Anda di halaman 1dari 58

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN PPOK DAN HIPERTENSI”

Dosen Pembimbing :

Ns. Didi Kurniawan, M.Kep

Disusun oleh:

Kelompok 2

Widya Destriani N (1611110770) Dian Permata Ningtyas (1611110866)


Nursyamsi Setiap Ningsih (1611110808) Lisa Monica (1611110896)
Resti Ananda Putri (1611110818) Ria Astuti (1611110908)
Nurul Aina Ibni Kalzan (1611110824) Ressy Herlia (1611110934)
Rika Elvia (1611110834) Era (1611110950)
Saferatul Khair (1611110852) Seniwan Agustini G (1611110963)
Rajali (1611110856) Syarifah Nurul F (1611111003)
Shintia Ramadhani Fitri (1611110858) Sakiah Pitriana Nst (1611111032)
Mellysa Rosalina (1611110863) Siti Sarwanti (1611111043)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim, Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, daninayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat me-
nyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
DENGAN PPOK DAN HIPERTENSI“ ini dengan baik.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya
maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka
selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga
kami dapat memperbaiki makalah kami di kemudian hari.

Pekanbaru, 28 Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................
1.2 Sekenario.........................................................................................................
1.3 Rumusan Masalah............................................................................................
1.4 Tujuan Penulisan...............................................................................................
1.5 Manfaat Penulisan.............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Terminologi......................................................................................................
2.2 Learning Isues..................................................................................................
2.3 Brainstroming...................................................................................................
2.4 Mind Mapping...................................................................................................
2.5 Laerning Objectif...............................................................................................
2.6 Pembahasan Learning Objectif...........................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................
3.2 Saran..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia adalah proses menjadi lebih tua dengan umur mencapai 55 tahun ke atas.
Pada lansia akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial. Salah satu contoh
kemunduran fisik pada lansia adalah rentannya lansia terhadap penyakit, khususnya
penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif yang umum di derita lansia salahsatunya
adalah hipertensi (Nugroho, 2008). Hipertensi merupakan masalah besar dan serius
di seluruh dunia karena prevalensinya tinggi dan cenderung meningkat di masa yang
akan datang. Hipertensi dapat menyerang hampir semua golongan masyarakat di
dunia. Jumlah lansia yang menderita hipertensi terus bertambah dari tahun ke tahun.
Di Indonesia sendiri hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah
stroke dan tuberkulosis, yakni 6,7% dari populasi kematian pada semua umur (Aro-
ra,2008). Pada umumnya untuk lansia dalam pola makannya masih salah. Ke-
banyakan lansia masih menyukai makanan-makanan yang asin dan gurih,terutama
makan-makanan cepat saji yang banyak mengandung lemak jenuh serta garam
dengan kadar tinggi. Mereka yang senang makan makanan asin dan gurih berpelu-
ang besar terkena hipertensi. Kandungan Na (Natrium) dalam garam yang berlebi-
han dapat menahan air retensi sehingga meningkatkan jumlah volume darah. Aki-
batnya jantung harus bekerja keras memompa darah dan tekanan darah menjadi naik.
Maka dari itu bisamenyebabkan hipertensi(Yekti,2011).
Penyebab lain selain polamakan yang sering dialami oleh penderita hipertensi
adalah stres. Dikarenakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer
dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatetik. Adapun
stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaaan, kelas sosial,ekonomi,dan karakteris-
tik personal (Gunawan,2005).
Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2012, jumlah penderita
PPOK mencapai 274 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 400 juta jiwa di
tahun 2020 mendatangdan setengah dari angka tersebut terjadi di negara berkem-
bang, termasuk negara Indonesia.Angka kejadian PPOK di Indonesia menempati
urutan kelima tertinggi di dunia yaitu 7,8 juta jiwa. Jumlah penderita PPOK mening-
kat akibat faktor genetik, pola hidup yang tidak sehat, asap rokok dan polusi udara.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik
dengan lingkungan. Adapun faktor penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan
pemajanan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakan
faktor-faktor resiko penting yang menunjang pada terjadinya penyakit ini. Prosesnya
dapat terjadi dalam rentang lebihdari 20-30 tahunan.(Smeltzer dan Bare. 2006). Pen-
yakit ini juga mengancam jiwa seseorang jika tidak segera ditangani(Smeltzerdan
Bare,2006). Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang
dapat menyebabkan kematian.

B. Skenario
Kakek kenapa ya, Kok sering sesak nafas dan kepala pusing?

Ners muda melakukan anamnesis pada seorang lansia dan diperoleh data bahwa
kakek g (73 tahun) dulunya merupakan seorang pengusaha. Gaya hidup waktu muda
biasa makan makanan junkfood, seafood, dan makanan enak lainnya yang cenderung
tinggi akan kolesterol. Kakek g juga memilki riwayat merokok dua bungkus sehari
selama lebih dari 30 tahun. Saat anamnesis kakek g mengeluh sesak nafas, terkadang
nyeri dada saat sesak bernafas, disertai batuk berdahak yang berulang, sesak mem-
buruk saat beraktifitas dan sesak berkurang saat beristirahat, selain itu kakek g juga
mengeluh tengkuk kepala sering kaku (kaku kuduk) dan kepala pusing. Yang dil-
akukan selama ini untuk mengatasi keluhannya adalah berobat ke rumah sakit dan
mengkonsumsi obat tradisional berupa rebusan daun salam, minum jus mentimun,
dan terkadang minum seduhan ketumbar.

Hasil pemeriksaan fisik diperoleh data kesadaran kakek g kompos mentis,


tekanan darah 170/95 mmHg, nadi 116 x/menit, sushu 36,2 0C. Status generalis,
warna kulit kemerahan, penderita bertubuh kurus, bentuk dada seperti ntong dan
terkesan membesar, terdapat penggunaan otot bantu nafas eksternal, tidak tedapat
pernafasan cuping hidung, pendengaran berkurang, terkadang bernafas dengan mulut
mencucu, pda leher tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, pergerakan da-
da simetris, stem fermitus, melemah pada kedua lapangan paru, terdapat pelebaran
sel iga, perkusi hipersonor pada kedua lapangan paru, suara nafas vesikuler positif
melemah pada kedua lapangan paru, ronkhi basah sedang pada kedua apeks paru,
bunyi jantung I dan II irreguler.
C. Rumusan Masalah
1. Asuhan Keperawatan Lansia dengan PPOK
1.1 Apa defenisi PPOK?
1.2 Apa etiologi PPOK?
1.3 Bagaimana patofisiologi PPOK?
1.4 Bagaimana manifestasi klinis PPOK?
1.5 Jelaskan Derajat PPOK?
1.6 Bagaimana perubahan sistem pernapasan?
1.7 Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?
1.8 Bagaimana penatalaksanaan pada PPOK?
1.9 Apa saja terkait indeks brinkmen?
1.10 Apa komplikasi pada PPOK?
1.11 Bagaimana ASKEP pada klien PPOK?

2. Asuhan Keperawatan Lansia dengan Hipertensi


2.1 Apa defenisi Hipertensi?
2.2 Apa etiologi Hipertensi?
2.3 Bagaimana patofisiologi Hipertensi?
2.4 Bagaimana manifestasi klinis Hipertensi?
2.5 Apa saja Klasifikasi Hipertensi?
2.6 Bagaimana perubahan sistem kardiovaskuler?
2.7 Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?
2.8 Bagaimana penatalaksanaan pada Hipertensi?
2.9 Apa komplikasi pada Hipertensi?
2.10 Bagaimana ASKEP pada klien Hipertensi?
3. Bagaimana pengolahan obat tradisional?

D. Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui defenisi gangguan respirasi (PPOK) dan Kardiovasakuler
(Hipertensi) pada lansia
2. Untuk mengetahui etiologi gangguan respirasi (PPOK) dan Kardiovasakuler
(Hipertensi) pada lansia
3. Untuk mengetahui manifestasi gangguan respirasi (PPOK) dan Kardiovasakuler
(Hipertensi) pada lansia
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan proses penuan gangguan respirasi (PPOK)
dan Kardiovasakuler (Hipertensi) pada lansia
5. Untuk mengetahui perubahan sistem respirasi (PPOK) dan Kardiovasakuler
(Hipertensi) pada lansia
6. Untuk mengetahui masalah kesehatan dan klasifikasi gangguan respirasi (PPOK)
dan Kardiovasakuler (Hipertensi) pada lansia
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang gangguan respirasi (PPOK) dan Kar-
diovasakuler (Hipertensi) pada lansia
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan respirasi (PPOK) dan Kardiovasa-
kuler (Hipertensi) pada lansia
9. Untuk mengetahui komplikasi gangguan respirasi (PPOK) dan Kardiovasakuler
(Hipertensi) pada lansia
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan gangguan respirasi (PPOK) dan Kar-
diovasakuler (Hipertensi) pada lansia
11. Untuk mengetahui defenisi gangguan respirasi (PPOK) dan Kardiovasakuler
(Hipertensi) pada lansia
12. Untuk mengetahui indeks brigmen
13. Untuk mengetahui kadar obat tradisional (Evident Based Practiced) pada
gangguan respirasi (PPOK) dan Kardiovasakuler (Hipertensi) pada lansia

E. Manfaat Penulis
1. Memberikan wawasan lebih mendalam mengenai penyakit PPOK dan Hipertensi
pada lansia lebih baik dalam defenisi, etiologi, patofisiologi terkini, manifestasi
klinis, klasifikasi, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan fisik, penatalaksanaan,
pengkajian, dan lain-lain.
2. Sebagai landasan teori terkini mengenai penyakit PPOK dan Hipertensi pada lan-
sia yang dapat dimanfaatkan sebagai landasan teori bagi pembaca mengenai pen-
yakit.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Terminologi
1. Kaku kuduk
 Rasa kaku dibelakang leher (kuduk) menyebabkan leher menjadi pegal se-
hingga tidak bisa digerakkan
 Kaku kuduk biasanya terjadi pada 70% pasien meningitis bakteri pada de-
wasa.
2. Kelenjar getah bening
 Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh individu
 Tubuh memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, tetapi han-
ya di daerah submandibular, ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada
orang sehat
3. Status generalis
 Pengkajian umum (keadaan, kesadaran, tandatanda vital)
 Pemeriksaan fisik individu secara umum
4. Vesikuler positif
Suara nafas normal, terdengar saat dilakukan auskultasi
5. Hipersonor
 Suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong
 Bunyi perkusi yang kepadatannya mulai berkurang
6. Fremitus
 Fremitus adalah bunyi yang ditransmisikan ke seluruh tubuh
 Pemeriksaan fremitus adalah pemeriksaan resonansi vokal

B. Learning Isues
1. Penyebab tingginya kadar kolesterol pada seseorang selain makanan
2. Berapakah kadar normal kolesterol?
3. Hubungan makanan yang di konsumsi dengan gejala yang dialami sekarang
4. Manfaat rebusan daun salam, jus mentimun dan seduhan ketumbar
5. Apakah ada efek setelah mengkonsumsi obat kimia dan tradisional?
6. Dengan kondisi pasien RR 30x/ menit, tindakan mandiri apa yang dapat dil-
akukan untuk mengatasi sesak nafas?
7. Masalah keperawatan apa yang mungkin muncul?
8. Apakah penyebab perbesaran dada pada pasien?
9. Penyakit apa yang kemungkinan di derita oleh kakek?
10. Apakah penyebab dari TTV tinggi

C. Brainstroming
1. Penyebab tingginya kadar kolesterol:
 Gaya hidup yang tidak sehat
 Kurangnya olahraga
 Kurangnya aktivitas pada lansia, minimal lansia beraktivitas 30 menit dalam
sehari
 Merokok
 Riwayat diabetes pada lansia
 obesitas
2. Kadar normal kolesterol: Kurang dari 100, rendah kolesterol. Kurang dari 200,
kadar kolesterol normal. Lebih dari 240, kadar kolesterol tinggi.
3. Kolesterol yang tinggi, dan riwayat hipertensi pada pasien, menyebabkan pasien
mengalami sakit tengkuk. Kadar kolesterol yang tinggi membuat aliran darah
pasien terganggu sehingga pasien mengeluhkan sakit dan sesak nafas.
4. Daun salam dan jus mentimun bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah pada
pasien dengan hipertensi. Seduhan ketumbar bermanfaat untuk menurunkan kadar
kolesterol dalam tubuh.
 Obat kimia : efek samping obat tinggi
 Tradisional : efek samping rendah. Tergantung dengan kadar obat tradisional,
sulit untuk menentukan kadar obat tradisional.
 Penggunaan obat kimia dan obat tradisional secara bersamaan dapat me-
nyebabkan overdosis, karena kandungan yang dimiliki obat sama.
5. Tindakan mandiri yang dapat dilakukan oleh pasien:
 Posisi semi fowler
 Kepada agak condong kedepan agar pasien tidak sesak nafas
 Ajarkan teknik batuk efektif kepada pasien
6. Masalah keperawatan yang mungkin muncul:
 Gangguan pola nafas
 Gangguan jalan nafas
 Ketidakseimbangan nutrisi
7. Perbesaran dada pada pasien diakibatkan oleh penggunaan otot bantu nafas yang
terlihat dari retraksi dinding dada, hipertropi otot bantu nafas, serta pelebaran
sela iga.
8. Penyakit yang kemungkinan di derita oleh kakek adalah penyakit paru obstruksi
akut dengan gambaran klinis terjadi pada usia pertengahan, gejala progresif lam-
bat, riwayat merokok, sesak saat beraktivitas, adanya hambatan aliran udara.
9. Penyebab tanda tanda vital tinggi bisa karena gaya hidup yang tidak sehat.
D. Mind Mapping

Kakek G

Pola hidup tidak sehat,


merokok, konsumsi ma-
kanan tinggi kolesterol

Keluhan awal masuk: sesak nafas, Hasil pemeriksaan:


nyeri dada saat bernafas, , batuk ber- Kesadaran komposmentis, TD 170/95, nadi
dahak yang berulang, sesak memburuk 116x/menit, pernapasan 30x/menit, suhu
saat beraktivitas. Tengkuk kepala ser- 36,5oc.
ing kaku dan kepala pusing. Status generalis:
Kulit kemerahan, kurus, dada membesar,
menggunakan otot bantu nafas eksternal,
tidak ada pernapasan cuping hidung, pen-
dengaran kurang, nafas mulut mencucu,
pergerakan dada simetris, stem fremitus
melemah, pelebaran sela iga, perkusi hiper-
sonor, ronki basah

Konsumsi obat rebusan daun salam, jus mentimun, seduhan ketumbar untuk me-
ringankan sakit

Asuhan Keperawatan lansia


dengan PPOK dan Hipertensi

E. Learning Objective
1. Asuhan Keperawatan Lansia dengan PPOK
1.12 Apa defenisi PPOK?
1.13 Apa etiologi PPOK?
1.14 Bagaimana patofisiologi PPOK?
1.15 Bagaimana manifestasi klinis PPOK?
1.16 Jelaskan Derajat PPOK?
1.17 Bagaimana perubahan sistem pernapasan?
1.18 Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?
1.19 Bagaimana penatalaksanaan pada PPOK?
1.20 Apa saja terkait indeks brinkmen?
1.21 Apa komplikasi pada PPOK?
1.22 Bagaimana ASKEP pada klien PPOK?

2. Asuhan Keperawatan Lansia dengan Hipertensi


2.11 Apa defenisi Hipertensi?
2.12 Apa etiologi Hipertensi?
2.13 Bagaimana patofisiologi Hipertensi?
2.14 Bagaimana manifestasi klinis Hipertensi?
2.15 Apa saja Klasifikasi Hipertensi?
2.16 Bagaimana perubahan sistem kardiovaskuler?
2.17 Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?
2.18 Bagaimana penatalaksanaan pada Hipertensi?
2.19 Apa komplikasi pada Hipertensi?
2.20 Bagaimana ASKEP pada klien Hipertensi?
3. Bagaimana pengolahan obat tradisional?

F. Pembahasan Learning Objective


1. Asuhan Keperawatan Lansia dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
1.1. Defenisi PPOK

Global initiative for chronic obstructive lung disease (GOLD)


mengartikan PPOK adalah suatu penyakit yang bisa dilakukan pencegahan
dan pengobatan. PPOK memiliki tanda gejala terdapatnya hambatan aliran
udara dalam saluran pernafasan yang bersifat progresif. PPOK juga terdapat
peradangan atau inflamasi pada saluran pernafasan dan paru-paru yang
diakibatkan oleh adanya partikel dan gas yang berbahaya (GOLD, 2013).
PPOK merupakan keadaan irreversible yang ditandai adanya sesak nafas
pada saat melakukan aktivitas dan terganggunya aliran udara masuk dan
keluar dari paru-paru (Smeltzer et al, 2013).

PPOK merupakan penyakit kronis ditandai dengan terhambatnya aliran


udara karena obstruksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh paparan
yang lama terhadap polusi dan asap rokok. PPOK merupakan istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung
lama (Grace et al, 2011). PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan di-
obati yang secara umum ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang
terus-menerus biasanya progresif dan berhubungan dengan peradangan kro-
nis, peningkatan respon dalam saluran udara dan paru-paru dari partikel
berbahaya atau gas. (Vestbo et.al., 2013). Penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) adalah penyakit radang saluran nafas utama ditandai dengan
keterbatasan aliran udara sebagian besar ireversibel yang menghasilkan hy-
poxemia dan hiperkapnia (Huang, et al., 2013).

1.2. Etiologi PPOK


Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh (en-
dogen) hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi
dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses
menua, sehingga produksi hormon, enzim, dan zat-zat yang diperlukan un-
tuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Usia memiliki pengaruh penting
bagi fungsi paru. Bukti menunjukkan bahwa penurunan fungsi paru terkait
dengan penurunan drive napas neural namun lebih berkaitan lagi dengan
perubahan struktural pada sistem pernapasan terkait usia. Perubahan
struktur dan anatomis pada paru antara lain: gangguan dan hilangnya
serabut elastin, perubahan cross-linking matriks (elastin dan kolagen), pen-
gecilan diameter bronkiolus kecil, pembersaran airspace terminal, penam-
bahan jumlah pori-pori Kohn, pengurangnan total alveolar, dan pengu-
rangan jumlah kapiler per alveolus (Hasan dan Arusita, 2017).
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) dalam Rahmadi
(2015) adalah :
1) Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-gas
kimiawi.
2) Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya
fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3) Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma
orang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4) Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan
orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia
yang relatif muda, walau pun tidak merokok.
Menurut Muttaqin Arif (2008) dalam Hapsari (2016), penyebab dari
PPOK adalah:
1) Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronchitis dan
emfisema.
2) Adanya infeksi: Haemophilus influenza dan streptococcus pneumonia.
3) Polusi oleh zat-zat pereduksi.
4) Faktor keturunan.
5) Faktor sosial-ekonomi: keadaan lingkungan dan ekonomi yang membu-
ruk.
Pengaruh dari masing –masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK
adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling domi-
nan.

1.3. Patofisiologi PPOK

Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada


PPOK yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran
nafas bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang
dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural
pada paru.

Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan


peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding lu-
ar salurannafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen
saluran nafas kecil berkurangakibat penebalan mukosa yang mengandung
eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai beratsakit. Dalam keadaan nor-
mal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan seimbang. Apabila
terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru.
Radikal bebasmempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan
menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru.

Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya


akan menyebabkanterjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjut-
nya akan menimbulkan kerusakan sel daninflamasi. Proses inflamasi akan
mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akanmenyebabkan
dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan leuko-
trienB4, tumuor necrosis factor (TNF),monocyte chemotactic pep-
tide(MCP)-1 danreactive oxygen species(ROS). Faktor-faktor tersebut akan
merangsang neutrofil melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikat
parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi
mukus.

Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8,


selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan normal
terdapat keseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH
yang ada dipermukaan makrofagdan neutrophil akan mentransfer satu el-
ektron ke molekul oksigen menjadi anion super oksida dengan bantuan en-
zim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik
akandiubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi
ion fero, ion fero dengan halida akan diubah menjadi anion hipohalida
(HOCl).

Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat


menginduksi batuk kronissehingga percabangan bronkus lebih mudah terin-
feksi. Penurunan fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan struktur
saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveol yangmenuju ke
arah emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh leukosit
dan polusidan asap rokok. Merokok dan berbagai partikel berbahaya seper-
ti inhalasi dari biomass fuels menyebabkan inflamasi pada paru, respons
normal ini kelihatannya berubah pada pasien yang berkembang menjadi
PPOK. Respons inflamasi kronik dapat mencetuskan destruksi jaringan
parenkim (menyebabkan emfisema), mengganggu perbaikan normal dan
mekanisme pertahanan (menyebabkan fibrosis jalan nafas kecil). Perubahan
patologis ini menyebabkan air trapping dan terbatasnya aliran udara pro-
gresif, mengakibatkan sesak nafas dan gejala khas PPOK lainnya. Inflamasi
pada saluran nafas pasien PPOK muncul sebagai modifikasi dari respons in-
flamasi saluran nafas terhadap iritan kronik seperti merokok.

Mekanisme untuk menjelaskan inflamasi ini tidak sepenuhnya di-


mengerti tetapi mungkin terdapat keterlibatan genetik. Pasien bisa
mendapatkan PPOK tanpa adanya riwayat merokok, dasar dari respons in-
flamasi pasien ini tidak diketahui. Stres oksidatif dan penumpukan protein-
ase pada paru selanjutnya akan mengubah inflamasi paru. Secara bersa-
maan, mekanisme tersebut menyebabkan karakteristik perubahan patologis
pada PPOK. Inflamasi paru menetap setelah memberhentikan merokok me-
lalui mekanisme yang tidak diketahui, walaupun autoantigen dan mikroor-
ganisme persisten juga berperan. Perubahan yang khas pada PPOK
dijumpai pada saluran nafas, parenkim paru, dan pembuluh darah paru. Pe-
rubahan patologi tersebut meliputi: inflamasi kronik, dengan peningkatan
sejumlah sel inflamasi spesifik yang merupakan akibat dari trauma dan per-
baikan berulang. Secara umum, inflamasi dan perubahan struktur pada jalan
nafas meningkat dengan semakin parahnya penyakit dan menetap walaupun
merokok sudah dihentikan.
Faktor pre-
disposisi

Bersihan jalan Edema,spasme bron-


nafas tidakefektif kus,peningkatan se-
cret bronkus

Obstruksi
bronliolus awal

Fase ekspirasi

Udara ter-
perangkap da-
lam alveolus

PaO2 rendah

Suplay O2 jaringan, PaO2 tinggi Sesak nafas, Pola nafas


rendah nafas pendek tidak efektif

kompensasi
Gg. Metabolisme
jaringan
Kardiovaskuler Gg. Pertukaran gas

Metabolisme
Hipertensi aerob
pulmonal

Produksi ATP
menurun Intoleransi
Gagal
jantung aktivitas
kanan Lelah, lemah
Defisit energi
gg. pola tidur
1.4. Manifestasi Klinis PPOK
Manifestasi klinis akan mengarah pada dua tipe perokok (Smaltzer &
Bare, 2007) dalam Hapsari (2016):
1) Mempunyai gambaran klinik dominan kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
2) Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
1) Kelemahan badan
2) Batuk
3) Sesak nafas
4) Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi
5) Mengi atau wheezing
6) Ekspirasi yang memanjang
7) Batuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
8) Penggunaan obat bantu pernafasan
9) Suara nafas melemah
10) Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11) Edema kaki, asietas dan jari tabuh.

Manifestasi klinis menurut Reeves (2006) dan Mansjoer (2008) dalam


Rahmadi (2015) pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah
perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK yaitu : mal-
fungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai
dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang muncul di pagi
hari. Napas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.

1.5. Derajat PPOK


Tingkat Nilai FEVI dan gejala
0 Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum dan dispnea.
Beresiko Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok,populasi),spirometri normal.
I FEV1\FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu ada
Ringan gejala batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, pasien biasanya
bahkan belum berasa paru-parunya bermasalah.
II FEV1/FVC < 70%, 50% < FEV1 < 80%, gejalanya biasanya mulai
Sedang progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.
III FEV1/FVC , 70%, 30% < FEVI < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang
Berat yang mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap ini pasien
mulai mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau
serangan penyakit .
IV FEV1/FVC < 70%, FVE1 < 30% atau 50% plus kegagalan respirasi
Sangat Berat kronis. Pasien biasa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1 >
30%, tapi pasien mengalami kegagalan pernafasaan atau gagal jantung
kanan/cor pulmonary. Pada tahap ini, kualitas hidup sangat terganggu dan
serangan mungkin mengancam jiwa.

1.6. Perubahan pada Sistem Respirasi Lansia

Sistem pernafasan memiliki fungsi yang sangat penting bagi ke-


hidupan, karena fungsi pernafasan mengambil oksigen (O2) dari atmosfer
ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbondioksida (CO2) yang
dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Sedangkan manusia membu-
tuhkan supply oksigen secara terus-menerus untuk proses respirasi sel, dan
membuang kelebihan karbondioksida sebagai limbah beracun produk dari
proses tersebut. Pertukaran gas antara oksigen dengan karbondioksida dil-
akukan agar proses respirasi sel terus berlangsung.

Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai


hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan
atau organ yang bersangkutan. Berikut yang mengalami perubahan :

1) Dinding dada : tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-tulang


rawan mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada.
Sudut epigastrik relative mengecil dan volume rongga dada mengecil.
2) Otot-otot pernafasan : mengalami kelemahan akibat atrofi.
3) Saluran nafas : akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis
bronkus dan alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-
cincin tulang rawan bronkus mengalami perkapuran.
4) Struktur jaringan parenkrim paru : bronkiolus, duktus alveolaris dan al-
veolus membesar secara progresif, terjadi emfisema senilis. Struktur
kolagen dan elastin dinding saluran nafas perifer kualitasnya mengu-
rang sehingga menyebabkan elastisitas jaringan parenkrim pam mengu-
rang. Penurunan elastisitas jaringan parenkrim paru pada usia lanjut
dapat karena menurunnya tegangan permukaan akibat pengurangan
daerah permukaan alveolus.

Selain perubahan-perubahan anatomik dan gangguan yang terjadi pada


sistem pernafasan pada lansia, perubahan fisik sistem pernafasan pada lan-
sia pun akan terjadi. Berikut perubahan fisik sistem pernafasan pada lansia :

1) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara


inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
2) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehing-
ga potensial terjadi penumpukan sekret.
3) Penurunan aktivitas paru (mengembang dan mengempisnya) sehingga
jumlah udara pernafasan yang masuk ke paru mengalami penurunan,
jika pada pernafasan yang tenang kira-kira 500 ml.
4) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan
normal 50 m2), menyebabkan terganggunya proses difusi.
5) Penurunan oksigen (O2) arteri menjadi 75 mmHg mengganggu proses
oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut ke semua
jaringan.

1.7. Pemeriksaan Penunjang PPOK


Berdasarkan PDPI (2011), Kemenkes RI (2008), dan Somantri (2009),
pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa Pen-
yakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah sebagai berikut:
1) Chest X- Ray : dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened di-
afragma, peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda vas-
cular / bullae ( emfisema ), peningkatan suara bronkovaskular ( bron-
chitis ), normal ditemukan saat periode remisi ( asma ).
2) Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab
dispnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat ob-
struksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengeval-
uasi efek dari terapi, misalnya bronkodilator.
3) Total lung capacity (TLC) : meningkat pada bronkitis berat dan bi-
asanya pada asma, namun menurun pada emfisema.
4) Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
5) FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan
kapasitas vital (FVC) menurun pada bronkitis dan asma.
6) Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit kronis, ser-
ing kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan
(bronkitis kronis dan emfisema), terapi sering kali menurun pada as-
ma, Ph normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder ter-
hadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
7) Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi,
kolabs bronkial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelen-
jar mucus (brokitis).
8) Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan
eosinophil (asma).
9) Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema
perimer.
10) Sputum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi
pathogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menen-
tukan penyakit keganasan/ elergi.
11) Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P tinggi
( asma berat), atrial disritmia (bronkitis), gelombang P pada leads II,
III, dan AVF panjang, tinggi (pada bronkitis dan efisema) , dan aksis
QRS vertical (emfisema).
12) Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan me-
rencanakan/ evaluasi program.
Untuk penegakkan diagnosis PPOK perlu disingkirkan kemungkinan
adanya asma bronchial, gagal jantung kongestif, TB Paru, dan sindrome
obtruktif pasca TB Paru. Penegakan diagnosis PPOK secara klinis
dilaksanakan di puskesmas atau rumah sakit tanpa fasilitas spirometri.
Penegakan diagnosis dan penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai
dengan ketentuan Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan GOLD
tahun 2005, dilaksanakan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya
yang memiliki spirometri (Kemenkes RI, 2008).
1.8. Penatalaksanaan PPOK
1) Farmakologis
a. Bronkodilator
Pada eksaserbasi bronkodilatol digunakan untuk penanganan
yang cepat yaitu sering digunakan short-acting ß2-agonists dosis
tinggi dan dapat dikombinasi dengan antikolinergik. Bronkodilator
digunakan dengan MDI atau dengan nebulasi untuk pasien dengan
gejala sesak nafas yang parah (Dipiro et al, 2008)
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid oral atau intravena digunakan untuk terapi
PPOK eksaserbasi akut dalam jangka yang pendek (9 hingga 14
hari) untuk meminimalkan risiko efek samping yang ditimbulkan.
Dosis dapat diturunkan secara bertahap untuk pemakaian kortiko-
steroid lebih dari 2 minggu dan disesuaikan dengan kondisi klinis
pasien (Dipiro et al, 2008).
c. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksa-
serbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia).
d. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous (misalnya ambroksol, erdostein).
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronchitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin (Perhimpunan Dokter Paru In-
donesia).
e. Antibiotik
Antibiotik diberikan bila terdapat 2 atau lebih dari gejala di
bawah ini :
 Peningkatan sesak nafas
 Peningkatan jumlah sputum
 Sputum berubah menjadi purulen (perubahan warna sputum)
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat
dan komposisi antibiotik yang mutakhir. Antibiotik bermanfaat un-
tuk pasien PPOK eksaserbasi dengan tanda klinis infeksi saluran na-
pas. Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk mem-
ilih antibiotik yang tepat (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2011).
2) Nonfarmakologis
Terapi non farmakologi bisa dilakukan dengan menghentikan kebia-
saan merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan lati-
han pernapasan secara teratur serta memperbaiki asupan nutrisi.
Edukasi mengenai PPOK kepada pasien merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Pada umumnya,
edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma PPOK adalah
penyakit kronik yang bersifat irreversible dan progresif, inti dari
edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah ke-
cepatan perburukan penyakit (Budweiser et al., 2008).

1.9. Indeks Brinkmant


Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan intensitas merokok. Salah
satunya adalah yang dilakukan Sitepoe pada tahun 1999. Sitepoemelakukan
klasifikasi perokok berdasarkanjumlah rokok yang dikonsumsi tiap hari.
Klasifikasi ini membagi perokok menjadi perokok ringan, perokok sedang
dan perokok berat. Perokok ringan adalah perokok yang mengonsumsi satu
hingga sepuluh batang rokok per hari. Perokok sedang adalah perokok yang
mengonsumsi sebelas hingga dua puluh empat batang per hari. Sementara
perokok berat mengonsumsi lebih dari dua puluh empat batang rokok per
hari.

Penggunaan jumlah rokok yang dikonsumsi sebagai dasar klasifikasi


juga dilakukan oleh Mu’tadin, dengan penambahan intensitas atau waktu
merokok sebagai dasar klasifikasi. Mu’tadinmembagi perokokmenjadi em-
pat golongan,perokok ringan, perokok sedang, perokok berat dan perokok
sangat berat. Hal senada dikemukakan pula oleh Smet pada tahun 1994,
namun Smet menggunakan kriteria jumlah yang lebih rendah dibandingkan
Sitepoe.

Klasifikasi lain menggunakan keterkaitan antara jumlah rokok yang-


dikonsumsi dengan lamanya konsumsi rokok semasa hidup. Klasifikasi ini
menggunakan Indeks Brinkman.6 Indeks Brinkman menggunakan hasil
perkalian antara rerata jumlah batang rokok yang dihisap tiap hari dan lama
merokok dalam tahun.

Cara klasifikasi perokok yang telah disebutkan akan diringkas dalam


tabel beriku:

Tabel 2.Klasifikasi Perokok

Kategori Indeks Klasifikasi Klasifikasi menurut


Klasifikasi Brinkman menurut Sitepoe Mu’tadin
Perokok
Perokok Ringan Indeks Brinkman 1-10 batang per Sekitar 10 batang per hari,
0-199 poin har selang waktu 60 menit setelah
bangun tidur
Perokok Sedang Indeks Brinkman 11-24 batang per 11-21 batang rokok per hari,
200-599 poin hari selang waktu 31-60 menit
setelah bangun tidur
Perokok Berat Brinkman lebih Lebih dari 24 21-30 batang rokok per hari,
dari 600 poin batang per hari selang waktu 6-30 menit
setelah bangun tidur
Perokok Sangat - - Lebih dari 31 batang rokok
Berat per hari, selang waktu lima
menit setelah bangun tidur

1.10. Komplikasi PPOK


1) Gagal nafas
a. Gagal nafas kronis

Dapat diatasi dengan menjaga keseimbangan PO2 dan PCO2,


bronkodilator adekuat, terapi oksigen yang adekuat terutama waktu
aktivitas atau waktu tidur, antioksidan, latihan pernapasan dengan
pursed lips breathing.

Gagal nafas akut pada gagal nafas kronis, ditandai oleh sesak
nafas dengan atau tanpa sianosis, sputum bertambah dan purulen,
demam, kesadaran menurun.

b. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebab-


kan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi
berulang. Pada kondisi kronis ini imunitas menjadi lebih rendah,
ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.

c. Kor pulmonal

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat


disertai gagal jantung kanan.

1.11. Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
a. Identitas klien
o Nama : kakek G
 Umur : 73 tahun
 Alamat :
 Pendidikan :
 Tanggal masuk panti werdha :
 Jenis kelamin : laki-laki
 Suku :
 Agama : Islam
 Status perkawinan : kawin
 Tanggal pengkajian :

b. Status kesehatan saat ini


 Klien mengatakan memilki sesak nafas,terkadang nyeri dada saat
bernafas disertai batuk berdahak yang berulang
 Klien mengatakan sesak memburuk saat beraktivitas dan mem-
baik saat beristirahat
 Klien mengatakan tengkuk kepala sering kaku (kau kuduk) dan
kepala pusing
 Klien mengatakan selama ini untuk mengatasi keluhannya bero-
bat ke rumah sakit dan mengkonsumsi obat tradisional berupa re-
busan daun salam,minum jus mentimun dan terkadang minum
seduhan ketumbar

c. Riwayat kesehatan dahulu


 Penyakit :
 Alergi : Tidak ada
 Kebiasaan : Kakek G merokok 2 bungkus sehari selama 30
tahun
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Tinjauan sistem
 Keadaan umum : Badan terlihat kurus
 Integumen : Kulit terlihat kemerahan
 Kepala : Bentuk bulat, distribusi rambut merata,
warna hitam keputihan.
 Mata :Simetris, sklera berwarna putih,
konjungtiva tidak Anemis.
 Telinga : Simetris,Tampak bersih,
pendengaran baik, tidak ada benjolan, tidak cairan yang keluar.
 Mulut & tenggorokan : Mulut bersih, gigi sudah banyak yang
tanggal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
 Leher : tidak terdapat pembesaran getah bening
 Dada : tidak simetris, bentuk dada seperti tong
dan terkesan membesar
 Sistem pernafasan : Pernafasan tidak normal, terkadang
bernafas dengan mulut mencucu
 Sistem kardiovaskuler : TD 170/90 mmHg
 Sistem gastrointestinal : Tidak ada masalah
 Sistem perkemihan : tidak ada masalah

f. Pengkajian Psikososial dan spritual


 Psikososial Kemampuan bersosialisasi saat ini kurang baik akibat
sesak nafas yang dialaminya
 Masalah emosional Klien mengatakan mengalami kepala pusing,
tengkuk kepala sering kaku (kaku kuduk)
 Spiritual Klien beragama islam dan melakukan ibadah sesuai
agamanya

g. Pengkajian Fungsional Klien


 KATZ Indeks
Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih
bisa dilakukan secara mandiri tanpa pengawasan , pengarahan
atau bantuan dari orang lain di antaranya yaitu makan, kontinen-
sia (BAK,BAB), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpin-
dah dan mandi, pasien tidak menggunakan alat bantu berjalan.
2) Analisa data
Tanggal Data Penyebab masalah
Ds: kakek G Peningkatan produksi Bersihan jalan nafas
mengeluh sesak sekret tidak efektif
nafas, terkadang
nyeri dada saat
bernafas, disertai
batuk berdahak yang
berulang, sesak
memburuk saat
beraktifitas dan sesak
berkurang saat
istirahat.
Do: ttv 170/95
mmHg, nadi 116 x/
permenit pernafasan
30 x. Menit, suhu
36,2◦C. Warna kulit
kemerahan, penderita
bertubuh kurus,
bentuk dada seperti
tong dan terkesan
membesar, terdapat
penggunaan otot
bantu nafas eksterna,
tidak terdapat nafas
cuping hidung,
pendengaran
berkurang, terdapat
bernafas dengan
mulut mencucu,
pergerakan dada
simetris, stem
feremitus melemah
pada keuda lapang
paru, perkusi
hipersonor pada
kedua lapang paru,
ronki basah sedang
pada kedua apeks
paru, bunyi jantung I
dan II irregular

3) Intervensi

No Diagnosa Intervensi Implementasi


Bersihan
4) jalan nafas tidak  Posisikan pasien  Memberikan posisi
efektif b.d peningkatan untuk fowler atau semi
produksi sekret memaksimalkan foeler
ventilasi.  Menghitung
 Monitor respirasi respirasi setiap 3
Kriteria hasil :
dan status O2 jam sekali
 Secara verbal tidak  Kolaborasi dalam  Memberikan obat
ada keluhan sesak pemberian ipratropium
 Tidak ada batuk dan pengobatan atas dengan dosis 20
jumlah sputum indikasi mcg 2 sirup 3-4
normal bronkodilator kali perhari
 Jumlah pernafas  Demonstrasikan  Memberikan posisi
dalam batas normal atau bantu klien fowler atau semi
sesuai usia melakukan latihan fowler
napas dalam  Menghitung
frekuensi nafas
 Mengajarkan klien
menahan dada dan
batuk efektif
dalam posisi tegak
lurus
Ketidakseimbangan nutrisi  Manajemen cairan  Meningkatkan
kurang dari kebutuhan tubuh  Monitoring cairan kenyamanan
 Status diet kenyamanan flora
 Manajemen normal mulut,
gangguan makanan sehingga akan

 Manajemen nutrisi meningkatkan

 Kolaborasi dengan perasaan nafsu

ahli gizi untuk makan pasien

memberikan terapi  Meningkatkan

nutrisi intake makanan

 Konseling nutrisi dan nutrisi

untuk memenuhi terutama kadar

diet pasien protein tinggi akan

 Monitoring tanda- meningkatkan

tanda vital mekanisme tubuh


dalam proses
 Manajemen berat
penyembuhan
badan
 Menentukan
kebutuhan nutrisi
yang tepat bagi
pasien
 Meningkatkan
komposisi tubuh
akan kebutuhan
vitamin dan nafsu
makan pasien
Perubahan pola nafas  Observasi TTV  mengobservasi
 Kaji frekuensi, TTV
irama, dan  mengkaji
kedalaman frekuensi, irama,
pernafasan dan kedalaman
 Auskultasi bunyi pernafasan
nafas  mengauskultasi
 Bantu ubah posisi bunyi nafas
pasien dan tinggi  membantu ubah
kan kepala 45◦ posisi pasien dan
 Observasi pola tinggi kan kepala
nafas dan 45◦
karakteristik sekret  mengbservasi pola
 Lakukan kolaborasi nafas dan
untuk dilakukan karakteristik sekret
nebulizer  melakukan
 Lakukan kolaborasi kolaborasi untuk
untuk pemberian dilakukan
terapi obat nebulizer
 melakukan
kolaborasi untuk
pemberian terapi
obat

5) Evaluasi

No Dx Evaluasi
Bersihan jalan nafas tidak S: klien mengatakan batuk secara efektif
efektif b.d peningkatan O: nadi 116 x/ menit
produksi sekret
Tekanan darah 170/95 mmHg

Pernafasan 30 x/ menit

Suhu 36,2◦C

A: maslah teratasi

P: intervensi dihentikan

Ketidakseimbangan nutrisi kurang S: pasien mengatakan sering memakan


dari kebutuhan makanan seperti junkfood dan lainnya
yang cenderung tinggi kolesterol
O: nadi 116 x/ menit

Tekanan darah 170/95 mmHg

Pernafasan 30 x/ menit

Suhu 36,2◦C

A: masalah teratasi

P: intervensi dihentikan

Pola nafas tidak efektif S: pasien mengatakan sesak nafas,


terkafang nyeri dada
O: nadi 116 x/ menit

Tekanan darah 170/95 mmHg

Pernafasan 30 x/ menit

Suhu 36,2◦C

A: Masalah teratasi

P: intervensi dihentikan

2) Asuhan Keperawatan Lansia dengan Hipertensi


2.1. Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah


sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlang-
sung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan
pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (me-
nyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan
yang memadai.

Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan


jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik
dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta mau-
pun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan.

2.2. Etiologi Hipertensi

Pada sistem kardiovaskuler, katup jantung menebal dan kaku, kemam-


puan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elas-
tisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer sehingga tekanan darah meningkat; Perubahan sistem kardio-
vaskuler menyebabkan terjadinya penyakit jantung. Penyakit jantung adalah
penyakit yang melibatkan pembuluh jantung atau darah (arteri dan vena)
dengan faktor resiko yaitu usia, jenis kelamin, tekanan darah tinggi, kadar
kolesterol serum, merokok tembakau, konsumsi alkohol yang berlebihan,
riwayat keluarga, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, faktor psikososial, di-
abetes melitus, dan polusi udara (Suiraoka, 2012 dalam Hapsari, 2016).
Penyakit pada sistem kardiovaskuler yang sering terjadi pada lansia
yaitu, hipertensi ditandai dengan tekanan darah sistolik diatas 160 mmHg
dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Faktor resiko hipertensi adalah
umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik (faktor resiko yang tidak
dapat diubah atau dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi garam, kon-
sumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan minum-minuman be-
ralkohol, obesitas, kurang aktivitas fisik, stres, penggunaan estrogen (Ke-
menkes RI, 2013 dalam Rabbaniyah, 2016).
Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki berat ba-
dan lebih atau obesitas dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai resiko
yang lebih besar terkena hipertensi. Pada umumnya penyebab obesitas atau
berat badan berlebih dikarenakan pola hidup yang tidak sehat (Rahajeng &
Tuminah, 2009 dalam Rabbaniyah, 2016). Faktor yang berpengaruh ter-
hadap timbulnya hipertensi biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi secara ber-
sama-sama sesuai dengan teori mozaik pada hipertensi esensial. Teori esen-
sial menjelaskan bahwa terjadinya hipertensi disebabkan oleh faktor yang
saling mempengaruhi, dimana faktor yang berperan utama dalam patofisi-
ologi adalah faktor genetik dan paling sedikit tiga faktor lingkungan yaitu
asupan garam, stres, dan obesitas (Dwi & Prayitno, 2013 dalam Rabbani-
yah, 2016).
Faktor-faktor yang berperan dalam hipertensi pada lanjut usia adalah:
(Hadi & Martono, 2010) dalam Rabbaniyah (2016):
1) Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Semakin usia ber-
tambah makin sensitif terhadap peningkatan dan penurunan kadar na-
trium.
2) Penurunan elasitisitas pembuluh darah perifer akibat proses penuaan
yang akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada
akhirnya akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja.
3) Perubahan ateromatous akibat proses penuaan yang menyebabkan dis-
fungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin-
sitokin dan substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan re-
sorbsi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pem-
buluh darah perifer dan keadaan lain yang berakibat pada kenaikan
tekanan darah.
4) Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses
penuaan. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi-
glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.

2.3. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdo-
men. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat


mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individudengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat
bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah se-
bagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengaki-
batkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi ep-
inefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.

Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat


memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini me-
nyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan pen-
ingkatan volume intra vaskuler.

Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk per-


timbangan gerontology. Perubahan structural danfungsional pada system
pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan
curang jantung dan peningkatan tahapan perifer ( Brunner & Suddarth,
2002 ).
2.4. Manifestasi Klinis Hipertensi
Menurut Udjianti (2010) dalam Rabbaniyah (2016), tanda dan gejala
hipertensi yang sering terjadi adalah:
1) Sakit kepala (rasa berat di tengkuk)
2) Kelelahan
3) Keringat berlebihan
4) Tremor otot
5) Mual, muntah
Adapun menurut Sustrani,et al (2004) dalam Rabbaniyah (2016), bah-
wa tanda dan gejala hipertensi antara lain:
1) Sakit kepala
2) Jantung berdebar-debar
3) Sulit bernafas setelah bekerja keras
4) Mudah lelah
5) Penglihatan kabur
6) Dunia terasa berputar (vertigo)
7) Hidung berdarah
8) Wajah memarah

2.5. Klasifikasi Hipertensi

Berikut adalah klasifikasi hipertensi:

Tabel Klasifikasi Hipertensi

Batasan tekanan darah (mmHg) Kategori


Diastolik
<80 Tekanan darah normal
80-89 Prehipertensi
90-99 Hipertensi stage 1
≥100 Hipertensi stage 2
Sistolik
≤120 Tekanan darah normal
120-139 Prehipertensi
140-159 Hipertensi stage 1
≥160 Hipertensi stage 2
Menurut The Sixth Report of The Join National Committee, Preven-
tion, Detection, and Treatment of High Blood pressure, derajat hipertensi
dapat dikelompokkan menjadi:

Tabel derajat hipertensi menurut JNC

No Kategori Sistolik (mmHg) Diastolic (mmHg)


1 Optimal <120 <80
2 Normal 120-129 80-84
3 High normal 130-139 85-89
4 Hipertensi
Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (berat) 180-209 110-119
Grade 4 (sangat berat) >210 >120
Hipertensi dapat terbagi menjadi dua golongan

 Hipertensi Esensial atau Hipertensi Primer


Sekitar 95% kasus hipertensi primer atau esensial merupakan
hipertensi yang sampai saat ini masih belum diketahui penyebabnya
secara pasti ( Rudianto, 2013).
 Hipertensi Sekunder
Pada sekitar 5% kasus hipertensi sekunder adalah hipertensi
yang disebabkan oleh penyakit lain seperti diabetes, kerusakan vas-
kuler, kerusakan ginjal dan lain-lain (Rudianto, 2013).

2.6. Perubahan Sistem Kardiovaskuler Lansia


Sistem kardiovaskular sangat erat kaitannya dengan jantung dan pem-
buluh darah dimana jantung dan pembuluh darah merupakan satu kesatuan
integrasi yang mampu memberikan oksigen dan nutrient bagi setiap sel
hidup untuk bertahan hidup. Sistem ini bertanggung jawab atas pengangku-
tan darah kaya oksigen dan nutrisi ke organ serta pengangkutan produk
limbah metabolik yang selanjutnya akan dibuang dari tubuh (Touhy & Jett,
2014).
Tabel Perubahan Fisiologis Sistem Kardiovaskular Pada Lansia Untuk memu-
dahkan pemahaman, berikut merupakan tabel perubahan fisiologis sistem
kardiovaskular pada lansia

No Organ/Jaringan Perubahan fisiologis Efek/Dampak


1. Jantung Miokardium mengalami Mengebabkan gagal
hipertrofi yang dapat jantung
mengubah dinding ventrikel
kiri dan septum
ventrikel perlahan meneba
Struktur miokardium Miokardium yang kurang
menunjukan terjadinya dapat diregangkan
peningkatan kolagen dan menyebabkan terjadi
jaringan ikat peningkatan
waktu pengisian diastolik.
Peningkatan tekanan
pengisian diastolik
digunakan untuk
mempertahankan
preload
yang adekuat

Penurunan jumlah sel Disritmia, terutama


Pacemaker, SA node dan AV fibrilasi atrial dan
node kurang efisien dalam Premature Ventricular
menghantarkan impuls Contractions
(PVCs), penurunan respon
denyut jantung terhadap
stres
Inkompeten katup jantung penurunan curah jantung
(stenosis/regurgitasi): (cardiac output) terdapat
mengalami penebalan dan bunyi jantung murmur,
kekakuan yang disebabkan hipertensi ortostatik
karena penuaan akibat
kalsifikasi dan fibrosis

penurunan tekanan diastolic faktor risiko terjadinya


cerebrovascular
atau stroke

Bunyi jantung S4 semakin Kemungkinan CAD


jelas (Coronary Artery Disease)
hipertensi, stenosis aorta,
atau anemia berat

Penurunan reaksi miokardial Menurunkan


dan pembuluh darah terhadap aktivitas barorefleks
stimulus (baroreseptor dan
β-adrenergik kemoreseptor)
yang berhubungan dengan
keseimbangan dalam
kontrol neuroendokrin

Penurunan Hipotensi postural,


sensitivitas baroreseptor peningkatan risiko jatuh
2. Pembuluh Peningkatan resistensi Darah sulit untuk kembali
Darah pembuluh darah kapiler ke jantung dan paru-paru
Katup vena tidak berfungsi Varises dan pengumpulan
secara efisien darah di perifer
membentuk edema

Penurunan elastisitas Hipertensi, oksigen


(arteriosclerosis), jaringan menurun,
pembentukan plak penurunan
(atherosclerosis), dan dinding respon baroreseptor
arteri perifer dan aorta (respon terhadap panas
menebal karena dan dingin), hipertrofi
terjadi peningkatan kolagen ventrikel kiri, penurunan
dan lemak serta penurunan tekanan diastolik,
elastin serta disfungsi peningkatan tekanan
endotelial sistolik, tekanan nadi
meningkat
Dinding kapiler menebal Pertukaran nutrisi dan
produk limbah antara darah
dan jaringan lambat

3. Darah Darah mengalir lebih lambat Penyembuhan luka lebih


lama dan berpengaruh pada
metabolisme dan distribusi
obat lama
Penurunan jumlah darah yang Oksigen jaringan
dipompa di sepanjang sistem menurun, penurunan
kardiovaskuler Oksigen kapasitas untuk latihan
jaringan menurun, penurunan
kapasitas untuk latihan
2.7. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi

1) Pemeriksaan Laboratorium
 Hb/Ht : untuk megkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
 BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi gin-
jal.
 Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat dia-
kibatkan oleh pengeluaran kadar katekolamin.
 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal
dam ada DM.
2) CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3) EKG : dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian ge-
lombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4) IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal, perbai-
kan ginjal.
5) Photo dada : menunjukkan destruksi kalsifikasi pada area katup, pem-
besaran jantung.
2.8. Penatalaksanaan Hipertensi
1) Farmakologi

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai


bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami
penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola
hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2.
Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diper-
hatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek
samping, yaitu :

 Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal


 Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan
dapat mengurangi biaya
 Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80
tahun ) seperti pada usia 55 – 80 tahun, dengan mem-
perhatikan faktor komorbid
 Jangan mengkombinasikan angiotensin converting
enzymeinhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor
blockers (ARBs)
 Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien
mengenai terapi farmakologi
 Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.

2) Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti
dapat menurunkan tekanan darah, dan secara umum
sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko perma-
salahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita
hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain,
maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana
tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bu-
lan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan
penurunan tekanan darah yang diharapkan atau
didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka san-
gat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak


guidelines adalah :

 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat


dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-
buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain
penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes
dan dislipidemia.

 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi


garam dan lemak merupakan makanan tradisional pa-
da kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak
menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji,
makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak
jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk
mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien
hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam
tidak melebihi 2 gr/ hari

 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur


sebanyak 30 –
 60 menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat
menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien
yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara
khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan
kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam ak-
tifitas rutin mereka di tempat kerjanya.

 Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol


belum
 menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun
konsumsi alcohol semakin hari semakin meningkat seiring
dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, teruta-
ma di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per
hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat
meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membat-
asi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat memban-
tu dalam penurunan tekanan darah.
 Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum
terbukti berefek langsung dapat menurunkan tekanan
darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko
utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya di-
anjurkan untuk berhenti merokok.
2.9. Komplikasi Hipertensi
Menurut Elisabeth J Corwin komplikasi hipertensi terdiri dari stroke,
infark miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan otak) dan pregnancy-
included hypertension (PIH) (Corwin, 2005).
1) Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global
akut, lebih dari 24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak
dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah.Stroke dengan
defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia
atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal
pembuluh darah yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glu-
kosa ke bagian otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003).
Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila ar-
teri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang.
Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah se-
hingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma (Corwin,
2005).

2) Infark miokardium
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arteroskle-
rotik tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui pembuluh ter-
sebut. Akibathipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebu-
tuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat ter-
jadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hiper-
trofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung dan
peningkatan risiko pembentukan bekuan (Corwin, 2005).
3) Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal
yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab, salah satunya
pada bagian yang menuju ke kardiovaskular. Mekanisme terjadinya
hipertensi pada gagal ginjal kronik oleh karena penimbunan garam dan
air atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) (Chung,
1995).Menurut Arief mansjoer (2001) hipertensi berisiko 4 kali lebih
besar terhadap kejadian gagal ginjal bila dibandingkan dengan orang
yang tidak mengalami hipertensi (Mansjoer, 2001).
4) Ensefalopati (kerusakan otak)
Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada
hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang
sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan ka-
piler dan mendorong ke dalam ruang intersitium diseluruh susunan
saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang dapat menyebab-
kan ketulian, kebutaan dan tak jarang juga koma serta kematian men-
dadak. Keterikatan antara kerusakan otak dengan hipertensi, bahwa
hipertensi berisiko 4 kali terhadap kerusakan otak dibandingkan dengan
orang yang tidak menderita hipertensi (Corwin, 2005).

1.1. Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
a. Identitas klien
 Nama : kakek G
 Umur : 73 tahun
 Alamat :
 Pendidikan :
 Tanggal masuk panti werdha :
 Jenis kelamin : laki-laki
 Suku :
 Agama : Islam : islam
 Status perkawinan : kawin
 Tanggal pengkajian :
b. Status kesehatan saat ini
 Klien mengatakan memilki sesak nafas,terkadang nyeri dada
saat bernafas disertai batuk berdahak yang berulang
 Klien mengatakan sesak memburuk saat beraktivitas dan
membaik saat beristirahat
 Klien mengatakan tengkuk kepala sering kaku (kau kuduk)
dan kepala pusing
 Klien mengatakan selama ini untuk mengatasi keluhannya
berobat ke rumah sakit dan mengkonsumsi obat tradisional
berupa rebusan daun salam,minum jus mentimun dan terka-
dang minum seduhan ketumbar

a. Riwayat kesehatan dahulu


 Penyakit :
 Alergi : Tidak ada
 Kebiasaan : Kakek G merokok 2 bungkus sehari selama 30
tahun
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Tinjauan sistem
 Keadaan umum : Badan terlihat kurus
 Integumen : Kulit terlihat kemerahan
 Kepala : Bentuk bulat, distribusi rambut merata,
warna hitam keputihan.
 Mata : Simetris, sklera berwarna putih, konjungtiva
tidak Anemis.
 Telinga : Simetris,Tampak bersih, pendengaran
baik, tidak ada benjolan, tidak cairan yang keluar.
 Mulut & tenggorokan : Mulut bersih, gigi sudah banyak yang
tanggal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
 Leher : tidak terdapat pembesaran getah bening
 Dada : tidak simetris, bentuk dada seperti tong dan
terkesan membesar
 Sistem pernafasan : Pernafasan tidak normal, terkadang
bernafas dengan mulut mencucu
 Sistem kardiovaskuler : TD 170/90 mmHg
 Sistem gastrointestinal : Tidak ada masalah
 Sistem perkemihan : tidak ada masalah

f. Pengkajian Psikososial dan spritual


 Psikososial Kemampuan bersosialisasi saat ini kurang baik
akibat sesak nafas yang dialaminya
 Masalah emosional Klien mengatakan mengalami kepala pus-
ing, tengkuk kepala sering kaku (kaku kuduk)
 Spiritual Klien beragama islam dan melakukan ibadah sesuai
agamanya

g. Pengkajian Fungsional Klien


 KATZ Indeks
Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya
masih bisa dilakukan secara mandiri tanpa pengawasan ,
pengarahan atau bantuan dari orang lain di antaranya yaitu
makan, kontinensia (BAK,BAB), menggunakan pakaian, pergi
ke toilet, berpindah dan mandi, pasien tidak menggunakan
alat bantu berjalan.
2) Diagnosa
a. Resiko tinggi terhadap purunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload,vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventrikular.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketid-
akseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral.
d. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung
berhubungan dengan gangguan sirkulasi

Diagnosa: Resiko tinggi terhadap Tujuan: tidak meningkat, tid- o Pantau TD, ukur pada
penurunan curah jantung berhub- ak terjadi vasokon- kedua tangan, gunakan man-
ungan dengan peningkatan afterload, striksi,tidak terjadi iskemia set dan tehnik yang tepat.
vasokonstriksi, iskemia miokard, miokard.
o Catat keberadaan, kualitas
hipertropi ventrikular.
Kriteria Hasil: berpartisipasi denyutan sentral dan pe-
dalam aktivitas yang rifer.o Auskultasi tonus jan-
menurunkan tekanan darah / tung dan bunyi napas.
beban kerja jan-
o Amati warna kulit, kelem-
tung ,mempertahankan TD
baban, suhu dan masa pen-
dalam rentang individu yang
gisian kapiler.o Catat edema
dapat
umum.o Berikan lingkungan
diterima,memperlihatkan
tenang, nyaman, kurangi ak-
norma dan frekuensi jantung
tivitas.o Pertahankan pem-
stabil dalam rentang normal
batasan aktivitas seperti
pasien.
istirahat ditempat tidur/kursi.

o Bantu melakukan aktivitas


perawatan diri sesuai kebu-
tuhan.

o Lakukan tindakan yang


nyaman spt pijatan punggung
dan leher.o Anjurkan tehnik
relaksasi, panduan imajinasi,
aktivitas pengalihan.

o Pantau respon terhadap


obat untuk mengontrol
tekanan darah.o Berikan
pembatasan cairan dan diet
natrium sesuai indikasi.o Ko-
laborasi untuk pemberian
obat-obatan sesuai indikasi

Diagnosa: Intoleransi aktivitas Tujuan: Aktivitas pasien ter- o Kaji toleransi pasien ter-
berhubungan dengan kelemahan penuhi. hadap aktivitas dengan
umum,ketidakseimbangan antara menggunkan parameter:
Kriteria Hasil: dapat ber-
suplai dan kebutuhan O2. frekuensi nadi 20 per menit
partisipasi dalam aktivitas
diatas frekwensi istira-
yang di inginkan
hat,catat pening-
/diperlukan,melaporkan pen-
katanTD,dipsnea, atau nyer-
ingkatan dalam toleransi ak-
idada, kelelahan berat dan
tivitas yang dapat diukur.
kelemahan, berkeringat,pusig
atau pingsan. (Parameter
menunjukan respon fisiologis
pasienterhadap stress, aktivi-
tas dan indicator derajat
pengaruh kelebihan kerja/
jantung).o Kaji kesiapan un-
tuk meningkatkan aktivitas
contoh : penurunan kelema-
han / kelelahan, TD stabil,
frekwensi nadi, peningkatan
perhatian padaaktivitas dan
perawatan diri. (Stabilitas
fisiologis pada istirahatpent-
ing untuk memajukan tingkat
aktivitas individual).o
Dorong memajukan aktivitas
/ toleransi perawatan diri.
(Konsumsioksigen miokardia
selama berbagai aktivitas
dapat meningkatkan jumlah
oksigen yang ada. Kemajuan
aktivitas bertahap mencegah
peningkatantiba-tiba pada
kerja jantung).

o Berikan bantuan sesuai


kebutuhan dan anjurkan
penggunaan kursi man-
di,menyikat gigi / rambut
dengan duduk dan se-
bagainya. (teknik penghema-
tan energi menurunkan
penggunaan energi dan se-
hingga membantu keseim-
bangan suplai dan kebutuhan
oksigen).o Dorong pasien
untuk partisifasi dalam mem-
ilih periode aktivitas.(Seperti
jadwal meningkatkan toler-
ansi terhadap kemajuan ak-
tivitas dan mencegah
kelemahan.

Diagnosa: Potensial perubahan per- Tujuan: Sirkulasi tubuh tidak o Pertahankan tirah bar-
fusi jaringan: serebral, ginjal, jan- terganggu. ing;tinggikan kepala tempat
tung berhubungan dengan gangguan tidur.
Kriteria Hasil TD dalam ba-
sirkulasi.
tas yang dapat diterima, tidak o Kaji tekanan darah saat
ada keluhan sakit kepala, masuk pada kedua lengan;
pusing, nilai- nilai laboratori- tidur, duduk dengan peman-
um dalam batas normal. tau tekanan arteri jika terse-
dia.o Pertahankan cairan dan
obat- obatan sesuai pesanan.
o Amati adanya hipotensi
mendadak.

o Ukur masukan dan penge-


luaran.

o Pantau elektrolit,
BUN,kreatinin sesuai pesan-
an.o Ambulasi sesuai ke-
mampuan; hindari kelelahan.

3. Pengolahan Obat Tradisional


Evidence Based Practice
3.1 Pemberian rebusan daun salam untuk menurunkan tekanan darah pa-
da lansia
“Pengaruh rebusan daun salam terhadap penurunan tekanan darah pada lan-
sia hipertensi di Wisma Seruni UPT PSLU Jember”
Pada penelitian ini dikatakan bahwa daun salam (syzygiumpolyanthum)
merupakan salah satu dari jenis terapi herbal yang digunakan untuk
berbagai penyakit salah satunya yaitu untuk menangani penyakit hiperten-
si,untuk menurunkan hipertensi dibutuhkan 10 lembar daun salam dan 300
ml air lalu direbus hingga mendidih dan menyusut menjadi 200 ml dan
dikonsumsi selama 7 hari sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari
sebelum makan, masing-masing 100 ml.
Secara deskriptif pada responden yang sebelum diberikan air rebusan
daun salam sebagian kecil dari stage tertinggi berada pada stage III
sebanyak 22 orang (73,3), pada stage II berjumlah 2 orang (6,7 %) dan se-
bagian kecil berada pada stage I dan stage IV dengan 0 orang (0 %). Se-
dangkan pada responden sesudah diberikan air rebusan daun salam sebagian
besar menempati stage II sebanyak 28 orang (93,3 %), pada stage I hanya 2
orang (6.7 %), dan sebagian kecil yang berada pada stage I dan stage IV
dengan 0 orang (0 %). Hal tersebut menggambarkan keberhasilan pem-
berian air rebusan daun salam menurunkan tekanan darah pada lansia.

3.2 Pemberian seduhan ketumbar untuk menurunkan tekanan darah pada


lansia
Ketumbar (Coriandrum sativum) Kandungan flavanoid di dalam ke-
tumbar terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh. Flavanoid
beraktivitas sebagai antioksidan dengan melepaskan atau menyumbangkan
ion hidrogen kepada radikal bebas peroksi agar menjadi lebih stabil. Aktivi-
tas tersebut menghalangi reaksi oksidasi kolesterol jahat (LDL) yang me-
nyebabkan darah mengental, sehingga mencegah pengendapan lemak pada
dinding pembuluh darah Mengkonsumsi ketumbar sebanyak 500 mg/ kg
BB/hari selama 4 bulan berturut-turut dapat menurunkan kadar kolesterol
didalam tubuh. (Suresh, Et al, 2012)

3.3 Pemberian jus mentimun untuk menurunkan tekanan darah pada lan-
sia
Ada 3 cara dalam meramu dan membuat jus mentimun untuk mengurangi
hipertensi:
1) Menurut Khusnul (2012) mentimun sebanyak 100 gram yang di-
blender dengan 100 cc air tanpa tambahan bahan apapun, diberikan
sekali sehari selama satu minggu dan diberikan setiap sore hari.
2) Dua buah mentimun ukuran 100 gram segar dicuci bersih lalu diparut.
Hasil parutannya diperas dan disaring, lalu diminum sekaligus.
Lakukan 2- 3 kali sehari (Wijoyo, 2008).
3) Cara meramu mentimun (Cucumis Sativus) untuk menurunkan
tekanan darah tinggi yaitu ambil sebanyak 2 buah timun ukuran se-
dang. Cuci sampai bersih lalu potong-potong seperlunya. Kemudian
rebus dengan 3-4 gelas air sampai tersisa separuhnya. Dinginkan, sar-
ing. Bagi ramuan menjadi dua. Minum pagi dan malam. Lakukan
pengobatan sampai sembuh (Fikri, 2008)
4) Mengkonsumsi jus mentimun 200 gram dengan air sebanyak 150 cc
setiap hari selama tujuh hari berturut-turut, dapat menurunkan
tekanan darah sistolik setelah minum jus mentimun adalah 136, 82
mmHg (± 9,816), lebih rendah dari tekanan darah sistolik sebelum
minum jus mentimun adalah 167, 7 mmHg (± 6,068) dengan p <
0,01) (Ekanto B, Istiqomah I, Anisa U., 2015)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

PPOK merupakan peradangan atau inflamasi pada saluran pernafasan dan paru-
paru yang diakibatkan oleh adanya partikel dan gas yang berbahaya yang ditandai
adanya sesak nafas pada saat melakukan aktivitas dan terganggunya aliran udara
masuk dan keluar dari paru-paru. Selain itu penyebab PPOK ini adanya kebiasaan
merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-gas kimiawi, faktor usia dan jenis
kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat
gejala penyakit tidak dirasakan.

Sedangkan Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi ini ketika seseorang yang memiliki berat badan lebih atau
obesitas dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai resiko yang lebih besar terkena
hipertensi. Pada umumnya penyebab obesitas atau berat badan berlebih dikarenakan
pola hidup yang tidak sehat. Pada lansia hipertensi terjadi karena faktor penurunan
elasitisitas pembuluh darah perifer akibat proses penuaan yang akan meningkatkan
resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan mengakibatkan hipertensi
sistolik saja. Masalah PPOK pada lansia memiliki tingkatan dari tingkat 0 (beresiko)
sampai tingakt IV (sangat berat). Sedangkan hipertensi memiliki jenis yaitu hipertensi
esensial atau hipertensi primer, hipertensi sekunder.

Banyaknya Evidance Based Practice yang sudah dilakukan penelitiannya dan


diuji manfaatnya untuk mengatasi masalah kesehatan terutama hipertensi khususnya
pada lansia, seperti pengaruh rebusan daun salam terhadap penurunan tekanan darah
pada lansia hipertensi, pemberian jus mentimun untuk menurunkan tekanan darah
pada lansia, dan pemberian seduhan ketumbar untuk menurunkan tekanan darah pada
lansia dan banyak lagi.
3.2 Saran

Sebelum kita menyampaikan ramuan tradisional yang baik untuk setiap lansia,
sebaiknya kita harus melihat apakah ramuan tradisional tersebut sudah termasuk
dalam evidance based practice atau telah diuji dan memberikan manfaat nya seperti
apa, sehingga sebagai mahasiswa Ilmu Keperawatan tidak salah dalam melakukan
praktik di komunitas nantinya. Selain itu, sebagai mahasiswa Ilmu Keperawatan
memegang peran penting dalam memberikan Asuhan Keperawatan Lansia, karena
setiap tindakan yang diberikan harus memperhatikan semua aspek terutama psikologis
para lansia, dan paling penting meningkatkan kesejahteraan lansia dan membantu
semangat hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Ekanto, B., Istiqomah, I., Anisa U. (2015). Pemberian Mentimun Terhadap Tekanan Darah
Sistolik dan Diastolik pada Wanita Lansia Hipertensi. Jurnal Keperawatan Karya
Bhakti, 1(1):25–31.

Fikri. (2008). Mentimun, Murah dan Menyegarkan. Tabloid Cempaka, hlm 28-30.
Hapsari, E. R. (2016). Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif
kronik. Naskah Publikasi. Diperoleh dari
http://repository.ump.ac.id/1077/5/ENDAH%20RETNO%20HAPSARI%20BAB%20
II.pdf pada 18 Oktober 2019.
Hasan, H, & Arusita, R. M. (2017). Perubahan fungsi paru pada usia tua. Jurnal Respirasi.
Vol.3, No.2. diperoleh dari https://e-
journal.unair.ac.id/JR/article/download/12323/7120 pada 18 Oktober 2019.
Hidayat, S., Hasanah, L., dan Susantin D. H. (2018). Pengaruh Rebusan Daun Salam ter-
hadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia Dengan Hipertensi. Jurnal Kesehatan
Wiraraja Medika8(2):14-21. Diakses melalui
https://www.ejournalwiraraja.com/index.php/FIK/article/view/647 pada 17 oktober
2019

Kementerian Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK). KEMENKES RI. Jakarta

Murwani, A. (2011). Perawatan pasien penyakit dalam. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Nurarif, H., Amin., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diag-
nosa medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaction.

PDPI. (2011). PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik): Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamental of nursing. Jakarta: EGC

Rahmadi, Y. (2015). Asuhan keperawatan pada Tn. W dengan gannguan sistem pernapasan:
Penyakit paru obstruktif kronik di ruang Anggrek Boungenvile RSUD Pandan Arang
Boyolali. Naskah Publikasi. Diperoleh dari
http://eprints.ums.ac.id/34292/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf pada 18 Oktober
2019
Rabbaniyah, F. (2016). Hubungan senam lansia terhadap kualitas hidup lansia yang men-
derita hipertensi di Klinik HC Ummi Kedaton Bandar Lampung. Diperoleh dari
http://digilib.unila.ac.id/20717/ pada 18 Oktober 2019.
Rudianto, F. (2013). Menaklukan hipertensi dan diabetes. Yogyakarta: Hak Cipta

Somantri, I. (2009) .Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.

Suresh CJ. Nindi S, & Pretti S. (2012). Antioxidant and Lipid Lowering Effect Coriandrum
Sativum In Cholesterol Fed Rabbits. International Journal Of Pharmachy Volume 4,
No 3, 231-234. Di akses pada tanggal 17 oktober 2019www.ijppsjournal.com/Vol4
Suppl3/3694.pdf

Touhy, T. A & Jett, K. F. (2014). Ebersole and Hess Gerontological Nursing & Healthy Ag-
ing (4thEd).Missouri: Elsevier Mosby
Wijoyo, M. Padmiarso. (2008). Sehat Dengan Tanaman Obat. Jakarta: Bee Media Indonesia

Zauhani, K. ( 2012). Efek Pemberian Jus Mentimun Terhadap Penurunan Tekanan Darah.
Akper Bahrul Ulumdan stikes Bahrul Ulum. diakses tanggal 17 oktober 2019
http://www.journal.unipdu.ac.id/index.php/seminas/article/view/173

Anda mungkin juga menyukai