Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 2 BLOK KARDIOVASKULAR (GANGGUAN ARTERI DAN ARTERI)

DISUSUN : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Anni Mn Albet Suharyadi Aleya Yostha Kaban Aulia Olviana Ayu Sulung Nariratri Fani Nur Fajri F Farah Bilqisti Putri Lintang Brillianningtyas Mia Febrianan Ratu Adini Yandi Tia Norma Pratiwi 1018011113 1018011025 1018011107 1018011006 1018011044 1018011059 1018011060 1018011121 1018011077 1018011092 1018011023

PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2012

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr. wb. Alhamdulillah, puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun Laporan kasus 2 ini yang berjudul Penyuluhan Balai Desa. Selanjutnya, laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas . Laporan tutorial mengikuti proses metode seven step jump. Step 1 membahas klarifikasi terminologi yang belum jelas, dilanjutkan step2 yaitu perumusan masalah. Step 3 adalah curah pendapat atau brainstorming masalah, kemudian step 4 menganalisis masalah yang terkait dengan kasus, dan step 5 merumuskan learning objective. Step 6 merupakan kegiatan belajar mandiri dan step 7 diskusi panel dalam pertemuan tutorial ke-6 dan penulisan laporan. Kepada dosen-dosen yang terlibat dalam mata kuliah Kardiovaskular , kami ucapkan terima kasih atas segala pengarahannya sehingga laporan ini dapat kami susun dengan cukup baik. Kami menyadari kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik dari segi isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangan. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna untuk kesempurnaan laporan ini dan perbaikan untuk kita semua. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan berupa ilmu pengetahuan untuk kita semua.

Wassalamualaikum wr. wb. Bandar Lampung, Mei 2012

Tim Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................................... Daftar Isi .............................................................................................................. Skenario ............................................................................................................... Hasil Diskusi ........................................................................................................ A.Step 1 .................................................................................................... B. Step 2 .................................................................................................. C. Step 3 .................................................................................................. D. Step 4 ................................................................................................... E. Step 5 ................................................................................................... F. Step 6 ................................................................................................... G. Step 7 ................................................................................................... Daftar Pustaka ..................................................................................................... 2 3 4 8 33 34 35 ii iii 1

Skenario 2

Penyuluhan Balai Desa

Pak Joko, 60 tahun, akhir-akhir ini sering merasakan sakit di daerah tengkuk tapi pak joko tak menghiraukannya. Pada hari minggu ada penyuluhan dibalai desa dijelaskan mengenai hipertensi, saat itu juga dilakukan pemeriksaan gratis tekanan darah, kolesterol dan gula darah sewaktu. Setelah diukur tekanan darahnya didapatkan tekanan darah pak Joko 170/100 mmHg, nadi 76x/menit, kolesterol total 270mg/dl, gula darah sewajtu 140 mg/dl. Pak Joko kemudian disarankan untuk memeriksakan ke dokter untuk pentalaksanaan lebih lanjut. Setelah penyuluhan pak Joko menjenguk saudaranya yang terkena stroke di RS, saudaranya ini memiliki tekanan darah 200/ 120 mmHg saat di RS, selama ini memiliki hipertensi tetapi tidak berobat ke dokter secara teratur.

STEP 1

Tidak ada terminologi

STEP 2

1. Apakah pengertian dari hipertensi ? 2. Bagaimanakah patofisiologi dari hipertensi ? 3. Apakah etiologi dari hipertensi ? 4. Apa sajakah factor resiko dari hipertensi ? 5. Apakah tanda-tanda dari orang yang terkena hipertensi ? 6. Bagaimanakah cara mendiagnosis terjadinya hipertensi ? 7. Jelaskan klasifikasi dari hipertensi ? 8. Bagaimanakah penatalaksanaan dari hipertensi ? 9. Sebutkan dan jelaskan macam obat yang digunakan untuk menyembuhkan hipertensi ! 10. Apakah komplikasi dari hipertensi ? 11. Jelaskan hubungan antar hipertensi dan kolesterol yang tinggi ! 12. Jelaskan hubungan riwayat penyakit keluarga dengan hipertensi !

STEP 3

1. Hipertensi didefiniskan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140mmHg dan tekanan sistoliknya diatas 90mmHg.

2. Patofisiologi - karena retensi vascular - karena retensi air dan Na - karena curah jantung

3. Genetic atau factor penyakit lain

4. Faktor resiko, dilihat dari : Usia Jenis kelamin Garam dapur Merokok Riwayat keluarga Stress Berat badan

5. Tanda-tanda: Tekanan darah meningkat Sakit kepala Mual Muntah Penglihatan kabur

6. Cara Mendiagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Laboratorium

7. Klasifikasi Hipertensi stage 1 Hipertensi stage 2

Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 : Primer (esensial) Sekunder

Krisis hipertensi Hipertensi urgensi Hipertensi emergensi

8. Penatalaksanaan Dengan alur algoritma hipertensi yang didalamnya terdapat pengobatan nonfarmakologik dan farmakologik

9. Obat anti hipertensi ada 8 golongan yaitu : Beta blockers Alfa blockers ACE Inhibitor Angiotensin reseptor blockers Diuretik : o Thiazid o Loop o Penghemat kalium o Lengkungan Calcium Chanal blockers Vasodilator Obat-obat SSP

10. Komplikasi Kerusakan organ o Gagal ginjal o Gagal jantung o Stroke o Penyakit jantung koroner

Infark miokard

11. Hubungan dengan kolesterol Berhubungan dengan metabolisme lipid

12. Hubungan dengan riwayat keluarga

Pengaruh keluarga 25% lebih rentan terkena hipertensi Diketahui 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat diidentifikasi penyebab penyakitnya. Itulah sebabnya hipertensi dijuluki pembunuh diam-diam atau silent killer. Seseorang baru merasakan dampak gawatnya hipertensi ketika telah terjadi komplikasi. Jadi baru disadari ketika telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung, koroner, fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke .Hipertensi pada dasarnya mengurangi harapan hidup para penderitanya. Hipertensi selain mengakibatkan angka kematian yang tinggi (high case fatality rate) juga berdampak kepada mahalnya pengobatan dan perawatan yang harus ditanggung para penderita. Perlu pula diingat hipertensi berdampak pula bagi penurunan kualitas hidup. Hipertensi sebenarnya dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Jika salah satu orang tua terkena Hipertensi, maka kecenderungan anak untuk menderita Hipertensi adalah lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki orang tua penderita Hipertensi.

STEP 4

1. Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah jantung dan/atau kenaikan pertahanan perifer (Soemantri dan Nugroho, 2006). Menurut The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (2004) dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik yang lebih besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik yang lebih besar atau sama dengan 90 mmHg. Umumnya tekanan darah normal seseorang 120 mmHg/80 mmHg. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan 2 atau lebih pemeriksaan dan dirata-rata

2. Mekanisme patogenesis hipertensi yaitu Peningkatan tekanan darah yang dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer (Dipiro, 2005).

Mekanisme hipertensi tidak dapat dijelaskan dengan satu penyebab khusus, melainkan sebagai akibat interaksi dinamis antara faktor genetik, lingkungan dan faktor lainnya. Tekanan darah dirumuskan sebagai perkalian antara curah jantung dan atau tekanan perifer yang akan meningkatkan tekanan darah. Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal, meningkatnya rangsangan saraf simpatis, meningkatnya aktifitas renin angiotensin alosteron, perubahan membran sel, hiperinsulinemia, disfungsi endotel merupakan beberapa faktor yang terlibat dalam mekanisme hipertensi (Soemantri dan Nugroho, 2006). Mekanisme patofisiologi hipertensi salah satunya dipengaruhi oleh sistem renin angiotensin aldosteron, dimana hampir semua golongan obat anti hipertensi bekerja dengan mempengaruhi sistem tersebut. Renin angiotensin aldosteron adalah sistem endogen komplek yang berkaitan dengan pengaturan tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi sistem renin angiotensin aldosteron diatur terutama oleh ginjal. Sistem renin angiotensi aldosteron mengatur keseimbangan cairan, natrium dan kalium. Sistem ini secara signifikan berpengaruh pada aliran pembuluh darah dan aktivasi sistem saraf simpatik serta homeostatik regulasi tekanan darah (Dipiro, 2005). 3. Etiologi

Penyebab pasti sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder: 1. Penyakit Ginjal
o o o o o o o

Stenosis arteri renalis Pielonefritis Glomerulonefritis Tumor-tumor ginjal Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan) Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal) Terapi penyinaran yang mengenai ginjal

2. Kelainan Hormonal
o o o

Hiperaldosteronisme Sindroma Cushing Feokromositoma

3. Obat-obatan
o o o o o o o

Pil KB Kortikosteroid Siklosporin Eritropoietin Kokain Penyalahgunaan alkohol Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)

4. Penyebab Lainnya
o o o o

Koartasio aorta Preeklamsi pada kehamilan Porfiria intermiten akut Keracunan timbal akut.

Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara

terus menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. Merokok juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi nikotin. Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu faktor yang dapat

4. Faktor resiko dari hipertensi :

Ras Orang-orang afro yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi secara merata yang lebih tinggi daripada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan disebabkan karena tubuh mereka mengolah garam secara berbeda (Beevers, 2002).

Genetik Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang tekanan darahnya normal

Usia Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada masyarakat yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita premenopause cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama, meskipun perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya, sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit jantung oleh hormon estrogen. Kadar estrogen menurun setelah menopause dan wanita mulai menyamai pria dalam hal penyakit jantung

Jenis Kelamin Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok,

kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan Sedangkan pada wanita lebih berhubungan dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikis kuat

Stress (psikis) Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini mempengaruhi meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stress berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang stress maka kelenjer pituitary otak akan menstimulus kelenjer endokrin untuk mengahasilkan hormon adrenalin dan hidrokortison ke dalam darah sebagai bagian homeostasis tubuh. Penelitian di AS menemukan enam penyebab utama kematian karena stress adalah PJK, kanker, paru-paru, kecelakan, pengerasan hati dan bunuh diri.

Obesitas Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut. Berat badan yang berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg penurunan berat badan (Tan dan Kirana, 2003). Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari bobot total tubuh dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara signifikan

Asupan Garam Na Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambah dan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek vasokonstriksi noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada kelompok penduduk yang mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih banyak hipertensi daripada orang-orang yang memakan hanya sedikit garam

Rokok Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini karena nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-paru dan

disebarkan keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjer adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih keras dibawah tekanan yang lebih tinggi

Konsumsi alcohol Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara keseluruhan semakin banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan darah. Tapi pada orang yang tidak meminum minuman keras memiliki tekanan darah yang agak lebih tinggi daripada yang meminum dengan jumlah yang sedikit

5. Tanda dan gejala hipertensi Sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahuntahun, dan berupa : Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

6. Cara mendiagnosis Pemeriksaan diagnostik terhadap pengidap tekanan darah tinggi mempunyai tujuan: a) Memastikan bahwa tekanan darahnya memang selalu tinggi b) Menilai keseluruhan risiko kardiovaskular c) Menilai kerusakan organ yang sudah ada atau penyakit yang menyertainya d) Mencari kemungkinan penyebabnya.

Diagnosis hipertensi menggunakan tiga metode klasik yaitu a) pencatatan riwayat penyakit (anamnesis) b) pemeriksaan fisik (sphygomanometer)

c) pemeriksaan laboraturium (data darah,urun,kreatinin serum,kolesterol).

Kesulitan utama selama proses diagnosis ialah menentukan sejauh mana pemeriksaan harus dilakukan. Dimana pemeriksaan secara dangkal saja tidak cukup dapat diterima karena hipertensi merupakan penyakit seumur hidup dan terapi yang dipilih dapat memberikan implikasi yang serius untuk pasien.

Cara pemeriksaan tekanan darah, yaitu : Anamnesis

Sering sakit kepala (meskipun tidak selalu), terutama bagian belakang, sewaktu bangun tidur pagi atau kapan saja terutama sewaktu mengalami ketegangan. Keluhan sistem kardiovaskular (berdebar, dada terasa berat atau sesak terutama sewaktu melakukan aktivitas isomerik)

Keluhan sistem serebrovaskular (susah berkonsentrasi, susah tidur, migrain, mudah tersinggung, dll)

- Tidak jarang tanpa keluhan, diketahuinya secara kebetulan. Lamanya mengidap hipertensi. Obat-obat antihipertensi yang telah dipakai, hasil kerjanya dan apakah ada efek samping yang ditimbulkan. Pemakaian obat-obat lain yang diperkirakan dapat mempermudah terjadinya atau mempengaruhi pengobatan hipertensi (kortikosteroid, analgesik, anti inflamasi, obat flu yang mengandung pseudoefedrin atau kafein, dll), Pemakaian obat kontrasepsi, analeptik,dll. Riwayat hipertensi pada kehamilan, operasi pengangkatan kedua ovarium atau monopause. Riwayat keluarga untuk hipertensi. Faktor-faktor resiko penyakit kardiovaskular atau kebiasaan buruk (merokok, diabetes melitus, berat badan, makanan, stress, psikososial, makanan asin dan berlemak).

Pemeriksaan Fisik Pengukuran tekanan darah pada 2-3 kali kunjungan berhubung variabilitas tekanan darah. Posisi terlentang, duduk atau berdiri dilengan kanan dan kiri. Perabaan denyut nadi diarteri karotis dan femoralis.

Adanya pembesaran jantung, irama gallop. Pulsasi aorta abdominalis, tumor ginjal, bising abdominal Denyut nadi diekstremitas, adanya paresis atau paralisis.

Penilaian organ target dan faktor-faktor resiko.

Funduskopi, untuk mencari adanya retinopati keith wagner i-v. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas atrium kiri, iskemia atau infark miokard.

Foto thoraks, untuk melihat adanya pembesaran jantung dengan konfigurasi hipertensi bendungan atau edema paru.

Laboratorium : DL, UL, BUN, kreatin serum, asam urat, gula darah, profil lipid
+ +

K dan Na serum.

7. Klasifikasi hipertensi Berdasarkan Nilai Tekanan Darahnya Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan batasan baru untuk klasifikasi tekanan darah, <120/80 mmHg adalah batas optimal untuk risiko penyakit kardiovaskular. Didalamnya ada kelas baru dalam klasifikasi tekanan darah yaitu prehipertensi. Kelas baru pre-hipertensi tidak digolongkan sebagai penyakit tapi hanya digunakan untuk mengindikasikan bahwa seseorang yang masuk dalam kelas ini memiliki resiko tinggi untuk terkena hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke dengan demikian baik dokter maupun penderita dapat mengantisipasi kondisi ini lebih awal, hingga tidak berkembang menjadi kondisi yang lebih parah. Individu dengan prehipertensi tidak memerlukan medikasi, tapi dianjurkan untuk melakukan modifikasi hidup sehat yang penting mencegah peningkatan tekanan darahnya. Modifikasi pola hidup sehat adalah penurunan berat badan, diet, olahraga, mengurangi asupan garam, berhenti merokok dan membatasi minum alkohol (Chobanian et.al, 2004)

Berdasarkan Etiologinya Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :

A. Hipertensi Primer atau Esensial Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik adalah hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya (Shankie, 2001). Paling sedikit 90% dari semua penyakit hipertensi dinamakan hipertensi primer (Saseen dan Carter, 2005).

Patofisiologi hipertensi primer Beberapa teori patognesis hipertensi primer meliputi :

- Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik

- Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA

- Retensi Na dan air oleh ginjal

- Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada ginjal dan pembuluh darah

B. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini sudah diketahui penyebabnya (Shankie, 2001). Terdapat 10% orang menderita apa yang dinamakan hipertensi sekunder (Saseen dan Carter, 2005). Umumnya penyebab Hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan pengobatan kuratif, sehingga penderita dapat terhindar dari pengobatan seumur hidup yang seringkali tidak nyaman dan membutuhkan biaya yang mahal (Kumar dan Clark, 2004).

Patofisiologi hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder disebabkan oleh suatu proses penyakit sistemik yang meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer atau cardiac output, contohnya adalah renal vaskular atau parenchymal disease, adrenocortical tumor, feokromositoma dan

obat-obatan. Bila penyebabnya diketahui dan dapat disembuhkan sebelum terjadi perubahan struktural yang menetap, tekanan darah dapat kembali normal (Huether dan McCance, 2004).

Krisis Hipertensi

Krisis hipertensi didefinisikan sebagai kondisi peningkatan tekanan darah yang disertai kerusakan atau yang mengancam kerusakan terget organ dan memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan atau keparahan target organ (Soemantri dan Nugroho, 2006). The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7, 2004) membagi krisis hipertensi ini menjadi 2 golongan yaitu : Hipertensi emergensi (darurat) dan Hipertensi urgensi (mendesak). Kedua hipertensi ini ditandai nilai tekanan darah yang tinggi, yaitu 180 mmHg/120 mmHg dan ada atau tidaknya kerusakan target organ pada hipertensi (Saseen dan Carter, 2005). Membedakan kedua golongan krisis hipertensi bukanlah dari tingginya TD, tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat pada seorang penderita dianggap sebagai suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan progresif dari sistem syaraf sentral, miokardinal, dan ginjal. Hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi perlu dibedakan karena cara penanggulangan keduanya berbeda (Majid, 2004).

1. Hipertensi emergensi (darurat)

Ditandai dengan TD Diastolik >120 mmHg, disertai kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU) (Majid, 2004).

Penanggulangan hipertensi emergensi :

Pada umumnya kondisi ini memerlukan terapi obat antihipertensi parenteral. Tujuan terapi hipertensi darurat bukanlah menurunkan tekanan darah 140/90 mmHg, tetapi menurunkan tekanan arteri rerata (MAP) sebanyak 25 % dalam kurun waktu kurang dari 1 jam. Apabila tekanan darah sudah stabil, tekanan darah dapat diturunkan sampai 160 mmHg/100-110 mmHg dalam waktu 2-6 jam kemudian. Selanjutnya tekanan darah dapat diturunkan sampai tekanan darah sasaran (<140 mmHg atau < 130 mmHg pada penderita diabetes dan gagal ginjal kronik) setelah 24-48 jam (Saseen dan Carter, 2005).

2. Hipertensi urgensi (mendesak)

Hipertensi mendesak ditandai dengan TD diastolik >120 mmHg dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan secara bertahap dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi oral hipertensi. Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila tekanan darah tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral antihipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan (Majid, 2004). Penanggulangan hipertensi urgensi :

Pada

umumnya,

penatalaksanaan

hipertensi

mendesak

dilakukan

dengan

menggunakan atau menambahkan antihipertensi lain atau meningkatkan dosis antihipertensi yang digunakan, dimana hal ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah secara bertahap. Penurunan tekanan darah yang sangat cepat menuju tekanan darah sasaran (140/90 mmHg atau 130/80 mmHg pada penderita diabetes dan gagal ginjal kronik) harus dihindari. Hal ini disebabkan autoregulasi aliran darah pada penderita hipertensi kronik terjadi pada tekanan yang lebih tinggi pada orang dengan tekanan darah normal, sehingga penurunan tekanan darah yang sangat cepat dapat menyebabkan terjadinya cerebrovaskular accident, infark miokard dan gagal ginjal akut.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pengobatan hipertensi harus secara holistik dengan tujuan menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dengan menurunkan tekanan darah seoptimal mungkin sambil mengontrol faktor-faktor resiko kardiovaskular lainnya, memilih obat yang rasional sesuai dengan indikasi dan mempunyai efek samping yang kecil, untuk ini dianjurkan pemberian obat kombinasi, dan harus disesuaikan dengan kemampuan penderita (Soemantri dan Nugroho, 2006).

Tujuan terapi obat anti hipertensi adalah 1. Mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan renal akibat komplikasi 2. Tekanan darah yang diharapkan setelah terapi adalah <140/90 mmHg tanpa adanya komplikasi, hal ini berhubungan dengan penurunan risiko komplikasi CVD (Coronary Vascular Disease) 3. Pasien hipertensi dengan komplikasi diabetes mellitus dan penyakit renal, tekanan darah yang diharapkan dapat dicapai setelah terapi yaitu <130/80 mmHg

Menurut Shankie (2001) tanpa mempertimbangkan jenis obat antihipertensi yang digunakan, ada beberapa prinsip yang mendasari penggunaan obat antihipertensi, yaitu : Mulailah dengan dosis terkecil untuk menghindari reaksi yang tidak dikehendaki. Bila terdapat respon tekanan darah yang baik dan obat ditoleransi dengan baik, dosis dapat ditingkatkan secara bertahap sampai tekanan darah sasaran tercapai (<140 mmHg atau <130 mmHg pada penderita diabetes atau penyakit ginjal kronik). Gunakan kombinasi obat untuk memaksimalkan respon tekanan darah dan meminimalkan reaksi yang tidak dikehendaki. Gantilah dengan kelas obat yang berbeda bila dosis awal dari obat tidak memberikan efek yang berarti atau ada masalah efek samping obat. Gunakan formulasi yang minimal memberikan kontrol tekanan darah selama 24 jam. Hal ini penting untuk menjaga kepatuhan pasien dan untuk memastikan tekanan darah terkontrol pada pagi hari ketika terjadi peningkatan tekanan darah. Menghindari variasi tekanan darah sepanjang hari yang membantu menghindari kerusakan organ sasaran

Menurut Gardner (2007) obat-obat yang dapat menurunkan tekanan darah tinggi dapat dianjurkan : Bila perubahan gaya hidup saja tidak mengendalikan tekanan darah. Bila penurunan tekanan darah tinggi secara cepat dan drastis diperlukan. Bila penderita tekanan darah tinggi juga mengalami kondisi medis yang menyertainya.

Metode yang paling baik dan aman untuk mengendalikan tekanan darah adalah dengan melakukan perubahan-perubahan gaya hidup. Jika perubahan-perubahan ini tidak membawa nilai tekanan darah yang diinginkan, maka obat antihipertensi dapat diberikan.

9. Jenis Terapi Obat Anti Hipertensi

Terapi Tunggal

Penggunaan satu macam obat anti hipertensi untuk pengobatan hipertensi dapat direkomendasikan bila nilai tekanan darah awal mendekati nilai tekanan darah sasaran. Menurut JNC-7 nilai tekanan darah awal mendekati nilai tekanan darah sasaran apabila selisihnya kurang dari 20 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan kurang darah sistolik dan kurang dari 10 mmHg untuk tekanan darah diastolik. Hal ini meliputi penderita hipertensi tahap 1 dan tekanan darah sasaran <140/90 mmHg (Saseen and Carter, 2005). Menurut Gardner (2007) setengah penderita tekanan darah tinggi tahap I dan II dapat mengendalikan tekanan darah mereka dengan satu obat saja. Jika satu obat tidak efektif, maka dapat ditingkatkan dosisnya jika tidak ada efek sampingnya. Alternatifalternatif lainnya adalah mencoba obat yang berbeda dan menambahkan satu obat lagi pada obat yang telah diminum (kombinasi). Terapi Kombinasi Bila menggunakan terapi obat kombinasi, biasanya dipilih obat-obat yang dapat meningkatkan efektivitas masing-masing obat atau mengurangi efek samping masingmasing obat.

Memulai terapi dengan kombinasi dua obat direkomendasikan untuk penderita hipertensi tahap 2 atau penderita hipertensi yang nilai tekanan darah sasarannya jauh dari nilai tekanan darah awal (20 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan 10 mmHg untuk tekanan darah diastolik). Terapi kombinasi juga merupakan pilihan bagi pasien yang nilai tekanan darah sasarannya sulit dicapai (penderita diabetes dan penyakit ginjal kronik) atau pada pasien dengan banyak indikasi pemaksaan yang membutuhkan beberapa antihipertensi yang berbeda. Dalam ALLHAT

(Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatment in Prevent Heart Attack Trial) disebutkan 60% penderita hipertensi mencapai tekanan darah terkontrol pada TD <140/90 mmHg dengan penggunaan dua atau lebih anti hipertensi, dan hanya 30% yang tekanan darahnya terkontrol dengan satu obat anti hipertensi. JNC-7 merekomendasikan penggunaan tiga atau lebih obat anti hipertensi untuk mencapai target terapi tekanan darah yang diinginkan. Tabel 2.6 Kombinasi Obat Anti hipertensi yang Sering Digunakan Kombinasi obat anti hipertensi ACE inhibitor Kalsium antagonis KEUNTUNGAN

- Menurunkan tekanan intra glomeruler

- Memperbaiki permeabilitas glomeruler

- Menghambat terjadinya hipertrofi glomeruler

- Mencegah terjadinya glomeruler

- Mengurangi proteinuria

- Mengurangi hipermetabolisme ginjal

- Meningkatkan natriuresis

- Mengurangi hipermetabolisme ginjal

2+

- Mengurangi akumulasi Ca intraselular

- Diajurkan pada nefropati hipertensif dan hipertensi dengan nefropati diabetik

ACEI/ARB Diuretik

- Meningkatkan natriuresis

- Memperbaiki toleransi glukosa dan kadar asam

urat
+

- Mempertahankan kadar K plasma

- Mempercepat regresi LVH

- Meningkatkan kepekaan ACEI/ARB. ACEI/ARBBeta bloker

- Baik untuk hipertensi usia muda dengan

peningkatan sistem RAA dan simpatis

- Baik pula untuk hipertensi dan pasca infark akut

dengan tujuan :

o Menurunkan risiko takhiaritmia

o Mengurangi progresivitas dilatasi ventrikel

o Memperbaiki toleransi latihan Beta bloker Diuretik

- Menurunkan peningkatan sistem RAA karena diuretik

- Beta bloker mempunyai efek antialdosteron ringan

- Baik untuk isolated systolic hypertension, stroke dan infark miokard Beta bloker Kalsium antagonis

- Menurunkan curah jantung dan tahanan

- perifer

- Memperbaiki integritas endotel

- Normalisasi peningkatan sistem RAA

- karena kalsium antagonis

- Sangat baik meregresi LVH

- Normalisasi resistensi insulin dan

gangguan profil lipid karena beta bloker

- Baik untuk hipertensi dengan angina pektoris

- Baik untuk hipertensi dan takhiaritmia

Perbedaan Pemberian Obat Tunggal dan Kombinasi Perawatan satu obat Perawatan Kombinasi

- Diperlukan dosis obat yang lebih tinggi

- Dosis rendah untuk masing masing obat sudah cukup

- Kurang efektif

- Lebih efektif

- Efek samping lebih banyak

- Efek samping lebih sedikit

Stratifikasi Faktor Risiko dan Rencana Penanggulangan Hipertensi Tekanan Darah (mmHg) Risiko Grup A (tidak ada faktor risiko dan KOT/KOD) Risiko Grup B (Faktor risiko paling sedikit 1 risiko selain diabetes dan tidak ada KOT/KKT) High normal (130-139/85-89) Perubahan Pola Hidup Tingkat 1 (140-159/90-99) Perubahan Pola Hidup + Obat Perubahan Pola Hidup Perubahan Pola Hidup + Obat Perubahan Pola Hidup + Obat Perubahan Pola Hidup + Obat Risiko Grup C( 3 faktor risiko atau Diabetes dan/KOT/KKT)

Tingkat 2 (160/100)

Perubahan Pola Hidup + Obat

Perubahan Pola Hidup + Obat

Perubahan Pola Hidup + Obat

Keterangan : KOT: Kerusakan Organ Target (Target Organ Damage) KKT: Kondisi Klinik Terkait (Penyakit Penyerta) (Chobanian et.al, 2004; Kimble, 2001)

Gambar 2.7 Manajemen Obat Anti Hipertensi Berdasarkan Indikasi Khusus Menurut JNC-7 (2004).

10. Komplikasi Hipertensi

1. Stroke

Hipertensi adalah faktor resiko yang penting dari stroke dan serangan transient iskemik. Pada penderita hipertensi 80% stroke yang terjadi merupakan stroke iskemik,yang disebabkan karena trombosis intra-arterial atau embolisasi dari jantung dan arteri besar. Sisanya 20% disebabkan oleh pendarahan (haemorrhage), yang juga berhubungan dengan nilai tekanan darah yang sangat tinggi. Penderita hipertensi yang berusia lanjut cenderung menderita stroke dan pada beberapa episode menderita iskemia serebral yang mengakibatkan hilangnya fungsi intelektual secara progresif dan dementia. Studi populasi menunjukan bahwa

penurunan tekanan darah sebesar 5 mmHg menurunkan resiko terjadinya stroke (Shankie, 2001). 2. Penyakit jantung koroner

Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan resiko terjadinya penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau kematian mendadak), meskipun kekuatan hubungan ini lebih rendah daripada hubungan antara nilai tekanan darah dan stroke. Kekuatan yang lebih rendah ini menunjukan adanya faktor-faktor resiko lain yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner. Meskipun demikian, suatu percobaan klinis yang melibatkan sejumlah besar subyek penelitian (menggunakan -Blocer dan tiazid) menyatakan bahwa terapi hipertensi yang adequate dapat menurunkan resiko terjadinya infark miokard sebesar 20% (Shankie, 2001).

3. Gagal jantung

Bukti dari suatu studi epidemiologik yang bersifat retrospektif menyatakan bahwa penderita dengan riwayat hipertensi memiliki resiko enam kali lebih besar untuk menderita gagal jantung daripada penderita tanpa riwayat hipertensi. Data yang ada menunjukan bahwa pengobatan hipertensi, meskipun tidak dapat secara pasti mencegah terjadinya gagal jantung, namun dapat menunda terjadinya gagal jantung selama beberapa dekade (Shankie, 2001).

4. Hipertrofi ventrikel kiri

Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon kompensasi terhadap peningkatan afterload terhadap jantung yang disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi. Pada akhirnya peningkatan massa otot melebihi suplai oksigen, dan hal ini bersamaan dengan penurunan cadangan pembuluh darah koroner yang sering dijumpai pada penderita hipertensi, dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokard. Penderita hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri memiliki peningkatan resiko terjadinya cardiac aritmia (fibrilasi atrial dan aritmia ventrikular) dan penyakit

atherosklerosis vaskular (penyakit koroner dan penyakit arteri perifer) (Shankie, 2001).

5. Penyakit vaskular

Penyakit vaskular meliputi abdominal aortic aneurysm dan penyakit vaskular perifer. Kedua penyakit ini menunjukan adanya atherosklerosis yang diperbesar oleh hipertensi. Hipertensi juga meningkatkan terjadinya lesi atherosklerosis pada arteri carotid, dimana lesi atherosklerosis yang berat seringkali merupakan penyebab terjadinya stroke (Shankie, 2001).

6. Retinopati

Hipertensi dapat menimbulkan perubahan vaskular pada mata, yang disebut retinopati hipersensitif. Perubahan tersebut meliputi bilateral retinal falmshaped haemorrhages, cotton woll spots, hard exudates dan papiloedema (Shankie, 2001). Pada tekanan yang sangat tinggi (diastolic >120 mmHg, kadang-kadang setinggi 180 mmHg atau bahkan lebih) cairan mulai bocor dari arteriol-arteriol kedalam retina, sehingga menyebabkan padangan kabur, dan bukti nyata pendarahan otak yang sangat serius, gagal ginjal atau kebutaan permanent karena rusaknya retina (Gardner, 2007).

7. Kerusakan ginjal

Ginjal merupakan organ penting yang sering rusak akibat hipertensi. Dalam waktu beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan insufiensi ginjal, kebanyakan sebagai akibat nekrosis febrinoid insufisiensi arteri-ginjal kecil. Pada hipertensi yang tidak parah, kerusakan ginjal akibat arteriosklerosis yang biasanya agak ringan dan berkembang lebih lambat. Perkembangan kerusakan ginjal akibat hipertensi biasanya ditandai oleh proteinuria. Proteinuria merupakan faktor resiko bebas untuk kematian akibat semua penyebab, dan kematian akibat penyakit kardiovaskular. Proteinuria dapat dikurangi dengan menurunkan tekanan darah secara efektif .

11. Hubungan antara hipertensi dengan kolesterol Kolesterol merupakan substansi lemak, yang secara normal dibentuk di dalam tubuh; selain diperoleh juga dari makanan. Kolesterol memainkan banyak peran penting dalam fungsi sel tubuh (antara lain produksi hormon dan pembentukan membran sel). Dalam darah, kolesterol dibawa oleh lipoprotein. Lipoprotein terbagi atas beberapa jenis namun yang paling dikenal adalah dua jenis lipoprotein utama: LDL (Low Density Lipoprotein) yang dikenal sebagai kolesterol jahat dan HDL (High Density Lipoprotein) yang dikenal sebagai kolesterol baik. Kadar LDL yang tinggi akan memicu penimbunan kolesterol di sel, yang menyebabkan munculnya aterosklerosis (pengerasan dinding pembuluh darah arteri) dan penimbunan plak di dinding pembuluh darah. Hal ini berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit akibat gangguan pembuluh darah (misalnya: penyakit jantung koroner, stroke, gangguan pembuluh darah tepi). Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktorfaktor penyebab kadar kolesterol yang tinggi adalah genetik, diet tinggi lemak, kelebihan berat badan, kurangnya aktivitas fisik, dan merokok. Merokok meningkatkan kadar kolesterol LDL dan menurunkan kadar kolesterol HDL. Kadar kolesterol LDL yang tinggi dapat pula disebabkan oleh konsumsi alkohol atau obatobatan (misalnya: steroid atau pil kontrasepsi). Jenis-jenis Kolesterol Ada beberapa jenis kolesterol yang penting untuk diketahui. 1. Kolesterol LDL (low density lipoprotein) Kolesterol LDL ini adalah kolesterol yang mengangkut paling banyak kolesterol di dalam darah. LDL sering disebut sebagai kolesterol jahat, karena kadar LDL yang tinggi akan menyebabkan mengendapnya kolesterol dalam arteri. Kolesterol LDL merupakan faktor risiko utama penyakit jantung

koroner dan merupakan target utama dalam pengobatan 2. Kolesterol HDL (high density lipoprotein) Kolesterol HDL mengangkut kolesterol lebih sedikit. HDL sering disebut kolesterol baik, karena dapat membuang kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati untuk diproses dan dibuang. Jadi HDL mampu mencegah kolesterol mengendap di arteri dan melindungi (proteksi) dari aterosklerosis (terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah). Selain LDL dan HLD ada lagi satu jenis lemak yang berbahaya, yakni trigliserida. Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang terdapat dalam darah dan berbagai organ dalam tubuh. Meningkatnya kadar trigliserida dalam darah dapat meningkatkan kadar kolesterol. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah seperti kegemukan, minum alkohol, makan gula, makan lemak. Kadar trigliserida yang tinggi banyak dikaitkan dengan pankreatitis atau radang pankreas. Kolesterol : Faktor Risiko Penyakit jantung dan stroke Jika kadar kolesterol di dalam darah melebihi dari nilai normal, maka risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke akan lebih besar. Kelebihan kolesterol dapat menyebabkan mengendapnya kolesterol pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan penyempitan dan pengerasan pembuluh darah yang dikenal sebagai aterosklerosis (proses pembentukan plak pada pembuluh darah). Jika penyempitan dan pengerasan ini cukup berat, sehingga menyebabkan suplai darah ke otot jantung tidak memadai, maka timbul sakit atau nyeri dada yang disebut sebagai angina. Dan bila berlanjut akan menyebabkan matinya jaringan otot jantung yang disebut infark miokard. Jika infark miokard meluas, maka akan timbullah gagal jantung. Selain kolesterol LDL, faktor risiko lain yang memperbesar terjadinya penyakit jantung adalah kebiasaan merokok, nilai HDL rendah (< 40 mg/dl), memiliki penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi (140/90 atau sedang dalam pengobatan). Selain itu penyakit jantung berisiko lebih tinggi pada usia 45 tahun (pria) dan 65 tahun (wanita), yang diketahui memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung.

Adapun gejala penyakit jantung adalah:

Rasa tertekan (ditimpa beban, sakit, terjepit, diperas, terbakar ) di dada yang dapat menjalar ke lengan kiri, leher, dan punggung

Tercekik atau sesak Berlangsung lebih dari 20 menit. Keringat dingin, lemah, berdebar dan bisa sampai pingsan Gejala akan berkurang dengan istirahat dan bertambah berat dengan aktivitas

Jika sumbatan ini menyerang pembuluh darah otak maka akan terjadi stroke. Gejala serangan stroke tergantung dari derajat serangan, mulai dari yang ringan sampai berat.

Gejala stroke ringan :


o

Bicara tiba-tiba jadi pelo

Gejala yang sifatnya berat :


o o o

kelumpuhan anggota gerak tubuh wajah menjadi tidak simetris jika terjadi perdarahan otak dapat menyebabkan KEMATIAN.

Gejala-gejala stroke memerlukan tindakan yang cepa agar jangan sampai jatuh pada derajat yang lebih berat. Hubungan kolesterol dan penyakit lain Diabetes Melitus (Kencing Manis) Diabetes merupakan suatu keadaan dimana kadar gula darah melebihi batas normal. Diabetes ini juga merupakan faktor risiko terhadap PJK. Bila kadar gula darah naik dan berlangsung lama, maka akan memicu terjadinya aterosklerosis pada arteri koroner. Pasien dengan diabetes cenderung mengalami gangguan jantung pada usia yang masih muda. Diabetes yang tidak terkonrol dengan kadar glukosa yang tinggi cenderung meningkatkan kadar kolesterol dan trigliserida. Bentuk kolesterol LDL pada penderita diabetes lebih padat dengan ukuran yang lebih kecil yang sering disebut Small Dense LDL, sehingga mudah sekali masuk kedalam lapisan pembuluh

darah yang lebih dalam. Bentuk kolesterol LDL ini lebih jahat lagi karena lebih bersifat aterogenik (lebih mudah menempel pada pembuluh darah dan lebih mudah membentuk plak). Pengendalian kadar kolesterol Pengendalian kadar kolesterol menuju angka yang normal akan sangat bermanfaat untuk menurunkan risiko stroke dan penyakit jantung. Target penurunan kadar kolesterol adalah sebagai berikut:

Pengendalian kadar kolesterol darah sesuai target dicapai dengan perubahan pola hidup dan terapi obat. Perubahan pola hidup yang dianjurkan meliputi penurunan berat badan, banyak makan serat, konsumsi buah dan sayuran, berhenti merokok, olahraga, dan pembatasan konsumsi lemak berlebih. Bila target penurunan kolesterol darah belum juga tercapai, pasien dapat berkonsultasi ke dokter untuk memperoleh terapi obat. Obat yang direkomendasikan untuk menurunkan kadar LDL adalah golongan statin. Statin telah terbukti bermanfaat pada berbagai mekanisme penurunan lipid seperti modifikasi fungsi endotel, respons peradangan, stabilitas plak, dan pembentukan trombus. Golongan statin terdiri atas berbagai jenis obat (misalnya: Pravastatin, Simvastatin, Lovastatin, Atorvastatin, Fluvastatin), dan sebagian besar telah tersedia di Indonesia. Keberhasilan terapi statin untuk menurunkan risiko stroke telah dibuktikan dari berbagai penelitian. 12. Hubungan Hipertensi dengan riwayat keluarga

Hipertensi dibedakan atas yang tidak dapat dikontrol seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Pada 70-80% kasus Hipertensi primer, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan Hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita

kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.

STEP 5

1. Mekanisme tanda dan gejala hipertensi 2. Mekanisme komplikasi hipertensi 3. Pemilihan obat lini pertama dan selanjutnya 4. Farmakokinetik dan farmakodinamik obat anti hipertensi 5. Kelainan vena 6. Ateriosklerosis

STEP 6

1. Buku Ajar Kardiologi , Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. Farmakologi Ulasan Bergambar, Widya Medika. 3. Lecture Notes Kardiologi, Erlangga Medical Series. 4. www.medicastore.com

STEP 7

1) Mekanisme terjadinya gejala pada hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi seringkali tidak terdeteksi sejak awal dan baru diketahui ketika sudah terkena penyakit lain. Untuk itu ketahui gejala awal apa yang muncul jika memiliki hipertensi.

Berdasarkan data dari Riskesdas 2007 diketahui sekitar 35,7 persen orang Indonesia memiliki masalah hipertensi. Dan tahun 2011 ini hipertensi menjadi penyebab kematian ketiga di Indonesia setelah stroke dan tuberculosis.

Secara umum orang dengan hipertensi terlihat sejat dan sebagian besar tidak menimbulkan gejala. Tapi ada pula gejala awal yang mungkin timbul dari hipertensi yaitu: 1. Sakit kepala 2. Perdarahan dari hidung 3. Pusing 4. Wajah kemerahan 5. Kelelahan

Sedangkan untuk gejala yang timbul dari hipertensi berat atau menahun biasanya meliputi sakit kepala, kelelahan, mual muntah, sesak napas, gelisah, pandangan menjadi kabur jika terjadi kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal, serta penurunan kesadaran dan koma karena terjadi pembengkakan otak.

2) Mekanisme komplikasi pada penderita hipertensi

Berikut adalah efek negatif dari Hipertensi :

1. Efek pada pembuluh darah

Tekanan tinggi yang berkelanjutan pada pembuluh darah membuat dinding arteri menjadi rusak. Akibatnya, dinding arteri akan memulihkan diri sehingga lebih tebal,

lebih keras dan kurang elastis. Kondisi ini disebut aterosklerosis atau pengerasan arteri. Anda dapat mengalami aterosklerosis secara alami oleh proses penuaan, tetapi tekanan darah tinggi dapat mempercepat prosesnya. Arteri yang mengeras dan kaku lebih rentan untuk pecah dan tersumbat, yang menyebabkan kerusakan pada organorgan yang seharusnya disuplai darah oleh pembuluh tersebut.

Tekanan darah tinggi juga dapat menyebabkan aneurisma. Aneurisma terjadi ketika sebagian arteri menjadi lemah dan menggelembung seperti balon karena tekanan ekstra terus-menerus. Aneurisma berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun dan seringkali tidak menimbulkan gejala. Jika gelembung ini pecah, perdarahan yang berbahaya dapat terjadi di dalam tubuh. Aneurisma dapat terjadi di mana saja, namun paling umum pada aorta yang memasok darah ke perut, panggul, dan kaki (aneurisma aorta perut).

2. Efek pada jantung

Jika pembuluh darah Anda menyempit dan mengeras, jantung Anda harus memompa lebih keras untuk mengalirkan darah. Jantung adalah sebuah massa otot, dan seperti massa otot lainnya kerja keras itu membuat jantung Anda membesar. Ventrikel kiri dapat menebal atau mengeras (hipertrofi ventrikel kiri). Hal ini tidak baik. Jantung Anda akan melar dan sejumlah darah yang seharusnya terpompa ke tubuh Anda tetap berada di dalam jantung. Akhirnya, jantung Anda mulai melemah karena tidak bisa terus-menerus bekerja keras untuk memompa darah. Ketika jantung tidak bisa lagi memompa darah dengan sempurna ke pembuluh-pembuluh arteri, Anda memiliki apa yang dikenal sebagai gagal jantung atau payah jantung.

Jika arteri jantung (arteri koroner) tersumbat sehingga tidak memungkinkan darah mengalir bebas ke dalam jantung Anda, Anda mengalami apa yang disebut sebagaipenyakit jantung koroner. Hipertensi meningkatkan risiko penyakit jantung koroner karena tekanan darah yang terus-menerus tinggi membebani dinding arteri. Seiring waktu, tekanan ekstra ini dapat merusak arteri. Pembuluh arteri yang terluka lebih mungkin untuk menyempit dan mengeras oleh deposit lemak (plak).

3. Efek pada otak

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pembuluh-pembuluh darah di otak pecah atau tersumbat. Jaringan otak akan kekurangan nutrisi dan oksigen. Kondisi ini dikenal sebagai stroke, yang dapat menyebabkan masalah serius dan bahkan kematian. Tekanan darah tinggi merupakan penyebab utama stroke.

Selain stroke, hipertensi juga dapat menyebabkan demensia, penyakit otak yang mengakibatkan masalah berpikir, berbicara, penalaran, visi memori, dan gerakan. Ada beberapa penyebab demensia. Salah satu penyebabnya, demensia vaskular, adalah hasil dari penyempitan dan penyumbatan arteri yang memasok darah ke otak.

4. Efek pada ginjal

Ginjal adalah organ penting lain yang dapat rusak oleh tekanan darah tinggi. Jika arteri yang memasok darah ke ginjal rusak, jaringan ginjal tidak mendapatkan darah yang dibutuhkan dan secara bertahap akan kehilangan kemampuan untuk berfungsi. Kondisi ini disebut penyakit ginjal kronis dan gagal ginjal. Kondisi ini sangat berbahaya karena kerusakan ginjal dapat meningkatkan tekanan darah lebih tinggi lagi.

5. Efek pada mata

Pembuluh-pembuluh darah kecil memasok darah ke mata. Hipertensi dapat merusak pembuluh darah kecil sehingga suplai darah ke mata berkurang atau terhenti. Retinopati hipertensi terjadi ketika retina rusak karena tekanan darah tinggi. Retina adalah lapisan jaringan di bagian belakang mata yang mengubah cahaya yang masuk mata menjadi sinyal saraf yang dikirim ke otak. Semakin lama tekanan darah tinggi, semakin parah kerusakan yang mungkin terjadi pada retina. Saraf di mata mungkin juga dapat mati karena kekurangan pasokan darah. Kondisi ini disebut neuropati optik iskemik. Semua kondisi tersebut dapat menyebabkan penglihatan kabur atau kebutaan total.

3) Pemilihan obat antihipertensi dan dosis

4) Farmakologi obat

5) Kelainan vena

i. Varsises A. Pengertian.

Varises adalah pelebaran pembukuh balik yang berkelok kelok dan ditandai oleh katup di dalamnyabyang tidak berfungsi. Bila hanya melebar saja disebut venektasi. Pada varises, kevuali pelebaran, juga terdapat kelainan vena yang berbeda beda, bentuk yang berkelok kelong dan hilangnya elastisitas dinding vena sehingga katup tidak berfungsi lagi. Varises terutama terjadi pada tungkai, bisa terjadi pula pada vulva, skrotum, esofagus bagian distal. Dan rectum.

Varises adalah vena normal yang mengalami dilatasi akibat pengaruh peningkatanan tekanan vena. Varises ini merupakan suatu manifestasi yang dari sindrom insufiensi vena dimana pada sindrom ini aliran darah dalam vena mengalami arah aliran retrograde atau aliran balik menuju tungkai yang kemudian mengalami kongesti. Varises adalah vena normal yang mengalami dilatasi akibat pengaruh peningkatan tekanan vena. Varises ini merupakan suatu manisfetasi yang dari sindrom insufiensi vena dimana pada sindrom ini aliran darah dalam vena mengalami arah aliran retrograde atau aliran balik menuju tungkai yang kemudian mengalami kongesti. Bentuk ringan dari insufisiensi vena hanya menunjukkan keluhan berupa perasaan yang tidak nyaman, menggangu atau penampilan secara kosmetik tidak enak, namun pada penyakit vena berat dapat menyebabkan respon sistemuk berat yang dapat menyebabkan kehilangan tungkai atau berakibat kematian.

Keadaan insufisiensi vena kronis akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan kronis kulit dan jaringan lunak yang dimulai dengan bengkak ringan. Perjalanan sindrom ini akhirnya akan menghasilkan perubahan warna kulit, dermatitis stasis,

selulitis kronis atau rekuren, infark kulit, ulkus, dan degenerasi ganas. Komplikasi berat yang dapat muncul sebagai akibat dati insufisiensi vena dapat berupa ulkus pada tungkai yang kronis dan sulit menyembuh, phlebitis berulang, dan perdarahan yang berasal varises, dan hal ini dapat diatasi dengan penanganan dan koreksi pada insufisiensi vena itu sendiri.

Kematian dapat terjadi sebagai akibat dari perdarahan yang bersumber dari varises vena friabel, tapi kematian yang diakibat oleh varises vena paling dekat dihubungkan dengan adanya troboemboli vena sekunder. Pasien dengan varises vena mempunyai risiko tinggi mengalami trobosis vena profunda (deep vein thrombosis,DVT) karena menyebabkan gagguan aliran darah menjadi aliran darah statis yang sering menyebabkan phlebitis superfisial kemudian berlanjut menjadi perforasi pembuluh darah vena termasuk pembluluh darah vena profunda. Pada penatalaksaan penderita dengan varises vena perlu diperhatikan kemungkinan adanya DVT karena adanya tromboemboli yang tidak diketahui dan tidak diterapi akan meningkatkan terjadinya mortalitas sekitar 30-60%.

Varises vena baru mungkin dapat muncul setelah adanya episode DVT yang tidak diketahui yang menyebabkan kerusakan pada katup vena. Pada pasien ini adanya faktor risiko yang mendasari untuk terjadinya tromboemboli dan memiliki risiko tinggi untuk terjadi rekurensi.

Klasifikasi Vena varikosa diklasifikasikan (Sabiston 1994): a. Vena varikosa primer, merupakan kelainan tersendiri vena superficial ekstremitas bawah b. Vena varikosa sekunder, merupakan manifestasi insufisiensi vena profunda dan disertai dengan beberapa stigmata insufisiensi vena kronis, mencakp edema, perubahan kulit, dermatitis stasis dan ulserasi.

B.

ANATOMI FISIOLOGI

Vena Safena Magna (VSM) berawal dari sisi medial kaki merupakan bagian dari lengkung vena dan mendapat percabangan dari vena profunda pada kaki yang

kemudian berjalan keatas sepanjang sisi anterior malleolus medialis. Dari pergelangan kaki, VSM berjalan pada sisi anteromedial betis sampai lutut dan ke bagian paha dimana terletak lebih medial. Dari betis bagian atas sampai pelipatan paha VSM ditutupi oleh sebuah fasia tipis dimana fasia ini berfungsi untuk mencegah agar vena ini tidak berdilatasi secara berlebihan. Normalnya VSM memiliki ukuran normal 3-4 mm pada pertengahan paha.

Sepanjang perjalanannya sejumlah vena peforata mungkin menghubungkan antara VSM dengan sistem vena profunda pada regio femoral, tibia posterior, gstrocnemius, dan vena soleal (gambar 1). Antara pergelangan kaki dan lutut terdapat Cockett perforator, yang merupakan kelompok vena perforata yang menghubungkan sistem vena profunda dengan lengkung vena posterior yang memberikan percabangan ke v. Safena Magna dari bawah pergelangan kaku dan berakhir di VSM di bawah lutut.

Selain vena perforata pada beberapa vena superfisial juga memberikan cabang ke VSM. Sedikit di bawah Safenofemoral Junction (SFJ), VSM menerima percabangan dari cabang kutaneus lateral dan medial femoral, vena iliaka sirkumfleksa eksterna, vena episgatrika superfisialis, dan vena pudenda interna. Apabila vena-vena ini mengalami refluks akan bermanifestasi pada paha bagian bawah dan btis bagian atas. Akhir dari perjalanan VSM berakhir di vena femoralis bercabangan ini disebut dengan Safenofemoral junction. pada pertemuan antara vena safena magna dengan vena femoralis terdapat katup terakhir dari VSM. C. ETIOLOGI Peningkatan tekanan vena superfisialis. Obesitas Pekerjaan dengan berdiri lama Hormonal, pada wanita terjadi disaat manopouse Kehamilan Obat-obatan kontrasepsi Keturunan/ genetik.

Etiologi yang sesungguhnya dari pelebaran suatu vena belum diketahui. Faktor resiko terjadinta varises antara lain kehamilan, berat badan yang berlebihan, peradangan, keturunan, umur tua, ataupun pekerjaan tertentu yang kurang gerakan.

Berbagai

faktor

intrinsik

berupa

kondisi

patologis

dan

ekstriksi

yaitu

faktorlingkungan bergabung menciptakan spektrum yang luas dari penyakit vena. Penyebab terbanyak dari varises vena adalah oleh karena peningkatan tekanan vena superfisialis, namun pada beberapa penderita pembentukan varises vena ini sudah terjadi saat lahir dimana sudah terjadi kelenahan pada dinding pembuluh darah vena walaupun tidak adanya peningkatan tekanan vena. Pada pasien ini juga didapatkan distensi abnormal vena di lengan dan tangan.

Herediter merupakan faktor penting yang mendasari terjadinya kegagalan katup primer, namun faktor genetik spesifik yang bertanggung jawab terhadap terjadi varises masih belum diketahui. Pada penderita yang memiliki riwayat refluks pada safenofemoral junction (tempat dimana v. Safena Magna bergabung dengan v. femoralis kommunis) akan memiliki risiko dua kali lipat. Pada penderita kembar monozigot, sekitar 75 % kasus terjadi pada pasangan kembarnya. angka prevalensi varises vena pada wanita sebesar 43 % sedangakan pada laki-laki sebesar 19 %.

Keadaan tertentu seperti berdiri terlalu lama akan memicu terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik dalam vena hal ini akan menyebakan distensi vena kronis dan inkopetensi katup vena sekunder dalam sistem vena superfisialis. Jika katup penghubung vena dalam dengan vena superfisialis di bagian proksimal menjadi inkopeten, maka akan terjadi perpindahan tekanan tinggi dalam vena dalam ke sistem vena superfisialis dan kondisi ini secara progresif menjadi ireeversibel dalam waktu singkat.

Setiap orang khususnya wanita rentan menderita varises vena, hal ini dikarenakan pada wanita secara periodik terjadi distensi dinding dan katup vena akibat pengaruh peningkatan hormon progrestron. Kehamilan meningkatkan kerentangan menderita varises karena pengaruh faktor hormonal dalam sirkulasi yang dihubungkan dengan kehamilan. Hormon ini akan meningkatkan kemampuan distensi dinding vena dan

melunakkan daun katup vena. pada saat bersaan, vena harus mengakomodasikan peningkatan volume darah sirkulasi. Pada akhir kehamilan terjadi penekanan vena cava inferior akibat dari uterus yang membesar. penekanan pada v. cava inferior selanjutnya akan menyebabkan hipertensi vena dan distensi vena tungkai sekunder. berdasarkan mekanisme tersebut varises vena pada kehamilan mungkin akan menghilang setelah proses kelahiran. pengobatan pada varises yang sudah ada sebelum kehamilan akan menekan pembentukan varises pada vena yang lain selama kehamilan.

Umur merupakan faktor risiko independen dari varises. Umur tua terjadi atropi pada lamina elastis dari pembuluh darah vena dan terjadi degenerasi lapisan otot polos meninggalkan kelemahan pada vena sehingga meningkatkan kerentanan mengalami dilatasi.

Varises vena juga dapat terjadi apabila penekanan akibat adanya obstruksi. Obstruksi akan menciptakan jalur baypass yang penting dalam aliran darah vena ke sirkulasi sentral, maka dalam keadaan vena yang mengalami varises tidah dianjurkan untuk di ablasi.

D. TANDA DAN GEJALA Varises bisa terjadi tanpa gejala apapun sebaliknya ada varises kecil yang memberikan bermacam macam gejala. Gejala gejala varises antara lain : Rasa pegal pada ekstremitas yang akan bertambah bila berdiri lama dan berkurang bila ekstremitas ditinggikan. Kadang kadang terjadi penyulit berbentuk koreng di daerah mata kaki yang sukar sembuh. Biasanya didahului oleh kelainan kulit seperti eksim yang sering disertai peradangan. Perdarahan dapat terjadi kalau kulit di atas varises perifer menjadi sangat tipis, biasanya disertai trauma ringan. Keluhan dari segi kosmetika

Pemeriksaan fisik dilakukan

Untuk menentukan katup katup vena superfisial dan vv. komunikantes digunakan tes Brodie Trendelengurg. Vena vena dikosongkan dengan mengangkat tungkai beberapa waktu, lalu muara vena safena magna ditekan dengan kuat atau dipasang torniket pada paha bagian atas. Pasien diminta berdiri, lalu tiba tiba penekanan dilepas. Bila vena terisi dengan segera, berarti katup inkompeten. Kemudian tes dicoba untuk kedua kalinya tanpa melepas penekanan. Bila selama kira kira 20 30 detik vena vena terisi, maka berarti katup vena komunikantes tidak kompeten lagi.

Untuk menentukan kompetensi katup katup profunda digunakan : Tes Perthes. Torniket dipasang pada pangkal paha, pasien diminta berjalan jalan berkeliling. Bila vena vena tungkai jadi melebar, berarti ada obstruksi. Bila tak melebar berarti vv. Komunikantes profunda masih baik dan darah terus naik melalui sistem profunda.

Tes perban. Vena vena superfisial tungkai bawah ditekan dengan perban elastis. Pasien berjalan jalan selama 10 menit. Bila ada obstruksi pada sistem profunda, pasien akan merasa nyeri

Tegang, kram otot, sampai kelelahan otot tungkai bawah. Edema tumit dan rasa berat tungkai dapat pula terjadi, sering terjadi kram di malam hari. Terjadi peningkatankepekaan terhadap cedera dan infeksi. Apabila terjadi obstruksi vena dalam pada varises, pasien akan menunjukkan tanda dan gejala insufisiensi vena kronis; edema, nyeri, pigmentasi, dan ulserasi. Gejala subjektif biasanya lebih berat pada awal perjalanan penyakit, lebih ringan pada pertengahan dan menjadi berat lagi seiring berjalannya waktu.Gejala yang muncul umunya berupa kaki terasa berat, nyeri atau kedengan sepanjang vena, gatal, rasa terbakar, keram pada malam hari, edema, perubahan kulit dan kesemutan. Nyeri biasanya tidak terlalu berat namun dirasakan terus-menerus dan memberat setelah berdiri terlalu lama.

Nyeri yang disebabkan oleh insufisiensi vena membaik bila beraktifitas seperti berjalan atau dengan mengangkat tungkai, sebaliknya nyeri pada insufisiensi arteri akan bertambah berat bila berjalan dan tungkai diangkat.

Varises bisa terjadi tanpa gejala apapun sebaliknya ada varises kecil yang memberikan bermacam macam gejala. Gejala gejala varises antara lain : Rasa pegal pada ekstremitas yang akan bertambah bila berdiri lama dan berkurang bila ekstremitas ditinggikan. Kadang kadang terjadi penyulit berbentuk koreng di daerah mata kaki yang sukar sembuh. Biasanya didahului oleh kelainan kulit seperti eksim yang sering disertai peradangan. Perdarahan dapat terjadi kalau kulit di atas varises perifer menjadi sangat tipis, biasanya disertai trauma ringan. Keluhan dari segi kosmetika Penderita biasanya merasakan nyeri, kemerahan, rasa panas/terbakar pada tungkai, gatal, kram, kelemahan otot dan tungkai lemas, biasanya pada sekian waktu akan terlihat dilatasi vena sehingga vena akan membesar dan berkelok-kelok dibawah kulit.

E.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi varises primer bermula pada kerusakan dinding pembuluh vena perifer yang karena sesuatu hal melebar kemudian diikuti oleh katup yang tidak berfungsi. Vena perforantes dengan katupnya masih tetap normal. Sedangkan varises sekunder bermula dengan insufisiensi vena perforantes, vena dalam kemudian diikuti oleh meningginya tekanan darah dalam vena perifer. Tidak berfungsinya katup vena perforantes biasanya disebabkan oleh kelainan pada sistem vena dalam. Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan darah vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan dalam kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke vena profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru. Vena superficial terletak suprafasial, sedangkan vena vena profunda terletak di dalam fasia dan otot. Ven perforate mengijinkan adanya aliran darah dari ven asuperfisial ke\ vena profunda.

Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik keatas melawan gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasikan suatu

mekanisme pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena profunda sekitar 5 atm. Tekanan sebesar 5 atm tidak akan menimbulakan distensi pada vena profunda dan selain itu karena vena profunda terletak di dalam fasia yang mencegah distensi berlebihan. Tekanan dalam vena superficial normalnya sangat rendah, apabila mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan menyebabkan distensi dan perunbahan bentuk menjadi berkelok-kelok.

Keadaan lain yang meyebabkan vena berdilatasi dapat dilihat pada pasien dengan dialisis shunt dan pada pasien dengan arterivena malformation spontan. Pada pasien tersebut terjadi peningkatan tekanan dalam pembuluh darah vena yang memberikan respon terhadap vena menjadi melebar dan berkelok-kelok. Pada pasien dengan kelainan heresiter berupa kelemahan pada dinding pembuluh darah vena, tekanan vena normal pada pasien ini akan menyebabkan distensi venambuluh vena paling sering dan vena menjadi berkelok-kelok.

Peningkatan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh terjadinya insufisiensi vena dengan adanya refluks yang melewati katup vena yang inkompeten baik terjadi pada vena profunda maupun pada vena superficial. Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat disesbabkan oleh adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh karena thrombosis intravascular atau akibat adanya penekanan dari luar pembuluh darah. Pada pasien dengan varises oleh karena obstruksi tidak boleh dilakukan ablasi pada varisesnya karena segera menghilang setelah penyebab obstruksi dihilangkan.

Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan oleh karena peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah oleh adanya insufisiensi vena. Penyebab lain yang mungkin dapat memicu kegagalan katup vena yaitu adanya trauma langsung pada vena adanya kelainan katup karena thrombosis. Bila vena superficial ini terpapar dengan adanya tekanan tinggi dalam pembuluh darah , pembuluh vena ini akan mengalami dilatsi yang kemudian terus membesar sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling betemu.

Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan pada katup-katup lainnya. Peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam system vena superfisial akan

menyebabkan terjadinya dilatasi vena yang bersifat local. Setelah beberapa katup vena mengalami kegagalan, fungsi vena untuk mengalirkan darah ke atas dan ke vena profunda akan mengalami gangguan. Tanpa adanya katup-katup fungsional, aliran darah vena akan mengalir karena adanya gradient tekanan dan gravitasi.

Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh karena adanya perubahan hormonal yang menyebabkan dinding pembuluh darah dan katupnya menjadi lebih lunak dan lentur, namun bila terbentuk bvarises selama kehamilan hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menyingkir adanya kemungkinan disebabkan oleh keadaan DVT akut.

Kerusakan yang terjadi akibat insufisiensi vena berhubungan dengan tekanan vena dan volume darah vena yang melewati katup yang inkompeten. Sayangnya penampilan dan ukuran dari varies yang terlihat tidak mencerminkan keadaan volume atau tekanan vena yang sesungguhnya. Vena yang terletak dibawah fasia atau terletak subkutan dapat mengangkut darah dalam jumlah besar tanpa terlihat ke permukaan. Sebaliknya peningkatan tekanan tidak terlalu besar akhirnya dapat menyebabkan dilatasi yang berlebihan.

Keterangan: Biasanya kerusakan diakibatkan kerena adanya suatu hambatan aliran darah dan tekanan hidrostatik yang terlau besar.

F. Pemeriksaan klinis (diagnostic)

Pemeriksaan klinis dapat dilakukan dengan: a. b. c. d. e. Test trendelenberg Test myer Test perthes Test Doppler Radiologi (phlebografi, morfometri, phlethysmografi)

Selain itu ada beberapa macam pemeriksaan klinis lainya, berikut dijabarkan beserta penjelasannya.

PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik system vena penuh dengan kesulitan karena sebagian besar sistem vena profunda tidak dapat dilakukan pemeriksaan langsung seperti inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Pada sebagian besar area tubuh, pemeriksaan pada system vena superfisial harus mencerminkan keadaan sistem vena profunda secara tidak langsung.

Pemeriksaan vena dapat dilakukan secara bertahap melalui inspeksi, palpasi, perkusi, dan pemeriksaan menggunakan Doppler. Hasil pemeriksaan tersebut nantinya dibuatkan peta mengenai gambaran keadaan vena yang di terjemahkan ke dalam bentuk gambar. Gambar ini akan memberikan informasi mengenai penatalaksaan selanjutnya. Pemeriksaan fisik dilakukan

Untuk menentukan katup katup vena superfisial dan vv. komunikantes digunakan tes Brodie Trendelengurg. Vena vena dikosongkan dengan mengangkat tungkai beberapa waktu, lalu muara vena safena magna ditekan dengan kuat atau dipasang torniket pada paha bagian atas. Pasien diminta berdiri, lalu tiba tiba penekanan dilepas. Bila vena terisi dengan segera, berarti katup inkompeten. Kemudian tes dicoba untuk kedua kalinya tanpa melepas penekanan. Bila selama kira kira 20 30 detik vena vena terisi, maka berarti katup vena komunikantes tidak kompeten lagi.

Untuk menentukan kompetensi katup katup profunda digunakan :


o

Tes Perthes. Torniket dipasang pada pangkal paha, pasien diminta berjalan jalanberkeliling. Bila vena vena tungkai jadi melebar, berarti ada obstruksi. Bila tak melebar berarti vv. Komunikantes profunda masih baik dan darah terus naik melalui sistem profunda. Tes perban. Vena vena superfisial tungkai bawah ditekan dengan perban elastis. Pasien berjalan jalan selama 10 menit. Bila ada obstruksi pada sistem profunda, pasien akan merasa nyeri.

a.

Inspeksi

Inspeksi tungkai dilakukan dari distal ke proksimal dari depan ke belakang. Region perineum, pubis, dan dinding abdomen juga dilakukan inspeksi. Pada inspeksi juga dapat dilihat adanya ulserasi, telangiektasi, sianosis akral, eksema, brow spot, dermatitis, angiomata, varises vena prominent, jaringan parut karena luka operasi, atau riwayat injeksi sklerotan sebelumnya. Setiap lesi yang terlihat seharusnya dilakukan pengukuran dan didokumentasikan berupa pencitraan. Vena normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan pergelangan kaki. Pelebaran vena superfisial yang terlihat pada region lainnya pada tungkai biasanya merupakan suatu kelainan. Pada seseorang yang mempunyai kulit yang tipis vena akan terlihat lebih jelas.

Stasis aliran darah vena yang bersifat kronis terutama jika berlokasi pada sisi medial pergelangan kaki dan tungkai menunjukkan gejala seperti perubahan struktur kulit. Ulkus dapat terjadi dan sulit untuk sembuh, bila ulkus berlokasi pada sisi media tungkai maka hal ini disebabkan oleh adanya insufusiensi vena. Insufisiensi arteri dan trauma akan menunjukkan gejala berupa ulkus yang berloksi pada sisi lateral.

b.

Palpasi

Palapsi merupakan bagian penting pada pemeriksaan vena. Seluruh permukaan kulit dilakukan palpasi dengan jari tangan untuk mengetahui adanya dilatasi vena walaupun tidak terlihat ke permukaan kulit. Palpasi membantu untuk menemukan keadaan vena yang normal dan abnormal. Setelah dilakukan perabaan pada kulit, dapat diidentifikasi adanya kelainan vena superfisial. Penekanan yang lebih dalam dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan vena profunda.

Palpasi diawali dari sisi permukaan anteromedial untuk menilai keadaan SVM kemudian dilanjutkan pada sisi lateral diraba apakah ada varises dari vena nonsafena yang merupakan cabang kolateral dari VSM, selanjutnya dilakukan palpasi pada permukaan posterior untuk meinail keadaan VSP. Selain pemeriksaan vena, dilakukan juga palpasi denyut arteri distal dan proksimal untuk mengetahui adanya insufisiensi arteri dengan menghitung indeks ankle-brachial. Nyeri pada saat palpasi kemungkinan adanya suatu penebalan, pengerasan, thrombosis vena. Empat puluh persen DVT didapatkan pada palpasi vena superfisialis yang mengalami thrombosis.

c.

Perkusi

Perkusi dilakukan untuk mengetahui kedaan katup vena superficial. Caranya dengan mengetok vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang yang menjalar sepanjang vena di bagian proksimal. Katup yang terbuka atau inkopeten pada pemeriksaan perkusi akan dirasakan adanya gelombang tersebut.

Manuver Perthes

Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran darah retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam system vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya obstruksi vena profunda. Hal ini penting karena apabila aliran darah pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk menjaga volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan terapi pembedahan maupun skeroterapi.

Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises. Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superficial saja. Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan normal aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang mengalami varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi pada vena profunda akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan distesi.

Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian pasien diposisikan dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet terpasang. Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke ukuran semula.

Tes Trendelenburg Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks vena superficial dengan pasien dengan inkopetensi katup vena profunda. Tes ini dilakukan

dengan cara mengangkat tungkai dimana sebelumnya dilakukan pengikatan pada paha sampai vena yang mengalami varises kolaps. Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak dilepaskan. Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps tetap kolaps atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu inkopenten pada vena superfisal, namun apabila vena tersebut terisi atau melebar dengan cepat adannya inkopensi pada katup vena yang lebih tinggi atau adanya kelainan katup lainnya.

Auskultasi menggunakan Doppler Pemeriksaan menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui arah aliran darah vena yang mengalmi varises, baik itu aliran retrograde, antegrade, atau aliran dari mana atau ke mana. Probe dari dopple ini diletakkan pada vena kemudian dilakukan penekanan pada vena disisi lainnya. Penekanan akan menyebabkan adanya aliran sesuai dengan arah dari katup vena yang kemudian menyebabkan adanya perubahan suara yang ditangkap oleh probe Doppler. Pelepasan dari penekanan vena tadi akan menyebabkan aliran berlawanan arah akut. Normalnya bila katup berfungsi normal tidak akan ada aliran berlawanan arah katup saat penekanan dilepaskan, akhirnya tidak aka nada suara yang terdengar dari Doppler.

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium saat ini tidak bermanfaat dalam menegakkan diagnosis atau terapi varises vena. Pemeriksaan Imaging Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi dan memetakan seluruh area yang mengalami obstruksi dan refluks dalam system vena superficial dan system vena profunda. Pemeriksaan yang dapat dialkukan yaitu venografi dengan kontras, MRI, dan USG color-flow dupleks. USG dupleks merupakan pemeriksaan imaging standar yang digunakan untuk diagnosis sindrom insufisiensi vasirses dan untuk perencanaan terapi serta pemetaan preoperasi. Color-flow USG (USG tripleks) digunakan untuk mengetahui keadaan aliran darah dalam vena menggunakan

pewarnaan yang berbeda. Pemeriksaan yang paling sensitive dan spesifik yaitu menggunakan Magnetic Resonance venography (MRV) digunakan untuk

pemeriksaan kelainan pada sistem vena profunda dan vena superficial pada tungkai bawah dan pelvis. MRV juga dapat mengetahui adanya kelainan nonvaskuler yang menyebabkan nyeri dan edema pada tungkai. Venografi dengan kontras merupakan teknik pemeriksaan invasive. Saat ini venografi sudah mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pemeriksaan USG dupleks sebagai pemeriksaan rutin penyakit vena. Sekitar 15 % pasien yang dilakukan pemeriksaan venografi ditemukan adanya DVT dan pembentukan trombosisi baru setelah pemberian kontras.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Terapi Non Operatif 1. Kaus Kaki Kompresi (Stocking)

Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan hemodinamik pasien dengan varises vena dan mengilangkan edema. Kaus kaki dengan tekanan 20-30 mmHg (grade II) memberikan hasil yang maksimal. Pada penelitian didapatkan sekitar 37-47 % pasien yang menggunakan kaus kaki ini selama 1 tahun setelah menderita DVT mencegah terjadi ulkus pada kaki. Kekurangan menggunakan kaos kaki ini adalah dari segi harga yang relatif mahal, kurangnya pendidikan pasien, dan kosmetik yang kurang baik. Pada penelitian randomize controlled trial compression menggunakan stoking (grade I dan II) dibandingkan dengan kontrol penggunaan kaus kaki ini mengurangi terjadinya refluks VSM dan mengurangi keluhan dan gejala varises pada wanita hamil namun tidak ada perbedaan terhadap pembentukan varises vena.

2.

Skleroterapi

Skleroterapi dilakukan dengan menyuntikkan substansi sklerotan kedalam pembuluh darah yang abnormal sehingga terjadi destruksi endotel yang diikuti dengan pembentukan jaringan fibrotik. Sklerotan yang digunakan saat yaitu ferric chloride,

salin hipertonik, polidocanol, iodine gliserin, dan sodium tetradecyl sulphate, namun untuk terapi varises vena safena paling umum digunakan saat ini adalah sodium tetradecyl sulphate dan polidacanol. Kedua bahan ini dipilih karena sedikit menimbulkan reaksi alergi, efek pada perubahan warna kulit (penumpukan hemosiderin) yang rendah, dan jarang menimbulkan kerusakan jaringan apabila terjadi ekstravasasi ke jaringan.

Terapi menggunakan kombinasi skleroterapi dengan ligasi safenofemoral junction sangat pupuler dilakukan pada tahun 1960an dan 1970an, terapi kombinasi ini diberikan setelah dilakukan pembedahan konvensional untuk menghilangkan vaarises residual setelah operasi. Sebuah penelitian yang membandingkan antara kombinasi skleroterapi dengan ligasi SFJ dibandingkan kombinas ligasi SFJ dengan stripping didapatkan angka rekurensi klinis dan rekuresnsi terjadinya refluks SFJ yang lebih tinggi pada kelompok yang menggunakan skleroterapi.

Sklerotan dibagi berdasarkan jenis substansinya yaitu yang berbentuk foam dan benbentuk liquid. Pada sklerotan jenis foam memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis liquid yaitu dosis yang lebih sedikit, lebih efektif dan menimbulkan komplikasi yang lebih rendah. Pada sebuah penelitian non-randomised membandingkan antara sklerotan jenis foam dengan liquid didapatkan angka oklusi pembuluh darah yang lebih tinggi (67 % dengan 17 % dalam 1 tahun) dan angka gejala klinis yang lebih rendah (8,1 % dan 25 %) pada pasien yang menggunakan sklerotan foam. Tidak ada komplikasi ditemukan pada penelitian ini. Penelitian randomized trial lebih lanjut yang membandingkan antara polidocalol foam dengan polidocanol liquid didapatkan dalam terapi VSM inkompen (diameter < 8 mm) didapatkan keberhasilan dalam mengablasi refluks VSM lebih tinggi pada polidocanol jenis foam ( 84% lawan 14 %).

Terapi Minimal Invasif 1. Radiofrekuensi ablasi (RF)

Radiofrekuensi adalah teknik ablasi vena menggunakan kateter radiofrekuensi yang diletakkan di dalam vena untuk menghangatkan dinding pembuluh darah dan jaringan sekitar pembuluh darah. Pemanasan ini menyebakan denaturasi protein, kontraksi

kolagen dan penutupan vena. Kateter dimasukkan sampai ujung aktif kateter berada sedikit sebelah distal SFJ yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan USG. Ujung kateter menempel pada endotel vena, kemusian energy radiofrekuensi dihantarkan melalui kateter logam untuk memanaskan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Jumlah energy yang diberikan dimonitor melalui sensor termal yang diletakkan di dalam pembuluh darah. Sensor ini berfungsi mngatur suhu yang sesui agar ablasi endotel terjadi.

Penelitian multi-center didapat 85 % VSM mengalami obliterasi pada 2 tahun. Dua penelitian randomized-controlled trial yang membandingkan ablasi radiofrekuensi dengan pembedahan konvensional. Penelitian pertama Lurie et al melaporkan hasil dari EVOLVeS Study yang merupakan percobaan multi-center dengan 81 pasien yang dilakukan radiofrekuensi ablasi atau ligasi SFJ, Stripping VSM dan phlebectomy. Hasil yang didapat 81 % oklusi VSM pada kelompok RF ablasi dengan lama waktu perwatan lebih singkat dari pada kelompok pembedahan ( 74 SD 10 mnt Vs 89 SD 12 mnt), lebih cepat pada RF ablasi (1,39 Vs 6,65 hari kerja). Walaupun komplikasi yang sitimbulkan pada RF ablasi lebih sedikit, komplikasi pasca terapi berupa parestesia lebih banyak pada kelompok RF ablasi ( 16% dibandingkan 6 % pada kelompok pembedahan, tetapi tidak signifikan). Interpretasi hasil study EVOLVeS sulit dilakukan karena berbagai variasi teknik anestesi dan prosedur yang dilakukan pada berbagai Center. Selain itu jumlah sample yang kecil tidak cukup kuat untuk menampilkan signifikansi perbedaan antara teknik yang dilakukan. Penelitian kedua , Rautio randomized pada 28 pasien yang mendapatkan RF ablasi atau pembedahan konvensional. Kedua kelompok ini dilakukan di bawah anestesi umum. Hasil yang didapat penurunan rata-rata VCSS (venous clinical severity score). Pada RF ablasi didapat score VCSS 5,1 (SD=1,5) dan pada pembedahan didapat 4,4 (SD=1), nyeri pasca pembedahan secara signifikan lebih rendah pada RF ablasi dibandingkan kelompok pembedahan konvensional, komplikasi parestesia didapatkan 13 % pada kelompok RF dan 23 % pada pembedahan, Thomboplebitis sistemik didapat 20 % pada kelompok RF. Biaya pengobatan lebih besar pada kelompo RF ablasi dibandingkan dengan kelompok pembedahan konvensional.

Pada beberapa penelitian individual didapatkan komplikasi yang lebih rendah pada RF ablasi. Safena neuritis 3-49%, kulit terbakar 2-7 %, hematoma dan phlebitis. DVT dilaporkan sekitar 1 % dan 0,3 % terjadi emboli pulmonum.

2.

Endovenous Laser Therapy (EVLT)

Salah satu pilihan terapi varises vena yang minimal invasive adalah dengan Endovenous laset therapy (EVLT). Keuntungan yang didapat menggunakan pilihan terapi ini adalah dapat dilakukan pada pasien poliklinis di bawah anestesi local. EVLT yang secara luas digunakan menggunakan daya sebesar 10 14 watt. Prosedurnya EVLT menggunakan fibre laser yang dimasukkan ke distal VSM sampai SFJ dibawah control USG.

Prosedur yang dilakukan pertama-tama dialkuakn anestesi local perivena dengan jalan memberikan infiltrasi di sekitar pembuluh darah pepanjang VSM. Tujuannya selain memberikan efek analgesia juga memberikan efek penekanan pada vena agar dinding vena beraposisi dengan fibred an berperan sebagai heat sink mencegah kerusakan jaringan local.

EVLT tidak menyebabkan vena segera menjadi mengecil bila dibandingkan dengan apabila dilakukan FR ablation, tetapi vena akan mengecil secara gradual beberapa minggu sampai tidak tampak setelah 6 bulan dengan pemerikasaan USG, kemudia diikuti dengan kerusakan endotel, nekrosis koagulatif, penyempitan dan thrombosis vena. Pada sebuah penelitian observasional, VSM mengecil 94 99 % dengan perbaikan penampilan varises superficial dan menurunkan gejala yang timbul. Dilaporkan oleh Min et al, sekitar 500 pasien yang di follow-up selam 3 tahun didapatkan abalsi VSM sebesar 98 % pada 1 bulan dan 93 % pada 2 tahun.

Komplikasi utama yang muncul seperti bruising (24 %) dan thomboplebitis (5%), tetapi tidak didapatkan adanya DVT, perasaan terbakar atau parestesia. Debandingkan dengan RF abalaton absennya komplikasi DVT adalah kemungkinan karena duarsi

terapi yang lebih singkat, kontak dengan kateter trombogenik yang lebih singkat, dan suhu yang digunakan lebih tinggi.

Terapi Pembedahan 1. Ambualtory phlebectomy (Stab Avulsion)

Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan menghilangkan segmen varises yang pendek dan vena retikular dengan jalan melakukan insisi ukuran kecil dan menggunakan kaitan khusus yang dibuat untuk tujuan ini, prosedur ini dapat digunakan untuk menghilangkan kelompok varises residual setelah dilakukan sphenectomy.

Mikroinsisi dibuat diatas pembuluh darah menggunakan pisau kecil atau jarum yang berukuran besar. Selanjutnya kaitan phlebectomu dimasukkan ke dalam dan vena dicapai melalui mikroinsisi ini. Menggunakan kaitan kemusian dilakukan traksi pada vena, bagian vena yang panjang dipisahkan dari perlekatan sekitarnya.. bila vena tidak dapat ditarik apat dilakukan insuisi di tempat lain dan proses diulangi dari awal sampai keseluruhan vena.

2.

Saphectomy

Teknik saphenektomi yang paling popular saat ini adalah teknik menggunakan peralatan stripping internal dan teknik invaginasi dengan jalan membalik pembuluh darah dan menariknya menggunakan traksi endovenous, teknik tersebut dapat menurunkan terjadinya cedera pada struktur di sekitarnya.Gambar 5-6. Untuk menghilangkan VSM, sebuah insisi dibuat 2-3 cm sebelah medial lipatan paha untuk melihat SFJ.

Sebelum melakukan stripping pada VSM, semua percabangan dari SFJ harus diidentifikasi dan dilakukan ligasi untuk memilinimalkan terjadinya rekurensi. Setelah ligasi dan pemisahan Junction, peralatan stripping dimasukkan ke dalam VSM di lipatan paha didorong sampai level cruris selnajutnya alat strippeer dikeluarkan melalui insisi yang dibuat (5 mm ataiu lebih kecil) sekitar 1 cm dari tuberosity tibia pada lutut. Kemudia head stripper dipasangkan pada lipatan paha dan dikunci pada

ujung proksimal vena. Pembuluh darah kemudian ditarik dan dilipat ke dalam lumen vena sepanjang pembuluh darah sampai pintu keluar yang dibuat sebelumnya di bagian distal. Jika di perlukan dapat diberikan gaas yang berisi efinefrin atau dilakukan ligasi untuk tujuan hemostasis setelah dilakukan stripping. Teknik lama dalam stripping vena sudah ditinggalkan karena tingginya insiden komplikaasi yang terjasi setelah dilakukan stripping, komplikasi ini meliputi kerusakan pada nervus safena, yang berlokasi sangat dekat dengan vena pada regio lutut. Komplikasi banyak terjadi pada bila VSP dikeluarkan, karena anatomi dan risiko terjadinya cedera pada vena poplitea dan nerevus peroneal lebih besar. Safenopopliteal junction harus diidentifikasi dengan pemeriksaan dupleks USG sebelum dilakukan deseksi, dan visualisasi dari Safeno popleteal jungtion secara langsung yang adekuat sangat pentingdilakukan. Setelah dilakukan ligasi dan pemisahan junction, sebiauh peralatan stripping dimasukkan ke dalam vena sampai distal cruris dan dikeluarkan melalui pintu yang dibuat dengan insisi (2 -4 mm). Selanjutnya stripper dikunci di proksimal vena dan dilakukan invaginasi dan ditarik dari daerah lutut sampai daerah pergelngan kaki

Modifikasi Teknik Pembedahan

1.

Ambulatory Conservative Haemodynamic Management (ACHM or CHIVA)

Conservative haemodynamic surgery for varicose veins (CHIVA) adalah sebuah teknik pembedahan fisiologis meliputi identifikasi mengugunakan ultrasound dupleks dan ligasi refluk. Vena perforata dan vena safena dipersiapkan dan tidak dilakukan tindakan phlebektomi. Walaupun terdapat peningkatan hemodinamik dan morbilitas yang rendah namun agka rekurensi masih cukup tingg sebesar 35 % pada 3 tahun. Namun pada sebuah studi yang membandingkan antara ligasi SFJ, stripping, dan phlebektomi dilaporkan hasil yang sama pada 3 tahun tapi dengan kerusakan pada nervus cutaneus yang lebih sedikit pada kelompok CHIVA. Prosedur ini belum secara luas digunakan karena teknik yang relatif lebih rumit.

2.

Transilluminated Powered Phlebectomy Ablation of Varicosities (TriVexe)

Phelebektomi dengan transiluuminasi merupakan metode unutk ablasi varises yang lebih cepat dan reliabel. Teknik memungkinkan dilakukan insisi dan menimbulkan komplikasi yang lebih sedikit. Beberapa studi melaporkan peningkatan biaya operasi, peningkatan insiden terjadinya hematome, dan parestesia pada pasien dengan TriVex. Walupun demikian teknik ini mungkin bermanfaan pada pembedahan dengan varises yang rekuren dimana didapatkan jaringan parut perivaskular dan kekkakuan pembuluh vena yang menurunkan efikasi bila dilakukan stab avulsion konvensional

3.

Subfascial Endoscopic Perforator Ligation (SEPS) and The Linton Procedure

Peran dari vena perforata dalam etiologi varises vena masih kontroversi. Bagaimanapun ukuran dan persentase vena perforata yang mengalami inkompenten di sisi medial cruris menunjukkna hubungan dengan severitas penyakit insufisiensi vena kronis. Beberapa ahli bedah vaskurel berpendapat ligasi pada vena perforata merupakan tindakan yang tidak rutin dilakukan.

Bila ligasi vena perforata diperlukan untuk mengisolasi vena perforata yang inkompeten, tindakan ligasi endoskopi lebih disarankan dibandingkan dengan operasi terbuka untuk menghindari masalah dengan penyembuhan luka operasi. Atau bila dilakukan operasi terbuka, penentuan vena perforata melalui pemeriksaan ultraound mungkin dapat mengatasi masalah penyembuhan luka operasi bila dibandingkan dengan prosedur Linton tradisional 4. External Valvular Stents

Penggunaan valvular stent eksternal diperkenalkan oleh Lane merupakan sebuah solusi yang fisiologis dalam mengatasi refluks vena dengan mempertahankan VSM. Dia medriskripsikan pada 1500 pasien walaupun ourcome data hanya tersedia pada 107 pasien saja menunjukkan setelah folow-up selama 57 bulan , 90 % didapatakan dengan SFJ yang kompeten dengan rara-rata penuruanan diameter VSM dari 7,6 menjasi 4,8 mm. Rekurensi secara klinis menurun. Sayangnya pasien dengan VSM yang berdiameter 10-11 mm atau dengan varises yang berkelok-kelok sepanjang VSF diekslusi dan teknik ini hanya dapat diaplikasikan pada 34 % pasien saja. Pasien

dengan valvuloplasty didapatkan tingkat morbiditas yang lebih rendah dibandingkan bila dialakukan stripping. Komplikasi yang terjasi lebih jarang dan infeksi yang terjasi karena pelepasa cuff hanya 0,3 % kasus. Teknik mungkin dapat dipilih pada pasien dengan varises vena minor, namun belum ada penelitian yang membandingkan dengan teknik lain dan teknik ini belum secara luas digunakan.

5.

Endovenous Diathermy

Teknik ini telah dialakukan oleh beberapa ahli bedah pada than 1960-1970-an. Tidak ada bukti keuntungan yang didapat dan ini meningkatkan ririko terjadinya cidera termal. Studi terbaru dikatakan teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengablasi percangan VSM yang inkompeten dengan tetap mempertahankan VSM setelah dilakuakan ligasi Safeno-femoral walupun tidak ada folow up yang dilakuakan selanjutnya dan sebagian besar pasien memerlukan terapi tambahan seperti skloroterapi. H. KOMPLIKASI

Lima sampai tujuh persen kasus mengalami cedera pada nervus cutaneus, keadaan ini sering bersifat sementara namun dapat bersifat permanen. Inform konsen mengenai komplikasi ini diperlukan sebelum dilakukan tindakan terapi. NHSLA melaporkan komplikasi akibat cedera pada saraf pada 12 pasien dengan drop foot setelah dilakukan ligasi safeno-popliteal. Komplikasi berupa terjepitnya vena dan arteri femoral juga tidak dapat untuk dihindari.

Hematome dan infeksi pada luka relatif sering terjadi ( sampai dengan 10 %), dan terjadi gangguan dalam aktivitas dan bekerja sehari-hari. Thromboembolism berpotensi terjadi pada pembedahan varises vena, tetapi belum ada bukti yang menujukkan risiko ini meningkat bila dilakukan pembedahan. Sebagian besar ahli bedah vaskuler melakukan profilaksisi agar tidak terjadi komplikasi thomboemboli ini. Tabel 2 menunjukkan angka komplikasi yang terjadi pada berbagai prosedur yang digunakan dalam terapi varises vena. ii. Ambeien A) DEFINISI

Wasir atau sering disebut ambeien (dalam bahasa Inggris Hemoroid) adalah penyakit pada anus dimana bibir anus mengalami pembengkakan yang terkadang disertai perdarahan. Penyakit ini tidak membahayakan jiwa dan adakalanya tidak menunjukkan keluhan.Wasir adalah suatu penyakit yang terjadi pada anus di mana bibir anus mengalami bengkak yang kadang disertai pendarahan. Penyakit ambeien ini tidak hanya memberikan rasa sakit kepada pada penderitanya, tetapi juga memberikan rasa minder dan malu karena mengidap penyakit ambeien. Pada penderita wasir umumnya sulit untuk duduk dan buang air besar karena terasa sakit apabila bibir anus atau sphinchter anus mendapat tekanan. Pada penderita wasir parah terkadang sulit diobati sehingga bisa diberi tindakan operasi pengangkatan wasir yang bisa memberi efek samping yang terkadang tidak baik. Oleh sebab itu wasir perlu diwaspadai dan ditangani dengan baik agar mudah diobati. B. ETIOLOGI 1 Sembelit (konstipasi). Kotoran yang keras menyebabkan seseorang sering mengejan saat buang air besar. Kondisi ini lambat laun dapat memicu timbulnya wasir. 2 Wanita hamil. Dalam keadaan hamil, tekanan rongga perut meningkat lantaran ada janin dalam kandungan. Tak jarang diikuti konstipasi, yang berpotensi menderita wasir. Kondisi yang sama dapt dialami oleh wanita pasca melahirkan karena mengejan. 3 Kegemukan, proses penuaan, diare berkepanjangan dan anal seks adalah faktorfaktor lain yang dapat memicu timbulnya wasir. 4 Kesalahan dalam melakukan gerakan pada olahraga tertentu misalnya pada olahraga angkat beban atau olahraga pernapasan 5 6 Terlalu banyak duduk atau berdiri Faktor keturunan

C. KLASIFIKASI Wasir atau ambeien ada dua macam, yaitu wasir dalam dan wasir luar. Pada wasir dalam terdapat pembuluh darah pada anus yang ditutupi oleh selaput lendir yang basah. Jika tidak ditangani bisa terlihat muncul menonjol ke luar seperti wasir luar

Gejala wasir dalam adalah suka ada darah yang keluar dari anus saat bab / buang air besar. Jika sudah parah bisa menonjol keluar dan terus membesar sebesar bola tenis sehingga harus diambil tindakan operasi untuk membuang wasir. Wasir luar merupakan varises di bawah otot yang umumnya berhubungan dengan kulit. Biasanya wasir ini terlihat tonjolan bengkak kebiruan pada pinggir anus yang terasa sakit dan gatal. D. FAKTOR RESIKO Wasir dapat diakibatkan oleh hal-hal berikut di bawah ini sehingga perlu diwaspadai dan dihindari : 1. Terlalu banyak duduk 2. Diare menahun 3. Kehamilan ibu hamil yang diakibatkan perubahan hormon 4. Keturunan penderita wasir 5. Hubungan seks yang tidak lazim 6. Penyakit yang membuat mengejan penderita 7. Sembelit / konstipasi / obsitpasi menahun 8. Penekanan kembali aliran darah vena, dll.

E. MANIFESTASI KLINIS Sebelum parah sebaiknya kita mengenal seperti apa penyakit wasir ada awal mulanya sehingga kita bisa obati sedini mungkin. Biasanyapenderita akan mengalami pendarahan dubur dengan warna darah merah muda yang menetes atau mengalir lewat lubang dubur / anus. Penderita juga akan merasa ada ganjalan pada anus ketika bab sehingga penderita akan ngeden / mengejan yang bisa memperparah wasirnya. Selain itu biasanya anus akan terasa gatal akibat virus dan bakteri yang membuat infeksi. Gejala

Keluarnya lendir atau darah bersama kotoran. Tetesan darah segar dari dubur. Benjolan lunak di permukaan dubur. Pada kasus yang berat, timbul benjolan besar disertai rasa nyeri hingga perderita sulit duduk.

Kendati tanda-tanda wasir mudah dikenali, tidak semua penderita wasir menunjukkan adanya keluhan F. TATALAKSANA Untuk menghilangkan wasir secara total sebaiknya anda menjalankan beberapa tips menyembuhkan wasir serta melakukan konsultasi dengan dokter.

1. Jalankan pola hidup sehat 2. Olah raga secara teratur 3. Makan makanan berserat 4. Hindari terlalu banyak duduk atau nongkrong di wc / toilet 5. Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dll 6. Jangan melakukan aktivitas hubungan seks yang tidak wajar 7. Minum air yang cukup 8. Jangan menahan kencing dan berak 9. Jangan suka menggosok dan menggaruk dubur berlebihan 10. Jangan mengejan / mengeden / ngeden berlebihan 11. Jika tidak ingin pup / bab jangan dipaksa 12. Duduk berendam pada air yang hangat

iii. Tromboflebitis

a. Definisi

Invasi/perluasan mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang-cabangnya. Tromboflebitis didahului dengan trombosis, dapat terjadi pada kehamilan tetapi lebih sering ditemukan pada masa nifas.

b. Penyebab

Perubahan susunan darah Perubahan laju peredaran darah Perlukaan lapisan intema pembuluh darah

Pada masa hamil dan khususnya persalinan saat terlepasnya plasenta kadar fibrinogen yang memegang peranan penting dalam pembekuan darah meningkat sehingga memudahkan timbulnya pembekuan. c. Faktor predisposisi

riwayat bedah kebidanan usia lanjut multi paritas

varices infeksi nifas

Trombosis bisa terdapat pada vena-vena kaki juga pada vena-vena panggul. Trombosis pada vena-vena yang dekat pada permukaan biasanya disertai peradangan, sehingga merupakan tromboflebitis. Adanya septikhema, dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. d. Klasifikasi

Pelvio tromboflebitis

Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipogastika. Vena yang paling sering terkena adalah vena ovarika dextra perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ke vena renalis, sedangkan perluasan infeksi dari vena ovarika dextra adalah ke vena cava inferior. e. Gejala

Nyeri terdapat pada perut bagian bawah atau perut bagian samping, timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut : Menggigil berulang kali, menggigil terjadi sangat berat (30-40 menit) dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.

Suhu badan naik turun secara tajam (36C-40C) Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan Cenderung terbentuk pus yang menjalar kemana-mana terutama ke paru-paru Gambaran darah Terdapat leukositosis Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulai menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.

Pada pemeriksaan dalam hampir tidak ditemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena adalah vena ovarika

f. Komplikasi

Komplikais pada paru-paru infark, abses, pneumonia Komplikasi pada ginjal sinistra, yaitu nyeri mendadak yang diikuti dengan proteinuria dan hematuria Komplikasi pada mata, persendian dan jaringan subkutan.

g. Penanganan

Rawat inap, penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakitnya dan mencegah terjadinya emboli pulmonal. Therapi medik, pemberian antibiotika atau pemberian heparin jika terdapat tandatanda atau dugaan adanya emboli pulmonal Therapi operati , peningkatan vena cava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru meskipun sedang dilakukan heparisasi Tromboflebitis femoralis (Flegmasia alba dolens) Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai misalnya pada vena femoralis, vena poplitea dan vena safena. Edema pada salah satu tungkai kebanyakan disebabkan oleh suatu trombosis yaitu suatu pembekuan darah balik dengan kemungkinan timbulnya komplikasi emboli paru-paru yang biasanya mengakibatkan kematian h. Penilaian klinik

Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris 7-10 hari kemudian suhu mendadak baik kira-kira pada hari ke 10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.

Pada salah satu kaki yang terkena, akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut : Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki yang lain

Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, dan nyeri Edema kadang-kadang terjadi selalu atau setelah nyeri, pada umumnya terdapat pada paha bagian atas tetapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian meluas dari bawah keatas

Nyeri pada betis Pada trombosis vena femoralis, vena dapat teraba didaerah lipat paha Oedema pada tungkai dapat dibuktikan dengan mengukur lingkaran dari betis dan dibandingkan dengan tungkai sebelah lain yang normal.

i. Penanganan

Perawatan Kaki ditinggikan untuk mengurangi oedema lakukan kompres pada kaki Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki yang panjang elastik selama mungkin Jangan menyusui bayinya, mengingat kondisi ibu yang sangat jelek Terapi pemberian antibiotik dan anti analgesik

6) Arteriosklerosis

a. DEFINISI Arteri adalah pembuluh darah yang membawa oksigen dan zat makanan dari jantung ke seluruh tubuh. Arteri yang sehat adalah arteri yang fleksibel, kuat dan elastis. Bagaimanapun, terlalu banyak tekanan pada arteri dapat membuat dinding menebal dan kaku terkadang membatasi aliran darah menuju organ dan jaringan. Proses ini disebut arteriosklerosis, atau mengerasnya arteri.

Aterosklerosis adalah tipe spesifik dari arteriosklerosis, tapi istilah yang sering

digunakan bergantian. Aterosklerosis lebih kepada terbentuknya lemak di dalam dan di atas dinding arteri (plak), yang dapat membatasi aliran darah. Plak ini dapat juga pecah dan menyebabkan bekuan darah. Meskipun aterosklerosis sering dianggap masalah jantung, ini dapat berefek pada arteri di manapun di dalam tubuh. Aterosklerosis adalah kondisi yang dapat dicegah dan dapat diobati.

b. GEJALA Aterosclerosis terbentuk secara bertahap. Biasanya tidak akan muncul gejala aterosklerosis sampai arteri sangat menyempit atau tersumbat sehingga tak dapat menyuplai cukup darah ke organ dan jaringan. Terkadang bekuan darah benar-benar menyumbat aliran darah, atau bahkan terpecah dan menyebabkan bekuan darah yang dapat memicu serangan jantung atau stroke.

Gejala aterosclerosis didasarkan pada arteri mana yang terkena. Sebagai contoh: Jika anda memiliki aterosklerosis di dalam arteri jantung, anda mungkin memiliki

gejala yang sama dengan serangan jantung lain, seperti sakit pada dada (angina)

Jika anda memiliki aterosklerosis di dalam arteri yang menuju otak, anda mungkin

memiliki gejala seperti mati rasa secara tiba-tiba atau lemah pada lengan atau kaki, sulit berbicara atau berbicara melantur, atau otot wajah yang terkulai

Jika anda memiliki aterosklerosis pada arteri di lengan dan kaki, anda mungkin

memiliki gejala peripheral arterial disease, seperti sakit pada kaki ketika berjalan.

Terkadang, aterosklerosis menyebabkan disfungsi ereksi pada laki-laki.

c. Penyebab & Faktor Risiko Penyebab

Aterosklerosis adalah penyakit yang lamban dan berkembang secara bertahap. Penyakit ini dapat dimulai pada awal masa anak-anak. Meskpun penyebab pasti

belum diketahui, ilmuwan mencurigai bahwa aterosklerosis dimulai dengan kerusakan atau cedera pada lapisan dalam arteri.

Kerusakan mungkin disebabkan oleh: Tekanan darah tinggi Kolestrol tinggi Iritan, seperti nikotin Penyakit tertentu, seperti diabetes

Sekali dinding bagian dalam arteri rusak, sel darah yang disebut platelet sering menggumpal dan mencederai tempat tersebut untuk mencoba memperbaiki arteri sehingga menimbulkan pembengkakan. Seiring waktu, plak yang terbentuk dari kolestrol dan zat ampas lain juga berkumpul pada tempat cedera ini, mengeras dan mempersempit arteri. Organ dan jaringan yang dihubungkan dengan arteri yang tersumbat tersebut kemudian tidak menerima cukup darah untuk berfungsi secara baik.

Lama kelamaan sebagian plak tersebut mungkin pecah dan masuk ke dalam aliran darah. Ini dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah dan merusak organ, seperti pada serangan jantung. Bekuan darah dapat juga dihantarkan ke bagian lain dari tubuh dan sebagian atau seluruhnya menyumbat aliran darah ke organ tubuh lain.

Faktor risiko

Mengerasnya arteri terjadi setiap waktu. Sebagai tambahan, faktor yang menambah risiko aterosklerosis antara lain: Tekanan darah tinggi Kolestrol tinggi Diabetes Obesitas Merokok Sejarah keluarga dengan aneurysm atau sakit jantung dini

d. Pencegahan

Perubahan gaya hidup yang sama direkomendasikan untuk merawat aterosklerosis juga dapat mencegahnya. Anda telah mengetahui sebelumnya juga membantu dalam pencegahan berhenti merokok, makan makanan sehat, rutin berolahraga, menjaga berat badan sehat, dan tidak meminum alkohol. Ingatlah untuk membuat satu langkah perubahan sekarang.

DAFTAR PUSTAKA

Rilantono,Lily Ismudiati,dkk. 2004. Buku Ajar Kardiologi.Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mycek,Mary J,dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta. Widya Medika

Gray,Huon H,dkk.2003.Lecture Notes Kardiologi. Jakarta. Erlangga Medical Series.

Http// www.medicastore.com

Anda mungkin juga menyukai