Anda di halaman 1dari 152

HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN DAN ANALISA BORAKS PADA BUBUR

AYAM YANG DIJUAL DI KECAMATAN


MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

RIKKY SUHANDA
NIM. 081000012

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012

Universitas Sumatera Utara


HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN DAN ANALISA BORAKS PADA BUBUR
AYAM YANG DIJUAL DI KECAMATAN
MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

RIKKY SUHANDA
NIM. 081000012

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN DAN ANALISA BORAKS PADA BUBUR


AYAM YANG DIJUAL DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL
TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

RIKKY SUHANDA
NIM. 081000012

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi


Pada Tanggal 25 Juli 2012 dan Dinyatakan
Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Taufik Ashar, MKM Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH


NIP. 19780331 200312 1 001 NIP. 19491119 198701 1 001

Penguji II Penguji III

dr. Devi Nuraini Santi, MKes Ir. Indra Chahaya S, MSi


NIP. 19700219 199802 2 001 NIP. 19681101 199303 2 005

Medan, Agustus 2012


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, MS


NIP. 19610831 198903 1 001

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Bubur ayam merupakan salah satu menu favorit untuk sarapan yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa karena
rasanya yang enak, mengenyangkan, murah, dan bergizi. Bubur ayam merupakan
makanan yang diproduksi oleh industri rumah tangga sehingga mutu makanan ini sangat
sulit dilakukan. Penambahan bahan tambahan makanan berbahaya sering kali terjadi
pada makanan jajanan yang diproduksi oleh rumah tangga. Boraks menjadi salah satu
pilihan untuk membuat bubur kental lebih dari 6 jam, berwarna putih cerah, dan
membuat bubur tidak mudah basi. Bahan tambahan berbahaya tidak boleh ada di dalam
makanan. Penerapan higiene sanitasi makanan jajanan menjadi salah satu cara untuk
mengidentifikasi penambahan bahan berbahaya pada bubur ayam tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penerapan higiene
sanitasi pengolahan dan kandungan boraks pada bubur ayam yang diproduksi oleh
pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah bersifat deskriptif untuk
melihat gambaran penerapan higiene sanitasi pengolahan dan analisis kandungan boraks
dalam 7 sampel bubur ayam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan bubur ayam yang diproduksi
oleh pedagang bubur ayam belum memenuhi syarat kesehatan karena hampir semua
pedagang bubur ayam belum menerapkan seluruh prinsip higiene sanitasi pengolahan
dengan baik mulai dari pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan baku, pengolahan
makanan, penyimpanan makanan jadi, pengangkutan makanan jadi, dan penyajian
makanan jadi. Hasil uji sampel di laboratorium menunjukkan tidak ada satupun sampel
bubur ayam yang mengandung boraks.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa bubur ayam aman untuk
dikonsumsi karena tidak terjadi penambahan boraks untuk tujuan pengentalan dan
pengawetan. Namun demikian, perlu diadakan pengawasan, penyuluhan, dan pelatihan
pengolahan makanan dan minuman oleh instansi terkait (Dinas Kesehatan) tentang
pentingnya penerapan higiene sanitasi pengolahan bubur ayam sehingga bubur ayam
yang diproduksi memenuhi syarat kesehatan dan aman untuk dikonsumsi.

Kata kunci : Higiene Sanitasi, Boraks, Bubur Ayam

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Chicken porridge is one of the favorites menu for breakfast consumed by many
people from among the children to adults because it tastes good, glut, cheap, and
nutritious. Chicken porridge is a food produced by home industry so that the quality of
this food is very hard to do. The addition of dangerous food additives often occurs in
food products produced by households. Borax into one of the options to make a thick
porridge more than 6 hours, bright white, and make porridge is not perishable. An
additional ingredient dangerous should not be there in the food. The application of
hygiene sanitation food hawker be one way to identify the addition of hazardous
materials in chicken porridge.
The purpose of this research was to know the description of the application of
sanitary and hygiene processing content in chicken porridge borax produced by chicken
porridge sellers in Medan Sunggal sub-district.
The methods used in this research was a descriptive to see descriptions of the
application processing and analysis hygiene sanitation borax content in 7 samples of
chicken porridge.
The results of research showed that the process of chicken porridge produced by
chicken porridge sellers not yet qualified health because almost all chicken porridge
sellers have not implemented all the principles of good hygiene sanitation of processing
from selection raw materials, storage of raw materials, food processing, food storage,
transporting food, and serving food. The sample in the laboratory test results showed
none of samples of chicken porridge containing borax.
Based on the results of these research found that chicken porridge was safe for
consumption because it does not happen the addition of borax for the purpose of
coagulation and preservation. However, it should be held supervision, counseling, and
training of food and beverage processing by the relevant agencies (Health Office) about
the importance of the application of hygiene sanitation chicken porridge processing so
that chicken porridge produced qualified health and safe to eat.

Keywords: Hygiene Sanitation, Borax, Chicken Porridge

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : RIKKY SUHANDA

Tempat/Tanggal Lahir : Delitua, 15 Maret 1991

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Anak Ke : 3 dari 4 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Pamah Gg Amri II No.82 Delitua, Medan

RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL :

1. SD Negeri 108075 Delitua : Tahun 1996-2002

2. SMP Negeri 1 Delitua : Tahun 2002-2005

3. SMA Swasta Singosari Delitua : Tahun 2005-2008

4. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU : Tahun 2008-2012

RIWAYAT PENDIDIKAN NON FORMAL:

1. T’KAD (Training Keislaman Dasar) UKMI AD-DAKWAH USU Tahun 2008

2. Latihan Kader I HMI Cabang Medan Tahun 2009

3. Latihan Kader LKMI HMI Cabang Medan Tahun 2009

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat

dan karunia NYAlah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Higiene

Sanitasi Pengolahan dan Analisa Boraks pada Bubur Ayam yang Dijual di

Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012” sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih teristimewa kepada orang

tuaku tercinta Ayahanda Poniran dan Ibunda Tumiyah karena tidak bosan bosannya

memberikan motivasi, dukungan moril maupun materil dan doa yang sangat luar biasa dari

awal perkuliahan sampai selesainya skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Bapak dr. Taufik Ashar, MKM selaku dosen pembimbing I dan Bapak Dr. dr.

Wirsal Hasan, MPH selaku dosen pembimbing II yang dalam proses penulisan skripsi ini

telah begitu banyak meluangkan waktu dan penuh kesabaran dalam memberikan

bimbingan, petunjuk, saran dan masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai

dengan baik.

Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, MKes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Penasehat Akademik, terima kasih untuk

nasehat dan bimbingannya setiap semester.

Universitas Sumatera Utara


4. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, Mkes selaku Pembantu Dekan III Fakultas Kesehatan

Masyarakat yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam perkuliahan dan

menyelesaikan skripsi ini.

5. dr. Devi Nuraini Santi, Mkes dan Ir. Indra Chahaya S, MSi selaku dosen penguji

skripsi yang telah memberikan saran dan dukungan untuk kesempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan dan tidak lupa penulis mengucapkan

banyak terima kasih kepada Kak Dian yang banyak membantu dalam pengurusan

administrasi mata kuliah skripsi.

7. Kak Juli selaku pegawai perpustakaan FKM USU yang telah memberikan motivasi

dan bantuan berupa buku-buku sehingga skripsi saya dapat selesai dengan baik.

8. Bapak Alhamra selaku Ketua Bidang MMHP (Makanan Minuman Hasil Pertanian)

Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan yang telah banyak memberikan

masukan dan bimbingan selama melakukan penelitian.

9. Bapak/Ibu Pedagang Bubur Ayam di Kecamatan Medan Sunggal yang telah

membantu penelitian penulis.

10. Teristimewa buat yayukku Lili dan suaminya Ken besertanya anak-anaknya yang

selalu menghadirkan canda tawa ketika penulis sedang mengerjakan skripsi

sehingga skripsi ini selesai tanpa rasa bosan dan lelah.

11. Buat abangku Edi Sanjaya makasih banget buat motivasinya dan transportasinya.

12. Teman-teman satu angkatan FKM USU 2008 teristimewa kepada sahabat-sahabatku

tersayang yaitu Sri Lestari (Cinlau), Winni RE Tumanggor, Melly Fitri Siregar

(Cleopatra), Linda Handayani (Lin Cuan), Titan Amaliani (Cubidutus), Marina

Universitas Sumatera Utara


Aprina (Nina Suarez), Via, Yunche Ndut, Budini, Syofia (Naya), Syaf niez, Mpit,

Hilma Farhani (Himawari), Qiqi man, Azhary Azwar (kancut), DJ Solihin dan

teman-teman yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah

memberikan motivasi, kebersamaan, berbagi suka dan duka serta doa selama masa

perkuliahan.

13. Nurwahyu Utami yang telah banyak membantu dalam mengedit, mengeprint, dan

memberi masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

14. Rekan-rekan peminatan Kesehatan Lingkungan (IMAKEL 2008), seluruh pengurus

HMI Komisariat FKM USU Periode 2011-2012, teman-teman seperjuangan di

UKMI AD-DAKWAH USU dan PHBI FKM USU Periode 2010-2011.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga

membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun

dalam memperkaya materi skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap semoga skrisi ini

dapat menjadi sumbangan berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam Ilmu

Kesehatan Masyarakat.

Medan, Juli 2012

Rikky Suhanda

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................. i
ABSTRAK .......................................................................................................................... ii
ABSTRACT......................................................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
1.1 LatarBelakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 5
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................ 5
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 7
2.1 Higiene dan Sanitasi Makanan ........................................................................... 7
2.1.1 Pengetian Higiene ...................................................................................... 7
2.1.2 Pengertian Sanitasi .................................................................................... 8
2.1.3 Pengertian Makanan .................................................................................. 9
2.1.4 Pengertian Higiene Sanitasi Makanan .................................................... 10
2.2 Peranan Makanan sebagai Media Penularan Penyakit .................................... 10
2.3 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan ................................................................... 11
2.3.1 Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Makanan ......................................... 11
2.3.1.1 Ciri-ciri Bahan Makanan yang Baik .......................................... 12
2.3.1.2 Sumber Bahan Makanan yang Baik .......................................... 14
2.3.2 Prinsip II : Penyimpanan Bahan Baku Makanan ................................... 14
2.3.3 Prinsip III : Pengolahan Makanan ......................................................... 17
2.3.3.1 Penjamah Makanan .................................................................... 18
2.3.3.2 Cara Pegolahan Makanan ........................................................... 19
2.3.3.3 Tempat Pengolahan Makanan .................................................... 20
2.3.3.4 Peralatan Pengolahan Makanan ................................................. 24
2.3.4 Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi .............................................. 25
2.3.5 Prinsip V : Pengangkutan Makanan ....................................................... 25
2.3.6 Prinsip VI : Penyajian Makanan ............................................................. 26
2.4 Bubur Ayam ...................................................................................................... 28
2.4.1 Bubur Ayam sebagai Makanan Jajanan ................................................. 28
2.4.2 Jenis-jenis Bubur Ayam .......................................................................... 29
2.4.3 Proses Pembuatan Bubur Ayam ............................................................. 30

Universitas Sumatera Utara


2.4.4 Diagram Pembuatan Bubur Ayam .......................................................... 33
2.5 Bahan Tambahan Makanan ............................................................................... 34
2.5.1 Pengertian BTM ........................................................................................ 34
2.5.2 Tujuan Penggunaan BTM ........................................................................ 34
2.5.3 Jenis BTM ................................................................................................. 36
2.5.4 BTM yang Diizinkan ................................................................................ 37
2.5.5 BTM yang Dilarang .................................................................................. 41
2.6 Zat Pengental ..................................................................................................... 41
2.7 Zat Pengawet ..................................................................................................... 43
2.6.1 Pengertian Zat Pengawet ......................................................................... 43
2.6.2 Jenis Zat Pengawet .................................................................................. 43
2.6.3 Tujuan Penggunaan Zat Pengawet ........................................................ 48
2.6.4 Pengawet yang Diizinkan dan Pengawet yang Dilarang
Penggunaannya ........................................................................................ 50
2.6.5 Dampak Zat Pengawet Terhadap Kesehatan ......................................... 51
2.8 Boraks atau Asam Borat ................................................................................... 52
2.7.1 Karakteristik Boraks ................................................................................ 52
2.7.2 Fungsi Boraks yang Sebenarnya ............................................................. 54
2.7.3 Makanan Mengandung Boraks ............................................................... 56
2.7.4 Mekanisme Toksisitas Boraks ................................................................ 58
2.7.5 Dampak Boraks Terhadap Kesehatan .................................................... 60
2.9 Kerangka Konsep .............................................................................................. 62
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................. 63
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................... 63
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 63
3.2.1 Lokasi Penelitian ..................................................................................... 63
3.2.2 Waktu Penelitian ...................................................................................... 64
3.3 Populasi dan Sampel .......................................................................................... 64
3.3.1 Populasi .................................................................................................... 64
3.3.2 Sampel ...................................................................................................... 64
3.3.3 Objek Penelitian ....................................................................................... 64
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................................... 65
3.5 Pelaksanaan Penelitian ....................................................................................... 65
3.5.1 Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium ....................... 65
3.5.2 Cara Pemeriksaan Boraks pada Bubur Ayam ........................................ 65
3.6 Definisi Operasional .......................................................................................... 67
3.7 Aspek Pengukuran ............................................................................................. 69
3.8 Analisa Data ....................................................................................................... 71
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................................... 72
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................... 72
4.2 Hasil Penelitian ................................................................................................. 72
4.2.1 Karakteristik pedagang Bubur Ayam ..................................................... 73
4.2.1.1 Jenis Kelamin ............................................................................... 73
4.2.1.2 Umur ............................................................................................. 73

Universitas Sumatera Utara


4.2.1.3 Tingkat Pendidikan ...................................................................... 74
4.2.1.4 Lama Berjualan ............................................................................ 74
4.2.1.5 Jumlah Produksi Bubur Ayam Per Hari ..................................... 75
4.2.2 Enam Prinsip Higiene Sanitasi pada Pedagang Buur Ayam ................. 75
4.2.2.1 Pemilihan Bahan Baku Makanan .............................................. 76
4.2.2.2 Penyimpanan Bahan Baku Makanan ......................................... 77
4.2.2.3 Pengolahan Makanan.................................................................. 77
4.2.2.4 Penyimpanan Makanan Jadi ...................................................... 81
4.2.2.5 Pengangkutan Makanan ............................................................. 82
4.2.2.6 Penyajian Makanan ..................................................................... 83
4.2.2.7 Higiene Sanitasi Pengolahan Bubur Ayam ............................... 84
4.2.3 Tingkat Pengetahuan Pedagang Bubur Ayam ....................................... 86
4.2.4 Analisa Kandungan Boraks dalam Bubur Ayam pada Pedagang
BuburAyam di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ...................... 91
4.2.4.1 Uji Kualitatif ............................................................................... 91
BAB V PEMBAHASAN .............................................................................................. 94
5.1 Karakteristik Pedagang Bubur Ayam ........................................................... 94
5.1.1 Kaitan Jenis Kelamin dengan Prinsip Higiene Sanitasi Makanan ..... 94
5.1.2 Kaitan Umur dengan Prinsip Higiene Sanitasi Makanan ................... 94
5.1.3 Kaitan Pendidikan dengan Prinsip Higiene Sanitasi Makanan .......... 95
5.1.4 Kaitan Lama Berjualan dengan Higiene Sanitasi Makanan ............... 95
5.1.5 Jumlah Produksi Bubur Ayam Per Hari .............................................. 96
5.2 Enam Prinsip Higiene Sanitasi pada Pedagang Bubur Ayam ................... 96
5.2.1 Pemilihan Bahan Baku Makanan ...................................................... 96
5.2.2 Penyimpanan Bahan Baku Makanan ................................................. 99
5.2.3 Pengolahan Makanan ........................................................................ 101
5.2.4 Penyimpanan Makanan Jadi ............................................................ 109
5.2.5 Pengangkutan Makanan .................................................................... 109
5.2.6 Penyajian Makanan ........................................................................... 111
5.3 Gambaran Higiene Sanitasi Pedagang Bubur Ayam di Kecamatan
Medan Sunggal .......................................................................................... 113
5.4 Tingkat Pengetahuan Pedagang Bubur Ayam .......................................... 114
5.5 Pemeriksaan Kandungan Boraks pada Bubur Ayam ............................... 114
5.5.1 Uji Kualitatif ..................................................................................... 114
BAB VI KESIMPULAN .............................................................................................. 118
6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 118
6.2 Saran ............................................................................................................. 119

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 121

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 2.1 Penyimpanan Bahan Makanan Mentah .................................................. 16

Tabel 2.2 Bahan Pengawet Organik Yang Diizinkan Pemakaiannya dan


Dosis Maksimum Yang Diperkenankan oleh Dirjen POM ................... 46

Tabel 2.3 Bahan Pengawet Anorganik Yang Diizinkan Pemakaiannya dan


Dosis Maksimum Yang Diperkenankan oleh Dirjen POM ................... 47

Tabel 2.4 Ciri-Ciri Makanan Yang Mengandung Boraks ...................................... 56

Tabel 4.1 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Jenis Kelamin di


Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ................................................ 73

Tabel 4.2 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Umur di Kecamatan


Medan Sunggal Tahun 2012 .................................................................... 74

Tabel 4.3 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Lama Berjualan di


Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ................................................ 74

Tabel 4.4 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Jumlah Produksi


Bubur Ayam per hari di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ....... 75

Tabel 4.5 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Pemilihan Bahan


Baku Makanan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ................. 76

Tabel 4.6 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Penyimpanan Bahan


Baku Makanan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ................. 77

Tabel 4.7 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Pengolahan


Makanan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ........................... 78

Tabel 4.8 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Ruang dan Peralatan
Pengolahan Makanan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012....... 79

Tabel 4.9 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Penyimpanan


Makanan Masak di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ............... 81

Tabel 4.10 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Pengangkutan


Makanan Masak di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ............... 82

Tabel 4.11 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Penyajian


Makanan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ........................... 83

Universitas Sumatera Utara


Halaman
Tabel 4.12 Hasil Rekapitulasi Higiene Sanitasi Pengolahan Bubur Ayam yang
Diproduksi oleh Pedagang Bubur Ayam di Kecamatan Medan
Sunggal Tahun 2012 ................................................................................ 84

Tabel 4.13 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Pengetahuan tentang


Higiene Sanitasi Makanan di Kecamatan Medan Sunggal
Tahun 2012 ............................................................................................... 86

Tabel 4.14 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Skore Pengetahuan


Tentang Higiene Sanitasi Makanan di Kecamatan ................................ 91

Tabel 4.15 Hasil Analisis Kualitatif Boraks dalam Bubur Ayam dengan Metode
Reaksi Nyala Api pada Pedagang Bubur Ayam di Kecamatan Medan
Sunggal Tahun 2012 ................................................................................ 92

Tabel 4.16 Hasil Analisis Kualitatif Boraks dalam Bubur Ayam dengan Metode
Pewarnaan pada Pedagang Bubur Ayam di Kecamatan Medan
Sunggal Tahun 2012 ................................................................................ 92

Tabel 4.17 Hasil Observasi Daya Tahan Bubur Ayam dan Kandungan Boraks
pada Pedagang Bubur Ayam di Kecamatan Medan Sunggal
Tahun 2012 ............................................................................................... 93

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Diagram Pembuatan Bubur Ayam……………………………………33

Gambar 2.2. Kerangka Konsep……………………………………………………..62

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Bubur Ayam di


Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ................................................................................125

Lampiran 2. Mater Data Hasil Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan


Bubur Ayam di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ..................................................... 128

Lampiran 3. Lembar Kuesioner Pengolahan Bubur Ayam di Kecamatan


Medan Sunggal Tahun 2012 .................................................................................................... 129

Lampiran 4. Master Data Kuesioner Penelitian ........................................................................................... 133

Lampiran 5. Dokumentasi Pada Saat Melakukan Penelitian ...................................................................... 134

Lampiran 6. Lembar Observasi dan Lembar Hasil Pemeriksaan Kandungan


Boraks pada Bubur Ayam yang Dijual di Kecamatan Medan
Sunggal Tahun 2012 ................................................................................................................ 139

Lampiran 7. Hasil Analisa Boraks pada Bubur Ayam di Balai Riset dan
Standarisasi Industri Medan .................................................................................................... 140

Lampiran 8. Surat Permohonan Izin Penelitian ........................................................................................... 141

Lampiran 9. Surat Selesai Penelitian ............................................................................................................ 142

Lampiran 10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1168/Menkes/PER/X/1999


Tentang Bahan Tambahan Makanan ....................................................................................... 143

Lampiran 11. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003


Tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan ...................................... 146

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Bubur ayam merupakan salah satu menu favorit untuk sarapan yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa karena
rasanya yang enak, mengenyangkan, murah, dan bergizi. Bubur ayam merupakan
makanan yang diproduksi oleh industri rumah tangga sehingga mutu makanan ini sangat
sulit dilakukan. Penambahan bahan tambahan makanan berbahaya sering kali terjadi
pada makanan jajanan yang diproduksi oleh rumah tangga. Boraks menjadi salah satu
pilihan untuk membuat bubur kental lebih dari 6 jam, berwarna putih cerah, dan
membuat bubur tidak mudah basi. Bahan tambahan berbahaya tidak boleh ada di dalam
makanan. Penerapan higiene sanitasi makanan jajanan menjadi salah satu cara untuk
mengidentifikasi penambahan bahan berbahaya pada bubur ayam tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penerapan higiene
sanitasi pengolahan dan kandungan boraks pada bubur ayam yang diproduksi oleh
pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah bersifat deskriptif untuk
melihat gambaran penerapan higiene sanitasi pengolahan dan analisis kandungan boraks
dalam 7 sampel bubur ayam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan bubur ayam yang diproduksi
oleh pedagang bubur ayam belum memenuhi syarat kesehatan karena hampir semua
pedagang bubur ayam belum menerapkan seluruh prinsip higiene sanitasi pengolahan
dengan baik mulai dari pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan baku, pengolahan
makanan, penyimpanan makanan jadi, pengangkutan makanan jadi, dan penyajian
makanan jadi. Hasil uji sampel di laboratorium menunjukkan tidak ada satupun sampel
bubur ayam yang mengandung boraks.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa bubur ayam aman untuk
dikonsumsi karena tidak terjadi penambahan boraks untuk tujuan pengentalan dan
pengawetan. Namun demikian, perlu diadakan pengawasan, penyuluhan, dan pelatihan
pengolahan makanan dan minuman oleh instansi terkait (Dinas Kesehatan) tentang
pentingnya penerapan higiene sanitasi pengolahan bubur ayam sehingga bubur ayam
yang diproduksi memenuhi syarat kesehatan dan aman untuk dikonsumsi.

Kata kunci : Higiene Sanitasi, Boraks, Bubur Ayam

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Chicken porridge is one of the favorites menu for breakfast consumed by many
people from among the children to adults because it tastes good, glut, cheap, and
nutritious. Chicken porridge is a food produced by home industry so that the quality of
this food is very hard to do. The addition of dangerous food additives often occurs in
food products produced by households. Borax into one of the options to make a thick
porridge more than 6 hours, bright white, and make porridge is not perishable. An
additional ingredient dangerous should not be there in the food. The application of
hygiene sanitation food hawker be one way to identify the addition of hazardous
materials in chicken porridge.
The purpose of this research was to know the description of the application of
sanitary and hygiene processing content in chicken porridge borax produced by chicken
porridge sellers in Medan Sunggal sub-district.
The methods used in this research was a descriptive to see descriptions of the
application processing and analysis hygiene sanitation borax content in 7 samples of
chicken porridge.
The results of research showed that the process of chicken porridge produced by
chicken porridge sellers not yet qualified health because almost all chicken porridge
sellers have not implemented all the principles of good hygiene sanitation of processing
from selection raw materials, storage of raw materials, food processing, food storage,
transporting food, and serving food. The sample in the laboratory test results showed
none of samples of chicken porridge containing borax.
Based on the results of these research found that chicken porridge was safe for
consumption because it does not happen the addition of borax for the purpose of
coagulation and preservation. However, it should be held supervision, counseling, and
training of food and beverage processing by the relevant agencies (Health Office) about
the importance of the application of hygiene sanitation chicken porridge processing so
that chicken porridge produced qualified health and safe to eat.

Keywords: Hygiene Sanitation, Borax, Chicken Porridge

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Medan, pada tahun 2010 terdapat

28.501 TPUM (Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan), salah satunya adalah pusat

makanan jajanan. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh

penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel

(Kepmenkes RI Nomor 942 Tahun 2003).

Salah satu makanan jajanan yang terdapat di Kota Medan adalah bubur ayam.

Bubur ayam merupakan makanan yang terbuat dari beras yang direbus dengan air kaldu

dalam waktu yang cukup lama sehingga menjadi lembek dan berair serta setelah bubur

ayam matang disajikan dengan kuah kaldu, suwiran daging ayam, kerupuk, cakwe,

bawang goreng dan irisan daun bawang (Bahari, 2011).

Bubur ayam merupakan salah satu menu favorit untuk sarapan dimana bubur

ayam banyak dikonsumsi oleh masyarakat mulai dari kalangan anak-anak hingga

dewasa karena rasanya yang enak, mengenyangkan, murah, dan bergizi. Namun, bubur

ayam yang kita konsumsi sehari-hari mempunyai resiko menjadi tidak aman untuk

dikonsumsi karena terkontaminasi bahan-bahan berbahaya seperti mikroba, bahan kimia

atau bahan lainnya yang dapat meracuni atau berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh

karena itu, tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya bahaya dalam makanan baik

fisik, kimia, dan biologi harus diperhatikan. Salah satu aspek yang harus diperhatikan

adalah bahan-bahan yang ditambahkan dalam bubur ayam seperti bahan pengental dan

Universitas Sumatera Utara


bahan pengawet non makanan. Salah satu contohnya adalah boraks (Kompasiana,

2011).

Boraks merupakan garam natrium tetraborat dengan rumus molekul

Na2B4O710H2O (Natrium Tetraborat Dekahidrat) yang memiliki titik didih sekitar

15750C dan titik lebur sekitar 7430C, berbentuk serbuk kristal berwarna putih, tidak

larut dalam eter, jika larut dalam air berubah menjadi natrium hidroksida dan asam

borat, mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada

suhu 1000C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat serta menguap pada

suhu 1400C dan berubah menjadi asam piroborat sehingga boraks bersifat permanen

(Andiarti, 2003).

Sejak lama, bleng (boraks) disalahgunakan oleh produsen nakal untuk

pembuatan kerupuk beras, mie, lontong (sebagai pengeras), ketupat (sebagai pengeras),

bakso (sebagai pengenyal dan pengawet), kecap (sebagai pengawet), bahkan pembuatan

bubur ayam (sebagai pengental dan pengawet). Produsen tersebut membeli bleng dalam

bentuk cair di pasar dengan harga yang murah dimana bleng adalah bentuk tidak murni

dari boraks yang terbuat dari campuran garam mineral konsentrasi tinggi yang

dihasilkan dari ladang garam atau kawah lumpur. Padahal fungsi boraks yang

sebenarnya adalah digunakan dalam dunia industri non pangan sebagai bahan solder,

bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik, dan pengontrol kecoa (Budiawan, 2004).

Berdasarkan reportase investigasi Trans TV di Jakarta (Berita Bulan Mei 2011),

pedagang bubur ayam keliling yang sempat diliput oleh stasiun TV tersebut

menjelaskan bagaimana cara pedagang bubur ayam membuat buburnya dengan

menggunakan boraks. Penjual bubur ayam juga mengakui bahwa ia memang sengaja

Universitas Sumatera Utara


memasukkan boraks ke dalam adonan buburnya saat dimasak. Fungsinya adalah agar

bubur ayam menjadi kental lebih dari 6 jam, berwarna putih cerah, tidak mudah

berubah, dan tidak mudah basi. Untuk ukuran beras 2 kg, maka boraks yang

dimasukkan sebanyak 1/2 sendok makan ke dalam adonan buburnya, kemudian

ditambahkan garam dan vetsin. Biasanya proses pembuatan bubur 2 hingga 4 jam, tetapi

karena bantuan boraks maka lamanya proses pematangan bubur paling lama cukup

hanya 3 jam saja agar matang sempurna. Penjual bubur ayam tersebut mengakui tidak

mengetahui adanya bahaya yang mengancam tubuh manusia bila terus menerus

mengonsumsi bubur yang dicampur dengan boraks. Penjual bubur tersebut juga

mengatakan bahwa hampir setiap pedagang bubur ayam selalu mencampurkan boraks

tersebut. Dari tujuh sampel bubur ayam yang diambil dan dibawa ke BPOM, ternyata

enam sampel bubur ayam tersebut positif mengandung boraks (Pariadi, 2011).

Dari tampilan fisik, bubur ayam yang mengandung boraks akan terasa lengket

seperti lem dan teksturnya terlihat padat, tampilan bubur akan tetap sama seperti baru

bahkan terlihat masih basah (masih mengandung air) jika didiamkan hingga keesokan

harinya, dan jika dibiarkan sampai esok hari, bubur ayam tidak berbau basi dan rasanya

tidak berubah (Kompasiana, 2011).

Boraks yang dicampurkan pada makanan dapat menjadi racun bagi tubuh kita

karena sebenarnya boraks bukan merupakan bahan tambahan makanan. Mengonsumsi

boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya

terakumulasi (tertimbun) sedikit demi sedikit dalam organ hati, otak, ginjal, dan testis.

Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit.

Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air

Universitas Sumatera Utara


kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya mengganggu

enzim-enzim metabolisme tetapi juga mengganggu alat reproduksi pria. Boraks yang

dikonsumsi cukup tinggi dapat menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin),

koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan

darah menurun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian (Oliveoile, 2008).

Berdasarkan survei pendahuluan, bubur ayam yang dijual di Kecamatan Medan

Sunggal terlihat kental, berwarna putih cerah, bubur ayam yang tidak berkuah tahan

sampai 12 jam, sedangkan bubur ayam yang berkuah hanya tahan sampai 9 jam serta

hampir semua penjual bubur di Kecamatan Medan Sunggal berjualan dari pagi sampai

sore hari. Selain itu, bubur ayam yang dijual terkadang habis dalam 1 hari dan terkadang

tidak habis dijual dalam 1 hari. Dilihat dari bentuk bubur ayam yang kental dan awet

sampai 12 jam, kemungkinan pedagang menggunakan bahan pengental dan bahan

pengawet. Selain itu waktu menyajikan bubur ayam, penjual bubur tidak memakai

sarung tangan, celemek, penjepit makanan, serta tidak mencuci tangan ketika mau

menyajikan bubur ayam. Sedangkan dilihat dari tempat penyimpanan, tempat

penyimpanan bubur tidak ditutup rapat, penyimpanan ayam diletakkan di piring dan

dibiarkan terbuka. Hal ini tentu saja tidak memenuhi syarat higiene dan sanitasi

makanan. Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang

penerapan higiene sanitasi pengolahan dan analisa boraks pada bubur ayam yang dijual

di Kecamatan Medan Sunggal.

Universitas Sumatera Utara


1.2 Rumusan Masalah

Belum pernah dilakukan penelitian mengenai gambaran higiene sanitasi

pengolahan dan analisa boraks pada bubur ayam di Kota Medan, khususnya di

Kecamatan Medan Sunggal.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran higiene sanitasi pengolahan dan keberadaan boraks

pada bubur ayam yang dijual di Kecamatan Medan Sunggal.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pedagang bubur ayam yaitu jenis kelamin,

umur, pendidikan, lama berjualan, jumlah produksi bubur ayam per hari.

2. Untuk mengetahui higiene sanitasi pemilihan bahan baku bubur ayam.

3. Untuk mengetahui higiene sanitasi penyimpanan bahan baku bubur ayam.

4. Untuk mengetahui higiene sanitasi pengolahan bubur ayam.

5. Untuk mengetahui higiene sanitasi penyimpanan bubur ayam.

6. Untuk mengetahui higiene sanitasi pengangkutan bubur ayam.

7. Untuk mengetahui higiene sanitasi penyajian bubur ayam.

8. Untuk mengetahui keberadaan boraks pada bubur ayam yang dijual di

Kecamatan Medan Sunggal.

9. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pedagang bubur ayam tentang

higiene sanitasi makanan.

Universitas Sumatera Utara


1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi penjual

untuk mempertahankan higiene dan sanitasi pengolahan bubur ayam.

2. Memberikan informasi dan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan

BPOM tentang pemakaian zat pengawet dan zat pengental berbahaya pada

bubur ayam dalam hal program pengawasan makanan yang beredar di

pasaran.

3. Menambah wawasan berpikir bagi peneliti terutama yang berhubungan

dengan higiene sanitasi dan penggunaan zat pengawet berbahaya pada bubur

ayam.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Higiene dan Sanitasi Makanan

Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah higiene dan sanitasi mempunyai

tujuan yang sama dan erat kaitannya antara satu dengan lainnya yaitu melindungi,

memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu maupun

masyarakat). Tetapi dalam penerapannya, istilah higiene dan sanitasi memiliki

perbedaan yaitu higiene lebih mengarahkan aktivitasnya kepada manusia (individu

maupun masyarakat), sedangkan sanitasi lebih menitikberatkan pada faktor-faktor

lingkungan hidup manusia (Azwar, 1990).

2.1.1 Pengertian Higiene

Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari kondisi

lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena

pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian

rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Misalnya, minum air yang direbus,

mencuci tangan sebelum memegang makanan, dan pengawasan kesegaran ataupun mutu

daging (Azwar, 1990).

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan subyeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk

melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring,

serta membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan

secara keseluruhan (Depkes RI, 2004).

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Pengertian Sanitasi

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada

pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan

manusia seperti pembuatan sumur yang memenuhi persyaratan kesehatan, pengawasan

kebersihan pada peralatan makan, serta pengawasan terhadap makanan (Azwar, 1990).

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan lingkungan dari subyeknya, misalnya menyediakan air yang bersih untuk

keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar

sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).

Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan

keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada

manusia (Chandra, 2006). Sedangkan menurut Oginawati (2008), sanitasi makanan

adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya

jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan yang dapat merusak makanan dan

membahayakan kesehatan manusia.

Menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), tujuan dari sanitasi makanan

antara lain:

a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan

b. Mencegah penularan wabah penyakit

c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat

d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan

e. Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang disebarkan oleh

perantara-perantara makanan

Universitas Sumatera Utara


Selain itu menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), di dalam upaya

sanitasi makanan, terdapat 6 tahapan yang harus diperhatikan yaitu:

a. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi

b. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan

c. Keamanan terhadap penyediaan air bersih

d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran

e. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan,

penyajian dan penyimpanan

f. Pencucian, pembersihan, dan penyimpanan alat-alat atau perlengkapan

2.1.3 Pengertian Makanan

Menurut WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh

tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk

pengobatan (Chandra, 2006).

Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pembuat

makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual

bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Depkes

RI, 2003).

Makanan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia dan makhluk

hidup lainnya, dimana makanan memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Makanan sebagai sumber energi, yaitu makanan memberikan panas dan tenaga

pada tubuh

b. Makanan sebagai zat pembangun, yaitu membangun jaringan tubuh yang baru,

memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh yang sudah tua

Universitas Sumatera Utara


c. Makanan sebagai zat pengatur, yaitu mengatur proses alamiah, kimiawi, dan

proses faal dalam tubuh

2.1.4 Pengertian Higiene Sanitasi Makanan

Higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan,

orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan

kesehatan. Persyaratan higiene sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang

ditetapkan terhadap produk rumah makan dan restoran, dan perlengkapannya yang

meliputi persyaratan bakteriologis, kimia, dan fisika (Depkes RI, 2003).

2.2 Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit

Menurut Sihite (2000), makanan dalam hubungannya dengan penyakit dapat

berperan sebagai:

1. Agent

Makanan dapat berperan sebagai penyebab penyakit, contohnya pada makanan

yang terkenal di Jawa Timur (Lumajang) dan Jawa Tengah (Banyumas) yaitu

tempe bongkrek. Tempe bongkrek terbuat dari kacang kedelai ditambah dengan

ampas kelapa yang dijamurkan. Van veen dan Murtens menemukan 2 racun di

dalam tempe bongkrek yaitu racun berwarna kuning dan racun tidak berwarna.

Contoh lain yaitu jamur seperti Aspergillus yaitu spesies dari genus Aspergillus

yang diketahui terdapat pada semua substrat, yang akan tumbuh pada buah

busuk, sayuran, biji-bijian, roti dan bahan pangan lainnya.

2. Vehicle

Makanan juga dapat sebagai pembawa bibit penyakit yang bisa berasal dari luar

atau dari dalam makanan, seperti bahan kimia atau parasit yang ikut termakan

Universitas Sumatera Utara


bersama makanan dan juga beberapa mikroorganisme yang patogen, serta bahan

radioaktif yang bisa membahayakan kesehatan.

3. Media

Makanan bertindak sebagai tempat berkembang biak bibit penyakit, dimana

kontaminan yang jumlahnya kecil seperti mikroorganisme, jika dibiarkan dalam

waktu yang lama dan suhu yang cukup di dalam makanan, maka bisa

menyebabkan wabah yang serius.

2.3 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

Prinsip higiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap empat faktor

yaitu tempat atau bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Keempat faktor

tersebut dikendalikan melalui 6 (enam) prinsip higiene sanitasi makanan yaitu (Depkes

RI, 2003) :

2.3.1 Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Makanan

Bahan makanan mentah atau bahan baku merupakan dasar untuk menghasilkan

makanan yang baik. Bahan baku yang baik akan menghasilkan makanan yang baik,

sedangkan bahan baku yang tidak baik akan menghasilkan makanan yang kurang baik.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan bahan baku yang baik, bahan baku makanan harus

diamankan dari kerusakan seperti pecah dan busuk serta pencemaran, baik dari asal

bahan baku atau maupun dari lingkungan. Kualitas bahan baku makanan yang baik

dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya dalam hal bentuk, warna, kesegaran,

bau, dan lainnya. Bahan makanan dikatakan baik jika cukup tua atau matang sesuai

kebutuhan, bebas dari pencemaran, tidak rusak secara fisik atau bahan kimia, dan bebas

dari bibit penyakit.

Universitas Sumatera Utara


2.3.1.1 Ciri – Ciri Bahan Makanan Yang Baik

Menurut Djajadiningrat (1989), ciri-ciri bahan makanan yang baik adalah

sebagai berikut:

1. Daging Ayam

− Bila dilihat, pada bagian dada tampak montok berisi

− Pada bagian paha tidak keras dan tampak penuh berisi

− Jika ditekan, akan kembali ke bentuk semula setelah dilepaskan

− Memiliki kulit yang halus, tidak berbintil, dan tidak berbulu

− Tidak ada bercak darah atau bagian yang memar pada daging ayam

− Bila dicium, tidak berbau busuk

− Berwarna putih bersih

2. Beras

− Dicium beraroma segar, beras yang baik akan beraroma segar dan tidak apek

− Warnanya jernih, tidak berwarna kusam atau kekuning-kuningan

− Dilihat, tidak ada benda asing seperti batu, potongan kaca, plastik yang dapat

membahayakan kesehatan manusia

− Diperiksa tak banyak patahannya. Beras yang baik tidak rapuh sehingga

tidak mudah patah

− Harus bebas dari zat pemutih (klorin). Bila beras terasa pahit, maka beras

tersebut sudah diberi zat pemutih (klorin)

− Jika dicuci dengan air, akan tetap harum atau beraroma segar

Universitas Sumatera Utara


− Jika dimasak akan terasa pulen. Beras yang baik akan menghasilkan nasi

yang pulen, wangi, dan berwarna putih mengkilat

− Dikemas dengan kemasan 100% food grade agar tak terkontaminasi bahan

beracun

3. Kerupuk

− Berwarna alami. Hindari membeli kerupuk yang warnanya mencolok karena

biasanya kerupuk dengan warna mencolok dibuat dengan menambahkan zat

pewarna

− Jika kerupuk rasa ikan dicium, ada aroma ikannya dan tidak amis, sedangkan

jika kerupuk rasa udang, tercium aroma udangnya dan tidak amis.

− Tidak bau apek / tengik

4. Telur

− Kulit bersih, kuat, tidak retak, tidak pecah, tidak bernoda kotoran, kering,

dan tidak basah

− Jika diteropong terlihat jernih

− Mempunyai lapisan zat tepung pada permukaan kulit

− Bila dikocok, maka akan mengembang

5. Sayur-sayuran

− Daun segar, tidak layu, dan utuh

− Tidak ada bekas gigitan serangga / hewan

− Tidak berubah warna

− bersih

Universitas Sumatera Utara


2.3.1.2 Sumber Bahan Makanan Yang Baik

Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik, perlu diketahui sumber-sumber

bahan makanan yang baik pula. Sumber bahan makanan yang baik seringkali tidak

mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang begitu panjang dan

melalui jaringan perdagangan pangan yang begitu luas.

Sumber bahan makanan yang baik adalah (Depkes RI, 2004) :

a. Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang

dikendalikan dengan baik misalnya swalayan

b. Tempat-tempat penjualan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah

dengan baik

2.3.2 Prinsip II : Penyimpanan Bahan Baku Makanan

Bahan makanan yang digunakan dalam proses produksi baik bahan baku, bahan

tambahan maupun bahan penolong, harus disimpan dengan cara penyimpanan yang baik

karena kesalahan dalam penyimpanan dapat berakibat penurunan mutu dan keamanan

makanan (Depkes RI, 2004).

Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah

rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu

sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci. Setelah dikeringkan

kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan

yang bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).

Tempat penyimpanan bahan baku makanan harus dalam keadaan bersih, kedap

air dan tertutup, serta penyimpanan bahan baku makanan terpisah dari makanan jadi.

Salah satu contoh tempat penyimpanan yang baik adalah lemari es atau freezer. Freezer

Universitas Sumatera Utara


sangat membantu penyimpanan bahan baku makanan jika dibandingkan dengan tempat

penyimpanan yang lain seperti lemari makan atau laci-laci penyimpanan makanan.

Freezer tidak mengubah penampilan, cita rasa dan tidak pula merusak nutrisi bahan

makanan yang disimpan selama batas waktu penyimpanan.

Syarat- syarat penyimpanan bahan makanan menurut Depkes RI (2011) adalah:

1. Tempat penyimpanan bahan baku makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan

bersih

2. Penempatannya terpisah dari makanan jadi

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan:

- dalam suhu yang sesuai

- ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm

- kelembaban penyimpanan dalam ruangan yaitu 80%-90%

4. Bila bahan makanan disimpan digudang, cara penyimpanannya tidak menempel

pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut:

- jarak makanan dengan lantai 15 cm

- jarak makanan dengan dinding 5 cm

- jarak makanan dengan langit-langit 60 cm

5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian

rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang

masuk lebih dahulu merupakan yang pertama keluar, sedangkan bahan makanan

yang masuknya belakangan terakhir dikeluarkan atau disebut dengan sistem FIFO

(First In First Out).

Universitas Sumatera Utara


Penyimpanan bahan makanan mentah dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Penyimpanan Bahan Makanan Mentah

Jenis Bahan Makanan Digunakan dalam Waktu

3 hari atau 1 minggu atau 1 minggu

kurang kurang atau lebih

Daging, ikan, udang, dan -5ᵒC s.d 0ᵒC -10ᵒC s.d -5ᵒC <-10ᵒC

olahannya

Telur, susu dan olahannya 5ᵒC s.d 7ᵒC -5ᵒC s.d 0ᵒC <-5ᵒC

Sayur, buah, dan minuman 10ᵒC 10ᵒC 10ᵒC

Tepung dan biji-bijian 15ᵒC 25ᵒC 25ᵒC

Sumber: Mukono, 2000

Ada 4 cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya yaitu (Depkes

RI, 2004) :

1. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10 ºC – 15 ºC untuk jenis

minuman buah, es krim dan sayur

2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4 ºC – 10 ºC untuk bahan

makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali

3. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0 ºC – 4 ºC untuk

bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam

4. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0 ºC untuk bahan makanan

protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam

Universitas Sumatera Utara


2.3.3 Prinsip III : Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah

menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti

kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan makanan

harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.

Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan menggunakan sarung

tangan plastik dan penjepit makanan (Arisman, 2009).

Tujuan pengolahan makanan adalah agar tercipta makanan yang memenuhi

syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai, serta mempunyai bentuk yang

mengundang selera (Azwar, 1990). Dalam pengolahan makanan, ada empat aspek yang

harus diperhatikan yaitu penjamah makanan, cara pengolahan makanan, tempat

pengolahan makanan, dan peralatan pengolahan makanan (Kusmayadi, 2008).

2.3.3.1 Penjamah Makanan

Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan

makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,

pengangkutan, sampai dengan tahap penyajian. Agar bahan makanan tidak sampai

tercemar, maka penjamah makanan harus terpelihara higiene dan sanitasinya. Syarat

yang ditetapkan pada penjamah makanan menurut Depkes RI (2003) antara lain:

1. Memiliki temperamen yang baik

2. Memiliki pengetahuan dan higiene perorangan yang baik seperti menjaga

kebersihan panca indera (mulut, hidung, tenggorokan, telinga), kebersihan kulit,

kebersihan tangan (potong kuku dan mencuci tangan), kebersihan rambut (pakai

tutup kepala), dan kebersihan pakaian kerja

Universitas Sumatera Utara


3. Berbadan sehat dengan surat keterangan sehat yang menyatakan:

− Bebas penyakit kulit

− Bebas penyakit menular seperti influenza, dan diare

− Bukan carrier dari suatu penyakit infeksi

− Bebas TBC, pertusis, dan penyakit pernapasan berbahaya lainnya

− Sudah mendapatkan imunisasi Chotypa (Cholera, Thypus, dan Parathypus)

Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadinya dan

harus selalu berperilaku sehat ketika bekerja. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam

kebersihan pribadi (personal hygiene) penjamah makanan adalah sebagai berikut:

1. Mencuci tangan, kerbersihan tangan penjamah makanan yang bekerja mengolah

dan memproduksi pangan sangat penting sehingga perlu mendapatkan perhatian

khusus. Penjamah harus selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan keluar dari

kamar mandi. Selain itu, kuku juga harus dirawat dan dibersihkan serta

dianjurkan supaya tidak memakai perhiasan seperti cincin sewaktu bekerja.

2. Pakaian, hendaknya penjamah makanan memakai pakaian khusus dengan

ukuran pas dan bersih, umumnya pakaian berwarna terang (putih) dan

penggunaannya khusus waktu bekerja saja.

3. Topi / penutup kepala, semua penjamah makanan hendaknya memakai topi atau

penutup kepala untuk mencegah jatuhnya rambut ke dalam makanan atau

kebiasaan menggaruk kepala.

Universitas Sumatera Utara


4. Sarung tangan dan celemek, hendaknya penjamah makanan memakai sarung

tangan dan celemek (apron) selama mengolah makanan dan sarung tangan ini

harus dalam keadaan baik dan bersih.

5. Tidak merokok, penjamah makanan sama sekali tidak diizinkan merokok selama

mengolah makanan.

2.3.3.2 Cara Pengolahan Makanan

Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih

dalam setiap pengolahan, penjamah makanan mencuci tangan setiap kali hendak

menjamah makanan, serta penjamah tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi

menggunakan peralatan seperti penjepit makanan.

Dalam proses pengolahan makanan perlu diperhatikan:

− Cara menjamah makanan

− Nilai gizi makanan

− Teknik memasak makanan

− Cara pengolahan yang bersih

− Higiene dan sanitasi makanan

− Higiene penjamah makanan

− Kesehatan penjamah makanan

2.3.3.3 Tempat Pengolahan Makanan

Tempat pengolahan makanan dimana makanan diolah sehingga menjadi

makanan yang terolah ataupun makanan jadi, biasanya disebut dapur. Dapur merupakan

Universitas Sumatera Utara


tempat pengolahan makanan yang harus memenuhi syarat higiene dan sanitasi,

diantaranya konstruksi dan perlengkapan yang ada.

Menurut Depkes RI (2011), syarat-syarat dapur adalah sebagai berikut:

1. Lantai

Lantai harus dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, rata, dan

kedap air. Selain itu sudut lantai dengan dinding melengkung 7,62 cm dari lantai.

Lantai harus mempunyai kemiringan 1-2% ke saluran pembuangan air limbah.

2. Dinding

Permukaan dinding sebelah dalam harus rata, halus, dan mudah dibersihkan. Jika

permukaan dinding terkena percikan air, maka harus dilapisi dengan bahan kedap

air dan mudah dibersihkan seperti porselen setinggi 2 meter dari lantai. Bagian

dinding yang kedap air tersebut dibuat halus, rata dan bewarna terang.

3. Atap

Atap harus rapat air, tidak bocor, cukup landai, dan tidak menjadi sarang tikus

dan serangga lainnya.

4. Langit-langit

Permukaan langit-langit harus rata, berwarna terang, serta mudah dibersihkan.

Selain itu langit-langit tidak boleh berlubang dan tinggi langit-langit sekurang-

kurangnya 2,4 meter dari lantai.

5. Pintu

Pintu harus dibuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan, dapat menutup

sendiri dengan baik dan membuka ke arah luar, setiap bagian bawah pintu

Universitas Sumatera Utara


setinggi 36 cm dilapisi logam dan jarak antara pintu dan lantai tidak lebih dari 1

cm.

6. Pencahayaan

Intensitas pencahayaan harus cukup untuk melakukan pekerjaan pengolahan

makanan secara efektif dan kegiatan pembersihan ruang. Di setiap ruangan

tempat pengolahan makanan, intensitas pencahayaan sedikitnya 10 foot candle

(100 lux). Pencahayaan tidak boleh menyilaukan dan harus tersebar merata

sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan bayangan.

7. Ventilasi / penghawaan

Ventilasi diperlukan untuk memelihara kenyamanan dengan menurunkan panas

dalam ruangan, mencegah pengembunan (kelembaban), serta membuang bau,

asap, dan debu dalam ruangan. Secara garis besar, ventilasi terbagi atas dua

macam yaitu ventilasi alam dan buatan. Ventilasi alam harus cukup (10% dari

luas lantai) dan mampu menjamin peredaran udara dengan baik dan harus dapat

menghilangkan uap, gas, asap, bau, dan debu dalam ruangan. Ventilasi buatan

diperlukan bila ventilasi alam tidak dapat memenuhi persyaratan.

8. Pembuangan asap

Dapur harus mempunyai cerobong asap yang dilengkapi dengan penyedot asap

(extractor) untuk mengeluarkan asap dari cerobongnya.

9. Penyediaan air bersih

Air bersih harus tersedia cukup dan memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan

keputusan menteri kesehatan baik kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas air

bersih minimal harus memenuhi syarat fisik yaitu tidak bewarna, tidak berasa,

Universitas Sumatera Utara


tidak berbau. Selain itu, di dapur harus tersedia tempat cuci tangan, tempat

mencuci peralatan, dan tempat pencucian bahan makanan yang terbuat dari

bahan yang kuat, aman, tidak berkarat, dan mudah dibersihkan.

10. Tempat sampah

Sampah harus ditangani sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran

makanan dari tempat sampah sehingga tempat sampah harus dipisahkan antara

sampah organik dan sampah anorganik serta diusahakan pencegahan masuknya

serangga ke tempat sampah. Tempat sampah yang baik adalah sebagai berikut:

− terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah berkarat, mempunyai tutup dan

memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan

jadi yang cepat membusuk

− mudah dibersihkan dan bagian dalam dibuat licin, serta bentuknya dibuat halus

− mudah diangkat dan ditutup

− kedap air, terutama menampung sampah basah

− tahan terhadap benda tajam dan runcing

Di samping itu sampah dibuang dalam waktu 24 jam dimana untuk sementara

sampah ditaruh di tempat pengumpul sementara yang terlindung dari serangga

dan tikus atau hewan lain dan terletak di tempat yang mudah dijangkau oleh

kendaraan pengangkut sampah. Segera setelah sampah dibuang, tempat sampah

dan peralatan lain yang kontak dengan sampah harus dibersihkan.

Universitas Sumatera Utara


11. Pembuangan air limbah

Sistem pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air,

tertutup dan harus dilengkapi dengan grease trap (penangkap lemak).

12. Perlindungan dari serangga dan tikus

Tempat pengolahan makanan harus terhindar dari serangga dan tikus karena

mereka dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti demam berdarah,

malaria, disentri, dan pest sehingga harus dibuat anti serangga dan tikus. Setiap

lubang pada bangunan harus dipasang dipasang kawat kassa berukuran 32 mata

per inchi pada ventilasi untuk mencegah masuknya serangga dan dibuat teralis

dengan jarak 2 cm pada pintu untuk mencegah masuknya tikus.

2.3.3.4 Peralatan Pengolahan Makanan

Peralatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan kesehatan sebagai

berikut (Depkes RI, 2011):

− Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan zat

beracun yang melebihi ambang batas sehingga membahayakan kesehatan seperti

timah (Pb), arsen (As), tembaga (Cu), seng (Zn), cadmium (Cd), dan antimon

(Sb)

− Peralatan pengolahan makanan tidak boleh rusak, gompel, retak, dan tidak

menimbulkan pencemaran terhadap makanan

− Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan makanan harus conus atau

tidak ada sudut mati, rata, halus, dan mudah dibersihkan

− Peralatan pengolahan makanan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan

Universitas Sumatera Utara


− Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak boleh

mengandung E.coli

− Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan yaitu pencucian peralatan

harus menggunakan sabun / detergent, serta dibebas hamakan sedikitnya dengan

larutan kaporit 50 ppm, dan air panas 800 C

− Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai

kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau mesin pengering dan tidak

boleh dilap dengan kain.

2.3.4 Prinsi IV : Penyimpanan Makanan Jadi

Prinsip penyimpanan makanan jadi bertujuan untuk mencegah pertumbuhan dan

perkembangan bakteri pada makanan, mengawetkan makanan dan mencegah

pembusukan makanan, dan mencegah timbulnya sarang hama dalam makanan. Hal-hal

yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan jadi adalah :

− Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, tikus, dan hewan

lainnya

− Makanan yang cepat busuk disimpan dalam suhu panas (65,5 ºC atau lebih) atau

disimpan dalam suhu dingin sekitar 4 ºC atau kurang

− Makanan cepat busuk untuk digunakan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam)

harus disimpan dalam suhu - 5 ºC sampai -1 ºC

− Untuk mencegah pertumbuhan bakteri usahakanlah makanan selalu berada pada

suhu dimana bakteri tidak tumbuh yaitu dibawah 100C atau diatas 600C.

Universitas Sumatera Utara


− Makanan dan minuman yang disajikan harus dengan wadah yang bersih dan

aman bagi kesehatan atau tutup makanan dan minuman harus dalam keadaan

bersih dan tidak mencemari makanan

2.3.5 Prinsip V : Pengangkutan Makanan

Prinsip pengangkutan makanan yang baik adalah tidak terjadinya pencemaran

selama proses pengangkutan baik pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia.

Kemungkinan pengotoran makanan terjadi sepanjang pengangkutan yang dipengaruhi

oleh alat pengangkut, teknik pengangkutan maupun tenaga pengangkut makanan. Perlu

diketahui bahwa makanan yang sudah dimasak sangatlah sensitif sifatnya, terutama

sensitif untuk tumbuhnya kuman maupun proses pembusukan. Hal-hal yang penting

diperhatikan dalam pengangkutan makanan yang memenuhi syarat sanitasi adalah

sebagai berikut:

− Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing (makanan jadi tidak

bercampur dengan makanan mentah) dan wadah yang digunakan harus baik,

utuh, kuat, dan ukurannya memadai dengan makanan yang akan diisi. Isi

makanan dalam wadah tidak boleh penuh (harus ada udara di bagian atas) untuk

menghindari terjadinya uap makanan yang mencair (kondensasi).

− Setiap wadah makanan harus ditutup secara baik dan tidak banyak dibuka

selama pengangkutan sampai di tempat penyajian

− Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya pada suhu panas

(600C) atau suhu dingin (40C)

Universitas Sumatera Utara


− Kendaraan untuk mengangkut makanan tidak dipergunakan untuk keperluan

mengangkut bahan lain

− Pengangkutan makanan yang melewati daerah kotor harus dihindari dan cari

jalan terpendek

2.3.6 Prinsip VI : Penyajian Makanan

Proses terakhir dari prinsip higiene sanitasi makanan adalah penyajian makanan

atau penjajaan makanan. Dalam penyajian makanan harus diperhatikan tempat

penyajian, alat penyajian, dan tenaga penyaji. Makanan disajikan pada tempat yang

bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, peralatan yang digunakan bersih, dan orang

yang menyajikan makanan harus berpakaian bersih, menggunakan tutup kepala, dan

tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Slamet,

2004).

Adapun syarat penyajian makanan yang baik adalah sebagai berikut (Depkes RI,

2011):

1) Cara menyajikan makanan harus terhindar dari pencemaran

2) Peralatan yang dipergunakan untuk menyajikan makanan harus terjaga

kebersihannya

3) Makanan jadi yang disajikan harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan yang

bersih

4) Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas

penghangat makanan dengan suhu minimal 600C

5) Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian bersih

Universitas Sumatera Utara


6) Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

− Di tempat yang bersih

− Meja dimana makanan disajikan harus tertutup kain putih atau tutup plastik

bewarna menarik kecuali bila meja dibuat dari formica, taplak tidak mutlak

ada

− Tempat-tempat bumbu/merica, garam, cuka, saus, kecap, sambal, dan lain-

lain perlu dijaga kebersihannya terutama mulut tempat bumbu

− Asbak tempat abu rokok yang tersedia di atas meja makan setiap saat

dibersihkan

− Peralatan makan dan minum yang telah dipakai, paling lambat 5 menit sudah

dicuci bersih

7) Lokasi penjualan juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

− Lokasi penjualan minimal 500 meter dari sumber pencemaran

− Lokasi penjualan harus terhindar dari serangga

− Lokasi penjualan dilengkapi dengan tempat sampah yang memenuhi syarat

kesehatan

− Lokasi penjualan dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti air bersih,

SPAL, toilet, tempat sampah, dan tempat cuci tangan

2.4 Bubur Ayam

2.4.1 Bubur Ayam Sebagai Makanan Jajanan

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), makanan jajanan yang

dijual oleh pedagang kaki lima didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang

Universitas Sumatera Utara


dipersiapkan atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat

keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau

persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki lima dapat menjawab tantangan masyarakat

terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi. Karena pengolahannya

yang praktis dan hemat waktu, maka makanan jajanan sangat digemari (Februhartanty

dan Iswarawanti, 2004).

Salah satu makanan jajanan adalah bubur ayam. Bubur ayam adalah makanan

yang terbuat dari beras yang direbus dengan air kaldu dalam waktu yang cukup lama

sehingga menjadi lembek dan berair lalu diberi kuah, suwiran daging ayam, kerupuk,

cakwe, dan irisan daun bawang. Bubur ayam merupakan salah satu menu favorit untuk

sarapan yang digemari oleh hampir semua kalangan dan semua usia, mulai dari anak-

anak hingga orang dewasa karena selain rasanya yang enak dan mengenyangkan,

harganya juga cukup murah dan bergizi (Bahari, 2011).

2.4.2 Jenis-Jenis Bubur Ayam

Adapun jenis-jenis bubur ayam adalah sebagai berikut (Bahari, 2011):

1. Bubur ayam abon

Yaitu makanan yang terbuat dari campuran beras, air, serai, dan jahe yang

dimasak dalam waktu 1 jam hingga menjadi lembek, sedangkan ayamnya

dimasak dengan campuran santan, rempah-rempah, dan gula merah hingga

kering sampai menjadi abon. Dalam satu porsi bubur ayam abon terkandung nilai

gizi seperti karbohidrat (28,7 gr), energi (249 kal), protein (22,1 gr), dan lemak

sebesar 4,1 gr.

Universitas Sumatera Utara


2. Bubur ayam oriental

Salah satu yang khas dari bubur ayam oriental adalah telur ayam kampung dan

kecap asin sebagai pelengkapnya dimana bumbu yang digunakan adalah jahe,

bawang putih, merica bubuk, dan garam. Satu porsi bubur ayam oriental

terkandung nilai gizi karbohidrat sebesar 39,7 gr, energi sebesar 331 kal, protein

sebesar 23,1 gr, dan lemak sebesar 9,0 gr.

3. Bubur ayam original

Yaitu bubur ayam yang terbuat dari campuran beras, garam, daun salam, dan

kaldu bubuk dengan memakai kuah kuning, irisan daun seledri, suwiran ayam,

dan kecap manis sebagai pelengkapnya.

4. Bubur ayam Manado

Yaitu bubur yang terbuat dari campuran sayur-sayuran seperti ubi, jagung, labu

kuning, daun melinjo, kacang panjang, bayam, dan kangkung yang dimasak

menjadi satu sampai kental dengan bumbu kemangi dan garam. Selain untuk

sarapan, bubur ayam Manado juga dapat menyembuhkan sakit tenggorokan,

meningkatkan nafsu makan dan menghangatkan tubuh ketika kita demam.

2.4.3 Proses Pembuatan Bubur Ayam

Adapun proses pembuatan bubur ayam adalah sebagai berikut (Utami, 2010):

Bahan utama :

a. 120 gr beras

b. 3500 cc air

c. Garam secukupnya

d. 1 ekor ayam

Universitas Sumatera Utara


e. 2 lembar daun salam

f. 2 batang serai

g. 2 lembar daun jeruk nipis

h. Merica

i. Ketumbar

j. 1 butir kemiri

k. 2 siung bawang butih

l. 4 siung bawang merah

m. kunyit

Bahan pelengkap:

a. Kecap manis

b. Cakwe

c. Kerupuk

d. Daun bawang

e. Sambal

f. Kacang kedelai goreng

Cara membuat bubur

1. Rebus ayam dengan 3500 cc air hingga mendidih, angkat dan saring air

kaldunya

2. Masak beras dengan 2200 cc air kaldu

3. Tambahkan garam dan daun salam

4. Aduk terus hingga mengental menjadi bubur

Universitas Sumatera Utara


5. Selanjutnya, ayam yang telah direbus tadi selanjutnya digoreng sampai matang

dan disuwir- suwir

Cara membuat kuah kuning bubur ayam

1. Haluskan bumbu (bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar, kunyit dan

merica)

2. Panaskan minyak dan tumis bumbu yang sudah dihaluskan

3. Masukkan daun jeruk nipis dan serai

4. Tambahkan sisa air kaldu 1300 cc

5. Masak kuah hingga mendidih

Cara menghidangkan bubur ayam

1. Taruh bubur yang sudah dimasak ke dalam piring

2. Lalu siram dengan kuah kuning

3. Tambahkan suwiran ayam, cakwe, kerupuk, dan irisan daun bawang

4. Sajikan dengan sambal dan kecap manis

Universitas Sumatera Utara


2.4.4 Diagram Pembuatan Bubur Ayam

Bubur Ayam

Bubur ayam
Kuah Kuning

Ayam direbus Haluskan bumbu (bawang


Beras
dengan air merah, bawang putih,
hingga ketumbar, kunyit, dan
mendidih merica

Direbus
dengan
air kaldu Angkat ayam dan saring air Bumbu yang sudah
kaldunya dan ayam yang dihaluskan ditumis
sudah direbus kemudian
digoreng sampai matang
dan disuwir-suwir
Tambahkan air jeruk nipis,
Tambahkan garam dan serai, dan air kaldu
daun salam

Masak hingga mendidih

Aduk terus hingga mengental


menjadi bubur

Penyajian

Gambar 2.1. Diagram Pembuatan Bubur Ayam

Sumber: Utami, 2010

Universitas Sumatera Utara


2.5 Bahan Tambahan Makanan (BTM)

2.5.1 Pengertian Bahan Tambahan Makanan

Berdasarkan Permenkes RI No. 722 Tahun 1988, bahan tambahan makanan

(food additive) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan

biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak

mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk

maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan,

perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan

untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu

komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan.

Menurut POM (2004), bahan tambahan makanan adalah bahan atau campuran

bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi di

tambahkan dalam makanan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk makanan, antara lain

bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental.

Defenisi lain mengatakan bahwa bahan tambahan makanan adalah bahan yang

ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan

untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur dan memperpanjang daya simpan.

Selain itu, juga dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin

(Cahyadi, 2009).

2.5.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan

− Mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan makanan

− Membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan

Universitas Sumatera Utara


− Mencegah pembusukan akibat mikroba

− Untuk mempertahankan mutu atau kestabilan makanan

− Untuk mengawetkan makanan

− Membentuk makanan jadi lebih baik, enak, dan renyah

− Memberi warna, aroma, citarasa, bentuk, dan tekstur pada makanan

− Meningkatkan kualitas makanan

− Menghemat biaya

− Sebagai pengemulsi (emulsifier), misalnya dalam pembuatan dressing salad

untuk mencampur minyak dan air agar tidak terpisah

− Mempermudah preparasi bahan makanan

Penggunaan bahan tambahan makanan diperbolehkan jika tidak mengganggu nilai

gizi makanan, tidak mengurangi zat essensial, dapat meningkatkan mutu makanan,

menyebabkan makanan menjadi lebih menarik, tidak digunakan untuk

menyembunyikan kerusakan makanan, tidak digunakan untuk menyembunyikan cara

kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan, tidak

digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak

memenuhi persyaratan dan penggunaan bahan makanan diperbolehkan jika

dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan

(Cahyadi, 2009).

Penggunaan bahan tambahan makanan tidak diperbolehkan jika bertujuan untuk

menyembunyikan cara pembuatan atau pengolahan yang tidak baik, untuk mengelabui

konsumen seperti memberi kesan baik pada suatu makanan yang dibuat dari bahan yang

Universitas Sumatera Utara


kurang baik mutunya, serta tidak diperbolehkan jika mengakibatkan penurunan nilai

gizi pada makanan (Katharina, 2008).

2.5.3 Jenis Bahan Tambahan Makanan

Pada umumnya bahan tambahan makanan dapat dibagi menjadi dua golongan

besar, yaitu sebagai berikut (Cahyadi, 2009) :

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan,

dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat

mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan. Misalnya zat

pengawet, pewarna, dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak

mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik

dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi,

pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau

kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan

mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan

dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu

pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan

hidrokarbon aromatik polisiklis.

Apabila dilihat dari asalnya, bahan tambahan makanan terbagi menjadi dua yaitu

(Cahyadi, 2009):

1. Bahan tambahan makanan yang berasal dari sumber alamiah seperti lesitin dan

asam sitrat.

Universitas Sumatera Utara


2. Bahan tambahan makanan yang disintesis dari bahan kimia yang mempunyai

sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun

sifat/fungsinya seperti amil asetat, ß-karoten dan asam askorbat. Pada umumnya

bahan sintetis mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih

murah. Tetapi adapula kelemahannya, yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan

proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan dan

kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker

pada hewan atau manusia.

2.5.4 Bahan Tambahan Makanan Yang Diizinkan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

722/Menkes/Per/IX/1988, golongan BTM yang diizinkan diantaranya sebagai

berikut (Depkes RI, 1988) :

a. Antioksidan (antioxidant), yaitu bahan tambahan yang jika ditambahkan pada

makanan dapat mencegah, menghambat atau memperlambat proses oksidasi

pada makanan. Antioksidan digunakan pada makanan yang makanan yang

mengandung lemak hewani, lemak nabati, produk pangan dengan kadar lemak

tinggi, produk daging, produk ikan, dan produk lainnya. Contoh antioksidan

yang diizinkan penggunaannya yaitu asam askorbat, asam eritrobat, askorbil

palmitat, askorbil stearat, butil hidroksi anisol (BHA), butil hidrokinon tersier,

butil hidroksi toluen (BHT), dilauril tiodipropionat, propil galat, timah (II)

klorida, alpha tokoferol, dan tokoferol campuran pekat.

b. Antikempal (anticaking agent), yaitu bahan tambahan makanan yang dapat

mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk, tepung, atau bubuk.

Universitas Sumatera Utara


Contohnya adalah kalsium aluminium silikat, magnesium karbonat, natrium

alumino silikat, kalium ferosianida, dan silikon dioksida yang digunakan untuk

garam meja.

c. Pengatur keasaman (acidity regulator), yaitu bahan tambahan makanan yang

dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman.

Contohnya asam asetat glasial, asam laktat, dan asam nitrat yang digunakan

untuk sarden kalengan.

d. Pemanis buatan (artificial sweeterner), yaitu bahan tambahan makanan yang

dapat memberikan rasa manis pada makanan. Pemanis buatan pada umumnya

ditambahkan pada makanan khusus bagi penderita diabetes atau yang dimaksud

dengan makanan berkalori rendah. Contoh sakarin dan siklamat.

e. Pemutih dan pematang tepung (flour treatment agent), yaitu bahan makanan

yang seringkali digunakan pada bahan tepung dan produk olahannya dengan

maksud agar karakteristik warna putih dari tepung yang bermutu baik tetap

terjaga serta untuk mempercepat proses pematangan tepung yang berhubungan

dengan pengembangan adonan selama proses pemanggangan. Contohnya adalah

asam askorbat, aseton peroksida, azodikarbon amida dan hidroklorida.

f. Pengemulsi, pemantap, dan pengental (emulsifier, stabilizer, thickener), yaitu

bahan tambahan makanan yang jika ditambahkan pada makanan dapat

mengentalkan, memantapkan dan membantu terbentuknya sistem dispersi yang

homogen pada makanan. Contohnya asam alginat yang digunakan sebagai

pemantap dalam pembuatan es krim, sebagai pembentuk suspensi dan pengental

dalam minuman dari buah-buahan, serta pengemulsi dalam pembentukan saus.

Universitas Sumatera Utara


g. Pengawet (preservative), yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mencegah

atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain dari

makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan

khamir sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Contoh natrium

benzoat yang digunakan untuk pengawet kecap, saus tomat, jeli, dan minuman

ringan serta asam sorbat untuk pengawet keju.

h. Pengeras (firming agent), yaitu bahan tambahan makanan yang bertujuan

mengeraskan atau mencegah melunaknya makanan. Bahan tambahan makanan

ini biasanya ditambahkan pada makanan yang berasal dari buah atau sayuran

yang diawetkan. Contoh aluminium sulfat untuk acar ketimun dalam botol dan

monokalsium fosfat yang digunakan dalam apel kaleng dan sayur kalengan.

i. Pewarna (colour), yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memberi atau

memperbaiki warna makanan. Fungsi pemberian pewarna adalah untuk

memperindah warna makanan atau memperbaiki warna makanan yang menjadi

pucat karena proses pengolahan. Contoh karamel untuk warna coklat yang

bersumber dari gula yang dipanaskan, klorofil untuk warna hijau, dan xanthon

untuk warna kuning yang bersumber dari tanaman.

j. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer), yaitu bahan

tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah, atau mempertegas rasa

dan aroma. Contohnya monosodium glutamat (vetsin) untuk menyedapkan rasa

daging.

k. Sekuestran (sequestrant), yaitu bahan tambahan makanan yang jika ditambahkan

pada makanan padat akan mengikat ion logam dalam makanan sehingga

Universitas Sumatera Utara


memantapkan sifat makanan terutama sifat organoleptik (warna, rasa, dan

aroma). Bahan tambahan makanan ini bisanya ditambahkan pada makanan yang

dikemas dalam kaleng atau yang cepat menjadi rusak oleh adanya sedikit logam.

Contohnya adalah garam-garam fosfat, senyawa metafosfat, dan lain-lain.

Selain BTM yang tercantum dalam peraturan menteri tersebut, ada beberapa

BTM lainnya yang biasa digunakan dalam makanan, misalnya (Cahyadi, 2009) :

1. Enzim, yaitu BTM yang berasal dari hewan, tanaman, atau mikroba yang dapat

menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat makanan menjadi lebih

empuk, lebih larut, dan lain-lain.

2. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral, atau vitamin,

baik tunggal, maupun campuran, yang dapat meningkatkan nilai gizi makanan.

3. Humektan, yaitu BTM yang ditambahkan pada makanan dengan tujuan

mempertahankan kandungan air atau kelembaban dari makanan. Humektan sering

ditambahkan pada kembang gula terutama kembang gula yang tidak dibungkus atu

dikemas secara baik agar kembang gula tersebut tidak menjadi keras. Contoh

humektan yaitu gliserin dan provilen glikol.

2.5.5 Bahan Tambahan Makanan Yang Dilarang

BTP yang tidak diizinkan atau dilarang menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 diantaranya sebagai berikut

(Depkes RI, 1999) :

1. Asam borat (boric acid) dan senyawanya

2. Asam salisilat (salicylic acid) dan garamnya

3. Dietilpirokarbonat (diethylpirocarbonate)

Universitas Sumatera Utara


4. Dulsin (Dulcin)

5. Kalium klorat (pottasium chlorate)

6. Kloramfenikol (chloramphenicol)

7. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)

8. Nitrofurazon (nitrofurazone)

9. Formalin (formaldehyde)

10. Kalium bromat (potassium bromate)

11. Rhodamin B

12. Methanyl yellow

2.6 Zat Pengental (Thickeners and Stabilizers)

Pengental makanan disebut juga hidrokoloid, gum, maupun polimer larut air.

Prinsip kerja pengental adalah memodifikasi sifat air. Zat pengental adalah zat yang

berfungsi untuk memekatkan, menstabilkan, dan mengentalkan bahan makanan yang

memiliki kandungan air sehingga membentuk suatu tingkat kekentalan tertentu

(Cahyadi, 2009).

Secara umum, kegunaan pengental pada produk makanan adalah sebagai berikut

(Lisan, 2011):

− Memperbaiki rasa dan tekstur pada makanan

− Pembentuk suspensi pada makanan

− Penstabil campuran air dan minyak

− Bahan pengikat dalam produk makanan kering dan semi kering

− Bahan pembentuk gel pada makanan yang membutuhkan fisik tertentu

Universitas Sumatera Utara


Biasanya, pengental digunakan pada produk makanan hanya dalam jumlah yang

kecil, dengan konsentrasi 0,15% pada produk selai, 0,35% pada produk krim, dan 1-2%

pada produk saus salad (Lisan, 2011).

Dua jenis pengental yang digunakan pada makanan adalah sebagai berikut

(Lisan, 2011):

1. Pengental Alami

Adalah pengental yang diperoleh dari tumbuhan atau hewan. Contohnya adalah

gum Arabic, alginat, karagenan, gelatin, pektin, dan casein.

2. Pengental Semi Sintetis

Adalah pengental yang diperoleh campuran bahan kimia dan bahan alami

organik. Contohnya adalah carboxymethylcellulose (CMC), dextran, gellan.

xanthan gum, dan beberapa turunan selulosa lainnya.

2.7 Zat Pengawet

2.7.1 Pengertian Zat Pengawet

Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan Katharina (2008),

bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang berfungsi mencegah atau

menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang

disebabkan oleh mikroorganisme.

Menurut Cahyadi (2009), bahan pengawet adalah zat yang mampu menghambat,

menahan, atau menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari

proses pembusukan. Pada dasarnya, prinsip pengawetan makanan adalah memberi

perlakuan terhadap bahan makanan untuk mencapai salah satu dari tujuan pengawetan

makanan yaitu mengurangi jumlah awal sel mikroba di dalam makanan,

Universitas Sumatera Utara


memperpanjang fase adaptasi semaksimum mungkin sehingga pertumbuhan mikroba

diperlambat, memperlambat fase pertumbuhan mikroba, dan mempercepat fase

kematian mikroba (Abbas dan Nurwantoro, 1997).

Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu,

tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai

sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat

pertumbuhannya juga berbeda. Pada saat ini, masih banyak ditemukan penggunaan

bahan-bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan seperti boraks dan formalin.

2.7.2 Jenis Zat Pengawet

Menurut Yuliarti (2007), zat pengawet terbagi menjadi dua golongan yaitu:

1. Pengawet alami

a. Chitosan

Chitosan merupakan produk samping (limbah) perikanan, khususnya udang

dan rajungan. Chitosan baik digunakan untuk mengawetkan ikan. Chitosan

dilarutkan dalam asam asetat kemudian ikan asin yang akan diawetkan

dicelupkan ke dalam larutan tersebut. Chitosan bekerja dengan cara menekan

pertumbuhan bakteri dan kapang serta mengikat air sehingga dengan

penambahan chitosan ikan asin akan bertahan selama 3 bulan. Penggunaan

chitosan sangat menguntungkan karena mampu mempertahankan rasa dan

aroma ikan yang diawetkan.

Universitas Sumatera Utara


b. Karagenan

Merupakan bahan pengenyal yang terbuat dari rumput laut yang dapat

digunakan untuk mengenyalkan bakso, ikan asin, maupun mie sehingga

dapat dijadikan alternatif pengganti boraks.

c. Kalsium hidroksida (kapur sirih)

Kapur sirih aman digunakan untuk bahan pengawet bakso dan lontong

maupun pengeras kerupuk serta berbagai jenis masakan yang lain

d. Air ki atau air abu merang

Pengawetan mie basah dapat dilakukan dengan air ki. Air ki dapat

mengawetkan mie dengan aman karena diperoleh dari proses pengendapan

air dan abu merang padi. Air ki juga cukup mudah dibuat sendiri yaitu

dengan cara membakar merang padi, mengambil abunya, serta

mencampurkan abu tersebut dengan air dan kemudian endapkan.

e. Buah picung (biji kepayang atau kluwak)

Buah ini dapat mengawetkan ikan segar selama 6 hari tanpa mengurangi

mutunya. Tanaman ini mempunyai nama sesuai tempat tanaman ini berada.

Untuk dapat memanfaatkannya sebagai pengawet, kepayang dicincang halus

dan dijemur selama 2-3 hari. Hasil cincangan tanaman ini kemudian

dimasukkan ke dalam perut ikan laut yang telah dibersihkan isi perutnya.

f. Bawang putih dan kunyit

Penggunaan kunyit pada tahu dapat memberikan warna kuning, sebagai

antibiotik, dan mampu mengawetkan tahu agar tidak cepat masam. Namun

Universitas Sumatera Utara


kalau kita ingin tahu berwarna putih, dapat digunakan air bawang putih untuk

merendam tahu agar lebih awet dan tidak cepat masam.

g. Jeruk nipis

Asam sitrat yang diperoleh dari jeruk nipis berfungsi sebagai pengawet dan

antioksidan. Sifat asam jeruk nipis mampu mencegah pertumbuhan mikroba,

bersifat sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan bahan

makanan yang mengandung karbohidrat, protein, minyak/lemak.

h. Garam Dapur

Sejak lama hingga saat ini garam digunakan sebagai bahan pengawet

terutama untuk daging dan ikan. Larutan garam yang masuk ke dalam

jaringan dan mengikat air bebasnya, sehingga menghambat pertumbuhan dan

aktivitas bakteri penyebab pembusukan, kapang, dan khamir. Produk pangan

hasil pengawetan dengan garam dapat memiliki daya simpan beberapa

minggu hingga bulan dibandingkan produk segarnya yang hanya tahan

disimpan selama beberapa jam atau hari pada kondisi lingkungan luar. Ikan

pindang, ikan asin, telur asin dan sebagainya merupakan contoh produk

pangan yang diawetkan dengan garam.

2. Pengawet Sintetis

a. Zat Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada zat pengawet

anorganik karena pengawet organik lebih mudah dibuat dan dapat

terdegradasi sehingga mudah diekskresikan. Bahan pengawet organik yang

Universitas Sumatera Utara


sering digunakan adalah asam sorbat, asam propianat, dan asam benzoat,

asam asetat, dan natrium benzoat.

Tabel 2.2 Bahan Pengawet Organik yang Diizinkan Pemakaiannya dan


Dosis Maksimum yang Diperkenankan Oleh Dirjen POM
Nama BTM Jenis Bahan Batas Maksimum Penggunaan
Makanan
Asam benzoat Kecap 600 mg/kg
dan natrium Minuman ringan 600 mg/kg
benzoat Margarin 1 g/kg, tunggal atau campuran
dengan asam sorbat dan garamnya
Saus tomat 1 g/kg
Asam Sediaan keju olahan 3 g/kg, tunggal atau campuran
propionat dengan asam sorbat dan garamnya
Roti 2 g/kg
Asam sorbat Sediaan keju olahan 3 g/kg, tunggal atau campuran
dengan asam propionat dan
garamnya
Sumber: Permenkes RI Nomor 722/Menkes/per/IX/88

b. Zat Pengawet Anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen

peroksida, nitrat dan nitrit. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada

proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah

pertumbuhan mikroba seperti Clostridium botulinum.

Tabel 2.3 Bahan Pengawet Anorganik yang Diizinkan Pemakaiannya dan


Dosis Maksimum Penggunaannya yang diperkenankan Oleh Dirjen
POM
Nama BTM Jenis Bahan Batas Maksimum Penggunaan
Makanan
Kalium nitrat Daging olahan; 500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan
atau Natrium
nitrat daging awetan K-nitrat atau Na-Nitrat

Keju 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan

K-nitrat atau Na-nitrat

Universitas Sumatera Utara


Kalium nitrit Daging olahan; 125 mg/kg, tunggal atau campuran dengan
atau Natrium
nitrit daging awetan K-nitrit atau Na-nitrit

Korned kalengan 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan

K-nitrit atau Na-nitrit

Kalium bisulfit, Potongan kentang 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan


Kalium
metabisulfit, goreng beku senyawa sulfit lainnya
Natrium bisulfit,
dan Na- Udang beku 100 mg/kg bahan mentah; 30 mg/kg
metabisulfit
produk yang telah dimasak, tunggal atau

campuran dengan senyawa sulfit lainnya

Sumber: Permenkes RI Nomor 722/Menkes/per/IX/88

2.7.3 Tujuan Penggunaan Zat Pengawet

Banyak cara yang telah dilakukan untuk mengawetkan bahan pangan, misalnya

pengalengan makanan, diawetkan (asinan/manisan) dalam botol, pendinginan,

pemanasan, pengeringan dan penggaraman. Dalam melakukan pengawetan biasanya

digunakan bahan kimia dan dewasa ini penggunaannya semakin bertambah karena

merupakan salah satu pilihan yang menguntungkan bagi produsen makanan olahan.

Secara umum, alasan produsen makanan menggunakan bahan/zat pengawet

adalah sebagai berikut (Fardiaz, 2007):

1. Memperpanjang masa simpan makanan

Penambahan pengawet bertujuan untuk menghambat ataupun menghentikan

aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir sehingga produk

makanan dapat disimpan lebih lama. Hal ini berhubungan dengan kepentingan

Universitas Sumatera Utara


konsumen dan produsen yaitu konsumen menginginkan produk makanan lebih

awet supaya tidak belanja setiap hari dan produsen ingin makanan cukup waktu

untuk pendistribusian dan penjualannya.

2. Mengganti kehilangan antioksidan

Bahan pengawet berfungsi untuk menambah antioksidan yang ada pada bahan

makanan oleh karena perlakuan pada proses pengolahan yang menyebabkan

antioksidan tersebut menjadi berkurang dan hilang.

3. Menanggulangi masalah higienis

Higiene dan sanitasi pengolahan makanan dalam pabrik masih jauh dari

memadai, bahan pengawet dapat membantu membuat makanan tidak cepat rusak

akibat higiene sanitasi pabrik yang kurang baik.

4. Kebutuhan ekonomi

Penggunaan bahan pengawet untuk mengawetkan bahan pangan tidak akan

menambah biaya produksi dan tidak akan mempengaruhi harga bahan makanan

yang diawetkan. Dengan demikian bahan makanan dapat disimpan lebih lama

dan bahan makanan yg diawetkan tersebut dapat terjual lebih banyak

dibandingkan bahan makanan tanpa pengawetan sehingga produsen memperoleh

keuntungan yang cukup besar.

5. Meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna dan tekstur makanan, sebagai

penstabil, pencegah lengket, maupun memperkaya vitamin dan mineral.

Selain itu, terdapat beberapa persyaratan penggunaan bahan pengawet kimiawi

untuk kepentingan manusia yaitu sebagai berikut (Cahyadi, 2009):

Universitas Sumatera Utara


a. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau

tidak tersedia

b. Ekonomis (murah dan mudah diperoleh)

c. Termasuk dalam golongan bahan pengawet GRAS (Generally Recognized as

Safe) dalam artian zat pengawet harus aman dan tidak berefek toksik dalam

tubuh manusia

d. Memperpanjang umur simpan makanan

e. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan makanan yang

diawetkan

f. Mudah dilarutkan

g. Aman dalam jumlah yang diperlukan

h. Mudah ditentukan dengan analisis kimia

i. Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan

j. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu

senyawa kompleks yang lebih bersifat toksik

k. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan makanan

l. Mempunyai spectra anti mikroba yang luas, meliputi macam-macam

pembusukan oleh mikroba yang berhubungan dengan bahan makanan yang

diawetkan

2.7.4 Pengawet Yang Diizinkan dan Pengawet Yang Dilarang Penggunaannya

Pengawet yang diizinkan digunakan untuk makanan ada 26 jenis pengawet yang

tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988

Tentang Bahan Tambahan Makanan yang meliputi asam benzoat, asam propionat, asam

Universitas Sumatera Utara


sorbat, belerang oksida, etil p-hidroksida benzoat, kalium benzoat, kalium bisulfit,

kalium meta bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionat, kalium sorbat,

kalium sulfit, kalsium benzoat, kalsium propionat, kalsium sorbat, natrium benzoat,

metal p-hidroksi benzoat, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium

nitrit, natrium propionat, natrium sulfit, nisin, dan propil-p-hidroksi benzoat.

Berdasarkan permenkes RI Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan

makanan tambahan, terdapat 2 jenis bahan pengawet yang dilarang penggunaannya

sebagai BTM untuk makanan yaitu formalin dan boraks karena kedua jenis pengawet ini

sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

2.7.5 Dampak Zat Pengawet Terhadap Kesehatan

Pemakaian zat pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan

pengawet, bahan makanan dapat terbebas dari kehidupan mikroba baik yang bersifat

patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun

mikroba yang non patogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan. Namun

dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan

bahan asing yang masuk bersama bahan makanan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian

jenis pengawet dan dosisnya tidak diatur maka akan menimbulkan kerugian bagi

konsumen, misalnya keracunan atau terakumulasinya pengawet dalam organ tubuh dan

bersifat karsinogenik.

Sebagai contoh asam benzoat. Jika asam benzoat dikonsumsi dalam jumlah

besar, maka akan mengiritasi lambung terutama pada penderita asma dan urticaria

dimana penderita ini sangat sensitif terhadap asam benzoat. Hasil penelitian pada tahun

1978 menunjukkan bahwa pemakaian nitrit dengan dosis tinggi pada daging curing dan

Universitas Sumatera Utara


keju yang diberikan pada tikus percobaan, menyebabkan kanker pada tikus tersebut. Hal

ini dikarenakan nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida yang terdapat dalam

bahan makanan dan membentuk nitrosamin yang dikenal sebagai senyawa karsinogenik

(Cahyadi, 2009).

2.8 Boraks atau Asam Borat

Boraks merupakan bahan pengawet untuk mengawetkan kayu, antiseptik kayu

dan pengontrol kecoa, dengan nama kimia natrium tetraborat dekahidrat

(NaB4O710H2O). Boraks juga memiliki nama lain seperti sodium borat, borax

decahydrate, sodium biborate decahydrate, disodium tetraborate decahydrate, sodium

pyroborate decahydrate, sodium tetraborate decahydrate, boron sodium oxide, dan

fused borax.

Dalam perdagangan, boraks dikenal dengan sebutan borofax three elephant,

hydrogen orthoborate, NCL-C56417 , calcium borate, atau sassolite. Dalam istilah

domestik, boraks memiliki nama berbeda-beda. Di Jawa Tengah boraks disebut dengan

nama air bleng atau garam bleng, di daerah Sunda disebut bubuk gendar dan di Jakarta

disebut pijer. Di pasar, boraks diperdagangkan dalam bentuk air bleng dimana air bleng

merupakan bentuk tidak murni dari boraks yang terbuat dari campuran garam mineral

konsentrasi tinggi yang dihasilkan dari ladang garam atau kawah lumpur, sedangkan

boraks murni diproduksi oleh industri farmasi dan diperdagangkan dalam bentuk balok

padat, kristal, tepung berwarna putih kekuningan, atau dalam bentuk cairan tidak

berwarna. Boraks berasal dari tambang alam dari daerah batuan mineral yang

mengandung boraks, misalnya batuan kernite, batuan colemanite, atau batuan ulexit

(Yuliarti, 2007).

Universitas Sumatera Utara


2.8.1 Karakteristik Boraks

Boraks atau yang lazim disebut asam borat (boric acid) adalah senyawa kimia

turunan dari logam berat boron (B). Asam borat terdiri atas tiga macam senyawa yaitu

asam ortoborat (H3BO 3), asam metaborat (HBO2), dan asam piroborat (H2B4 O7). Rumus

struktur ketiga asam borat tersebut adalah sebagai berikut (Khamid, 2006):

OH

H3BO3 : HO—B—OH; HBO2: HO—B ═ O

(Asam ortoborat) (Asam metaborat)

O— B—O

/ │ \

H2B4O7 : HO—B O B—OH

\ │ /

O— B—O

(Asam piroborat)

Boraks merupakan senyawa hidrat dari garam natrium tetraborat dengan rumus

molekul Na2B4O710H2O (Natrium tetraborat dekahidrat) dimana garam natrium

tetraborat (Na2B4O7 ) adalah garam natrium dari asam piroborat. Boraks adalah senyawa

bor berbentuk granular, tidak berbau, tidak larut dalam alkohol, dan stabil pada suhu

dan tekanan normal. Jika larut dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida

dan asam borat (H3 BO3). Dengan demikian bahaya boraks identik dengan bahaya asam

borat (Syah, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Asam borat (Boric acid) memiliki titik lebur 7430C dan titik didih sekitar

15750C (Khamid, 2006). Asam borat larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air

mendidih, 5 bagian gliserol 85%, dan tidak larut dalam eter, kelarutan dalam air

bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tartrat serta asam

borat mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada

suhu 1000C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO2). Asam borat

merupakan asam lemah karena memiliki pH 9,5 dengan garam alkalinya bersifat basa,

mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk kristal berwarna putih,

menghasilkan larutan yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau serta agak manis

(Cahyadi,2009).

2.8.2 Fungsi Boraks atau Asam Borat yang Sebenarnya

Boraks atau asam borat banyak digunakan dalam industri kimia, antara lain

(Budiawan, 2004):

1. Industri Gelas

Penggunaan yang paling banyak adalah pada industri serat gelas. Boraks (asam

borat) akan mempercepat peleburan dan dapat mengikat bahan yang lain. Asam

ini juga dapat memperbaiki warna dan meningkatkan ketahanan terhadap shock

thermal dan mekanis.

2. Industri Elektronik

Boraks digunakan untuk pembuatan kapasitor (kondensor elektronik) yang

digunakan dalam sistem mesin automobil, pendingin elektrik, radio, TV dan

barang-barang elektronik lainnya.

Universitas Sumatera Utara


3. Industri Keramik

Boraks digunakan dalam pelapisan barang-barang tembikar, barang pecah belah,

ubin, porcelen dan peralatan dapur.

4. Industri Kimia

Dalam industri kimia, boraks berfungsi sebagai condensing agent, dan juga

berguna dalam berbagai analisa kimia. Boraks sangat penting dalam industri pulp

dan kertas dimana sodium perborat digunakan sebagai bahan pemutih dalam

industri tersebut.

5. Fotografi

Boraks dalam bidang fotografi digunakan sebagai reagent dalam proses

pencetakan film.

6. Industri Obat dan Farmasi

Boraks digunakan dalam pembuatan obat yang berfungsi sebagai antiseptik,

desinfektan, penyegar dan deterjen. Boraks juga bersifat bakteriostatis dan

fungistatis, yaitu dapat menahan pertumbuhan bakteri dan jamur.

7. Reaktor Nuklir

Boraks ditambahkan dalam air pendingin dalam suatu sistem tertutup yang

bertekanan dalam suatu reaktor nuklir untuk mengontrol level tenaga.

8. Bahan Pengawet

Industri yang menggunakan boraks untuk pengawetan hasil produksinya

diantaranya adalah industri kulit, kayu dan tali. Dalam industri kulit,

penggunaan boraks berfungsi untuk meningkatkan kekuatan serat kulit dan daya

tahan terhadap warna produk.

Universitas Sumatera Utara


Selain untuk keperluan di atas, boraks juga digunakan dalam pembuatan lilin

(wax), dan untuk campuran pada tinta cetak, obat untuk kulit dalam bentuk salep,

pembasmi semut dan kecoa, dalam bentuk larutan boorwater untuk pencuci mata, serta

boraxglycerin untuk pengobatan bibir. Boraks digunakan juga dalam pembuatan barang-

barang tahan api misalnya kertas tahan api, ubin tahan api, tekstil dan kayu tahan api

(Adiwisastra, 1992).

2.8.3 Makanan Mengandung Boraks

Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai

pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai

makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit

yang penggunaannya dilarang menurut Permenkes RI No.1168/Menkes/PER/X/1999.

Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan

menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan makanan (Adelaide, 2011). Ciri-ciri

makanan yang mengandung boraks adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 Ciri-ciri makanan yang mengandung boraks


Produk Ciri-ciri mengandung Boraks
Mie basah Teksturnya kenyal, lebih mengkilat, tidak lengket, dan tidak
cepat putus, baunya menyengat, awet sampai 2 hari pada suhu
kamar (25oC)
Bakso Teksturnya sangat kenyal, warnanya cenderung keputihan namun
jika ditambahkan boraks secara berlebihan, warnanya akan
menjadi abu-abu tua
Lontong Teksturnya sangat kenyal, warnanya putih bersih, berasa tajam
seperti sangat gurih, membuat lidah bergetar dan memberikan
rasa getir
Kerupuk kalau digoreng akan mengembang dan empuk, teksturnya bagus
dan renyah dan kalau dimakan bisa menimbulkan rasa getir
Gula Merah Sangat keras dan susah dibelah, terlihat butiran-butiran
mengkilap di bagian dalam
Sumber: Adelaide, 2011

Universitas Sumatera Utara


Selain ditambahkan pada tabel makanan di atas, boraks juga ditambahkan dalam

pembuatan bubur ayam. Fungsinya adalah agar bubur jadi kental lebih dari 6 jam,

berwarna putih cerah, tidak mudah berubah, dan tidak mudah basi. Biasanya proses

pembuatan bubur 2 hingga 4 jam, tapi karena bantuan boraks maka lamanya proses

pematangan bubur paling lama cukup hanya 3 jam saja agar matang sempurna.

Penggunaan Pijer atau boraks di industri makanan seperti bubur sudah lama

berlangsung dan terus-menerus dari generasi sebelumnya (Pariadi, 2011).

Adapun cara membedakan bubur ayam yang menggunakan boraks dengan bubur

ayam yang tidak memakai boraks adalah sebagai berikut (Kompasiana, 2011):

a. Bubur ayam yang menggunakan boraks

− Jika disentuh dengan tangan, maka akan terasa lengket seperti lem dan

teksturnya terlihat padat

− Jika didiamkan dalam jangka waktu lama, maka tampilan bubur akan tetap

sama seperti baru bahkan tetap terkesan basah (masih mengandung air)

hingga keesokan harinya

− Jika dibiarkan sampai esok hari, tidak berbau basi dan rasanya tidak berubah

b. Bubur ayam yang tidak mengandung boraks

− Teksturnya terlihat encer dan tidak lengket jika disentuh dengan tangan

− jika didiamkan dalam jangka waktu lama bubur akan mengental dan lama-

kelamaan airnya akan hilang, ini dikarenakan air memiliki sifat pengikat

− bubur akan berubah aroma dan rasanya jika dibearkan sampai esok hari

karena tidak menggunakan bahan pengawet

Universitas Sumatera Utara


− bubur ayam yang berkuah tahan sampai 8 jam, sedangkan bubur ayam yang

tidak berkuah tahan sampai 1 hari

2.8.4 Mekanisme Toksisitas Boraks

Mekanisme toksisitas terdiri dari dua fase. Fase pertama yaitu fase kinetik yang

meliputi proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan proses pembuangan (ekskresi).

Pada fase pertama ini bahan toksik akan mengalami proses sinergestis atau antagonis.

Fase kedua yaitu fase dinamik yang merupakan proses lanjut dari fase kinetik. Pada fase

dinamik, bahan toksik yang tidak bisa dinetralisir oleh tubuh akan bereaksi dengan

senyawa hasil proses biosintesa seperti protein, enzim dan lemak dan hasilnya bersifat

merusak terhadap proses biomolekul dalam tubuh.

Proses masuknya boraks ke dalam tubuh yaitu melalui oral dimana manusia

memakan makanan yang mengandung boraks. Kemudian boraks yang masuk ke dalam

tubuh diabsorbsi secara kumulatif oleh saluran pencernaan (usus/lambung) dan selaput

lendir (membran mukosa) dan sedikit demi sedikit boraks terakumulasi. Konsumsi

boraks secara terus menerus dapat mengganggu gerak pencernaan usus dan dapat

mengakibatkan usus tidak mampu mengubah zat makanan sehingga tidak dapat diserap

dan diedarkan ke seluruh tubuh. Kemudian boraks didistribusikan lewat peredaran darah

oleh vena porta ke hati. Hati mempunyai banyak tempat pengikatan. Kadar enzim yang

memetabolisme xenobiotik di dalam hati juga tinggi terutama enzim sitokrom P-450.

Enzim ini membuat sebagian besar toksikan menjadi kurang toksik dan lebih mudah

larut dalam air sehingga lebih mudah diekskresikan oleh hati. (Lu, 1995).

Masuknya boraks yang terus menerus akan menyebabkan rusaknya membran sel

hati, kemudian diikuti kerusakan pada sel parenkim hati. Hal ini terjadi karena gugus

Universitas Sumatera Utara


aktif boraks B=O akan mengikat protein dan lemak tak jenuh sehingga menyebabkan

peroksidasi lemak. Peroksidasi lemak dapat merusak permaebilitas sel karena membran

sel kaya akan lemak. Akibatnya semua zat dapat keluar masuk ke dalam sel yang dapat

menyebabkan kerusakan sel- sel hati (Hanna dkk, 2009).

Pada waktu sel-sel hati rusak, akan terjadi induksi enzim yang berada di dalam

sel hati (enzim intraseluler) sehingga enzim intraseluler akan dilepaskan ke dalam

darah. Enzim tersebut adalah Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dan

Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT). Peningkatan kadar SGPT dan SGOT

dalam darah dapat dijadikan indikator biologis tidak langsung untuk keracunan boraks.

Di dalam darah, boraks mengganggu metabolisme asam folat dimana asam folat

sangat berperan dalam pembentukan darah. Berdasarkan hasil penelitian Landauer, di

dalam tubuh ion boraks berikatan dengan Riboflavin (Vitamin B2) dan akan

membentuk suatu zat komplek yang larut dalam air dan bersifat tidak aktif. Dengan

adanya ikatan riboflavin-boraks ini, tubuh akan mengalami defisiensi riboflavin yang

dapat menyebabkan gangguan metabolisme asam folat (Rennie dkk, 1990). Dengan

adanya gangguan metabolisme asam folat, maka pembentukan darah akan mengalami

gangguan sehingga darah yang terbentuk jumlahnya tidak normal. Akibatnya eritrosit,

leukosit, dan hemoglobin mengalami penurunan (Pangestiningsih, 1992).

Di dalam ginjal, boraks diekskresikan secara lamban. Adanya gangguan

metabolisme sel dapat menyebabkan perubahan struktur sel. Perubahan yang terjadi di

dalam ginjal akibat mengonsumsi makanan yang mengandung boraks yaitu terjadi

pembengkakan sel-sel endothelium kapiler glomerulus dan terjadi penumpukan lemak

pada sitoplasma sel epithelium tubulus kontortus proksimalis. Adanya pembengkakan

Universitas Sumatera Utara


sel karena sel-sel tampak lebih besar dan berhimpitan sehingga terlihat bengkak.

Adanya senyawa toksik yang mengganggu enzim-enzim dalam sel dapat menyebabkan

penurunan penggunaan lemak sehingga akan menimbulkan akumulasi lemak dalam sel.

Meskipun penumpukan lemak merupakan kerusakan yang masih bersifat reversible

(kemampuan beradaptasi sel telah terlampaui), tetapi hal itu termasuk gangguan yang

berat dan dapat menjadi perintis nekrosis (Tabbu, 1991).

2.8.5 Dampak Boraks Terhadap Kesehatan

Efek toksik boraks akan terasa bila boraks dikonsumsi secara kumulatif dan

penggunaannya berulang-ulang. Dampak boraks terhadap kesehatan meliputi dampak

akut dan dampak kronis yaitu:

1. Dampak Akut

Bila terpapar boraks dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi

gejala akut keracunan boraks yaitu (Yuliarti, 2007) :

− Bila terhirup/inhalasi, dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir dengan

gejala batuk-batuk

− Bila kontak dengan kulit maka akan menimbulkan iritasi kulit

− Bila kontak dengan mata, dapat menimbulkan iritasi, mata memerah dan rasa

perih

− Bila tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan

terasa tidak enak (malaise), mual, nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik),

pendarahan gastro entritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk,

demam dan sakit kepala

Universitas Sumatera Utara


2. Dampak Kronis

Bahaya utama terhadap kesehatan konsumsi makanan mengandung boraks

dalam waktu lama (kronis) dapat menyebabkan nafsu makan menurun, gangguan

pencernaan, gangguan SSP (bingung dan bodoh), anemia, rambut rontok, kanker,

gangguan hati, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, menimbulkan depresi, apatis,

sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan. Kematian pada orang dewasa

dapat terjadi dalam dosis 15-25 gram, sedangkan pada anak- anak dalam dosis 5-6 gram

(Cahyadi, 2009).

Universitas Sumatera Utara


2.8 Kerangka Konsep

Karakteristik
s Pedagang
Bubur Ayam

Higiene sanitasi berdasarkan Memenuhi syarat


6 prinsip :
1. Pemilihan bahan baku Kepmenkes RI No.
bubur ayam 942/Menkes/SK/VII/2003
2. Penyimpanan bahan baku Tidak memenuhi
bubur ayam syarat
3. Pengolahan bubur ayam
Pengetahuan Pedagang
4. Penyimpanan bubur ayam
Bubur Ayam
5. Pengangkutan bubur ayam
6. Penyajian bubur ayam

Mengandung
boraks
Bubur Ayam Permenkes RI No.
1168/Menkes/PER/X/1999
Tidak
Mengandung
boraks

Pemeriksaan
Laboratorium

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif dengan melihat

gambaran higiene sanitasi dan analisis laboratorium untuk mengetahui kandungan

boraks pada bubur ayam yang dijual di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Observasi higiene sanitasi pengolahan bubur ayam dilakukan di Kecamatan

Medan Sunggal dan pemeriksaan sampel dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi

Industri Medan. Sedangkan lokasi pengambilan sampel dilakukan dilakukan di beberapa

tempat yang meyediakan bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal:

a. Bubur ayam A yang berlokasi di Jl. Flamboyan Kelurahan Sunggal

b. Bubur ayam B yang berlokasi di Jl. Kapten Muslim Kelurahan Sei Kambing

c. Bubur ayam C yang berlokasi di Jl. Kapten Muslim Kelurahan Sei Kambing

d. Bubur ayam D yang berlokasi di Jl. Darussalam Kelurahan Babura

e. Bubur ayam E yang berlokasi di Jl. Setia Budi Kelurahan Tanjung Rejo

f. Bubur ayam F yang berlokasi di Jl. Setia Budi Kelurahan Tanjung Rejo

g. Bubur ayam G yang berlokasi di Jl. Dr. Mansyur Kelurahan Tanjung Rejo

Universitas Sumatera Utara


Adapun pertimbangan yang diambil dalam pemilihan tempat ini adalah

1. Jumlah konsumen yang mengonsumsi bubur ayam di daerah ini cukup besar

2. Tempat pedagang menjajakan bubur ayam merupakan lokasi terdekat

dengan jalan raya

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan mulai April sampai Mei 2012.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah pedagang bubur ayam yang berjumlah 7

tempat penjualan bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah total dari populasi yaitu 7 pedagang bubur ayam yang

berjualan di Kecamatan Medan Sunggal yaitu di Kelurahan Sunggal, Kelurahan Sei

Kambing B, dan Kelurahan Tanjung Rejo dari seluruh populasi yang berjumlah 7

tempat penjualan bubur ayam.

3.3.3 Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah bubur ayam yang dijual oleh 7 pedagang bubur

ayam di Kecamatan Medan Sunggal dimana bubur ayam yang diteliti adalah bubur ayam

yang berkuah dan bubur ayam yang tidak berkuah. Bubur ayam tersebut akan ditentukan

apakah mengandung boraks atau tidak.

Universitas Sumatera Utara


3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dengan observasi langsung mengenai higiene sanitasi ke

lokasi penjualan bubur ayam dengan menggunakan lembar observasi dan mengadakan

wawancara langsung kepada pedagang bubur ayam dengan instrumen yang disediakan

serta melalui pemeriksaan sampel bubur ayam di bagian MMHP (Makanan Minuman

Hasil Pertanian) Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan.

3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium

1. Persiapkan plastik sebagai wadah sampel bubur ayam sebanyak 7 buah

2. Pesan bubur ayam yang telah didinginkan dan dihomogenkan lalu masukkan

ke dalam plastik yang telah dipersiapkan

3. Beri nomor kode dengan menggunakan spidol pada plastik tersebut

4. Kemudian sampel dibawa ke Balai Riset Standarisasi Industri Medan untuk

diperiksa dengan menggunakan uji nyala api dan uji pewarnaan dengan

kurkumin

3.5.2 Cara Pemeriksaan Boraks pada Bubur Ayam

Media dan Pereaksi

- H2SO4 (pekat)

- Metanol

- HCl 5 N, cara membuatnya dengan mengencerkan 425 ml HCl (p) dalam

air hingga 1000 ml

- Larutan asam oksalat jenuh

Universitas Sumatera Utara


- Kurkumin 1 % dalam metanol, cara membuatnya dengan melarutkan 1 g

kurkumin dalam metanol hingga 100 ml

Peralatan

- Krus porselen

- Penangas air

- Tanur

- Oven

Prosedur Kerja

- Sebanyak 100 gr bubur ayam dicampur dengan 10 gr CaCO3 kemudian

dilembabkan dengan air lalu dikeringkan dalam oven

- Lalu diabukan di dalam tanur hingga terjadi pengabuan yang sempurna

- Sebagian abu ditambah sedikit asam sulfat dan metanol kemudian

dibakar. Jika Nyala api berwarna hijau menunjukkan adanya boraks

- Sebagian abu yang lain ditambah air dan HCl 5 N sampai larutan

bereaksi asam, kemudian disaring ke dalam cawan penguap

- Kemudian ditambahkan 4 tetes larutan asam oksalat jenuh dan 1 ml

larutan kurkumin 1 % dalam metanol, lalu uapkan di atas tangas air

- Bila diberi uap ammonia warna merah cemerlang berubah menjadi hijau

tua kehitaman, maka menunjukkan adanya boraks

Universitas Sumatera Utara


3.6 Defenisi Operasional

1. Bubur ayam merupakan salah satu makanan jajanan yang terbuat dari beras

yang direbus dengan air kaldu dalam waktu yang cukup lama sehingga

menjadi lembek dan berair lalu diberi kuah kuning, suwiran daging ayam,

kerupuk, cakwe, dan irisan daun bawang.

2. Penjual bubur ayam adalah pedagang yang menetap/tidak bergerak yang

berjualan bubur ayam setiap hari dengan menggunakan gerobak/stelling di

Kecamatan Medan Sunggal yaitu di Kelurahan Sunggal, Kelurahan Sei

Kambing B, dan Kelurahan Tanjung Rejo.

3. Higiene pengolahan makanan bubur ayam adalah proses kegiatan

penyelenggaraan makanan yang pada prinsipnya menekankan kebersihan

individu khususnya penjamah makanan dalam pengelolaan makanan

4. Sanitasi pengolahan makanan bubur ayam adalah suatu usaha yang

menitikberatkan kepada kegiatan dan tindakan yang ditujukan untuk

membebaskan makanan dari segala bahaya yang dapat mengganggu

kesehatan mulai dari tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan,

pengangkutan, dan penyajian.

5. Pemilihan bahan baku bubur ayam adalah pemilihan bahan baku bubur ayam

yang masih segar, tidak berbau, tidak rusak dan diperoleh dari sumber yang

resmi.

6. Penyimpanan bahan baku bubur ayam adalah penyimpanan bahan makanan

pada tempat yang bersih, tertutup, tidak dapat dijangkau oleh tikus, serangga,

dan binatang pengganggu lainnya.

Universitas Sumatera Utara


7. Pengolahan bubur ayam adalah cara atau tindakan mengolah bahan makanan

yang dilakukan oleh penjamah makanan dari bahan mentah menjadi bubur

ayam yang siap saji.

8. Penyimpanan bubur ayam jadi adalah penyimpanan bubur ayam yang sudah

siap saji pada tempat yang tidak tercemar debu, tertutup, tidak dapat

dijangkau oleh tikus, serangga, dan binatang pengganggu lainnya.

9. Pengangkutan bubur ayam adalah tindakan untuk memindahkan bubur ayam

masak dari tempat pengolahan ke tempat penyajian.

10. Penyajian bubur ayam adalah menghidangkan bubur ayam yang sudah jadi

di tempat yang bersih dan sirkulasi udara dapat berlangsung dengan

menggunakan peralatan yang bersih dan penyaji berpakaian bersih.

11. Persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan adalah syarat-syarat yang harus

terpenuhi sesuai higiene sanitasi makanan jajanan menurut Kepmenkes RI

No. 942 Tahun 2003.

12. Memenuhi syarat adalah keadaan dimana hasil observasi sesuai dengan

standar yang ditetapkan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003.

13. Tidak memenuhi syarat adalah keadaan dimana hasil observasi tidak sesuai

dengan standar yang ditetapkan Kepmenkes RI No.

942/Menkes/SK/VII/2003.

14. Pengetahuan penjamah adalah segala sesuatu yang diketahui responden

tentang higiene seorang penjamah dalam mengolah bubur ayam.

15. Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan yang dilakukan di

laboratorium untuk mengetahui apakah bubur ayam yang dijual di

Universitas Sumatera Utara


Kecamatan Medan Sunggal mengandung boraks atau tidak dengan

menggunakan metode nyala api dan pewarnaan dengan kurkumin.

16. Mengandung Boraks adalah ditemukannya boraks pada bubur ayam yang

diperiksa melalui pemeriksaan laboratorium di Balai Riset Standarisasi

Industri Medan.

17. Tidak mengandung boraks adalah tidak ditemukannya boraks pada bubur

ayam yang diperiksa melalui pemeriksaan laboratorium di Balai Riset

Standarisasi Industri Medan dimana boraks dilarang penggunaannya pada

makanan sesuai Permenkes RI No. 1168/Menkes/PER/X/1999.

18. Objek penelitian adalah bubur ayam yang dijual di Kecamatan Medan

Sunggal. Sampel penelitian diambil dari 7 pedagang bubur ayam dimana

bubur ayam yang akan diteliti adalah bubur ayam yang berkuah dan bubur

ayam tidak berkuah.

3.7 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran adalah melihat gambaran higiene sanitasi pengolahan bubur

ayam di Kecamatan Medan Sunggal yang meliputi pemilihan bahan baku bubur ayam,

penyimpanan bahan baku bubur ayam, pengolahan bubur ayam, penyimpanan bubur

ayam yang sudah jadi, pengangkutan bubur ayam yang sudah jadi, dan penyajian bubur

ayam. Jika salah satu pertanyaan dari observasi pada enam tahap higiene sanitasi tidak

sesuai Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene

Sanitasi Makanan Jajanan, maka tidak memenuhi syarat kesehatan. Selain itu, untuk

menilai higiene sanitasi penjual bubur ayam, peneliti menggunakan kuesioner.

Universitas Sumatera Utara


Adapun aspek pengukuran untuk observasi higiene dan sanitasi pengolahan

bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal, dilakukan dengan menggunakan lembar

observasi berupa pertanyaan yang menyajikan 2 jawaban “Ya” dan “Tidak”, yaitu :

1. Yang termasuk jawaban Ya (1)

Merupakan jawaban yang sesuai dengan ketentuan dari Kepmenkes RI No.

942/Menkes/SK/VII/2003.

2. Yang termasuk jawaban Tidak (2)

Merupakan jawaban yang tidak sesuai dengan ketentuan dari Kepmenkes RI No.

942/Menkes/SK/VII/2003.

Pengetahuan penjamah makanan dapat diukur dengan memberikan jawaban dari

kuesioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 20, sehingga diperoleh

skor tertinggi 40. Pertanyaan no 1-6, jika jawaban a diberi skor = 0, jika jawaban b

diberi skor = 1, dan jika jawaban c diberi skor = 2. Pertanyaan no. 7-13, jika jawaban a

diberi skor = 1, jika jawaban b diberi skor = 2, jika jawaban c diberi skor = 0.

Sedangkan pertanyaan no. 14-20, jika jawaban a diberi skor = 2, jika jawaban b diberi

skor = 0, dan jika jawaban c diberi skor = 1.

Adapun kategori penilaian kuesioner adalah sebagai berikut (Nursalam, 2000)

1. Kategori baik, apabila jawaban responden benar > 75%

2. Kategori sedang, apabila jawaban responden benar 40-75%

3. Kategori buruk, apabila jawaban responden benar < 40%

Untuk mengetahui hasil pemeriksaan kandungan boraks pada bubur ayam,

peneliti menggunakan lembar hasil pemeriksaan yang menyajikan 2 jawaban

“mengandung boraks” dan “tidak mengandung boraks”, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Yang termasuk jawaban mengandung boraks (+)

Merupakan jawaban yang tidak sesuai dengan ketentuan dari Permenkes RI No.

1168/Menkes/PER/X/1999.

2. Yang termasuk jawaban tidak mengandung boraks (-)

Merupakan jawaban yang sesuai dengan ketentuan dari Permenkes RI No.

1168/Menkes/PER/X/1999.

3.8 Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan higiene sanitasi

pengolahan bubur ayam yang telah diolah akan dianalisis secara deskriptif

menggunakan program komputer kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi dan dinarasikan dengan kepustakaan yang relevan mengacu kepada

Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 .

Data dari hasil pemeriksaan laboratorium diolah secara manual dengan mengacu

pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1168/Menkes/PER/X/1999 tentang bahan tambahan makanan. Data yang telah diolah

ditampilkan dalam bentuk tabel dan dijelaskan dalam bentuk narasi.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara geografis, Kecamatan Medan Sunggal terletak 3º 33’ - 3º 35’ Lintang

Utara dan 98º 17’ - 98º 37’ Bujur Timur. Kecamatan Medan Sunggal memiliki jarak ± 8

km dari pusat kota dengan luas wilayah 14.116 km² dengan batas wilayah sebagai

berikut:

1. Sebelah Utara : Kecamatan Medan Helvetia

2. Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Selayang

3. Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang

4. Sebelah Timur : Kecamatan Medan Baru dan Medan Petisah

Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Kecamatan Medan

Sunggal berjumlah 109.679 jiwa. Penduduk Kecamatan Medan Sunggal terdiri atas

53.946 laki-laki dan 55.733 perempuan.

4.2 Hasil Penelitian

Peneliti melakukan observasi terhadap 7 pedagang bubur ayam untuk melihat

gambaran higiene sanitasi pada setiap penjual bubur ayam tersebut. Peneliti juga

melakukan wawancara dengan pedagang bubur ayam menggunakan kuesioner yang

telah dipersiapkan. Peneliti juga melakukan pemeriksaan kandungan Boraks pada bubur

ayam yang diproduksi oleh ketujuh pedagang tersebut.

Universitas Sumatera Utara


4.2.1 Karakteristik Pedagang Bubur Ayam

Karakteristik pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal meliputi jenis

kelamin, umur, tingkat pendidikan, lama berjualan, dan jumlah produksi bubur ayam

per hari. Karakteristik tersebut sebagai berikut:

4.2.1.1 Jenis Kelamin

Karakteristik pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal berdasarkan

jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Jenis Kelamin Di


Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1. Laki-laki 1 14
2. Perempuan 6 86
Jumlah 7 100

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa jenis kelamin pedagang bubur ayam

sebanyak 14% berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 86% berjenis kelamin

perempuan.

4.2.1.2 Umur

Karakteristik pedagang bubur ayam berdasarkan umur di Kecamatan Medan

Sunggal dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Umur Di Kecamatan
Medan Sunggal Tahun 2012
No Umur (tahun) Jumlah
1. 26 2
2. 42 1
3. 43 1
4. 49 1
5. 50 1
6. 68 1
Jumlah 7

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa umur pedagang bubur ayam yang paling

muda adalah 26 tahun dan umur yang paling tua adalah 68 tahun. Pedagang yang

memiliki umur 26 tahun sebanyak 2 orang sedangkan jumlah masing-masing umur

yang lain adalah 1 orang.

4.2.1.3 Tingkat Pendidikan

Karakterisktik pedagang bubur ayam berdasarkan tingkat pendidikan diperoleh

bahwa semua pedagang bubur ayam (100%) adalah tamat SLTA.

4.2.1.4 Lama Berjualan

Karakteristik pedagang bubur ayam berdasarkan lama berjualan di Kecamatan

Medan Sunggal dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Lama Berjualan Di


Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012
No Lama Berjualan Jumlah
1. 2 bulan 1
2. 1 tahun 3
3. 4 tahun 1
4. 5 tahun 1
5. 10 tahun 1
Jumlah 7

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa pedagang bubur ayam yang paling

lama berjualan adalah selama 10 tahun dan yang baru berjualan bubur ayam adalah

selama 2 bulan.

4.2.1.5 Jumlah Produksi Bubur Ayam Per Hari

Karakteristik pedagang bubur ayam berdasarkan jumlah produksi bubur ayam di

Kecamatan Medan Sunggal dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Jumlah Produksi


Bubur Ayam Per hari Di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012
No Jumlah Produksi Bubur Ayam (kg/hari) Jumlah
1. 0.5 1
2. 1 2
3. 1.5 1
4. 2 1
5. 3 1
6. 8 1
Jumlah 7

Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa jumlah produksi bubur ayam terbanyak

adalah 8 kg/hari dan pedagang yang paling sedikit memproduksi bubur ayam adalah 0,5

kg/hari.

4.2.2 Enam Prinsip Higiene Sanitasi Pada Pedagang Bubur Ayam

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan peneliti terhadap 7 pedagang

bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal, diperoleh gambaran pelaksanaan enam

prinsip higiene sanitasi pada pedagang bubur ayam yang disajikan dalam bentuk tabel

distribusi.

4.2.2.1 Pemilihan Bahan Makanan

Hasil observasi peneliti terhadap 7 pedagang bubur ayam berdasarkan pemilihan

bahan baku makanan disajikan dalam Tabel 4.5 berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.5 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Pemilihan Bahan
Baku Makanan Di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012
Ya Tidak
N Kriteria Penilaian Jlh % Jlh %
o
1. Beras beraroma segar dan tidak bau apek 7 100 0 0
2. Beras berwarna jernih, tidak kusam atau 7 100 0 0
kekuning-kuningan
3. Dalam beras tidak terdapat benda asing 7 100 0 0
seperti batu, potongan kaca atau plastik
4 Beras tidak rapuh atau tidak mudah patah 7 100 0 0
5 Daging ayam yang dibeli adalah ayam hidup 4 57 3 43
yang langsung dipotong di tempat penjualan
6 Bagian dada daging ayam tampak montok 7 100 0 0
berisi
7 Jika daging ayam ditekan, akan kembali ke 7 100 0 0
bentuk semula setelah dilepaskan
8 Tidak ada bagian yang memar pada daging 7 100 0 0
ayam
9 Daging ayam tidak berbau busuk 7 100 0 0
10 Daging Ayam berwarna putih bersih 7 100 0 0
11 Menggunakan bahan tambahan makanan 7 100 0 0
12 Bahan Tambahan yang digunakan bukan 7 100 0 0
BTM yang dilarang
13 Bahan baku bubur ayam diperoleh dari 0 0 7 100
tempat penjualan yang diawasi pemerintah
daerah dengan baik

Berdasarkan Tabel 4.5 diperoleh bahwa sebanyak 43% pedagang bubur ayam

tidak membeli ayam hidup yang langsung dipotong di tempat penjualan dan semua

pedagang bubur ayam (100%) membeli bahan baku dari tempat penjualan yang tidak

diawasi pemerintah dengan baik yaitu pasar tradisional, sedangkan kriteria lainnya

memenuhi syarat kesehatan.

4.2.2.2 Penyimpanan Bahan Baku Makanan

Hasil observasi peneliti terhadap 7 pedagang bubur ayam berdasarkan

penyimpanan bahan baku makanan disajikan dalam Tabel 4.6 berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.6 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Penyimpanan
Bahan Baku Makanan Di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012

Ya Tidak
No Kriteria Penilaian Jlh % Jlh %
1. Tempat penyimpanan bahan baku bubur 5 71 2 29
ayam dalam keadaan bersih, kedap air, dan
tertutup
2. Jarak beras dengan lantai minimal 15 cm 7 100 0 0
3. Jarak beras dengan dinding minimal 5 cm 5 71 2 29
4. Daging ayam yang sudah direbus, disimpan 7 100 0 0
di lemari pendingin
5. Wadah penyimpanan sesuai dengan jenis 7 100 0 0
bahan makanan

Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa hanya 29% pedagang bubur ayam yang

tempat penyimpanan bahan baku bubur ayam dalam keadaan kotor dan terbuka serta

jarak beras dengan dinding melebihi 5 cm, sedangkan kriteria penilaian yang lain

memenuhi syarat kesehatan.

4.2.2.3 Pengolahan Makanan

Hasil observasi yang telah peneliti lakukan pada 7 pedagang bubur ayam di

Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 berdasarkan pengolahan makanan termasuk

gambaran ruang dan peralatan pengolahan makanan disajika dalam Tabel 4.7 di bawah

ini.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.7 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Pengolahan
Makanan Di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012
Ya Tidak
No Kriteria Penilaian Jlh % Jlh %
1. Penjamah makanan tidak menderita penyakit 5 71 2 29
mudah menular misal: batuk, pilek, influenza,
diare, penyakit perut, dan sejenisnya
2. Menggunakan
a. Celemek 2 29 5 71
b. tutup kepala 1 14 6 86
c. sarung tangan 0 0 7 100
d. penutup mulut 0 0 7 100
3. Mencuci tangan dengan air dan sabun setiap 0 0 7 100
kali hendak menangani makanan
4. Tidak merokok dan tidak menggaruk anggota 7 100 0 0
badan (hidung, telinga, mulut, dan bagian
lainnya) ketika mengolah makanan
5. Tidak mengobrol saat mengolah makanan 4 57 3 43
6. Tidak menggunakan perhiasan saat mengolah 6 86 1 14
makanan
7. Tidak makan atau mengunyah saat mengolah 7 100 0 0
makanan
8. Ketika batuk atau bersin, menutup hidung atau 7 100 0 0
mulut atau tidak batuk atau bersin di hadapan
makanan
9. Mencicipi makanan yang dimasak 4 57 3 43
10. Memelihara kebersihan:
a. Tangan 0 0 7 100
b. Rambut 7 100 0 0
c. Kuku 7 100 0 0
d. Pakaian 5 71 2 29
11. Mencuci beras dengan air bersih tidak lebih 2 29 5 71
dari 2x
12. Mencuci daging ayam dengan air yang bersih 7 100 0 0
13. Penjamah makanan menambahkan bahan
tambahan makanan:
a. Pengawet 1 14 6 86
b. Pemutih 0 0 7 100
c. Pengental 0 0 7 100

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu

lebih dari 71% pedagang bubur ayam tidak menggunakan celemek, tutup kepala, sarung

tangan, dan penutup mulut ketika mengolah makanan, semua pedagang (100%) tidak

mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir ketika mau mengolah makanan,

sebanyak 71% mencuci beras lebih dari 2 kali, sebanyak 14% memakai cincin waktu

mengolah makanan, 43 % pedagang mengobrol saat mengolah makanan, dan 29%

pedagang menderita penyakit mudah menular seperti influenza dan diare. Selain itu

semua pedagang (100%) menggunakan garam dapur sebagai penyedap rasa bubur ayam

dan ada 1 pedagang yang menggunakan jeruk nipis sebagai pengawet.

Tabel 4.8 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Ruang dan


Peralatan Pengolahan Makanan Di Kecamatan Medan Sunggal
Tahun 2012
Ya Tidak
No Kriteria Penilaian Jlh % Jlh %
1. Tempat pengolahan makanan harus memiliki 3 43 4 57
ventilasi yang baik
2. Lantai terbuat dari bahan yang mudah 5 71 2 29
dibersihkan, tidak licin, rata dan kedap air
3. Dinding rata, halus, kedap air dan mudah 6 86 1 14
dibersihkan
4. Lantai, dinding, dan ruangan selalu bersih dan 2 29 5 71
terpelihara
5 Atap tidak bocor dan tidak menjadi sarang tikus 5 71 2 29
dan serangga lainnya
6. Tempat pengolahan makanan terhindar dari 3 43 4 57
vektor (serangga, tikus, dll)
7. Tersedia tempat mencuci tangan, bahan 7 100 0 0
makanan dan peralatan dengan air bersih yang
cukup (20-50 L/hari)
8. Pencahayaan tidak menyilaukan dan tersebar 4 57 3 43
merat

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.8 (Lanjutan)
No Kriteria Penilaian Ya % Tidak %
Jlh Jlh
9. Tersedia tempat sampah yang terbuat dari bahan 0 0 7 100
yang kuat, kedap air, tidak berkarat, mempunyai
tutup dan mudah diangkut
10. Memiliki SPAL tertutup dan terbuat dari bahan 2 29 5 71
kedap air
11. Peralatan masak yang akan digunakan dicuci 7 100 0 0
terlebih dahulu
12. Peralatan masak yang sudah dipakai, dicuci 5 71 2 29
dengan air bersih yang mengalir dan sabun
13. Peralatan masak yang sudah dicuci, dikeringkan 4 57 3 43
dengan alat pengering atau lap yang bersih
14. Peralatan masak yang sudah bersih disimpan di 2 29 5 71
rak piring tertutup
15. Peralatan masak tidak rusak, gompel, atau retak 7 100 0 0

Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh kriteria penilaian yang tidak memenuhi syarat

kesehatan yaitu sebanyak 100% pedagang memiliki tempat sampah terbuka dan tidak

kedap air. Sebanyak 71% pedagang memiliki lantai, dinding dan ruangan dapur tidak

terpelihara kebersihannya, memiliki SPAL terbuka, dan peralatan masak yang bersih

disimpan di rak piring terbuka yang tidak bebas pencemaran. Sebanyak 57% pedagang

tidak memiliki ventilasi di ruang pengolahan makanan dan sebanyak 43% dapur terlihat

gelap dan pencahayaan dari lampu tidak tersebar merata ke seluruh dapur sedangkan

kriteria penilaian yang lain, lebih dari 50% memenuhi syarat kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


4.2.2.4 Penyimpanan Makanan Masak

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti telah lakukan pada ketujuh pedagang

bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 berdasarkan prinsip

penyimpanan makanan masak disajikan dalam tabel distribusi berikut.

Tabel 4.9 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Penyimpanan


Makanan Masak Di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012
Ya Tida
N Kriteria Penilaian Jlh % k %
o Jlh
1. Wadah penyimpanan bubur ayam masak dalam 4 57 3 43
keadaan bersih, mempunyai tutup dan selalu
dipanaskan
2. Wadah penyimpanan ayam yang sudah digoreng 3 43 4 57
dalam keadaan bersih dan tertutup
3. Wadah penyimpanan bahan pelengkap bubur 7 100 0 0
ayam (kerupuk, cakwe, bawang goreng, telur)
dalam keadaan bersih dan tertutup
4. Makanan masak disimpan jauh dari sumber 7 100 0 0
pencemaran

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui penilaian berdasarkan penyimpanan

makanan masak oleh tujuh pedagang bubur ayam yang memenuhi persyaratan yaitu

semua pedagang bubur ayam (100%) memiliki wadah yang bersih dan tertutup untuk

menyimpan bahan pelengkap bubur ayam seperti kerupuk, cakwe, dan bawang goreng

dan makanan. Selain itu, lebih dari 50% wadah penyimpanan bubur ayam masak dalam

keadaan bersih, tertutup, dan selalu dipanaskan sedangkan wadah penyimpanan ayam

yang sudah digoreng, lebih dari 50% dalam keadaan terbuka.

Universitas Sumatera Utara


4.2.2.5 Pengangkutan Makanan

Hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap tujuh pedagang bubur ayam

berdasarkan pengangkutan makanan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012

disajikan dalam bentuk tabel distribusi di bawah ini.

Tabel 4.10 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Pengangkutan


Makanan Masak Di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012
Ya Tidak
No Kriteria Penilaian Jlh % Jlh %
1. Tersedia alat pengangkut khusus (baki, sepeda 2 29 5 71
motor, mobil) untuk mengangut makanan masak
ke lokasi penjualan
2. Makanan masak diangkut dalam keadaan 4 57 3 43
tertutup
3. Orang yang mengangkut makanan berpakaian 7 100 0 0
bersih

Berdasarkan Tabel 4.10 diperoleh penilaian berdasarkan pengangkutan

makanan masak oleh pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal yaitu hanya 2

pedagang (29%) yang menggunakan alat pengangkut khusus berupa gerobak dan mobil

untuk mengangkut makanan masak ke tempat penjualan dimana tempat penjualan

mereka berjarak 200 meter dari rumah mereka dan pedagang lainnya hanya mengangkat

satu per satu makanan masak dari dapur ke tempat penjualan karena mereka berjualan di

depan rumah mereka. Sedangkan dilihat dari makanan masak yang diangkut, hanya

14% pedagang bubur ayam mengangkut makanan masak tidak dalam keadaan tertutup

dan lebih dari 50% orang yang mengangkut makanan berpakaian bersih.

Universitas Sumatera Utara


4.2.2.6 Penyajian Makanan

Hasil observasi yang peneliti lakukan pada tujuh pedagang bubur ayam di

Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 berdasarkan penyajian makanan disajikan

dalam bentuk tabel distribusi berikut ini.

Tabel 4.11 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Penyajian Makanan


Di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012
Ya % Tidak %
No Kriteria Penilaian Jlh Jlh
1. Penyaji memakai:
a. Celemek 0 0 7 100
b. Sarung tangan/ plastik 2 29 5 71
c. Tutup kepala 4 57 3 43
d. Penjepit makanan/sendok 4 57 3 43
2. Makanan disajikan pada tempat yang bersih dan 7 100 0 0
sirkulasi udara dapat berlangsung
3. Bubur ayam disajikan dengan wadah yang 7 100 0 0
bersih
4. Peralatan makan yang sudah digunakan, dicuci 5 71 2 29
dengan air bersih dan sabun dan air untuk
mencuci peralatan makan tidak digunakan
secara berulang
5. Peralatan makan yang sudah dicuci, dikeringkan 4 57 3 43
dengan kain lap yang bersih
6. Peralatan makan disimpan di tempat yang bebas 1 14 6 86
pencemaran dan tertutup

Berdasarkan Tabel 4.11 diketahui penilaian berdasarkan penyajian makanan

yang memenuhi syarat kesehatan yaitu semua pedagang bubur ayam (100%)

menyajikan makanan masak pada tempat yang bersih dan sirkulasi udara dapat

berlangsung, serta bubur ayam disajikan dengan wadah yang bersih. Dilihat dari segi

pencucian peralatan makan, sebanyak 71% pedagang bubur ayam mencuci peralatan

makan dengan sabun dan air yang mengalir serta sebanyak 57% peralatan makan yang

sudah dicuci, dikeringkan dengan kain lap yang bersih. Hasil penilaian yang tidak

Universitas Sumatera Utara


memenuhi persyaratan yaitu semua pedagang bubur ayam (100%) tidak memakai

celemek, 71% tidak memakai sarung tangan/plastik, 43% tidak memakai penutup kepala

dan memakai tangan saat menyajikan bubur ayam dan hampir semua pedagang bubur

ayam (86%) tidak meletakkan peralatan makan di tempat yang tertutup dan bebas

pencemaran.

4.2.2.7 Higiene Sanitasi Pengolahan Bubur Ayam

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap tujuh pedagang

bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012, penerapan prinsip higiene

sanitasi dalam pengolahan bubur ayam dapat diketahui sudah memenuhi syarat

kesehatan atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang dapat dilihat pada

Tabel 4.12 berikut:

Tabel 4.12 Hasil Rekapitulasi Higiene Sanitasi Pengolahan Bubur Ayam yang
Diproduksi oleh Pedagang Bubur Ayam Di Kecamatan Medan
Sunggal Tahun 2012
N Kode Sampel (Pedagang) % %
O Prinsip Higiene I II III IV V VI VII M TM
Sanitasi S S

1 Pemilihan Bahan TMS TMS TMS TMS TMS TMS TMS 0 100
Baku
2 Penyimpanan Bahan TMS MS MS MS TMS MS MS 71 29
Baku
3 Pengolahan Makanan TMS TMS TMS TMS TMS TMS TMS 0 100
4 Penyimpanan TMS MS MS TMS MS TMS TMS 43 57
Makanan Masak
5 Pengangkutan MS MS TMS TMS TMS TMS TMS 29 71
Makanan Masak
6 Penyajian Makanan TMS TMS TMS TMS TMS TMS TMS 0 100
%MS 17 50 33 17 17 17 17

Keterangan: MS : Memenuhi Syarat


TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil observasi pada Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa pada prinsip I

higiene sanitasi makanan yaitu pemilihan bahan baku bubur ayam, tidak ada yang

memenuhi persyaratan kesehatan (100%) dimana semua pedagang bubur ayam membeli

bahan baku bubur ayam di pasar tradisional dimana pasar tradisional merupakan tempat

penjualan bahan baku makanan dan minuman yang tidak diawasi oleh pemerintah. Pada

prinsip II yaitu penyimpanan bahan baku makanan, sebanyak 71% sudah memenuhi

syarat kesehatan. Pada prinsip III yaitu pengolahan makanan, tidak ada yang memenuhi

persyaratan kesehatan (100%) yang terlihat dari penjamah makanan tidak menggunakan

APD lengkap (celemek, tutup kepala, sarung tangan, dan penutup mulut) saat mengolah

makanan dan tidak mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setiap mau mengolah

makanan. Pada prinsip IV yaitu penyimpanan makanan masak, lebih dari 50% tidak

memenuhi syarat kesehatan yang terlihat dari wadah penyimpanan ayam yang sudah

digoreng diletakkan di piring dalam keadaan terbuka. Pada prinsip V yaitu

pengangkutan makanan masak, hampir semua (86%) memenuhi syarat kesehatan dan

pada prinsip VI yaitu penyajian makanan, semua tidak memenuhi syarat kesehatan

(100%) yang dilihat dari penyaji makanan tidak memakai APD lengkap (celemek, tutup

kepala, sarung tangan, sendok atau penjepit makanan) dan dilihat dari peralatan makan

yang sudah bersih disimpan di tempat terbuka yang tidak bebas pencemaran.

Universitas Sumatera Utara


4.2.3 Tingkat Pengetahuan Pedagang Bubur Ayam

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pedagang bubur ayam tentang higiene

sanitasi penjamah makanan, maka dilakukan pengumpulan data melalui kuesioner

dengan wawancara. Berikut ini adalah hasil pengumpulan data pengetahuan tentang

higiene sanitasi makanan terhadap pedagang bubur ayam dalam tabel distribusi di

bawah ini:

Tabel 4.13 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Pengetahuan


Tentang Higiene Sanitasi Makanan Di Kecamatan Medan Sunggal
Tahun 2012
No Pengetahuan Jumlah (%)
(1) (2) (3) (4)
Pemilihan Bahan Baku
1. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana ciri-ciri beras yang
baik?
a. Berwarna putih seperti tepung, mengandung - -
kutu dan kerikil, dan berbau zat pemutih beras
b. Tidak bau apek, tidak banyak mengandung 1 14
kutu dan kerikil, dan berwarna jernih
c. Tidak bau apek, tidak berkutu, tidak 6 86
mengandung kerikil dan berwarna jernih
2. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana ciri-ciri daging ayam
yang baik?
a. Kulit berwarna merah dan ada bercak darah,
otot pada bagian dada agak lembek, dan bekas - -
pemotongan di leher ayam regangannya kecil
dan rata
b. Kulit berwarna putih bersih, sedikit memar,
tidak bau anyir, dan bekas pemotongan di 3 43
leher ayam regangannya besar dan tidak
merata
c. Kulit berwarna putih bersih, tidak ada memar,
tidak bau anyir, dan bekas pemotongan di 4 57
leher ayam regangannya besar dan tidak
merata

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.13 (Lanjutan)
No Pengetahuan Jumlah %
(1) (2) (3) (4)
3. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana ciri-ciri bumbu kemasan
yang baik?
a. Tidak mempunyai label dan merk, tidak terdaftar, - -
kemasan tidak rusak, dan tidak kadaluarsa
b. Tidak Mempunyai label dan merk, terdaftar, 1 14
kemasan tidak rusak, dan tidak kadaluarsa
c. Mempunyai label dan merk, terdaftar, kemasan tidak 6 86
rusak, dan tidak kadaluarsa
Penyimpanan Bahan Baku
4. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana cara menyimpan beras
yang baik?
a. Bersentuhan dengan lantai dan dinding - -
b. Tidak bersentuhan dengan lantai (memakai alas) 2 29
tetapi bersentuhan dengan dinding
c. Tidak bersentuhan dengan lantai dan dinding 5 71
5. Menurut Bapak/Ibu, sebaiknya ayam yang sudah
direbus setengah matang disimpan dimana?
a. Di atas meja - -
b. Di lemari makan - -
c. Di kulkas 7 100
6. Menurut Bapak/Ibu, sebaiknya bumbu-bumbu serta
bahan makanan kering disimpan dimana?
a. Di atas lantai - -
b. Di atas meja 5 71
c. Di lemari khusus 2 29
Pengolahan Makanan
7. Menurut Bapak/Ibu, sebaiknya berapa kali mencuci
beras sebelum dimasak?
a. 2 kali 2 29
b. 1 kali - -
c. > 2 kali 5 71
8. Menurut Bapak/Ibu, apa yang harus dilakukan jika
penjamah makanan sedang menderita batuk dan pilek?
a. Berjualan dengan menutup hidung dan mulut 3 42
b. Tidak berjualan 2 29
c. Berjualan tanpa menutup hidung dan mulut 2 29
9. Menurut Bapak/Ibu, apa yang perlu dilakukan saat ingin
bersin ketika mengolah makanan?
a. Bersin saja di depan makanan tetapi ditutup dengan - -
kain
b. Menjauh agar tidak mencemari makanan 7 -
c. Bersin saja di depan makanan - 100

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.13 (Lanjutan)
No Pengetahuan Jumlah %
(1) (2) (3) (4)
10. Menurut Bapak/Ibu, apa tujuan mencuci tangan?
a. Untuk menghilangkan kotoran 4 57
b. Untuk membunuh kuman penyakit 3 43
c. Untuk membasahi tangan - -
11. Dalam mencuci tangan, sebaiknya menggunakan apa?
a. Air bersih dan sabun 4 57
b. Sabun dan air yang mengalir 2 29
c. Air secukupnya 1 14
12. Menurut Bapak/Ibu, sebaiknya penjamah makanan
memberi perlakuan apa pada rambutnya sebelum mengolah
makanan? 5 72
a. Mengikat rambut 1 14
b. Menutup rambut dengan tutup kepala 1 14
c. Membiarkannya tergerai
13. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana seharusnya kuku penjamah
makanan itu?
a. Boleh panjang tetapi terawat kebersihannya - -
b. Terpotong pendek dan bersih 7 100
c. Panjang dan kotor - -
14. Menurut Bapak/Ibu, apakah diperbolehkan menggaruk
anggota badan seperti hidung, telinga, dan mulut saat
mengolah makanan?
a. Tidak diperbolehkan 4 57
b. Diperbolehkan 3 43
c. Terkadang boleh - -
15. Menurut Bapak/Ibu, dengan apa sebaiknya mencuci
perlatan masak setelah digunakan?
a. Dengan sabun dan air yang mengalir 5 71
b. Dengan sabun dan air yang digunakan berulang kali - -
c. Dengan sabun dan air bersih 2 29
16. Menurut Bapak/Ibu, apa yang harus dilakukan jika
peralatan masak sudah retak atau tidak utuh?
a. Membuangnya 7 100
b. Tetap digunakan - -
c. Tidak memakainya untuk mengolah makanan - -
Penyimpanan Makanan Masak
17. Menurut Bapak/Ibu jika di dalam makanan ditemukan
rambut, maka makanan tersebut?
a. Berbahaya jika dikonsumsi - -
b. Tidak apa-apa 1 14
c. tercemar 6 86

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.13 (Lanjutan)
No Pengetahuan Jumlah %
(1) (2) (3) (4)
18. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana seharusnya wadah
penyimpanan makanan masak?
a. Wadah mempunyai tutup dan terbuat dari bahan yang 7 100
kuat
b. Wadah tidak mempunyai tutup - -
c. Wadah mempunyai tutup tetapi terbuat dari bahan yang - -
kurang kuat
Pengangkutan Makanan Masak
19. Menurut Bapak/Ibu, apakah perlu alat pengangkut khusus
unutk mengangkut makanan masak ke tempat penjualan?
a. Perlu sekali 2 29
b. Tidak perlu 1 14
c. Terkadang perlu 4 57
Penyajian Makanan
20. Menurut Bapak/Ibu, sebaiknya apa yang harus digunakan
untuk menjamah makanan?
a. Sarung tangan atau plastik 1 14
b. Tangan 2 29
c. Sendok atau penjepit makanan 4 57

Tabel 4.13 menunjukkan pengetahuan responden tentang higiene sanitasi

makanan yang terdiri dari 6 prinsip yaitu pemilihan bahan baku makanan, penyimpanan

bahan baku makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan masak,

pengangkutan makanan masak, dan penyajian makanan. Pada prinsip I higiene sanitasi

makanan, pengetahuan responden tentang pemilihan bahan baku makanan termasuk

kategori baik, yang dilihat dari hampir semua pedagang bubur ayam (86%) mengetahui

ciri-ciri beras yang baik, daging ayam yang baik, dan bumbu kemasan yang baik.

Berdasarkan prinsip II higiene sanitasi makanan, lebih dari 71% pengetahuan

responden mengenai penyimpanan bahan baku makanan termasuk kategori baik, yang

dilihat cara pedagang menyimpan beras memenuhi syarat yaitu beras disimpan tidak

Universitas Sumatera Utara


bersentuhan dengan dinding dan lantai dan daging ayamnya disimpan di lemari

pendingin, tetapi hampir semua pedagang bubur ayam (71%) menyimpan bumbu-

bumbu dan bahan pelengkap bubur ayam lainnya di atas meja dalam kondisi terbuka

dan tidak terbebas dari vektor seperti lalat, kecoa, ataupun tikus.

Berdasarkan prinsip III higiene sanitasi makanan, lebih dari 50% pengetahuan

responden mengenai pengolahan makanan termasuk kategori baik, yang dilihat dari

penjamah harus memiliki kuku yang pendek dan bersih, menjauh dari makanan ketika

mau bersin, dan membuang peralatan masak yang sudah retak atau tidak utuh. Tetapi

sebanyak 71% mencuci beras lebih dari 2 kali bahkan ada yang sampai 5 kali dan ketika

pedagang menderita batuk dan pilek, mereka mengatakan boleh berjualan asal ditutup

hidungnya dengan kain.

Berdasarkan prinsip IV higiene sanitasi makanan, lebih dari 85% pengetahuan

responden mengenai penyimpanan makanan termasuk kategori baik, yang dilihat dari

pedagang menyimpan bubur ayamnya dalam wadah yang tertutup yaitu rice cooker,

panci, dan tupperware dan pedagang juga mengetahui jika dalam makanan terdapat

rambut, maka makanan tersebut dikatakan tercemar.

Berdasarkan prinsip V higiene sanitasi makanan, lebih dari 50% pengetahuan

responden mengenai pengangkutan makanan termasuk kategori rendah, yang dilihat dari

5 responden mengatakan tidak sering menggunakan alat pengangkut khusus untuk

mengangkut makanan masak melainkan mengangkut satu per satu makanan masak dari

dapur ke tempat penjualan.

Berdasarkan prinsip VI higiene sanitasi makanan, lebih dari 50% pengetahuan

responden mengenai penyajian makanan termasuk kategori sedang, yang dilihat dari

Universitas Sumatera Utara


pedagang mengatakan sebaiknya penyaji makanan menggunakan sendok/penjepit

makanan untuk menjamah makanan tetapi terkadang tidak semua bahan makanan cocok

menggunakan sendok seperti mengambil kerupuk.

Tabel 4.14 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Skore Pengetahuan


Tentang Higiene Sanitasi Makanan Di Kecamatan Medan Sunggal
Tahun 2012
No Pengetahuan Tentang Higiene Jumlah Persentase
Sanitasi Makanan (N) (%)
1. Baik (Skor 31-40) 4 57
2. Sedang (Skor 16-30) 3 43
3. Kurang (Skor < 16) 0 0
Jumlah 7 100

Berdasarkan Tabel 4.14 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan pedagang

bubur ayam tentang higiene sanitasi makanan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun

2012 yang paling banyak adalah kategori baik sebesar 57%.

4.2.4 Analisis Kandungan Boraks Dalam Bubur Ayam Pada Pedagang Bubur

Ayam Di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012

4.2.4.1 Uji Kualitatif

Berdasarkan hasil pemeriksaan di laboratorium, dari 7 sampel bubur ayam yang

diperiksa, diperoleh bahwa tidak ada satupun bubur ayam yang mengandung boraks.

Hasil analisa kandungan boraks yang peneliti lakukan terhadap 7 sampel bubur ayam di

Balai Riset Standarisasi Industri Medan, disajikan dalam tabel 4.15 berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.15 Hasil Analisis Kualitatif Boraks dalam Bubur Ayam dengan Metode
Reaksi Nyala Api Pada Pedagang Bubur Ayam Di Kecamatan Medan
Sunggal Tahun 2012

No Kode Metode Reaksi Nyala Api Keterangan


Sampel
1. A Berwarna biru Boraks (-)
2. B Berwarna biru Boraks (-)
3. C Berwarna biru Boraks (-)
4. D Berwarna biru Boraks (-)
5. E Berwarna biru Boraks (-)
6. F Berwarna biru Boraks (-)
7. G Berwarna biru Boraks (-)

Berdasarkan hasil analisis kualitatif di laboratorium dengan menggunakan

metode reaksi nyala api yang dilakukan peneliti terhadap 7 sampel bubur ayam di

Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012, diperoleh bahwa tidak ada satupun sampel yang

diuji memiliki kandungan Boraks atau Boraks (-).

Tabel 4.16 Hasil Analisis Kualitatif Boraks Dalam Bubur Ayam Dengan Metode
Pewarnaan Pada Pedagang Bubur Ayam Di Kecamatan Medan
Sunggal Tahun 2012
No Kode Sampel Metode Pewarnaan Keterangan
1. A Berwarna merah cemerlang Boraks (-)
2. B Berwarna merah cemerlang Boraks (-)
3. C Berwarna merah cemerlang Boraks (-)
4. D Berwarna merah cemerlang Boraks (-)
5. E Berwarna merah cemerlang Boraks (-)
6. F Berwarna merah cemerlang Boraks (-)
7. G Berwarna merah cemerlang Boraks (-)

Berdasarkan hasil analisis kualitatif di laboratorium dengan menggunakan

metode pewarnaan yang dilakukan peneliti terhadap 7 sampel bubur ayam di Kecamatan

Medan Sunggal Tahun 2012, diperoleh bahwa tidak ada satupun sampel yang diuji

memiliki kandungan Boraks atau Boraks (-).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.17 Hasil Observasi Daya Tahan Bubur Ayam dan Kandungan Boraks
Pada Pedagang Bubur Ayam Di Kecamatan Medan Sunggal Tahun
2012
No Kode Sampel Daya Tahan Kandungan
Bubur Ayam Boraks
1. A 9 jam (-)
2. B 8 jam (-)
3. C 9 jam (-)
4. D 7 jam (-)
5. E 6 jam (-)
6. F 12 jam (-)
7. G 6 jam (-)

Berdasarkan Tabel 4.17 diperoleh bahwa dari 7 sampel bubur ayam yang

diobservasi, daya tahan bubur ayam yang paling lama basi adalah 12 jam dan daya

tahan bubur ayam yang paling cepat basi adalah 6 jam. Sedangkan dari kandungan

boraksnya, dari 7 sampel bubur ayam yang diperiksa di laboratorium, semua sampel

(100%) tidak mengandung boraks.

Universitas Sumatera Utara


BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Pedagang Bubur Ayam

5.1.1 Kaitan Jenis Kelamin Dengan Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada tujuh pedagang bubur

ayam di Kecamatan Medan Sunggal maka diperoleh data distribusi pedagang bubur

ayam lebih banyak perempuan yaitu sebanyak 6 pedagang. Menurut asumsi peneliti,

kemampuan dan keahlian dalam mengolah bubur ayam tidak dibatasi oleh jenis kelamin

karena laki-laki dan perempuan dapat memproduksi bubur ayam.

Menurut Sianipar (2009), penjamah makanan perempuan lebih baik dalam

menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan dibandingkan dengan penjamah makanan

laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan lebih memperhatikan kebersihan saat

mengolah makanan seperti mencuci tangan sebelum mengolah makanan, mengikat

rambutnya saat mengolah makanan, memakai celemek, dan lain-lain sedangkan laki-

laki tidak terlalu memperhatikan kebersihan saat mengolah makanan, bahkan terkadang

penjamah laki-laki merokok saat mengolah makanan dan batuk di hadapan makanan

tanpa menutup mulut dan hidung.

5.1.2 Kaitan Umur Dengan Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan pada 7 pedagang bubur ayam di

Kecamatan Medan Sunggal diperoleh bahwa umur pedagang yang paling muda adalah

26 tahun dan yang paling tua adalah 68 tahun. Berdasarkan hasil observasi dan

wawancara, umur pedagang yang lebih tua lebih memperhatikan kebersihan saat

mengolah bubur ayam karena pedagang bubur yang berumur 68 tahun tersebut selalu

Universitas Sumatera Utara


mencuci tangan dengan air mengalir dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran pada

tangannya dan ketika pedagang tersebut menderika batuk dan pilek, maka pedagang

tersebut memilih untuk tidak berjualan ataupun digantikan anggota keluarga yang baik

untuk mengolah makanan. Dari dapur terlihat, pedagang bubur ayam yang berumur 68

tahun tersebut setiap sesudah mengolah makanan, selalu membersihkan dapurnya

sehingga kebersihan dapur tetap terjaga. Dari hal tersebut, peneliti berasumsi bahwa

semakin tua umur penjamah makanan, maka penjamah makanan lebih memperhatikan

prinsip higiene sanitasi makanan.

5.1.3 Kaitan Tingkat Pendidikan Dengan Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada 7 pedagang bubur

ayam di Kecamatan Medan Sunggal, diperoleh data bahwa semua pedagang bubur ayam

tamat SLTA. Menurut asumsi peneliti, apabila produsen tamat SLTA khususnya tamat

dari jurusan tata boga, tentu akan memiliki pola berbisnis yang berbeda dengan

pedagang yang tamat dari Sekolah Menengah Umum. Pedagang bubur ayam yang tamat

dari jurusan tata boga akan selektif memilih bahan baku bubur ayam yang berkualitas

serta bumbu-bumbu bubur ayam agar bubur ayam yang diproduksi terjamin kualitasnya,

khususnya cita rasa dan higiene sanitasinya.

5.1.4 Kaitan Lama Berjualan Dengan Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada 7 pedagang bubur

ayam di Kecamatan Medan Sunggal, diperoleh data bahwa pedagang yang baru

berjualan adalah selama 2 bulan dan pedagang yang paling lama berjualan bubur ayam

adalah selama 10 tahun. Berdasarkan hasil observasi, pedagang bubur ayam yang sudah

lama berjualan sangat memperhatikan prinsip higiene sanitasi makanan karena

Universitas Sumatera Utara


pedagang tersebut sudah memiliki pelanggan tetap sehingga pedagang sangat menjaga

cita rasa dan higiene sanitasi bubur ayamnya. Hal ini terlihat dari dapurnya yang bersih,

penyajian makanannya tidak bersentuhan langsung dengan tangan karena menggunakan

sendok dan plastik sehingga terhindar dari kontaminasi bakteri yang ada di tangan. Dari

hal tersebut peneliti berasumsi, semakin lama pedagang berjualan, maka pedagang

semakin memperhatikan prinsip higiene sanitasi makanan.

5.1.5 Jumlah Produksi Bubur Ayam Per Hari

Berdasarkan hasil wawancara, jumlah produksi bubur ayam per hari pedagang

yang paling banyak adalah 8 kg per hari. Pedagang tersebut berjualan dari pukul 07.00

WIB s.d pukul 24.00 WIB. Pedagang sangat menjaga kesegaran bubur ayamnya dimana

pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal memasak bubur ayamnya secara

bertahap sehingga terhindar dari penggunaan zat pengawet berbahaya. Wadah yang

digunakan untuk menyimpan bubur ayam masak adalah rice cooker dimana wadahnya

dalam keadaan tertutup dan selalu dipanaskan sehingga terhindar dari kontaminasi

bakteri dari udara.

5.2 Enam Prinsip Higiene Sanitasi pada Pedagang Bubur Ayam

5.2.1 Pemilihan Bahan Baku Makanan

Bahan makanan yang dijual mengalami perjalanan yang panjang melalui

jaringan perdagangan pangan. Kita tidak mengetahui darimana sumber makanan

tersebut berasal sehingga sumber makanan yang baik seringkali tidak mudah ditemukan

dan mempengaruhi kualitasnya. Mutu dan keamanan pangan suatu produk pangan

sangat tergantung pada mutu dan keamanan bahan mentahnya. Oleh karena itu, untuk

Universitas Sumatera Utara


dapat menghasilkan produk pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi, bahan mentah

harus dipilih terlebih dahulu (BPOM, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan pada prinsip pemilihan bahan

baku pada 7 pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012, maka

diperoleh semua pedagang bubur ayam telah menggunakan beras yang baik yaitu

beraroma segar dan tidak bau apek, beras berwarna jernih dan tidak kusam, tidak

terdapat benda asing seperti batu, potongan kaca atau plastik pada beras, serta beras

tidak mudah patah. Pedagang tersebut menggunakan jenis beras berkualitas tinggi

seperti kristal wangi, ramos, dan jj kuku balam, sedangkan pedagang yang lainnya

memakai jenis beras kuku balam berkualitas sedang. Selain itu, hampir semua pedagang

bubur ayam memilih ayam hidup dimana ayam tersebut langsung dipotong di tempat

penjualan ayam sehingga daging ayam yang dibeli terjamin kualitasnya seperti bagian

dada daging ayam tampak montok berisi, jika ditekan akan kembali ke bentuk semula

setelah dilepaskan, tidak ada bagian yang memar pada daging ayam, tidak berbau busuk

serta daging ayam berwarna putih bersih (Djajadiningrat, 1989). Hampir semua

pedagang bubur ayam berbelanja beras dan daging ayam setiap hari untuk diolah

keesokan harinya.

Daging yang sehat adalah daging yang berasal dari hewan yang sehat dan

disembelih di tempat pemotongan ayam yang resmi. Kualitas daging ayam dipengaruhi

oleh beberapa faktor seperti umur, jenis, makanan, keadaan ayam pada saat akan

dipotong dan penanganan daging ayam setelah dipotong. Setelah ayam dipotong,

penanganan perlu dilakukan sedini mungkin sebab akan mempengaruhi kualitas daging

ayam itu sendiri dimana daging ayam mempunyai sifat mudah busuk. Tujuan dari

Universitas Sumatera Utara


penanganan daging adalah untuk mencegah penurunan kualitas daging seperti

perubahan fisik (warna dan bau), perubahan cita rasa yang jika dikonsumsi akan

mengakibatkan gangguan kesehatan seperti keracunan makanan. Oleh sebab itu,

sebaiknya memilih daging dimana ayam hidup langsung dipotong di tempat

pemotongan ayam sehingga kualitas ayam tetap terjaga (Direktorat Jenderal Peternakan,

1998).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, semua pedagang bubur ayam

menggunakan bahan tambahan makanan dan bahan tambahan makanan yang digunakan

tidak termasuk bahan tambahan makanan yang dilarang. Dalam Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942 Tahun 2003 Tentang Pedoman Persyaratan

Higiene Sanitasi Makanan Jajanan, penggunaan bahan tambahan makanan dan bahan

penolong yang digunakan dalam mengolah makanan jajanan harus sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Bahan tambahan makanan yang digunakan oleh pedagang bubur ayam termasuk

pada golongan penyedap rasa yang alami dan pengawet alami. Yang termasuk bahan

pengawet alami adalah kunyit, chitosan, karagenan, kalsium hidroksida (kapur sirih), air

ki atau air abu merang, buah picung, bawang putih, garam dapur, jeruk nipis dan gula

sedangkan yang termasuk penyedap rasa yang alami adalah garam dapur. Berdasarkan

hasil observasi dan wawancara, bahan tambahan makanan alami yang digunakan adalah

garam dapur dan jeruk nipis. Penggunaan bahan tambahan makanan tersebut tidak

termasuk pada bahan tambahan makanan yang dilarang menurut Permenkes RI No.1168

Tahun 1999.

Universitas Sumatera Utara


Untuk bahan tambahan makanan dalam kemasan seperti garam dapur, harus

mempunyai label dan merk, terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak

rusak, dan belum kadaluarsa (Depkes RI, 2003). Semua pedagang bubur ayam sangat

menyadari pentingnya persyaratan label bahan tambahan makanan yang dikemas

dimana label harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Label yang tertera harus

cukup untuk menampung semua keterangan yang diperlukan mengenai makanan yang

bersangkutan dan label yang dipasang tidak boleh mudah lepas,luntur karena air dan

pengaruh sinar matahari (BPOM, 2002).

Menurut Depkes RI (2004), tempat penjualan bahan baku makanan yang baik

berasal dari pusat penjualan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan dengan

baik (swalayan) dan tempat-tempat penjualan yang diawasi pemerintah daerah dengan

baik. Berdasarkan hasil wawancara, semua pedagang bubur ayam memperoleh bahan

baku makanan dari pusat penjualan yang tidak diawasi pemerintah daerah dengan baik

seperti pasar tradisional (Pasar Peringgan, Pasar Melati, Pasar Sei Kambing, dan Pasar

Setia Budi) sehingga pedagang bubur ayam harus teliti memilih bahan baku bubur ayam

yang aman dan berkualitas.

5.2.2 Penyimpanan Bahan Makanan

Berdasarkan hasil penelitian pada proses penyimpanan bahan baku makanan

oleh 7 pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 yaitu hampir

semua pedagang bubur ayam (71%) menyimpan bahan baku bubur ayam di tempat yang

bersih, kedap air, dan tertutup. Rata-rata pedagang bubur ayam menyimpan beras di

wadah penyimpanan khusus beras dimana beras yang disimpan tidak langsung

bersentuhan dengan lantai dan dinding dan rata-rata pedagang menerapkan sistem FIFO

Universitas Sumatera Utara


(First In First Out) pada beras. Menurut asumsi peneliti, tempat penyimpanan beras

tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan karena memiliki wadah khusus penyimpanan

beras dan terhindar dari kontaminasi secara fisik seperti kelembaban maupun

pencemaran karena vektor/hewan pengganggu.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, semua pedagang bubur ayam

merebus daging ayam terlebih dahulu pada sore hari sebelum disimpan di lemari

pendingin untuk digoreng besok paginya. Proses perebusan bertujuan supaya bumbu-

bumbu meresap ke dalam ayam dan digoreng besok pagi bertujuan supaya ayam yang

digoreng benar-benar matang.

Berdasarkan hasil observasi sudah sesuai dengan Depkes RI (2003) yang

menyatakan bahwa dalam penyimpanan bahan baku makanan harus memperhatikan hal-

hal sebagai berikut:

a. Tempat penyimpanan bahan baku harus terhindar dari kemungkinan

kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus, dan hewan lainnya maupun

bahan berbahaya.

b. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip FIFO (First In First Out) yaitu

bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu, digunakan terlebih dahulu.

c. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan,

contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari

pendingin dan bahan makanan kering disimpan di tempat yang kering dan

tidak lembab.

d. Tidak bersentuhan dengan lantai maupun dinding secara langsung.

Universitas Sumatera Utara


5.2.3 Pengolahan Makanan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 7 pedagang bubur ayam di

Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012, ditemukan 2 penjamah makanan yang

menderita penyakit mudah menular seperti influenza dan diare tetapi mereka tidak ikut

mengolah makanan. Jika penjamah tersebut sakit, maka yang mengolah makanan adalah

karyawannya ataupun anggota keluarga yang lain. Walaupun mereka sakit, mereka tetap

berjualan karena mereka memikirkan keuntungan yang hilang jika mereka tidak

memproduksi bubur ayam dan mereka tetap menjaga kualitas makanan yang diolah.

Makanan dapat berperan sebagai media penularan penyakit. Penjamah makanan

yang menderita penyakit menular seperti influenza dan diare dapat menularkan penyakit

melalui saluran pernapasan sewaktu batuk atau bersin dan melalui saluran pencernaan.

Biasanya kuman penyakit mencemari makanan karena terjadi kontak atau makanan

disentuh oleh tangan penjamah makanan yang mengandung kuman penyakit sehingga

menyebabkan food infection yaitu masuknya mikroorganisme dalam makanan dan

berkembang biak di dalam makanan lalu makanan tersebut dimakan konsumen dimana

mikroorganisme tersebut menyebabkan sakit (Purnawijayanti, 2001).

Selain itu, hampir semua pedagang bubur ayam tidak menggunakan celemek,

tutup kepala, sarung tangan, dan penutup mulut. Peneliti mengamati hanya 2 pedagang

(pedagang A dan C) yang memakai celemek saat megolah makanan dan hanya 1

pedagang (pedagang F) memakai penutup kepala. Pedagang tersebut memakai celemek

bukan untuk mencegah kontaminasi, tetapi karena supaya baju mereka tidak menjadi

kotor. Sedangkan 1 pedagang lainnya memakai tutup kepala berupa jilbab. Semua

pedagang bubur ayam tidak ada yang menggunakan sarung tangan dan penutup mulut

Universitas Sumatera Utara


saat mengolah makanan. Semua pedagang tidak menggunakan sarung tangan dan

penutup mulut karena repot menggunakannya. Menurut Depkes RI (2004), penjamah

makanan harus menggunakan celemek, tutup kepala, sarung tangan dan penutup mulut

sebab hidung, mulut, telinga, isi perut serta kulit dapat merupakan sumber pencemaran.

Karyawan ataupun pedagang bubur ayam yang menangani langsung makanan

dapat mencemari bahan pangan baik berupa cemaran fisik, kimia maupun biologis jika

tidak memakai celemek, tutup kepala, sarung tangan, dan penutup mulut. Oleh karena

itu, kebersihan diri penjamah makanan merupakan hal yang sangat penting untuk

diperhatikan agar produk pangannya bermutu aman untuk dikonsumsi (BPOM, 2002).

Sebelum mengolah makanan, beberapa penjamah makanan mencuci tangan terlebih

dahulu tetapi tidak menggunakan sabun dan mereka mengolah makanan ketika mereka

bangun tidur. Menurut Sianipar (2009), hal tersebut dapat menyebabkan perpindahan

bakteri atau kuman penyakit ke dalam makanan yang akan diolah sehingga makanan

tersebut menjadi tercemar.

Menurut Depkes RI (2004), perilaku penjamah makanan yang tidak higiene

dapat menjadi sumber penularan penyakit terhadap makanan seperti perpindahan bakteri

sehingga menyebabkan konsumen yang mengonsumsi makanan menjadi sakit. Untuk

menghindarinya, maka seorang penjamah tidak boleh merokok, meggaruk anggota

badan, tidak menggunakan perhiasan selama mengolah makanan, dan tidak mengobrol

saat mengolah makanan.

Berdasarkan hasil observasi, terdapat 1 penjamah makanan (pedagang B) yang

merokok, tetapi saat mengolah makanan, penjamah tidak merokok. Selain itu, tidak ada

satupun penjamah makanan yang menggaruk anggota badannya saat mengolah makanan

Universitas Sumatera Utara


karena penjamah tetap mempertahankan kualitas produk makanan yang dihasilkan.

Terdapat 3 penjamah makanan yang mengobrol ketika mengolah makanan. Pedagang

yang mengobrol biasanya membuat bubur ayam menggunakan dandang dengan waktu

memasak 1 jam. Dalam proses ini, penjamah makanan mengaku bosan jika harus diam

ketika memasak, jadi mereka mengobrol dengan anggota keluarga yang lain.

Lebih dari 80% penjamah makanan tidak menggunakan perhiasan seperti cincin

waktu mengolah makanan. Hal tersebut bukan bertujuan mencegah terjadinya

kontaminasi, melainkan karena mereka takut kehilangan cincin dan takut cincin menjadi

kotor jika harus memasak menggunakan cincin besi. Cincin yang dipakai saat mengolah

makanan dapat mengeluarkan zat racun dan berbahaya apabila terbuat dari bahan-bahan

yang mudah berkarat seperti besi dan mudah meleleh seperti karet yang dapat

menyebabkan kontaminasi terhadap makanan.

Semua penjamah makanan menutup hidungnya dan menjauh dari makanan

ketika batuk atau bersin. hal tersebut baik dilakukan karena ketika kita batuk atau

bersin, biasanya jika mengeluarkan bakteri ataupun sumber pencemar dari dalam tubuh

sebagai penolakan terhadap zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Sebanyak 3

penjamah makanan mencicipi makanan yang mereka masak karena takut kalau makanan

yang mereka masak rasanya belum pas di lidah, sedangkan pedagang yang lain tidak

mencicipi makanan yang mereka masak karena mereka sudah mengetahui takaran bahan

tambahan makanan yang diberikan pada makanan yang dimasak.

Pengolahan makanan merupakan proses terpenting dalam higiene dan sanitasi

makanan sehingga higiene perorangan sangat mempengaruhi kebersihan pangan.

Universitas Sumatera Utara


Supaya tidak terkontaminasi maka perilaku higiene harus diterapkan pada penjamah

makanan seperti memelihara kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian.

Berdasarkan hasil observasi, semua penjamah makanan hanya mencuci tangan

ketika tangan mereka kotor saja hanya dengan air secukupnya tanpa menggunakan

sabun sehingga dikhawatirkan bakteri atau kuman penyakit masih terdapat di tangan

mereka dan ketika mereka mengolah makanan, makanan yang diolah bisa

terkontaminasi. Rambut dan kuku penjamah makanan semuanya dalam keadaan baik

yang terlihat dari kuku penjamah makanan pendek dan bersih dan beberapa penjamah

makanan mandi terlebih dahulu sebelum mengolah makanan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 7 pedagang bubur ayam di

Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012, hampir semua pedagang bubur ayam (71%)

mencuci beras lebih dari 2 kali bahkan ada pedagang bubur yang mecuci beras sampai 5

kali. Alasan mereka mencuci beras lebih dari 2 kali adalah beras sekarang mengandung

bahan berbahaya seperti Chlorine sehingga harus dicuci berulang kali supaya

Chlorinenya berkurang. Hal tersebut tentu tidak memenuhi syarat pencucian beras yang

baik.

Kandungan nutrisi beras yang tertinggi terdapat pada bagian kulit ari. Kulit ari

beras mengandung 80% vitamin B1, 70% vitamin B3, 90% vitamin B6, 50% Mangan,

50% Posfor, 60% zat besi, 100% serat dan asam lemak essensial yang baik bagi tubuh

manusia. Namun sayang, sebagian besar nutrisi pada kulit ari telah hilang selama proses

penggilingan dan pencucian beras (Siti, 2011). Saat mencuci beras, biasanya air cucian

pertama berwarna keruh. Warna keruh bekas cucian tersebut menunjukkan bahwa

lapisan terluar dari beras ikut terkikis. Meskipun banyak nutrisi yang hilang, namun

Universitas Sumatera Utara


pada bagian kulit ari masih terdapat sisa-sisa nutrisi yang sangat bermanfaat bagi tubuh.

Oleh sebab itu, jangan terlalu sering mencuci beras karena nutrisi dalam kulit ari bisa

hilang jika beras dicuci lebih dari dua kali.

Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa pedagang menambahkan bahan

tambahan makanan yang sebenarnya berfungsi sebagai penyedap rasa dan ada 1

pedagang yang menambahkan jeruk nipis sebagai pengawet bubur ayam. Penambahan

garam bertujuan untuk supaya rasa bubur ayam ayam menjadi enak dan gurih dan

penambahan jeruk nipis bertujuan membuat bubur ayam menjadi pulen, menarik, dan

tidak mudah basi. Pedagang bubur ayam memakai pengawet yang alami yang sudah

sesuai dengan Kepmenkes RI No. 722 Tahun 1988.

Dari segi ilmu kimia, komponen utama dari bahan pangan terdiri atas protein,

karbohidrat, dan lemak. Kerusakan bahan pangan umumnya disebabkan oleh

mikroorganisme melalui proses enzimatis dan oksidasi terutama bahan pangan yang

mengandung protein dan lemak, sedangkan bahan pangan yang mengandung

karbohidrat seperti beras biasanya mengalami proses dekomposisi. Untuk menghambat

kerusakan pangan, beberapa pedagang menggunakan bahan pengawet yang terkadang

tidak aman. Oleh sebab itu, alternatif yang disarankan adalah menggunakan bahan

pengawet yang alami seperti jeruk nipis. Jeruk nipis mengandung asam sitrat dimana

sifat asam dalam jeruk nipis berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroba, sebagai

buffer pada pH rendah sehingga mempermudah proses pengolahan dan asam bersifat

sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan makanan (Yuliarti, 2007).

Berdasarkan penelitian Istifani, Anna, dan Hayat tentang efektivitas penggunaan

sari buah jeruk nipis terhadap ketahanan nasi (2011), jeruk nipis efektif memutihkan

Universitas Sumatera Utara


nasi karena asam sitrat dalam jeruk nipis memiliki kemampuan untuk memutihkan dan

membuat nasi menjadi pulen dan empuk. Selain itu, jeruk nipis berfungsi untuk

mengawetkan dengan meneliti nasi dengan parameter fisik berupa warna, rasa, dan bau.

Dilihat dari parameter warna, bau, dan rasa, sebanyak 0,93% konsentrasi sari jeruk nipis

yang ditambahkan pada beras yang akan dimasak dapat membuat nasi tetap berwarna

putih dan tidak basi, dan rasanya tidak berubah sampai 2 hari.

Berdasarkan Tabel 4.9 diketahui bahwa kurang dari 50% tempat pengolahan

makanan pedagang bubur ayam tidak memiliki ventilasi sehingga ruangan tampak gelap

dan pengap dan cahaya dari lampu juga tidak terlalu terang dan tidak menyebar merata

ke seluruh bagian dapur. Ventilasi diperlukan untuk memelihara kenyamanan dengan

menurunkan panas dalam ruangan, mencegah kelembaban, serta membuang bau, asap,

dan debu dalam ruangan (Depkes RI, 2011). Mayoritas pedagang bubur ayam belum

memiliki ruangan pengolahan makanan dengan dinding dan lantai yang selalu bersih

dan terpelihara. Berdasarkan observasi, tidak jarang peneliti menemukan ada bercak

noda pada dinding tempat pengolahan makanan. Lantai dapurnya terlihat kotor

berwarna hitam, lantainya licin dan 1 pedagang (pedagang A) lantai dapurnya masih

terbuat dari tanah serta dinding dapurnya belum diplester. Lantai yang kotor dan masih

terbuat dari tanah dapat menjadi sarang kuman penyakit, sedangkan lantai yang licin

dapat menyebabkan penjamah makanan terpeleset jika tidak hati-hati berjalan. Dinding

yang belum diplester juga dapat menyebabkan sarang kuman penyakit dan jika dinding

yang belum diplester dibersihkan, maka tidak bias bersih secara optimal.

Ruangan yang pengap dan lembab sangat disukai oleh kecoa dan tikus. Alasan

inilah menjadi latar belakang peneliti untuk menyimpulkan ruang pengolahan tidak

Universitas Sumatera Utara


bebas vektor. Terbukti lebih dari 50% pedagang memiliki ruang pengolahan makanan

yang tidak bebas vektor yang dapat dilihat dari dapurnya memakai asbes dimana

asbesnya dapat menjadi sarang tikus. Selain itu dapur pedagang bubur ayam sangat

sempit dan banyak barang-barang bertumpuk di dapur yang dapat menjadi sarang

vektor. Kondisi dapur pedagang bubur ayam juga sangat dekat dengan selokan dan

tempat sampah sehingga bisa mengundang tikus masuk ke dapur jika malam hari

Asumsi peneliti bahwa perawatan ruangan pengolahan yang bersih dan terpelihara

masih belum diterapkan oleh industri rumah tangga tersebut dan mungkin terkait

dengan biaya pemeliharaan ruangan dan rumah.

Semua industri rumah tangga memiliki tempat mencuci tangan dan tempat

mencuci peralatan dengan air bersih yang cukup (20-50L/hari). Sebagian besar

pedagang bubur ayam memiliki wastafel dan tempat khusus untuk mencuci yang

terpisah dari kamar mandi. Umumnya pedagang bubur ayam menggabungkan tempat

mencuci peralatan dengan tempat mencuci tangan. Berdasarkan hasil observasi,

peralatan yang akan digunakan untuk mengolah makanan biasanya dicuci terlebih

dahulu dan setelah digunakan, peralatan tersebut dicuci kembali dengan menggunakan

air yang mengalir dan sabun dan mayoritas pedagang bubur ayam mengeringkan

peralatan yang sudah dicuci dengan terlebih dahulu meniriskannya di rak piring lalu

setelah ditiriskan dilap dengan kain lap yang bersih lalu setelah itu disimpan di rak

piring dimana kebanyakan rak piring yang digunakan adalah rak piring yang terbuka

yang tidak bebas pencemaran.

Peralatan pengolahan pangan khususnya yang kontak dengan pangan dapat

mencemari pangan jika kotor. Oleh karena itu, peralatan pengolahan pangan harus

Universitas Sumatera Utara


dijaga selalu tetap bersih. Untuk menghindari pencemaran bahaya fisik, kimia maupun

biologis dari peralatan kepada pangan, sebaiknya gunakan peralatan yang mudah

dibersihkan. Peralatan yang terbuat dari baja tahan karat umumnya mudah dibersihkan.

Karat dari pekaratan logam dapat menjadi bahaya kimia dan lapisan logam yang

terkelupas dapat menjadi bahaya fisik jika masuk ke dalam pangan. Bersihkan segera

peralatan yang digunakan. Pembersihan peralatan menggunakan sabun atau detergen

(BPOM, 2002).

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diperoleh semua pedagang bubur ayam memiliki

tempat sampah yang terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah diangkut tetapi

tidak tertutup. Sampah sisa kulit telur yang sudah dimasak, sampah dari bahan

pelengkap makanan seperti daun bawang, plastik kerupuk dijadikan dalam satu tempat

sampah dimana tempat sampahnya terbuka yang dapat mengundang lalat untuk hinggap

di tempat sampah tersebut.

5.2.4 Penyimpanan Makanan Masak

Berdasarkan hasil observasi pada penyimpanan makanan masak pedagang bubur

ayam seperti bubur ayam, ayam goreng, dan bahan pelengkap bubur ayam seperti

kerupuk, cakwe, dan telur di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012, diketahui bahwa

lebih dari 50% pedagang menyimpan bubur ayamnya di wadah khusus seperti rice

cooker jika berjualan di depan rumah dan dandang jika berjualan jauh dari rumah

dimana tempat penyimpanan bubur ayam tersebut dalam keadaan tertutup dan selalu

dipanaskan dimana semua pedagang berjualan dari jam 7 pagi.

Lebih dari 50% ayam yang sudah digoreng diletakkan di piring dalam keadaan

terbuka dimana dapat mengundang lalat ataupun kecoa ketika memasak pagi hari sekitar

Universitas Sumatera Utara


jam 5 pagi. Sedangkan bahan pelengkap seperti cakwe ditempatkan di dalam plastik dan

kerupuk ditempatkan di dalam tupperware untuk menghindari kerupuk menjadi tidak

renyah lagi.

Prinsip penyimpanan makanan masak bertujuan untuk mencegah pertumbuhan

dan perkembangan bakteri pada makanan serta mencegah timbulnya sarang hama dalam

makanan. Menurut Depkes RI (2003), syarat penyimpanan makanan jadi yaitu

terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, tikus, dan hewan lainnya dan

makanan yang cepat basi/busuk disimpan dalam suhu panas (65ºC atau lebih).

5.2.5 Pengangkutan Makanan Masak

Prinsip pengangkutan makanan yang baik adalah tidak terjadinya pencemaran

selama proses pengangkutan baik pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia.

Kemungkinan pengotoran makanan terjadi sepanjang pengangkutan yang dipengaruhi

oleh alat pengangkut, teknik pengangkutan maupun tenaga pengangkut makanan

(Depkes RI, 2004).

Berdasarkan hasil observasi yang telah peneliti lakukan, hanya 2 orang

pedagang yang menggunakan alat pengangkut khusus seperti gerobak dan mobil untuk

mengangkut makanan masak dimana tempat mereka berjualan berjarak sekitar 200

meter dari rumah, sedangkan pedagang yang lain tidak menggunakan alat angkut khusus

melainkan mengangkat satu per satu makanan jadi dimana mereka berjualan di depan

rumah mereka sendiri. Menurut asumsi peneliti jika berjualan jauh dari rumah harus

menggunakan alat pengangkut khusus yang tertutup seperti mobil supaya terhindar dari

pencemaran jalan raya dan pengendara harus mencari jalur terpendek untuk mencapai

tempat berjualan. Sedangkan jika berjualan di depan rumah harus menggunakan baki

Universitas Sumatera Utara


supaya pekerjaan memindahkan makanan masak ke tempat penjualan menjadi lebih

cepat.

Dilihat dari observasi, lebih dari 50% pedagang bubur ayamnya mengangkut

makanan masak ke tempat penjualan dalam keadaan tertutup dimana makanan tersebut

memiliki wadah masing-masing sesuai jenis makanan masak. Hal ini sangat baik

dilakukan karena bisa mengindari makanan dari sumber pencemaran lewat udara selama

proses pengangkutan. Sedangkan dilihat dari tenaga pengangkut makanan, peneliti

berasumsi jika pedagang mandi terlebih dahulu, maka setelah mandi memakai pakaian

ganti yang bersih. Dan berdasarkan observasi, semua pedagang bubur ayam sebelum

mengangkut makanan masak, mandi terlebih dahulu.

Menurut Depkes RI (2004), hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam

pengangkutan makanan yaitu

a. Setiap makanan memiliki wadah masing-masing dan wadah yang digunakan

harus baik, utuh, kuat, dan ukurannya memadai dengan makanan yang akan

diisi.

b. Setiap wadah makanan harus ditutup dengan baik selama pengangkutan

c. Pengangkutan makanan yang melewati daerah kotor harus dihindari dan cari

jalur terpendek.

5.2.6 Penyajian Makanan

Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dalam tahap pengolahan

makanan. Dalam penyajian makanan harus diperhatikan tempat penyajian, alat

penyajian, dan tenaga penyaji. Makanan disajikan di tempat yang bersih, sirkulasi udara

dapat berlangsung, peralatan yang digunakan bersih, dan orang yang menyajikan

Universitas Sumatera Utara


makanan harus menggunakan celemek, tutup kepala, sarung tangan/penjepit

makanan/sendok/plastik (Slamet, 2009).

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, hampir semua penyaji makanan

tidak menggunakan celemek, tutup kepala, sarung tangan, penjepit makanan, dan

sendok,. Dari 7 pedagang, terlihat ada 5 pedagang yang memakai tutup kepala berupa

jilbab untuk perempuan dan penyaji laki-laki memakai topi. Mereka menggunakan

jilbab bukan semata-mata untuk menghindari kontaminasi rambut terhadap makanan,

tetapi karena penyaji perempuan beragama islam dan penyaji laki-lakinya hobi memakai

topi. Dari hasil observasi yang peneliti amati, waktu menyajikan bubur ayam ke dalam

mangkok, penyaji menggunakan centong untuk menyajikan bubur ayam dimana tangan

penyaji tidak bersentuhan langsung dengan bubur ayam. Hampir semua pedagang masih

menggunakan ayam goreng yang utuh dimana ayam tersebut belum disuwir sehingga

untuk membuat suwiran ayam tangan mereka bersentuhan langsung dengan ayam

goreng sehingga bisa terjadi kontaminasi makanan jika penyaji tidak mencuci tangan

terlebih dahulu dengan sabun dan air yang mengalir. Selain itu, dalam menyajikan

kerupuk, semua tangan pedagang bersentuhan langsung dengan kerupuk dan waktu

menyajikan makanan, penyaji tidak mencuci tangan terlebih dahulu.

Tangan yang kotor dapat memindahkan bakteri dan virus patogen dari tubuh,

feses, atau sumber lain ke dalam makanan. Oleh karena itu mencuci tangan merupakan

hal pokok yang harus dilakukan oleh penjamah yang terlibat dalam penanganan

makanan. Perilaku mencuci tangan merupakan upaya memutuskan sumber pencemaran.

Mencuci tangan dengan sabun antiseptik lalu diikuti dengan pembilasan dengan air

yang mengalir akan menghilangkan mikroba patogen yang terdapat pada tangan.

Universitas Sumatera Utara


Kombinasi aktivitas sabun sebagai pembersih dan pembunuh kuman, penggosokan, dan

air yang mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung

mikroba patogen (Depkes RI, 1996).

Berdasarkan observasi yang dilakukan, peralatan makan yang digunakan untuk

menyajikan makanan seperti piring dan sendok dalam keadaan bersih dan kering.

Peralatan dicuci setelah 1x pemakaian dan dari 7 pedagang, hanya 2 pedagang yang

mencuci peralatan makan yang sudah digunakan tidak dengan air mengalir. Pedagang A

membawa air bersih dari rumah yang ditempatkan di wadah aqua galon sebanyak 5

aqua galon dan air yang digunakan untuk mencuci adalah air yang sudah digunakan

berulang kali dan jika terlihat kotor, maka air bekas cucian piring itu dibuang.

Sedangkan pedagang B menampung air cucian piring dalam 3 ember cucian piring

dimana air tersebut diambil dari kamar mandi dekat tempat penjualan mereka. Pedagang

B juga menggunakan air yang berulang untuk mencuci peralatan makan yang sudah

digunakan. Hal ini tentu tidak memenuhi syarat kesehatan. Penggunaan air untuk

mencuci piring harus banyak, bersih, mengalir, dan selalu diganti setiap mencuci piring

untuk mencegah kontaminan kuman dalam air dengan peralatan makan.

Beberapa pedagang setelah mencuci peralatan makan, mereka meniriskan

terlebih dahulu peralatan makan sampai benar-benar kering dan ketika piring mau

diletakkan di stelling penjualan, mereka melap piring tersebut dengan kain lap yang

bersih. Hampir semua pedagang meletakkan peralatan makannya di tempat yang

terbuka dimana peralatan makan tersebut bisa kotor akibat dari debu jalan raya.

Universitas Sumatera Utara


5.3 Gambaran Higiene Sanitasi Pedagang Bubur Ayam di Kecamatan Medan

Sunggal

Higiene sanitasi pengolahan bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal Tahun

2012 secara umum tidak memenuhi syarat kesehatan karena semua pedagang bubur

ayam belum menerapkan prinsip higiene sanitasi pengolahan makanan secara

keseluruhan mulai dari tahap pemilihan bahan baku hingga penyajian makanan sesuai

dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942 Tahun 2003 tentang persyaratan

higiene sanitasi makanan jajanan.

Untuk membuat suatu produk makanan ada tahap demi tahap yang harus dilalui.

Setiap tahap yang dilakukan memiliki tujuan tertentu untuk menghasilkan suatu produk

yang bermutu. Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai racun. Racun dapat berasal

dari bahan makanan, cara pengolahan, penyimpanan, dan penyajian, maka pencegahan

keracunan harus dimulai dari bahan baku sampai pada penyajian makanan (Slamet,

2009).

5.4 Tingkat Pengetahuan Pedagang Bubur Ayam

Tingkat pengetahuan pedagang bubur ayam tentang higiene sanitasi makanan

dapat dilihat pada tabel 4.15 dan disimpulkan bahwa pengetahuan pedagang bubur ayam

dengan kategori baik sebanyak 57%, sedangkan pengetahuan pedagang bubur ayam

dengan kategori sedang sebanyak 43%.

Pengetahuan merupakan faktor yang mempermudah pedagang bubur ayam

untuk menerapkan prinsip higiene sanitasi dengan baik. Perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara


5.5 Pemeriksaan Kandungan Boraks Pada Bubur Ayam
5.5.1 Uji Kualitatif

Sesuai dengan Permenkes RI No. 1168 Tahun 1999 tentang Bahan Tambahan

Makanan, di dalam makanan tidak boleh terkandung bahan tambahan makanan

berbahaya seperti boraks. Berdasarkan uji kualitatif yang telah peneliti lakukan di Balai

Riset Standarisasi Industri Medan pada 7 sampel bubur ayam, diperoleh bahwa tidak

ada satupun sampel yang mengandung boraks.

Pengujian kualitatif dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu metode

nyala api dan metode pewarnaan. Sebelum diuji dengan 2 metode, 100 gr sampel bubur

ayam dicampur dengan 10 gr CaCO₃ kemudian ditambahkan air supaya tercampur

secara merata. Lalu sampel bubur yang sudah tercampur dengan CaCO₃ dimasukkan ke

dalam oven lalu diabukan di dalam tanur selama 48 jam hingga terjadi pengabuan yang

sempurna. Ketika sampel sudah menjadi abu, abu tersebut diuji dengan metode nyala

api dan metode pewarnaan dengan kurkumin.

Dengan metode nyala api, sebagian abu ditambah sedikit asam sulfat dan

metanol kemudian dibakar. Dari uji nyala api, diperoleh warna biru sehingga bisa

disimpulkan bahwa tidak terdapat boraks dalam bubur ayam. Metode yang kedua adalah

uji pewarnaan dengan kurkumin dimana sampel abu tersebut ditambah air dan HCl 5 N

sampai larutan bereaksi asam, kemudian disaring dalam cawan penguap. Kemudian

ditambahkan 4 tetes larutan asam oksalat jenuh dan 1 ml larutan kurkumin 1% dalam

methanol, lalu diuapkan di atas tangas air dan warnanya tidak berubah yaitu tetap

berwarna merah cemerlang sehingga bisa disimpulkan tidak ada boraks pada sampel

bubur ayam.Dari hasil pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua sampel

Universitas Sumatera Utara


bubur ayam yang dijual oleh pedagang bubur ayam memenuhi persyaratan kesehatan

sesuai dengan Permenkes RI No. 1168 Tahun 1999 tentang Bahan Tambahan Makanan

bahwa tidak boleh ada bahan tambahan makanan berbahaya di dalam makanan.

Berdasarkan hasil wawancara, semua bubur ayam yang diproduksi oleh

pedagang bubur ayam selalu dipanaskan oleh beberapa pedagang bubur ayam di

Kecamatan Medan Sunggal dan hampir semua pedagang bubur ayam memasak bubur

ayamnya tidak sekaligus bubur ayam dibuat banyak, tetapi memasaknya secara

bertahap. Dari hasil wawancara, pedagang A, B, D dan pedagang G hanya berjualan

sampai jam 12 siang dan mereka hanya membuat bubur maksimal 1 kg saja dan jika

bubur ayam tidak habis pedagang G biasanya membuang bubur tersebut karena

buburnya basi jika sudah jam 12 siang..

Pedagang bubur ayam C, E, dan pedagang F memasak buburnya secara bertahap

karena mereka berjualan dari jam 7 pagi sampai malam hari bahkan tengah malam.

Ketiga pedagang tersebut biasanya memasak buburnya bisa sampai 3 kali dalam 1 hari.

Mereka memasak pagi hari, siang hari, dan malam hari. Artinya ketika bubur ayam yang

dimasak pagi hari sudah habis, maka ketiga pedagang bubur tersebut memasak lagi

bubur ayamnya dan maksimal 1 kali masak adalah 3 kg beras. Ketiga pedagang ini

hanya menambahkan garam secukupnya ke dalam adonan bubur. Pedagang C

menambahkan jeruk nipis dengan alasan supaya bubur ayam terlihat pulen, berwarna

cerah, dan awet. Dan jeruk nipis merupakan golongan asam sitrat yang bisa berfungsi

sebagai pengawet makanan yang alami. Jika bubur ayam tidak habis biasanya pedagang

C biasanya membuang bubur ayam, pedagang E biasanya mengonsumsi bubur ayamnya

sendiri dan pedagang bubur F biasanya menyimpan bubur di kulkas tersebut untuk

Universitas Sumatera Utara


dijual kembali besok harinya dimana bubur ayam F bisa bertahan sampai 12 jam jika

tidak dipanaskan.

Daya tahan bubur ayam pada pedagang bubur ayam yang paling cepat adalah 6

jam (tidak berkuah) dan bubur ayam yang paling lama tahan adalah selama 12 jam

(tidak berkuah), sedangkan bubur ayam yang menggunakan jeruk nipis sebagai

pengawet hanya bertahan 9 jam (berkuah). Makanan menjadi cepat basi karena adanya

aktivitas mikroba di dalam makanan. Bubur ayam tersebut hanya bertahan selama 6 jam

karena di dalam bubur ayam tersebut sudah ditambahkan vetsin dan tidak selalu

dipanaskan sehingga mikroba yang jumlahnya sedikit di dalam makanan, berkembang

biak menjadi banyak sehingga makanan cepat basi. Selain itu, bubur ayam tersebut

mengandung air sehingga dapat terjadi reaksi oksidasi dan menyebabkan bubur tersebut

cepat basi.

Bubur ayam yang menggunakan jeruk nipis basi dalam waktu 9 jam padahal

jeruk nipis berfungsi sebagai pengawet. Hal ini dikarenakan sari buah jeruk nipis dalam

jumlah tinggi dapat merangsang pertumbuhan bakteri dalam makanan karena jeruk nipis

mengandung nutrisi penting seperti karbohidrat, protein dan vitamin sehingga memacu

pertumbuhan bakteri di dalam makanan yang menyebabkan makanan menjadi basi dan

ditambah kuah soto yang mempercepat proses makanan menjadi cepat basi karena

santan tersebut tidak selalu dipanaskan sehingga masih mengandung air dan membuat

bubur cepat basi. Bubur ayam yang paling lama tahan adalah 12 jam. Bubur ayam

tersebut lama bertahan karena penjual hanya menambahkan garam saja ke dalam

adonan bubur dan bubur selalu dipanaskan sehingga kandungan air di dalam bubur

menguap dan bubur tidak cepat basi.

Universitas Sumatera Utara


Karena boraks merupakan bahan tambahan berbahaya yang tidak boleh ada di

dalam makanan, maka cukup diuji kualitatif saja untuk mengetahui dalam sampel positif

atau negatif mengandung boraks.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI
KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi higiene sanitasi pengolahan bubur ayam dan

pemeriksaan kandungan boraks pada bubur ayam yang dijual di Kecamatan Medan

Sunggal Tahun 2012, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal antara lain

jumlah pedagang bubur ayam wanita lebih banyak daripada pedagang laki-laki

(86%), umur pedagang bubur yang paling muda adalah 26 tahun dan pedagang

yang paling tua 68 tahun, semua pedagang bubur ayam tamat SLTA, pedagang

bubur ayam yang paling lama berjualan bubur ayam adalah 10 tahun dan jumlah

produksi bubur ayam per hari yang paling banyak adalah 8 kg/hari.

2. Pemilihan bahan baku bubur ayam untuk seluruh pedagang bubur ayam di

Kecamatan Medan Sunggal tidak memenuhi syarat kesehatan.

3. Penyimpanan bahan baku bubur ayam oleh pedagang bubur ayam di Kecamatan

Medan Sunggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu pedagang I dan

pedagang V sedangkan pedagang yang lain memenuhi syarat kesehatan.

4. Pengolahan bubur ayam untuk seluruh pedagang bubur ayam di Kecamatan

Medan Sunggal tidak memenuhi syarat kesehatan.

5. Penyimpanan bubur ayam masak oleh pedagang bubur ayam di Kecamatan

Medan Sunggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu pedagang II, III, dan

pedagang V sedangkan pedagang lainnya tidak memenuhi syarat kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


6. Pengangkutan bubur ayam masak oleh pedagang bubur ayam di Kecamatan

Medan Sunggal yang memenuhi syarat kesehatan adalah pedagang I dan

pedagang II sedangkan pedagang lain tidak memenuhi syarat kesehatan.

7. Penyajian bubur ayam untuk seluruh pedagang bubur ayam di Kecamatan

Medan Sunggal tidak memenuhi syarat kesehatan.

8. Kandungan Boraks pada bubur ayam yang dijual oleh pedagang bubur ayam di

Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 adalah negatif yang berarti memenuhi

syarat kesehatan menurut Permenkes No. 1168 Tahun 1999 Tentang Bahan

Tambahan Makanan dimana tidak boleh ada bahan tambahan makanan

berbahaya di dalam makanan.

9. Tingkat pengetahuan pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal lebih

banyak kategori baik (57%).

6.2. Saran

1. Bagi pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal:

a. Mencuci tangan terlebih dahulu dengan air dan sabun saat mau mengolah

makanan dan menyajikan makanan.

b. Menggunakan alat pelindung diri secara lengkap (celemek, tutup kepala,

penutup mulut, sarung tangan) saat mau mengolah makanan dan menyajikan

makanan.

c. Mencuci beras tidak lebih dari 2 kali karena akan menghilangkan zat gizi

penting dalam kulit ari beras.

d. Lebih memperhatikan kebersihan dapur terutama lantai dan dinding selalu

dibersihkan sebelum dan sesudah mengolah makanan.

Universitas Sumatera Utara


e. Penyimpanan makanan masak sebaiknya ditempatkan di tempat yang

tertutup agar terhindar dari pencemaran.

2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan agar mengadakan pengawasan dan

pemantauan higiene sanitasi pengolahan makanan dan minuman khususnya

bubur ayam yang ada di Kecamatan Medan Sunggal.

3. Bagi peneliti lain untuk meneliti bagaimana peran Dinas Kesehatan dan

pengaruhnya terhadap kualitas bubur ayam yang diproduksi oleh pedagang

bubur ayam.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Abbas dan Nurwantoro. 1997. Mikrobiologi Pangan Hewani dan Nabati. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.

Adelaide, 2011. Boraks. http://wordpress.com, diakses tanggal 20 Februari 2012.

Adiwisastra. 1992. Keracunan, Sumber, Bahaya serta Penanggulangannya. Penerbit


Angkasa. Bandung.

Andiarti, 2003. Senyawa Boron, Boraks, dan Makanan. http://yahoo.com, diakses


tanggal 20 Juli 2012.

Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Azwar, A. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Penerbit Mutiara Sumber


Widya. Jakarta.

Bahari, 2011. Resep Bubur Ayam yang Menyehatkan Badan dan Manfaatnya.
http://saribahari.wordpress.com/2011/05/12/cara-membuat-bubur-ayam lengkap-
bin-komplit/, diakses tanggal 21 Maret 2012.

BPOM, 2002. Panduan Pengolahan Pangan Yang Baik Bagi Industri Rumah
Tangga. Deput Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.
Direktotat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan.

Budiawan, 2004. Pengawet Kayu. http://wordpress.com, diakses tanggal 20 Juli 2012.

Cahyadi, W. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.


Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran


EGC. Jakarta.

Depkes RI, 1988. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


722/MENKES/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta.

Depkes RI, 1996. Modul Penyehatan Makanan dan Minuman untuk Petugas
Puskesmas, Pengambilan Contoh dan Spesimen Makanan. Ditjen PPM dan
PLP. Jakarta.

__________, 1999. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1168/MENKES/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


__________, 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi
Makanan Jajanan. Jakarta.

__________, 2004. Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Ditjen PPM dan PL.
Jakarta.

__________, 2008. Kepmenkes RI Nomor 519 Tahun 2008 Tentang Pedoman


Penyelenggaraan Pasar Sehat. Jakarta.

__________, 2011. Permenkes RI Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang


Higiene Sanitasi Jasaboga. Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2011. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara 2010. Medan.

Dirjen Peternakan. 1998. Pedoman Standar Operasional Pengolahan Hasil Peternakan.


Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Penanganan
Praktis Daging, telur dan susu. Jakarta

Djajadiningrat, S. 1989. Makanan Kesehatan dan Katering. Penerbit CV Miswar.


Jakarta.

Fardiaz. 2007. Bahan Tambahan Makanan. Institut Pertanian Bogor Press. Bandung.

Februhartanty dan Iswarawanti, 2004. Amankan Makanan Jajanan Anak Sekolah


http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.cgi?newsid1097726693,98302,
diakses tanggal 30 Desember 2011.

Hanna, dkk. 2009. Pemeriksaan SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase)


sebagai Biomarker Keracunan Zat Hepatotoksin. Laporan Praktikum
Toksikologi Industri Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto.

Istifani, Anna, dan Hayat. 2011. Efektivitas Penggunaan Sari Buah Jeruk Nipis
Terhadap Ketahanan Nasi. Jurnal FPMIPA UPI.

Khamid. 2006. Bahaya Boraks bagi Kesehatan. Penerbit Kompas. Jakarta.

Kompasiana, 2011. Waspadai Bubur Ayam Mengandung Boraks.


http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/05/14/waspadai-bubur-ayam-
mengandung-boraks/, diakses tanggal 21 Maret 2012.

Kusmayadi, 2008. Cara Memilih dan Mengolah Makanan Untuk Perbaikan Gizi
Masyarakat. http://database.deptan.go.id, diakses tanggal 30 Desember 2011.

Universitas Sumatera Utara


Lisan, 2011. Zat Aditif. http://wordpress.com, diakses tanggal 10 Maret 2012.

Lu, F. 1995. Toksikologi Dasar. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Mukono HJ. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University


Press, Cetakan Pertama. Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Nursalam. 2000. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan.Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

Oginawati, K. 2008. Sanitasi Makanan dan Minuman. Penerbit Institut Teknologi


Bandung Press. Bandung.

Oliveoile, 2008. Formalin dan Boraks. http://oliveoile.wordpress.com, diakses tanggal


6 Februari 2012.

Pangestiningsih. 1992. Gambaran Anatomi Fetus Tikus Putih Akibat Pemberian


Boraks Pada Induk Bunting. Fakultas Kedokteran Hewan UGM Yogyakarta.

Pariadi, 2011. Awas Bubur Ayam Mengandung Boraks.


http://sarangilmu.com/2011/05/12/awas-bubur-ayam-mengandung-boraks/,
diakses tanggal 31 Januari 2012.

Purnawijayanti. 2001. Higiene Sanitasi dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan


Makanan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Rennie JS, Whitehead CC, Montanari A. 1990. Effect of Dietry Borate and
Aluminate on Ribloflavin Metabolism in The Breeding Hen. Researh in
Veterinary Science.

Sianipar, H. 2009. Kajian Cemaran Salmonella sp Pada Susu Kedelai yang Dijual
Dibeberapa Pasar Tradisional Di Kota Medan. Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sihite, R. 2000. Sanitation and Hygiene. Penerbit Sic. Surabaya.

Siti, 2011. Kandungan Air Cucian Beras. http://www.wordpress.com, diakses tanggal


20 Juli 2012.

Slamet, JS. 2009. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Syah, D. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni
Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


Tabbu. 1991. Patologi Umum Bagian I. Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran
Hewan UGM Yogyakarta.

Utami, P. 2010. Menu Masakan untuk 365 Hari. Penerbit Satu Nusa. Bandung.

Yuliarti, N. 2007. Awas! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Penerbit Andi.


Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR OBSERVASI
HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM
DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012
(Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003)
Kategori
No Objek Pengamatan Ya Tidak Keterangan
(1) (2)
Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Bubur Ayam
1. Bahan baku makanan dalam kondisi baik
A. Beras
i) Beraroma segar dan tidak bau apek
ii) Warnanya jernih, tidak kusam atau kekuning-kuningan
iii) Tidak ada benda asing seperti batu, potongan kaca atau plastik
iv) Beras tidak rapuh atau tidak mudah patah
B. Daging Ayam
i) Daging ayam yang dibeli adalah ayam hidup yang langsung
dipotong di tempat penjualan
ii) Bagian dada tampak montok berisi
iii) Jika ditekan, akan kembali ke bentuk semula setelah dilepaskan
iv) Tidak ada bagian yang memar pada ayam
v) Tidak berbau busuk
vi) Berwarna putih bersih
2. Menggunakan bahan tambahan makanan
Bahan tambahan makanan yang digunakan bukan BTM yang
3.
dilarang
Bahan baku bubur ayam diperoleh dari tempat penjualan yang
4.
diawasi pemerintah dengan baik
Prinsip II : Penyimpanan Bahan Baku Bubur Ayam
Tempat penyimpanan bahan baku bubur ayam dalam keadaan bersih,
5.
kedap air, dan tertutup
Penyimpanan beras memenuhi ketentuan berikut:
6. i) Jarak beras dengan lantai adalah 15 cm
ii) Jarak beras dengan dinding adalah 5 cm
7. Daging ayam yang sudah direbus, disimpan di lemari pendingin
8. Wadah penyimpanan sesuai dengan jenis bahan makanan
Prinsip III : Pengolahan Bubur Ayam
Penjamah Bubur Ayam
Tidak menderita penyakit mudah menular misalnya batuk, pilek,
9. influenza, diare, penyakit perut dan penyakit lainnya

10. Menggunakan:

Universitas Sumatera Utara


a. Celemek
b. Tutup kepala
c. Sarung tangan
d. Penutup mulut
Mencuci tangan dengan air dan sabun setiap hendak menangani
11.
makanan
Tidak merokok dan tidak menggaruk anggota badan (hidung, telinga,
12.
mulut dan bagian lainnya) ketika mengolah makanan
13. Tidak mengobrol saat mengolah makanan
14. Tidak menggunakan perhiasan saat mengolah makanan
15. Tidak makan atau mengunyah saat mengolah makanan
Ketika batuk atau bersin, menutup hidung atau mulut atau tidak
16.
batuk atau bersin di hadapan makanan
17. Mencicipi makanan yang dimasak
Memelihara kebersihan
a. Tangan
18. b. Rambut
c. Kuku
d. Pakaian
Cara Pengolahan Bubur Ayam
19. Mencuci beras dengan air yang bersih tidak lebih dari 2x
20. Mencuci daging dengan menggunakan air yang bersih
Penjamah makanan menambahkan bahan tambahan makanan
a. Pengawet
21. b. Pemutih
c. Pengental
Tempat Pengolahan Bubur Ayam (Dapur)
22. Tempat pengolahan makanan harus memiliki ventilasi yang baik
Lantai terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, rata,
23.
dan kedap air
24. Dinding rata, halus, kedap air, dan mudah dibersihkan
25. Lantai, dinding, dan ruangan selalu bersih dan terpelihara
Atap rapat air, tidak bocor dan tidak menjadi sarang tikus dan
26.
serangga lainnya
Tempat pengolahan makanan terhindar dari vektor (serangga, tikus,
27.
dll)
Tersedia tempat mencuci tangan, bahan makanan dan peralatan
28.
dengan air bersih yang cukup (20-50 L/hari)
29. Pencahayaan tidak menyilaukan dan tersebar merata
Tersedia tempat sampah yang terbuat dari bahan yang kuat, kedap
30.
air, tidak berkarat, mempunyai tutup dan mudah diangkut
31. Memiliki SPAL tertutup dan terbuat dari bahan kedap air

Universitas Sumatera Utara


Peralatan Pengolahan Bubur Ayam
32. Peralatan masak yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu
Peralatan masak yang sudah dipakai, dicuci dengan air bersih dan
33.
dengan sabun
Peralatan masak yg sudah dicuci, dikeringkan dengan alat
34.
pengering/lap yang bersih
Peralatan masak yang sudah bersih disimpan di rak penyimpanan
35.
tertutup/bebas pencemaran
36. Peralatan masak tidak rusak, gompel, atau retak
Prinsip IV: Penyimpanan Makanan Masak
Wadah penyimpanan bubur ayam masak dalam keadaan bersih,
37.
mempunyai tutup dan selalu dipanaskan
Wadah penyimpanan ayam yang sudah digoreng dalam keadaan
38.
bersih dan tertutup
Wadah penyimpanan bahan pelengkap bubur ayam (kerupuk, cakwe,
39.
bawang goreng, telur) dalam keadaan bersih dan tertutup
40. Makanan masak disimpan jauh dari sumber pencemaran
Prinsip V : Pengangkutan Bubur Ayam
pengangkut khusus (baki, sepeda motor, mobil) untuk mengangut
41.
makanan masak ke lokasi penjualan

ak diangkut dalam keadaan tertutup


42.
mengangkut makanan berpakaian bersih
43.
Prinsip VI : Penyajian Bubur Ayam
Penyaji memakai:
a. Celemek
44. b. Tutup kepala
c. Sarung tangan/plastik
d. Penjepit makanan/sendok
Makanan disajikan pada tempat yang bersih dan sirkulasi udara
45.
dapat berlangsung
46. Bubur ayam disajikan dengan wadah yang bersih
Peralatan makan yang sudah digunakan, dicuci dengan air bersih dan
47. sabun dan air untuk mencuci peralatan makan tidak digunakan secara
berulang
Peralatan makan yang sudah dicuci, dikeringkan dengan kain lap
48.
yang bersih
49. Peralatan makan disimpan di tempat yang tertutup

Universitas Sumatera Utara


KUESIONER PENELITIAN PADA PEDAGANG BUBUR AYAM DI
KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012

No. Sampel :

Nama Responden :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pendidikan Terakhir :

Lama Bekerja :

Lokasi berjualan :

Jumlah Produksi :

Pemilihan Bahan Baku


1. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana ciri-ciri beras yang baik?
a. Berwarna putih seperti tepung, mengandung kutu dan kerikil, berbau zat
pemutih beras
b. Tidak bau apek, tidak banyak mengandung kutu dan kerikil, dan berwarna
jernih
c. Tidak bau apek, tidak berkutu, tidak mengandung kerikil, dan berwarna
jernih

2. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana ciri-ciri daging ayam yang baik?


a. Kulit berwarna merah dan ada bercak darah, otot pada bagian dada agak
lembek, dan bekas pemotongan di leher ayam regangannya kecil dan rata
b. Kulit berwarna putih bersih, sedikit memar, tidak bau anyir, dan bekas
pemotongan di leher ayam regangannya besar dan tidak merata
c. Kulit berwarna putih bersih, tidak ada memar, tidak bau anyir, dan bekas
pemotongan di leher ayam regangannya besar dan tidak merata

3. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana ciri-ciri bumbu kemasan yang baik?


d. Tidak mempunyai label dan merk, tidak terdaftar, kemasan tidak rusak, dan
tidak kadaluarsa
e. Tidak Mempunyai label dan merk, terdaftar, kemasan tidak rusak, dan tidak
kadaluarsa

Universitas Sumatera Utara


f. Mempunyai label dan merk, terdaftar, kemasan tidak rusak, dan tidak
kadaluarsa

Penyimpanan Bahan Baku


4. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana cara menyimpan beras yang baik?
d. Bersentuhan dengan lantai dan dinding
e. Tidak bersentuhan dengan lantai (memakai alas) tetapi bersentuhan dengan
dinding
f. Tidak bersentuhan dengan lantai dan dinding

5. Menurut Bapak/Ibu, sebaiknya ayam yang sudah direbus setengah matang


disimpan dimana?
a. Di atas meja
b. Di lemari makan
c. Di kulkas

6. Menurut Bapak/Ibu, sebaiknya bumbu-bumbu serta bahan makanan kering


disimpan dimana?
a. Di atas lantai
b. Di atas meja
c. Di lemari khusus

Pengolahan Makanan
7. Menurut Bapak/Ibu, sebaiknya berapa kali mencuci beras sebelum dimasak?
a. 2 kali
b. 1 kali
c. > 2 kali

8. Menurut Bapak/Ibu, apa yang harus dilakukan jika penjamah makanan sedang
menderita batuk dan pilek?
a. Berjualan dengan menutup hidung dan mulut
b. Tidak berjualan/ anggota keluarga yang lain yang menggantikan berjualan
c. Berjualan tanpa menutup hidung dan mulut

9. Menurut Bapak/Ibu, apa yang perlu dilakukan saat ingin bersin ketika mengolah
makanan?
a. Bersin saja di depan makanan tetapi ditutup dengan tangan atau kain
b. Menjauh agar tidak mencemari makanan
c. Bersin saja di depan makanan

10. Menurut Bapak/Ibu, apa tujuan mencuci tangan?


a. Untuk menghilangkan kotoran
b. Untuk membunuh kuman penyakit
c. Untuk membasahi tangan

Universitas Sumatera Utara


11. Dalam mencuci tangan, sebaiknya menggunakan apa?
a. Air bersih dan sabun
b. Dengan sabun dan menggunakan air yang mengalir
c. Air sekucupnya

12. Menurut Bapak/Ibu, sebaiknya penjamah makanan memberi perlakuan apa pada
rambutnya sebelum mengolah makanan?
a. Mengikat rambut
b. Menutup Rambut dengan penutup kepala
c. Membiarkannya tergerai

13. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana seharusnya kuku penjamah makanan itu?


a. Boleh panjang tetapi terawat kebersihannya
b. Terpotong pendek dan bersih
c. Panjang dan kotor

14. Menurut Bapak/Ibu, apakah diperbolehkan menggaruk anggota badan seperti


hidung, telinga, dan mulut saat mengolah makanan?
a. Tidak diperbolehkan
b. Diperbolehkan
c. Terkadang boleh

15. Menurut Bapak/Ibu, dengan apa sebaiknya mencuci peralatan masak setelah
digunakan?
a. Dengan sabun dan air yang mengalir
b. Dengan sabun dan air yang digunakan secara berulang
c. Dengan sabun dan air bersih

16. Menurut Bapak/Ibu, apa yang harus dilakukan jika peralatan makan sudah retak
atau tidak utuh?
a. Membuangnya
b. Tetap digunakan
c. Tidak memakainya untuk mengolah makanan

Penyimpanan Makanan Masak


17. Menurut Bapak/Ibu, jika pada makanan ditemukan rambut, maka makanan
tersebut?
a. Berbahaya jika dikonsumsi
b. Tidak apa-apa
c. Tercemar

Universitas Sumatera Utara


18. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana seharusnya wadah penyimpanan makanan
masak?
a. Wadah mempunyai tutup dan terbuat dari bahan yang kuat
b. Wadah tidak mempunyai tutup
c. Wadah mempunyai tutup tetapi terbuat dari bahan yang kurang kuat

Pengangkutan Makanan Masak


19. Menurut Bapak/Ibu, apakah perlu alat pengangkut khusus untuk mengangkut
makanan masak ke tempat penjualan?
a. Perlu sekali
b. Tidak perlu
c. Terkadang perlu

Penyajian Makanan
20. Menurut Bapak/Ibu, sebaiknya apa yang harus digunakan untuk menjamah
makanan?
a. Sarung tangan atau plastik
b. Tangan
c. Sendok atau penjepit makanan

Universitas Sumatera Utara


DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar Lampiran 1 : Pemilihan Bahan Baku

Gambar Lampiran 2 : Penyimpanan Bahan Baku

Universitas Sumatera Utara


Gambar Lampiran 3 : Tempat Penyimpanan Beras

Gambar Lampiran 4 : Pengolahan Makanan

Universitas Sumatera Utara


Gambar Lampiran 5 : Tempat Pengolahan Makanan

Gambar Lampiran 6 : Penyimpanan Makanan Masak

Universitas Sumatera Utara


Gambar Lampiran 7 : Pengangkutan Makanan Masak

Gambar Lampiran 8 : Penyajian Makanan

Universitas Sumatera Utara


Gambar Lampiran 9 : Observasi Daya Tahan Bubur Ayam

Gambar Lampiran 10 : Pengisian Kuesioner dan Wawancara Peneliti


Dengan Pedagang Bubur Ayam

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai