DI RUMAH SAKIT
DI SUSUN OLEH :
SORONG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan yang telah diuraikan pada latar belakang, maka rumusan masalah pada
penulisan laporan pendahuluan ini adalah “Tetralogy Of Fallot (TOF)”
C. Tujuan
Tujuan umum laporan pendahuluan ini adalah untuk mengetahui tentang pelaksanaan
Asuhan Keperawatan pada Tetralogy Of dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Tetralogi Of Fallot (TOF) adalah penyakit jantung bawaan sianotik (warna kulit) yang
terdiri dari 4 kelainan khas, yaitu Defek Septum Ventrikel (VSD), Stenosis Infundibulum
ventrikel kanan atau biasa disebut stenosis pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan Overriding
aorta, Ibrahim E, dkk (2008). Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat
beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan hingga berat. Stenosis pulmonal
bersifat progresif dan semakin lama semakin berat.
Tetralogy of fallot (TOF) adalah merupakan defek jantung yang terjadi secara kongenital
dimana secara khusus mempunyai empat kelainan anatomi pada jantungnya TOF ini adalah
merupakan penyebab tersering pada cyanotic heart tefect dan juga pada blue baby syndrome.
a. Defek septum ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel.
b. Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari
bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan
penyempitan.
c. Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri
mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan.
d. Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan
tekanan di ventrikel akibat dari stenosis pulmonal.
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah
stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif , makin
lama makin berat.
B. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara
pasti, diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor –faktor tersebut antara lain
adalah:
a. Faktor endogen yaitu berbagai jenis penyakit genetik (kelainan kromosom); anak yang
lahir sebelumnya menderita penyakt jantung bawaan; adanya penyakit tertentu dalam
keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung dan kelainan bawaan,
b. Faktor eksogen yaitu riwayat kehamilan ibu : sebelum ikut program KB oral atau
suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine,
aminopterin, amethopterin, jamu); ibu menderita penyakit infeksi (rubella); pajanan
terhadap sinar-X.
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah
menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adalah
multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan
kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin
sudah selesai.
C. Manifestasi Klinis
Menurut Wong, dkk (2009), tanda dan gejala TOF antara lain adalah sebagai berikut :
1. Murmur
Merupakan suara tambahan yang dapat didengar pada denyut jantung bayi. Pada banyak
kasus, suara murmur baru akan terdengar setelah bayi berumur beberapa hari.
2. Sianosis
Satu dari manifestasi-manifestasi tetralogi yang paling nyata, mungkin tidak ditemukan
pada waktu lahir. Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan mungkin tidak berat dan bayi
tersebut mungkin mempunyai pintasan dari kiri ke kanan yang besar, bahkan mungkin
terdapat suatu gagal jantung kongesif.
3. Dispneu
Terjadi bila penderita melakukan aktifitas fisik. Bayi-bayi dan anak- anak yang mulai
belajar bejalan akan bermain aktif untuk waktu singkat kemudian akan duduk atau
berbaring. Anak- anak yang lebih besar mungkin mampu berjalan sejauh kurang lebih
satu blok, sebelum berhenti untuk beristirahat. Derajat kerusakan yang dialami jantung
penderita tercermin oleh intensitas sianosis yang terjadi. Secara khas anak-anak akan
mengambil sikap berjongkok untuk meringankan dan menghilangkan dispneu yang
terjadi akibat dari aktifitas fisik, biasanya anak tersebut dapat melanjutkan aktifitasnya
kembali dalam beberapa menit.
4. Serangan-serangan dispneu paroksimal (serangan-serangan anoksia “biru”) Terutama
merupakan masalah selama 2 tahun pertama kehidupan penderita. Bayi tersebut menjadi
dispneis dan gelisah, sianosis yang terjadi bertambah hebat, pendertita mulai sulit
bernapas. Serangan- serangan demikian paling sering terjadi pada pagi hari.
5. Pertumbuhan dan Perkembangan Yang tidak tumbuh dan berkembang secara tidak
normal dapat mengalami keterlambatan pada tetralogi Fallot berat yang tidak diobati.
Tinggi badan dan keadaan gizi biasanya berada di bawah rata-rata serta otot-otot dari
jaringan subkutan terlihat kendur dan lunak dan masa pubertas juga terlambat.
Menurut Ilmu Kesehatan Anak (2015), patofisologi dari penderita TOF pada anak
adalah sebagai berikut, yaitu :
0bsutrksi berat Tek. Ventrikel kanan > V. Kiri aliran darah dari
ventrkel kanan dan
ventrikel kiri masuk ke
aorta
aliran darah ke paru ↓ aliran darah dari kanan
ke kiri
(sedikit)
menurunnya O2 aliran darah yang rendah
dalam darah O2 ke aorta ↑↑
Hipoksemia
Sirkulasi darah penderita TOF berbeda dibanding anak normal. Kelainan yang memegang
peranan penting adalah stenesis pulmonal dan VSD. Tekanan antara ventrikel kiri dan kanan
pada pasien TOF adalah sama akibat adanya VSD. Hal ini menyebabkan darah bebas mengalir
bolak balik melalui celah ini. Tingkat keparahan hambatan pada jalan keluar darah di ventrikel
kanan akan menentukan arah aliran darah pasien TOF. Aliran darah ke paru akan menurun
akibat adanya hambatan pada jalan aliran darah dari ventrikel kanan; hambatan yang tinggi di
sini akan menyebabkan makin banyak darah bergerak dari ventrikel kanan ke kiri. Hal ini berarti
makin banyak darah miskin oksigen yang akan ikut masuk ke dalam aorta sehingga akan
menurunkan saturasi oksigen darah yang beredar ke seluruh tubuh, dapat menyebabkan sianosis.
Jika terjadi hambatan parah, tubuh akan bergantung pada duktus arteriosus dan cabang-cabang
arteri pulmonalis untuk mendapatkan suplai darah yang mengandung oksigen. Onset gejala,
tingkat keparahan sianosis yang terjadi sangat tergantung pada tingkat keparahan hambatan yang
terjadi pada jalan keluar aliran darah di ventrikel kanan, Redington AN, dkk (2009).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penderita tetralogy fallot adalah sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Adanya peningkatan hemoglobin dan hematocrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang
rendah. Pada umumnya hemoglobin di pertahankan 16-18 gr/dl dan hematocrit antara 50-
65%. Nilai gas darah arteri menunjukkan peningkatan tekanan parsial karbondioksida
(PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan klien yang memiliki
nilai Hb dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
a. Analisa Gas Darah
PCV meningkat lebih besar 65% dapat menimbulkan kelainan koagulasi ; waktu
perdarahan memanjang, fragilitas kapiler meningkat, umur trombosit yang
abnormal.
b. Desaturasi darah arterial
c. Anemia hipokrom mikrositer (karena defisiensi besi)
2. Radiologi
Pemeriksaan sinar X pada toraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak
ada pembesaran jantung, gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat
sehingga seperti sepatu. Selain itu, didapatkan hasil arkus aorta di sebelah kanan, aorta
asendens melebar, konus pulmonalis, apeks terangkat dan vaskularitas paru berkurang.
3. Elektrokardiogram
Pada pemeriksaan EKG di dapatkan hasil sumbu QRS hampir selalu berdevisiasi
kekanan. Tampak pula hipertropi ventrikel kanan.
4. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan,
penurunan arteri pulmonalis dan penurunan aliran darah ke paru.
5. Kateterisasi
Kateterisasi diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum
ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal
perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan ventrikel kanan,
dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.
F. Penatalaksanaan
Menurut Haws dan Paulette S (2007), pada serangan sianotik akut, lakukan
langkah-langkah sebagai berikut, yaitu :
1. Menekuk lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
2. Morfin sulfat 0,1 – 0,2 mlg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat pernafasan dan
mengatasi takipnea.
3. Natrium bikarbonat 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis.
4. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian pada kondisi ini tidak begitu tepat karena
permasalahan bukan karena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran dara ke paru
menurun.
Dengan usaha di atas di harapkan anak tidak lagi mengalami takipnea, sianosis berkurang
dan anak menjadi tenang. Bila hal tersebut tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian:
1. Propranolol 0,01-0,25 mlg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung
sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit,
dosis awal /bolus diberikan setengahnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan
perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
2. Ketamine 1-3 mlg/kg (rata-rata 2,2 mlg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja meningkatkan
resistensi vaskuler sistemik dan juga sedative.
3. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penaganan
serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung,
sehingga aliran darah ke paru-paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa
oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
G. Komplikasi
1. Thrombosis Serebri
Biasanya terjadi dalam sinus duralis dan terkadang dalam arteri serebrum, lebih sering
ditemukan pada polisitemia hebat. Dapat juga dibangkitkan oleh dehidrasi. Thrombosis
lebih sering ditemukan pada usia 2 tahun. Penderita ini lpaling sering mengalami anemia
defisiensi besi dengan kadar Hb dan Ht dalam batas normal.
2. Abses Otak
Komplikasi abses otak biasanya dialami oleh pasien yang telah mencapai usia di atas 2
tahun. Awitan penyakit sering kali tersembunyi di sertai demam derajat rendah. Mungkin
ditemukan nyeri tekan setempat pada cranium. Laju endap darah dan hitung jenis leukosit
dapat meningkat. Penderita juga dapat mengalami serangan seperti epilepsy. Tanda
neurologis yang terlokalsasi tergantung dari tempat dan ukuran abses tersebut.
3. Endocarditis Bakterialis
Komplikasi ini terjadi pada penderita yang tidak mengalami pembedahan, tetapi lebih
sering ditemukan pada anak yang menjalani prosedur pembuatan pintasan selama masa
bayi.
4. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif dapat terjadi pada bayi yang mengalami atresia paru dan
memiliki aliran darah kolateral yang besar. Kondisi ini hamper tanpa pengecualian, akan
menaglami penurunan selama bulan pertama kehidupan dan penderita menjadi sianosis
akibat sirkulasi paru yang menurun.
5. Hipoksia
Hipoksia terjadi akibat stenosis pulmonal yang menyebabkan aliran darah dalam paru
menurun.
H. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pasien TOF pada anak menurut Wong, dkk (2009), adalah
sebagai berikut antara lan :
1. Pengkajian
1) Identitas (data biografi)
Tetralogy fallot sering ditemukan pada anak-anak. Manifestasi yang paling sering muncul
adalah sianosis. Tetralogy fallot juga dapat diturunkan secara genetic dari orang tua yang
menderita jantung bawaan atau juga karena kelainan kromosom
2) Keluhan utama
Klien tetralogy fallot sering mengalami sianosis saat melakukan aktifitas fisik seperti
pada saat bayi atau anak-anak yang mulai belajar berjalan akan bermain aktif untuk
waktu singkat kemudian akan duduk atau berbaring
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada klien tetralogy fallot, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda sianosis, dyspnea,
sesak nafas ketika melakukan aktifitas, jantung berdebar.
4) Riwayat penyakit terdahulu
Perlu ditanyakan apakah klien terlahir premature atau ibu menderita infeksi rubella.
5) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan tentang riwayat penyakit tetralogy fallot pada anggota keluarga yang
lain karena penyakit ini dapat diturunkan secara genetic atau karena kelainan kromosom
6) Riwayat tumbuh
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena keletihan. Anak
akan sering jongkok selama beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.
7) Riwayat psikososial
Meliputi tugas perasaan anak terhadap penyakitnya, bagaiman perilaku anak terhadap
tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, perkembangan anak, koping yang digunakan,
kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan
penyesuaian keluarga terhadap stress.
8) Pengkajian fisik (ROS: Review Of Systeem)
a. B1 (pernafasan)
Nafas cepat dan dalam, dyspnea, sianosis, sesak nafas ketika melakukan aktivitas.
Auskultasi terdengar bising sistolik yang keras di daerah pulmonal yang semakin
melemah dengan bertamabahnya derajat obstruksi.
b. B2 (kardiovaskuler)
Takikardi, distritmia, adanya jari tabuh, setelah 6 bulan, sianosi pada membrane
mukosa, gigi sianotik.
c. B3 (Persarafan)
Kejang kaku kuduk, tingkat kesadaran letargi hingga koma bahkan kematian. Sakit
kepala berdenyut hebat pada frontal leher kaku. Tampak terus terjaga, gelisah,
menangis/mengadu/mengeluh.
d. B4 (Perkemihan)
Adanya inkontinensia dan / atau retensi urin.
e. B5 (Pencernaan)
Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan, sulit menyusu, anoreksia, muntah,
turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
f. B6 (Muskuloskeletal dan Intergumen)
Malaise, keterbatasan aktivitas atau istirahat karena kondisinya. Ataksia, lemas,
masalah berjalan, kelemahan umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Penuruanan curah jantung b/d malformasi jantung
2) Gangguan pertukaran gas b/d kongesti pulmonal
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kelelahan pada saat makan
dan meningkatkan kebutuhan kalori.
4) Kecemasan orang tua b/d kurang pengetahuan orang tua dan pospitalis
5) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat
nutrisi ke jaringan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders
untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2011).
5. Evaluasi
Diagnose keperawatan: Penurunan curah jantung
1. Klien menunjukkan penurunan episode dyspnea, angina dan distritmia
2. Klien menunjukkan perilaku untuk menurunkan beberapa kerja jantung
3. Klien menunjukkan nadi perifer kuat tidak ada kelelahan.
Kasus TOF
Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun dibawa ke RS dengan keluhan sesak nafas. Pada
saat pengkajian didapatkan kebiruan pada bibir, ujung jari tangan dan kaki. Ibu pasien
mengatakan tidak ada riwayat penyakit jantung dalam keluarga. Frekuensi nafas 60x/menit,
frekuensi nadi 140x/menit, tekanan darah 90mmHg, dan suhu 38,70 celcius. Pada auskultasi
jantung terdengar suara jantung 1 (S1) normal, suara jantung 2 (S2) tunggal dan keras. Pasien
tampak mudah lelah saat beraktivitas.
a. Diagnosa keperawatan yang muncul (beserta DS dan DO)
b. Intervensi dari masing-masing diagnosa
c. Diagnosa utama pada kasus di atas
d. Intervensi utama pada kasus di atas
Jawaban:
ANALISIS DATA
DS:
1) Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun dibawa ke RS dengan keluhan sesak nafas
2) Ibu pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit jantung dalam keluarga.
DO:
1) Pada saat pengkajian didapatkan kebiruan pada bibir, ujung jari tangan dan kaki
2) Frekuensi nafas 60x/menit,
3) frekuensi nadi 140x/menit,
4) tekanan darah 90mmHg, dan
5) suhu 38,70 celcius.
6) Pada auskultasi jantung terdengar suara jantung 1 (S1) normal,
7) suara jantung 2 (S2) tunggal dan keras.
8) Pasien tampak mudah lelah saat beraktivitas.
Intervensi
1) Monitor tanda-tanda vital
2) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
3) Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu nafas, dan
reaksi otot supraclaviculas dan interkosta
4) Observasi adanya perubahan tekanan darah
5) Monitor suara tambahan seperti ngorok atau mengih
6) Atur posisi klien senyaman mungkin (posisi semifowler di sarankan untuk masalah sesak
nafas)
7) Observasi adanya dyspnea, kelelahan, takipnea, dan ortopnea
8) Monitor saturasi oxygen pada pasien yang tersedia (seperti SAO2, SVO2, SPO2) sesuai
dengan protokol yang ada
Intevensi
1) Lakukan penilaian komprehensif terhadap sirkulasi perifer (misalnya cek nadi perifer,
edema, pengisian kapiler dan suhu ekstrimitas).
2) Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung.
3) Observasi tanda-tinda vital
4) Observasi status kardiovaskular
5) Observasi disritmia jantung termasuk gangguan irama dan konduksi
6) Observasi status respirasi terhadap gejala gagal jantung
7) Kenali adanya perubahan tekanan darah
8) Kolaborasi dalam pemberian terapi sesuai kebutuhan.
9) Instruksikan klien dan keluarga tentang pembatasan aktivitas.
10) Observasi adanya dyspnea, kelelahan, takipnea, dan ortopnea
Intervensi
1) Monitor tanda-tanda vital
2) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
3) Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu nafas, dan
reaksi otot supraclaviculas dan interkosta
4) Observasi adanya perubahan tekanan darah
5) Monitor suara tambahan seperti ngorok atau mengih
6) Atur posisi klien senyaman mungkin (posisi semifowler di sarankan untuk masalah sesak
nafas)
7) Observasi adanya dyspnea, kelelahan, takipnea, dan ortopnea
8) Monitor saturasi oxygen pada pasien yang tersedia (seperti SAO2, SVO2, SPO2) sesuai
dengan protokol yang ada
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kombinasi kelainan kongenital yang di kenal sebagai tetralogy fallot antara lain defekseptum
ventrikuler, pembesaran aorta, stenosis katub pulmoner, dan hipertrofi ventrikel kanan.
Penyebab tetralogy fallot terdiri dari dua factor yaitu endogen dan eksogen. Anak dengan
tetralogy fallot umumnya akan mengalami sesak saat beraktifitas, berat badan bayi yang
tidak bertambah, clubbing fingers, dan sianosis.pemeriksaan yang dilakukan antara lain
pemeriksaan darah, foto toraks, elektrokardiografi dan ekokardiografi.
B. Saran-saran
Aspiani. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler Aplikasi NIC
dan NOC, Jakarta : EGC, 2014.
Karso. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler, Yogyakarta : Nuha Medika