Anda di halaman 1dari 39

PENGARUH PIJAT OSITOKSIN TERHADAP PRODUKSI ASI

PADA IBU POST PARTUM SECTIO CAESAREA


DI RUMA SAKIT UMUM POSO

PROPOSAL STUDI KASUS

OLEH
PUTRI DJ.DOHANIS
NIM:P00220218048

POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN PALU


JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM
STUDI DIII KEPERAWATAN
POSO TAHUN 2020

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………..2
1. LATARBELAKANG………………………………………………………….3
2. RUMUSAN MASALAH ……………………………………………………...4
3. TUJUAN PENELITI…………………………………………………………...
a. TujuanUmum………………………………………………………….
b. Tujuan khusus…………………………………………………………

BAB II TENTANG
ASI……………………………………………………………………………

1. PENGERTIAN TENTANG ASI …………………………………


a. Definisi Asi………………………………………………..
b. Etioligi ASI…………………………………………………
c. Klasifikasi asi ……………………………………………
d. Hal-Hal yang mempengaruhi asi…………………………
e. Folume Penurunan ASI……………………………………
2. TINJAUAN TENTANG PIJAT OKSITOKSIN
a. Definisi Pijat
Oksitoksin…………………………………………………………
b. Tujuan pijat oksitoksin

BAB III METODE PENELITIAN......................................................................................29


1. Jenis Penelitian...........................................................................................................29
2. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................................29
3. Subyek studi keperawatan..........................................................................................30
4. Fokus studi.................................................................................................................30
Daftar Pustaka……………………………………………………………………..

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut WHO dan UNICEF 2016 di dalam kutipan yesica

sebanyak asi eklusif sangat penting untuk bayi usia 0-6 bulan dan

wajib diberikan pada satu jam pertama. pemberian ASI eklusif

merpakan salah satu pengaruh yang sangat kuat terhadap

kelangsuangan hidup anak, pertumbuhan dan perkembangan.

Meskipun banyak manfaat dari ASI tersebut namun cakupan

pemberian ASI eklusif masi renda. 136,7 juta bayi lahirdi seluruh

dunia dan hanya 32,6 % dari mereka yang disusui secara eklusif dan

mendapatkn ASI di satu jam pertama. Dinegara yang berkembang ibu-

ibu yang memberikan ASI eklusif sebanyak 39 % dari data diatas ,

terdapat gambaran dari Negara tatisti bahwa bayi yang tdk mendapat

ASI eklusif lebih besar angka meninggal daripada yang diberi ASI

(unicef 2016.

Berdsarkan data dari kementerian kesehatan RI tahun 2015

didalam kutipan sihombing, angka cakupan ASI eklusif di Indonesia

belum mencapai 80% berdasarkan laporan SDKI tahun 2014

pencapaian ASI eklusif sebanyak 42% berdasarkan dari laporan dari

dinas kesehatan provinsi Sulawesi tenga tahun 2015 pemberian ASI 0-

6 bulan hanya 54% dengan persentase bayi yang mendapat ASI eklusif

3
untuk usia dibawa 6 bulan sebanyak 41 % pada bayi usia 4-5 bulan

sebanyak 27 5 dan pada usia 2 tahun sebnyak 55 % di provinsi

Sulawesi tenga angka cakupan bayi yang mendapatkan ASI sebanyak

65,437 juta bayi (kementrian ri 2015)

Data provinsi Sulawesi tenga tahun 2016 cakupan ASI eklusif

sebanyak 56,2 % berdasarkan dinas kesehatan poso pada bulan agustus

2015 dan mengunjungi 6 puskesmas ternyata bayi yang memperoleh

ASI eklusif sebesar 174 bayi ( 4,08 %) dan terdapat 4,064 (95,1 %)

bayi yang tidak mendapat ASI eklusif, sementara target yang harus di

capai 80 % (dinas kesehatan poso).

Ketidak efektifan proses menyusui dapat menggangu kondisi

klinis bayi . penelitian yang dilakukan muddler ( 2015) menyatakan

bahwa proses menyusui yang tidak efektif dapat berakibat pada

kondisi hiperbilirubinemia kernicterus , dehidras, dan penurunan berat

badan berlebihan pada bayi.tidak semua ibu post partum langsung

mengeluarkan ASI merupakan suatu interaksi yang sangat komplek

antara rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon yang

berpengaruh terhadap pengeluaran oksitoksin. Pengeluaran hormon

oksitoksin dipengaruhi oleh isapan bayi juga dipengaruhi oleh reseptor

yang terlrtak pada sistem duktus.bila duktus melebar atau melunak

maka secara reflektoris dikeluarkan oksitoksin oleh hipofise yang

berpran untuk memeras air susu dari alfeoli. (sotjiningsi, 2014)

4
Upaya yang bisa dilakukan untuk memperbanyak pengeluaran

produksi ASI pada ibu diawal menyusui adalah pijat osiktosin

(hanindita 2018) menurut rosli (2014) pijat oksitoksin merupaka salah

satu solusi yang tepat untuk mempercepat dan memperlancar produksi

ASI, pijat ositoksin dilakukan untuk merangsang reflex ositoksin

(reflek let down) yaitu dengan cara memijat sepanjang tulang belakang

(vertebral) dengan dilakukanya pemijatan ini ubu juga akan merasakan

lebih rileks sehinggah kelelahanya setelh melahirkan akan hilang

dengan begitu hormone oksitoksin akan keluar dan ASI pun cepat

keluar (astutik2017).

Dalam hal tersebut maka penulis bertujuan untuk mengetahui

pengaruh pijat oksitoksin terhadap produksi ASI.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah :bagaimana penerapan pijat

oksitoksin terhadap produksi ASI pada ibu post partum section

caesarea?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan umum

Dapat memahami asuhan keperawatan komprehensif dengan

penerapan pijat oksitoksin terhadap produksi ASI pada ibu post

partum section caesarea di ruma sakit umum daerah poso.

5
2. Tujuan khusus

a. Dapat melakukan pengkajian dengan penerapan pijat

oksitoksin terhadap produksi asi pada ibu post partum section

cesarea di rumah sakit umum poso

b. Dapat merumuskan diagnose keperawatan dengan penerapan

pijat oksitoksin terhadap produksi asi pada ibu post partum

section cesarea di ruma sakit umum poso

c. Dapat menyusun rencana keperawatan dengan penerapan pijat

oksitoksin terhadap produksi asi pada ibu post partum section

cesarea di ruma sakit umum poso

d. Dapat mengimplementasikan asuhan keperawatan dengan

penerapan pijat oksitoksin terhadap produksi asi pada ibu post

partum section cesarea di ruma sakit umum poso

e. Dapat melakukan evaluasi keperawatan dengan penerapan pijat

oksitoksin terhadap produksi asi pada ibu post partum section

cesarea di ruma sakit umum poso

D. MANFAAT STUDI KASUS

1. Bagi Ruma Sakit Umum Poso

Sebagai masukan bagi ruma sakit umum daerah poso tentang

penerapan pijat oksitoksin terhadap produksi asi pada ibu post partum

section cesarea dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di

puskesmas lawanga.

6
2. Bagi Institusi pendidikan

Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa

kesehatan khususnya mahasiswa keperawatan Prodi keperawatan Poso

mengenai pijat oksitoksin terhadap produksi asi pada ibu post partum secti

cesarea

3. Bagi Pasien

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan terhadap

pijat oksitoksin terhadap produksi asi pada ibu post partum section cesarea

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam

penerapan asuhan keperawatan pada pijat oksitoksin terhadap produksi asi

pada ibu post partum section cesarea .

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tujuan Tentang Asi

1. Pengaertian Asi

ASI ( Air susu ibu ) adalah makanan terbaik dan alami untuk

bayi pada awal usia kehidupan. hal ini tidak hanya karena ASI

mengandung cukup zat gizi tetapi karena Asi mengandung zat

imonologik yang melindungi bayi dari infeksi praktek menyusui, di

Negara berkembang telah berhasil menyelamatkan sekitar 1,5 juta bayi

pertahun.

Air susu ibu (ASI) adalah nutrisi alamiah yang terbaik bagi

bayi hal ini di karenakan ASI mengandung energi dan zat yang di

butuhkan selama enam bulan pertama kehidupan bayi ( saleha 2012 ).

2. Etiologi

Proses pembentukan asi di pengaruhi oleh dua faktor yaitu;

a. Reflek Prolactin

Rangsangan isapan bayi melalui serabut akan mencakup saraf akan

memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolactin

kedalam aliran dara. prolactin memecu sel kelenjar untuk sekresi

asi. Makin sering bayi mengisap makin banyak prolactin yang di

lepas oleh hipofise, makin banyak pula asi yang diproduksi oleh

sel kelnjar

8
b. Reflek Aliran (led Down Reflek)

Pancaran asi dari payudara oleh karena pengaruh hormone

oksitoksin dikeluarakn oleh kelenjar hipofise yang di rangsang

oleh hisapan bayi yang membuat kontraksi otot (Depkes RI, 2014).

3. Klasifikasi

Klasifikasi ASI dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Kolostrum

Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah

melahirkan ( 2-4 hari ) yang berbeda karakteristik fisik dan

komposisinya dengan asi matang dengan volume 150-300

ml/hari. Imunitas pasif akan melindungi bayi dengan berbagai

virus dan bakteri yang merugikan. Kolostrum juga merupakan

pembersih usus bayi yang membersihkan meconium sehinggah

mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap

menerima ASI ( Depkes RI,2015 ).

2. ASI Peralihan

ASI yang dihasilkan setelah kolestorum ( 8-20) dimana kadar

lemaklaktosa dan vitamin air lebih tinggi dan kadar protein,

mineral lebih renda serta mengandung lebih banyak kalori dari

pada kolesterum (depkes RI,2005).

9
3. Asi Matur

Asi yang di hasilkan setelah 21 hari setelah melahirkna dengan

volume bervariasi yaitu 300-850 ml/hari tergantung pada

besarnya stimulasi zat laktasi 90% adalah air karbohidtar.

Protein dan lemak yang di perlukan untuk kebutuhan hidup dan

perkrmbangan bayi.

4. Hal – hal yang mempengaruhi Asi

a) Makanan

Produksi asi sangat di pengaruhi oleh makanan yang di

makan ibu, apabila ibu makan secara teratur dan cukup

mengandung cukup gisi yang di perlukan akan

mempengaruhi produksi Asi.

b) Ketenanagan Jiwa

Produksi Asi sangat di pengaruhi oleh faktor kejiwaan.ibu

yang selalu dalam keadaan tertekan sedih kurang percaya

diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan

menurunkan volume ASI bahkan tdk akan terjadi produksi

ASI.

c) Penggunaan alat kontrasepsi

Ibu yang menyusui bainya hendak memperhatikan

penggunaan alat kontrasepsi karena pemakayian

10
kontrasepsi yang tidak tepat dapat mempengaruhi produksi

ASI.

d) Perawatan Payudara

Merangsang buah dada akan mempengaruhi hipofise untuk

mengeluarkan hormone progesterone dan eksogen lebih

banyak lagi dan hormon oxytocin.

e) Fisiologis

Terbentuknya ASI dipengaruhi hormon terutama proklistin.

Hormon ini merupakan hormon laktogenik yang

menentukan dalam hal pengadaan dan mempertahankan

sekresi air susu.

f) Faktor isapan anak

Ibu menyusui anak jarang maka hisapan anak berkurang

dengan pengeluaran asi berkurang ( Weni 2009 ).

5. Volume Penurunan Asi

bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat asi mulai

menghasilkan ASI. Kondisi normal pada hari pertama dan kedua sejak

bayi lahir air susu yang di hasilkan sekitr 500-100 ml/hari meningkat

hingga 500ml pada minggu kedua. Produksi si semakin efektif dan

terus menerus meningkat pada 10-14 hari setelah melahirkan.

Kondisi tersebut berlangsung hinggah beberapa bulan kedepan.

Bayi yang sehat mengkomsumsi 700-800ml ASI setiap hari setelah

11
memasuki masa 6 bulan volume pengeluaran asi menurun. Sejak saat

itu kebutuhan asi tidak lagi dapat dipenuhi oleh ASI. Dan harus

mendapat makanan tambahan.

Secara fisiologis ukuran payudra tidak mempengaruhi volum

air susu ibu yang di produksi.artinya jumlah asi yang di produksi tidak

tergantung pada besar atau kecilnya payudara.jumla produksi asi

berfarias setiap hari, karena di pengaruhi oleh kandungan nutrisi ibu.

ASI yang di butuhkan oleh bayi sesuai tingkat pertumbuhan tiap hari

dan perkrmbanganya.semakin sehat bayi semakin banyak ASI yang di

konsumsinya.

Volume ASI yang di produksi di pengaruhi oleh kondisi psikis

seorang ibu dan makanan yang di konsumsinya, oleh karena itu ibu

tidak boleh merasa sters dan gelisah secara berlebihan, keadaan ini

sangat berpengaruh pada volume ASI minggu pertama menyusui bayi

( dwi sunar 2009 ).

Jumlah air susu ibu pada ibu yang kekurangan gizi sekitar 500-

700ml setiap hari selama 6 bulan pertama, 400-600ml pada bulan

kedua serta 300-500ml pada tahun kedua kehidupan bayi. Kekurangan

gizi di karenakan cadangan lemak yang tersimpan dalam tubuh ibu

pada masa kehamilan tidak memncukupi kebutuhan. Yang kelak akan

di gunakan sebagai salah satu komponen ASI dan sumber energy

selama menyusui. Meskipun begitu peningatan konsumsi makanan

12
pada ibu hamil belum tentu meningkat pada air susu, sebenarnya gisi

dalam makanan yang di konsmsi oleh ibu hamil itulah yang menjadi

faktor dominan yang berpengaruh terhadap volume produksi ASI.

Beberapa kasus jumlah produksi ASI pada ibu yang kekuranga

gizi sering kali menurun, dan akhirnya berhenti sama sekali, daerah

yang banyak di temui ibu yang sangat kekuranagn gizi, dapat

dicermati adanya carmus pada bayi yang berumur enam bulan, yang

hanya di beri ASI. ( Dwi Sunar 2009 ).

6. Kualifikasi Fisik ASI Yang Baik

Tampilan ASI berbeda setiap saat lantaran kandungan berubah –ubah,

termasuk kandungan lemak dan warna asi. Hal-hal yang perlu di

ketahui oleh ibu adalah :

a. Jumlah lemak dalam asi berflukaktif dari hari ke hari. Asi yang

keluar pada menit-menit pertama setelah persalinan akan berbeda

warnanya dengan ASI yang keluar di hari berikutnya.

b. ASI yang baru saja di peras mengandung banak protein dan terlihat

lebih encer ketimbang ASI yang di keluarkan pada menit-menit

berikutnya.

c. Warna ASI tidak tergantung pada makanan dan minuman yang di

konsumsi oleh ibu.

13
d. Pewaran makan, munum, soda jus buah dan hidangan penutup

yang mengandung gelatin tidak mengubah warna ASI menjadi

pink atau orens.

e. ASI bewarna pink mengindikasikan adanya dalam dara dalam asi.

Hal ini di karenakan putting payudara lecet.

f. Kondisi normal ASI segar berbau dan beraroma manis.

g. Jika ASI perana berbau asam, pahit, dan anyir mungkn ASI

mungkin asi telah basi ( dwi sunar 2009 ).

7. Komposisi Gizi Dalam ASI

1. Karbohidrat

Karbohidrat dalam ASI berbentuk laktosa ( gula susu ) yang

jumlahnya tidak terlalu berfariasi setiap hari.dalam jumlahnya

lebih banyak ketimbang dalam ASI terasa manis di bandingkan

ASI. Hal ini menyebabkan bayi yang sudah mengenal ASI dengan

baik,dengan demikian pemberian ASI semakin berhasil.

2. Protein

Protein dalam ASI lebih rendah bila di bandingkan dengan PAZI,

meskipun begitu wey dalam protein ASI hampir seluruhnaya

terserap oleh sistem pencernaaan bayi,hal ini di karenakn ASI

lebih lunak dan mudah di cerna ketimbang PAZI. Kasein yang

tinggi dengan perbandingan ASI 1 dan 0,2 akan membentuk

gumpalan yang relative keras dalam bayi. Menyebabkan bayi yang

14
di beri PAZI sering menderita susah buang air, bahkan diare dan

defekasi feses berbentuk biji cabe yang menunjukan adanya

makanan yang sukar di serap oleh bayi yang di berikan PAZI ( dwi

2009 ).

3. Lemak

Setenga energy dari yang terkandung dalam ASI yang berasal

dari lemak yang jerni mudah di cerna dan di serap oleh bayi PAZI.

Hal ini di karenakan ASI lebih banyak mengandung enzim

pemecah lemak ( lipase ). Kandungan lemak total dalam ASI pada

ibu berfariasi satu sama lain, dan berbeda-beda dari satu fase

menyusui ke fase berikutnya. Mulanya kandungan lemak rendah

kemudian meningkat jumlahnya, komposisi lemak pada menit-

menit awal berbeda dengan 10 menit kemudian. Demikian halnya

dengan kadar lemak pada hari pertama kedua dan seterusnya yang

akan terus berubah sesuai kebutuhan energy yang di perlukan

dalam perkembangan tubuh bayi.

Jenis lemak dalam ASI mengandung banyak omega-3 dan

omega-6 dan DHA yang di butuhkan dalam pembentukan sel-sel

jaringan otak. Meskpun produksi ASI sudah di lengkapi ketiga

unsur tersebut susu formula tdk mengandung enzim.

4. Mineral

15
ASI mengandung mineral yang lengkap.walaupun kadarnya relafif

rendah tetapi bisa mencukupi kebutuan bayi sampai berumur 6

bulan. Zat besi dan kalsium dalam ASI merupakan mineral yang

sangat stabil. Mudah diserap tubuh dan berjumlah sangat sedikit.

Sekitar 755 dari zat yang terdapat dalam AZI dapat di serap oleh

usus. Lain halnya dengan zat besi yang bisa terserap dalam PAZI,

yang hanya berjumlah sekitar 5-10%.

ASI juga mengandung natrium, kalium, fosfor dan klor yang

lebih sedikit ketimbang PAZI. Meskipun sedikit iya tetap

mencukupi kebutuhan bayi, kandungan mineral dalam PAZI cukup

tinggi. Jika sebagian besar tidak dapat di serap maka akan

memperbesar kerja usus bayi serta mengganggu sistem

pencernaan, yang bisa merangsang pertumbuhan bakteri yang

merugikan.

5. Vitamin

Ibu hamil harus memiliki nutrisi yang cukup untuk kualitas air

susu ibu ( ASI ). Yang berpengaruh pada tumbuh kembang

anak, nutrisi terdiri dari vitamin dan mineral yang mencukupi

kebutuhan ibi menyusui. Vitamin D,C, Asam folat,E,A,B6

sangat penting untuk ASI, yang dapat memenuhi kebutuhan.

Makanan-makanan yang di konsumsi oleh ibu menyusui

mengandung vitamin yang di perlukan oleh bayi,selama enam

16
bulan pertama kehidupan dapat di peroleh dari ASI. Vitamin D

dalam ASI sangat bermanfaat untuk bayi ubu perlu mengetahui

bahwa penyakit polio jarang di derita bayi yang di beri ASI.

B. Tinjauan Pijat Oksitoksin

1. Pengertian Pijat Oksitoksin

Menurut ( ummah 2014 ) pijat oksitoksin adalah pijat relaksasi untuk

merangsang hormon oksitoksin, pijat yang di lakukan sepanjang tulang

vertebre sampai tulang costae kelima atau keenam.pijat oksitoksin adalah

merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidak lancaran produksi

ASI. Menurut ( depkes ri 2007 dalam setiowati 2017 ), pijat oksitoksin

dilakuka dengan cara memijat di daerah punggung sepanjang kedua sisi

tulang belakang sehinggah di harapkan ibu akan merasakan rileks dan

kelelahan setelah melahirkan akan hilang.

2. Mekanisme Pijat Oksitoksin

Pijat oksitoksin adalah pijat yang di lakukan di sepanjang tulang

belakang. Melalui pemijatan pada tulang belakang (vertebre) sampai

costae ke lima atau keenam (Ummah, 2014). Melalui pemijatan pada

tulang belakang, neurotransmitter akan merangsang medulla oblongata

langsung mengirim pesan ke hipotalamus untuk mengeluarkan oksitosin.

Dengan pijat oksitosin ini juga akan merileksasi ketegangan dan

menghilangkan stress serta meningkatkan rasa nyaman (Perinasia, 2007

17
dalam Wulandari, 2014).Saat ibu merasa nyaman atau rileks, tubuh akan

mudah melepaskan hormon oksitosin.

Hormon oksitosin diproduksi oleh kelenjar hipofisi posterior. Setelah

diproduksi oksitosin akan memasuki darah kemudian merangsang sel-sel

meopitel yang mengelilingi alveolus mammae dan duktus laktiferus.

Kontraksi sel-sel meopitel mendorong ASI keluar dari alveolus mammae

melalui duktus laktiferus menuju ke sinus laktiferus dan disana ASI akan

disimpan. Pada saat bayi menghisap puting susu, ASI yang tersimpan di

sinus laktiferus akan tertekan keluar kemulut bayi (Widyasih, 2013).

Hasil penelitian Setiowati pada tahun 2017, tentang tentang hubungan

pijat oksitosin dengan kelancaran produksi ASI pada ibu post partum

fisiologis hari ke 2 dan ke 3, menyatakan ibu post partum setelah

diberikan pijat oksitosin mempunyai prosduksi ASI yang lancar. Hasil

penelitian lain yang dilakukan oleh Ummah (2014), tentang pijat oksitosin

untuk mempercepat pengeluaran ASI pada pasca salin normal di dusun

Sono, didapatkan hasil rata-rata ASI pada ibu post partum yang diberikan

pijat oksitosin lebih cepat dibandingkan ibu post partum yang tidak diberi

pijat oksitosin.

3. Manfaat Pijat Oksitoksin

Pijat oksitosin mempunyai beberapa manfaat yang sangat membantu bagi ibu

setelah persalinan. Seperti yang dilajelaskan oleh Mulyani (2009, dalam

Wulandari, 2014), pijat oksitosin dapat mengurangi ketidak nyamanan fisik

18
serta memperbaiki mood. Pijat yang dilakukan disepanjang tulang belakang

ini juga dapat merileksasikan ketegangan pada punggung dan menghilangkan

stres sehingga dapat memperlancar pengeluaran ASI. Sedangkan menurut

Depkes RI (2007, dalam Wijayanti, 2014), pijat oksitosin dapat mengurangi

bengkak, mengurangi sumbatan ASI dan mempertahankan produksi ASI

ketika ibu dan bayi sakit.

4. Indikasi Pijat Oksitoksin

Indikasi pijat oksitosin dalah ibu post partum dengan gangguan produksi ASI

5. Penatalaksaan Tindakan Pijat Oksitoksin

Pijat oksitosin dilakukan dua kali sehari, setiap pagi dan sore. Pijat ini

dilakukan selama 15 sampai 20 menit (Sari, 2015). Pijat ini tidak harus selalu

dilakukan oleh petugas kesehatan. Pijat oksitosin dapat dilakukan oleh suami

atau keluarga yang sudah dilatih. Keberadaan suami atau keluarga selain

membantu memijat pada ibu, juga memberikan suport atau dukungan secara

psikologis, membangkitkan rasa percaya diri ibu serta mengurangi cemas.

Sehingga membantu merangsang pengeluaran hormon oksitosin Langkah-

langkah yang dilakukan yaitu yang pertama ibu melepas pakian bagian atas

dan bra, pasang handuk di pangkuan ibu, kemudian posisi ibu duduk dikursi

(gunakan kursi tanpa sandaran untuk mem udahakan penolong atau pemijat),

kemudian lengan dilipat diatas meja didepannya dan kepala diletakkan diatas

lengannya, payudara tergantung lepas tanpa baju. Melumuri kedua telapak

tangan menggunakan minyak atau baby oil Selanjutnya penolong atau

19
pemijat memijat sepanjang tulang belakang ibu dengan menggunakan dua

kepal tangan, dengan ibujari menunjuk ke depan dan menekan kuat-kuat

kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-gerakan melingkar kecil-kecil

dengan kedua ibujari. Pada saat bersamaan, pijat ke arah bawah pada kedua

sisi tulang belakang, dari leher kearah tulang belikat. Evaluasi pada pemijatan

oksitosin dilakukan (Depkes RI, 2007 dalam Trijayati, 2017).

Gambar 1. Pijat oksitosin (Sumber : Vaikoh, 2017)

C. Asuhan Keperawatan Post Partum

1. Pengkajian

Langkah awal yang dapat dilakukan sebelum memberikan asuhan

keperawatan adalah melakukan pengkajian. Data yang dikaji meliputi data

20
subjektif dan objektif. Data subjektif adalah data yang diperoleh langsung

dari pasien maupun keluarga. Data objektif adalah data yang diperoleh

melalui penngkajian fisik, baik pemeriksaan khusus, pemeriksaan umum

maupun pemeriksaan penunjang (Widyasih, 2013). Metode yang

dilakukan dalam pengkajian terdiri dari pemeriksaan fisik, observasi,

wawancara dan studi dokumen. Sumber pengkajian adalah pasien,

keluarga pasien dan petugas kesehatan lain.

Pengkajian fisiologis post partum difokuskaan pada involusi proses organ

reproduksi, perubahan biofisik sistem lainnya, dan mulainya atau

hambatan proses laktasi. Pengkajian psikologis difokuskan pada interaksi

dan adaptasi ibu, bayi baru lahir dan keluarga. Status emosional dan

respon ibu terhadap pengalaman kelahiran, interaksi dengan bayi baru

lahir, menyusui bayi baru lahir, penyesuaian terhadap peran, hubungan

baru dalam keluarganya juga dikaji (Reeder, 2012). Pengkajian dasar

meliputi:

a. Identitas klien meliputi : nama, usia, perkawinan, pekerjaan,

agama, pendidikan, suku, bahasa yang digunakan, sumber biaya,

tanggal masuk rumah sakit, alamat, tanggal pengkajian.

b. Identitas penanggung jawab meliputi : nama, usia pekerjaan,

agama, hubungan dengan klien, pendidikan.

2. Riwayat Keperawatan

1. Riwayat kesehatan

21
Data yang perlu dikaji antara lain : keluhan saat masuk rumah sakit,

faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi.

2. Riwayat kehamilan

Informasi yang dibutuhkan adalah pra dan gravida, kehamilan yang

direncanakan, masalah kehamilan saat hamil atau Ante Natal Care

(ANC) dan imunisasi yang diberikan ibu selama hamil.

3. Riwayat melahirkan

Data yag harus dikaji meliputi : tanggal melahirkan, lamanya

persalinan, posisi fetus, tipe melahirkan, analgetik, masalah selama

melahirkan jahhitan perinium dan perdarahan

4. Data Bayi

Data yang harus dikaji meliputi : jenis kelamin, berat badan bayi,

kesulitan dalam melahirkan, apgar score dan kelainan kongenital yang

tampak saat dilakukan pengkajian.

3. Pengkajian Fisiologis

Pengkajian fisiologis setelah persalinan meliputi, keadaan uterus, jumlah

perdarahan, kandung kemih dan berkemih, tanda-tanda vital dan perinium

(Reeder, 2012).

1. Tanda-tanda Vital

Suhu tubuh diukur setiap empat sampai 8 jam selama beberapa hari

karena demam biasanya merupakan gejala awal infeksi. Suhu tubuh

380C mungkin disebabkan dehidrasi pada 24 jam pertama setelah

22
persalinan. Demam yang menetap lebih dari 4 hari setelah melahirkan

dapat menandakan adanya infeksi. Bradikardi merupakan fisiologi

normal selama enam sampai 10 hari pascapartum dengan frekuensi

nadi 40-70 kali per menit. Frekuensi nadi lebih dari 100 kali per menit

dapat menunjukan adanya infeksi, hemoragi, nyeri, atau kecemasan.

Nadi yang cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan hipotensi

dapat menunjukan hemoragi, syok, atau emboli. Peningkatan tekanan

darah pada pascapartum akan menunjukan hipertensi akibat

kehamilan, yang muncul pertama kali pada masa pascapartum. Nadi

dan tekanan darah diukur setiap empat sampai 8 jam, kecuali jika ada

penyimpangan dari nilai normal, sehingga perlu diukur atau dipantau

lebih sering (Reeder, 2012).

4. Eliminasi Urine

Wanita pascapartum dianjurkan untuk segera berkemih setelah melahirkan

guna menghindari distensi kandung kemih. Pengkajian kondisi kandung

kemih dilakukan dengan palpasi, perkusi, dan pengamatan terhadap

abdomen. Distensi kandung kemih berat menyebabkan atonia otot-otot

kandung kemih yang menyebabkan pengosongan kandung kemih tidak

adekuatdan terjaadi retensi urin. Retensi urin merupakan faktor

presdisposisi infeksi saluran kemih (Reeder, 2012).

5. Eliminasi Feses

23
Konsitipasi sering terjadi karena penurunan tonus usus akibat relaksasi

otot abdomen dan pengaruh hormon progesteron pada otot polos.

Kurangnya asupan makanan dan dehidrasi saat melahirkan berperan

terhadap terjadinya konstipasi. Pengkajian melipusi palpasi, auskultasi,

inspeksi apa ada distensi abdomen. Nyeri perineum yang signifikan sering

mengakibatkan rasa nyeri saat defekasi, sehingga defekasi terhambat

(Reeder, 2012).

6. Ekstremitas Bawah

Ekstremitas dikaji untuk mengetahui adanya tromboflebitis. Pengkajian

dilakukan dengan inspeksi ukuran bentuk, kesimetrisam, edema dan

varises. Suhu dan pembengkakan dirasakan dengan palpasi. Tanda-tanda

tromboflebitis adalah bengkak uniseluler, kemerahan, panas dan nyeri

(Reeder, 2012).

7. Payudara

Pengkajian payudara dilakukan dengan inspeksi, ukuran bentuk warna dan

kesimetrisan serta palpasi konsistensi dan adakah nyeri tekan untuk

menentukan status laktasi. Pada saat ASI mulai diproduksi payudara akan

terasa besar, keras, dan hangat serta mungkin terasa berbenjol-benjol.

Ketika menyusui dimulai dapat diamati puting dan areola adakah

kemerahan dan pecah-pecah serta menanyakan pada ibu apakah ada nyeri

tekan (Reeder, 2012).

8. Diagnosa Keperawatan

24
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien

terhadap masaalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialami baik

berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis yang muncul pada ibu

post partum yang berhubungan dengan produksi ASI menurut

PPNI(2017), adalah

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

(NOC) (NIC)
1. Menyusui tidak efektif Setelah dilakukan 1. Kaji pola

berhubungan dengan tindakan keperawatan menghisap/menelan

ketidakefektifan suplai selama 3 x pertemuan bayi

asi jam ketidakefektifan 2. Kaji pemahaman ibu

pemberian ASI dapat tentang isyarat

teratasi dengan kriteria menyusui dari bayi

hasil : (misalkan reflek

1. Kemantapan rooting, menghisap

pemberian ASI Bayi dan terjaga)

perlekatan bayi sesuai 3. Kaji integritas kulit

pada dan proses puting ibu

menghisap pada 4. Monitor berat badan

payudara ibu untuk dan pola eliminasi

memperoleh nutrisi bayi

selama tiga minggu 5. Berikan informasi

25
pertama pemberian pada ibu dan keluarga

ASI tentang keuntungan

2. Kemantapan dan kerugian

pemberian ASI : Ibu : pemberian ASI

kemantapan ibu untuk 6. Diskusikan cara untuk

membuat bayi melekat memfasilitasi

dengan tepat dan perpindahan ASI

menyusu dari (misalnya, teknik

payudara untuk relaksasi, pijatan

memperoleh nutrisi payudara, dan

selama tiga minggu lingkungan yang

pertama pemberian tenang)

ASI 7. Bantu orang tua

3. Pengetahuan dalam

pemberian ASI : mengidentifikasi

tingkat pemahaman karakteristik perilaku

yang ditunjukan bayi

mengenai laktasi dan

pemberian ASI

Ibu mengenali isyarat

lapar dari bayi dengan

26
segeraIbu

mengidentifikasi

kepuasan terhadap

pemberiaan ASI

Ibu tidak mengalami

nyeri putting
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan

Pemberian ASI tindakan keperawatan 1. Diskusikan dengan

berhubungan dengan selama 6 x pertemuan keluarga (ibu) ekspresi

diskontinuitas menyusui tidak efektif yang didasari oleh

pemberian ASI, teratasi dengan kriteria budaya sebelum dan

hasil : setelah kelahiran

1. Penempatan lidah dan 2. Monitor kemampuan

menghisap tepat menghisap bayi

2. Minimal menyusui 8 3. Anjurkan ibu menyusui

kali sehari (sesuai dengan dengan dua payudara

kebutuhan) setiap kali menyusui

3. Penambahan berat 4. Monitor intregitas kulit

badan sesuai umur puting

4. Urin output sesuai usia 5. Ajarkan teknik

sebagian besar adekuat relaksasi, termasuk

atau sepenuhnya adekuat masase payudara

5. Payudara penuh 6. Anjurkan peningkatan

27
sebelum menyusui masukan protein, besi dan

sebagian besar adekuat vitamin C sesuai

atau sepenuhnya adekuat kebutuhan

9. Evalusai Keperawatan

Evaluasi keefektifan pengkajian pada pascapartum merupakan suatu

proses keberlanjutan yang memberi umpan balik untuk pengkajian

kembali. Hasil atau evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan tindakan

keperawatan, ibu mampu memulai menyusui tanpa kesulitan, bayi

menyusui minimal delapan kali sehari, berat badan bayi bertambah sesuai

dengaan usia, Urin output sesuai usia sebagian besar adekuat atau

sepenuhnya adekuat, payudara penuh sebelum menyusui sebagian besar

adekuat atau sepenuhnya adekuat (Reeder, 2012).

BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan adalah studi kasus yaitu untuk

mendapatkan gambaran Penerapan

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD poso.

28
2. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2020 selama 2 minggu

3. Subyek studi keperawatan

Subyek studi kasus asuhan keperawatan yang di gunakan adalah pasien ibu hamil

yang mengalami masalah ketidaklancaran asi

4. Fokus studi

Fokus studi yang di gunakan dalam pembuatan penelitian ini adalah berfokus pada

penerapan pijat oksitosin terhadap produksi asi pada ibu post partum section caesarea

pada asuhan keperawatan pasien dengan pijat oksitosin

DAFTAR PUSTAKA

Bahiyatun 2009, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal, EGC, Jakarta.

Bulechek, G. M., Butcher H. K., Dochterman J. M., Wagner C. 2016, Nursing

Interventions Classification (NIC), 6th edition, Mocomedia, Yogyakarta.

29
Bobak, Lowdermilk, Jensen 2005, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, EGC Jakarta.

Dinas Kesehatan D.I.Y. 2016, Profil Kesehatan Kota Yogyakarta Tahun 2015,

diakses pada tanggal 28 Januari 2018, http://depkes.go.id

Dinas Kesehatan D.I.Y.2015, Profil Kesehatan Kota Yogyakarta Tahun 2014, diakses

pada tanggah 28 Januari 2018, http://depkes.go.id

Hartiningtiyaswati, S., Nuraini I. & Setiawandari 2015, Efektifitas Kombinasi IMD

dan Pijat Oksitosin pada Awal Masa Menyusui terhadap Keberhasilan ASI

Eksklusif di BPM Istiqomah Surabaya, Jurnal Kebidanan, Vol VII No 1,

diakses dari http://karyailmiah.unipasby.ac.id pada tanggal 30 Januari

2018

Kemenkes RI 2017, Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016,

diakses pada tanggal 28 Januari 2018,i http://depkes.go.id

Khasanah, N. A. & Sulistyawati W. 2017, Buku Ajar Nifas dan Menyusui, CV

Kekata Group, Surakarta

Lowdermilk, D. L., Perry, S. E., Cashion, K. 2013, Keperawatan Maternitas Edisi 8,

Salemba Medika, Indonesia

Nanda 2015, Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10,

EGC, Jakarta.

30
Nurarif, A. H. Dan Kusuma H. 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2, Medication,

Yogyakarta.

Nursalam 2008, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawaatan

Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2,

Salema Medika, Jakarta.

PPNI. 2017, Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1, Dewan Pengurus

Pusat PPNI, Jakarta.

Puspitasari 2016, Hubungan Inisiasi Menyusui Dini dengan Kelancaran Pengeluaran

ASI pada Ibu Post Partum di Puskesmas Patrang Kabupaten Jember,

diakses pada tanggal 22 Januari 2018, http://repository.unej.ac.id.

Reeder, S. J., Martin, L. L., & Koniak-Griffin, D. 2012, Keperawatan Maternitas :

Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga, Edisi 18 Vol 2, EGC, Jakarta.

Sari, I. R. 2017, Penerapan Pijat Oksitosin Pada Pasien Post Partum Normal Di

Wilayah Puskesmas Sambiroto Kedung Mundu Semarang, diakses

pada tanggal 15 Januari 2018, http://repository.unimus.ac.id.

Repository

31
Setiowati, W. 2017, Hubungan Pijat Oksitosin dengan Kelancaran Produksi ASI pada

Ibu Post Partum Fisiologis Hari Ke 2-3, Jurnal Darul Azhar, Vol 3 No

1, diakses pada tanggal 16 Januari 2018, http://jurnal-kesehatan.id

Sukarni, K. I. & Wahyu, P. 2013, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Nuha Medika,

Yogyakarta.

Trijayati, T. 2017, Penerapan Pijat Oksitosin menggunakan Baby Oil terhadap

Produksi dan Pengeluaran Air Susu Ibu (ASI) pada Ibu Nifas di

Puskesmas Rowokele. Artikel Ilmiah, diakses pada tanggal 20 Januari

2018, http://stikesmuhgombong.ac.id

Ummah, F. 2014, Pijat Oksitosin untuk Mempercepat Pengeluaran ASI pada Ibu

Pasca Salin Normal Di Dusun Sono Desa Kentanen Kecamatan

Panceng Gresik, Jurnal Vol.2, No XVII, diakses pada tanggal 15

Januari 2018, http://stikesmuhla.ac.id

Vaikoh, E. 2017, Pijat Oksitosin dengan Relaksasi Murotall Al-Qur’an untuk

Memperlancar Produksi ASI Ibu Nifas Ny. S Umur 29 Tahun di BPM

Ida

Ayu Astiti, Artikel Ilmiah, diakses pada tanggal 29 Januari 2018,

http://elib.stikesmuhgombong.ac.id

32
Wahyuni, E. 2017, Dukungan Suami, dalam Keberhasilan Pemberian ASI Ekslusif Di

Puskesmas Turi Sleman Yogyakarta, diunduh pada tanggal 12 Januari

2018, http://repository.stikesayaniyk.ac.id. Repository

Widyasih, H. & Suhernidan, Rahmawati, A. 2013, Perawatan Masa Nifas, Fitramaya,

Yogyakarta.

Wijayanti, L. 2014, Pengaruh Pijat Oksitoksin Pada Ibu Post Partum Di Puskesmas

Mergangsan Yogyakart, diakses pada tanggal 12 Januari 2018,

http://digilib.unisayogya.ac.id. Repository

Wulandari, T., Aminin F., Dewi U. 2014, Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap

Pengeluaran Kolostrum Pada Ibu Post Partum di Rumah Sakit Umum

Daerah Provinsi Kepulauan Riau, Jurnal Kesehatan Tanjung Karang,

Vol V No 2 hal 137-178, diakses pada tanggal 12 Januari 2018

http://poltekkes-tjk.ac.id

33
34
35
36
37
38
39

Anda mungkin juga menyukai