Anda di halaman 1dari 4

CROSS SECTIONAL

1. Pengertian
Cross-sectional adalah suatu penelitian dimana variabel independen/faktor
penyebab/faktor risiko dan variabel dependen/faktor akibat/faktor efek dikumpulkan
pada saat bersamaan (Sudibyo Supardi, 2014). Penelitian cross-sectional adalah suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan
efek, dengan cara pendekatan, observasional, atau pengumpulan data. Penelitian
cross-sectional hanya mengobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap
variabel subjek pada saat penelitian. (Notoatmojo, 2010) Sugiyono Menjelaskan
bahwa Cross sectional merupakan penelitian yang mempelajari objek dalam kurun
waktu tertentu/tidak berkesinambungan dalam jangka waktu yang panjang. (Sugiyono,
2013)

2. Ketentuan/Prinsip
Dalam penelitian cross-sectional, peneliti melakukan observasi atau
pengukuran variabel pada satu saat tertentu yang artinya bahwa tiap subjek hanyalah
diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat
pemeriksaan. Dalam penelitian cross-sectional peneliti tidak melakukan tindak lanjut
terhadap pengukuran yang dilakukan.
Studi cross-sectional merupakan salah satu jenis studi observasional untuk
mengetahui hubungan antara faktor risiko dan penyakit. Pengukuran dalam studi
analitik cross-sectional biasanya menggunakan tabel 2 x 2, sehingga dari tabel tersebut
dapat diketahui prevalensi penyakit pada kelompok dengan atau tanpa faktor risiko,
dapat dihitung rasio prevalensi. Rasio prevalensi = 1 menunjukkan bahwa variabel
bebas yang diteliti bukan merupakan faktor risiko. Rasio prevalensi > 1 menunjukkan
bahwa variabel independen merupakan faktor risiko, dan bila rasio prevalensi kurang
dari 1 berarti variabel independen merupakan faktor protektif. Dari uraian diatasi
dapat kita katakan bahwa penelitian cross-sectional merupakan peralihan antara
penelitian deskriptif murni dengan penelitian analitik.

3. Ciri-Ciri Studi Cross-Sectional


(Adiputra et al., 2021) menjelaskan secara garis besar penelitian cross-sectional
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Pengumpulan data dilakukan pada suatu saat atau satu periode tertentu dan
pengamatan subjek studi hanya dilakukan satu kali selama satu penelitian.
2) Perhitungan perkiraan besarnya sampel tanpa memperhatikan kelompok yang
terpajan atau tidak.
3) Pengumpulan data dapat diarahkan sesuai dengan kriteria subjek studi.
Misalnya hubungan antara Cerebral blood flow pada perokok, bekas perokok
dan bukan perokok.
4) Tidak terdapat kelompok kontrol dan tidak terdapat hipotesis spesifik.
5) Hubungan sebab akibat hanya berupa perkiraan yang dapat digunakan sebagai
hipotesis dalam penelitian analitik atau eksperimental.

4. Langkah-Langkah Studi Cross-sectional


Langkah-langkah dalam studi cross-sectional adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis
Pertanyaan penelitian yang akan dijawab harus dikemukakan dengan jelas. Dalam
studi cross-sectional hendaklah dikemukakan hubungan antara variabel yang
diteliti.
2) Mengidentifikasi variabel penelitian
Semua variabel yang dihadapi dalam studi prevalens harus diidentifikasi dengan
cermat. Maka dari itu perlu terlebih dahulu ditetapkan definisi operasional yang
jelas mana yang termasuk dalam faktor risiko yang ingin diteliti, faktor risiko yang
tidak akan diteliti serta efek.
3) Menetapkan subjek penelitian
Dalam menetapkan subjek penelitian harus diupayakan agar variabilitas faktor
risiko cukup besar sehingga generalisasi hasilnya lebih mudah, namun variabilitas
luar dibuat minimum. Dalam penentuan populasi penelitian tergantung pada tujuan
penelitian.
4) Melaksanakan pengukuran
Penetapan faktor risiko dapat dilaksanakan dengan berbagai cara dan bergantung
pada sifat faktor risiko misalnya dengan kuesioner, uji laboratorium, pemeriksaan
fisis dan lain sebagainya. Terdapatnya faktor efek atau penyakit tertentu dapat
ditentukan dengan kuesioner uji laboratorium, pemeriksaan fisis dan lain
sebagainya, namun cara apapun dipakai haruslah ditetapkan kriteria diagnosisnya
dengan batasan operasional yang jelas.
5) Menganalisis data
Analisa data dilakukan dengan menghitung risiko masing-masing kelompok, risiko
relatif, risiko atribut dan uji statistik sesuai dengan data yang diperoleh. Laporan
hasil penelitian hendaknya dipublikasikan agar peneliti lain dapat mengadakan
evaluasi atau mengadakan penelitian serupa untuk dibandingkan atau
membandingkan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan di tempat lain.

5. Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan rancangan studi potong lintang (cross sectional) adalah
kemudahannya untuk dilakukan dan murah, sebab tidak memerlukan follow-up. Jika
tujuan penelitian “sekadar“ mendeskripsikan distribusi penyakit dihubungkan dengan
paparan faktor-faktor penelitian, maka studi potong lintang merupakan rancangan
studi yang cocok, efisien dan cukup kuat di segi metodologik. Selain itu seperti
penelitian observasional lainnya, studi potong lintang tidak “memaksa” subjek untuk
mengalami faktor yang diperkirakan bersifat merugikan kesehatan (faktor risiko).
Demikian pula, tidak ada subjek yang kehilangan kesempatan memperoleh terapi yang
diperkirakan bermanfaat, bagi subjek yang kebetulan menjadi control.
Kelebihan :
a. Memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum, tidak hanya para
pasien yang mencari pengobatan hingga generalisasinya cukup memadai.
b. Relatif mudah, murah, dan hasilnya cepat diperoleh.
c. Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus.
d. Jarang terancam lost to follow-up.
e. Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian kohort atau
eksperimen, tanpa atau dengan sedikit sekali menambah biaya.
f. Dapat menggambarkan populasi penelitian

Kekurangan :
a. Dibutuhkan subjek penelitian yang relatif besar atau banyak, dengan asumsi
variabel bebas yang berpengaruh cukup banyak.
b. Faktor-faktor risiko tidak dapat diukur secara akurat dan akan mempengaruhi hasil
penelitian atau mungkin terjadi bias prevalensi atau bias insiden karena efek suatu
faktor risiko selama selang waktu tertentu dapat ditafsirkan sebagai efek penyakit.
c. Nilai prognosanya atau prediksinya (daya ramal) lemah atau kurang tepat.
d. Korelasi faktor risiko dengan dampaknya adalah paling lemah bila dibandingkan
dengan rancangan penelitian analitik yang lainnya.
e. Kesimpulan hasil penelitian berkaitan dengan kekuatan rancangan yang disusun
sangat berpengaruh, umumnya kekuatan rancangan yang baik adalah sekitar 40%,
artinya hanya sebesar 40% variabel bebas atau faktor risiko mampu menjelaskan
variabel terikat atau dampak, sisanya yaitu 60% tidak mampu dijelaskan dengan
model yang dibuat.
f. Sulit untuk menentukan hubungan sebab akibat karena pengambilan data risiko
dan efek dilakukan pada saat yang bersamaan.
g. Studi prevalensi lebih banyak menjaring subjek yang mempunyai masa sakit yang
panjang daripada yang mempunyai masa sakit yang pendek.
h. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insiden maupun prognosis.
i. Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangat jarang. (Vionalita, 2020)

Contoh: penelitian tentang fluorosis yang dilakukan pada anak usia 10-12 tahun di
Brazil yang tinggal di daerah yang belum memperoleh fluoridasi air minum.

Sumber :
Abduh, M., Alawiyah, T., Apriansyah, G., Sirodj, R. A., & Afgani, M. W. (2022). Survey
Design: Cross Sectional dalam Penelitian Kualitatif. Jurnal Pendidikan Sains Dan
Komputer, 3(01), 31–39. https://doi.org/10.47709/jpsk.v3i01.1955
Adiputra, I. M. S., Trisnadewi, N. W., Oktaviani, N. P. W., & Munthe, S. A. (2021).
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Notoatmojo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: RinekaCipta.
Sudibyo Supardi, S. (2014) Metodologi Penelitian. Jakarta: Trans Info Media.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif Dan RnD. Bandung: Alfabeta.
Vionalita, G. (2020). Modul Metodologi Penelitian Kuantitatif. Universitas Esa Unggul.

Anda mungkin juga menyukai