitu: anti
aritmia, anti kolinergik, anti konvulsan, diuretik, benzodiasepin
atau obat hipnotik lainya, anti psikotik, antidepresan dan alkohol.
d) Gangguan Jantung
Merupakan gangguan berupa kehilangan oksigen dan makanan
ke jantung karena aliran darah ke jantung melalui arteri koroner
berkurang. Tanda dan gejala penyakit jantung pada lanjut usia
adalah sering kali merasa nyeri pada daerah prekordial dan sesak
nafas yang mengakibatkan rasa cepat lelah dan biasanya terjadi
ditengah malam. Gejala lainnya adalah kebingungan, muntah –
muntah, dan nyeri pada perut karena pengaruh dari bendungan
hepas atau keluhan insomnia (Darmojo, 2014).
e) Gangguan Gerak
Gangguan gerak atau sering disebut dengan gangguan
ekstrapiramidal merupakan kelainan regulasi terhadap gerakan
volunter. Gangguan ini merupakan bagian sindroma neurogik
berupa gerakan berlebihan atau gerakan yang berkurang namun
tidak berkaitan dengan kelemahan. Insiden dan prevalensi
gangguan gerak bertambah sesuai penggunaan obat – obatan yang
dapat mencetuskan terjadinya gangguan tersebut (Miller, 2011)
Gangguan gerak pada lansia disebabkan karena proses penuaan
yang mengakibatkan kelainan pada ganglia basal, dibagi menjadi 2
yaitu hipokinetik dan hiperkinetik.Gangguan hipokinetikdiartikan
adanya hipokinesia (berkurangnya amplitude gerakan),
bradikinesia(melambatnya gerakan), akinesia(hilangnya gerakan),
seperti pada penyakit Parkinson. Sedangkan pada gangguan
hiperkinetikterjadinya gerakan berlebih, abnormal, dan involunter
seperti pada tremor, atheosis, dystonia, hemibalismus, chorea,
myoclonus dan tie (Miller, 2011)
f) Gangguan Neurologis
Perubahan pada sistem neurologis diantaranya adalah
penurunan berat otak, aliran darah ke otak dan berkurangnya
neuron. Perubahan anatomis tersebut menyebabkan lansia
kehilangan memori, menjadi lambat dalam beraksi, masalah
keseimbangan dan gangguan tidur (Mauk,2010). Perubahan sistem
saraf di otak berpengaruh pada sistem organ lainnya. Perubahan
pada saraf motorik mengakibatkan perubahan dalam reflek,
kerusakan kognitif dan emosi, serta penurunan jumlah pada sistem
saraf pusat mempengaruhi proses komunikasi dan sistem organ
lainnya seperti sistem penglihatan dan propiosepsi (Digiovanna,
2000 dalam Mauk 2010).
g) Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan meningkatkan insiden jatuh pada lansia
(Salzman, 2010). Penuaan menyebabkan gangguan penglihatan
tersebut juga dihubungkan dengan kemampuan dalam mengontrol
pergerakan mata dan persepsi terhadap warna karena sensitivitas
terhadap warna berkurang pada lansia ( Petrifisky. 2015).
Gangguan penglihatan adalah perubahan yang terjadi pada ukuran
pupil menurun dan reaksi terhdap cahaya berkurang dan juga
terhadap akomodasi, lensa menguning dan berangsur menjadi lebih
buram mengakibatkan katarak, sehingga mempengaruhi
kemampuan untuk melihat menerima dan membedakan warna –
warna (Cieayundacitra, 2010). Mata adalah organ sensorik yang
mentransmisikan rangsangan melalui jarak pada otak ke lobus
oksipitalis dimana rasa penglihatan ini diterima sesuai dengan
proses penuaan yang terjadi, tentunya banyak perubahan yang
terjadi diantaranya alis berubah keabu, dapat menjadi kasar pada
pria dan menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria maupun
wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan, produksi
air mata oleh kelenjar lakrimalis yang berfungsi untuk
melembapkan dan melumasi konjungtiva akan menurun dan
cenderung cepat menguap sehingga mengakibatkan konjungtiva
lebih kering (Cieayundacitra, 2010).
h) Gangguan Pendengaran
Kehilangan pendengaran pada lansia terjadi sebagai hasil
perubahan dari telinga bagian dalam. Telinga bagian dalam terdiri
dari koklea dan organ – organ keseimbangan. Sistem vestibular
bersama – sama dengan mata dan propioseptor membantu dalam
mempertahankan keseimbangan fisik tubuh. Gangguan pada sistem
vestibular dapat mengarah pada pusing dan vertigo yang dapa
mengganggu keseimbangan (Mauk,2010).
Faktor risiko dari perubahan pendengaran pada lansia adalah
proses penyakit, medikasi ototoksik, dan pengaruh lingkungan.
Konsekuensi fungsionalnya adalah berpegaruh terhadap
pemahaman dalam berbicara, gangguan komunikasi, kebosanan,
apatis isolasi sosial, rendah diri, serta ketakutan dan kecemasan
yang berhubungan dengan bahaya keamanan lingkungan (Miller,
2011).
2) Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar atau
lingkungan, faktor ekstrinsik ini antara lain adalah cahaya ruang yang
kurang terang, lantai yang licin, benda – benda di lantai, alas kaki yang
kurang pas, tali sepatu, kursi roda tidak terkunci, dan naik turun tangga.
Penyebab luar lain yang menyebabkan jatuh pada lansia yaitu gangguan
gaya berjalan, gangguan keseimbangan, obat – obatan, penyakit tertentu
seperti depresi, demensia, diabetes melitus, hipertensi, dan lingkungan
yang tidak aman (Miller, 2011).
a) Alat bantu berjalan
Penggunaan alat bantu berjalan dalam jangka waktu lama dapat
mempengaruhi keseimbangan sehingga dapat menyebabkan jatuh.
Ukuran, tipe dan cara menggunakan alat bantu jalan seperti walker,
tongkat, kursi roda, dan kruk berkontribusi menyebabkan ganggua
keseimbangan dan jatuh (Stanley, 2012).
b) Lingkungan
Lingkungan merupakan suatu keadaan atau kondisi baik bersifat
mendukung atau bahaya dapat memepengaruhi jatuh pada lansia
(Prabuseso, 2013). Kejadian jatuh di dalam ruangan lebih sering
terjadi di kamar mandi, kamar tidur dan dapur. Sekitar 10 %
kejadian jatuh terjadi di tangga terutama turun karena lebih
berbahaya dari pada naik tangga. Lingkungan yang sering
dihubungkan dengan jatuh pada lansia antara lain alat – alat bantu
atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau tergeletak di
bawah, tempat tidur atau kamar mandi yang rendah dan licin,
tempat berpegangan tidak terlalu kuat atau sulit dijangkau, lantai
tidak datar, licin atau menurun, karpet yang tidak digelar dengan
baik, penerangan yang tidak baik, alas kaki yang tidak tepat
ukuran, berat maupun cara penggunaannya yang salah.
Keseimbangan berkurang seiring bertambahnya usia karena
perubahan yang terjadi pada lansia (Darmojo, 2014).
3) Faktor Situasional
a) Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dapat terjadi dalam kehidupan sehari – hari,
seperti berjalan, naik atau turun tangga, melakukan hobi, rekreasi
dan olahraga. Kategori aktivitas fisik dapat dibagi berdasarkan
tiper, frekuensi, durasi dan intensitas.
b) Riwayat penyakit
Riwayat penyakit kronis yang diderita lansia selama bertahun
– tahun biasanya menjadikan lansia lebih mudah jatuh seperti
penyakit stroke, hipertensi, hilang fungsi penglihatan, dan sinkop
yang sering menyebabkan jatuh (Darmoj0, 2014)
b. Instrumen Pengkajian Risiko Jatuh
Ada berbagai instrumen untuk melakukan pengkajian terhadap risiko
jatuh. Pada penelitian ini akan di gunakan the time up and go test (TUG).
Center for Disease Control And Prevention (CDC, 2014). Menyebutkan
bahwa the time up and go (TUG) test merupakan salah satu instrumen
yang digunakan untuk mengetahui risiko jatuh. TUG dikembangkan pada
tahun 1991. TUG direkomendasikan sebagai skrening risiko jatuh oleh
American Geriatric Society and British Geriatric Society. TUG merupakan
sebuah instrumen yang mempunyai tingkat akurasi tinggi untuk
mendeteksi jatuh.

B. Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan atau yang turut berperan terhadap


imobilitas pada lansia adalah:

1. Penurunan fungsi musculoskeletal


Ototo-otot mengalami atrofi, distrofi atau cidera, tulang mengalami
infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis dan osteomalasya, sendi akan
mengalami artritis dan tumor atau kombinasi struktur ( kangker dan
obat-obatan).
2. Perubahan fungsi neurologis
Bisa terjadi karena infeksi, trauma, tumor, obat-obatan, penyakit
vaskuler misalnya stroke, penyakit deleminasi, penyakit degeneratif
seperti parkinson, gangguan metabolik misalnya hiperglkemi dan
gangguan nutrisi.
3. Nyeri
Penyebabnya multiple dan bervariasi seperti penyakit kronis dan
trauma.
4. Definisi perseptual
Kelebihan atau kekurangan masukan sensori
5. Berkurangnya kemampuan kognitif
Gangguan proses kognitif karena demensia berat
6. Jatuh
Mempunyai efek fisik cidera atau fraktur dan efek psikologis sindrom
setelah jatuh
7. Perubahan hubungan sosial
Faktor-faktor aktual misalnya kehilangan pasangan, pindah jauh dari
keluarga dan teman-teman, kemudian faktor-faktor persepsi misalnya
perubahan pola pikir seperti depresi.

8. Aspek psikologis
Ketidak berdayaan dalam belajar

C. Patofisiologi

Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia, memjadi tua atau
menua akan mengakibatkan turunnya fungsi tubuh atau terjadinya perubahan
fisiologis. Pada lansia perubahan fisiologis terjadi secara meyeluruh, baik fisik,
sosial, mental dan spiritual. Perubahan sistem musculosekeletal pada lansia antara
lain penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan masa otot, ukuran
otot mengecil, sel otot yang mati digantikan oleh jaringan ikat dan lemak,
kekuatan atau jumlah daya otot menurun (Padila, 2013 dalam Arsani, 2019).

Penurunan pada masa tulang merupakan hal yang umum dialami oleh
lansia, penurunan tersebut dapat diakibatkan oleh ketidakefektifan fisik,
perubahan hormonal dan resorbsi tulang. Efek dari penurunan ini adalah tulang
menjadi lemah, kekuatan otot menurun, cairan synovial mengental dan terjadi
klasifikasi kartilago (Maryam, 2010 dalam Arsani,2019)
Pathway

Proses penuaan

Perubahan Perubahan
biologis psikososial Perubahan
spiritual

Penurunan
sistem tubuh Penurunan Merasa hidup lebih
fungsi intelektual bermakna dan memiliki
tujuan hidup

Perubahan sistem
muskuloskeletal Perasaan tak tenang
Kemampuan
melakukan
pengalaman
spiritual
Penurunan fungsi
Gangguan
sendi, otot
Istirahat/Tidur

Distres spiritual
Kekakuan dan
kram sendi
Gangguan
mobilitas fisik

Gangguan
keseimbangan

Risiko Jatuh
D. Konsep Asuhan Keperawatan

.   1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan


pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (klien).
Oleh karena itu, pengkajian yang benar, akurat, lengkap, dan sesuai dengan
kenyataan sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dari
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan rspon individu,
sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktik keperawatan (Sudoyo et
al., 2010). Hal yang perlu dikaji, yaitu:

a. Informasi biografi Informasi biografi meliputi tanggal lahir, alamat, jenis


kelamin, usia, status pekerjaan, status perkawinan, dan agama. Usia pasien dapat
menunjukkan tahap perkembangan baik pasien secara fisik maupun psikologis.
Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan
pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan
dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien masalah atau penyakitnya

b. Keluhan utama Pengkajian anamnesis keluhan utama didapat dengan


menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan pasien.Setiap keluhan
utama harus 25 dinyatakan sedetail-detailnya kepada pasien dan semuanya
dituliskan pada riwayat penyakit sekarang.Pada umumnya, beberapa hal yang
harus diungkapkan pada setiap gejala adalah lama timbulnya, lokasi
perjalanannya.Pasien diminta untuk menjelaskan keluhan-keluhannya dari segala
awal sampai sekarang.

c. Riwayat kesehatan dahulu Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit


yang pernah dialami sebelumnya. Hal-hal yang perlu dikaji meliputi:

1) Pengobatan yang lalu Ada beberapa obat yang diminum oleh pasien pada masa
lalu yang masih relevan, seperti pemakaian obat kortikosteroid.Catat adanya efek
samping yang terjadi dimasa lalu.
2) Riwayat keluarga Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami
oleh keluarga.Hal ini ditanyakan karena banyak penyakit menurun dalam
keluarga. Setiap pengkajian riwayat harus dapat diadaptasi sesuai kebutuhan
seorang pasien. Setiap pola merupakan suatu rangkaian perilaku yang membantu
perawat mengumpulkan, mengorganisasikan, dan memilah-milah data (Aspiani,
2014).

Menurut (Sunaryo et al., 2015), pengkajian yang berfokus pada lansia meliputi:

a. Perubahan fisiologis, Perubahan fisiologis pada lansia meliputi:

1) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dengan pendekatan per system dimulai dari kepala ke


ujung kaki atau head to toe dapat lebih mudah dilakukan pada kondisi klinik.Pada
pemeriksaan fisik diperlukan empat modalitas dasar yang digunakan yaitu
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.Setelah pemeriksaan fisik terdapat
pemeriksaan tambahan mengenai pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengkaji tingkat kesehatan umum seseorang dan pengukuran tanda-tanda vital
(tekanan darah, suhu, respirasi, nadi).

2) Pengkajian fungsi keseimbangan

Ada berbagai instrumen untuk melakukan pengkajian terhadap risiko


jatuh. Pada penelitian ini akan di gunakan the time up and go test (TUG). Center
for Disease Control And Prevention (CDC, 2014). Menyebutkan bahwa the time
up and go (TUG) test merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk
mengetahui risiko jatuh. TUG dikembangkan pada tahun 1991. TUG
direkomendasikan sebagai skrening risiko jatuh oleh American Geriatric Society
and British Geriatric Society. TUG merupakan sebuah instrumen yang
mempunyai tingkat akurasi tinggi untuk mendeteksi jatuh.
3) Pengkajian status fungsional

Pengkajian status fungsional merupakan suatu pengukuran kemampuan


seseorang untuk melalukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.Indeks Katz adalah
alat yang secara luas digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis
pada lansia.Format ini menggambarkan tingkat fungsional klien dan mengukur
efek tindakan yang diharapkan untuk memperbaiki fungsi. Indeks katz ini
merentang kekuatan pelaksanaan dalam 6 fungsi: mandi, berpakaian, toileting,
berpindah, kontinen, dan makan

b. Perubahan Kognitif

Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lansia muncul akibat
kesalahan konsep karena lansia mengalami kerusakan kognitif. Pengkajian status
kognitif meliputi:

1) SPMSQ (short portable mental status questionnaire) Digunakan untuk


mendeteksi adanya kerusakan dan tingkat kerusakan intelektual, terdiri dari 10 hal
yang menilai orientasi, memori dalam hubungan dengan kemampuan perawatan
diri, memori jauh dan kemampuan matematis

2) MMSE (mini mental state exam) Menguji aspek kognitif dari fungsi mental,
orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa.Nilai
kemungkinan paling tinggi adalah 30, dengan nilai 21 atau kurang biasanya
indikasi adanya kerusakan kognitif yang memerlukan penanganan lebih lanjut.

3) Inventaris Depresi Bec Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejala dan
sikap yang berhubungan dengan depresi. Setiap hal direntang dengan
menggunakan skala 4 poin untuk menandakan intensitas gejala.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons


pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung actual maupun potensial. Tujuan diagnosis keperawatan adalah
untuk mengidentifikasi respons pasien individu, keluarga, komunitas, terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien yaitu :

a. Risiko jatuh berhubungan dengan perubahan sistem musculoskeletal


b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan penurunan kekuatan
otot.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kesulitan untuk jatuh tidur
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah setiap tindakan berdasarkan penilaian klinis
dan pengetahuan, yang perawat lakukan untuk meningkatkan hasil pada
pasien.Intervensi rheumatoid arthritis secara umum adalah kaji keadaan umum
pasien meliputi nyeri, aktivitas fisik/pergerakan, persepsi terhadap penyakit serta
pengetahuan mengenai penyakit, observasi tanda-tanda vital dan ekspresi non
verbal pasien.

a. . Risiko jatuh berhubungan dengan perubahan sistem musculoskeletal

Tujuan dan kriteria hasil:

1. kejadian jatuh : tidak ada kejadian jatuh


2. perilaku pencegahan jatuh meningkat : tindakan individu untuk
meminimalkan faktor risiko yang dapat memicu jatuh
3. keseimbangan tubuh meningkat (kemampuan untuk mempertahankan
ekuilibrium)

Intervensi
a) Mengidentifikasi defisit koqnitif/fisik yang dapat meningkatkan potensi
jatuh dalam lingkungan
Rasional : Untuk mengetahui koqnitif/fisik yang dapat meningkatkan
potensi jatuh
dalam lingkungan
b) Mengidentifikasi perilaku dan faktir yang mempenngaruhi risiko jatuh
Rasional :Untuk mengetahui perilaku dan faktir yang mempenngaruhi
risiko jatuh
c) Mendorong pasien untuk menggunakan alat bantu yang sesuai
Rasional : agar meminimalisir terjadinya kejadian jatuh
d) Tempatkan barang pada daerah yang mudah di jangkau
Rasional : agar barang dapat dijangkau dengan mudah
e) Ajarkan tentang tehnik latihan keseimbangan
Rasional : agar keseimbangan tubuh klien meningkat dan kejadian jatuh
dapat diminimalisir
f) KIE tentanh penggunaan alas kaki yang aman
Rasional : agar klien mengetahui penggunaan alas kaki yang aman

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri sendi dan penurunan


kekuatan otot
1. Tujuan dan kriteria hasil:
a) Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya kontraktur.
b) Meningkatkan kekuatan dan fungsi dari kompensasi bagian tubuh.
2. Intervensi :
Tindakan mandiri
a) Evaluasi/lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi.
Rasional : tingkat aktivitas/latihan tergantung dari perkembangan
resolusi proses inflamasi.
b) Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. Buat jadwal
aktivitas yang sesuai dengan toleransi untuk memberikan periode
istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak
terganggu.
Rasional : istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan
seluruh fase penyakit yang penting, untuk mencegah kelelahan, dan
mempertahankan kekuatan.
c) Bantu klien latihan rentang gerak pasif/aktif, demikian juga latihan
resistif dan isometrik jika memungkinkan.
Rasional : mempertahankan/meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot
dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat dapat menimbulkan
kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak
sendi.
d) Ubah posisi klien setiap dua jam dengan bantuan personel yang
cukup. Demonstrasikan/bantu tekhnik pemindahan dan pengguanaan
bantuan mobilitas.
Rasional : menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan
sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian klien.
Tekhnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit.
e) Posisikan sendi yang sakit dengan bantal, kantung pasir, gulunagn
trokanter, bebat, dan brace.
Rasional : meningkatkan stabilitas jaringan (mengurangi risiko
cedera) dan mempertahankan posisi sendi yang diperlukan dan
kesejajaran tubuh serta dapat mengurangi kontraktur.
f) Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher
Rasional : mencegah fleksi leher.
g) Dorong klien memperhankan postur tegak dan duduk, berdiri,
berjalan.
Rasional : memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.
h) Berikan lingkungan yang aman, misal menaikan kursi/kloset,
menggunakan pegangan tangga pada bak/pancuran dan toilet,
penggunaan alat bantu mobilitas/kursi roda.
Rasional : menghindari cedera akibat kecelakaan/jatuh.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kesulitan untuk jatuh tidur
intervensi
1) Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien
2) Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya
3) Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik
4) Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam
tidurnya
DAFTAR PUSTAKA

Afriantara, L. (2018). Pengaruh senam lansia terhadap keseimbangan tubuh pada


lansia di posyandu mawar desa janggan kecamatan poncol kabupaten
magelang. Madiun: Stikes Bhakti husada mulia. Di akses tanggal 04
Oktober 2020

NAKJ Arsani, (2019). Pengertan Lanjut usia. Repository.poltekes.denpasar.ac.id


2019. Diperoleh tanggal 04 Oktober 2020.

DesiLah,
(2018).Asuhan_keperawatan_pada_lansia_dengan_gangguan_mobilisasi,
https://www.academia.edu/35660200. Diperoleh tanggal 04 Oktober 2020.

Azizah, Lilik Ma’ rifatul, (2011). Keperawatan LanjutUsia. Yogyakarta : Graha


Ilmu
EW Sutowo ,(2016). Asuhan keperawatan lansia yang mengalami gangguan
mobilitas fisik dengan rheumatoid artritis di UPTD griya werda Surabaya.
Repository.unusa.ac.id/701/. Diperoleh tanggal 04 Oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai