Anda di halaman 1dari 4

2.

1 Cross Sectional
2.1.1 Prinsip Desain Cross Sectional
Pada desain cross sectional, unit analisis adalah individu. Desain penelitian
cross sectional merupakan suatu penelitian yang mempelajari korelasi antara paparan
atau faktor risiko (independen) dengan akibat atau efek (dependen), dengan
pengumpulan data dilakukan bersamaan secara serentak dalam satu waktu antara
faktor risiko dengan efeknya (point time approach), artinya semua variabel baik
variabel independen maupun variabel dependen diobservasi pada waktu yang sama.
Berikut skema desain penelitian cross sectional:

Gambar 2.1 Skema dasar penelitian cross sectional

Langkah-langkah penelitian cross sectional secara garis besar adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian serta mengidentifikasi variabel
independen (faktor risiko) dan variabel dependen (efek).
2) Menetapkan populasi dan sampel penelitian.
3) Melaksanakan pengumpulan data atau observasi terhadap variabel independen
dan variabel dependen sekaligus pada waktu yang sama.
4) Melakukan analisis hubungan dengan membandingkan proporsi antar kelompok
hasil observasi atau pengukuran.

2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Desain Cross Sectional


Kelebihan Desain Cross Sectional
1. Dapat dilakukan dalam waktu yang singkat
2. Relatif mudah, murah dan hasilnya cepat diperoleh
3. Dapat digunakan untuk meneliti banyak variabel
4. Jarang terancam drop out
5. Dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya seperti kohort atau eksperimen
6. Karena sampel representatif diambil dari populasi tertentu, maka generalisasi dari
sampel dapat ditarik ke populasi tersebut.

Kekurangan Desain Cross Sectional


1. Memerlukan jumlah sampel yang banyak, terutama apabila variabel yang diteliti
banyak.
2. Tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat.
3. Kurang tepat untuk memprediksi suatu kecenderungan.
4. Kesimpulan korelasi faktor risiko dengan efek paling lemah bila dibandingkan
dengan dua rancangan analitik lainnya.
5. Ada kemungkinan variabel independen merupakan antecedent dari variabel
dependen, artinya variabel independen mendahului variabel dependen. Sehingga
pada umumnya tidak dapat diketahui apakah variabel independen merupakan
antecedent dari variabel dependen.

2.2 Case Control


2.2.1 Prinsip Desain Case Control
Desain penelitian cross case control merupakan suatu penelitian analitik yang
mempelajari sebab – sebab kejadian atau peristiwa secara retrospektif. Dalam bidang
kesehatan suatu kejadian penyakit diidentifikasi saat ini kemudian paparan atau
penyebabnya diidentifikasi pada waktu yang lalu. Studi case control dapat dilakukan
di fasilitas kesehatan dengan objektif untuk mengetahui apakah satu atau lebih
variabel independen merupakan faktor risiko dari satu variabel dependen. Berikut ini
skema desain penelitian case control:
Gambar 2.2 Skema dasar penelitian case control

Langkah-langkah penelitian case control adalah sebagai berikut:


1. Mengindentifikasi variabel-variabel penelitian.
2. Menetapkan populasi dan sampel penelitian.
3. Mengidentifikasi kasus.
4. Memilih sampel sebagai kontrol.
5. Melakukan pengukuran retrospektif untuk melihat penyebab atau faktor risiko.
6. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel-variabel dari
kasus penelitian dengan variabel-variabel kontrol.

Studi case control dimulai dengan menemukan dan/atau mengumpulkan


kasus, dari mana dinyatakan ekpos yaitu variabel independen. Kemudian ditemukan
dan/atau dikumpulkan pula kontrol, darimana dinyatakan pula ekspos. Ekspos +
berarti bahwa terdapat faktor yang dihipotesiskan menimbulkan masalah atau
penyakit, sedangkan ekspos - berarti tidak terdapat faktor yang dihipotesiskan
menimbulkan masalah.
Unit analisis adalah individu yang dapat merupakan orang yang menderita
suatu penyakit dan orang yang tidak menderita penyakit yang bersangkutan. Orang
yang menderita penyakit tertentu disebut kasus, dan orang yang tidak menderita
penyakit yang bersangkutan disebut kontrol.

2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan desain case control


Kelebihan desain case control
1. Desain ini merupakan salah satu cara dan atau kadang bahkan satu – satunya cara
untuk meneliti kasus yang jarang atau langka
2. Hasil dapat diperoleh dengan cepat
3. Biaya yang diperlukan relatif murah
4. Dapat menggunakan sampel penelitian yang lebih sedikit
5. Dapat digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor risiko sekaligus dalam
satu penelitian
6. Subjek dapat diambil dari catatan medis

Kelemahan desain case control


1. Pengambilan data faktor risiko secara retrospektif lebih mengandalkan daya ingat
sehingga ada kemungkinan responden lupa atau tidak ingat terhadap apa yang pernah
dialaminya apalagi yang ditanyakan sudah lama sekali. Hal ini dapat menimbulkan
recall bias.
2. Pengambilan data sekunder juga dapat dilakukan misalnya dengan melihat catatan
pada dokumen rekam medis, namun dalam hal ini rekam medis seringkali kurang
dapat memberikan informasi yang akurat karena isinya kurang lengkap.
3. Kadang – kadang sulit memilih sampel kontrol yang benar – benar sebanding
dengan kelompok kasus karena banyaknya faktor risiko yang harus dikendalikan.
4. Tidak dapat digunakan untuk menentukan lebih dari satu variabel dependen, jadi
hanya dihubungkan dengan satu kasus atau efek.
5. Susah menilai validitas dari informasi.
6. Sulit menentukan adanya antecedent.

Anda mungkin juga menyukai