Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASKEP HIV/AIDS

Dosen : Ns. Nensi Tambing, S.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok V

Tasya Alivia Hasri 01.2018.024

Jiahan Fahirah 01.2018.027

Widya Ratna S.L.T 01.2018.026

Sundari. M 01.2018.023

Taufiq Purnama 01.2018.025

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES KURNIA JAYA PERSADA PALOPO
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmatnya,
kami dapat menyusun dan menyelesaikan Makalah Askep HIV/AIDS.

Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit kami mengalami hambatan dan
kesulitanAlhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu.Kami menyadari penyusunan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dalam segi isi maupun penulisan. Untuk itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif demi perbaikan makalah kami kedepannya.
Dan kami juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Palopo, 16 September 2020


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................
C. Tujuan..........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi........................................................................................................................
B. Etiologi........................................................................................................................
C. Patofisiologi.................................................................................................................
D. Manifestasi Klinis........................................................................................................
E. Klasifikasi....................................................................................................................
F. Penanggulangan...........................................................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian...................................................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan................................................................................................
C. Intervensi Keperawatan...............................................................................................
D. Implementasi Keperawatan.........................................................................................
E. Evaluasi Keperawatan.................................................................................................

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................................
B. Saran............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan dunia yang sangat


mengkhawatirkan, hal ini karena AIDS merupakan ancaman kehidupan dan sampai saat
ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit ini (Ebeniro, 2010). Peningkatan
kasus HIV/AIDS diperlukan kesiapan para tenaga kesehatan untuk memberikan bantuan
dan pelayanan pada psien-pasien HIV/AIDS.meskipun belum ditemukan obat yang bias
membunuh virus HIV /AIDS bias lebih meningkat usia harapan hidupnya dengan
didukung oleh perawatan yang adekuat agar tercapai kualitas hidup yang optimal. Pasien
HIV/AIDS yang menjalani perawatan masih merupakan masalah yang menaarik
perhatian para professional kesehatan, kualotas hidup pasien yang optimal menjadi isu
penting yang yang harus diperhatikan dalam memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif. Pasien biasa bertahan hidup dengan pengobatan rutin dan masih
menyisakan sejumlah persoalan penting sebagai dampak dari terapi pengobatan
HIV/AIDS (Nasronudin,2014)
B. Rumusan masalah
a. Apa definisi HIV/AIDS?
b. Apa etiologi HIV/AIDS?
c. Bagaimana patofisiologi dari HIV?
d. Apa manifestasi klinis HIV/AIDS?
e. Apa saja klasifikasi HIV/AIDS?
f. Bagaimana penanggulangan HIV/AIDS?
a. Bagiamana Asuhan Keperawatan pada penderita HIV/AIDS
C. Tujuan
b. Untuk mengetahui definisi dari HIV/AIDS.
c. Untuk mengetahui etiologi dari HIV/AIDS.
d. Untuk mengetahui patofisiologi dari HIV.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari HIV/AIDS.
f. Untuk mengetahui Klasifikasi dari HIV/AIDS.
g. Untuk mengetahui penanggulangan HIV/AIDS.
h. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada penderita HIV/AIDS
BAB II

PEMBAHASAN
A. DEFINISI

HIV atau merupakan singkatan dari Human immunotevicieency virus {HIV}


yaitu virus yang AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4
sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia.(depkes RI,2011).

AIDS(Aquired immune deficiency syndrome) merupakan penyakit defisiensi


kekebalan yang berat yang menimbulkan gejala –gejala penyakit yang tidak khas. Gejala-
gejala yang timbul tergantung dari infeksi oportunistik yang menyertainya, infeksi
oportunistik terjadi karena menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) yang disebabkan
rusaknya system imun tubuh akibat infeksi HIV tersebut (stine,2011)

B. ETIOLOGI
HIV merupakanan retrovirus RNA yang dikategorikan menjadi dua tipe, yaitu
tipe 1 dan tipe 2. HIV-1 selanjutnya dibagi menjadi: kelompok major (M); kelompok
outlier (O); dan kelompok non-M, non-O (N). Kebanyakan infeksi HIV terjadi pada
kelompok M. Melalui analisis sekuens genetik, kelompok M HIV-1 dibagi lagi menjadi 9
subtipe atau varian dari kelompok M HIV-1 subtipe A, B, C, D, F, G, H, J, dan K. HIV-2
mempunyai subtipe utama, yaitu A dan B. Organisasi genetik HIV-1 pada dasarnya
mempunyai persamaan dengan HIV-2, perbedaan terutama pada glikoprotein kapsul
(Nasronudin, 2014).
Transmisi HIV-1 mirip dengan Simian Immunodeficiency Virus (SIV) yang
menginfeksi simpanse di Afrika Tengah sedangkan HIV-2 mirip dengan SIV yang
menginfeksi monyet Mangabey Jelaga di Afrika Barat. HIV-1 merupakan retrovirus
patogenik yang lebih dominan dalam populasi manusia dibandingkan dengan HIV-2 yang
distribusinya lebih terbatas, tetapi HIV-2 cenderung lebih cepat berkembang daripada
HIV-1. HIV-1 dan HIV-2 ditularkan melalui hubungan seksual, penggunaan jarum suntik
bersama, transfusi darah, atau dari ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan,
ataupun proses menyusui. Target utama infeksi HIV adalah sel limfosit T CD4 (Takhar
dan Chin, 2018).
C. PATOFISIOLOGI HIV
Untuk dapat terinfeksi HIV diperlukan reseptor spesifik pada sel pejamu yaitu
molekul CD4. Molekul CD4 ini mempunyai afinitas yang sangat besar terhdap HIV,
terutama terhadap molekul glikoprotein (gp120) dari selubung virus. Di antara sel tubuh
yang memiliki molekul CD4, sel limfosit-T memiliki molekul CD4 paling banyak. Oleh
karena itu, infeksi HIV dimulai dengan penempelan virus pada limfosit-T. Setelah
penempelan, terjadi diskontinuitas dari membran sel limfosit-T sehingga seluruh
komponen virus harus masuk ke dalam sitoplasma sel limfosit-T, kecuali selubungnya.
Selanjutnya, RNA dari virus mengalami transkripsi menjadi seuntai DNA dengan
bantuan enzim reverse transcriptase. Akibat aktivitas enzim RNA-ase H, RNA yang asli
dihancurkan sedang seuntai DNA yang terbentuk mengalami polimerisasi menjadi dua
untai DNA dengan bantuan enzim polimerase. DNA yang terbentuk ini kemudian pindah
dari sitoplasma ke dalam inti sel limfosit-T dan menyisip ke dalam DNA sel pejamu
dengan bantuan enzim integrase, disebut sebagai provirus. Provirus yang terbentuk ini
tinggal dalam keadaan laten atau dalam keadaan replikasi yang sangat lambat, tergantung
pada aktivitas dan deferensiasi sel pejamu (T-CD 4) yang diinfeksinya, sampai kelak
terjadi suatu stimulasi yang dapat memicu dan memacu terjadinya replikasi dengan
kecepatan tinggi. (IDAI, 2008).
Setelah HIV masuk ke dalam tubuh baik melalui sirkulasi atau melalui mukosa,
HIV pertama-tama dibawa ke dalam kelenjar limfe regional. Di sini terjadi replikasi virus
yang kemudian menimbulkan viremia dan infeksi jaringan limfoid yang lain (multipel)
yang dapat menimbulkan limfadenopati subklinis. (IDAI, 2008) Sementara itu, sel
limfosit-B yang terdapat di dalam sentrum germinativum jaringan limfoid juga
memberikan respon imun yang spesifik terhadap HIV. Hal ini yang mengakibatkan
limfadenopati yang nyata akibat hiperplasia atau proliferasi folikular yang ditandai oleh
meningkatnya sel dendrit folikular di dalam sentrum germinativum dan sel limfosit T-
CD4. Akumulasi sel limfosit TCD4 yang meningkat di dalam jaringan limfoid ini selain
akibat proliferasi in situ tersebut, juga berasal dari migrasi limfosit dari luar. Migrasi sel
T-CD4 dari luar inilah yang mengakibatkan penurunan sel T-CD4 di dalam sirkulasi
secara tiba– tiba yang merupakan gejala yang khas dari sindrom infeksi HIV akut. Di
samping itu, sel limfosit-B menghasilkan berbagai sitokin yang dapat mengaktifkan dan
sekaligus memudahkan infeksi sel T-CD4. (IDAI, 2008).
Pada fase awal dan tengah penyakit, ikatan partikel HIV, antibodi dan komplemen
terkumpul di dalam jaring-jaring sel dendritik folikular. Seperti telah dikemukakan, HIV
di dalam sel T-CD4 dapat tinggal laten untuk waktu yang panjang sebelum kemudian
mengalami replikasi kembali akibat berbagai stimulasi. Pada fase yang lebih lanjut,
dengan demikian, tidak lagi ditemukan partikel HIV yang bebas oleh karena semuanya
terdapat di dalam sel. Hal lain yang dapat diamati adalah dengan progresivitas penyakit
terjadilah degenerasi sel dendrite folikular sehingga hilanglah kemampuan organ limfoid
untuk menjerat partikel HIV yang berakibat meningkatnya HIV di dalam sirkulasi. Hal
ini sudah tentu meningkatkan penyebaran HIV ke dalam berbagai organ tubuh. (IDAI,
2008)

D. MANIFESTASI KLINIS

Secara umum manifestasi gejala dan tanda dari HIV menurut nasronudin
(2014)dapat dibagi menjadi 4 tahap yaitu :

1. Tahap infeksi akut ,pada tahap ini muncul gejala tetapi tidak speksifik . Tahap ini
berlangsung 6 minggu hingga pertama setelah paparan HIV dapat berupa demam,
rasa letih nyeri otot dan sendi nyeri telan, dan pembesaran kelenjar getah bening,
dapat juga disertai meningitis aseptic yang ditandai demam ,nyeri kepala
hebat,kejang-kejang dan kelumpuhan saraf otak.
2. Tahap asimtomatis, pada tahap ini gejala dan keluhan hilang, tahap ini berlangsung 6
minggu hinggga beberapa bulan bahkan tahun setelah infeksi, pada saat ini sedang
terjadi internalisasi HIV ke intraseluler .pada tahap ini penderita aktivitas masih
normal.
3. Tahap simtomatis ,pada tahap gejala dan keluhan lebih spesifik dengan gradasi
sedang sampai berat, berat badan menurun tetapi tidak sampai 10% pada selaput
mulut terjadi sariawan berulang, terjadi peradangan pada sudut mulut,dapat juga
ditemukan infeksi bakteri pada saluran nafas bagian atas namun penderita dapat
melakukan aktivitas meskipun terganggu penderita lebih banyak berada ditempat
tidur meskipun kurang 12 jam perhari dalam bulan terakhir.
4. Tahap AIDS ,pada tahap ini terjadi penurunan berat badan lebih 10%,diare yang lebih
dari 1 bulan,panas yang tidak diketahui sebabnya lebih dari satu bulan, kandidiasis
oral,oral hairy leukoplakia, tuberkulosos paru, dan pneumonia bakteri, penderita
berbaring ditempat tidur lebih dari 12 jam sehari selama sebulan terakhir, penderita
diserbu berbagai macam infeksi sekunder ,misalnya pneumonia pneumokiistik karinii,
toksoplasmosis otak,diare akibat kriptosporidosis , penyakit virus sistomegalo,infeksi
virus herpes ,kandidiasis pada esophagus ,trachea, bronchus atau paru serta infeksi
jamur jenis lain misalnya histoplasmosis,koksiodomikosis.

E. KLASIFIKASI

Derajat berat infeksi HIV menurut nasronudin (2014) dapat ditentukan sesui
ketentuan WHO melalui stadium klinis pada orang dewasa serta klasifikasi klinis dan
CD4dari centers of disease control(CDC) yaitu :

a. Stadium klinis 1, menunjukan gejala asimtomatis , limadenopati persistent


generalisata. Penampilan /aktivitas fisik skala 1: asimtomatis ,aktivitas normal .
b. Stadium klinis II, menunjukkan penurunana berat badan tetapi <10%,dari berat badan
sebelumnya ,gejala mukokutaneneus minor (dermatitis serbohoic,prurigo, infeksi
jamur pada kuku ,ulserasi mukosa oral berulang ,cheilitis angularis ),herpes zoster
dalam 5 tahun terakhir ,infeksi berulang pada saluran pernafasan atas (missal:
sinusitis bacterial). Penampilan /aktivitas fisik skala II :simtomatis ,aktivitas normal.
c. Stadium klinis III, menunjukkan penurunan berat badan >10%,diare kronis dengan
penyebab tidak jelas >1 bulan, demam dengan sebab yang tidak jelas (inttermitent
atau tetap ) >1 bulan,kandidiasis oris ,oral hairy leukoplakia,TB pulmoner dalam satu
tahun terakhir ,infeksi bacterial berat (missal : pneumonia,piomisiositis ). Penampilan
? aktivitas fisik skala III :lemah, berada ditempat tidur <50%perhari dalam bulan
terakhir .
d. Stadium klinis IV ,Munculnya HIV wasting syndrome sesuai yang ditetapkan
CDC ,pneumocystis carinii pneumonia (pcp) ,ensefalitis toksoplasmosis , diare karena
cryptosporidiosis>1 bulan ,cryptococcosis ekstrapulmoner , infeksi virus
sitomegalo,infeksi herpes simpleks >1 bulan ,berbagai infeksi jamur berat
(histoplasma, coccidiodomycosis).kandidiasis esophagus dan trachea atau bronkus,
mikobakteriosis atypical, salmonellosis non-typoid disertai setikemia, TB ekstra
pulmoner ,limfoma maligna ,sarcoma kaposis ,enselopati HIV ,penampilan /aktivitas
fisik skala IV: sangat lemah ,selalu berada ditempat tidur >50% perhari dalam bulan
terakhir.

F. PENANGGULANGAN HIV/AIDS
1. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat yang
benar dan komprehensif tentang pencegahan penularan HIV dan menghilangkan
stigma serta diskriminasi. Promosi ini dilaksanakan oleh tenaga kesehatan maupun
non kesehatan yang sudah terlatih. Masysrakat yang menjadi sasaran promosi
kesehatan adalah populasi kunci. Populasi kunci adalah : pengguna napza suntik,
wanita pekerja seks (WPS) langsung maupun tidak langsung, pelanggan/pasangan
seks WPS, gay, waria, laki pelanggan/pasangan seks dengan sesama laki dan warga
binaan lapas/rutan.
2. Pencegahan penularan HIV
a. Pencegahan HIV melalui hubungan seksual. Upaya yang dilakukan
(ABC)/(ABCDE):
 Tidak melakukan hubungan seks (Abstinensia) : bagi yang belum menikah
 Setia dengan pasangan (Be faithful) : hanya berhubungan seksual dengan
pasangan tetap yang diketahui tidak terinfeksi HIV
 Menggunakan kondom secara konsisten (Condom Use) : menggunakan
kondom bila terpaksa berhubungan seksual yang berisiko atau dengan
pasangan yang telah terinfeksi HIV
 Menghindari penggunaan obat/zat aditif (no Drugs) → non seksual
 Meningkatkan kemampuan pencegahan melalui edukasi termasuk mengobati
IMS sedini mungkin (Education)
 Melakukan pencegahan lain, antara lain : sirkumsis
b. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual
 Uji saring darah pedonor ; penggunaan darah yang aman dari HIV
 Pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis yang melukai
tubuh : penggunaan peralatan steril, memenuhi standar operasional prosedur
dan kewaspadaan umum (universal precaution), pencegahan infeksi sesuai
dengan standar
 Pengurangan dampak buruk pada pangguna napza suntik : program layanan
alat suntik steril dengan konseling perubahan perilaku serta dukungan
psikososial, mendorong menjalani terapi/rehabilitasi, mendorong melakukan
pencegahan penularan seksual, layanan konseling dan tes HIV.
c. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
 Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif;
 Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV;
 Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang
dikandungnya : pemberian ARV kepada ibu, pilihan cara melahirkan : operasi
caesar akan mengurangi risiko penularan, pilihan untuk tidak menyusui
anaknya.
 Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV
beserta anak dan keluarganya.
 Setiap bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV harus dilakukan tes
serologi HIV (DNA/RNA) dimulai pada usia 6 (enam) sampai dengan 8
(delapan) minggu atau tes serologi HIV pada usia 18 (delapan belas) bulan ke
atas.
 Setiap bayi baru lahir dari ibu HIV dan AIDS harus segera mendapatkan
profilaksis ARV dan kotrimoksaso
3. Pengobatan, perawatan dan dukungan
a. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak pengobatan dan perawatan
ODHA, jika fasilitasi yang ada tidak mampu maka penderita harus dirujuk
b. Setiap orang yang terinfeksi HIV diregistrasi secara nasional
c. Pengobatan HIV bertujuan untuk mengurangi risiko penularan HIV,
menghambat perburukan infeksi oportunistik dan meningkatkan kualitas hidup
pengidap HIV.
d. Pengobatan HIV dan AIDS dilakukan dengan 3 cara : Terapeutik, profilaksis dan
penunjang.
1) Pengobatan Terapeutik : meliputi pengobatan ARV (Anti Retro Viral),
pengobatan IMS (Infeksi Menular Seksual) dan pengobatan infeksi
oportunitis.
2) Pengobatan profilaksis : Pemberian ARV pasca pajanan dan pemberian
kotrimoksasol untuk terapi dan profilaksis
3) Pengobatan penunjang : tatalaksana gejala : multivitamin, dukungan nutrisi,
pendidikan kesehatan, pencegahan komplikasi dan infeksi oportunistik,
perawatan paliatif, dukungan psikologis kesehatan mental, dukungan sosial
ekonomi, kelompok-kelompok dukungan.
e. Pengobatan ARV diberikan setelah mendapatkan konseling, mempunyai
pengingat minum obat (PMO) dan pasien setuju patuh terhadap pengobatan
seumur hidup. Indikasi : jika penderita HIV yang telah menunjukan stadium
klinis 3 atau 4 atau jumlah sel limfosit T CD4 < 350 sel/mm3, Ibu hamil dengan
HIV, Penderita HIV dengan Tuberkulosis. Pengobatan ARV dimulai di rumah
sakit (minimal tipe C) dan dapat dilanjutkan di Puskes mas atau fasilitas
kesehatan lainnya. Ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang diperlukan
untuk penanggulangan HIV AIDS dijamin oleh pemerintah, yang meliputi :
kondom, lubrikan, alat suntik steril, reagensia untuk tes HIV dan IMS. Obat
ARV, obat TBC, obat IMS, obat untuk infeksi oportunistik. Perawatan dan
pengobatan bagi orang terinfeksi HIV yang miskin dan tidak mampu ditanggung
oleh Negara.
4. Rehabilitas
Rehabilitasi dilakukan melalui rehabilitasi medis dan social. Ditujukan untuk
mengembalikan kualitas hidup untuk menjadi produktif secara ekonomi dan sosial ;
pemberdayaan ketrampilan kerja, dll
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.
2. Keluhan utama.
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui keluahn
utama sesak nafas. Keluahn utama lainnya dirtemui pada pasien penyakit HIV AIDS,
yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari 1 bulan
berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis
lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur candida
albikans, pembekakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh, munculnya herpes
zooster berulang dan bercak-bercak gatal diesluruh tubuh.
3. Riwayat kesehatan sekarang.
Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya disampaikan pasien HIV AIDS adalah:
pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki
manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyreri dada, dan demam, pasien akan
mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat
penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan
penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita penyakit
HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV.
Pengakajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya
keluarga bekerja ditempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja seks
komersial).
6. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi :
 Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat.
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau gangguan pada
personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK
dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan
tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat.
 Pola nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsu makan, mual,
muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan berat badan
yang cukup drastis dalam jangka waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB).
 Pola eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus berdarah.
 Pola istrihat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidur mengalami gangguan
karena adanya gejala seperti demam dan keringat pada malam hari yang berulang.
Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan depresi terhadap penyakit.
 Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan mengalami perubahan. Ada
beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini
disebabkan mereka menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan
kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang
lemah.
 Pola prespsi dan kosep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan mara, cemas, depresi dan
stres.
 Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya ingat,
kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain
yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
 Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan interpesonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri
rendah.
 Pola penanggulangan stres
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisa dan
depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawtan, perjalanan
penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, marah, kecemasan,
mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif dan adaptif.
 Pola reproduksi skesual
Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu karean
penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan berubah, karena
mereka menganggap hal yang menimpa mereka sebagai balasan perbuatan
mereka. Adanya status perubahan kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
mempengaruhi nilai kepercayaan pasien dalam kehidupan mereka dan agama
merupakan hal penting dalam hidup pasien.
7. Pemeriksaan fisik
 Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah
 Kesdaran : composmentis kooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran,
apatis, somnolen, stupor bahkan koma.
 Vital sign :
TD; biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi; terkadang ditemukan
frekuensi nadi meningkat, pernapasan : biasanya ditemukn frekuensi pernapasan
meningkat, suhu; suhu biasanya ditemukan meningkat krena demam, BB ;
biasanya mengalami penrunan(bahkan hingga 10% BB), TB; Biasanya tidak
mengalami peningkatan (tinggi badan tetap).
 Kepala : biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika
 Mata : biasnay konjungtifa anemis , sce;era tidak ikterik, pupil isokor,refleks
pupil terganggu
 Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung
 Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur
criptococus neofarmns)
 Gigi dan mulutr : biasany ditemukan ulserasi dan adanya bercak- bercak putih
seperti krim yang menunjukan kandidiasis
 Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan
 Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai dengan
TB napas pendek (cusmaul)
 Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif
 Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tandatanda lesi (lesi
sarkoma kaposi)
 Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus oto menurun,
akral dingin

B. DIAGNOSA
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungn dengan penyakit paru obstruksi
kronis.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurologis, ansietas,
nyeri, keletihan.
3. Diare berhubungan dengan infeksi.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
5. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare.
6. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis.
7. Ketidakmampuan menelan.
8. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis
9. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
10. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolism
11. Kerusakan integritas kulitberhubungan dengan perubahan status cairan, perubahan
pigmentasi perubahan turgor kulit.

C. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungn dengan penyakit paru obstruksi
kronis.
Kriteria Hasil(NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status pernafasan tidak terganggu
dengan kriteria hasil : Deviasi ringan dari kisaran normal frekuensi pernafasan;
Deviasi ringan dari kisaran normal auskultasi nafas; Deviasi ringan dari kisaran
normal kepatenan jalan nafas; Tidak ada retraksi dinding dada.
Interervensi (NIC)
 Manajemen jalan napas:
1) Posisikan pasien untuk meminimalkan ventilasi;
2) motivasi pasien untuk bernafaas pelan-pelan, berputar dan batuk;
3) Auskultasi bunyi nafas, cata area yang ventilasinya menurun tidak dan adanya
suara napfas tambahan.
 Fisioterapi dada:
1) Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada kepada pasien;
2) Monitor status respirasi dan kardiologi (misalnya denyut, irama, suara
kedalaman nafas);
3) Monitor jumlah dan karakteristik sputum; Ajarkan pasien melakukan relaksasi
napsa dalam.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurologis, ansietas,
nyeri, keletihan.
Kriteria Hasil(NOC)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan status pernafasan tidak terganggu
dengan kriteria hasil : Frekuensi pernafasan tidak ada deviasi dari kisaran normal;
Irama pernafasan tidak ada deviasi dari kisaran normal; Tidak ada retraksi dinding
dada; Tidak ada suara nafas tambahan; Tidak ada pernafasan cuping hidung
Interervensi (NIC)
 Manajemen jalan nafas:
1. Posisikanpasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Lakukan fisioterapi dada, sebagai mana mestinya
3. Buang secret dengan memotivasi klien untuk batuk efektif atau menyedot
lendir
4. Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau ada dan
tidaknya suara napas tambahan
3. Diare berhubungan dengan infeksi.
Kriteria Hasil(NOC)
Setelah dilakukan tindakan keeperawatan diharapkan pola eliminasi usus tidak
terganggu dengan kriteria hasil : pola eliminasi tidak terganggu; suara bising usus
tidak terganggu; diare tidak ada.
Interervensi (NIC)
 Manejemen saluran cerna :
1) Monitor buang air besar termasuk frekuensi konsistensi, bentuk, volume dan
warna;
2) Monitor bising usus
 Manajeman diare :
1) Identifikasi faktor yang bisa menybabkan diare (misalnya medikaasi, bakteri )
2) Amati turgor kulit secara berkala
3) Monitor kulit perinium terhadap adanya iritasi dan ulserasi
4) Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejal diare menetap.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
Kriteria Hasil(NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan tidak
terganggu dengan kriteria hasil: Tekanan darah tidak terganggu; keseimbangan intake
dan output dalam 24 jam tidak terganggu; turgor kulit tidak terganggu.
Interervensi (NIC)
 Manajemen cairan:
1) Jaga intake dan output pasien; monitor status hidrasi (misalnya membran
mukosa lembab, enyut nadi adekuat)
2) Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan retensi cairan (misalnyab
peningkatan berat jenis, peningkatan BUN, penurunan hematokrit, dan
peningkatan kadar osmolitas)
3) Monitor tanda-tanda vital; berikan diuretik yang diresepkan.
 Monitor Cairan :
1) Tentukan jumlah dan jenis asupan cairan cairan serta kebiasaan eliminasi
2) Tentuka faktor-faktor yang menyebabkan ketidak seimbangan cairan
3) Periksa turgor kulit
4) Monitor tekanan darah, denyut jantung, dan stautus pernafasan
5) Monitor membran mukosa, turgor kulit, dan respon haus,

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan atau intervensi.

E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan dilakukan sesusai dengan kriteria hasil yang ditetapkan.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
HIV atau merupakan singkatan dari Human immunotevicieency virus {HIV}
yaitu virus yang AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4
sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS(Aquired immune
deficiency syndrome) merupakan penyakit defisiensi kekebalan yang berat yang
menimbulkan gejala –gejala penyakit yang tidak khas. Gejala-gejala yang timbul
tergantung dari infeksi oportunistik yang menyertainya, infeksi oportunistik terjadi
karena menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) yang disebabkan rusaknya system
imun tubuh akibat infeksi HIV tersebut.

Secara umum manifestasi gejala dan tanda dari HIV menurut nasronudin
(2014)dapat dibagi menjadi 4 tahap yaitu Tahap infeksi akut, Tahap asimtomatis, Tahap
simtomatis dan Tahap AIDS. Derajat berat infeksi HIV menurut nasronudin (2014) dapat
ditentukan sesui ketentuan WHO melalui stadium klinis pada orang dewasa serta
klasifikasi klinis dan CD4 dari centers of disease control (CDC) yaitu Stadium klinis 1
(salah satunya menunjukan gejala asimtomatis), Stadium klinis II (salah satunya
menunjukkan penurunana berat badan tetapi <10%,dari berat badan sebelumnya),
Stadium klinis III (salah satunya menunjukkan penurunan berat badan >10%,diare kronis
dengan penyebab tidak jelas >1 bulan), dan Stadium klinis IV ( salah satunya, muncul
HIV wasting syndrome sesuai yang ditetapkan CDC). Adapun PENANGGULANGAN
HIV/AIDS yaitu Promosi Kesehatan, Pencegahan penularan HIV, Pengobatan, perawatan
dan dukungan serta melakukan Rehabilitas.

B. SARAN
Bagi perawat sebaiknya dalam melakukan tindakan untuk mengatasi diagnosa
keperawatan yang telah ditetapkan harus berdasarkn teori NANDA NIC NOC.
Disarankan untuk berpikir kritis dalam menentukan diagnosa, intervensi,serta
implementasi dan evaluasi keperawatan sehingga penerapan asuhan keperawatan dapat
mengevaluasi tindakan dengan assesment berhasil. Bagi Instittusi Pendidikan Hasil
makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa
keperawatan untuk pengembangan pembelajaran studi kasus berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Jasmiranda, Putri. 2017. Pengalaman Keluarga dalam Merawat Pasien HIV/AIDS Selama
Menjalani Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Diambil

Khairunnisa. 2018. Proporsi Bayi yang Terinfeksi dan Tidak Terinfeksi HIV pada Ibu Penderita
HIV yang Melahirkan di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014 – 2017. Diambil
dari http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/14952. 20 September 2020

Herdmman, T. Heather. 2018. Nanda-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-
2020 Edisi 11. Jakarta : EGC

Bulecheck. M dkk. 2016. Edisi Keenam Nursing Intervension Classification (NIC) Edisi Bahasa
Indonesia. Singapura : Elsevier

Moorhead, Sue, dkk. 2013. Edisi Kelima Nursing OutcomeClassification (NOC) Pengukuran
Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia. Singapore : Elsevier

Anda mungkin juga menyukai