PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis mencoba menguraikan tentang data, teori dan analisis penulis
4.1 Pengkajian
Klien merupakan seorang anak laki-laki berusia 9 tahun, klien datang ke IGD RSAL Dr.
Ramelan Surabaya dengan dibawa oleh orang tuanya pada tanggal 09 Mei 2019 pukul 14.20
dengan keluhan An. R mengalami muntah >10x, panas naik turun selama 3 hari disertai batuk
pilek selain itu An. R tidak mau makan dan minum. Hal ini sesuai dengan (Price & Wilson,
2010) Penyakit bronkopneumonia dapat menimbulkan tanda serta gejala umum gangguan
pernafasan. Tanda dan gejala pernafasan adalah : batuk, sputum yang berlebihan atau abnormal,
Pada saat pengkajian breathing ibu An. R juga mengatakan bahwa anaknya sedikit merasakan
sesak dengan dilakukan hasil TTV RR = 28x/mnt tetapi SPO = 98% masih dalam kategori
normal tidak memerlukan alat bantu oksigen. Selain itu suhu badan pasien mengalami kenaikan
hinggan S = 39,8°C. Hal ini sesuai dengan (Sandra M. Nettina, 2010 : 683). Tanda gejala yang
muncul pada bronkopneumonia adalah : Kesulitan dan sakit saat pernafasan, bunyi nafas di atas
area yang mengalami konsolidasi (terdengar ronki), Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai
63
Analisa data pada tinjauan pustaka hanya berisi teori, namun pada kenyataannya
dilapangan, analisa data disesuaikan dengan keluhan-keluhan yang telah dialami klien. Diagnosa
yang diambil dalam kasus ini berjumlah tiga diagnosis yaitu sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Hipertermi
3. Kekurangan Volumen Cairan
Tiga diagnosa keperawatan yang terdapat pada tinjauan kasus penulis ambil sesuai
dengan kondisi klien, oleh karena itu tidak semua diagnosa yang terdapat pada tinjauan pustaka
Diagnosa Bersihan jalan nafas tidak efektif diambil dikarenakan data subyektif dan
obyektifnya yaitu adanya keluarga mengatakan An. R menderita batuk dan pilek, pada saat
pemeriksaan auskultasi terdengar bunyi ronki. Bersihan jalan nafas tidak efektif merukan konsep
diagnose umum pada kasus ini yang menjadikan ketidakmampuan membersihkan sekresi atau
obstruksi dari saluran nafas untuk membersihkan sekresi obstruksi dari saluran nafas untuk
mempertahankan bersihan jalan naafs. Batasan karakteristik pada diagnose ini yaitu adanya
batuk, suara nafas tambahan, perubahan frekuensi nafas, sputum dalam jumlah berlebih
Diagnosa Hipertermi penulis ambil karena sesuai dengan data subyektif dan obyektifnya
yaitu adanya keluarga mengatakan klien sudah demam sejak 3 hari, suhu 39,8oC aksila, kulit
teraba hangat. Hal ini dikarenakan Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39–40°C dan
mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispneu, pernafasan
cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.
Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa
64
hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Dwi
Maulidiandari, 2014).
Diagnosa Kekurangan volume cairan dikarenakan data subyektif dan obyektifnya yaitu
adanya keluarga mengatakan An. R tidak mau makan dan minum selain itu An. R muntah >10x.
Pada saar pengkajian An. R terlihat sangat lemas. Hal ini juga karena jika salah satu kuman
terbawa bersama makanan akan masuk ke lambung dan terjadi peningkatan asam lambung, hal
inilah yang menyebabkan mual, muntah dan anoreksia, sehingga timbul masalah pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh serta bisa juga terjadi kekurangan volume cairan akibat
muntah yang berlebih dan tidak mau makan minum (Dwi Maulidiandari, 2014).
4.3 Intervensi Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, langkah selanjutnya adalah menyusun
intervensi keperawatan. Dalam perencanaan ini, penulis dapat menentukan tingkat keberhasilan
Intervensi yang diberikan yaitu observasi tanda – tanda vital, Auskultasi suara nafas, catat area
yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara nafas tambahan , posisikan semi
flowe, anjurkan keluarga memberikan minum sedikit tapi sering agar tidak terjadi dehidrasi,
kolaborasi pemberian nebul untuk membantu mengeluarkan secret dan melegakan pernafasan.
Diagnosa yang kedua intervensi yang diberikan yaitu hipertermi yaitu Observasi tanda – tanda
vital, Anjurkan keluarga memberikan kompres hangat, anjurkan keluarga memberikan minum
sedikit tapi sering agar tidak terjadi dehidrasi, kolaborasi pemberian antipiretik untuk
menurunkan suhu badan pasien. Diagnosa yang ketiga yaitu kekurangan volume cairan
intervensi yang diberikan yaitu Observasi TTV (S / N, Ma / Mi, BAB / BAK), Observasi Intake
Output cairan, Anjurkan keluarga px untuk memberikan px minum sidikit tapi sering, Kolaborasi
65
Pada tahap ini penulis melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan
yang telah ditetapkan. Dimana dalam melakukan tindakan keperawatan penulis tidak semata-
mata melakukan sendiri tetapi melibatkan keluarga pasien serta bantuan dari perawat ruangan.
Penulis juga dapat mengikuti perkembangan pasien dengan melihat catatan perawat ruangan dan
antara penulis dan perawat ruangan dalam melakukan tidakan keperawatan serta pasien yang
kooperatif. Penulis lebih melakukan pendekatan dengan pasien, melakukan pencatatan tindakan
yang telah dilakukan dan bekerjasama dengan perawat ruangan untuk melanjutkan tindakan
keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat dan mendokumentasikannya. Serta
penulis melakukan pendekatan dengan penanggung jawab pasien agar penanggung jawab ikhlas
4.5 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan upaya untuk melihat sejauh mana keberhasilan
asuhan keperawatan yang telah di capai dengan mengacu kepada tujuan dan kriteria hasil.
Kegiatan evalusi yang dilakukan setelah tujuan dari masalah yang ada pada pasien tercapai. Dari
tiga diagnosa keperawatan yang ada pada tahap akhir evaluasi, maka 3 masalah teratasi. Pasien
dinyatakan KRS pada hari 14 Mei 2019 pukul 21.00 WIB. Dengan hasil catatan perkembangan
66
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang
biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa (Bradley et.al., 2011).
Bronkhopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian
atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronkhopneumonia mengalami tanda dan
gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, terdengar suara
ronki, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis
67
tubuhnya lebih lemah dari pada pasien dewasa, serta mencegah timbulnya komplikasi
lain.
2. Bagi penulis
Dalam asuhan keperawatan dibutuhkan kerjasama yang baik antar tim kesehatan lain
yan berguna untuk mengetahui kondisi perkembangan klien.
3. Bagi keluarga pasien
Pengetahuan mengenai bronkopneumonia sangat dibutuhkan sebagai tindakan
pertama yang harus dilakukan agar anak tidak mengalami keterlambatan dalam
penanganan serta untuk mempermudah dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
68