Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN EMPIEMA

DI RUANG PARU
RSUD ULIN BANJARMASIN

Oleh:
Muhammad Syaud Faisal
18NS263

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS :
NAMA MAHASISWA : MUHAMMAD SYAUD FAISAL
NIM : 18NS263

Banjarmasin, Januari 2019

Menyetujui,

RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Sari Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

…………………………………. ………………………………
NIK. NIK.
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS :
NAMA MAHASISWA : MUHAMMAD SYAUD FAISAL
NIM : 18NS263

Banjarmasin, Januari 2019

Menyetujui,

RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Sari Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

…………………………………. ………………………………
NIK. NIK.

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Sari Mulia Banjarmasin

Dini Rahmayani, S.Kep. Ns., MPH


NIK. 19.44.2004.008
LAPORAN PENDAHULUAN
EMPIEMA

A. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1 Anatomi pleura

Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara


pleura yg membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya
mediastinum. Pleura dr interna ke eksterna terbagi atas 2 bagian :
1. Pleura Visceralis/ Pulmonis
Pleura yg langsung melekat pd permukaan pulmo.
2. Pleura Parietalis
Bagian pleura yg berbatasan dg dinding thorax.
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks
kedalam paru-paru, sehingga paru-paru yang elastis dapat mengembang.
Tekanan pleura pada waktu istirahat (resting pressure) dalam posisi tiduran
pada adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit bertambah negatif di apex sewaktu
posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negatif meningkat menjadi -25
sampai -35 cm H2O. Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas,
rongga pleura steril karena mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda
asing; dan cairan yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.
Cairan rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik
dengan konsentrasi protein 1 g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi
kemungkinan besar ikut mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan rongga
pleura. Resorbsi terjadi terutama pada pembuluh limfe pleura parietalis,
dengan kecepatan 0.1 sampai 0.15 ml/kg/jam (Syaiffudin, 2011)
B. Definisi

Gambar 2 Empiema paru

Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) didalam rongga


pleura. Pada awalnya cairan pleura encer dengan jumlah leukosit rendah,
tetapi sering kali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada
keadaan dimana paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang kental.
Meskipun empiema sering kali disebabkan oleh komplikasi dari infeksi
pulmonal, namun tidak jarang penyakit ini terjadi karena pengobatan yang
terlambat (Somantri, 2009).

C. Klasifikasi
Menurut Smeltzer (2009) Empiema terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Empiema sederhana, jenis ini muncul pada tahap awal penyakit.
Seseorang dapat dikatakan menderita empiema sederhana jika nanah
mengalir secara bebas.
2. Empiema kompleks, biasanya yang muncul pada tahap akhir penyakit
terjadi peradangan menjadi semakin parah, jaringan parut mungkin
terbentuk dan membagi ruang pleura menjadi rongga-rongga kecil. Kondisi
ini disebut loculation dan akan semakin sulit diobati. Jika infeksi semakin
memburuk, akan memicu terbentuknya lapisan tebal mengelilingi ruang
pleura. Lapisan ini membuat paru-paru sulit mengembang. 
D. Etiologi
Menurut Smeltzer (2009) etiologi dari empiema terbagi 2 yaitu:
1. Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a. Pneumonia
b. Abses paru
c. Bronkiektasis
d. TBC paru
2. Infeksi yang berasal dari luar paru :
a. Trauma thorak
b. Pembedahan thorak
c. Torasentesi pada pleura
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses
.
E. Manifestasi Klinis
Menurut Somantri (2009) Manifestasi klinis empiema hampir sama dengan
penderita pneumonia bakteria, gejalanya antara lain, yaitu
1. Demam
2. Nyeri dada (pleuritic chest pain),
3. Sesak nafas
4. Sianosis
5. Dispnue
6. Ortopneu

F. Patofisiologi
Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah peradangan akut
yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel
polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan
meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya
endapan – endapan fibrin akan membentuk kantung – kantung yang
melokalisasi nanah tersebut.Sekresi cairan menuju celah pleura normalnya
membentuk keseimbangandengan drainase oleh limfatik subpleura. Sistem
limfatik pleura dapatmendrainase hampir 500 ml/hari. Bila volume cairan
pleura melebihi kemampuanlimfatik untuk mengalirkannya maka, efusi akan
terbentuk. Efusi para pnemonia merupakan sebab umum empiema.
Pneumoniamencetuskan respon inflamasi. Inflamasi yang terjadi dekat
dengan pleura dapat meningkatkan permeabilitas sel mesotelial, yang
merupakan lapisan sel terluardari pleura. Sel mesotelial yang terkena
meningkat permeabilitasnya terhadap albumin dan protein lainnya. Hal ini
mengapa suatu efusi pleura karena infeksi kaya akan protein. Mediator kimia
dari proses inflamasi menstimulasi mesotelial untuk melepas kemokin, yang
merekrut sel inflamasi lain. Sel mesotelial memegang peranan penting untuk
menarik neutrofil ke celah pleura. Pada kondisi normal, neutrofil tidak
ditemukan pada cairan pleura. Neutrofil ditemukan pada cairan pleura hanya
jika direkrut sebagai bagian dari suau proses inflamasi. Netrofil, fagosit,
mononuklear, dan limfosit meningkatkan respon inflamasi dan
mengeleluarkanmediator untuk menarik sel-sel inflamator lainya ke dalam
pleura (Somantri, 2009).
H. Pathway
Dari paru: Selain paru:
- Pneumonia - Trauma thorax
- Abses paru - Pembedahan thorax
- Bronkietiasis - Torasentesi pleura
- TBC - Surfenik abses
- Amoba liver abses

Infeksi

Peradangan permukaan Tekanan paru meningkat Transudasi cairan


pleura intravaskular

Demam Efusi Pleura


Ketidakefektifan
Penumpukan cairan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
termoregulasi Terjadi invasi ke pleura

Suhu terus meningkat Pembentukan eksudat

EMPIEMA
Hipertemia

Gangguan pertukaran gas Ekspansi paru menurun Sesak nafas Dispnea

Tertumpuknya pus di
Hambatan Ketidakefektifan
rogga pleura
pertukaran gas pola nafas

Pengaruh gravitasi Tertekannya paru

Sianosis Ortopnea Nyeri dada Nyeri akut

Intoleran
aktivitas

(Somantri, 2009 dan Smeltzer, 2009)


I. Komplikasi
Menurut Wilkinson (2011) meskipun sangat jarang, empiema dapat memicu
timbulnya komplikasi, namun komplikasi yang mungkin muncul adalah:
1. Sepsis
Kondisi ini terjadi akibat sistem kekebalan tubuh bekerja secara terus-
menerus melawan infeksi. Selama proses ini, sejumlah besar bahan kimia
dilepaskan ke dalam darah sehingga memicu peradangan yang semakin
luas dan dapat menyebabkan kerusakan organ. Gejala-gejala sepsis
meliputi, demam tinggi, menggigil, napas cepat, detak jantung cepat, dan
tekanan darah rendah.
2. Paru-paru kolaps (pneumothoraks) 
Paru-paru kolaps dapat menyebabkan sakit di bagian dada secara tiba-tiba
dan napas pendek. Kondisi ini akan semakin memburuk ketika batuk atau
bernapas. Jika tidak segera mendapatkan perawatan, akibatnya akan
sangat fatal.

J. Penatalaksanaan
Menurut Wilkinson (2011) Penatalaksaan pada pasien dengan empiema
adalah:
1. Pemeriksaan diagnostik
a. Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang
menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila terjadi
fibrothoraks, trakhea di mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga
tampak adanya penebalan. Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai
gambaran tumpul di sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior
atau lateral.
b. Pemeriksaan pus, aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus  di
dalam rongga  dada (pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan
sitologi , bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan
jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.
c. Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa
atau sekat pada suatu empiema yang terlokalisir. Pemeriksaan ini juga
dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu
dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
d. Pemeriksaan CT Scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari
pleura. Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT
scan
e. GDA /nadi oksimetri Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas
paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
f. Tes fungsi paru, dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau
restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.
g. Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah, dapat diambil dengan
biopsy jarum,aspirasi transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau biopsy
pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.Lebih dari satu
tipe organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus pneumonia,
strafilokokus aureus,A-hemolitik streptokokus, haemophilus influenza:
CMV. Catatan: kultur sputum tidak dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada, kultur darah dapat menunjukkan bakterimia
sementara.
h. EKG latihan,tes stress, membantu dalam mengkaji derajat disfungsi
paru perencanaan/evaluasi program latihan.

2. Penatalaksanaan medis
a. Closed drainage-tube toracostorry water sealed drainage dengan
indikasi:
1) Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi.
2) Nanah terus terbentuk setelah dua minggu.
3) Terjadinya piopneumotorak.
4) WSD dapat juga dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-20
cmH2O jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh
cara lain seperti pada empiema kronis.
b. Drainage terbuka (Open drainage)
Dilakukan dengan menggunakan kateter karet yang besar, oleh
karenanya disertai juga dengan reaksi tulang iga. Open drainage ini juga
dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan
yang terlambat atau tidak adekuat, misalnya aspirasi yang
terlambat/tidak adekuat, darnase tidak adekuat atau harus sering
mengganti/membersikan drain.
c. Antibiotik
Mengingat kematian utama karena sepsis, maka antibiotic memegang
peranan penting. Antibiotic harus segera diberikan  begitu diagnose
ditegakkan dan dosisnya harus adekuat. Pemilihan antibiotic didasarkan
pada pengecatan gram dan asupan nanah. Pengobatan selanjutnya
bergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotic dapat
diberikan secara sistemik atau topical. Biasanya diberikan Penicillin.
Penutupan Rongga Empiema

K. Asuhan Keperawatan
Menurut Huda Kusuma (2016) pengkajian pada pasien empiema, yaitu:
1. Pengkajian
Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan, data yang
dikumpulkan meliputi :
a. Identitas
Berisi tentang identitas pasien dan penaggung jawab
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh pasien
saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang pasien rasakan
adalah sesak nafas dan nyeri dada.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila
stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul
toksemia, anemia dan clubbing finger.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami radang paru-paru (pneumonia), meningitis
(radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).
4) Riwayat kesehatan keluarga
Pernah terinfeksi bakteri Staphylococcus atau Pneumococcus
c. Pemeriksaan fisik
1) Pola aktivitas/istirahat
Data  : Keletihan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur
Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia, lemah.
2) Sirkulasi
Data : Tampak lemah, jantung berdebar-debar.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung, pucat.
3) Pola hygiene
Data : Penurunan kemampuan/peningkatan aktivitas sehari-hari.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
4) Pola nutrisi
Data : Mual, muntah, nafsu makan buruk, penurunan
beratbadan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema, berkeringat.
5) Rasa nyaman
Data : Nyeri, sesak.
Tanda : Gelisah, meringis.
6) Keadaan fisik
Data : Badan terasa panas, pusing.
Tanda : Suhu, nadi, nafas, dan tekanan darah meningkat,
hipertermia.
7) Data fokus
Pada pemeriksaan pernapasan yang harus dinilai : keadaan umum,
laju pernapasan, warna, pernapasan cuping hidung, suara
pernapasan yang terdengar, dan usaha bernapas. Pernapasan
didominasi oleh gerak diafragma dengan sedikit bantuan dari otot
otot dada. Selain melihat gerak pernapasan, juga penting untuk
menilai adakah retraksi (chest indrawing) yang merupakan indikator
adanya penyakit paru
a) Inspeksi
Respirasi cepat, batuk, dada tampak lebih cembung, tampak
meringis dan sesak, barrel chest.Pada klien dengan empiema,
jika akumulasi pus lebih dari 300ml, perlu diusahakan
peningkatan upaya dan frekuensi pernafasan, serta
penggunaaan otot bantu pernafasan. Gerakan pernafasan
ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada
sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung
pada sisi yang  sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan
sputum purulen. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang
sehat.
b) Palpasi
Pengurangan pengembangan dada, taktil fremitus menurun pada
sisi yang sakit. Di samping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Pada sisi yang sakit ruang antar iga dapat kembali normal atau
melebar.
c) Perkusi
Diafragma bergerak hanya sedikit, terdengar suara ketok pada
sisi sakit redup (dullness) sampai pekak sesuai banyaknya
akumulasi pus di   rongga pleura.  Batas jantung terdorong ke
arah torak yang sehat. Hal ini terjadi apabila tekanan intrapleura
tinggi.
d) Auskultasi
Suara pernapasan menunjukkan intensitas yang rendah,
biasanya ekspirasi memanjang, vocal fremitus menurun, suara
pernapasan tambahan kadang-kadang terdengar sonor atau
ronchi, rale halus pada akhir inspirasi.Kualitas suara pernafasan
yang dapat ditemukan adalah suara pernapasan bronkial,
normalnya didengar di trakea, yang pada auskultasi inspirasi dan
ekspirasi jelas terdengar. Suara pernafasan perifer lainnya yang
dapat terdengar adalah suara pernapasan vesikular, yakni rasio
inspirasi yang terdengar lebih panjang dari ekspirasi. Suara
pernapasan bronkial yang terdengar pada paru perifer
diperkirakan terjadi konsolidasi atau adanya efusi pleura.
Menurunnya suara pernafasan saat usaha bernapas merupakan
alasan yang cukup untuk mencurigai adanya atelektasis,
konsolidasi lobaris (pneumonia) atau efusi pleura.
L. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2018) diagnosa keperawatan untuk pasien dengan
empiema sebagai berikut:
1. Hambatan pertukaran gas b.d perubahan membrane aveolar
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d eksudat dalam alveoli
3. Ketidakefektifan pola nafas tidak efektif b.d keletihan otot pernafasan
4. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
5. Nyeri akut b.d agen cidera biologis
6. Ketidakefektifan termoregulasi b.d proses penyakit: infeksi
7. Hipertermia b.d proses penyakit: infeksi

M. Intervensi Keperawatan
Menurut Nanda (2018) Intervensi untuk pasien dengan empiema, yaitu:
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
No
Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Hambatan NOC : NIC :
pertukaran gas 1. Respiratory status : Gas 1. Buka jalan nafas gunakan
Berhubungan dengan exchange teknik lift atau jaw thurst bila
perubahan membran 2. Respiratory status perlu
alveolar kapiler dan ventilation 2. Posisiskan pasien untuk
ketidakseimbangan 3. Vital sign status memaksimalkan ventilasi
ventilasi perfusi Kriteria hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya
1. Mendomostrasikan pemasangan alat jalan nafas
Batasan karakteristik: peningkatan ventilasi dan buatan
- Gas darah arteri oksigenasi yang adekuat 4. Pasang mayo bila perlu
abnormal 2. Memelihara kebersihan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
- pH arteri abnormal paru-paru dan bebas dari perlu
- Pola pernafasan tanda-tanda distres 6. Keluarkan secret dengan batuk
abnormal pernafasan atau suction
- Warna kulit 3. Mendemostrasikan batuk 7. Auskultasi suara nafas, catat
abnormal efektif dan suara nafas yang adanya suara tambahan
- Konfusi bersih, tidak ada sianosis 8. Lakukan suction pada mayo
- Penurunan dan dyspnue ( mampu 9. Berikan bronkodilator bila perlu
karbondioksida mengeluarkan sputum, 10. Berikan pelembab udara
- Diaforesis mampu bernafas dengan 11. Atur intake untuk cairan
- Dispnea mudah, tidak ada pursed mengoptimalkan keseimbangan
- Sakit kepala saat lips ) 12. Monitor repirasi dan status O2
bangun 4. Tanda-tanda vital sign 13. Monitor rata-rata, kedalaman ,
- Hiperkapnia dalam rentang normal irama dan usaha respirasi
- Hipoksemia 14. Catat pergerakan dada, amati
- Iritabilasi kesemetrisan, pengguanaan
- Nafas cuping hidung otot tambahan, retraksi otot
- Gelisah supraclavicular dan intercostal
- Samnolen 15. Monitor pola nafas: bradipnea,
- Takikardia takipenia, kussmauk,
- Gangguan hiperventilasi, chyne stroke
penglihatan
2. Ketidakefektifan NOC : NIC :
bersihan jalan nafas 1. Respiratory status: 1. Buka jalan nafas, gunakan
berhubungan dengan: ventilation teknik chin lift atau jaw thurst
mukus berlebihan, 2. Respiration status: Airway bila perlu
terpajan asap, benda patency 2. Posisikan pasien untuk
asing dalam jalan 3. Aspiration control memaksimalkan ventilasi
nafas, sekresi yang Kriteria hasil : 3. Identifikasikan pasien perlunya
tertahan, perokok 1. Mendemostrasikan batuk pemasangan alat jalan nafas
pasif, perokok efektif dan suara nafas yang buatan
bersih, tidak ada siasonis 4. Pasang mayo bila perlu
Batasan karakteristik: dan dyspneu ( mampu 5. Keluarkan secret dengan batuk
- Tidak ada batuk mengeluarkan sputum, atau suction
- Suara nafas mampu bernapas dengan 6. Auskultasi suara nafas, catat
tambahan mudah, tidak ada pursedlips adany suara tambahan
- Perubahan pola ) 7. Lakukan suction pada mayo
nafas 2. Menunjukkan jalan nafas 8. Berikan bronkodilator bila perlu
- Perubahan frekuensi yang paten ( klien tidak 9. Berikan pelembab udara kassa
nafas merasa tercekik, irama NACL lembab
- Sianosis napas, frekuensi 10. Atur intake untuk cairan
- Kesulitan verbalisasi pernapasan dalam rentang mengoptimalkan keseimbangan
- Penurunan bunyi normal, tidak ada suara 11. Monitor respirasi dan status O2
nafas nafas abnormal )
- Dispnea 3. Mampu mengidentifikasikan
- Sputum dalam dan mencegah faktor yang
jumlah yang berlebih dapat menghambat jalan
- Batuk yang tidak nafas
efektif
- Ortopnea
- Gelisah
- Mata terbuka lebar
3. Ketidakefektifan pola NOC : NIC :
nafas berhubungan 1. Respiratory status 1. Posisikan pasien untuk
dengan ansietas, ventilation memaksimalkan ventilasi
posisi tubuh yang 2. Respiration status Airway 2. Identifikasi pasien perlunya
menghambat ekspansi patency pemasangan alat jalan nafas
paru, keletihan, 3. Vital sign status buatan
hiperventilasi, Kriteria hasil : 3. Pasang mayo bila perlu
obesitas, nyeri, 1. Mendemostrasikan batuk 4. Lakukan fisioterapi dada jika
keletihan otot efektif dan suara nafas yang perlu
pernafasan bersih, tidak ada sianosis 5. Keluarkan secret dengan batuk
dan dyspneu ( mampu atau saction
Batasan karakteristik: mengeluarkan sputum, 6. Auskultasi suara nafas, catat
- Pola nafas abnormal mampu bernapas dengan adanya suara tambahan
- Perubahan ekskursi mudah, tidak ada pursed 7. Lakukan suction pada mayo
dada lips 8. Berikan bronkodilator bila perlu
- Bradipnea 2. Menunjukan jalan nafas 9. Berikan pelembab udara kassa
- Penurunan tekanan yang paten (klien tidak basah NACI lembab
ekspirasi merasa tercekik, irama 10. Atur intake untuk cairan
- Penurunan tekanan nafas, frekuensi mengoptimalkan keseimbangan
inspirasi pernapasan dalam rentang 11. Monitor respirasi dan status O2
- Penurunan ventilasi normal, tidak ada suara 12. Bersihkan mulut, hidung dan
semenit nafas abnormal ) sekret trakea
- Penurunan 3. Tanda-tanda vital dalam 13. Pertahan kan jalan nafas yang
kapasitas vital rentang normal ( tekanan paten
- Dispnea darah, nadi, pernapasan ) 14. Atur peralatan oksigenasi
- Peningkatan di 15. Monitor aliran oksigen
antara anterior- 16. Pertahankan pasisi pasien
posterior 17. Monitor tekanan darah, nadi,
- Pernafasan cuping suhu, dan BB
hidung 18. Auskultasi tekan darah pada
- Ortopnea kedua lengan dan bandingkan
- Fase eskpirasi 19. Monitor adanya cushing triad
memanjang ( tekanan nadi yang melebar,
- Pernfasan bibir bradikardi, peningkatan
- Takipnea sistolik )
- Penggunaan otot
bantu pernafasan
- Penggunaan posisi
tiga titik
4. Intoleran aktivitas NOC :         NIC :
Berhubungan dengan: 1. Konservasi Energi 1. Tentukan keterbatasan aktifitas
Ketidakseimbangan 2. Perawatan Diri: ADL fisik pasien
antara suplai dan Kriteria Hasil: 2. Kaji persepsi pasien tentang
kebutuhan oksigen, 1. Pasien dapat melakukan penyebab kelelahan yang
Imobilotas, Tidak aktifitas yang dianjurkan dialaminya
pengalaman dengan dengan tetap 3. Dorong pengungkapan
suatu aktivitas, Fisik mempertahankan tekanan peraaan klien tentang adanya
tidak bugar dan Gaya darah, nadi, dan frekuensi kelemahan fisik
hidup kurang gerak pernafasan dalam rentang 4. Monitor intake nutrisi untuk
normal meyakinkan sumber energi
Batasan karakteristik: yang cukup
- Respons tekanan 5. Konsultasi dengan ahli gizi
darah abnormal tentang cara peningkatan
terhadap aktivitas energi melalui makanan
- Respons frekuensi 6. Monitor respon kardiopulmonari
jantung abnormal terhadap aktifitas (seperti
terhadap aktivitas takikardi, dispnea, disritmia,
- Perubahan diaporesis, frekuensi
elektrokardiogram pernafasan, warna kulit,
(EKG) tekanan darah)
- Ketidaknyamanan 7. Monitor pola dan kuantitas tidur
setelah beraktivitas 8. Bantu pasien menjadwalkan
- Keletihan istirahat dan aktifitas
- Kelemahan umum 9. Monitor respon oksigenasi
pasien selama aktifitas
10. Ajari pasien untuk mengenali 
tanda dan gejala kelelahan
sehingga dapat mengurangi
aktifitasnya.
5. Nyeri akut NOC : NIC :
Berhubungan dengan: 1. Pain level, 1. Lakukan pengkajian nyeri
agen cidera biologis, 2. Pain control, secara komprehensif termasuk
agen cidera kimiawi 3. Comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
dan agen cidera fisik Setelah dilakukan tinfakan frekuensi, kualitas dan faktor
keperawatan selama …. Pasien presipitasi
Batasan karakteristik: tidak mengalami nyeri, dengan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
- Perubahan selera kriteria hasil: ketidaknyamanan
makan 1. Mampu mengontrol 3. Bantu pasien dan keluarga
- Perubahan pada nyeri (tahu penyebab nyeri, untuk mencari dan menemukan
parameter fisiologis mampu menggunakan dukungan
- Diaforesis tehnik nonfarmakologi untuk 4. Kontrol lingkungan yang dapat
- Perilaku distraksi mengurangi nyeri, mencari mempengaruhi nyeri seperti
- Bukti nyeri bantuan) suhu ruangan, pencahayaan
- Perilaku ekspresif 2. Melaporkan bahwa dan kebisingan
- Eskpresi wajah nyeri berkurang dengan 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri menggunakan manajemen 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
- Sikap tubuh nyeri untuk menentukan intervensi
melindungi 3. Mampu mengenali 7. Ajarkan tentang teknik non
- Putus asa nyeri (skala, intensitas, farmakologi: napas dala,
- Fokus menyempit frekuensi dan tanda nyeri) relaksasi, distraksi, kompres
- Sikap melindungi 4. Menyatakan rasa hangat/ dingin
area nyeri nyaman setelah nyeri 8. Berikan analgetik untuk
- Perilaku protektif berkurang mengurangi nyeri: ……...
- Laporan tentang 5. Tanda vital dalam 9. Tingkatkan istirahat
perilaku nyeri rentang normal 10. Berikan informasi tentang nyeri
- Dilatasi pupil 6. Tidak mengalami seperti penyebab nyeri, berapa
- Fokus pada diri gangguan tidur lama nyeri akan berkurang dan
sendiri antisipasi ketidaknyamanan
- Keluhan tentang dari prosedur
intensitas 11. Monitor vital sign sebelum dan
menggunakan skala sesudah pemberian analgesik
nyeri pertama kali
- Keluhan tentang
karakteristik nyeri
7. Hipertermia NOC : NIC :
Berhubungan dengan: Thermoregulation Fever treatment
Dehidrasi, pakaian Setelah dilakukan tinfakan 1. Monitor suhu sesering mungkin
yang tidak sesuai dan keperawatan selama …. Pasien 2. Monitor IWL
aktivitas berlebihan tidak mengalami hipertermia, 3. Monitor warna & suhu kulit
dengan kriteria hasil: 4. Monitor tekanan darah, nadi &
Batasan karakteristik: 1. Suhu tubuh dalam rentang RR
- Postur abnormal normal 5. Monitor menurunnya tataran
- Apnea 2. Nadi & RR dlm rentang kesadaran
- Koma normal 6. Monitor WBC, Hb, & Hct
- Kulit kemerahan 3. Tak ada perubahan warna 7. Monitor intake & output
- Hipotensi kulit & tak ada pusing, 8. Berikan anti piretik
- Bayi tidak dapat merasa nyaman 9. Berikan pengobatan buat
mempertahankan menangani penyebab panas
menyusu 10. Selimuti pasien
- Gelisah 11. Lakukan tapid sponge
- Latergi 12. Berikan cairan intravena
- Kejang 13. Kompres pasien pada lipat
- Kulit terasa hangat paha & aksila
- Stupor 14. Tingkatkan sirkulasi udara
- Takikardia 15. Berikan pengobatan buat
- Takipnea mencegah terjadinya menggigil
- Vasodiltasi Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi, & RR
4. Monitor warna & suhu kulit
5. Monitor gejala-gejala hipertermi
& hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan &
nutrisi
7. Selimuti pasien buat mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan dampak
panas
9. Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu &
kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan &
penanganan emergency yg
dibutuhkan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi
& penanganan yg dibutuhkan
12. Berikan anti piretik jika butuh
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, & RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor pd saat pasien
berbaring, duduk, / berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan & bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, & sesudah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi & irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, &
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yg melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, Heather. (2018). NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan:


Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.

Kusuma, Huda. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta: Mediaction.

Somantri, Irman.(2009).Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan


Sistem Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C. (2009) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta:
EGC

Syaifuddin, Haji. (2011). Anatomi fisiologi: kukirkulum berbasis kompetensi untuk


keperawatan dan kebidanan. Jakarta:ECG. 

Wilkinson J.M dan Ahern N.R. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi
9. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai