Anda di halaman 1dari 38

Mata Kuliah : Epidemiologi Communicable And Non Communicable Disease

Dosen : Dr. Sitti Patimah, SKM., M.Kes.

MAKALAH
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT INFEKSI KLASIK,
DAN PENYAKIT YANG DICEGAH DENGAN IMUNISASI

MUHAMMAD SARWIN
(0004.10.14.2020)

PASCASARJANA UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
Alhamdulillah tepat waktu dengan judul epidemiologi penyakit infeksi klasik, dan
penyakit yang dicegah dengan imunisasi.
Tidak lupa pula shalawat dan salam atas junjungan nabi Muhammad SAW
sebagai suri tauladan bagi sekalian Ummat dalam segala aspek dalam kehidupan,
sehingga menjadi motivasi kami dalam menuntut ilmu dalam bangku perkuliahan.
Makalah ini berisikan tentang epidemiologi penyakit infeksi klasik, dan penyakit
yang dicegah dengan imunisasi. Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan masih banyak terdapat kesalahan baik dalam kata-kata ataupun
pengertian mengenai epidemiologi penyakit infeksi klasik, dan penyakit yang dicegah
dengan imunisasi.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan ikut serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Apabila
banyak kesalahan dalam kata ataupun penulisan kami mohon maaf dan kepada Allah
kami mohon ampun. Semoga Allah swt senantiasa meridhoi segala urusan kita.
Aamiin.

Masamba, 18 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR...............................................................................................

...................................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................

..................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................

..................................................................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................

......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................

......................................................................................................................2

C. Tujuan............................................................................................................

......................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................

..................................................................................................................................3

A. Konsep Epidemologi Penyakit Infeksi Klasik...............................................

......................................................................................................................3

B. Diare...............................................................................................................

......................................................................................................................9

C. TBC................................................................................................................

....................................................................................................................11

D. ISPA...............................................................................................................

....................................................................................................................15

ii
E. Thypoid..........................................................................................................

....................................................................................................................18

F. Rabies.............................................................................................................

....................................................................................................................21

G. Malaria...........................................................................................................

....................................................................................................................23

H. Campak..........................................................................................................

....................................................................................................................26

I. Hepatitis C......................................................................................................

....................................................................................................................29

J. HIV-AIDS......................................................................................................

....................................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

................................................................................................................................34

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit menular adalah penyakit yang ditularkan dari seseorang,
hewan atau sumber mati ke orang lain baik secara langsung, dengan bantuan
vektor atau dengan cara lain. Penyakit menular mencakup jangkauan yang lebih
luas daripada penularan penyakit menular dari orang ke orang; mereka termasuk
penyakit parasit di mana vektor digunakan, zoonosis dan semua penyakit
menular. Unsur penularan inilah yang membedakan penyakit ini dengan penyakit
tidak menular.(Webber, 2009)
Ancaman penyakit menular—serta ketakutan dan kepanikan yang
mungkin menyertainya—mengakibatkan berbagai risiko ekonomi dan sosial.
Sehubungan dengan wabah dan epidemi (baik yang terjadi secara alami atau
yang dipicu oleh manusia), ada biaya yang jelas harus ditanggung bagi sistem
kesehatan dalam hal perawatan medis dan wabah. kontrol. Wabah yang cukup
besar dapat membanjiri sistem kesehatan, membatasi kapasitas untuk menangani
masalah kesehatan rutin lainnya dan dengan demikian menambah tekanan pada
sistem. Di luar guncangan pada sektor kesehatan, epidemi memaksa mereka yang
sakit dan pengasuh mereka kehilangan pekerjaan atau kurang efektif dalam
pekerjaan mereka, mengganggu produktivitas. Ketika sumber daya manusia
penting seperti insinyur, ilmuwan, dan dokter terpengaruh, dampak produktivitas
dapat diperbesar.
Ketakutan akan infeksi dapat mengakibatkan jarak sosial atau penutupan
sekolah, perusahaan, tempat komersial, transportasi, dan layanan publik — yang
semuanya mengganggu kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial lainnya yang
berharga. Kekhawatiran akan penyebaran bahkan wabah yang relatif terkendali
dapat menyebabkan penurunan perdagangan.

1
Dampak ekonomi besar yang diproyeksikan dari pandemi Influenza terutama
berasal dari tingginya angka kematian dan kesakitan yang tidak dapat
diantisipasi.(Bloom & Cadarette, 2019)

B. Rumusan Masalah
1. Konsep Epidemologi Penyakit Infeksi Klasik
2. Diare
3. ISPA dan TB
4. Thypoid
5. Rabies
6. Malaria
7. Campak
8. Hepatitis
9. HIV-AIDS

C. Tujuan
1. Konsep Epidemologi Penyakit Infeksi Klasik
2. Diare
3. ISPA dan TB
4. Thypoid
5. Rabies
6. Malaria
7. Campak
8. Hepatitis
9. HIV-AIDS

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Epidemologi Penyakit Infeksi Klasik


1. Epidemiologi Penyakit Menular
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang
kedokteran mendorong para tenaga ahli selalu mengadakan riset terhadap
berbagai penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit menular demi
mengatasi kejadian penderitaan dan kematian akibat penyakit. Pengertian
Epidemiologi menurut asal kata, jika ditinjau dari asal kata Epidemiologi
berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 3 kata dasar yaitu Epi yang
berarti pada atau tentang, Demos yang berarti penduduk dan kata terakhir
adalah Logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi Epidemiologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang penduduk. Sedangkan dalam pengertian modern
pada saat ini adalah ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan distribusi
(penyebaran) serta determinant masalah kesehatan pada sekelompok orang
atau masyarakat serta determinasinya (faktor-faktor yang
mempengaruhinya).
Dalam epidemiologi ada tiga faktor yang dapat menerangkan
penyebaran (distribusi) penyakit atau masalah kesehatan yaitu orang
(person), tempat (place), dan waktu (time). Informasi ini dapat digunakan
untuk menggambarkan adanya perbedaan keterpaparan dan kerentanan.
Perbedaan ini bisa digunakan sebagi petunjuk tentang sumber, agen yang
bertanggung jawab, transisi, dan penyebaran suatu penyakit.(Irwan, 2017)

2. Pengertian Penyakit Menular


Menurut Natoadmodjo (2003) Penyakit menular adalah penyakit yang
dapat ditularkan (berpindah dari orang yang satu ke orang yang lain, baik

3
secara langsung maupun melalui perantara). Penyakit Menular [comunicable
Diseasse] adalah penyakit yang disebabkan oleh transmisi infectius
agent/produk toksinnya dari seseorang/reservoir ke orang lain/susceptable
host.(Irwan, 2017)

3. Mekanisme Penularan Penyakit Menular


Berdasarkan jalur penularan terbagi
a) Penularan langsung yakni penularan penyakit terjadi secara langsung
dari penderita atau resevoir, langsung ke penjamu potensial yang baru.
b) Penularan tidak langsung yakni penularan penyakit terjadi dengan
melalui media tertentu seperti melalui udara (air borne) dalam bentuk
droplet dan dust, melalui benda tertentu (vechicle borne), dan melalui
vector (vector borne).

Berdasarkan media penularannya, penyakit menular dibedakan atas


beberapa sumber penularan terdiri atas :
a) Penyakit yang ditularkan melalui air
b) Penyakit yang ditularkan melalui media udara (Air borne disease)
c) Penyakit yang ditularkan secara langsung orang ke orang melalui cairan
darah
d) Penyakit yang penularan langsung dari hewan ke orang
e) Penularan dari orang ke orang melalui kontak benda lain
f) Penularan melalui perantara makanan dan minuman (Food borne
disease)
g) Penularan melalui vektor (vektor borne disease).

4
Berdasarkan Spektrum Penyakit Menular
a) Epidemik : Berjangkit suatu penyakit pada sekelompok orang di
masyarakat dengan jenis penyakit, waktu dan sumber yang sama di luar
keadaan yang biasa (KLB).
b) Endemik : Suatu keadaan berjangkitnya prevalensi suatu jenis penyakit
yang terjadi sepanjang tahun dengan frekuensi yang rendah di suatu
tempat. Contoh penyakit malaria.
c) Sporadik : Jenis penyakit yang tidak tersebar merata pada tempat dan
waktu yang tidak sama, pada suatu saat dapat terjadi endemik, contoh
penyakit Polio.
d) Pandemik : Jenis penyakit yang berjangkit dalam waktu cepat dan
terjadi bersamaan diberbagai tempat diseluruh dunia contoh : Flu.
(Irwan, 2017)

4. Prinsip dan Metode Kontrol


4.1. Prinsip Kontrol
Kontrol dapat diarahkan baik pada agen, rute transmisi, host atau
lingkungan.
A. Agen :
Pemusnahan agen dapat dengan pengobatan khusus, menggunakan
obat-obatan yang membunuh agen dalam hidup, atau jika berada di
luar tubuh, dengan penggunaan antiseptik, sterilisasi, pembakaran
atau radiasi.
B. Transmisi
Ketika agen mencoba melakukan perjalanan ke host, ia berada pada
posisi yang paling rentan; oleh karena itu, banyak metode kontrol
telah dikembangkan untuk menginterupsi transmisi. Karantina atau
isolasi Menjaga agen pada jarak yang cukup dan untuk jangka

5
waktu yang cukup jauh dari inang sampai mati atau menjadi tidak
aktif dapat efektif dalam mencegah penularan. Karantina atau
isolasi
C. Inang
Inang dapat dilindungi dengan metode fisik (kelambu, pakaian,
perumahan, dll), dengan vaksinasi terhadap penyakit tertentu atau
dengan mengambil profilaksis secara teratur.
D. Lingkungan
Lingkungan tuan rumah dapat ditingkatkan melalui pendidikan,
pendampingan (sarana pertanian, pembangunan rumah, subsidi,
pinjaman, dll), dan peningkatan komunikasi (untuk memasarkan
hasil produksinya, menjangkau fasilitas kesehatan, bersekolah, dll).
Dalam perjalanan waktu, ini akan menjadi metode yang paling
efektif untuk mencegah kelanjutan dari siklus transmisi.(Webber,
2009)

4.2. Metode Pengendalian – Vaksinasi


Undang - Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa
setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan
ketentuan. Imunisasi dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pemerintah wajib memberikan
imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Penyelenggaraan
imunisasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12
Tahun 2017 yang diundangkan tanggal 11 April 2017.
Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) antara lain TBC, difteri,
tetanus, hepatitis B, pertusis, campak, rubella, polio, radang selaput
otak, dan radang paru-paru. (Infodatin, 2020)

6
Vaksinologi modern juga telah membuat kemajuan spektakuler dalam
beberapa tahun terakhir dengan penggunaan teknologi paling modern.
Pemberantasan banyak penyakit di seluruh dunia kini telah menjadi
tujuan yang realistis. Konsekuensi jangka panjang dari penyakit kronis,
seperti hepatitis B yang diinduksi hepatoma, telah jelas terbukti
berkurang secara drastis di antara anak-anak di Taiwan. Strategi vaksin
baru sedang dieksplorasi, seperti penggunaan vaksin terkonjugasi,
protein rekombinan, pseudovirion dan vaksin DNA. Sistem pengiriman
juga meningkat dengan eksplorasi dan implementasi aplikasi
transdermal, mikroenkapsulasi dan ekspresi antigen tanaman. Penelitian
di bidang ini diharapkan dapat segera membantu pengendalian penyakit
seperti malaria, HIV, dan M.tuberkulosis dengan harga yang terjangkau.
(Waldvogel, 2004)

5. Tantangan
Ada sejumlah faktor rumit dalam mengelola risiko penyakit menular.
Beberapa tren demografi yang sedang berlangsung menunjukkan
peningkatan potensi penularan patogen. populasi banyak negara maju stabil
atau bahkan menurun dalam ukuran, Sedangkan pertumbuhan penduduk
yang cepat terus berlanjut di daerah di mana wabah penyakit menular
kemungkinan besar berasal dan di mana banyak negara memiliki sistem
kesehatan yang lemah yang mungkin berjuang untuk mengatasi epidemi.
Populasi Afrika Sub-Sahara, misalnya, meningkat dengan laju 2,65% per
tahun—lebih dari dua kali laju pertumbuhan penduduk tertinggi yang
dialami negara-negara berpenghasilan tinggi sejak 1950-an. Tahun 2007
menandai pertama kalinya dalam sejarah di mana proporsi yang lebih besar
dari populasi dunia tinggal di perkotaan daripada di daerah pedesaan.
Urbanisasi berarti lebih banyak manusia yang tinggal dalam jarak dekat satu

7
sama lain, memperkuat penularan penyakit menular. Di daerah yang
mengalami urbanisasi yang cepat, kekurangan perumahan dapat
menyebabkan pertumbuhan daerah kumuh, yang memaksa lebih banyak
orang untuk hidup dalam kondisi dengan sanitasi di bawah standar dan akses
yang buruk ke air bersih, menambah masalah. Akhirnya, dengan pangsa
orang dewasa yang lebih tua meningkat di setiap negara, penuaan populasi
global lebih lanjut dapat memperburuk potensi penyebaran penyakit
menular, karena penuaan, kekebalan membuat orang tua lebih rentan
terhadap infeksi.
Perubahan iklim juga dapat berperan dalam mendorong penularan
patogen, karena habitat berbagai vektor pembawa penyakit umum—seperti
Aedes aegypti nyamuk, yang dapat menyebarkan demam berdarah,
chikungunya, Zika, dan demam kuning, di antara patogen lainnya—
memperluas. Interaksi manusia dengan populasi hewan selalu membawa
risiko menghasilkan kontaminasi patogen, dan perubahan sifat interaksi ini
ketika peternakan meningkat untuk memenuhi permintaan makanan dan
manusia terus merambah habitat alami, misalnya—dapat meningkatkan
zoonosis tambahan. Konflik sipil sering mengakibatkan wabah penyakit baru
atau eksaserbasi penyakit yang sedang berlangsung, terutama ketika populasi
mengungsi, infrastruktur kesehatan masyarakat terpengaruh, atau penyediaan
perawatan dasar dan imunisasi terganggu.
Fenomena globalisasi memperparah risiko yang ditimbulkan oleh
tantangan-tantangan tersebut di atas. Banyak penyakit dengan potensi
epidemi dapat ditularkan dengan cepat, baik di dalam maupun di seluruh
negara. Proliferasi dan kemudahan perjalanan udara dan perdagangan
internasional meningkatkan kesulitan dan pentingnya menahan wabah pada
fase awal mereka. Globalisasi juga berimplikasi pada resistensi
Antimikroba: Pergerakan orang membuat populasi dengan tingkat resistensi

8
sirkulasi yang rendah rentan terhadap transmisi strain resisten dari wilayah
lain di dunia.
Mungkin tantangan utama untuk mengelola resistensi Antimikroba
adalah bahwa penggunaan antimikroba merupakan pendorong resistensi
yang paling kuat. Setiap dosis antimikroba yang dikonsumsi menempatkan
tekanan evolusioner pada target dan populasi patogen pengamat untuk
mengembangkan dan memperbanyak mekanisme resistensi.(Bloom &
Cadarette, 2019)

B. DIARE
Definisi
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang
lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih
dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai
dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai
pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang
anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar
yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak
dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah
lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak,
frekuensinya lebih dari 3 kali. (Purnama, 2016)

Prevalensi Diare
Menurut Riskesdas 2018, prevalensi diare berdasarkan diagnosis tenaga
Kesehatan sebesar 6,8% dan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala
yang pernah dialami sebesar 8%.

9
Kelompok umur dengan prevalensi diare (berdasarkan diagnosis tenaga
Kesehatan) tertinggi yaitu pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 11,5% dan
pada bayi sebesar 9%. Kelompok umur 75 tahun ke atas juga merupakan
kelompok umur dengan prevalensi tinggi (7,2%). Prevalensi pada perempuan,
daerah perdesaan, pendidikan rendah, dan nelayan relatif lebih tinggi
dibandingkan pada kelompok lainnya. (Infodatin, 2020)

Trias Epidemologi Penyakit Diare


a. Host
Host yaitu diare lebih banyak terjadi pada balita, dimana daya tahan tubuh
yang lemah/menurun system pencernaan dalam hal ini adalah lambung tidak
dapat menghancurkan makanan dengan baik dan kuman tidak dapat
dilumpuhkan dan betah tinggal di dalam lambung, sehingga mudah bagi
kuman untuk menginfeksi saluran pencernaan. Jika terjadi hal demikian,
akan timbul berbagai macam penyakit termasuk diare.
b. Agent
Agent merupakan penyebab terjadinya diare, sangatlah jelas yang
disebabkan oleh faktor infeksi karena faktor kuman, malabsorbsi dan faktor
makanan. Aspek yang paling banyak terjadi diare pada balita yaitu infeksi
kuman e.colli, salmonella, vibrio chorela (kolera) dan serangan bakteri lain
yang jumlahnya berlebih dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika
kondisi lemah)pseudomonas.
c. Environment
Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan interaksi antara
penjamu (host) dengan faktor agent. Lingkungan dapat dibagi menjadi dua
bagian utama yaitu lingkungan biologis (flora dan fauna disekitar manusia)
yang bersifat biotik: mikroorganisme penyebab penyakit, reservoir penyakit
infeksi (binatang, tumbuhan), vektor pembawa penyakit, tumbuhan dan

10
binatang pembawa sumber bahan makanan, obat, dan lainnya. Dan juga
lingkungan fisik, yang bersifat abiotic: yaitu udara, keadaan tanah, geografi,
air dan zat kimia. Keadaaan lingkungan yang sehat dapat ditunjang oleh
sanitasi lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan dan kebiasaan
masyarakat untuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Pencemaran lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan agent yang
berdampak pada host (penjamu) sehingga mudah untuk timbul berbagai
macam penyakit, termasuk diare. (Purnama, 2016)

Strategi Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Diare


Pengendalian dan pencegahan adalah dengan cara sebagai berikut:
 Promosi ASI;
 penggunaan larutan rehidrasi oral (ORS) di masyarakat;
 peningkatan penyediaan air dan sanitasi;
 mempromosikan kebersihan pribadi dan rumah tangga;
 vaksinasi (rotavirus dan vaksin lainnya, misalnya campak).(Webber,
2009)

C. PENYAKIT TUBERCULOSIS (TB)


Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang
disebabkan oleh MT. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi dapat
menyerang semua organ atau jaringan tubuh, misalnya pada lymph node, pleura
dan area osteoartikular. Biasanya pada bagian tengah granuloma tuberkel
mengalami nekrosis perkijuan.(Irwan, 2017)
Prevalensi TB
Angka insiden tuberkulosis Indonesia pada tahun 2018 sebesar 316 per 100.000
penduduk dan angka kematian penderita tuberkulosis sebesar 40 per 100.000

11
penduduk. (Global Tuberculosis Report WHO, 2018). Indikator yang digunakan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada tahun
2015-2019 merupakan prevalensi berbasis mikroskopis saja. Hal ini
mengakibatkan angkanya lebih rendah dari hasil survei prevalensi tuberkulosis
tahun 2013-2014 yang telah menggunakan metode yang lebih sensitif yaitu
konfirmasi bakteriologis yang mencakup pemeriksaan mikroskopis, molekuler
dan kultur. Target prevalensi tuberkulosis tahun 2019 pada RPJMN sebesar ≤245
per 100.000 penduduk, dengan capaian yang dihasilkan dari pemodelan sebesar
254 per 100.000 penduduk maka target RPJMN telah tercapai.(Infodatin, 2020)

Trias Epidemologi Penyakit Tuberkulosis


a. Host
Faktor-faktor yang mengurangi resistensi host terhadap kuman MT
 usia muda, terutama tahun pertama kehidupan;
 kehamilan;
 malnutrisi;
 infeksi penyerta, seperti campak, batuk rejan dan infeksi streptokokus;
 infeksi HIV;
 pekerjaan atau lingkungan yang merusak paruparu (pertambangan,
debu, asap).(Webber, 2009)
b. Agent
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis tipe Humanus. Kuman tuberkulosis pertama
kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Jenis kuman tersebut
adalah Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium africanum dan
Mycobacterium bovis. Basil tuberkulosis termasuk dalam genus
Mycobacterium, suatu anggota dari family dan termasuk ke dalam ordo
Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah

12
penyakit berat pada manusia dan juga penyebab terjadinya infeksi tersering.
Basil–basil tuberkel di dalam jaringan tampak sebagai mikroorganisme
berbentuk batang, dengan panjang berfariasi antara 1 – 4 mikron dan
diameter 0,3 – 0,6 mikron. Bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan
seperti manik– manik atau bersegmen.
Basil tuberkulosis dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dalam
sputum kering, ekskreta lain dan mempunyai resistensi tinggi terhadap
antiseptik, tetapi dengan cepat menjadi inaktif oleh cahaya matahari, sinar
ultraviolet atau suhu lebih tinggi dari 600C. Mycobacterium tuberculosis
masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas ( droplet infection)
sampai alveoli, terjadilah infeksi primer. Selanjutnya menyebar ke getah
bening setempat dan terbentuklah primer kompleks. Infeksi primer dan
primer kompleks dinamakan TB primer, yang dalam perjalanan lebih lanjut
sebagian besar akan mengalami penyembuhan.(Purnama, 2016)
c. Environment
Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama
lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah
merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap
status kesehatan penghuninya. Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh
rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian
tuberkulosis paru antara lain :
1. Kepadatan Penghuni Rumah
Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian
tuberkulosis paru. Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat
pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran.
2. Kelembaban Rumah
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu ruangan
yang ideal antara 180C – 300C.. Hal ini perlu diperhatikan karena

13
kelembaban dalam rumah akan mempermudah berkembangbiaknya
mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus.
kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung
menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang
mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media
yang baik untuk Bakteri-Baktri termasuk bakteri tuberkulosis.
Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau
saluran air di sekeliling rumah, lantai harus kedap air, sambungan
pondasi dengan dinding harus kedap air, atap tidak bocor dan tersedia
ventilasi yang cukup.
3. Ventilasi
Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya
udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di
dalam rumah tersebut tetap segar.
4. Pencahayaan Sinar Matahari. (Purnama, 2016)

Strategi Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit TB


Pengendalian dan pencegahan Ada empat strategi utama untuk pengendalian dan
pencegahan tuberkulosis dengan urutan prioritas sebagai berikut:
 pencarian dan pelacakan kontak untuk kasus baru;
 pengobatan yang memadai untuk semua kasus, terutama sputum-positif;
 perbaikan kondisi sosial dan kehidupan;
 vaksinasi BCG. (Webber, 2009)

14
D. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
Definisi
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respiratory Infection
(ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran
bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura.
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran
pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan organ adneksa
saluran pernapasan. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya
bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumonia bila infeksi paru ini
tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibatkan kematian.
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu : (1) ISPA non – Pneumonia : dikenal masyarakat dengan istilah
batuk pilek. (2) Pneumonia : apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti
kesukaran bernapas, peningkatan frekuensi napas (napas cepat).(Purnama, 2016)

Prevalensi Pneumonia
Selama kurun waktu yang panjang, angka cakupan penemuan pneumonia balita
tidak mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar antara 20%-30%. Namun
sejak tahun 2015 hingga saat ini terjadi peningkatan cakupan dikarenakan adanya
perubahan angka perkiraan kasus dari 10% menjadi 3,55%. Selain itu terdapat
peningkatan kelengkapan pelaporan dari 94,12% pada tahun 2016 menjadi 100%
pada tahun 2019.(Infodatin, 2020)

15
Trias Epidemologi Penyakit ISPA
a. Host
Kerentanan dan respons ditentukan oleh faktor pejamu, beberapa di
antaranya tercantum di bawah ini:
1. Usia. Anak-anak kecil sering mengalami penyakit obstruktif, seperti
croup (laring-tracheobronchitis) dan bronkiolitis.
2. Portal masuk
3. Nutrisi. Berat badan lahir rendah dan balita gizi buruk memiliki
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi. Menyusui tampaknya
memiliki efek perlindungan.
4. Infeksi lainnya. Infeksi apa pun, yang menyebabkan kerusakan pada
mukosa pernapasan, akan memungkinkan organisme penginfeksi ringan
untuk berkembang menjadi konsekuensi yang lebih serius. (Webber,
2009)
b. Agent
Sejumlah organisme yang berbeda mengakibatkan kasus ISPA antara lain :
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Mycoplasma
pneumoniae, influenza, rhinovirus, adenovirus, metapneumovirus, dan
respiratory syncytial virus (RSV). Virus memiliki jangkauan yang luas,
dengan setiap spesies memiliki sejumlah serotipe, dengan yang baru muncul
dari waktu ke waktu. Namun, penyebab yang paling penting adalah S.
pneumoniae atau pneumokokus atau H. influenza. Tuan rumah membela
dirinya sendiri dengan menghasilkan respon imun yang tepat, tetapi karena
sejumlah besar serotipe, itu adalah proses yang berkelanjutan. Infeksi akan
menyebabkan penyakit pada beberapa orang, tetapi tidak pada orang lain
yang telah mengembangkan respon imun terhadap organisme spesifik atau
serotipe antigen yang serupa. Mutasi antigenik baru, seperti yang terjadi

16
pada influenza, dapat menyebabkan penyebaran epidemi atau pandemi.
(Webber, 2009)

c. Environment
1. Rumah, Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku
di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan
mempermudah terjadinya ISPA anak.
2. Kepadatan hunian (crowded), Kepadatan hunian seperti luar ruang per
orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan
faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003)
membuktikan bahwa kepadatan hunian mempengaruhi secara bermakna
prevalensi ISPA berat.
3. Sosial-ekonomi. ISPA merupakan penyakit kemiskinan dengan insiden
lebih tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah dan mereka yang
tinggal di daerah kumuh perkotaan.
4. Kebiasaan merokok, Pada keluarga yang merokok, secara statistik
anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat
dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok
5. Iklim. Infeksi pernapasan lebih banyak ditemukan di bagian dunia yang
lebih dingin atau di daerah tropis yang lebih tinggi. (Purnama, 2016)

Strategi Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit ISPA


Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Kurangi kontak.
2. Nutrisi yang baik.
3. Pendidikan kesehatan. Ajarkan orang untuk batuk menjauh dari orang lain,
tutup mulut saat batuk, tidak meludah atau merokok
4. Vaksinasi infeksi anak. (Webber, 2009)

17
E. THYPOID
Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella
typhi dan Salmonella paratyphi. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran pencernaan yang memiliki gejala demam lebih
dari satu minggu, menyebabkan gangguan saluran pencernaan hingga penurunan
kesadaran. Demam tifoid merupakan penyakit tropik sistemik, bersifat endemis,
dan masih merupakan problem kesehatan masyarakat di dunia, terutama di
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia
Di Indonesia, demam tifoid atau tifoid abdominalis banyak ditemukan dalam
kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini
sangat erat kaitannya dengan higiene pribadi dan sanitasi lingkungan seperti
higiene perorangan yang rendah, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-
tempat umum (rumah makan, restoran) yang kurang, serta perilaku masyarakat
yang tidak mendukung untuk hidup sehat.

Trias Epidemologi Penyakit Thypoid


a. Host
Manusia merupakan reservoir bagi demam tifoid. Prinsip penularan penyakit
ini adalah melalui fekal-oral. Kuman berasal dari tinja atau urin penderita
atau bahkan carrier (pembawa penyakit yang tidak sakit) yang masuk ke
dalam tubuh manusia melalui air dan makanan.
Penularan tifoid dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu dikenal dengan 5F
yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/ kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan Feses.
Beberapa kondisi kehidupan manusia yang sangat berperan pada penularan
demam tifoid adalah :
1. Higiene perorangan yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak
terbiasa.

18
2. Higiene makanan dan minuman yang rendah. Faktor ini paling berperan
pada penularan tifoid. Banyak sekali contoh untuk ini diantaranya:
makanan yang dicuci dengan air yang terkontaminasi (seperti sayur-
sayuran dan buah-buahan), sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia,
makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air
minum yang tidak masak, dan sebagainya.
3. Pasien atau karier tifoid yang tidak diobati secara sempurna.(Purnama,
2016)

b. Agent
Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi. Salmonella adalah
bakteri Gram-negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagella, dan tidak
membentuk spora. Bakteri ini mempunyai tiga antigen yang penting untuk
pemeriksaan laboratorium yaitu:
1. Antigen O (somatik)
2. Antigen H (flagella)
3. Antigen Vi atau disebut juga antigen K (selaput)
Bakteri ini akan mati pada pemanasan 57oC selama beberapa menit.
Manifestasi klinis demam tifoid tergantung dari virulensi dan daya tahan
tubuh. Masa inkubasinya adalah 10-20 hari. (Purnama, 2016)

c. Environment
1. Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air limbah,
kotoran, dan sampah, yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2. Penyediaan air bersih untuk warga yang tidak memadai.
3. Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat. (Purnama, 2016)
Strategi Pencegahan & Pengendalian Typoid
A. Pencegahan Primer

19
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara :
1. imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang
dilemahkan.
2. Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh,
3. memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup
bersih dan sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan
memakai sabun.
4. Peningkatan higiene makanan dan minuman berupa menggunakan cara-
cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan,
sejak awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan,
5. perbaikan sanitasi lingkungan.

B. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit
secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk
mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada
3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :
1. Diagnosis klinik
2. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman
3. Diagnosis serologik. (Purnama, 2016)

F. RABIES
Definisi

20
Rabies adalah penyakit menular disebabkan oleh virus golongan Rhabdovirus
yang ditularkan melalui gigitan hewan penular dan mematikan bagi hewan
maupun manusia. Hewan penular rabies terdiri dari anjing, kucing, kelelawar,
kera, musang dan serigala.(Infodatin, 2020)

Prevalensi
Kasus Lyssa sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 cenderung menurun,
namun meningkat kembali pada tahun 2015 menjadi 118 kematian, lalu
mengalami penurunan menjadi 115 kematian pada tahun 2019. Kematian akibat
rabies (Lyssa) paling banyak dilaporkan terjadi di Sulawesi Utara sebanyak 17
kasus, diikuti oleh Nusa Tenggara Timur sebanyak 15 kasus, dan Kalimantan
Barat sebanyak 14 kasus.(Infodatin, 2020)

Trias Epidemologi Penyakit Rabies


a. Host
Rabies terutama ditularkan oleh anjing, termasuk serigala, rubah, serigala dan
hyena, tetapi kucing dan sapi juga bertanggung jawab. Hewan liar lain yang
terinfeksi adalah luwak, sigung dan rakun. Di Amerika Selatan, kelelawar
vampir menularkan rabies terutama ke ternak, tetapi kelelawar pemakan
serangga dan pemakan buah juga ditemukan terinfeksi.
Penularan Virus masuk ke dalam tubuh melalui gigitan atau lecet pada kulit.
Secara klasik, ini adalah gigitan anjing, tetapi jika anjing, kucing, atau sapi
yang terinfeksi menjilati kulit yang terkelupas, maka penularan dapat terjadi
dengan cara ini. Kelelawar vampir juga menularkan rabies, tetapi terutama ke
ternak, dengan manusia hanya kadang-kadang terinfeksi dengan cara ini.
(Webber, 2009)
b. Agen
Organisme Rabies disebabkan oleh rhabdovirus dalam genus Lyssavirus. Ada

21
tujuh virus terkait, termasuk Mokola dan Duvenhage (ditemukan di Afrika),
yang menghasilkan penyakit seperti rabies. Virus tahan suhu beku selama
waktu yang cukup lama, tetapi terbunuh oleh perebusan, sinar matahari, dan
pengeringan. Tidak mudah dihancurkan oleh desinfektan.
Diagnosa Gambaran klinis setelah riwayat gigitan hewan biasanya cukup
untuk membuat diagnosis, tetapi virus dapat diisolasi dari air liur, air mata,
CSF, urin, dan banyak jaringan lain jika ada fasilitas untuk membiakkannya.
(Webber, 2009)
c. Environment
Penyakit rabies sering terjadi di lingkungan dimana hewan yang dapat
terkontaminasi virus rabies lebih banyak daripada orang yang tinggal di
lingkungan tersebut. Penyebaran penyakit rabies di Indonesia umumnya
terjadi di daerah tropis, namun demikian kondisi iklim dan musim tidak
mempengaruhi secara langsung kejadian rabies di suatu daerah.

Strategi Pencegahan & Pengendalian Rabies


1. Pengendalian dan pencegahan Tindakan pengendalian dapat ditujukan
terhadap anjing domestik, reservoir hewan liar, dan perlindungan manusia.
2. Anjing domestik harus dilisensikan dan divaksinasi,
3. Memusnahkan semua hewan yang telah terinfeksi
4. Vaksinasi semua hewan peliharaan dengan vaksin yang disetujui harus wajib
di semua daerah endemik.
5. Penanganan pada pasien yang terkena gigitan HPR di daerah tertular rabies
(Webber, 2009)

G. MALARIA
Deinisi

22
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari
genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area
(udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa
yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain, seperti
demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges,
demam kura dan paludisme. (Irwan, 2017)

Prevalensi
Secara nasional, terdapat 300 kabupaten/kota yang telah dinyatakan bebas
malaria pada tahun 2019. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2018 ketika
285 kabupaten/kota telah berstatus eliminasi malaria. Capain indikator lain
seperti persentase konfirmasi kesediaan darah dan persentase pengobatan standar
merupakan beberapa upaya yang berkontribusi terhadap peningkatan capaian
eliminasi malaria.
Angka kesakitan malaria digambarkan dengan indikator Annual Parasite
Incidence (API) per 1.000 penduduk, yaitu proprosi antara pasien positif malaria
terhadap penduduk berisiko di wilayah tersebut dengan konstanta 1.000. API
malaria di Indonesia pada tahun 2019 meningkat dibandingkan tahun 2018, yaitu
dari 0,84 menjadi sebesar 0,93 per 1.000 penduduk. Namun demikian, API
malaria di Indonesia menunjukkan kecenderungan penurunan sejak tahun 2009.
API malaria pada tahun 2009 sebesar 1,8 per 1.000 penduduk menurun hingga
angka terendah pada tahun 2018 sebesar 0,84 per 1.000 penduduk. Pada tingkat
provinsi, Provinsi Papua, NTT dan Papua Barat menjadi penyumbang kasus
terbanyak dan memiliki API malaria yang tinggi dibandingkan provinsi lainnya,
(Infodatin, 2020)
Trias Epidemologi Penyakit Malaria
a. Host

23
Kejadian dan distribusi, anak-anak dan orang dewasa dari kedua jenis
kelamin terkena dampak yang sama. (Webber, 2009)
b. Agent
Di Indonesia terdapat empat spesies Plasmodium, yaitu:
1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, mulai dari
wilayah beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropik. Demam terjadi
setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada siang atau sore. Masa inkubasi
Plasmodium vivax antara 12 sampai 17 hari dan salah satu gejala adalah
pembengkakan limpa atau splenomegali.
2. Plasmodium falciparum, plasmodium ini merupakan penyebab malaria
tropika, secara klinik berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa
malaria celebral dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12
hari, dengan gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata,
serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal.
3. Plasmodium ovale, masa inkubasi malaria dengan penyebab Plasmodium
ovale adalah 12 sampai 17 hari, dengan gejala demam setiap 48 jam,
relatif ringan dan sembuh sendiri.
4. Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria quartana yang
memberikan gejala demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya
terdapat pada daerah gunung, dataran rendah pada daerah tropik, biasanya
berlangsung tanpa gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun
malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan. (Purnama, 2016)

c. Enviroment
1. Lingkungan Fisik

24
a. Suhu
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu
yang optimum berkisar antara 20-300C. Makin tinggi suhu (sampai
batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni)
dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi
Ekstrinsik
b. Kelembaban
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk
c. Hujan
Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan
terjadinya epidemi malaria.
d. Ketinggian
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin
bertambah, hal ini berkaitan dengan menurunya suhu rata-rata
2. Lingkungan Biologi
Lingkugan biologi yang dimaksud adalah tumbuh-tumbuhan dan hewan
yang berpengaruh pada perkembangbiakan nyamuk malaria. Adanya
tumbuhan bakau, lumut, ganggang ditepi rawa yang dapat mempengaruhi
kehidupan larva nyamuk malaria karena menghalangi sinar matahari
langsung sehingga tempat perindukan nyamuk menjadi teduh dan juga
melindungi serangan dari mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis
ikan pemangsa larva seperti ikan kepala timah (panchax spp), gambusia,
nila, mujair dan lain-lain akan mengurangi populasi nyamuk di suatu
daerah. Begitu pula dengan keberadaan hewan peliharaan disekitar rumah
seperti sapi, kerbau dan babi dapat mempengaruhi jumlah gigitan nyamuk
pada manusia, sebab nyamuk akan banyak menggigit hewan tersebut.
3. Lingkungan Sosial Budaya
Sosial budaya juga berpengaruh terhadap kejadian malaria seperti:
kebiasaan keluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat

25
eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk.
Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan
mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria seperti
penyehatan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa
pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. (Purnama, 2016)

Strategi Pencegahan & Pengendalian Malaria


1. Menghindari gigitan nyamuk malaria : memakai baju lengan panjang dan
celana panjang, memasang kawat kasa di jendela pada ventilasi rumah, serta
menggunakan kelambu dan memakai anti nyamuk (mosquito repellent) saat
akan tidur.
2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa : Penyemprotan rumah,
Larvaciding, Biological control
3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria
4. Pemberian obat pencegahan malaria
5. Pencegahan dan pengobatan malaria pada wanita hamil
6. Pencarian penderita malaria

H. CAMPAK
Definisi
Penyakit campak merupakan penyakit yang sangat menular. Campak menjadi
penyebab penting kematian anak-anak di seluruh dunia. Kelompok anak usia pra
sekolah dan usia SD merupakan kelompok rentan tertular penyakit campak.
Penyakit campak disebabkan oleh virus dari genus Morbillivirus dan termasuk
golongan Paramyxovirus. Campak disebut juga morbili atau measles. Campak
ditularkan melalui udara yang terkontaminasi droplet dari hidung, mulut, atau
tenggorokan orang yang terinfeksi.

26
Gejala awal biasanya muncul 10-12 hari setelah infeksi, termasuk demam tinggi,
pilek, mata merah, dan bintik-bintik putih kecil di bagian dalam mulut. Beberapa
hari kemudian, ruam berkembang, mulai pada wajah dan leher bagian atas dan
secara bertahap menyebar ke bawah. Campak berat mungkin terjadi pada anak-
anak yang menderita kurang gizi, terutama pada mereka yang kekurangan
vitamin A, atau yang sistem kekebalan tubuhnya telah dilemahkan oleh penyakit
lain. Komplikasi yang paling serius termasuk kebutaan, ensefalitis (infeksi yang
menyebabkan pembengkakan otak), diare berat dan dehidrasi, serta infeksi
pernafasan berat seperti pneumonia. Seseorang yang pernah menderita campak
akan mendapatkan kekebalan terhadap penyakit tersebut seumur hidupnya.
(Infodatin, 2020)
Kejadian campak cenderung terjadi pada daerah yang cakupan imunisasi rendah
dan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya Pemberian vitamin A tidak
cenderung mencegah kejadian campak, tetapi berfungsi untuk menurunkan
komplilasi.Vitamin A yang diberikan pada saat bayi bertujuan untuk
meningkatkan status gizi bayi sehingga imunitasnya meningkat saat diberikan
imunisasi campak dan akan meningkatkan efektifitas dari imunisasi campak.
(Dilita & Hendrati, 2019)

Prevalensi
Penyebaran kasus suspek campak hampir terdapat di seluruh provinsi Indonesia,
hanya 1 provinsi yang tidak terdapat kasus suspek campak. Pada tahun 2019,
terdapat 8.819 kasus suspek campak, meningkat jika dibandingkan tahun 2018
yaitu sebesar 8.429 kasus. Kasus suspek campak terbanyak terdapat di Provinsi
Jawa Tengah (1.562 kasus), DKI Jakarta (1.374 kasus), dan Aceh (972 kasus).
(Infodatin, 2020)

Trias Epidemologi Penyakit Campak

27
a. Host
Pada umumnya menyerang anak-anak dan termasuk penyakit endemis di
banyak belahan dunia.
Faktor host yang berpengaruh terhadap imunitas yaitu status gizi, pemberian
vitamin A, riwayat penyakit campak, status imunisasi, umur saat imunisasi.
(Dilita & Hendrati, 2019)
b. Agent
Virus campak berasal dari genus Morbilivirus dan famili Paramyxoviridae
Virus campak ini sangat sensitif pada panas dan dingin, cepat inaktivasi pada
suhu 37°C dan 20°C. Selain itu virus juga menjadi aktif dengan sinar
ultraviolet, ether, trypsin dan propiolactone. Virus tetap infektif pada bentuk
droplet di udara selama beberapa jam terutarna pada keadaan dengan tingkat
kelembaban yang rendah. Virus campak dapat bertahan selama beberapa hari
pada temperatur 0°C dan selama 15 minggu pada keadaan beku. Di luar
tubuh manusia virus tersebut mudah mati. Virus tersebut akan kehilangan
infektivitasnya sekitar 60% selama 3-5 hari pada suhu kamar sekalipun.
Virus ini mudah hancur oleh sinar ultraviolet.(Masriadi, 2014)
c. Environment
kepadatan penduduk. Semakin padat lingkungan tempat tinggal maka akan
semakin tinggi risiko penularan campak kepada orang lain.(Dilita &
Hendrati, 2019)

Strategi Pencegahan & Pengendalian Campak


1. Vaksinasi
2. Isolasi diri bagi penderita Campak
3. Investigasi kontak dan sumber infeksi
4. Melaporkan semua temuan kasus campak kepada Dinas kesehatan setempat.
(Masriadi, 2014)

28
I. HEPATITIS C
Definisi
Hepatitis adalah penyakit yang menyebabkan peradangan pada hati karena
toxin/racun, seperti bahan kimia atau obat obatan ataupun agent penyebab
infeksi seperti Virus.
Berdasarkan dari jenisnya penyebab terjadinya Hepatitis dibagi menjadi 2
jenis yakni Infeksi dan Hepatitis non infeksi.(Siswanto, 2020)

Prevalensi
Menurut hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi hepatitis berdasarkan Riwayat
diagnosis dokter sebesar dengan disparitas antar provinsi sebesar 0,18% (Kep.
Bangka Belitung) dan 0,66% (Papua). Berdasarkan kelompok umur, hepatitis
menyebar hampir merata pada seluruh kelompok umur. Begitu juga dengan jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal.(Infodatin, 2020)

Trias Epidemologi Penyakit Hepatitis C


a. Host
1. Petugas medis/kesehatan
2. Petugas laboratorium
3. Pengguna jarum suntik seperti pada pengguna Narkoba suntik yang
berbagi jarum
4. Orang memberikan atau menerima akupunktur dan/atau tato dengan
peralatan medis yang tidak steril
5. Wanita Penajaja Seks. (Siswanto, 2020)
b. Agent
Penyebab penyakit Hepatitis C adalah virus Hepatitis C (HCV) yang
termasuk famili Flaviviridea virus beramplop yang termasuk pada genus

29
Hepacivirus dan merupakan virus RNA dengan untai tunggal (RNA
single strain). (Siswanto, 2020)
c. Environment
1. Lingkungan dengan sanitasi yangjelek.
2. Daerah dengan angka prevalensinya tinggi.
3. Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
4. Daerah unit laboratorium.
5. Daerah unit Bank Darah.
6. Daerah tempat pembersihan.
7. Daerah dialisa dan transplantasi.
8. Daerah unit perawatan penyakit dalam.(Siswanto, 2020)

Strategi Pencegahan & Pengendalian Hepatitis C


1. Penggunaan APD bagi petugas kesehatan
2. Sterilisasi alat-alat kesehatan
3. Penggunaan kondom bagi PSK

J. HIV-AIDS
Definisi
Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu
syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang
menyerang sistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Dengan rusaknya sistem
kekebalan tubuh, maka orang yang terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit
lain yang berakibat fatal, yang dikenal dengan infeksi oportunistik. (Irwan, 2017)
Prevalensi

30
Estimasi jumlah orang dengan HIV di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak
641.675 orang dengan jumlah infeksi baru sebanyak 46.372 orang dan kematian
sebanyak 38.734 orang
jumlah kasus HIV positif yang dilaporkan dari tahun ketahun cenderung
meningkat. Pada tahun 2018 dilaporkan sebanyak 50.282 kasus. Sebaliknya,
dibandingkan rata-rata 8 tahun sebelumnya, jumlah kasus baru AIDS cenderung
menurun, pada tahun 2019 dilaporkan sebanyak 7.036 kasus. (Infodatin, 2020)

Trias Epidemologi Penyakit HIV-AIDS


a. Host
Virus HIV terdapat dalam darah, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua
yang berupa cara tubuh yang bersal dari tubuh penderita HIV dapat
dipastikan infeksius dan sangat berpotensial untuk menularkan virus ini pada
orang lain, termasuk ketika seseorang penderita HIV positif melakukan
hubungan seksual dengan pasangannya. Dan bukan tidak mungkin jika
pasangan seksual itu juga terjangkit penyakit HIV/AIDS apalagi tidak
menggunakan kondom.
Baik penderita pria maupun wanita sangat beresiko menularkan virus HIV
ini ketika pasangan melakukan hubungan badan, yakni melalui cairan
sperma (laki-laki) dan melalu darah menstruasi pada vagina (perempuan).
Selain itu HIV juga ditularkan melalui jarum suntik yang digunakan
bersamaan dengan penderita HIV dengan yang bukan penderita
(kemungkinan besar akan terinfeksi). Dan jug virus HIV bisa ditularkan oleh
seorang ibu yang positif menderitHIV/AIDS ketika ia hamil dan memberi
ASI untuk anaknya.(Irwan, 2017)

b. Agent

31
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh
Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika
Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan
internasional pada tahun 1986 nama Virus dirubah menjadi HIV. Human
Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya
yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau
melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel
Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut
CD-4. (Irwan, 2017)

Strategi Pencegahan & Pengendalian HIV-AIDS


Untuk mencegah penyebaran melalui kontak seksual :
1. membatasi jumlah pasangan seksual, mendorong hubungan monogami;
2. menghindari kontak seksual dengan orang-orang yang berisiko tinggi,
seperti pekerja seks komersial, biseksual dan homoseksual;
3. mendorong penggunaan kondom pria dan wanita;
4. menyediakan fasilitas yang memadai untuk deteksi dan pengobatan IMS;
5. memberikan konseling dan tes HIV;
6. memberikan pendidikan umum untuk anak perempuan dan pendidikan seks
untuk anak laki-laki dan perempuan;(Webber, 2009)

Untuk mencegah penyebaran melalui darah :


1. menyaring semua darah untuk transfusi;
2. tes donor sebelum mereka memberikan darah;
3. gunakan jarum suntik sekali pakai, jarum suntik, set pemberian, lanset, dll.
atau pastikan semuanya disterilkan dengan benar;

32
4. pengguna narkoba suntik harus dilarang berbagi peralatan, sebaiknya
menggunakan skema pertukaran jarum;
5. petugas medis harus memakai sarung tangan saat menangani kemungkinan
darah yang terinfeksi (misalnya saat melahirkan dan di laboratorium).

Untuk mencegah penyebaran melalui jalur perinatal :


1. memberi tahu ibu yang terinfeksi tentang kemungkinan risiko bagi bayi
mereka dan diri mereka sendiri jika mereka hamil;
2. praktik kebidanan yang baik, terutama mengurangi trauma dalam prosedur
persalinan
3. prioritas terapi ARV harus diberikan kepada ibu hamil HIV-positif dan bayi
baru lahir (Webber, 2009)

  

DAFTAR PUSTAKA

33
Bloom, D. E., & Cadarette, D. (2019). Infectious disease threats in the twenty-first
century: strengthening the global response. Frontiers in Immunology, 10, 549.
Dilita, V. G. V., & Hendrati, L. Y. (2019). Measles Distribution Map according to
Measles Immunization and Vitamin A Coverage. Jurnal Berkala Epidemiologi,
7(1), 51–59. https://doi.org/10.20473/JBE.V7I12019.51-59
Infodatin. (2020). PROFIL KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2019 (F. Hardana,
Boga; Sibuea (ed.)). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
https://doi.org/10.5005/jp/books/11257_5
Irwan. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular - Dr. Irwan SKM.M.Kes.
Masriadi. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular - Rajawali Pers.
Purnama, S. G. (2016). Buku Ajar Penyakit Berbasis Lingkungan. 164.
Siswanto. (2020). EPIDEMIOLOGI PENYAKIT HEPATITIS (A. MH (ed.); Pertama).
Waldvogel, F. A. (2004). Infectious diseases in the 21st century: old challenges and
new opportunities. International Journal of Infectious Diseases, 8(1), 5–12.
Webber, R. (2009). Communicable Disease Epidemiology and Control : A Global
Perspective. 2ND Edition. CABI Publishing.

34

Anda mungkin juga menyukai