Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL

SEMINAR KEPERAWATAN JIWA


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERILAKU KEKERASAN DI RUANG WIJAYA KUSUMA
RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

OLEH:
MAHASISWA PRAKTIK PROFESI NERS 2018
1. AHMAD RIKI ARDIYANA (18.08.3.149.003)
2. ALY MARSHELA (18.08.3.149.010)
3. BELLA KAVINDA PUTRI (18.08.3.149.018)
4. DIAN ROHMAHTIN N. C (18.08.3.149.026)
5. DUMIASIH (18.08.3.149.027)
6. HABIB IQBAL ASGHAF (18.08.3.149.040)
7. M. ANWAR HAKIM (18.08.3.149.057)
8. M. ARIF DARMAWAN (18.08.3.149.058)
9. M. NURHADI (18.08.3.149.062)
10. YUYUN ERFIANA (18.08.3.149.100)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI (NERS)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA
TUBAN
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan kesempatan dan kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal dengan judul “Seminar Keperawatan Jiwa Dengan Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan Di Ruang Wijaya Kusuma Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya”
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Proposal ini merupakan salah satu syarat menyelesaikan tugas praktika
keperawatan jiwa Ners pada Program Studi Ilmu Keperawatan di STIKES Nahdlatul
Ulama Tuban. Dalam penyusunan proposal ini, penulis banyak menerima bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Bapak Rochani, S. Kep., Ns selaku kepala ruangan Wijaya kusuma RSJ
Menur Surabaya.
2. Bapak Moc. Choirul Huda, S.Kep., Ns selaku CI ruangan dan pembimbing
klinik Wijaya Kusum RSJ Menur Surabaya.
3. Ibu Hanim Nurfa’izah, S.Kep., Ns., M.kep selaku pembimbing akademik
STIKES Nahdlatul Ulama Tuban.
4. Seluruh mahasiswa di Program Profesi Ners yang turut memberi semangat
dalam pembuatan profesi ini.
5. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang ikut
mendukung atas terselesaikannya profesi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan proposal ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan dan penyempurnaan proposal ini sangat penulis harapkan. Semoga
proposal ini bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 30 September 2018

Penulis
I. Latar Belakang
Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap stressor yang
dihadapi oleh seseorang yang ditunjukkan dengan perilaku kekerasan baik pada
diri sendiri atau orang lain dan lingkungan baik secara verbal maupun non
verbal (Stuart &Laraia, 2009). Menurut Varcarolis (2006) perilaku kekerasan
adalah sikap atau perilaku kekerasan yang menggambarkan perilaku amuk,
bermusuhan berpotensi untuk merusak secara fisik atau dengan kata-kata. Jadi
kesimpulannya perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku amuk yang
melukai fisik baik diri sendiri, orang lain dan lingkungan maupun secara verbal
atau non verbal.
Perilaku kekerasan dilakukan karena ketidakmampuan dalam melakukan
koping terhadap stres, ketidakpahaman terhadap situasi sosial, tidak mampu
untuk mengidentifikasi stimulus yang dihadapi, dan tidak mampu mengontrol
dorongan untuk melakukan perilaku kekerasan (Volavka & Citrome, 2011).
Perilaku kekerasan yang muncul pada klien Skizofrenia dikarenakan
ketidakmampuan dalam menghadapi stresor, dan melakukan tindakan perilaku
kekerasan sebagai koping dalam menghadapai stresor.
Dari uraian diatas menimbulkan ketertarikan kami untuk melakukan
seminar keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan
yang ada Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.
II. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien jiwa dengan diagnosa
medis perilaku kekerasan
III. Target Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian terhadap pasien perilaku kekerasan
2. Mahasiswa dapat menyusun diagnosa pada diagnosa keperawatan perilaku
kekerasan
3. Mahasiswa dapat melakukan intervensi terhadap pasien perilaku kekerasan
4. Mahasiswa dapat melakukan implementasi terhadap pasien perilaku
kekerasan
5. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi terhadap pasien perilaku kekerasan
IV. Sasaran Kegiatan
Sasaran kegiatan ini difokuskan untuk Mahasiswa yang praktik profesi di
Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya
V. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Kamis, 4 Oktober 2018
Waktu : 08.00-11.00 WIB
Tempat Pelaksanaan : Ruang Skill Lab RSJ Menur Surabaya
VI. Pelaksana Kegiatan
Pelaksana dalam kegiatan ini adalah Mahasiswa Profesi Ners STIKES NU
Tuban yang praktik profesi Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.
VII. Susunan Acara
Terlampir 1
VIII. Susunan Panitia
Terlampir 2
IX. Anggaran Dana
Terlampir 3
X. Materi
Terlampir 4
XI. Penutup
Demikian proposal ini kami buat sebagai pertimbangan dalam kegiatan
yang akan dilaksanakan. Semoga kegiatan yang di rencanakan bersama dapat
berjalan dengan baik sesuai harapan. Mohon maaf apabila ada kesalahan kata
atau kalimat yang kurang berkenan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.
Surabaya, 30 September 2018
Mengajukan,
Ketua Panitia Sekretaris

Muhammad Nurhadi Dian Rohmatin Nur Chasannah


NIM : 13.08.3.149.062 NIM: 13.08.3.149.026

Menyetujui, Menyetujui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Hanim Nur Faizah, S.Kep., Ns., M.Kep. Moc. Choirul Huda, S.Kep., Ns.
NIK. 45115030 NIP. 19810609 200801 1 008

Mengetahui,
Kepala Ruang Wijaya Kusuma
RSJ Menur Surabaya

Rochani, S.Kep., Ns.


NIP. 19700422 199101 2 002
Lampiran 1
SUSUNAN ACARA KEGIATAN
SEMINAR KESEHATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERILAKU KEKERASAN DI RUANG WIJAYA KUSUMA
RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

Hari/Tanggal Waktu Kegiatan Penanggung Keterangan


Jawab
Kamis, 4 09.00 – 09.05 Pembukaan Shela & Moderator
Oktober 2018 09.05 – 09.35 Anwar
09.35 – 09.40 Inti
08.40 – 09.45 Muhammad Sambutan
Nurhadi
Ahmad Riki Pemateri
Ardiana

Evaluasi audience Tanya


jawab

Yuyun Pemimpin
Penutup
Erviana Doa
Lampiran 2
SUSUNAN PANITIA
SEMINAR KESEHATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERILAKU KEKERASAN DI RUANG WIJAYA KUSUMA
RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

Katua : Muhammad Nurhadi


Sekretaris : Dian Rohmatin Nur Chasannah
Bendahara : Bella Kavinda Putri
Sie Acara : 1. Aly Marshela
2. M. Anwar Hakim
Sie Perlengkapan : 1. Ahmad Riki Ardiyana
2. M. Arif Darmawan
Sie Dekdok : 1. Habib Iqbal Asghaf
Sie Humas : 1. Yuyun Erfiana
Sie Konsumsi : 1. Dumiasih
Lampiran 3
ANGGARAN DANA
SEMINAR KESEHATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERILAKU KEKERASAN DI RUANG WIJAYA KUSUMA
RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

Type Perihal Jumlah Harga Per @ Total

A. ATK - 200.000 200.000

B. Konsumsi

Makan Siang 15 20.000 300.000

Snack 15 10.000 150.000

Air Mineral 15 3.000 45.000

TOTAL Rp. 695.000

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Orang Dengan Gangguan Jiwa yang disingkat dengan ODGJ adalah
orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang
bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi sebagai manusia (Undang Undang Kesehatan Jiwa No.36,
2014). Hambatan yang dialami oleh klien gangguan jiwa akan mempengaruhi
kualitas hidupnya, sehingga menjadi perhatian khusus karena dampak yang
diaatkan tidak hanya pada klientetapi juga berdampak pada keluarga dan
masyarakat. Hal tersebut di atas menunjukan masalah gangguan jiwa di dunia
memang sudah menjadi masalah yang sangat serius dan menjadi masalah
kesehatan global.
Data Riskesdas tahun 2007 menunjukan Prevalensi Nasional Gangguan
Jiwa Berat yaitu Skizofrenia sebesar 0,46%, atau sekitar 1,1 juta orang atau
5,2% dari jumlah penderita Skizofrenia di seluruh dunia sedangkan data
RiskesdasTahun 2013 Prevalensi gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia)
pada penduduk Indonesia 1,7 per mil atau 1-2 orang dari 1.000 warga di
indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat yang berjumlah 1.728 orang.
Menurut Videbeck (2008) klien dengan skizofrenia memiliki karakteristik
gejala positif yaitu meliputi adanya waham, halusinasi, disorganisasi pikiran,
bicara dan perilaku yang tidak teratur yaitu berupa perilaku kekerasan.
Berdasarkan gejala positif tersebut yang menyita perhatian cukup besar pada
masalah keperawatan jiwa adalah masalah perilaku kekerasan. Prevalensi klien
perilaku kekerasan diseluruh dunia di derita kira-kira 24 juta orang. Lebih dari
50 % klien perilaku kekerasan tidak mendapatkan penanganan. Di Amerika
Serikat terdapat 300 ribu pasien skizofrenia akibat perilaku kekerasan yang
mengalami episode akut setiap tahun. Menurut penelitian di Finlandia di
University of Helsinki dan University Helsinki Central Hospital Psychiatry
Centre, dari 32% penderita Skizofrenia melakukan tindakan kekerasan, dan
16% dari perilaku kekerasan pada klien mengakibatkan kematian, dari 1.210
klien (Virkkunen, 2009). Dan menurut data Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2010, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai
2,5 juta yang terdiri dari pasien perilaku kekerasan. Diperkirakan sekitar 60%
menderita perilaku kekerasan di Indonesia (Wirnata, 2012).
Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap stressor yang
dihadapi oleh seseorang yang ditunjukkan dengan perilaku kekerasan baik pada
diri sendiri atau orang lain dan lingkungan baik secara verbal maupun non
verbal (Stuart &Laraia, 2009). Menurut Varcarolis (2006) perilaku kekerasan
adalah sikap atau perilaku kekerasan yang menggambarkan perilaku amuk,
bermusuhan berpotensi untuk merusak secara fisik atau dengan kata-kata. Jadi
kesimpulannya perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku amuk yang
melukai fisik baik diri sendiri, orang lain dan lingkungan maupun secara verbal
atau non verbal.
Perilaku kekerasan dilakukan karena ketidakmampuan dalam melakukan
koping terhadap stres, ketidakpahaman terhadap situasi sosial, tidak mampu
untuk mengidentifikasi stimulus yang dihadapi, dan tidak mampu mengontrol
dorongan untuk melakukan perilaku kekerasan (Volavka & Citrome, 2011).
Perilaku kekerasan yang muncul pada klien Skizofrenia dikarenakan
ketidakmampuan dalam menghadapi stresor, dan melakukan tindakan perilaku
kekerasan sebagai koping dalam menghadapai stresor.
Dari uraian diatas menimbulkan ketertarikan kami untuk melakukan
seminar keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan
yang ada Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan perilaku kekerasan?
2. Jelaskan etiologi perilaku kekerasan?
3. Jelaskan proses terjadinya marah?
4. Jelaskan respon rentang marah?
5. Jelaskan rentang respon perilaku kekerasan?
6. Jelaskan manifestasi perilaku kekerasan?
7. Jelaskan penatalaksanaan perilaku kekerasan?
8. Jelaskan pohon masalah perilaku kekerasan?
9. Jelaskan Asuhan Keperawatan pada pasien perilaku kekerasan?

1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengertian perilaku kekerasan
2. Untuk menjelaskan etiologi perilaku kekerasan
3. Untuk menjelaskan proses terjadinya marah
4. Untuk menjelaskan etiologi perilaku kekerasan
5. Untuk menjelaskan respon rentang marah
6. Untuk menjelaskan manifestasi perilaku kekerasan
7. Untuk menjelaskan penatalaksanaan perilaku kekerasan
8. Untuk menjelaskan pohon masalah perilaku kekerasan
9. Untuk menjelaskan Asuhan Keperawatan pada Pasien perilaku kekerasan

1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari asuhan keperawatan ini antara lain adalah:
1. Bagi Institusi Kesehatan
Diharapkan dapat menambah informasi pada pihak di rumah sakit dalam
mengambil kebijakan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah
sakit jiwa tersebut.
2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Diharapkan dapat menambah informasi yang ada khususnya bagi
keperawatan jiwa tersebut dalam menangani kasus-kasus yang
berhubungan dengan perilaku kekerasan.
3. Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti dalam hal ini bagaimana
melaksanakan pelayanan keperawatan terutama dalam menangani klien
dengan perilaku kekerasan.
4. Bagi Institusi
Merupakan bahan masukan bagi institusi pendidikan dalam mengetahui
dan memahami tentang pasien dengan perilaku kekerasan sehingga dapat
lebih dipahami.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Perilaku Kekerasan


2.1.1 Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang
paling maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul
sebagai respons terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang
dirasakan sebagai ancaman. (Stuart dan Sundeen, 1991). Amuk merupakan respons
kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri
sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran
perasaan frustasi dan benci atau marah. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007). Resiko perilaku kekerasan
adalah adanya kemungkinan seseorang melakukan tindakan yang dapat mencederai
orang lain dan lingkungan akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara
konstruktif (CMHN, 2006).
Menurut Keliat (2011), perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Herdman (2012) mengatakan bahwa risiko perilaku kekerasan merupakan
perilaku yang diperlihatkan oleh individu. Bentuk ancaman bisa fisik, emosional
atau seksual yang ditujukan kepada orang lain.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan merupakan:
1. Respons emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang
meningkat dan dirasakan sebagai ancaman (diejek/dihina).
2. Ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan
(kecewa, keinginan tidak tercapai, tidak puas).
3. Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan.

2.1.2 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan, meliputi:
1) Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
yaitu adanya anggota keluarga yang sering memperlihatkan atau
melakukan perilaku kekerasan, adanya anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, adanyan riwayat penyakit atau trauma
kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA (narkoti, psikotropika dan
zat aditif lainnya).
2) Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan.Perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil dari akumulasi frustrasi.Frustrasi terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau terhambat.Salah satu
kebutuhan manusia adalah “berperilaku”, apabila kebutuhan tersebut tidak
dapat dipenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka yang akan
muncul adalah individu tersebut berperilaku destruktif.
3) Faktor Sosiokultural
Teori lingkungan sosial (social environment theory) menyatakan bahwa
lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu
untuk berespon asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat dipelajari
secara langsung melalui proses sosialisasi (social learning theory).
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik,
berbeda satu orang dengan yang lain.Stresor tersebut dapat merupakan
penyebab yang brasal dari dari dalam maupun luar individu. Faktor dari dalam
individu meliputi kehilangan relasi atau hubungan dengan orang yang
dicintai atau berarti (putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan rasa
cinta, kekhawatiran terhadap penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar individu
meliputi serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu ribut, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan.

2.1.3 Proses Terjadinya Marah


Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara
yaitu mengungkapkan secara verbal, menekan, menantang. Dari ketiga cara ini, cara
mengungkapkan secara verbal adalah cara yang konstruktif; sedangkan dua cara lain
adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa
bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus-menerus, maka kemarahan dapat
diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi
psikomatik atau agresi dan ngamuk.
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau
eksternal. Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal sedangkan
stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda
berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan
mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (Disruption & Loss).
Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian
yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (Personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk
istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih
persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara
positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega (Resolution). Bila ia gagal
dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak
mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia
marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara
(Helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (Anger). Kemarahan
yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif
(Contruktive action) dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekpresikan
keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action)
dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang
dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis (Poinful
symptom) (Yosep, 2007).

2.1.4 Respon Rentang Marah

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif


Amuk
Keterangan:
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat.
Pasif : Respons lanjutan yang pasien tidak mampu mengungkapkan
perasaan.
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol.
Karakteristik Pasif Asertif Amuk
Nada bicara - Negatif - Positif - Berlebihan
- Menghina diri - Menghargai diri - Menghina orang
- Dapatkah saya sendiri lain
lakukan? - Saya dapat/akan - Anda selalu/tidak
- Dapatkah ia lakukan pernah?
lakukan?
Nada suara - Diam Diatur - Tinggi
- Lemah - Menuntut
- Merengek
Sikap tubuh - Melorot - Tegak - Tegang
- Menundukan - Relaks - Bersandar ke
kepala depan
Personal - Orang lain - Menjaga jarak Memiliki teritorial
Space dapat masuk yang orang lain
pada teritorial menyenangkan
pribadinya - Mempertahankan
hak
tempat/teritorial
Gerakan - Minimal Memperlihatkan Mengancam,
- Lemah gerakan yang sesuai ekspansi
- Resah gerakan
Kontak mata Sedikit/tidak ada Sekali-sekali Melotot
(intermiten) sesuai
dengan kebutuhan
Interaks

2.1.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis perilaku kekerasan menurut Stuart & Sundeen (2007) adalah:
1. Jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa takut, tidak aman, cemas.
2. Fisik :Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik,
penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
3. Intelektual: Mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.
4. Spiritual: Keraguan, kebijakan / keberanian diri, tidak bermoral, kreativitas
terhambat.
5. Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
2. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
3. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

2.1.6 Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Yosep (2007) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien
dengan marah atau perilaku kekerasan adalah:
1) Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat
mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam
dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk
menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan
untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan
kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom
depresi.
2) Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
3) Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan
perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang
berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.
4) Lithium efektif untuk agresif karena manik.
5) Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.
2. Keperawatan
Menurut Yosep (2007) perawat dapat mengimplementasikan berbagai cara
untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif melaui rentang intervensi
keperawatan.
1) Strategi preventif
(1) Kesadaran diri
Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan
melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi
dan masalah klien.
(2) Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara
mengekspresikan marah yang tepat.
(3) Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi :
(4) Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang.
(5) Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan.
(6) Sanggup melakukan komplain.
(7) Mengekspresikan penghargaan dengan tepat.
2) Strategi antisipatif
(1) Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif: bersikap
tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara mengahakimi,
bicara netral dan dengan cara konkrit, tunjukkan rasa hormat,
hindari intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan cara
mengontrol situasi, fasilitasi pembicaraan klien dan dengarkan
klien, jangan terburu-buru menginterpretasikan dan jangan buat
janji yang tidak bisa ditepati.
(2) Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti:
membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien
yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.
(3) Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku
yang dapat diterina dan tidak dapat diterima serta konsekuensi
yang didapat bila kontrak dilanggar.
3) Strategi pengurungan
(1) Managemen krisis.
(2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan
menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat
keluar atas kemauannya sendiri dan dipisahkan dengan pasien
lain.
(3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat
manual untuk membatasi gerakan fisik pasien menggunakan
manset, sprei pengekang.
23

2.1.7 Pohon Masalah


24
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN PADA Tn. N DENGAN
DIAGNOSA MEDIS F20.3 (SKIZOFRENIA TAK TERINCI) DIRUANG
WIJAYA KUSUMA RSJ MENUR SURABAYA

3.1 Pengkajian
Ruang Rawat : Wijaya Kusuma
Tanggal Dirawat : 25 September 2018
3.2 Identitas Klien
Nama : Tn. N
Umur : 41 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Informan : Pasien, keluarga pasien dan Rekam Medik
Tanggal Pengkajian : 25 September 2018
No. RM : 05.72.xx
3.3 Alasan Masuk
DS : Pasien mengajak bertengkar kepada siapa saja yang mengajaknya
berbicara
DO: Pasien berbicara dengan nada tinggi, kontak mata tajam dan pasien di
fiksasi
3.4 Faktor Predisposisi
1. Pasien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalunya, pasien mempunyai
riwayat gangguan jiwa sejak 4 tahun yang lalu.
2. Pasien menjalani pengobatan sebelumnya tetapi kurang berhasil
3. Pasien pernah mengalami pengalaman aniaya fisik saat pelaku berusia 27
tahun.
Masalah Keperawatan : Perilaku kekerasan
4. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
5. Pengalaman masa lalu:
DS : Pasien mengatakan pernah di tinggal pergi sewaktu pacaran sampai tn. N
linglung
Masalah Keperawatan : Paska trauma

3.5 Fisik
1. Tanda Vital : TD : 110/80 mmHg N : 84x/Menit
S : 36,8 o C RR : 20x/menit
2. Ukur : TB : 160 cm BB : 55 Kg
3. Keluhan fisik : Pemeriksaan fisik dalam batas normal

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.


3.6 Psikososial
1. Genogram
Pasien tingal dengan istri dan anaknya
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
2. Konsep Diri
25
1) Gambaran Diri : Pasien mengatakan senang dengan kondisi
tubuhnya sekarang
2) Identitas : Pasien mengatakan bahwa jenis kelaminnya
laki-laki
3) Peran : Pasien mengatakan dia sebagai kepala
keluarga
4) Ideal diri : Pasien mengatakan berusaha untuk mengontrol
emosinya
5) Harga diri : Pasien mengatakan bahwa dia tahu kalau
dirinya sakit jiwa dan sering marah-marah
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3. Hubungan Sosial :
1) Orang yang berarti:
Pasien mengatakan orang yang berarti adalah istri dan anaknya
2) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat:
Pasien mau mematuhi aturan yang ada diruangan
3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Tidak ada masalah
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
4. Spiritual
1) Nilai dari keyakinan : Pasien beragama islam dan percaya pada Allah
SWT
2) Kegiatan Ibadah : Pasien mengatakan sholatnya kadang tidak
lima waktu
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

3.7 Genogram

X X

Keterangan Gambar:
: Laki-laki X X : Meninggal

: Perempuan : Tinggal serumah


26

: Pasien

3.8 Status Mental


1. Penampilan : Pasien berpakaian rapi sesuai dengan ruangan,
mampu mandi sendiri dan ganti baju sendiri
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
2. Pembicaraan : keras
Pasien kurang kooperatif apabila menyangkut masalah pribadi
Masalah Keperawatan : Gangguan komunikasi verbal
3. Aktivitas motorik : tegang
Pasien mau bertengkar dengan lawan bicara lalu di fiksasi
Masalah keperawatan : Resiko perilaku kekerasan
4. Alam Perasaan : Khawatir
Pasien curiga jika diajak bicara dan suka marah-marah
Masalah Keperawatan : Ansietas
5. Afek : Labil
Pasien mulai marah jika menyinggung masalah pribadi
Masalah Keperawatan : Gangguan komunikasi verbal
6. Interaksi selama wawancara : tidak kooperatif
Saat diajak bicara pasien tidak kooperatif karena emosinya labil
Masalah Keperawatan : Gangguan komunikasi verbal

7. Persepsi halusinasi : -
Pasien mengatakan tidak mendengar bisikan-bisikan atau meihat bayangan-
bayangan
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
8. Proses Pikir :
Saat pengkajian proses berpikir pasien baik
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
9. Isi Pikir :-
Waham :-
Pasien tidak mengalami waham dan gangguan isi pikir
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
10. Tingkat Kesadaran : -
Pasien mengatakan tahu tempat dimana dia berada
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
11. Memori :-
Pasien mampu mengingat kenangan dengan baik
Masalah Kpeperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
12. Tingkat Konsentrasi dan berhitung : -
Pasien mampu menyebutkan nama dan usianya
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
13. Kemampuan Penilaian :-
Pasien mampu mengidentifikasi benda atau barang sesuai dengan
fungsinya
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
14. Daya Tilik Diri :-
Pasien mengatakan dirinya adalah sosok yang sabar dan merasa dirinya
sedang sakit
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
3.9 Kebutuhan Pulang
1. Kemampuan klien memenuhi/menyediakan Kebutuhan :
27
Makanan dan Pakaian:
Pasien mengatakan bisa makan dan melakukan perawatan diri sendiri
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah Keperawatan
2. Kegiatan Hidup sehari-hari
1) Perawatan diri : Mandi, makan dan merawat kebersihan diri
Pasien masih mampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari dengan
sendiri
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
2) Nutrisi : Pasien selalu makan 3x/hari dengan teratur dan menu yang
bervariasi
Klien makan tidak memisahkan diri
Frekuensi makan 3x/hari di habiskan
Diet Khusus : tidak ada diet khusus
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3) Tidur
Klien tidak memiliki masalah dalam tidur
Klien merasa segar setelah tidur
Klien tidur siang selama 3 jam
Waktu tidur malam adalah jam 21:00, waktu bangun jam 05:00 WIB
Klien mampu tidur dengan nyenyak
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Keperawatan
3. Kemampuan klien dalam mengambil keputusan
1) Klien mampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari dengan sendiri
2) Klien tidak bisa membuat keputusan berdasarkan keinginannya sendiri
3) Klien tidak mampu mengatur penggunaan obat secara mandiri
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
4. Klien memiliki sistem pendukung :
Penjelasan : klien mendapatkan dukungan dari keluarga, dan perawat
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
5. Apakah klien menikmati saat bekerja kegiatan yang menghasilkan/hoby:
Ya
Klien mengatakan dulu bekerja sebagai penjual obat pertanian
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Keperawatan
3.10 Mekanisme Koping

Adaptif : Berbicara dengan orang lain


Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.11 Masalah Psikososial Dan Lingkungan

1. Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik: Keluarga selalu mendukung


2. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik: Pasien sering
berkomunikasi dengan keluarga
3. Masalah dengan pendidikan, spesifik: pendidikan terakhir SLTP
4. Masalah dengan pekerjaan, spesifik: Pasien bekerja serabutan
5. Masalah dengan perumahan, spesifik: Pasien mengatakan tinggal bersama
istri dan anaknya
6. Masalah ekonomi spesifik: Pasien bekerja sendiri untuk memnuhi
kebutuhannya dan anak istrinya
28
7. Masalah dengan pelayanan kesehatan, Spesifik: pasien mengatakan
terdapat pelayanan kesehatan terdekat, jika ada yang sakit pergi ke
pelayanan tersebut
8. Masalah lainnya, spesifik: Tidak ada masalah lain spesifik
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.12 Pengetahuan Kurang Tentang
1. Penyakit jiwa
2. Faktor presipitasi
3. Koping
4. Obat-obatan
Masalah Keperawatan: Kurang pengetahuan
3.13 Data Lain-Lain

Nilai
Nama Pemeriksaan Metode Hasil Satuan
Normal
SGOT IFCC 37C 15 U/L L: 37
P: 31
SGPT IFCC 37C 13 U/L L: 40
P: 31
MCV 78,8 FI 79-99
MCH 24,8 29-31
MCHC 31,4 g/dl 33-37
Trombosit 320 mg/dl 150-450
MPV 9,5 9-13
Narkoba
- Methamphetamine positif Negatif
- Benzodiazepine potitif Negatif

3.14 Aspek Medik


Diagnosa Medik : f.20.3
Skizofrenia
Terapi Medik : Clozapine : 1x25mg/hari
Risperidone : 2x2 mg/hari
Trihexyphenidyl : 2x2 mg/hari
3.15 Daftar Masalah Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Respon pasca trauma
3. Ansietas
4. Gangguan komunikasi verbal
5. Hambatan mobilitas fisik

3.16 Daftar Diagnosa Keperawatan


F.20.3 (Skizoprenia tak terinci)
3.17 Analisa Data Sintesa
NAMA: Tn. N NIRM: 05.72.XX RUANGAN: Wijaya Kusuma

TGL/JAM DATA ETIOLOGI MASALAH


29
25 September Ds: Pasien Resiko Prilaku kekerasan
2018/10.00 mengatakan tidak menciderai
bisa mengontrol dirinya sendiri
emosi
Do: Pasien tidak
kooperatif, bicara Perilaku
dengan nada tinggi, kekerasan
suka marah saat
diajak bicara
Gangguan proses
pikir

Mekanisme
koping tidak
efektif.

3.18 Implementasi Dan Evaluasi


NAMA: Tn. N NIRM: 05.72.XX RUANGAN: Wijaya Kusuma

DX
TGL/JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN
25 Perilaku kekerasan Sp 1 (Pertemuan ke 1) S: aku mau tidur
September (Membina hubungan nanti saja
2018/10.00 saling percaya) O:
1. Memberi 1. Px tidak kooperatif
salam/memanggil nama 2. Px marah ketika
px. ditanya masalah
2. Penyebutkan nama pribadi
perawat sambil berjabat 3. Klien jarang
tangan. tersenyum.
3. Menjelasakan maksud A: Masalah teratasi
dan tujuan hubungan P: Lanjutkan SP 2
interaksi.
4. Menjelaskan kontrak
akan diberi.
5. Memberi rasa aman
dan empati.
6. Melakukan kontak
singkat tapi sering.
27 SP 2 (Pertemuan ke 3) S: saya ngantuk pak
September (Memvalidasi masalah) O:
2018/12.00 1. Mengjarkan cara 1. Kontak mata
mengontrol perilaku cukup
kekerasan dengan cara 2. Px mau berjabat
tarik napas dalam tangan dengan
2. Membimbing pasien baik.
memasukkan seluruh 3. Klien mau
kegiatan kedalam tersenyum
jadwal kegiatan harian kembali.
A: Masalah teratasi.
P: Lanjutkan SP 3
29 SP 3 (Pertemuan ke 4) S: saya ngantuk pak
September (Memvalidasi SP 1 dan SP O:
2018/13.00 2) 1. Pasien
30
1. Melatih mengontrol kooperarif
perilaku kekerasan 2. Kontak mata
dengan cara verbal baik
2. Membimbing pasien 3. Pasien mau
memasukkan kegiatan bercerita
kedalam jadwal banyak tentang
kegiatan harian kehidupannya.
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Lanjutkan SP 4
30 SP 4 (Pertemuan ke 6) S : pak, aku
September 1. Melatih mengontrol sekarang sudah tidak
2018/ 15.00 perilaku kekerasan marah marah lagi
dengan cara spiritual O:
2. Mendiskusikan hasil - pasien kooperatif
latihan mengontrol - pasien mau
perilaku kekerasan menceritakan
secara fisik, verbal dan masalah yang
spiritual dialaminya
3. Melatih mengontrol - pasien mampu
marah dengan sholat mengontrol
dan berdoa perilaku
4. Membimbing pasien kekerasan secara
memasukkan kegiatan spiritual
kedalam kegiatan A : masalah teratasi
dedalam jadwal P : Hentikan
kegiatan harian intervensi

3.

3.19 Rencana Keperawatan Jiwa


Nama : Tn. N
Nirm : 05.72.XX
Bangsal/Tempat : Wijaya Kusuma
Perencanaan
No Diagnosa
Kriteria Tindakan Rasional
. keperawatan Tujuan
Evaluasi Keperawatan
1. perilaku TUM:
kekerasan Klien tidak
mencederai
dirinya
sendiri,orang
lain dan
lingkungan.

TUK: Hubungan
1) Klien dapat 1) Pasien 1) Beri salam saling
membina menunjukk setiap percaya
hubungan an tanda interaksi merupakan
saling gejala 2) Perkenalka dasar untuk
percaya. percaya n nama kelancaran
pada perawat, berinteraksi
peawat tujuan selanjutnya
2) Pasien mau perawat
berkenalan berkenalan
31
3) Ada kontak 3) Tanyakan
mata nama
4) Bersedia panggilan 2
menceritak kali
an perasaan 4) Tanyakan
5) Bersedia perasaa
mengungka pasien dan
pkan masalah
masalah yang
dialami
2). Pasien 1) Pasien 1) memberi Mengetahui
dapat dapat kesempatan penyebab
mengidentifiks menyebutk untuk perilaku
i penyebab an minimal mengungka kekerasan
perilakau 1 penyebeb p kan
kekerasan perilaku perasaanny
kekerasan a
2) Membantu
klien untuk
mengungka
p kan
jengkel
atau kesal
3). Pasien 1) Pasien 1) Diskusikan Ungkapkan
dapat dapat kegiatan perilaku
mengontrol mengontrol fisik yang kekerasaan
perilaku emosi bisa yang bisa
kekerasa 2) Validasi dilakukan klien lakukan
secara fisik masalah klien digunakan
dengan cara dan latihan 2) Beri pujian agar klien
tarik napas atas dapat
dalam dan kegiatan mengidentifi
pukul fisik yang kasi cara
bantal/kasur biasa yang bisa
dilakukan dilakukan
klien oleh klien
3) Mengajark
an cara
melakukan
tarik nafas
dalam dan
pukul kasur
serta bantal
32
4). Klien 1) Klien dapan 1)
dapat mendemons sp 4
mendemonst trasikan cara diskuskan
rasikan cara mengontrol dengan klien
spiritual perilaku bagaimana
untuk kekerasan, ibadah yang
mencegah cara fisik pernah di
perilaku :nafas dalam lakukan
kekerasan ,olahraga,pu 2.bantu
kul kasur klien
dan bantal, menilai
2) verbal kegiatan
:mengataka yang dapat
n secara di lakukan
langsung di ruangan
dengan 3.bantu klie
tidak memilih
menyakiti kegiatan
3) spiritual:sho ibadah
lat,doa dan yang akan
ibadah di lakukan
4. minta
klien
mendemost
rasikan
kegiatan
ibadah
yang akan
di pilih
5.beri
pujian atas
keberhasila
n klien
2)
6.dis

3) Klinen 3) Berdoa
dapan sp mengkaji
4
mendemon 1.diskuskan atau
strasikan dengan sembahyang
cara klien yang bisa
mengontrol bagaimana klien
perilaku ibadah lakukan,di
kekerasan. yang gunakan agar
1. fisik :nafas pernah di klien bisa
dalam lakukan lebih tenang
,olahraga,puku 2.bantu
l kasur dan klien
bantal menilai
2.verbal kegiatan
:mengatakan yang dapat
secara di lakukan
langsung di ruangan
dengan tidak 3.bantu klie
menyakiti memilih
33
3.spiritual:shol kegiatan
at,doa dan ibadah
ibadah yang akan
1. di lakukan
4. minta
klien
mendemost
rasikan
kegiatan
ibadah
yang akan
di pilih
5.beri
pujian atas
keberhasila
n klien
6.diskusika
n dengan
klien
tentang
waktu
pelaksanaa
n kegiatan
ibadah

3.20 Pohon Masalah

Risiko tinggi
mencederai diri orang
lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan
masalah utama
34
Renjatan terapeutik Isolasi sosial
inefektif Menarik diri

Koping Harga diri


keluarga tidak rendah kronis
efektif

Berduka
disfungsional

BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan
antara konsep dasar teori dan kasus nyata Ny. M di ruang Wijaya Kusuma RSJ
35
Menur Surabaya. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi.

1. Pengkajian
Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009) pengumpulan data pengkajian
meliputi aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososial,
status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial
dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik. Dalam pengumpulan data penulis
menggunakan metode wawancara dengan Tn. N, observasi secara langsung terhadap
kemampuan dan perilaku Tn. N serta dari status Tn. N. Selain itu keluarga juga
berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan
keperawatan pada Tn. N Namun, disaat pengkajian tidak ada ada anggota keluarga
Tn. N yang menjenguknya sehingga, penulis tidak memperoleh informasi dari pihak
keluarga.

Menurut Yosep (2010) faktor presipitasi pada klien dengan perilaku kekerasan
dapat muncul setelah adanya ketidakberdayaan, keputusasaan, percaya diri yang
kurang. Dari hasil rekam medik penyebab Tn. N masuk ke rumah sakit jiwa
dikarenakan setiap ada keramaian pasien marah-marah dan pasien tidak pernah
kumpul sama tetangga karena tidak suka keramaian. Menurut Purwanto (2009)
faktor predisposisi perilaku kekerasan dapat muncul sebagai proses panjang yang
berhubungan dengan kepribadian seseorang, karena itu perilaku kekerasan
dipengaruhi oleh faktor biologis, faktor psikologis, faktor sosiokultural. Hal ini juga
dialami Ny. M yang memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu Ny.M
pernah kabur dari rumah dan membawa anaknya dan tidak pernah menghubungi
suaminya dan setelah pulang Ny.M dikunci dikamar dan pasien marah-marah.

Tanda dan gejala perilaku kekerasan menurut Stuart & Sundeen (2007) adalah

sebagai berikut: jengkel, marah, rasa terganggu, merasa takut, muka merah,

pandangan tajam, nafas pendek, tidak aman, cemas. Gejala-gejala tersebut juga

dialami oleh Ny. M seperti: Ny. M berbicara sendiri, berusaha untuk menghindari

orang lain, tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata, perhatian dengan

lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik, mudah tersinggung dapat marah.

Ny. M mampu mandi secara mandiri, berpakaian dan berhias, Ny. M sering

menjawab pertanyaan dengan jeda tapi kemudian menjawab lagi. Ny. M juga sering

mengulang-ngulang jawaban dari pertanyan yang diajukan. Ny. M mengalami

penumpulan pada afeknya yaitu Ny. S menunjukkan ekspresi yang berubah-ubah.


36
Menurut Yosep (2007) didalam pengkajian harus dijelaskan penyebab, tanda-

tanda perilaku kekerasan, akibat perilaku kekerasan. Dalam pengkajian pola

fungsional difokuskan pada penyebab perilaku kekerasan pada Ny. M, didapatkan

data bahwa Ny. M mengalami resiko perilaku kekerasan. Ny. S mengatakan marah-

marah saat ada keramaian dan pasien tidak pernah kumpul sama tetangga karena

tidak suka keramaian.

Menurut Purwanto (2007) faktor-faktor yang mendukung terjadinya perilaku

kekerasan adalah teori dorongan naluri dan teori psikomatik. Hal ini juga ditemukan

pada Ny. M yang mengalami dorongan naluri yaitu ingin marah-marah pada orang

disekitar.

Menurut Keliat dkk (2011) terapi farmakologi perilaku kekerasan adalah

dengan menggunakan obat antipsikotik seperti haloperidol, chlorpromazine,

triheksilfenidil, dan obat antipsikotik lainnya. Menurut ISO atau Informasi Spesialite

Obat (2010-2011) haloperidol atau haldol merupakan golongan antipsikosis yang

digunakan sebagai terapi gangguan cemas, gagap, skizofrenia akut dan kronik,

halusinasi, dan paranoid dengan sediaan tablet 0,5 mg, 2 mg, 5 mg, injeksi: 25 mg

per ml. Terapi chlorpromazine adalah golongan antipsikotik yang mengurangi

hiperaktif, agresif atau obat penenang dan agitasi dengan sediaan tablet 25 mg, 50

mg, 100 mg, injeksi: 25 mg per ml. Perawat perlu memahami efek samping yang

sering ditimbulkan oleh obat psikotik seperti: mengantuk, tremor, kaku otot, dan

hipersaliva. Untuk mengatasi ini biasanya dokter memberikan obat parkinsonisme

yaitu triheksilfenidil, untuk obat anti parkinson dengan sediaan tablet 2 mg, 5 mg,

injeksi: 25 mg per ml. Terapi yang sama juga diperoleh Ny. M setelah

dikolaborasikan dengan dokter yaitu terapi obat tryhexyphenidyl 2 x 3 mg,

cclozapine 1 x 25 mg, respiradone 2 x 2 mg.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Videbeck (dalam Nurjannah, 2005) menyatakan bahwa diagnosa

keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan


37
adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah mempengaruhi

fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan.

Menurut Kusumawati&Yudi (2010) pada pohon masalah dijelaskan bahwa gangguan

konsep diri: sebagai penyebab, perilaku kekerasan: merupakan masalah utama (core

problem) sedangkan resiko perilaku mencederai diri sendiri orang lain lingkungan

merupakan akibat. Namun, pada kasus Ny. M, pada analisa data penulis lebih

memprioritaskan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan

Menurut NANDA (2012-2015) pada diagnosa resiko perilaku kekerasan

memiliki batasan karakteristik: memperlihatkan permusuhan, mendekati orang lain

dengan ancaman, memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai,

menyentuh orang lain dengan cara menakutkan, mempunyai rencana untuk melukai.

Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa gangguan persepsi sensori:

halusinasi pendengaran yaitu data subyektif yang diperoleh yaitu Ny. S mengalami

resiko perilaku kekerasan, Ny. M mengatakan setiap ada keramaian pasien marah-

marah, dan Ny.M tidak pernah kumpul sama tetangga karena tidak suka keramaian.

Sedangkan data obyektif yang didapatkan, Ny.M cuek saat ditanya dan saat

menjawab seadannya, kadang pasien tiba-tiba menghindar dan mengobrol dengan

temannya, berbicara nglantur, kadang pasien menjawab dengan jawaban yang

berbeda dari pertanyaan yang sama.

3. Intervensi Keperawatan

Menurut Ali (dalam Nurjanah, 2005) rencana tindakan keperawatan

merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan

khusus.Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan

penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian

agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi. Rencana keperawatan

yang penulis lakukan sama dengan landasan teori, karena rencana tindakan

keperawatan tersebut telah sesuai dengan SP (Standart Pelaksanaan) yang telah

ditetapkan.
38
Menurut Kusumawati & Yudi (2010) tujuan umum yaitu berfokus pada

penyelesaian permasalahan dari diagnosis keperawatan dan dapat dicapai jika

serangkaian tujuan khusus tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian

penyebab dari diagnosis keperawatan. Tujuan khusus merupakan rumusan

kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki. Kemampuan ini dapat bervariasi

sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien. Kemampuan pada tujuan khusus terdiri

atas tiga aspek yaitu kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif yang perlu

dimiliki klien untuk menyelesaikan masalahnya.

Menurut Rasmun (2009) tujuan umum resiko perilaku kekerasan yaitu agar klien

dapat mengontrol perilaku kekerasannya. Ada lima tujuan khusus resiko perilaku

kekerasan, antara lain: tujuan khusus pertama, klien dapat membina hubungan

saling percaya. Tujuan khusus kedua latihan mengontrol perilaku kekerasan fisik.

Tujuan khusus ketiga latian mengontrol perilaku kekerasan secara sosial atau verbal.

Tujuan khusus keempat latian mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual.

Tujuan khusus kelima latian mengontrol perilaku kekerasan secara dengan obat. Hal

tersebut juga penulis rencanakan pada klien dengan tujuan umum untuk mengontrol

resiko perilaku kekerasan dan lima tujuan khusus resiko perilaku kekerasan yang

telah diuraikan diatas. Setiap akhir tindakan strategi pelaksanaan dapat diberikan

reinforcement positif yang rasionalnya untuk memberikan penghargaan atas

keberhasilan Ny. S. Reinforcement positif adalah penguatan berdasarkan prinsip

bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang

mendukung atau rewarding. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah

seperti permen, kado, atau makanan, perilaku sepeti senyum, menganggukkan

kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol, atau penghargaan

(Ngadiran, 2010). Reinforcement positif memiliki power atau kemampuan yang

memungkinkan tindakan yang diberi reinforcement positif akan dilakukan secara

berulang oleh pelaku tindakan tanpa adanya paksaan yaitu dengan kesadaran pelaku

tindakan itu sendiri (Ngadiran, 2010). Hal ini sesuai dengan intervensi yang
39
dilakukan penulis yaitu memberikan reinforcement positif kepada Ny. M ketika Ny.

M melakukan setiap strategi pelaksanaan dengan baik.

4. Implementasi Keperawatan

Menurut Effendy (dalam Nurjannah, 2005) implementasi adalah pengelolaan

dan perwujudan dari rencana keperawatan yang yang telah disusun pada tahap

perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri

(independent), saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent), dan tindakan

rujukan atau ketergantungan (dependent). Penulis dalam melakukan implementasi

menggunakan jenis tindakan mandiri dan saling ketergantungan.

Menurut Yosep (2007) implementasi yang dilaksanakan antara lain: pada

tanggal 6 dan 7 Agustus 2018 pukul 10.30 WIB, perawat melakukan strategi

pelaksanaan ke 1 pertemuan 1 dan 2 yaitu membina hubungan saling percaya dan

membantu mengenal tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan pada Ny. M.

Didapatkan pasien belum bisa menjalin hubungan saling percaya, belum bisa

megidentifikasi resiko perilaku kekerasan.

Menurut Yosep (2007) implementasi pertemuan ke 3 dan 4 dilaksanakan pada

tanggal 9 dan 10 Agustus 2018, pukul 10.00 WIB. Penulis melakukan strategi

pelaksanaan 2 yaitu mengajarkan cara kedua mengontrol resiko perilaku kekerasan

dengan cara nafas dalam. Didapatkan pasien belum juga bisa menjalin bina

hubungan saling percaya, sudah bisa mengidentifikasi resiko perilaku kekerasan,

kontrol resiko perilaku kekerasan belum bisa.

Menurut Keliat (2009) implementasi hari ke 5 dan 6 dilaksanakan tanggal 11

dan 12 Agustus, pukul 11.00 WIB. Penulis melakukan strategi pelaksanaan ke 3

yaitu mengajarkan cara mengontrol resiko perilaku kekerasan dengan melakukan

aktivitas terjadwal. Penulis melakukan validasi dan evaluasi strategi pelaksanaan 1

dan 2, kemudian mengajarkan cara mengontrol resiko perilaku kekerasan dengan

melakukan aktivitas terjadwal. Dengan aktivitas secara terjadwal, Ny. M tidak akan

mengalami banyak waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan resiko
40
perilaku kekerasan. Penulis memberikan reinforcement positif kepada Ny. M apabila

berhasil mempraktikkannya dengan baik. Respon dari Ny. M mampu menggunakan

cara mengontrol resiko perilaku kekerasan dengan bercakap-cakap dengan orang

lain. Ny. M juga mau melaksanakan semua aktivitas sesuai jadwal yang telah

disusun.

5. Evaluasi

Menurut Kurniawati (dalam Nurjannah, 2005) evaluasi adalah proses

berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi

dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai

melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan

membandingkan antara respon klien dan tujuan khsssssssusus serta umum yang

telah ditentukan. Pada pelaksanaan strategi 1 tanggal 06-07 Agustus pukul 10.30

WIB, Ny. M strategi pelaksanaan ke 1 pertemuan 1 dan 2 yaitu membina hubungan

saling percaya dan mengenal tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan pada Ny. M.

Didapatkan pasien belum bisa menjalin hubungan saling percaya, belum bisa

megidentifikasi resiko perilaku kekerasan.

Pada pelaksanaan strategi 2 pada pertemuan ke 3 dan 4 dilaksanakan pada

tanggal 9 dan 10 Agustus 2018, pukul 10.00 WIB. Penulis melakukan strategi

pelaksanaan pertemuan 3 dan 4 yaitu mengajarkan cara kedua mengontrol resiko

perilaku kekerasan dengan cara nafas dalam. Didapatkan pasien belum juga bisa

menjalin bina hubungan saling percaya, sudah bisa mengidentifikasi resiko perilaku

kekerasan, kontrol resiko perilaku kekerasan belum bisa. Pada pelaksanaan strategi 3

tanggal 11-12 Agustus 2018 pukul 11.00 WIB, Ny. M juga mampu melakukan

aktivitas secara terjadwal, sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah teratasi.

Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai keadaan klien dan kekurangan

penulis tidak bisa mencapai batas maksimal pada rencana yang diharapkan. Dalam

melaksanakan strategi pelaksanaan lanjutan, penulis mendelegasikan kepada

perawat yang sedang bertugas di ruang Wijaya Kusuma.


DAFTAR PUSTAKA

41
Keliat, Budi Anna. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC
Nita, Fitria (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP), Jakarta: Salemba
Medika
Nurhalimah. (2016) “Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa”. Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan KEMENKES RI
Riyadi S dan Purwanto T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta: Graha Ilmu
Stuart and Sundden .2007. Buku Saku keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta: EGC
Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa, Bandung : PT.Refika Aditama
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa, Edisi revisi, Bandung: PT. Refika Aditama
Yusuf, Ah dkk (2015) “Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa” Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai