Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA TN.

DENGAN CA NASOFARING DI RUANG NABAWI RSUD dr.

ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

NUR LELA, S.Kep

2207901074

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes MUHAMMADIYAH LHOKSEUMAWE

TAHUN 2023
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA TN. N

DENGAN CA NASOFARING DI RUANG NABAWI RSUD dr.

ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

Banda Aceh, April 2023

Telah disetujui oleh :

Clinical Instruktur Klinik

( )

LAPORAN
PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah

nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang

terbanyak ditemukan di Indonesia (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah

nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada nasofaring yang

merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel

skuamosa (Efiaty, 2001).

Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari

epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring. Carsinoma

Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian besar

klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.

B. ETIOLOGI

Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab

utama timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap

tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.

Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk

mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak,

merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga

menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca

Nasofaring :
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.

2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.

3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas

kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).

4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)

5. Radang kronis nasofaring

6. Profil HLA

C. PATOFISIOLOGI

Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid

yaitu 2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan

makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan

pengawet nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).

Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan

kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal

460). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan,

kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga

sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir

dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr,

karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup

tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).

Infeksi virus Epstein Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini

dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada

penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang teerinfeksi oleh EBV

akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses poliferasi dan
mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein laten ini dapat

dipakai sebagai pertanda delam mendiagnosa karsinoma nasofaring.

Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga

dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini . Pada

pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-

1) di dalam serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam

mempertahankan genom virus. Huang dalam penelitiannya, mengemukakan

keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring.
D. PATHWAY
Riwayat keluarga
Konsumsi ikan asin

Mengaktifkan EBV Kerusakan DNA pd sel dimana


pola kromosomnya abnormal

Menstimulasi pembelahan sel


Terbentuk sel-sel muatan
abnormal yg tdk terkontrol

Pola kromosom abnormal


Diferensiasi dan pol ferasi
protein laten (EBNA-1)
Kromosom ekstra terlalu
sedikit translokasi kromosom
Pertumbuhan sel kanker pd nasofaring
(utama pd fosa rossamuller)
Sifat kanker diturunkan
Metastase sel-sel kanker pd anak
Penekanan ps tuba eustachius
ke kelenjar getah bening
melalui aliran limfe
Penyubatan muara tuba
Pertumbuhan dan perkembangan
sel-sel kanker di kel. getah bening Gangguan persepsi
sensori (pendengaran)
Benjolan massa pd
leher bagian samping
Iritasi traktus GI

Menembus kelenjar dan


Rangsangan
mengenai otak di bawahnya

Kelenjar melekat pd otot Supresi sum-sum Gangguan pembuluh


Diare Konstipasi
dan sulit di gerakkan tulang sel darah merah

Nyeri
Indikasi keoterapi Eritrosit, leukosi Resti
Imunosupressi
trombosit infeksi
Perangsangan elektrik zona pencetus
kemoreseptor di ventrikel IV otak Merusak sel-
sel epitel kulit

Resti perubahan
Iritasi mukosa mulut Mual muntah Kerusakan Gangguan
membran
integritas kulit integritas kulit
mukosa oral
Stomatitis Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan Kerusakan pd kulit
kepala
E. MANIFESTASI KLINIS

Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap

hidung, tuba Eustachii dan dasar tengkorak.

1. Gejala hidung :

 Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.

 Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam

rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus

kental, gangguan penciuman.

2. Gejala telinga :

 Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler,

pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba

( berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran).

 Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran.

 Gangguan mata dan saraf :

 Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui

foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga

dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan

motorik dan sensorik. Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke

IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering

disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom

unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.

 Metastasis ke kelenjar leher :

 Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus

sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit


mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat. Suatu

kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN

telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring

seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan

mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun

– tahun akan menjadi karsinoma nasofaring.(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal

147 -148).

 Tumor pada nasofaring relatif bersifat anaplastikdan banyak terdapat

kelenjar limfe, maka karsinoma nasofaring dapat menyebar ke kelenjar

getah bening leher. Melalui aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat

sampai ke kelenjar limfe leher dan tertahan di sana dan karena memang

kelenjar ini merupakan pertahanan pertama agar sel-sel kanker tidak

langsung ke bagian tubuh yang lebih jauh.

3. Gejala lanjut :

 Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat

mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel

tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak

benjolan dileher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan

kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit

digerakkan.

F. PENENTUAN STADIUM

TUMOR SIZE (T)


T Tumor primer
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2 Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih
terbatas pada rongga nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4 Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak
tulang tengkorak atau saraf-saraf otak
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak
lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0 Tidak ada pembesaran
N1 Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa
digerakkan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih
dapat digerakkan
N3 Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral
maupun bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH (M)
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh

 Stadium I : T1 No dan Mo

 Stadium II : T2 No dan Mo

 Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo

 Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan

Mo atau T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1

G. KOMPLIKASI

Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah,

mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah

tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk.

Karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang,

masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid

0.4 %. Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar

getah bening pada leher dan kelumpuhan saraf kranial.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Nasofaringoskopi
b. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter

c. Biopsi multiple

d. Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone

scantigraphy (bila dicurigai metastase tulang)

e. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor

kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak,

manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai.

f. MRI

g. Sinar X

I. PENETALAKSANAAN

Prinsipnya pengobatan untuk karsinoma nasofaring meliputi terapi sbb :

1. Radioterapi

2. Kemoterapi

3. Kombinasi

4. Operasi

5. Imunoterapi

6. Terapi paliatif

J. PENCEGAHAN

Meskipun beberapa faktor risiko karsinoma nasofaring tidak dapat

dikontrol, ada beberapa yang dapat dihindari dengan melalkukan perubahan gaya

hidup. Menghentikan penggunaan rokok, karena hal ini adalah hal yang sangat

penting untuk mengurangi risiko karsinoma nasofaring.

Selain itu pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di

daerah dengan risiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah risiko
tinggi ke tempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah

cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan

yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat,

meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan

kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik IgA-anti

VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring lebih

dini.
DAFTAR PUSTAKA

 Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah, edisi 8


vol.3.EGC, Jakarta
 Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9,
EGC,Jakarta
 Inskandar.N, 1989, Tumor Telinga-Hidung-Tenggorokan, Diagnosa Dan
Penatalaksanaan, Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Indonesia,
Jakarta
 Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing Intervension Classification (NIC).
Mosby Year Book. St. Louis
 Marion Johnon, dkk. 2000. Nursing Outcome Classificasion (NOC).
Mosby Year Book.St. Louis
 Marjory Gordon, dkk.2000.Nursing Diagnoses : Definition &
Classificasion 2001-2002.NANDA. Mosby Year Book.St.Louis
 File:///G:/askep-ca-nasofaring.html
 File:///G:/ASKEP CA NASOFARING_b4hri.html
 NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 –
2006, USA

Anda mungkin juga menyukai