Anda di halaman 1dari 7

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan pasien (pasien safety) merupakan isu global yang perlu

diperhatikan dalam pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien menitikberatkan

perhatian pada penghindaran, pencegahan, mengurangi dari hasil yang tidak

diharapkan atau dari cidera yang berasal dari perawatan kesehatan itu sendiri

(Vincent, 2010). Menurut WHO, keselamatan pasien dimaknai dengan tidak

adanya bahaya pada pasien dimana bahaya tersebut seharusnya dapat dicegah

selama proses perawatan kesehatan (WHO,2016). Keselamatan pasien banyak

didiskusikan, tetapi sedikit yang membahas dari perspektif perawatan pasien

rawat inap yang mengalami gangguan jiwa (Kanerva Aet al., 2012).

Salah satu yang menjadi perhatian terkait dengan keamanan pasien adalah

adanya pencegahan jatuh. Pencegahan jatuh merupakan program multidisiplin,

namun asuhan keperawatan mempunyai peran penting dalam area ini (Tzeng,

2011). Menurut Hampel et al. (2013), dalam melaksanakan program pencegahan

jatuh membutuhkan strategi pengawasan yang ketat untuk menjamin ketaatan

kinerja staf dalam menjalankan protokol.

Selain multidisplin, pencegahan jatuh yang multikomponen dapat

menurunkan risiko jatuh sebesar 30%. Beberapa strategi pencegahan jatuh yang

multikomponen berdasarkan penelitian meta-analisis adalah pengkajian risiko

jatuh, pendidikan untuk pasien dan staf, perhatian terhadap alas kaki, gelang

penanda, penjadwalan pergi ke toilet, tinjauan obat dan pemeriksaan setelah

kejadian jatuh untuk menemukan penyebab jatuh (Miake-Lye et al., 2013).

1
2

Berdasarkan laporan nasional tentang kejadian jatuh pasien rawat inap di

Inggris menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kejadian jatuh yaitu

sebanyak 240.000 pasien jatuh pada tahun 2010 dan meningkat menjadi sebanyak

250.000 pasien jatuh pada tahun 2011 (National Patient Safety Agency dalam

Royal College of Physicians, 2015), sedangkan rata-rata angka kejadian jatuh

pasien rawat inap adalah 6,63 per 1000 OBDs (occupied bed day) dan rata-rata

angka kejadian jatuh yang menyebabkan cedera sedang, berat dan kematian

adalah sekitar 0,19 per 1000 OBDs (Royal College of Physicians, 2015).

Occupied Bed Days (OBDs) adalah hari yang dihitung ketika pasien masuk rumah

sakit sampai menginap pada malam hari (OECD Health Data, 2001).

Jumlah kejadian jatuh di wilayah Asia, yaitu di Negara Taiwan, adalah

sebanyak 504.512 pasien jatuh dan 19.442 diantaranya mengalami kejadian jatuh

yang berulang atau sebanyak 3,85% mengalami kejadian jatuh berulang setiap

tahun dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2011 (Lamet al., 2016). Data pasien

jatuh di Indonesia tidak banyak dipublikasikan.

Pasien gangguan jiwa mempunyai risiko untuk jatuh tiga kali lebih besar

dibandingkan pasien tidak mengalami gangguan jiwa. Selain itu pasien yang

menderita kebingungan, disorientasi atau impulsif mempunyai risiko yang tinggi

untuk jatuh (Allenet al., 2012). Berdasarkan laporan oleh Royal College Physician

di London pada tahun 2012 menunjukkan bahwa angka jatuh pada unit kesehatan

mental berkisar dari 7,7 sampai dengan 48 per 1000 OBDs yang mana lebih

tinggi daripada angka kejadian jatuh pada rumah sakit komunitas (4,5 sampai 12

jatuh per 1000 OBDs).


3

Pasien gangguan jiwa: schizophrenia, gangguan bipolar dan dimensia

mempunyai kecenderungan mengalami kejadian jatuh berulang. Kejadian jatuh

yang berulang akan meningkatkan risiko untuk terjadi cidera yang parah. Pasien

yang mempunyai risiko cidera mayor dan pernah jatuh lebih dari tiga kali akan

mempunyai risiko lima kali lebih besar untuk jatuh (Tseng, 2013).

Kejadian jatuh pada pasien rawat inap mempunyai dampak negatif secara

fisik dan psikologi, yaitu membuat ketidakmampuan, nyeri kronis, tidak mandiri,

menurunnya kualitas hidup dan kematian. Selain itu kejadian jatuh pada pasien

menjadi beban pada layanan kesehatan karena pasien membutuhkan pelayanan

tambahan dan tinggal di rumah sakit lebih lama (Accreditation Canada, 2014).

Diperkirakan pasien yang mengalami jatuh mempunyai beban biaya perawatan

60% lebih tinggi dibandingkan dengan pasien lainnya. Selain itu, diperkirakan

biaya fasilitas untuk merawat luka akibat jatuh mencapai $54.9 milyar pada tahun

2020 (Pearson et al., 2011).

Perawat mempunyai peran utama pada area pencegahan kejadian jatuh. Pada

praktik keperawatan, peran perawat harus lebih aktif dalam meningkatkan

keselamatan pasien dan dapat memprakarsai praktek yang lebih baik untuk

keselamatan pasien selama mereka punya keahlian dan pengetahuan (Kanervaet

al., 2012). Perawat harus dapat diandalkan dalam keahlian klinik dan pengambilan

keputusan di lingkungan populasi berisiko jatuh dan pencegahan luka akibat jatuh

sebagai bagian dari tim interdisiplin (Quigleyet al., 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Cope et al (2010) menunjukan terdapat

beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk pencegahan jatuh pada pasien
4

gangguan jiwa, diantaranya adalah pengkajian risiko jatuh dan pencegahan risiko

jatuh di klinik. Analisis keadaan jatuh dan faktor risiko jatuh pasien yang dirawat

di rumah sakit dapat menggunakan beberapa instrumen untuk mengkaji risiko

jatuh, seperti menggunakan Morse Fall Scale (MFS), Hendrich Fall Risk Model

(HFRM), Downtown scale dan St. Thomas Risk Assessment Tool in falling

elderly inpatients (STRATIFY) (Gallardo et al, 2013).

Berdasarkan studi pendahuluan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, dari hasil

wawancara kepada kepala ruang IRNA IV (personal communication, Oktober 13,

2016) disebutkan bahwa RSUP Dr Sardjito menggunakan EFRAT (Edmonson

Fall Risk Assessment Tool) sebagai instrumen pegkajian jatuh di bangsal jiwa

IRNA IV. Beberapa pasien yang dirawat di Bangsal Teratai RSUP DR Sardjito

mempunyai risiko jatuh karena mempunyai faktor risiko yang mayoritas ada pada

pasien yaitu usia, diagnosis depresi, dan obat anti psikotik, risperidon,

olanzaphine, clozapine, haloperidol. Pasien yang dirawat inap di Bangsal Teratai

juga terkadang mendapatkan terapi medis yang berupa ECT (Electro Convulsif

Therapi) yang akan meningkatkan tingkat risiko jatuh.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran tingkat risiko jatuh pada klien berdasarkan kategori

pasien jiwa?

2. Bagaimana manajemen risiko jatuh pada pasien gangguan jiwa di Bangsal

Teratai RSUP Dr. Sardjito?


5

C. Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat risiko jatuh pada

kategori pasien jiwa.

2. Untuk mengetahui manajemen risiko jatuh pada pasien gangguan jiwa di

Bangsal Teratai RSUP Dr. Sardjito.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Untuk memperkaya ilmu pengetahuan di bidang keperawatan jiwa dalam hal

risiko jatuh dan manajemen risiko jatuh pada pasien jiwa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang risiko jatuh pada pasien

jiwa dan bagaimana manajemennya

b. Bagi Peneliti Lain

Untuk memberikan referensi mengenai skor risiko jatuh pada kategori

pasien jiwa dan manajemennya.

c. Bagi Rumah Sakit

Untuk menjadi bahan evaluasi dalam strategi pencegahan dan manajemen

risiko jatuh pada pasien jiwa.

E. Keaslian Penelitian

Peneliti belum pernah menemukan penelitian terkait gambaran skor risiko

jatuh pada pasien jiwa dan penanganan risiko jatuh pada pasien yang dirawat di
6

Bangsal Teratai RSUP Dr. Sardjito.Beberapa penelitian yang berkaitan dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

1. Justin Newton Scanlan et al (2012) tentang Characteristic of fall in

inpatients psychiatric units. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor

yang mempengaruhi kejadian jatuh pada pelayanan kesehatan jiwa. Penelitian ini

mengguanakan metode retrospektif dengan melihat data kejadian jatuh dari 1 Juli

2007 sampai dengan 30 Juni 2010 di pelayanan kesehatan jiwa di Australia. Setiap

insiden jatuh yang dilaporkan direview oleh dua penulis untuk menentukan faktor

yang berkontribusi jatuh dengan metodologi koding yang ditetapkan Hasil

penelitian ini adalah terdapat 50% pasien jatuh dikarenakan factor fisiologi

(ketidakseimbangan tubuh), kejadian jatuh banyak terjadi di ruang tidur pasien,

kamar mandi, koridor dan luar ruangan. Aktivitas yang menyebabkan jatuh adalah

ketika berjalan (41%) dan transfer (15%). Persamaan dengan penelitian ini adalah

variabelnya yaitu risiko jatuh pada pasien jiwa.

2. Chieh Tseng et al (2013) tentang Risk Factor for Inpatient Falls at a

Mental Hospital. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor

prediktor jatuh pada pasien dengan gangguan jiwa. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini dengan mengumpulkan data pasien jatuh dan pasien tidak jatuh pada

pasien gangguan jiwa. Hasil dari penelitian ini adalah faktor yang berkontribusi

jatuh pada pasien jiwa adalah usia tua, diagnosa schizophrenia, gangguan bipolar,

dimensia dan ketergantungan obat. Persamaan dengan penelitian ini variabel

penelitian yaitu risiko jatuh pada pasien jiwa. Perbedaan dengan penelitian ini
7

adalah penelitian ini menentukan fakor prediksi risiko jatuh dengan mencari odd

ratio.

Anda mungkin juga menyukai