Anda di halaman 1dari 20

ASSALAMUALAIKUM

WARAHMATULLAHI WABARAKATU

OLEH :
KELOMPOK 2
RAHMI AWALIAH
ANDI IRNA NURUL FUADY IMRAN
SITTI KHADIJAH
MEGAWATI SUTRANG
YUSI SAFITRI
EKA SULVYANA
PENGERTIAN CROSS SECTION

Cross sectional ialah suatu penelitian untuk


mempelajari dinamika korelasi antara
faktor-faktor resiko dengan efek, dengan
cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(point time approach).
 Pengamatan sesaat atau periode tertentu pada
kelompok sampel
 Dapat merupakan studi pendahuluan
 Studi peralihan antara deskritif dengan analitik
TUJUAN PENELITIAN CROSS SECTION
• Mencari prevalensi serta indisensi satu atau beberapa penyakit tertentu yang
terdapat di masyarakat.

• Memperkirakan adanya hubungan sebab akibat pada penyakit-penyakit


tertentu dengan perubahan yang jelas.

• Menghitung besarnya resiko tiap kelompok, resiko relatif, dan resiko atribut.
• Untuk mengetahui permasalahan kesmas misal survai kes untuk memperoleh
data dasar guna menentukan kadaan kesmas dan membandingkan keadaan
kesmas
JENIS-JENIS CROSS SECTION
Deskriptif cross sectional adalah suatu cross
section yang hanya sekedar mendesripsikan
distribusi penyakit dihubungkan dengan variabel
penelitian. Contoh : angka kejadian diare di Desa X
tahun 2017

Analitik cross sectional diketahui dengan jelas mana


yang jadi pemajan dan outcome, serta jelas kaitannya
hubungan sebab akibatnya. Contoh : hubungan
pendidikan orang tua dengan kejadian diare yang diukur
pada waktu bersamaan.
Langkah-langkah Cross Section

Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian dan


mengidentifikasi faktor resiko dan faktor efek

Menetapkan subjek penelitian.

Melakukan observasi atau pengukuran variabel-variabel


yang merupakan faktor resiko dan efek sekaligus
berdasarkan status keadaan variabel pada saat itu
(pengumpulan data).

Melakukan analisis korelasi dengan cara


membandingkan proporsi antar kelompok-kelompok
hasil observasi (pengukuran).
Ciri-ciri Cross Sectional

Pengumpulan data dilakukan pada satu saat atau satu periode tertentu dan
pengamatan subjek studi hanya dilakukan satu kali selama satu penelitian.

Perhitungan perkiraan besarnya sampel tanpa memperhatikan kelompok


yang terpajan atau tidak.

Pengumpulan data dapat diarahkan sesuai dengan kriteria subjek studi. Misalnya
hubungan antara Cerebral Blood Flow pada perokok, bekas perokok dan bukan
perokok.

Tidak terdapat kelompok kontrol dan tidak terdapat hipotesis spesifik

Hubungan sebab akibat hanya berupa perkiraan yang dapat digunakan sebagai
hipotesis dalam penelitian analitik atau eksperimental.
Kelebihan Cross Section
Studi cross sectional memungkinkan penggunaan populasi dari
masyarakat umum, tidak hanya para pasien yang mencari
pengobatan, hingga generalisasinya cukup memadai

Relatif murah dan hasilnya cepat dapat diperoleh

Jarang terancam loss to follow-up (drop out)

Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus

Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian


kohort atau eksperimen, tanpa atau dengan sedikit sekali
menambah biaya

Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang


bersifat lebih konklusif

Membangun hipotesis dari hasil analisis


Sulit untuk menentukan sebab akibat)

Dibutuhkan jumlah subjek yang cukup banyak, terutama bila variabel yang
dipelajari banyak

Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidensi maupun prognosis

Tidak praktis untuk meneliti kasus yang jarang

Tidak menggambarkan perjalanan penyakit

Studi prevalens lebih banyak menjaring subyek yang mempunyai masa sakit yang
panjang daripada yang mempunyai masa sakit yang pendek
 Adalah populasi yg dibatasi oleh kriteria yg telah
ditentukan, misalnya studi cross sectional ttg
“cerebral blood flow” terhadap org yang berhenti
merokok, tidak merokok dan masih merokok
 Berhenti merokok minimal 6 bulan sblm studi
dimulai telah berhenti merokok
 Tidak merokok  tidak pernah merokok atau
maksimal 2 btg/tahun
 Masih merokok  minimal merokok ½ pak/hari
selama minimal 20 tahun
geografis
 Menggunakan batas administratif sebagai populasi studi:
Untuk memperoleh kemudahan:
 Bantuan dari petugas kesehatan & pemerintah daerah
 Perbatasan ciri individu sebagai sasaran penelitian misal:
golongan umur, sex, pekerjaan, tkt pendidikan, sosek
sampel
 Representatif (jumlah sampel dan sampling)
 Sampel size: jk sedikithasilnya tdk dapat
diekstrapolasikan/digeneralisasikan terhadap populasi
 Jk jmlnya terlalu banyak tidak efisien & efektif (dana,
tenaga dan waktu)
 Perlu ditentukan besar sampel minimal tapi represenstatif,
caranya dgn menggunakan berbagai macam rumus
Dasarnya:
 Besarnya kesalahan yg diinginkan
 Prakiraan ttg variasi atau proporsi variabel yang ingin dicari
 Besarnya derajat kepercayaan yg diinginkan
Study Potong Lintang dalam Bidang
Gizi

 Desain Cross sectional dalam bidang kajian gizi misalnya


mengamati paparan diet yang dikaitkan dengan kehadiran atau
ketidakhadiran penyakit (outcome) terkait gizi.
Penggunaan dan Keterbatasan
Penggunaan:
 Digunakan dalamsurvai prevalensi
 Menggambarkan karakteristik populasi
 Kajian pengetahuan, sikap dan tindakan
 Sebagai alat untuk merencanakan yankes
 Digunakan untuk mengembangkan hipotesis bagi penelitian
hubungan sebab-akibat.
Keterbatasan
 Tidak memungkinkan untuk menyimpulkan mana yang
menjadi penyebab dan mana yang menjadi akibat oleh karena
paparan dan outcome diukur pada saat yang bersamaan)
 Faktor perancu tidak dapat didistribusikan secara merata
atara kelompok yang dibandingkan
 Desain ini mengukur pola konsumsi (diet) saat ini pada
kelompok yang menderita penyakit. Sedangkan diet saat ini
dapat berubah akibat penyakit tersebut.
Rancangan Survai
 Pada desain ini, metode pengambilan sampel merupakan
perhatian utama.
 untuk meneliti faktor risiko pada kasus kondisi yang jarang
terjadi, perlu diambilsampel dari populasi yang berisiko
tinggi.
 Contoh: Pemakaian jarum suntik pada penelitian infeksi HIV
AIDS.
 Sampel harus representatif.
Contoh: suatu penelitian menggunakan desain cross sectional,
mengenai asosiasi antara konsumsi kafein dengan palpitasi
(jantung berdebar). Analisis regresi menunjukkan suatu
asosiasi positif yang lemah antara konsumsi kafein dengan
palpitasi.
Hasil ini tidak dapat diekstrapolasikan pada populasi secara
umum, karena orang yang menjadi relawan tersebut adalah
seorang peminum berat kopi yang mengalami gejala tersebut.
Gambar Rancangan “CS”

sampel

FR (+) FR(-)

Efek (+) Efek (-) Efek (+) Efek (-)


(A) (B) (C) (D)
FR Efek
+ -
+ A B
- C D

Anda mungkin juga menyukai