Anda di halaman 1dari 155

Konsep Berpikir Kritis Kebidanan

A. Definisi dan makna berpikir kritis


Plato mendefinisikan berpikir adalah berbicara dalam hati. Menurut (Suryabrata 2006)
berpikir adalah meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan kita. Dalam KBBI,
berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu.
Dalam proses berpikir, ada tiga langkah pembentukan pengertian, pembentukan pendapat dan
penarikan kesimpulan.
Berpikir kritis merupakan berpikir yang rasional. Kemampuan berpikir kritis merupakan
kemampuan yang sangat penting dalam kehidupan, pekerjaan dan semua aspek kehidupan.
Berpikir kritis tidak sama dengan berpikir biasa maupun berpikir dalam keseharian. Berpikir kritis
merupakan proses berpikir intelektual. Dalam berpikir kritis, individu dengan sengaja menilai
kualitas pemikirannya, menggunakan pemikiran yang reflektif, independen, jernih dan rasional
(Murti n.d.).
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir yang diawali dan diproses oleh
otak kiri. Berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk
memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan (Fisher 2008). Dengan demikian,
kemampuan berpikir kritis diperlukan dalam melakukan penalaran.
Berpikir kritis adalah berpikir dengan baik dan merenungkan atau mengkaji tentang proses
berpikir orang lain. John Dewey dalam (Surya 2011) menyarankan agar institusi pendidikan
mengajarkan cara berpikir kritis yang betul, karena dengan berpikir kritis seorang individu akan
aktif, gigih dan pertimbangan yang cermat tentang sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan
apapun yang diterima dipandang dari berbagai sudut alasan yang mendukung dan
menyimpulkannya.
Berpikir kritis mencakup ketrampilan menafsirkan dan menilai pengamatan, informasi dan
argumentasi. Berpikir kritis meliputi pemikiran dan penggunaan alasan yang logis, mencakup
ketrampilan membandingkan, mengklasifikasi, melakukan pengurutan, menghubungkan sebab
dan akibat, mendiskripsikan pola, membuat analogi, menyusun rangkaian, memberi alasan secara
deduktif dan induktif, peramalan, perencanaan, perumusan hipotesis dan penyampaian kritik.
Berpikir kritis mencakup penentuan tentang makna dan kepentingan dari apa yang dilihat atau
dinyatakan, penilaian argumen, pertimbangan apakah kesimpulan ditarik berdasarkan bukti-bukti
pendukung yang memadai. Berpikir kritis berbeda dengan berdebat atau mengkritisi orang lain.
Kata “kritis” terhadap suatu argumen tidak sama dengan “ketidaksetujuan” terhadap suatu
argumen atau pandangan orang lain. Penilaian kritis dapat dilakukan terhadap suatu argumen
yang bagus, karena pemikiran kritis bersifat netral, imparsial dan tidak emosional (Murti n.d.).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah
suatu proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi secara mendalam sehingga
membentuk sebuah keyakinan kebenaran informasi. Dengan berpikir kritis, seorang individu
berarti menelaah proses berpikir orang lain untuk mengevaluasi proses berpikir yang digunakan
masuk akal atau tidak. Menurut (Murti n.d.) agar seseorang mampu melakukan kemampuan
berpikir kritis diperlukan 3 syarat, yaitu :
1. Sikap untuk menggunakan pemikiran yang dalam, di dalam melihat suatu permasalahan
dengan menggunakan pengalaman dan bukti yang ada.
2. Pengetahuan tentang metode untuk bertanya dan mengemukakan alasan dengan logis
3. Ketrampilan untuk menerapkan metode tersebut.

B. Karakteristik berpikir kritis


Proses berpikir kritis mencakup seluruh kegiatan mendapatkan, membandingkan,
menganalisa, mengevaluasi, internalisasi dan bertindak melampaui ilmu pengetahuan dan nilai-
nilai. Berpikir kritis bukan sebatas berpikir logis karena berpikir kritis harus memiliki keyakinan
dalam nilai-nilai, dasar pemikiran dan percaya sebelum mendapatkan alasan yang logis.
Karakteristik berpikir kritis yang dijelaskan oleh Beyer dalam (Surya 2011) yaitu :
1. Watak (Dispositions)
Seseorang yang mempunyai ketrampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat
terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat
terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda dan
akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
2. Kriteria (Criteria)
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Dalam menentukan
suatu patokan maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun
sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber, namun akan mempunyai kriteria yang
berbeda. Apabila akan menerapkan standarisasi maka harus berdasarkan pada relevansi,
keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari
logika yang keliru, logika yang konsisten dan pertimbangan yang matang.
3. Argumen (Argument)
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Ketrampilan
berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.

4. Pertimbangan atau pemikiran (Reasoning)


Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya
akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
5. Sudut Pandang (Point of View)
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan
konstruksi makna. Seseorang yang berpikir kritis akan memandang sebuah fenomena dari
berbagai sudut pandang yang berbeda.
6. Prosedur Penerapan Kriteria (Procedures for Applying Criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan
meliputi perumusan masalah, menentukan keputusan yang akan diambil dan
mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Menurut (Fisher 2008) ada 6 karakteristik berpikir kritis, yaitu :
1. Mengidentifikasi masalah
2. Mengumpulkan berbagai informasi yang relevan
3. Menyusun sejumlah alternatif pemecahan masalah
4. Membuat kesimpulan
5. Mengungkapkan pendapat
6. Mengevaluasi argumen

12 karakteristik berpikir kritis dikelompokkan oleh (Ennis 2000) menjadi lima besar aktivitas
sebagai berikut :
1. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi : menfokuskan pertanyaan, menganalisis
pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau
pernyataan
2. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi
3. Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil
deduksi, menginduksi atau mempertimbangkan hasil induksi dan membuat serta menentukan
nilai pertimbangan
4. Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi
pertimbangan dan juga dimensi serta mengidentifikasi asumsi
5. Mengatur strategi dan teknik yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi dengan
orang lain

(Surya 2011) mengemukakan karakteristik berpikir kritis menurut Carole Wade, yaitu :
1. Kegiatan merumuskan pertanyaan
2. Membatasi permasalahan
3. Menguji data-data
4. Menganalisis berbagai pendapat dan bias
5. Menghindari pertimbangan yang sangat emosional
6. Menghindari penyederhanaan berlebihan
7. Mempertimbangkan berbagai interpretasi
8. Mentoleransi ambiguitas

Menurut (Ennis 2000) berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan
menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Oleh
karena itu, karakteristik kemampuan berpikir kritis dapat dijabarkan dari aktivitas berpikir kritis
meliputi :
1. Mencari pernyataan yang jelas dari pertanyaan
2. Mencari alasan
3. Berusaha mengetahui informasi dengan baik
4. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya
5. Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan
6. Berusaha tetap relevan dengan ide utama
7. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar
8. Mencari alternatif
9. Bersikap dan berpikir terbuka
10. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu
11. Mencari penjelasan sebanyak mungkin
12. Bersikap sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan masalah

C. Prinsip berpikir kritis


1. Sistematik dan senantiasa menggunakan kriteria yang tinggi (terbaik) dari sudut intelektual
untuk hasil berpikir yang ingin dicapai
2. Individu bertanggungjawab sepenuhnya atas proses kegiatan berpikir
3. Selalu menggunakan kriteria berdasar standar yang telah ditentukan dalam memantau proses
berpikir
4. Melakukan evaluasi efektivitas dari kegiatan berpikir yang ditinjau dari pencapaian tujuan
yang telah dicapai
Pada prinsipnya, inti berpikir kritis adalah
1. Tidak begitu saja menerima atau menolak sesuatu
2. Tidak begitu saja menerima yang ada
D. Model berpikir kritis
Rubenfeld & Scheffer (2006) mengemukakan Model T.H.I.N.K
Model T.H.I.N.K menjelaskan berpikir kritis merupakan perpaduan dari beberapa aktivitas
berpikir yang terkait dengan konteks situasi ketika proses berpikir tersebut terjadi. Berpikir kritis
merupakan proses kompleks yang jauh dari berpikir lurus. Walaupun berpikir kritis dapat dibagi
menjadi beberapa bagian untuk dipelajari, komponen-komponennya harus “dilekatkan kembali”
agar penggunaannya optimal.
1. Ingatan Total (T)
Ingatan total berarti mengingat beberapa fakta atau mengingat tempat dan bagaimana cara
untuk menemukannya ketika dibutuhkan. Ingatan total juga merupakan kemampuan untuk
mengakses pengetahuan yang selanjutnya dipelajari dan disimpan dalam pikiran.
2. Kebiasaan (H)
Kebiasaan adalah pendekatan berpikir yang sering kali diulang sehingga menjadi sifat alami
kedua. Kebiasaan menghasilkan cara-cara yang dapat diterima dalam melakukan segala hal
yang berhasil, menghemat waktu, atau yang diperlukan. Kebiasaan memungkinkan seseorang
melakukan suatu tindakan tanpa harus memikirkan sebuah metode baru setiap kali akan
bertindak.
3. Penyelidikan (I)
Penyelidikan adalah memeriksa isu secara sangat mendetail dan mempertanyakan isu yang
mungkin segera tampak dengan jelas. Penyelidikan juga merupakan jenis berpikir yang sangat
penting untuk mencapai kesimpulan. Kesimpulan dapat dicapai tanpa menggunakan
penyelidikan, tetapi kesimpulan lebih akurat jika menggunakan penyelidikan.
Tahapan dalam penyelidikan antara lain :
a. Melihat sesuatu (menerima informasi)
b. Menarik kesimpulan yang cepat
c. Mengenali adanya gap dalam informasi yang diketahuinya
d. Mengumpulkan informasi tambahan untuk membenarkan atau menyingkirkan kesimpulan
pertama
e. Membandingkan informasi yang baru dengan informasi yang telah diketahui tentang situasi
ini dengan menggunakan pengalaman masa lalu
f. Mempertanyakan setiap bias yang ada
g. Mempertimbangkan satu atau lebih kesimpulan alternatif
h. Memvalidasi kesimpulan awal atau kesimpulan alternatif dengan lebih banyak informasi
4. Ide dan kreativitas (N)
Ide baru dan kreativitas merupakan model berpikir yang sangat khusus bagi seseorang.
Pemikiran pribadi ini melebihi pemikiran yang biasanya guna membentuk kembali norma.
Seperti penyelidikan, model ini memungkinkan seseorang untuk memiliki ide melebihi ide-ide
dalam buku ajar. Berpikir kreatif bukanlah untuk orang yang penakut, seseorang harus
bersedia mengambil resiko yang terkadang membuatnya terlihat bodoh dan tidak sesuai
dengan karakternya. Pemikir kreatif menghargai kesalahan sebagai pelajaran yang berharga.
5. Mengetahui bagaimana anda berpikir (K)
Mengetahui bagaimana anda berpikir merupakan model T.H.I.N.K yang terakhir, tetapi bukan
tidak penting, berarti berpikir tentang pemikiran seseorang. Berpikir tentang pemikiran disebut
dengan metakognisi yang berarti “proses mengetahui”. Mengetahui bagaimana anda berpikir
tidak sesederhana seperti yang terdengar. Sebagian besar kita “hanya berpikir”, kita tidak
menghabiskan banyak waktu untuk merenungkan bagaimana kita berpikir.
Dalam keperawatan (kebidanan) mengharuskan untuk menjadi pemikir kritis. Bagian dari
berpikir kritis adalah terus-menerus berusaha membuat seseorang berpikir dengan lebih baik
atau untuk “mengetahui bagaimana anda berpikir”. Membuat seseorang berpikir, mungkin
lebih baik tidak dilakukan jika orang tersebut tidak mengetahui dari mana ia harus memulai.
Salah satu cara untuk mengidentifikasi posisi anda saat ini dan mulai mengeksplorasi
bagaimana anda berpikir adalah dengan menggunakan refleksi-diri.

Asumsi terhadap Model Think


1. Berpikir, merasa, dan bertindak merupakan semua komponen esensial dari keahlian
keperawatan (kebidanan) yang berkerja bersama secara sinergis
2. Walaupun berpikir, merasa, dan bertindak tidak terpisahkan dalam praktik keperawatan
(kebidanan) yang nyata, tetapi dapat dipisahkan untuk pembahasan dalam teks dan ruangan
kelas.
3. Perawat (bidan) dan mahasiswa keperawatan (kebidanan)bukan selembar kertas kosong,
sehingga mereka masuk ke dalam keperawatan (kebidanan) dengan berbagai ketrampilan
berpikir
4. Meningkatkan cara berpikir merupakan tindakan disengaja yang dapat diajarkan dan
dipelajari.
5. Sebagian besar mahasiswa dan perawat (bidan) mengalami kesulitan menjelaskan
ketrampilan berpikir mereka. Oleh karena itu, setiap model berpikir kritis dimulai dengan
menghargai kemampuan berpikir yang telah ada sehingga mahasiswa dapat menjelaskan apa
yang telah mereka miliki.
6. Berpikir kritis dalam keperawatan merupakan perpaduan beberapa aktivitas berpikir yang
terkait dengan konteks situasi ketika proses berpikir tersebut terjadi.

E. Metode berpikir kritis


Ketrampilan berpikir kritis merupakan kemampuan untuk menimbang faktor-faktor yang penting
dan tidak penting, konkrit dan abstrak yang mempengaruhi suatu situasi, agar dapat dibuat solusi
yang terbaik dari suatu masalah.
Berdasarkan hasil riset psikologi kognitif, institusi pendidikan perlu memusatkan perhatian untuk
mengajarkan ketrampilan berpikir kritis kepada mahasiswa, dan memupuk sifat-sifat intelektual
mereka.
Dalam mempelajari cara berpikir kritis terdiri dua fase:
1. Fase internalisasi
Fase internalisasi mencakup konstruksi ide-ide dasar, prinsip, dan teori-teori berpikir kritis di
dalam pikiran pebelajar.
2. Fase penerapan.
Fase penerapan mencakup penggunaan ide-ide, prinsip, dan teori itu oleh pebelajar di dalam
kehidupan sehari-hari.
Pendidik perlu memupuk dan menumbuhkan pemikiran kritis pada setiap stadium pembelajaran,
dimulai dari pembelajaran awal. Karena itu di dalam kurikulum pendidikan, pengembangan
pemikiran kritis sebaiknya dimulai sejak semester awal.
Teknik untuk melatih ketrampilan berpikir kritis menurut (Murti n.d.) antara lain sebagai berikut :
1. Analisis teks
Latihan ini memberikan kepada mahasiswa sebuah teks tentang suatu kejadian atau cerita.
Mereka diminta untuk menjelaskan hubungan logis antara peristiwa-peristiwa di dalam cerita
itu. Mereka juga diminta untuk memberikan saran judul teks tersebut, dan memberikan
tambahan isi cerita. Kegiatan ini menuntut mahasiswa untuk berpikir logis dan memberikan
alasan terhadap setiap kejadian yang berhubungan dengan cerita.
Sebagai varian dari latihan ini, mahasiswa bisa diminta untuk memperluas cerita dengan
menambahkan tokoh (karakter) atau peristiwa yang terkait dengan cerita semula.
2. Diskusi Socrates
Latihan ini mencakup pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mencetuskan pemikiran
kritis. Latihan ini bisa dilakukan dengan menanyakan kepada mahasiswa tentang isu-isu
kompleks atau masalah-masalah hipotetik (perumpamaan). Mahasiswa diminta untuk
menganalisis konsep, membedakan antara fakta dan asumsi, dan mengusulkan solusi yang
tepat.
3. Berpikir dari kotak masalah (Think-out-of-the Box)
Latihan ini memberikan teka-teki dan pertanyaan kepada mahasiswa untuk mendorong
mereka berpikir kreatif yang dapat meningkatkan ketrampilan berpikir kritis. Sebagai contoh,
mahasiswa bisa diminta untuk menggambar sejumlah titik, lalu mereka diminta untuk
menghubungan titik-titik itu dengan seminimal mungkin jumlah garis-garis lurus. Permainan
ini melatih kemampuan mahasiswa untuk mengidentifikasi koneksi-koneksi yang kuat dari
suatu keadaan yang kompleks, dan membedakannya dengan koneksi-koneksi yang lebih
lemah, sehingga dapat melatih kemampuan untuk menemukan solusi yang lebih baik.
Permainan berpikir kritis ini bisa dilanjutkan dengan memperkenalkan tititik-titik dengan pola
yang berbeda.

F. Aspek berpikir kritis


Menurut Brookfield ada lima aspek berpikir kritis yaitu :
1. Berpikir kritis adalah aktivitas yang produktif dan positif
2. Berpikir kritis adalah proses bukan hasil
3. Perwujudan berpikir kritis sangat beragam tergantung dari konteksnya
4. Berpikir kritis dapat berupa kejadian yang positif maupun negatif
5. Berpikir kritis dapat bersifat emosional dan rasional

Berpikir kritis dibagi dalam dua aspek besar, yaitu :


1. Aspek pembentukan watak (disposition)
Terdiri dari komponen :
a. Mencari sebuah pertanyaan yang benar dari pertanyaan,
b. Mencari alasan
c. Mencoba untuk memperoleh informasi yang baik,
d. Menggunakan sumber yang dapat dipercaya dan menyebutkannya,
e. Memasukkan informasi/ sumber ke dalam laporan,
f. Mencoba mempertahankan pemikiran yang relevan,
g. Menjaga pikiran tetap dalam focus perhatian,
h. Melihat beberapa alternatif,
i. Menjadi berpikir terbuka,
j. Mengarah sebuah posisi ketika fakta dan alasan sesuai,
k. Mencari keakuratan subjek secara benar,
l. Mengikuti sebuah kebiasaan yang teratur,
m. Menjadi lebih respon dalam merasakan tingkatan pengetahuan dan pengalaman.
2. Aspek keterampilan.:
Keterampilan berpikir kritis meliputi 3 ketrampilan, 4 sub keterampilan, dan 6 indikator.
Tabel 1. Aspek Ketrampilan Berpikir Kritis
Ketrampilan Sub ketrampilan Indikator
Memberikan penjelasan Menganalisis argument Mencari persamaan
dasar dan perbedaan
Membangun Mempertimbangkan Kemampuan
keterampilan dasar apakah sumber dapat memberikan alasan
dipercaya atau tidak?
Menyimpulkan Menginduksi dan - Berhipotesis
mempertimbangkan - Menggeneralisasi
hasil induksi
Membuat dan mengkaji - Mengaplikasikan
nilai-nilai hasil konsep
pertimbangan - Mempertimbangka
n alternative

G. Fungsi berpikir kritis


Berpikir kritis bukan hanya persoalan berpikir secara analitis, tetapi juga berpikir secara berbeda
(thinking differently). Berpikir kritis mencakup analisis secara kritis untuk memecahkan masalah.
Analisis kritis berguna tidak hanya untuk mengiris/ menganalisis masalah, tetapi juga membantu
menemukan cara untuk menemukan akar masalah. Memahami masalah dengan baik penting
untuk dapat memecahkannya.
Dengan menggunakan kerangka skeptisisme ilmiah, berpikir kritis diperlukan di semua bidang
profesi dan disiplin akademik, termasuk bidang profesi kebidanan. Sebagai contoh, dalam
menentukan asuhan bagi klien, seorang bidan perlu berpikir kritis apakah keputusan untuk
memilih asuhan sudah tepat, apakah didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang kuat yang
membenarkan bahwa asuhan itu memang efektif untuk memecahkan masalah yang dihadapi
klien.
Dalam skeptisisme ilmiah, proses berpikir kritis meliputi akuisisi dan interpretasi informasi,
penggunaan informasi itu untuk menarik kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan. Konsep
dan prinsip berpikir ilmiah bersifat universal. Berpikir kritis membentuk sebuah sistem pemikiran
yang saling terkait dan overlapping, misalnya pemikiran filosofis, pemikiran sosiologis, pemikiran
antropologis, pemikiran historis, pemikiran politis, pemikiran psikologis, pemikiran matematis,
pemikiran biologis, pemikiran ekologis, pemikiran medis, pemikiran legal, pemikiran etis,
pemikiran estetis/ artistik, dan sebagainya. Berpikir kritis dapat diterapkan kepada kasus di
bidang profesi apa saja. Hanya saja penerapannya perlu merefleksikan konteks bidang profesi
dan disiplin yang bersangkutan.
Berpikir kritis penting, karena memungkinkan seorang untuk menganalisis, menilai, menjelaskan,
dan merestrukturisasi pemikirannya, sehingga dapat memperkecil risiko untuk mengadopsi
keyakinan yang salah, maupun berpikir dan bertindak dengan menggunakan keyakinan yang
salah tersebut. Berpikir kritis penting dilakukan dalam profesi kebidanan. Berpikir kritis
mengurangi risiko pembuatan diagnosis yang keliru dan pemilihan asuhan yang tidak tepat yang
dapat merugikan atau berakibat fatal bagi klien.
Berpikir kritis juga diperlukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan
kreativitas seperti menulis buku. Jika seorang tidak berpikir kritis, maka ia tidak bisa berpikir
kreatif.

H. Komponen berpikir kritis


Brookfield mendefinisikan empat komponen berpikir kritis yaitu :
1. Identifikasi dan menarik asumsi adalah pusat berpikir kritis
2. Menarik pentingnya konteks adalah penting dalam berpikir kritis
3. Pemikir kritis mencoba mengimajinasikan dan menggali alternatif
4. Mengimajinasikan dan menggali alternatif akan membawa pada skeptisme reflektif

Subskill berpikir kritis terdiri dari enam sub-skill menurut Facione (2004 dalam Potter & Perry,
2009) yaitu sebagai berikut :
1. Interpretasi (Interpretation)
Interpretasi merupakan proses memahami dan menyatakan makna atau signifikansi variasi
yang luas dari pengalaman, situasi, data, peristiwa, penilaian, persetujuan, keyakinan,
aturan, prosedur dan kriteria. Interpretasi meliputi sub-skill kategorisasi, pengkodean, dan
penjelasan makna.
2. Analisis (Analysis)
Analisis adalah proses mengidentifikasi hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep,
deskripsi, atau bentuk-bentuk representasi lainnya untuk mengungkapkan keyakinan,
penilaian, pengalaman, alasan, informasi dan opini.
3. Inferensi (Inference)
Inferensi merupakan proses mengidentifikasi dan memperoleh unsur yang dibutuhkan untuk
menarik kesimpulan, untuk membentuk suatu dugaan atau hipotesis, mempertimbangkan
informasi yang relevan dan mengembangkan konsekuensi yang sesuai dengan data.,
pernyataan, prinsip, bukti, penilaian, keyakinan, opini, konsep, deskripsi, pertanyaan dan
bentuk-bentuk representasi lainnya

4. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan suatu proses pengkajian kredibilitas pernyataan atau representasi yang
menilai atau menggambarkan persepsi, pengalaman, situasi, penilaian, keyakinan atau opini
seseorang serta mengkaji kekuatan logis dari hubungan aktual antara dua atau lebih
pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk representasi lainnya.
5. Eksplanasi (Explanation)
Eksplanasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mempresentasikan hasil penilaian
seseorang dengan cara meyakinkan dan koheren.
6. Pengontrolan diri (Self-Regulation)
Pengontrolan diri adalah kesadaran untuk memantau aktivitas kognitif sendiri, unsur-unsur
yang digunakan dalam aktivitas tersebut, dan hasil-hasil yang dikembangkan, terutama
melalui penggunaan keterampilan dalam menganalisis, mengevaluasi penilaian inferensial
seseorang dengan suatu pendangan melalui pengajuan pertanyaan, konfirmasi, validasi, atau
pembetulan terhadap hasil penilaian seseorang.

PROSES BERPIKIR KRITIS DALAM KEBIDANAN

A. Cara berpikir kritis


Dalam usaha menjadi seorang pemikir kritis perlu kesadaran dan ketrampilan untuk
memaksimalkan kerja otak melalui langkah-langkah berpikir kritis yang baik sehingga kerangka
berpikir dan cara berpikir tersusun dengan pola yang baik. Namun demikian, berpikir kritis sulit
diukur karena merupakan suatu proses bukan hasil yang dapat dilihat. Suatu bentuk berpikir kritis
dapat berupa seseorang yang terus mempertanyakan asumsi, mempertimbangkan konteks
(kejelasan makna), menciptakan dan mengeksplorasi elternatif dan terlibat dalam skeptisisme
reflektif (pemikiran yang tidak mudah percaya atas informasi yang diterima.
Langkah dalam berfikir kritis :
1. Mengenali masalah
2. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan
Pengetahuan luas dan informasi penting terkait masalah perlu untuk menilai sesuatu secara
tepat dan akurat
3. Mengevaluasi data, fakta serta pernyataan
4. Mengenali asumsi-asumsi
Asumsi : sesuatu yang tidak secara eksplisit dinyatakan oleh orang lain
5. Mencermati hubungan logis antara masalah dan jawaban
6. Menggunakan Bahasa yang tepat, jelas dan khas (Tidak BIAS)
7. Menemukan cara-cara yang kreatif untuk menangani masalah
8. Menarik kesimpulan/ pendapat dari isu/ persoalan yang dibahas
Menurut Kneedler dari Statewide History Social Science Assessment Advisory Committe
dalam Surya (2011) mengemukakan langkah berpikir kritis sebagai berikut :
1. Mengenali masalah (defining and clarifying problem)
a. Mengidentifikasi isu-isu atau permasalahan pokok
b. Membandingkan kesamaan dan perbedaan
c. Memilih informasi yang relevan
d. Merumuskan atau memformulasi masalah
2. Menilai informasi yang relevan
a. Menyeleksi fakta, opini, hasil nalar (judgment)
b. Mengecek konsistensi
c. Mengidentifikasi asumsi
d. Mengenali kemungkinan faktor stereotip
e. Mengenali kemungkinan bias, emosi, propaganda, salah penafsiran kalimat ( semantic
slanting)
f. Mengenali kemungkinan perbedaan orientasi nilai dan ideologi

3. Pemecahan masalah/ penarikan kesimpulan


a. Mengenali data yang diperlukan dan cukup tidaknya data
b. Meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi dari keputusan atau pemecahan masalah
atau kesimpulan yang diambil.

Bhisma mengemukakan bahwa untuk melatih berpikir kritis, seorang perlu menyadari dan
menghindari adanya kecenderungan untuk melakukan kesalahan-kesalahan yang menyebabkan
orang tidak berpikir kritis, antara lain sebagai berikut :
1. Dalam suatu argumen terlalu mengeneralisasi posisi atau keadaan. Sebagai contoh, dalam
suatu argumen terdapat kecenderungan untuk mengira semua orang tahu, padahal tidak
setiap orang tahu. Demikian juga mengira semua orang tidak tahu, padahal ada orang yang
tahu. Pemikir kritis berhati-hati dalam menggunakan kata “semua”, atau “setiap”. Lebih aman
menggunakan kata “sebagian besar”, atau “beberapa”.
2. Menyangka bahwa setiap orang memiliki bias (keberpihakan) di bawah sadar, lalu
mempertanyakan pemikiran refleksif yang dilakukan orang lain. Pemikir kritis harus bersedia
untuk menerima kebenaran argumen orang lain. Perdebatan tentang argumen bisa saja
menarik, tetapi tidak selalu berarti bahwa argumen sendiri benar.
3. Mengadopsi pendapat yang ego-sensitif. Nilai-nilai, emosi, keinginan, dan pengalaman seorang
mempengaruhi keyakinan dan kemampuan orang untuk memiliki pemikiran yang terbuka.
Pemikir kritis harus menyingkirkan kesalahan ini dan mempertimbangkan untuk menerima
informasi dari luar
4. Mengingat kembali keyakinan lama yang dipercaya dengan kuat tetapi sekarang ditolak
5. Kecenderungan untuk berpikir kelompok, suatu keadaan di mana keyakinan seorang dibentuk
oleh pemikiran orang-orang disekitarnya daripada apa yang dialami atau saksikan

Proses berpikir kritis yang dideskripsikan Wolcott dan Lynch dalam Sujanto (2004) adalah
1. Mengidentifikasi masalah informasi yang relevan dan semua dugaan tentang masalah tersebut
2. Mengeksplorasi interpretasi dan mengidentifikasi hubungan yang ada
3. Menentukan prioritas alternatif yang ada dan mengkomunikasikan kesimpulan
4. Mengintegrasikan, memonitor dan menyaring strategi untuk penanganan ulang masalah.
B. Langkah – langkah dalam memecahkan masalah
Prinsip utama dalam menetapkan suatu masalah adalah mengetahui fakta kemudian
memisahkan fakta tersebut dan melakukan interpretasi data menjadi fakta objektif dan
menentukan luasnya masalah tersebut. Pemecahan masalah merupakan aktivitas mental yang
tinggi dalam teori belajar seperti yang dikemukakan oleh Gagne dalam Warli (2006) yang
mengungkapkan bahwa teori belajar dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar, yaitu :
1. Belajar isyarat (signal learning)
2. Belajar stimulus respon (stimulus-response learning)
3. Rangkaian gerak (motor chaining)
4. Rangkaian verbal (verbal chaining)
5. Belajar membedakan (discrimination learning)
6. Belajar konsep (concepted learning)
7. Belajar aturan (rule learning)
8. Pemecahan masalah (problem solving)
Berdasarkan urutan tsb menunjukkan bahwa pemecahan masalah merupakan tahapan teori
belajar tertinggi sehingga dalam pelaksanaan pemecahan masalah membutuhkan suatu strategi.
Strategi dalam pemecahan masalah menurut Polya dan Pasmed dalam Depdiknas (2004) yaitu :
1. Mencoba-coba
Biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalah dengan trial
and error
2. Membuat diagram
Berkaitan dengan pembuatan sket atau gambar untuk mempermudah memahami
masalahnya dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaian.
3. Mencobakan pada soal sederhana
Berkenaan dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan sederhana
sehingga gambaran umum penyelesaian masalahnya akan lebih mudah dianalisis dan akan
lebih mudah ditemukan
4. Membuat tabel
Untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan fikiran sehingga segala sesuatunya
tidak hanya dibayangkan oleh otak dengan kemampuan terbatas
5. Menemukan pola
Berkaitan dengan mencari keteraturan-keteraturan sehingga memudahkan dalam
penyelesaian masalah
6. Memecah tujuan
Berkaitan dengan pemecahan tujuan umum yang hendak dicapai menjadi satu atau
beberapa tujuan bagian yang akan digunakan sebagai batu loncatan

7. Memperhitungkan setiap kemungkinan


Berkaitan dengan penggunaan aturan yang dibuat sendiri oleh pelaku selama proses
pemecahan masalah sehingga dapat dipastikan tidak ada satupun alternatif yang terabaikan
8. Berpikir logis
Berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun penarikan kesimpulan yang sah atau valid
dari berbagai informasi atau data yang ada
9. Bergerak dari belakang
Menganalisis cara mendapatkan tujuan yang hendak dicapai. Dengan strategi ini awal dari
pemecahan masalah dari yang diinginkan atau ditanyakan lalu menyesuaikannya dengan
yang diketahui
10. Mengabaikan hal yang tidak mungkin
Dari berbagai alternatif yang ada, alternatif yang sudah jelas tidak mungkin agar dicoret/
diabaikan sehingga perhatian dapat tercurah pada hal-hal yang tersisa dan masih mungkin
saja

Prosedur dalam memecahkan masalah menurut Rebori dalam Rahayu (2008) adalah :
1. Menemukan adanya masalah
2. Mengidentifikasi dan menemukan penyebab utama dari suatu masalah
3. Menghasilkan beberapa alternatif solusi
4. Menentukan alternatif solusi
5. Mengembangkan suatu rencana tindakan
6. Penerapan

Proses pemecahan masalah menurut Berry Beyer dalam Nasution (1999) adalah
sebagai berikut :
1. Merumuskan masalah/ soal
a. Menyadari adanya problem atau persoalan
b. Melihat maknanya
c. Mengusahakan agar masalah itu dapat dikendalikan
2. Mengembangkan jawaban sementara
a. Meneliti dan mengklasifikasi data yang ada
b. Mencari hubungan, membuat tafsiran yang logis
c. Merumuskan hipotesis
3. Menguji jawaban sementara
a. Mengumpulkan data/ bukti
b. Menyusun data/ bukti
c. Menganalisis data/ bukti

4. Mengembangkan dan mengambil kesimpulan


a. Mengevaluasi hubungan antara bukti dan hipotesis
b. Merumuskan kesimpulan
5. Menerapkan kesimpulan pada data atau pengalaman baru
a. Menguji dengan bukti baru
b. Membuat generalisasi tentang hasilnya

Dalam pemecahan masalah ada empat langkah fase penyelesaian menurut Polya
dalam Warli (2006) yaitu :
1. Memahami masalah
Seseorang akan mampu menyelesaikan masalah dengan benar apabila memahami masalah
yang diberikan.
2. Merencanakan penyelesaian
Fase ini sangat bergantung pada pengalaman seseorang dalam menyelesaikan masalah.
Seseorang akan cenderung lebih kreatif apabila memiliki pengalaman yang bervariatif.
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana
Penyelesaian masalah segera dilaksanakan apabila penyusunan rencana telah disusun
4. Melakukan pengecekan kembali
Melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan mulai dari fase pertama hingga fase ke
tiga

Pemecahan masalah menurut Gagne dalam Ruseffendi (1991) melalui lima langkah
yang harus dilakukan yaitu :
1. Menyajikan dalam bentuk yang lebih jelas
2. Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional (dapat dipecahkan)
3. Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk
dipergunakan dalam memecahkan masalah itu.
4. Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya (pengumpulan data,
pengolahan data dll), hasilnya mungkin lebih dari satu
5. Memeriksa kembali (mengecek) apakah hasil yang diperoleh itu benar atau mungkin memilih
alternatif pemecahan yang terbaik
Bagan proses pemecahan masalah

Pemecahan masalah Merencanakan kemungkinan


Memahami masalah yang menduga masalah yang akan
lalu datang

Pengambilan keputusan
Mengenalkan perubahan

Lampau Kini Akan Datang

Gambar Proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan :


Masalah

Pengumpulan data

Analisa Data

Mengembangkan Pemecahan

Memilih alternatif

Implementasi

Evaluasi

Salah satu faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan dalam penyelesaian suatu
masalah adalah kurang tepat dalam mengidentifikasi masalah. Kualitas hasil penyelesaian
masalah tergantung pada keakuratan dalam mengidentifikasi masalah. Identifikasi masalah
dipengaruhi oleh informasi yang tersedia, nilai, sikap dan pengalaman pembuat keputusan serta
waktu penyelesaian masalah terutama pada saat pengumpulan data dan mengorganisir data.
Langkah-langkah dalam pemecahan masalah pada gambar dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Mengetahui hakekat dari masalah dengan mendefinisikan masalah yang dihadapi
Untuk memahami hakikat suatu masalah merupakan sesuatu yang tidak mudah, karena
masalah yang sebenarnya dihadapi sering terselubung dan tidak terlihat jelas. Oleh karena
itu diperlukan keahlian, pendidikan dan pengalaman untuk membuat diagnosa yang tepat
2. Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan
Pengumpulan data atau informasi dilakukan secara berkesinambungan melalui proses yang
sistematis sehingga upaya untuk mengantisipasi keadaan/ masalah yang mungkin timbul
akan lebih mudah dilaksanakan, seperti :
a. Apakah masalah yang dihadapi diketahui dengan jelas?
b. Apakah keadaan yang dihadapi merupakan masalah sebenarnya?
c. Apakah sistem pelaporan di dalam organisasi sudah memungkinkan untuk prediksi secara
tepat?
3. Mengolah data dan fakta
Fakta-fakta dan data yang telah terkumpul dengan baik diolah secara sistematis yang
akhirnya akan merupakan suatu informasi yang akan digunakan sebagai bahan untuk
pengambilan keputusan. Analisa fakta dan data perlu dihubungkan dengan serangkaian
pertanyaan :
a. Situasi yang bagaimanakah yang menimbulkan masalah?
b. Apa latar belakang dari masalah itu?
c. Apa pengaruh dan hubungan antara masalah yang dihadapi dengan tujuan, rencana dan
kebijakan yang ada?
d. Apa konsekuensi atas keputusan yang diambil?
e. Apakah waktu pengambilan data tepat?
f. Siapa yang akan bertugas mengambil tindakan?
4. Menentukan beberapa alternatif pemecahan masalah
Baik buruknya suatu keputusan yang diambil tergantung pada kemampuan menganalisa
kekuatan dan kelemahan alternatif yang dihadapi. Dalam usaha menganalisa alternatif yang
ada, seseorang perlu memperhitungkah :
a. Siapa yang terlibat/ dipengaruhi oleh alternatif?
b. Tindakan apa yang diperlukan?
c. Reaksi apa yang mungkin timbul?
d. Dimana sumber reaksi tersebut?
e. Interaksi apa yang diperlukan?
5. Memilih cara pemecahan dari alternatif yang dipilih
6. Memutuskan tindakan yang akan diambil
Pada point 5 dan 6 seseorang menentukan keputusan yang akan diambil dalam rangka
memecahkan suatu permasalahan. Setiap pengambilan keputusan tentu disertai dengan
risiko. Pada umumnya pilihan diambil dari beberapa alternatif jika diduga bahwa pilihan
tersebut akan memberikan manfaat yang paling besar untuk jangka waktu panjang maupun
jangka pendek. Namun demikian, perlu dipertimbangkan juga bahwa risiko yang menyertai.
7. Evaluasi
Untuk mengadakan penilaian yang baik diperlukan obyektivitas dalam melakukan penilaian
atau evaluasi. Biasanya suatu hal yang sangat sukar bagi seseorang untuk menilai dirinya
sendiri secara obyektif. Oleh karena itu pelaksanaan penilaian dapat diserahkan kepada pihak
ketiga yang tidak terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memperoleh
tingkat obyektivitas setinggi mungkin. Pada proses evaluasi perlu diperhatikan mengenai
tempat, penanggung jawab serta waktu pelaksanaan kegiatan.

C. Proses pengambilan keputusan berpikir kritis dalam kebidanan


Pengambilan keputusan perlu dilakukan oleh bidan dalam melaksanakan
manajemen kebidanan terutama bidan manajer pada setiap tingkatan bagian di institusi
pelayanan. Banyak waktu yang dihabiskan oleh seorang manajer untuk menyelesaikan
masalah dan membuat keputusan secara kritis. Salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap keberhasilan dan kegagalan seorang manajer adalah ketrampilan dalam
pengambilan keputusan.
Suatu model proses yang adekuat sebagai dasar teori untuk memahami dan
mengaplikasikan ketrampilan berpikir kritis menurut Marquest & Houston (2010) perlu
digunakan untuk meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan. Ada lima langkah
kritis dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, yaitu :
1. Penetapan Tujuan
Penetapan tujuan harus jelas dan konsisten dengan pernyataan filosofi individu atau
organisasi. Jika aspek tersebut tidak terpenuhi maka kemungkinan keputusan yang dibuat
berkualitas buruk. Handoko (2009) mengemukakan hal pertama yang harus dilakukan oleh
seorang manajer adalah menemukan dan memahami masalah untuk diselesaikan agar
perumusan masalah menjadi jelas.
2. Mengumpulkan data secara cermat
Setelah manajer menentukan atau merumuskan masalah dan tujuan, manajer harus
menentukan data-data yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat (Handoko,
2009. Pengumpulan data dimulai dengan mengidentifikasi masalah atau kesempatan untuk
mengambil keputusan dan berlanjut ke proses penyelesaian masalah. Ketika mengumpulkan
informasi, manajer harus berhati-hati agar data yang dimilikinya dan orang lain tidak salah
fakta.
3. Membuat banyak alternatif
Semakin banyak alternatif yang dapat dibuat dalam penyelesaian masalah dan pengambilan
keputusan maka semakin besar kesempatan menghasilkan keputusan akhir. Dengan tidak
membatasi hanya pada satu alternatif yang jelas, orang akan mampu untuk menerobos pola
kebiasaan atau pengekangan berpikir dan memungkinkan munculnya gagasan baru. Menurut
Handoko (2009) setelah membuat alternatif keputusan, manajer harus mengevaluasi
alternatif tersebut untuk menilai keefektifitasannya, dan langkah selanjutnya adalah memilih
alternatif terbaik yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan
4. Berpikir logis
Selama proses penyelesaian masalah seseorang harus menarik inferensi (simpulan) informasi
dan mempertimbangkan informasi serta alternatif secara cermat. Kesalahan berlogika pada
titik ini akan mengarahkan pada kualitas keputusan yang kurang baik. Ada beberapa cara
berpikir yang tidak logis, seperti terlalu menggeneralisasi, afirmasi konsekuensi, dan
berargumen dengan analogi.
5. Memilih dan bertindak secara efektif
Mengumpulkan informasi yang adekuat, berpikir logis, memilih diantara banyak alternatif,
dan memahami pengaruh nilai-nilai individu tidaklah cukup. Dalam analisis akhir, seseorang
harus bertindak. Banyak orang yang menunda untuk bertindak karena mereka kurang berani
menghadapi konsekuensi pilihan yang mereka ambil. Pada tahap ini manajer perlu
memperhatikan berbagai resiko dan ketidakpastian sebagai konsekuensi keputusan yang
telah dibuat, karena dengan mengambil langkah tersebut manajer dapat menentukan
kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk menanggulangi hambatan dan tantangan yang
akan terjadi (Handoko, 2009)

PENALARAN DEDUKTIF DAN INDUKTIF

A. Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berfikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik)
yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Penalaran merupakan proses berfikir yang
menggunakan argumen, pernyataan, premis-premis atau aksioma untuk menentukan benar
salahnya suatu kesimpulan. Penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu
aktivitas berfikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang
benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau
diasumsikan sebelumnya (Wardani 2008)
Pernyataan yang menjadi dasar penarikan suatu kesimpulan dalam penalaran disebut
premis atau antesedens, sedangkan suatu pernyataan baru yang merupakan kesimpulan disebut
konklusi atau konsekuensi (Shadiq 2004). Bernalar merupakan proses yang “dialektis” artinya
selama seorang individu bernalar atau berfikir maka fikirannya dalam keadaan tanya jawab untuk
dapat meletakkan hubungan antara pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki. Para ahli logika
mengemukakan ada tiga proses yang harus dilalui dalam bernalar yaitu : membentuk pengertian,
membentuk pendapat dan membentuk kesimpulan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah suatu kegiatan berfikir logis
untuk mengumpulkan fakta, mengelola, menganalisis, menjelaskan dan membuat kesimpulan.
Penalaran merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan
simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga
wujud penalaran akan berupa argumen. Dengan demikian; pernyataan atau konsep adalah
abstrak dengan simbol berupa kata sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah
kalimat dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumen akan dapat menentukan
kebenaran konklusi dari premis.
Kesimpulannya, ada tiga bentuk pemikiran manusia, yaitu aktivitas berfikir yang saling
berkait, tidak ada proposisi tanpa pengertian dan tidak ada penalaran tanpa proposisi. Sehingga
“penalaran dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian
pengertian”
Tujuan seseorang melakukan penalaran adalah untuk menemukan kebenaran. Hal ini dapat
dicapai jika syarat-syarat dalam menalar dapat dipenuhi :
a. Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang
memang benar atau sesuatu yang memang salah
b. Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi, semua
premis harus benar; yaitu harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material.
Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan-aturan berfikir
yang tepat
Material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis adalah tepat.

B. Pengertian Logika
Logika secara etimologis berasal dari bahasa Yunanai “Logike” yang berhubungan dengan
kata “Logos” yang berarti ucapan, atau fikiran yang diucapkan secara lengkap (Karomani 2009).
Irving M. Copi (Mundiri 2005) menjelaskan Logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan
hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang
salah. Logika ilmu kecakapan bernalar dan berfikir dengan tepat (Poespoprodjo & Gilarso 2006).
Sedangkan dalam KBBI, Logika adalah pengetahuan tentang berfikir atau jalan fikiran yang masuk
akal. Jadi, logika adalah salah satu cabang ilmu bahasa yang menjelaskan tentang berfikir dan
untuk menarik sebuah kesimpulan.
Dalam logika ada proses penyimpulan, yaitu proses pengambilan suatu kesimpulan dari
premis-premis tertentu. Menurut KBBI penyimpulan adalah keputusan yang diperoleh
berdasarkan metode berfikir induktif atau deduktif. Penarikan simpulan tedapat dua macam
yaitu penyimpulan langsung dan penyimpulan tidak langsung.
1. Penyimpulan Langsung
Penyimpulan langsung adalah suatu penyimpulan dengan premis dapat terdiri atas satu, dua
atau lebih putusan. Dengan menggunakan putusan tertentu dapat menyimpulkan putusan
baru dengan memakai subjek dan predikat yang sama. Subjek adalah suatu hal yang diberi
keterangan, sedangkan predikat adalah sesuatu yang menerangkan subjek (Poespoprodjo &
Gilarso 2006).
a. Ekuivalensi
Adalah suatu putusan yang mengatakan suatu hal yang persis sama. Putusan-putusan baru
tersebut tidak menyatakan sesuatu yang baru, hanya perumusannya yang berlainan
dengan menggunakan subjek dan predikat yang sama (Poespoprodjo & Gilarso 2006)
Contoh :
Tidak ada mahasiswa Prodi Kebidanan yang bertubuh pendek
Ekuivalensinya : Tidak ada mahasiswa yang bertubuh pendek pada Prodi kebidanan
b. Pembalikan
Adalah suatu putusan yang memperoleh putusan yang baru dengan jalan mengganti
subjek dan predikat, sehingga yang dulunya menjadi subjek akan menjadi predikat dan
sebaliknya yang predikat menjadi subjek dengan tidak mengurangi isi kebenarannya.
Contoh :
Persalinan per vaginam itu bukan sectio cesarea
Pembalikan : Persalinan Sectio cesarea itu bukan per vaginam
c. Perlawanan/ Oposisi
1) Perlawanan Kontradiktoris
Apabila kedua proposisi itu saling menyangkal satu sama lain. Proposisi ini tidak
mungkin benar semua atau salah semua.
Apabila salah satu proposisi memiliki nilai benar maka proposisi lain pasti salah.
Perlawanan kontradiktif dapat terjadi apabila terdapat dua buah proposisi yang
mengacu pada kelompok yang sama tetapi berbeda baik dalam kualitas maupun
kuantitas.
Contoh :
Semua bidan adalah wanita
Sebagian bidan adalah bukan wanita
Bila proposisi “semua bidan adalah wanita” benar maka proposisi “sebagian bidan
adalah bukan wanita” pasti salah. Demikian juga sebaliknya.
2) Perlawanan Kontraris
Apabila keduanya tidak mungkin benar semua tetapi mungkin salah semua atau salah
satu benar dan lainnya salah. Perlawanan kontraris dapat terjadi apabila dua
proposisi yang mengacu kepada kelompok-kelompok yang sama dan memiliki
kuantitas universal, tetapi berbeda dalam kualitas
Contoh :
Semua bidan adalah wanita
Sebagian bidan adalah bukan wanita
Bila proposisi “semua bidan adalah wanita” benar, maka proposisi “sebagian bidan
adalah bukan wanita” pasti salah. Tetapi jika proposisi “semua bidan adalah wanita”
salah, maka proposisi “sebagian bidan adalah bukan wanita” bisa salah juga bisa
benar.
3) Perlawanan Subkontraris
apabila keduanya tidak mungkin salah semua, tetapi mungkin benar semua, atau
salah satu benar dan sisanya salah. Perlawanan subkontraris dapat terjadi apabila
terdapat dua buah proposisi yang mengacu kepada kelompok-kelompok yang sama
dan memiliki kualitas partikular tetapi berbeda dalam kualitas
Contoh :
Semua bidan adalah wanita.
Sebagian bidan adalah bukan wanita.
Bila proposisi “semua bidan adalah wanita” salah, maka proposisi “sebagian bidan
adalah bukan wanita” pasti benar. Karena, jika proposisi “sebagian bidan adalah
wanita” salah, maka, sebagai konsekuensinya setidak-tidaknya ada satu bidan yang
bukan wanita. Tetapi lain halnya bila proposisi “sebagian bidan adalah bukan wanita”
benar, maka belum dapat kita katakan nilainya apakah sebagian bidan wanita bisa
benar bisa juga salah
4) Perlawanan Subalternasi
Apabila keduanya mengacu pada kelompok-kelompok yang sama, dan memiliki
kualitas yang sama (baik afirmatif maupun negatif), tetapi berbeda dalam kuantitas.
Jadi dua proposisi yang berlawanan secara subalternan selalu berdiri atas proposisi
universal dan proposisi partikular, sedangkan kualitas masing-masing proposisi selalu
sama. Dalam perlawanan subalternan, bila proposisi universal benar, maka proposisi
partikular pasti benar, dan kalau proposisi partikular salah , maka proposisi universal
salah dan sebaliknya
Contoh :
Semua bidan adalah wanita.
Sebagian bidan adalah wanita.
Bila proposisi “semua bidan adalah wanita” benar, maka proposisi “sebagian bidan
adalah bukan wanita” juga benar. Dan jika proposisi “sebagian bidan adalah wanita”
salah, maka proposisi “semua bidan adalah bukan wanita” juga salah. Akan tetapi,
proposisi “semua bidan adalah wanita” belum dapat ditentukan nilainya, atau
mungkin juga salah. Demikian juga halnya bila proposisi “semua bidan adalah wanita”
salah, maka proposisi “sebagian bidan adalah wanita” juga tidak dapat ditentukan
nilainya.

2. Penyimpulan Tidak Langsung


a. Penalaran Induktif
Induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena
individual untuk menuju suatu kesimpualan (Karomani 2009). Proses pemikiran yang di
dalamnya akal kita dari pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa atau hal-hal yang
kongkret dan khusus menyimpulkan pengetahuan yang umum disebut induksi
(Poespoprodjo & Gilarso 2006). Induksi adalah proses menarik kesimpulan berupa prinsip
atau sikap yang berlaku umum berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus (Akhadiah
1994).
Induktif merupakan suatu cara berpikir untuk menarik suatu kesimpulan yang bersifat
umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Karomani mengemukakan bahwa,
proses penalaran induktif banyak sekali jenisnya, yaitu dapat berupa generalisasi, analogi
induktif, dan hubungan sebab-akibat
Penalaran induktif adalah suatu proses mencapai kesimpulan umum berdasarkan
observasi contoh-contoh khusus. Penalaran induktif adalah tipe penalaran yang berawal
dari sekumpulan contoh fakta spesifik menuju kesimpulan umum. Penalaran ini
menggunakan premis dari objek yang diuji untuk mengasilkan kesimpulan tentang objek
yang belum diuji.
1) Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena
individual untuk menurunkan suatu kesimpulan yang bersifat umum yang mencakup
semua fenomena itu (Keraf 1994). Menurut (Mundiri 2005) Generalisasi yaitu suatu
proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individu menuju kesimpulan
umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang
diselidiki. Surajiyo (Surajiyo & Andiani 2005) generalisasi adalah suatu penalaran yang
menyimpulkan suatu kesimpulan bersifat umum dari premis-premis yang berupa
proposisi empiris. Generalisasi merupakan suatu bentuk penalaran induktif dimana
kesimpulan mengenai suatu kelompok diambil berdasarkan pengetauan mengenai
beberapa kasus dalam kelompok tsb. Pada prinsipnya generalisasi “sesuatu yang suda
beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila
kondisi yang sama terpenuhi”
Dalam logika induktif tidak ada konklusi yang mempunyai nilai kebenaran yang pasti.
Namun, hanyalah probabilitas rendah atau tinggi. Dalam generalisasi induktif adalah
semakin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran induktif, maka semakin tinggi
probabilitas konklusinya, dan sebaliknya semakin sedikit jumlah fakta yang dijadikan dasar
penalaran induktif, maka semakin rendah probabilitas konklusinya (Karomani 2009).
Contoh:
Tamara Bleszynski adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
Nia Ramadhani adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
Tamara Bleszynski dan Nia Ramadhani adalah bintang iklan.
Jadi, semua bintang iklan berparas cantik.
Tembaga bila dipanaskan akan memuai.
Besi bila dipanaskan akan memuai.
Platina bila dipanaskan akan memuai.
Tembaga, besi, dan platina adalah jenis logam.
Jadi, semua jenis logam akan memuai.
Dari segi kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi dibedakan
menjadi 2, yaitu :

a) Generalisasi Sempurna
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan yang
diselidiki.
Contoh :
(1) Setelah kita memperhatikan jumlah hari pada setiap bulan tahun Masehi kemudian
disimpulkan bahwa : Semua bulan Masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31. dalam
penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap bulan kita
selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan.
(2) Setelah bertanya pada masing-masing mahasiswa kebidanan tentang kewarganegaraan
mereka, kemudian disimpulkan bahwa : Semua mahasiswa kebidanan adalah warga
negara Indonesia. Dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu
kewarganegaraan masing-masing mahasiswa, kita selidiki tanpa ada yang ketinggalan.
Generalisasi sempurna ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang.
Tetapi tentu saja tidak praktis dan tidak ekonomis (Mundiri 1994)
b) Generalisasi Tidak Sempurna
Adalah generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan
yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.
Contoh :
Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang
suka bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa
yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan ini adalah generalisasi tidak sempurna.
Generalisasi tidak sempurna ini tidak menghasilkan kesimpulan sampai ke tingkat pasti
sebagaimana generalisasi sempurna, tetapi corak generalisasi ini jauh lebih praktis dan
lebih ekonomis dibandingkan dengan generalisasi sempurna.
Jika kita berbicara tentang generalisasi, yang dimaksud adalah generalisasi tidak
sempurna. Karena populernya generalisasi ini oleh para ahli logika disebut sebagai induksi
tidak sempurna untuk menyebut bahwa tehnik ini paling banyak digunakan dalam
penyusunan pengetahuan (Mundiri 1994)
Dari segi sifat yang dimilikinya, induksi tidak sempurna dibagi 2 macam, dalam kekuatan
putusan yang ternyata :
(1) Dalam ilmu alam (sciences) putusan yang tercapai melalui induksi tidak sempurna ini
berlaku umum, mutlak jadi tak ada kecualinya. Hukum alam berlaku dengan pasti.
Hukum alam juga boleh disebut berlaku umum-mutlak (dalam lingkungan alam itu).
Hukum kepastian dan kemutlakan ini hanya berlaku dalam bidang alamiah saja.
Contoh : hukum air mengenai pembekuannya “Air akan membeku jika didinginkan”
Dan ilmu tidak ragu-ragu untuk meramalkan tentang pembekuan air ini karena
bersifat pasti dan mutlak.
(2) Jika ilmu mempunyai obyek yang terjadinya bisa kena pengaruh dari manusia yang
sedikit banyaknya dapat ikut menentukan kejadian-kejadian yang menjadi
pandangan-pandangan ilmu, maka lain pula halnya. Ilmunya disebut ilmu sosial serta
obyek penyelidikannya mungkin terpengaruhi oleh kehendak manusia. Kalau pada
prinsipnya hukum alam tidak ada pengecualiannya maka hukum-hukum pada ilmu
sosial ini selalu ada kemungkinan kekecualiannya (Poedjawijatna 2004).
Contoh : mahasiswa kebidanan ada yang suka makan pecel, malahan banyak yang
suka makan pecel tetapi jangan segera diambil putusan umum, bahwa mahasiswa
kebidanan itu semuanya suka makan pecel. Suka atau tidak suka makan pecel itu
sama sekali bukan sifat mutlak manusia di mana pun juga.
Generalisasi Ilmiah
Pada dasarnya, generalisasi ilmiah tidak berbeda dengan generalisasi biasa, baik dalam bentuk
maupun permasalahannya. Perbedaan utama terletak pada metodenya, kualitas data serta ketepatan
dalam perumusannya. Generalisasi dikatakan sebagai penyimpulan karena apa yang ditemui dalam
observasi sebagai sesuatu yang benar, maka akan benar pula sesuatu yang tidak diobservasi, pada
masalah sejenis atau apa yang terjadi pada sejumlah kesempatan akan terjadi pula pada kesempatan
yang lain bila kondisinya yang sama terjadi.
Pada generalisasi ilmiah, ada 6 tanda penting yang harus kita perhatikan adalah
(1) Datanya dikumpulkan dengan observasi yang cermat, dilaksanakan oleh tenaga terdidik serta
mengenal baik permasalahannya. Pencatatan hasil observasi dilakukan dengan tepat,
menyeluruh dan teliti; pengamatan dan hasilnya dibuka kemungkinan adanya cek oleh peneliti
terdidik lainnya
(2) Adanya penggunaan instrumen untuk mengukur dan mendapatkan ketepatan serta menghindari
kekeliruan sejauh mungkin
(3) Adanya pengujian, perbandingan serta klasifikasi fakta
(4) Pernyataan generalisasi jelas, sederhana, menyeluruh dinyatakan dengan term yang padat dan
metematik
(5) Observasi atas fakta-fakta eksperimental hasilnya dirumuskan dengan memperhatikan kondisi
yang bervariasi misalnya waktu, tempat dan keadaan khusus lainnya
(6) Dipublikasikan untuk memungkinkan adanya pengujian kembali, kritik, dan pengetesan atas
generalisasi yang dibuat (Mundiri 1994).

Menurut Soekadijo, generalisasi yang baik harus memenuhi 3 syarat, antara lain :
(1) Generalisasi harus tidak terbatas secara numerik.
Artinya, generalisasi tidak boleh terikat kepada jumlah tertentu. Kalau dikatakan ” Semua A
adalah B ”, maka proposisi itu harus benar, berapa pun jumlah A. Proposisi itu berlaku untuk
setiap dan semua subyek yang memenuhi kondisi A.
Contohnya : Semua perempuan adalah cantik.
(2) Generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-temporal.
Artinya, tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi, harus berlaku di mana saja dan kapan
saja.
Contohnya : Semua dosen adalah orang terpelajar
(3) Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian.
Yang dimaksud dengan ’dasar pengandaian’ di sini adalah dasar dari yang disebut contrary-to-
facts conditionals atau unfulfilled conditionals.
Rumusnya :
Faktanya : x, y, dan z itu masing-masing bukan B
Ada generalisasi : Semua A adalah B
Pengandaiannya : andaikata x, y, dan z itu masing-masing sama dengan A atau dengan kata-kata
lain, andaikata x, y, dan z itu masing-masing memenuhi atau sama kondisiya dengan A, maka
pastilah x, y, dan z itu masing-masing sama dengan B (Soekadijo 1991).
Contohnya :
Faktanya : Sofan, Syaiful dan Budi itu bukan perempuan
Generalisasi : Semua yang cantik adalah perempuan
Pengandaiannya : Andaikata Sofan, Syaiful dan Budi itu cantik, maka pastilah Sofan, Syaiful dan
Budi itu perempuan.

Dalam buku Logika Scientifika, dijelaskan bahwa untuk menentukan generalisasi yang sehat, kita
harus menerapkan tiga buah cara pengujian adalah sebagai berikut :
(1) Adakah kita telah mempertimbangkan hal-hal atau kejadian-kejadian dari kelompok yang diuji
dalam jumlah secukupnya?. Orang harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah
generalisasi (mencapai kemungkinan probabilitas) dapat dipercaya. Dan kemungkinan tersebut
harus muncul karena didasarkan contoh-contoh yang cukup. Apabila yang dipersoalkan unsur-
unsur yang tidak dapat ditentukan, misalnya manusia, maka hanya akan membuat generalisasi
yang terburu-buru. Maka hendaknya orang waspada terhadap generalisasi, seperti :
semua orang laki-laki sama saja
orang yang selalu ke masjid tidak mungkin jadi komunis
barang siapa memuji Marx adalah komunis
semua orang kaya kikir dan materialis.
(2) Pernyataan-pernyataan semacam ini mudah dan cepat sekali beredar. Akan tetapi, pemikir yang
kritis akan selalu mendesak untuk mengujinya terlebih dahulu guna melihat adakah pernyataan-
pernyataan semacam itu memiliki bukti faktualnya sebelum menerimanya.
(3) Adakah hal-hal atau kejadian-kejadian yang diuji merupakan sample yang cukup dari seluruh
kelompok yang dipertimbangkan? Orang hendaknya melihat adakah sample yang diselidiki cukup
representatif mewakili kelompok yang diperiksa. Apabila tidak, agak sulitlah untuk memperoleh
hasil yang seksama
Ada kekecualian dalam kesimpulan umum? Apabila ada kekecualian, apakah juga diperhitungkan
dan diperhatikan dalam membuat dan melancarkan generalisasi?
Apabila jumlah kekecualiannya banyak, kita tidak mungkin dapat membuat generalisasi.
Tetapi jika hanya terdapat beberapa kekecualian, kita masih dapat membuat generalisasi, asalkan
selalu waspada dan hati-hati untuk tidak menggunakan kata-kata seperti : semua, setiap, tiap-tiap
dalam generalisasi. Kata-kata seperti ini hendaknya diganti dengan istilah : pada umumnya,
kebanyakan, menurut garis besarnya.
Meskipun yang terakhir ini akan mewujudkan generalisasi yang tidak sempurna, namun cukup
merupakan bentuk pemikiran yang sehat dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari
(Poespoprodjo 1999).

Adapun menurut buku Logika, untuk menguji apakah generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk
dipercaya dapat kita pergunakan evaluasi sebagai berikut :
(1) Apakah sampel yang digunakan secara kuantitatif cukup mewakili. Semakin banyak jumlah
fenomena yang digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan, meskipun kita tidak boleh
menyatakan bahwa dua kali jumlah fenomena individual akan menghasilkan dua kali kadar
keterpercayaan.
Misalnya : Untuk menentukan jenis darah seseorang cukup dengan satu titik darinya. Atau untuk
menentukan kadar kejernihan air sebuah sungai cukup satu gelas saja.
Tetapi sebaliknya, untuk menentukan faktor dominan apakah yang menjadi sebab sebuah
kejahatan tidak cukup mendasarkan kepada beberapa orang saja.
(2) Apakah sample yang digunakan cukup bervariasi. Semakin banyak variasi sample, semakin kuat
kesimpulan yang dihasilkan.
Misalnya : Untuk menentukan kadar minat dan kesadaran berkoperasi sebagai sistem ekonomi
yang diharapkan bagi bangsa Indonesia, harus diteliti dari berbagai suku bangsa, berbagai lapisan
penghidupan, berbagai pendidikan dan berbagai usia.
(3) Apakah dalam generalisasi itu diperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum
atau tidak. Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga, terutama jika kekecualian itu
cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup besar tidak mungkin diadakan generalisasi.
Semakin cermat faktor-faktor pengecualian dipertimbangkan, semakin kuat kesempatan yang
dihasilkan.
Misalnya : Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus dirumuskan dengan hati-hati, kata-kata
seperti : semua, setiap, selalu, tidak pernah, selamanya dan sebagainya harus dihindari. Pemakaian
kata : hampir seluruhnya, sebagian besar, kebanyakan ; harus didasarkan atas pertimbangan
rasional yang cermat.
(4) Apakah kesimpulan yang disimpulkan konsisten dengan fenomena individual. Kesimpulan yang
dirumuskan haruslah merupakan konsekuen logis dari fenomena yang dikumpulkan, tidak boleh
memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada.
Misalnya : Penyelidikan tentang faktor utama penyebab rendahnya prestasi akademik mahasiswa
kebidanan. Apabila data setiap individu dari sampel yang diselidiki ditemukan faktor-faktor
lemahnya penguasaan bahasa asing, miskin literatur, kurang berdiskusi serta terlalu banyaknya
jenis mata kuliah. Lalu, disimpulkan bahwa penyebab rendahnya prestasi itu adalah lemahnya
penguasaan bahasa asing dan miskin literatur, ini tidak merupakan konsekuensi logis dari
fenomena yang dikumpulkan. Semakin banyak faktor analogik ditinggalkan, semakin lemah
kesimpulan yang dihasilkan (Mundiri 1994).

2) Analogi
Pikiran itu berangkat dari suatu kejadian khusus ke suatu kejadian khusus lainnya
yang semacam dan menyimpulkan bahwa yang benar pada yang satu juga akan benar
pada yang lain (Poespoprodjo & Gilarso 2006).
Analogi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang
mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu
hal akan berlaku pula untuk hal yang lain (Keraf 1994)
Analogi merupakan proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain,
kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada yang fenomena pertama akan
terjadi pada fenomena yang lain (Mundiri 2005).
Analogi merupakan suatu bentuk penalaran induktif dimana kesimpulan mengenai
sesuatu (kejadian, orang, objek) karena kemiripannya dengan benda-benda lain.
Analogi pada dasarnya membandingkan dua hal, dan mengambil kesamaan dari dua
hal tersebut (Karomani 2009).
Contoh:
Sheila berwajah putih karena memakai bedak padat.
Keysia juga ikut memakai bedak padat agar berwajah putih.
Dari contoh di atas Keysia menggunakan penalaran analogi induktif. Karena, ia
menarik simpulan jika memakai bedak padat maka wajahnya akan putih seperti
Sheila.

3) Hubungan Sebab Akibat


Penalaran jenis ini dimulai dari suatu peristiwa sehingga sampai pada suatu
kesimpulan bahwa peristiwa itu adalah suatu keadaan atau peristiwa tersebut akibat
suatu keadaaan (Poespoprodjo & Gilarso 2006).
Merupakan suatu bentuk penalaran induktif dimana kesimpulan mengenai suatu
akibat dari suatu keadaan dibuat berdasarkan sebab yang diketahui.
Contoh:
Kemarau tahun ini cukup panjang. Sebelumnya, pohon-pohon di hutan yang
berfungsi sebagai penyerap air banyak yang ditebang. Selain itu, irigasi di desa
Sidomulyo tidak lancar. Ditambah lagi dengan harga pupuk yang semakin mahal serta
kurangnya pengetahuan para petani dalam menggarap lahan tanahnya. Oleh karena
itu, tidak mengherankan jika panen di desa ini selalu gagal.
4) Hubungan Akibat Sebab
Hubungan sebab akibat merupakan pemikiran yang berawal dari suatu akibat yang
diketahui ke sebab yang mungkin menghasilkan akibat tersebut. Hubungan akibat
sebab ini merupakan pembalikan dari hubungan sebab akibat.
Contoh:
Ayah akan pergi ke rumah pak Tono. Ia pergi dengan mengendarai motor. Di
tengah perjalanan motor yang dikendarai Ayah mogok. Lalu Ayah mencari penyebab
motornya mogok, dan ternyata bensin motor Ayah habis.
5) Hubungan Prediksi
Yaitu suatu bentuk penalaran induktif yang menyimpulkan sebuah klaim mengenai
apa yang akan terjadi di masa depan berdasarkan observasi masa lalu atau saat ini.
Misal :
Artikel “ Bali Bakal Terendam dan Nusa Dua akan Terpisah pada 2050”
Sumber : http//www.republika.co.id/berita/breaking-news/lingkungan/10/08/03/
128137-bali-bakal-terendam-dan-nusa-dua-akan-terpisa-pada-2050
Berdasarkan proyeksi curah hujan jangka pendek dan jangka panjang untuk daerah
Jakarta hingga tahun 2030. Pada proyeksi curah hujan jangka pendek, terdapat sedikit
perubahan pada pola sebaran curah hujan meski belum ada perubahan niali curah
hujan maksimum dari tahun ke tahun yaitu tetap 340 mm.
“Pada proyeksi jangka pendek memperlihatkan terjadinya kenaikan jumlah curah
hujan di Jakarta khususnya bagian selatan. Curah hujan pun akan semakin mengalami
peningkatan sebesar 20 mm setiap lima tahun” papar ahli perubahan iklim dari ITB, Dr
rer.nat Armi Susandi, MT dalam orasi ilmiah yang dilakukan pada peresmian
penerimaan mahasiswa baru TA 2010/2011 di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) ITB,
Bandung.
Sedangkan pada proyeksi curah hujan jangka panjang terjadi penyebarran
peningkatan curah hujan ke arah utara. Sehingga Jakarta Pusat dan sebagian Jakarta
Selatan akan kerap terjadi banjir bandang yang jauh lebih besar pada tahun-tahun
sesudah 2030.
Anomali cuaca dan iklim ini akan menimbulkan dampak yang lebih dramatis seperti
yang akan terjadi pada pulau Bali. Luas Pulau Bali kini 5.632 km2 pada 2050 akan
terendam seluas 489 km2. Rendamannya akan semakin luas pada 2070 hingga
mencapai 557 km2.
b. Penalaran Deduktif
Penalaran yang bersifat deduksi pada suatu pernyataan yang bersifat umum dan satu
pernyataan khusus. Pernyataan umum disebut premis mayor sedangkan pernyataan
khusus disebut premis minor (Parera 1991)
Deduksi adalah suatu cara berpikir dari pernyataan yang bersifat umum ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus. Penalaran deduktif adalah proses pembuktian suatu
kesimpulan dari satu atau beberapa pernyataan. Penalaran deduktif adalah penalaran dari
suatu fakta yang umum ke fakta yang spesifik. Penalaran deduktif mencapai suatu
kesimpulan spesifik berdasarkan suatu hal yang umum. Kesimpulan yang terbukti benar
berdasarkan penalaran deduktif disebut teorema.
Cara berpikir deduksi terbagi atas silogisme kategorik, silogisme hipotetik, silogisme
alternatif, dan entimem. Silogisme adalah suatu proses penalaran yang berusaha
menghubungkan dua proposisi yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan yang
merupakan proposisi ketiga (Keraf 1994). Sebelum menyusun silogisme kita terlebih
dahulu mengetahui hukum-hukum dalam silogisme. Dengan menggunakan hukum
silogisme susunannya tepat atau tidak, sahih atau tidak sahih dapat kita ketahui (Karomani
2009).
Hukum silogisme itu sebagian mengenai unsur term dan sebagian lagi mengenai
unsur proposisi dalam silogisme. Berikut dikemukakan Soekadijo, 1988 (Karomani 2009).
Adapun hukum silogisme mengenai term. Silogisme memunyai tiga term, yakni S, M, dan
P. Hukum silogisme yang pertama sebagai berikut:
 Jumlah term dalam silogisme tidak boleh lebih dari tiga. S-M-P. Hukum ini rumusan
operasional dari prinsip persamaan. Dalam silogisme term tengah adalah pembanding
yang digunakan untuk mengetahui apakah subjek S sama dengan predikat P atau tidak.
Hasil dari pembandingan itu adalah S = P atau S ≠ P. Inilah konklusi silogisme.
 Term tengah (M) tidak boleh terdapat dalam konklusi. Hukum silogisme ini dapat pula
dijelaskan dengan cara memperhatikan fungsi term tengah. Term tengah pada
dasarnya berfungsi mengadakan perbandingan dengan term-term lainnya dalam kedua
premis. Oleh karena itu term tengah hanya diperlukan dalam premis-premis saja, dan
bukan dalam konklusi.
 Term tengah (M) setidak-tidaknya satu kali harus berdistribusi. Silogisme itu suatu
bentuk penalaran dan seperti semua penalaran, menyimpulkan suatu konklusi dari
premisnya, yang berarti bahwa premis itu sudah terkandung dalam premisnya. Tidak
mungkin konklusi mengadakan sesuatu yang secara implisit belum terdapat di dalam
premis. Kesatuan berpikir seperti ini akan terjadi apabila term S atau P di dalam
konklusi lebih luas daripada term S atau P dalam premis.
 Term S dan P dalam konklusi tidak boleh lebih luas daripada dalam premis. Kesesatan
yang melanggar hukum ini banyak terjadi dan dinamakan dalam bahasa latin dengan
latius hos.

Hukum silogisme mengenai proposisi. Hukum pertama mengenai proposisi dalam


silogisme adalah rumus opersional dari prinsip persamaan. Prinsip ini terdiri dari tiga
anggota, berupa tiga proposisi, dua proposisi afirmatif sebagai premis yaitu S = M dan M =
P, dan yang ketiga sebagai konklusinya, yaitu S = P, yang juga sebuah proposisi afirmatif.
Hukum silogisme itu adalah.
 Apabila proposisi-proposisi dalam premis afirmatif, maka konklusinya harus afirmatif.
Menurut prinsip perbedaan tidak mungkin proposisi-proposisi dalam premis itu
semuanya negatif, salah satu pasti harus afirmatif; S = M dan M ≠ P atau sebaliknya.
Kalau kedua proposisi dalam premis itu negatif, tidak ada term yang berfungsi sebagai
term tengah, tidak ada term yang menghubungkan term S dan term P. Kalau S ≠ M dan
M ≠ P maka term M tidak berfungsi term tengah, artinya tidak menghubungkan term S
dengan P.
 Proposisi di dalam premis tidak boleh kedua-keduanya negatif. Menurut perbedaan
pula, kecuali proposisi dalam premis itu harus yang satu afirmatif dan yang lainnya
negatif, maka konklusinya pasti negatif. Proposisi afirmatif itu dipandang proposisi
kuat, sedangkan proposisi negatif itu proposisi lemah.
 Konklusi mengikuti proposisi yang lemah dalam premis, akan tetapi hukum di atas juga
harus diartikan bahwa kalau di dalam premis ada proposisi partikular, maka
konklusinya pun harus partikular. Sebab penilaian kuat atau lemah itu juga mengenai
kuantitas proposisi. Dalam hal ini, proposisi universal adalah proposisi kuat, sedangkan
proposisi partikular adalah lemah. Bahwa konklusinya harus mengikuti proposisi
partikular yang terdapat di dalam premis adalah jelas. Jika tidak demikian akan terjadi
kesesatan Latius Hos, term S di dalam konklusi akan lebih luas daripada di dalam
premis.
 Proposisi dalam premis tidak boleh kedua-duanya partikular, setidak-tidaknya salah
satu harus universal. Hukum ini sebenarnya hanya merupakan pelaksanaan hukum
ketiga atau keempat di atas mengenai term. Pelanggaran terhadap hukum tiga atau
empat, tergantung bentuk silogismenya. Dua proposisi yang partikular dalam premis
itu kedua-duanya proposisi afirmatif atau salah satu diantaranya adalah proposisi
negatif. Kalau disusun sebagai premis, ada tiga kemungkinan sebagai berikut.
Bentuk I Bentuk II Bentuk III
Mayor : Beberapa M = P Beberapa M = P Beberapa M ≠ P
Minor : Beberapa S = M Beberapa S ≠ M Beberapa S = M
Bentuk I melanggar hukum tiga mengenai term, karena term M dua kali tidak
terdistribusi. Bentuk II akan menghasilkan konklusi S ≠ P, di mana P akan berdistribusi,
sedangkan di dalamnya mayor term P tidak berdistribusi. Jadi, melanggar hukum 4
mengenai term. Bentuk III sekali lagi term M dua kali tidak berdistribusi.
1) Silogisme Kategorik
Silogisme adalah suatu bentuk formal deduksi yang terdiri dari proposisi-proposisi
kategori. Konklusi dalam silogisme ditarik dari proposisi I dengan bantuan proposisi II.
Tanpa adanya proposisi II tidak dapat ditarik sebuah konklusi. Jadi, kedua proposisi itu
merupakan dasar bagi penarikan sebuah konklusi Ihromi, 1987; Gie, dkk, 1980
(Karomani 2009).
Silogisme kategorik merupakan struktur suatu deduksi berupa suatu proses logis yang
terdiri dari tiga bagian yang masing-masing bagiannya berupa pernyataan kategoris
atau pernyataan tanpa syarat (Poespoprodjo & Gilarso 2006).
Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang
kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis
mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis
minor.
Silogisme kategorial terjadi dari tiga proposisi, yaitu:
Premis umum : Premis Mayor (My)
Premis khusus : Premis Minor (Mn)
Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)
Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor,
dan predikat simpulan disebut term minor.
Contoh 1
Proposisi I : Semua sarjana adalah tamatan S1.
Proposisi II : Daniel adalah sarjana.
Konklusi : Daniel tamatan S1.
Contoh 2
Proposisi I : Semua tanaman membutuhkan air.
Proposisi II : Akasia adalah tanaman.
Konklusi : Akasia membutuhkan air
2) Silogisme Hipotetik
Menurut Parera, 1987 (Karomani 2009) silogisme hipotetis atau silogisme
pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotesis.
Silogisme ini bertolak dari suatu pendirian, bahwa ada kemungkinan apa yang disebut
dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi.
Silogisme hipotesis terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Konditional hipotesis yaitu, bila premis minornya membenarkan anteseden,
simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden,
simpulannya juga menolak konsekuen
Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis, dan premis
minornya mengandung pernyataan apakah kondisi pertama terjadi atau tidak.
Rumus proposisi mayor dari silogisme ini adalah jika P maka Q.
Jenis-jenis silogisme hipotetik sebagai berikut.
a) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian anteseden, seperti:
Premis Mayor : Jika hujan, saya naik becak.
Premis Minor : Sekarang hujan.
Kesimpulan : Jadi, saya naik becak.
b) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya,
seperti:
Premis Mayor : Bila hujan, bumi akan basah.
Premis Minor : Sekarang bumi telah basah.
Kesimpulan : Jadi, hujan telah turun.
c) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari anteseden, seperti:
Premis Mayor : Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul.
Premis Minor : Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa,
Kesimpulan : Jadi, kegelisahan tidak akan timbul.
d) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya,
seperti:
Premis Mayor : Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Premis Minor : Pihak penguasa tidak gelisah.
Kesimpulan : Jadi, mahasiswa tidak turun ke jalanan.
Bila anteseden kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B maka, hukum
silogisme hipotetik adalah sebagai berikut :
a) Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
b) Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
c) Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
d) Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana
3) Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif merupakan silogisme yang proposisi mayornya mengandung
kemungkinan atau pilihan. Proposisi minornya menerima atau menolak salah satu
alternatif itu. Konklusinya bergantung pada premis minor. Jika premis minor menolak
satu alternatif, maka alternatif lain diterima (Ihromi, 1987; Parera, 1987 dalam
(Karomani 2009)).
Silogisme alternatif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan alternatif
sedangkan premis minornya kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu
alternatif yang disebut oleh premis mayor.
Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya.
Simpulannya akan menolak alternatif yang lain
Rumus Silogisme Alternatif
Premis Mayor : A atau B
Premis Minor : Bukan A atau bukan B
Kesimpulan : Jadi B (atau) A
Contoh 1
Premis Mayor : Andi mencintai saya atau membenci saya.
Premis Minor : Andi tidak mencintai saya
Kesimpulan : Maka, Andi membenci saya.
Premis Mayor : Hasan di rumah atau di pasar.
Premis Minor : Hasan tidak di rumah.
Kesimpulan : Jadi, Hasan di pasar
Hukum-hukum silogisme alternatif dapat dijelaskan sebagai berikut.
Bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah (benar).
Contoh:
Budi menjadi guru atau pelaut.
Budi adalah guru.
Maka Budi bukan pelaut.
Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, maka konklusinya tidak sah
(salah).
Contoh:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Maka dia lari ke Solo.
Konklusi ini salah karena bisa jadi dia lari ke kota lain.
4) Silogisme Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari hari, baik dalam tulisan
maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh :
Dia menerima hadiah pertama, karena dia telah menang dalam sayembara itu
Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu anda berhak menerima hadiahnya

Daftar Pustaka
Akhadiah, S., 1994. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia, Jakarta: Erlangga.
Karomani, 2009. Logika, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Keraf, G., 1994. Argumentasi dan Narasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Tama.
Mundiri, 2005. Logika, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mundiri, 1994. Logika, Jakarta: Raja Grafindo.
Parera, J.D., 1991. Kajian Linguistik Umum Historis Komparatif dan Tipologi Struktural Kedua., Jakarta:
Erlangga.
Poedjawijatna, 2004. Logika Filsafat Berfikir, Jakarta: Rineka Cipta.
Poespoprodjo, 1999. Logika Scientifika, Bandung: Pustaka Grafika.
Poespoprodjo, W. & Gilarso, E.T., 2006. Logika Ilmu Menalar, Bandung: Pustaka Grafika.
Shadiq, F., 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi, Yogyakarta: PPPG Matematika.
Soekadijo, R., 1991. Logika Dasar, Tradisional, Simbolik dan Induktif, Jakarta: Gramedia Pustaka.
Surajiyo, S.A. & Andiani, S., 2005. Dasar-dasar Logika, Jakarta: Bumi Aksara.
Wardani, S., 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/ MTs Untuk Optimalisasi
Pencapaian Tujuan. , p.11.

ARGUMENTASI

A. PENGERTIAN ARGUMENTASI

Menurut KBBI Argumen adalah alasan dapat dipakai untuk memperkuat atau
menolak suatu pendapatan, pendirian,atau gagasan, sedangkan berargumen adalah
berdebat dengan salingmempertahankan atau menolak alasan masing ,masing.
Menurut Vincent, dalam bukunya yang berjudul Becoming A Critical Thinker: A
Mater Student texts Argumen diartikan sebagai: “the statement of a point of view and the
evidence that supports it in a way intended to be persuasive to other people.” jadi
argumentasi merupakan suatu pernyataan yang didukung oleh bukti-bukti yang
dapat mengubah atau mempengaruhi pikiran orang lain. Argumen juga dapat
diartikan sebagai proses untuk memperkuat suatu klaim melalui analisis berpikir
kritis berdasarkan dukungan dengan bukti-bukti dan alasan yang logis. Bukti-bukti ini
dapat mengandung fakta atau kondisi objektif yang dapat diterima sebagai suatu
kebenaran (Inch & Warnick, 2006)
Dari dua pengertian ini, jelaslah bahwa argumentasi itu adalah suatu pernyataan
(klaim) yang bukan semata-mata diucap dengan tanpa dasar. Argumentasi harus
selalu berorientasi pada data, fakta atau bukti-bukti yang objektif sehingga
dapat diterima kebenarannya. Olehkarenanya untuk berargumentasi seseorang akan
melakukan kegiatan analisis dan berpikir kritis. Lebih jauh lagi argumentasi juga
memiliki sifat persuasif atau dapat mengubah mau pun mempengaruhi pikiran orang
lain. Hal ini juga ditegaskan oleh Driver dan teman-teman, bahwa argumentasi
adalah proses yang digunakan seseorang untuk menganalisis informasi kemudian
dikomunikasikan kepada orang lain. (Driver, Newton, & Osborne. 1998).
Definisi lain dari istilah argument seperti yang dikutip oleh Fathiaty Murtadho,
yakni suatu kegiatan verbal sosial dan rasional yang bertujuan untuk meyakinkan
suatu kritik yang wajar terhadap penerimaan suatu pandangan dengan mengajukan
suatu konstelasi preposisi yang membenarkan atau membantah preposisi yang
dinyatakan di dalam suatu sudut pandang. Selanjutnya, argumentasi juga
merupakan kegiatan rasional karena pada umumnya argumen didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan intelektual. (Van Eemeren dan Rob.Grootendorst, 2004:
1-2). Menurut Mark Vorobej, bahwa argumen memuat ungkapan-ungkapan lisan
atau tertulis, dan pernyataan atau presentasi publik yang disampaikan individu
pada umumnya merupakan suatu tindak komunikatif yang terpisah, dengan batasan-
batasan wilayah dan waktu yang ditentukan secara jelas (Mark Vorobej, 2006: 3).
Besnard dan Hunter menyatakan bahwa argumentasi pada umumnya mencakup
aktifitas mengidentifikasi asumsi-asumsi dan simpulan-simpulan yang relevan dari
suatu masalah yang dianalisis. Argumentasi juga mencakup aktifitas mengidentifikasi
konflik yang hasilnya diperlukan untuk mendukung atau menolak kesimpualan-
kesimpulan tertentu. (Philippe Besnard dan Anthony Hunter, 2008: 2-3).
Dalam hal ini, berarti argumentasi adalah suatu kegiatan yang terkait dengan
rasionalisasi ungkapan dan tentunya terkait dengan pengembangan penalaran
atau logika serta intelektualitas. Bentuk argumentasi ini dapat berupa lisan dapat
pula berupa tulisan. Menurut Vincent argumen dapat bervariasi dalam panjang dari
satu kalimat untuk sebuah esai singkat atau bahkan ke 100.000-kata buku. Jenis
yang paling sederhana dari argumen terdiri dari menyatakan apa yang kita pikirkan
dan mengapa kita berpikir itu. Sedangkan dalam bentuk yang lebih panjang atau
kompleks argumen mengandung jaringan pernyataan atau klaim, bersama-sama
dengan data pendukung (2009: 187).

B. STRUKTUR ARGUMENTASI

Stuktur dasar argumentasi adalah berbagai macam bentuk, format dari sebuah proses
berfikir secara logis. Stuktur dan bentuk argumen terdiri dari:

Pert.4 : ARGUMENTASI : Tuti Sukini Page 1


1. Generalisasi
Generalisasi ialah sebuah pertanyaan yang subjek isi yang dibahas memiliki
cakupan yang sangat luas.
Generalisasi terdiri dari 2 bentuk yakni
a. Deduktif (bergerak dari Universal menuju
Partikular) b. Induktif (bergerak dari partikular
menuju universal) Ada 2 jenis pernyataan general
a. Pernyataan universal (setiap dan
seluruh) Pernyataan universal bersifat
negative.
b. Pernyataan partikuler (beberapa,
sebagian) Pernyataan partikuler negative.

2. Analogi
Analogi adalah membandingkan dua hal yang memiliki ciridan karakteristik
yang sama, misalnya A dan B ada kesamaan. Anda mengetahui sesuatu tentang
A, namun anda tidak mengetahui beberapa sisi tentang B. Dengan membuat
perbandingan atau analogi, anda menarik kesimpulan dari perbandingan, atau
analogi, dapat ditarik kesimpulan dari memperbandingkan pengetahuan anda
tentang A dan menerapkan pada B.

3. Silogisme
Silogisme merupakan argumentasi umum yang menunjukan bagaimana otak kita
bekerja yaitu menghubungkan ide ide dan menarik kesimpulan dari relasiantara
ide yang satu dengan ide yang lain.
Contoh:
a. Setiap M adalah P (premis
mayor) b. Setiap S adalah M
(premis minor) c. Jadi setiap S
adalah P

C. MACAM MACAM ARGUMEN


Terdapat beberapa macam argumen diantaranya
yaitu: 1. Demonstrasi dan argument probabel
Demonstrasi adalah suatu argumen yang bertolak dari premis premis yang
pasti dan eviden.sedangkan argument probabel adalah suatu argument
yang benardari premispremis yang probabel.
2. Argumentasi langsung dan tidak langsung
Argumentasi tidak langsung membuktikan suatu proposisi dengan menunjukan
bahwa kontradiksinya proposisi tersebut salah dan tidak masuk akal.
Argumentasi langsung membuktikan suatu proposisi tanpa menggunakan cara
yang berputar
3. Argumentasi a priori dan a posteriori
Hal-hal yang ditunjuk oleh premis dalam kenyataannya dapat
mendahului atau mengikuti, pemikiran disebut apriori. Apabila mengikuti
pemikiran disebut a posteriori.
D. Kata Penanda Dan Bentuk
Argumen Ada 2 macam argumen
marker
1. Conclusion marker (penanda simpulan)
Yang termasuknya adalah so, therefore, thus, dan accordingly. Kalimat yang
terletak langsung sesudah coclusion markers (so, as, dll).merupakan
simpulan dalam suatu argumen.
2. Reasion maker (penanda alasan)
Yang termasuk diantaranya dalam reasionmaker ialah because, since,for, as,
for the rasion thet, dan the reasion why is that. Kalimat yang merupakan
premis yang

Pert.4 : ARGUMENTASI : Tuti Sukini Page 2


dimaksud sebagai alasan bagi simpulan dalam argumen diletakkan langsung
sesudah reason marker yang sering juga disebut premis marker.

E. ARGUMEN DAN LOGIKA


Sebelum membahas dimana hubungan antara argumen dan logika, sebaiknya kita
mengingat kembali tentang posisi logika dalam pengetahuan. Menurut berbagai
sumber, dapat kita pahami bahwa ilmu atau sains bisa disebut sebagai
pengetahuan, namun demikian tidak semua pengetahuan itu bisa disebut sains.
Suatu missal, seseorang mengetahui sebuah mobil, hal ini berarti belumlah dapat
disebut sains. Bisa disebut sains bila orang tersebut mengetahui secara sistematik dan
menyeluruh tentang sebuah mobil tersebut. Oleh karenanya sains bukanlah
semata-mata pengetahuan, namun suatu pengetahuan yang disertai dengan
sebuah metodologis, sistematis, akurat dan lengkap.
Menurut Hamid Fahmy Zarkazy, dalam kaitannya dengan metodologi, Ilmu dibagi
sedikitnya dapat dikelompokan dalam dua jenis, yakni 1) ilmu Alam (natural
sciences), dan 2) ilmu normatif (normative sciences). Ilmu Alam, ruang lingkup
pembahasannya mengarah pada sesuatu sebagaimana adanya (things as they are),
sedangkan ilmu normatif, membahas tentang bagaimana seharusnya sesuatu itu
(things they should be). Dari kedua katagori ini, logika itu termasuk dalam kategori
ilmu normatif, sebab logika mengkaji pemikiran, tidak sebagaimana adanya, tapi
bagaimana seharusnya. Selain logika, dalam ilmu normatif ini terdapat pula
estetika dan etika.
Kita sering mendengar istilah logika, namun tidak semua orang banyak paham apa
itu logika. Banyak para pakar mengatakan bahwa logika ini merupakan
kerangka dari ilmu atau pengetahuan, tanpa logika mustahil ilmu atau pengetahuan
itu dapat berkembang. Menurut Jan Hendrik Rapar (1996: 10) seperti dikutip oleh
Firdaus bahawa Logika adalah cabang filsafat yang mempelajari, menyusun,
mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan formal, prosedur serta
kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan demi mencapai kebenaran yang
dapat dipertanggungjawabkan secara rasional; selajutnya masih dalam kutipan Firdaus
menurut Louis O. Kattsoff (1987: 28) logika ialah ilmu pengetahuan mengenai
penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetahuan ini mengurai tentang aturan-aturan serta
cara-cara untuk mencapai kesimpulan, setelah didahului oleh seperangkat premis.
Bila kita pahami bahwa pengertian argumentasi adalah suatu proses untuk
menganalisis data, fakta atau bukti-bukti yang objektif sehingga dapat diterima
kebenarannya dan aktifitasnya meliputi mengidentifikasi asumsi-asumsi hingga
kesimpulan-kesimpulan, maka hal ini tidak jauh berbeda dengan pemahaman kita
tentang logika. Sehingga kalau dapat disimpulkan maka logika itu adalah Ilmu
tentang Argumen dan argumen itu sendiri adalah logika. Walaupun demikian ada
perbedaan yang harus diperhatikan dari keduannya yakni terutama mengenai istilah
yang dipergunakan, seperti yang kekemukakan oleh Gorys Kerap, bahwa dalam
argumen partama-tama lebih menekankan pada istilah salah dan benar. Sebaliknya
dalam logika lebih menggunakan istilah valid (absah) dan invalid (tidak absah).
Salanjutnya ditegaskan pula, bahwa dalam bentuk formal yang diperlukan untuk
menurunkan sebuah kesimpulan dipenuhi, maka silogisme dinyatakan absah. Bila
silogisme itu absah, maka dengan sendirinya kesimpulan yang diperoleh juga bersifat
absah. Dalam argumentasi, yang dijadikan persoalan adalah apakah semua
proposisi bersama itu benar atau tidak. Suatu misal:
Premis mayor: Semua tukang becak itu adalah pekerja
keras. Premis minor: Edi adalah seorang tukang becak.
Kesimpulannya: Jadi Edi adalah pekerja keras.
Dalam bentuk formal, silogisme di atas dapat bersifat absah. Namun sebagai
argumen, silogisme itu tidak meyakinkan, karena proposi mayornya salah atau
diragukan kebenarannya. Akan tetapi, jika kita bisa menerima proposisi mayornya,
maka kesimpulannya dapat bersifat absah. Oleh sebab itu, dalam bentuk argumen
penulis harus yakin bahwa semua premis mengandung kebenaran, sehingga ia
dapat mempengaruhi sikap pembaca. Untuk membuktikan

Pert.4 : ARGUMENTASI : Tuti Sukini Page 3


sesuatu, silogisme bukan saja harus mengandung sebuah struktur yang absah
tetapi juga proposisinya harus mengandung pernyataan-pernyataan yang benar.

F. ARGUMENTASI DAN PROSES PEMBELAJARAN

Proses pembelajaran yang dimaksud di sini adalah suatu proses interaksi antara
pendidik, peserta didik, dan sumber belajar di lingkungan belajar yang saling bertukar
informasi. Dalam proses belajar semacam ini tentunya masing-masing pebelajar mau
pun pembelajar berharap mendapat manfaat dari proses belajar tersebut. Oleh
karenanya kemudian tujuan pembelajaran pada akhirnya menjadi tuntutan utama
dalam proses belajar ini.
Tujuan pembelajaran merupakan arah yang hendak dicapai dari rangkaian
aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat
pahami sebagai bentuk perilaku kompetensi yang spesifik, aktual, dan terukur sesuai
dengan yang diharapkan (terjadi, dimiliki, atau dikuasai) mahasiswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran tertentu. Menurut Magner (1962) tujuan pembelajaran
adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh peserta
didik sesuai kompetensi; sedangkan Dejnozka dan Kavel (1981) mendefinisikan
tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan spefisik yang dinyatakan dalam bentuk
perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tulisan yang menggambarkan hasil belajar
yang diharapkan.
Bila kita kembali pada pemahaman argumentasi, maka argumentasi adalah suatu
kegiatan yang terkait dengan rasionalisasi ungkapan dan tentunya terkait dengan
pengembangan penalaran atau logika serta intelektualitas.Seperti yang dikutip oleh
Hamid Fahmy Zarkasyi, argumentasi merupakan proses yang digunakan
seseorang untuk menganalisis informasi kemudian dikomunikasikan kepada orang
lain. Untuk terlibat dalam argumentasi diperlukan keterampilan penalaran dan
pemahaman terhadap ilmu pengetahuan dengan lebih baik (Driver, Newton, &
Osborne, 1998; Mortimer & Scott, 2003).
Seperti dikatakan Marttunen (2005), maka argumentasi dalam proses
pembelajaran dapat membantu mahasiswa dalam meningkatkan keterampilan
berpikir kritis. Berargumentasi juga akan dapat meningkatkan hasil belajar dan
kinerja mahasiswa. Demikian ditegaskan pula oleh Cross, Hendricks, & Hickey
(2008), bahwa belajar argumentasi dapat memperkokoh pemahaman konsep,
memungkinkan mahasiswa mendapatkan ide-ide baru yang dapat memperluas
pengetahuan, dan menghilangkan miskonsepsi yang dialami mahasiswa. Pada
akhirnya dengan argumentasi akan memperoleh suatu landasan kuat dalam
memahami suatu konsep secara utuh dan benar.

G. MEMBUAT ARGUMETASI
Dalam kehidupan nyata, tidak mudah kita mengidentifikasi sebuah argumen. Ini
disebabkan oleh tidak adanya sistem yang mudah, kecuali kita dapat mengidentifikasi
mana yang premis dan mana yang kesimpulan. Selain itu pula, dalam kehidupan
sehari-hari tidak selalu kita temukan argumentasi dalam bentuk yang baku. Bentuk
baku dari argumentasi ini berciri pada adanya premis-premis dan kesimpulan. Contoh
yang paling sederhana dari bentuk baku ini, misalnya:
Premis mayor: Martha adalah putri ibu Harti
Premis minor: Ibu Harti sekeluarga tinggal di jalan
Soetopo Kesimpulannya: Martha putri ibu Harti tinggal di
jalan Soetopo
Langkah awal yang harus dipahami oleh seseorang untuk membuat argumen ini,
adalah memahami adanya bentuk baku dari sebuah argumen seperti contoh
sederhana tersebut di atas. Tanpa memahami hal ini maka argumen yang dibuatnya
sulit untuk dipahami atau bahkan akan menjadi fallacy (sesat pikir).
Menurut M. Guntur Hamzah, fallacy diartikan sebagai proses penalaran atau
argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan menyesatkan. Fallacy
merupakan gejala berpikir yang

Pert.4 : ARGUMENTASI : Tuti Sukini Page 4


salah disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan
relevansi. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa kegagalan dalam membuat
argumentasi ini ada 2 (dua) faktor, yakni:
1. Memuat premis yang terbentuk dari proposisi yang keliru.
2. Memuat premis-premis yang tidak berhubungan dengan kesimpulan yang
akan dicari. Contoh premis yang keliru:
Premis mayor: Semua manusia yang hidup harus makan
nasi Premis minor: kehidupan ikan juga tergantung dari
nasi
Kesimpulan: jadi manusia dan ikan hidupnya tergantung dengan
nasi Contoh premis yang tidak berhubungan:
Premis mayor: Rambut Mirna lurus berwarna hitam pekat
Premis minor: Pagar rumah Adi lurus berwarna hitam
pekat Kesimpulan: Jadi rambut mirna sama dengan pagar
rumah Adi
Untuk memahami sebuah argumen dalam kehidupan nyata tidaklah selalu
dihadapkan pada bentuk-bentuk argumen baku, kadang kita sering menemukan
kesulitan untuk memahami sebuah argumen karena antara premis dan
kesimpulan tidak disusun secara baku. Oleh karenanya, utuk mengatasi kesulitan
tersebut pelajarilah sebuah argumen secara cermat; tulis dan kenali kembali argumen
tersebut dalam bentuk baku bila Anda belum yakin; janganlah berada pada posisi
untuk membela siapa pun. Jeremias Jena mengatakan, bahwa untuk
mengidentifikasi sebuah argumen ada kata-kata yang dapat digunakan sebagai
indikator premis dan indkator kesimpulan. Indikator premis, di antaranya:
Sejak…
Pertama, kedua, dan
seterusnya… Karena…
Ini merupakan implikasi
dari… Bedasarkan…
Sebagaimana ditunjukan…
Sebagaimana
diindikasikan… Dapat
disimpulkan…
Sedangkan indikator kesimpulan dapat dilihat dari kata-kata sebagai
berikut: Implikasi lebih lanjut adalah…
Kita dapat menimpulkan
bahwa… Hal ini
memperlihatkan bahwa… Jadi,

Dengan
demikian… Sesuai
dengan itu…
Konsekuensinya…
Maka…
Karena itu… dan sebagainya.
Selanjutnya menurut Gorys Keraf, bila Anda ingin membuat atau menusun sebuah
argumen, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Penulis harus mengetahui serba sedikit tentang subjek yang akan
dikemukakannya, sekurang-kurangnya mengenai prinsip-prinsip ilmiahnya. Dengan
demikian, penulis dapat memperdalam masalah dengan penelitian, observasi, dan
autoritas untuk memperkuat data dan informasi yang telah diperolehnya.
2. Penulis harus bersedia mempertimbangkan pandangan-pandangan atau
pendapat-pendapat yang bertentangan dengan pendapatnya sendiri. Dengan tujuan
untuk mengetahui apakah di antata fakta-fakta yang diajukan lawan ada yang dapat
dipergunakannya, atau justru akan memperlemah pendapat lawan.

Pert.4 : ARGUMENTASI : Tuti Sukini Page 5


3. Penulis harus berusaha untuk mengemukakan pokok persoalannya dengan
jelas, harus menjelaskan mengapa ia harus memilih topik tersebut. Sementara
itu pula, ia harus mengemuukakan konsep-konsep dan istilah-istilah yang tepat.
4. Penulis harus menyelidiki persyaratan mana yang masih diperlukan bagi
tujuan-tujuan lain yang tercakup dalam persoalan yang dibahas, dan sampai
dimana kebenaran dari pernyataan yang telah dirumuskan itu.
5. Dari semua maksud dan tujuan yang terkandung dalam persoalan itu, maksud
mana yang lebih memuaskan penulis untuk menyampaikan masalahya.
Selain hal-hal tersebut di atas, untuk membatasi persoalan dan
menetapkan titik ketidaksesuaian sebuah argumentasi, Gorys menganjurkan 4
(empat) sasaran yang harus ditetapkan untuk diamankan oleh setiap penulis, yakni:
1. Argumentasi harus mengandung kebenaran untuk merubah sikap dan
keyakinan orang mengenai topic yang akan diargumentasikan.
2. Penulis harus berusaha menghindari setiap istilah yang dapat menimbulkan
prasangka tertentu.
3. Sering timbul ketidaksepakatan dalam istilah-istilah. Sedangkan tujuan
argumentasi adalah menghilangkan ketidaksepakatan.
4. Pengarang harus menetapkan secara tepat titik ketidaksepakatan yang
akan diargumentasikan.
Sebagaimana layaknya dalam membuat sebuah tulisan, dalam penyajian sebuah
argument sebaiknya harus meliputi 3 (tiga) komponen baku, yakni: pendahuluan, inti,
dan penutup atau kesimpulan. Hal ini ditegaskan pula oleh Gorys, bahwa dalam
penulisan argumentasi harus terdiri dari: pendahuluan, tubuh argumen, serta
kesimpulan dan ringkasan. Selanjutnya gorys menjelaskan:
1. Bagian pendahuluan,
Bagian ini merupakan bagian yang penting dalam upaya menarik perhatian
pembaca, memusatkan perhatian pembaca kepada argumen-argumen yang akan
disampaikan, serta menunjukkan dasar-dasar mengapa argumentasi itu harus
dikemukakan. Sebuah argumentasi itu harus memancarkan kebenaran atau kekuatan
untuk mempengaruhi sikap pembacanya, oleh karena itu dalam bagian ini tidak
boleh dimasukkan hal-hal yang kontroversial. Untuk menentukan apa dan seberapa
panjang bahan yang diperlukan dalam bagian ini, setidaknya penulis harus
mempertimbangkan beberapa hal, yakni: a) menegaskan mengapa persoalan itu perlu
dibicarakan pada saat ini. Bila hal itu dianggap waktunya lebih tepat untuk di
kemukakan, serta dapat dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa lainnya yang
mendapat perhatian saat ini, maka fakta-faktanya akan merupakan suatu titik tolak
yang sangat baik; b) menjelaskan latar belakang sejarah yang mempunyai
hubungan langsung dengan persoalan yang hendak diargumentasikan, sehingga
pembaca dapat memperoleh gambaran yang mendasar mengenai hal yang hendak
diargumentasikan; c) harus membedakan persoalan yang menyangkut selera dan
persoalan yang membawa ke konklusi yang objektif.
2. Bagian tubuh argumen,
Pada bagian ini, pengarang harus terus menerus memposisikan diri di pihak pembaca,
dengan menanyakan apakah evidensi itu sudah dapat diterima bila ia berposisi
sebagai pembaca, apakah evidensi itu sungguh-sungguh mempunyai hubungan
dengan pokok persoalan, apakah tidak ad acara lain yang lebih baik, dan
seterusnya. Perlu ditegaskan, bahwa evidensi itu harusmerupakan suatu proses
yang selektif, dengan menampilkan bahan-bahan terbaik saja dengan enolak
evidensi-evidensi yang kurang baik.
3. Bagian kesimpulan dan ringkasan,
Bagian ini tidak mempersoalkan topik mana yang akan dimukakan dalam
argumentasi, yang penting harus dijaga adalah agar konklusi yang disimpulkan tetap
memelihara tujuan yang ingin disampaikan, dan menyegarkan kembali ingatan
pembaca tentang apa yang telah dicapai, serta kenapa konklusi-konklusi itu dapat
diterima sebagai sesuatu yang logis. Bila dalam tulisan-

Pert.4 : ARGUMENTASI : Tuti Sukini Page 6


tulisan biasa, dimana tidak boleh dibuat kesimpulan, maka dapat dibuat ringkasan dari
pokok-pokok yang penting sesuai dengan urutan argumen-argumen dalam tubuh
karangan tersebut.

H. MENGEVALUASI ARGUMEN

Melibatkan diri pada suatu konsep argumentasi atau bahkan hingga usaha
pengembangannya, diperlukan ketrampilan bernalar dan pengetahuan serta fakta-
fakta yang akurat. Hal ini seperti telah dibahas sebelumnya, bahwa argumentasi itu
adalah sebuah kegiatan yang terkait dengan rasionalisasi ungkapan, sehingga sangat
terkait dengan pengembangan penalaran atau logika serta intelektualitas.
Olehkarenanya, untuk mengetahui kualitas sebuah argument dibutuhkan suatu
analisis yang mengarah pada kualiatas bernalar, pengetahuan, serta fakata-fakta
yang digunakan untuk dasar membuat argumentasi. Eduran (2008) mengatakan,
bahwa argumen yang kuat memiliki banyak pembenaran yang relevan dan
spesifik untuk mendukung kesimpulan dengan bukti-bukti konsep yang akurat.
Adapun ciri-ciri argumentasi yang lemah ditunjukkan dengan tidak adanya
pertimbangan pengetahuan ilmiah, tidak akurat, tidak spesifik, dan tidak tepat.
Selanjutnya dikatakan pula, dalam menilai kualitas suatu argumen dapat dilihat dari
dua demensi, yakni demensi kualitas konseptual dan demensi kualitas
epistemologikal. Kualitas konseptual diukur berdasarkan kemampuan dalam
mengartikulasikan klaim kausal yang spesifik dan dapat memberikan jaminan antara
klain dan data yang memadai. Untuk menilai kualitas epistemologikal, dapat dilukur
dari kemampuan menunjukan data atau fakta sebagai penjamin klain, kemampuan
menulis dan penjelasan kausal yang koheren terhadap fenomena, serta
menunjukan berbagai referensi yang tepat tentang data.
Dalam pandangan Toulmin, membangun argumen itu adalah membuat sebuah
klaim dan mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menyakinkan para pembacanya.
Oleh sebab itu setelah mengumpulkan bukti-bukti atau alasan yang masuk akal
untuk mendukung klaim, sebaiknya kita evaluasi kembali apakah bukti-bukti tersebut
sudah benar-benar mendukung klaim yang kita buat atau dengan kata lain apakah
kita yakin bahwa bukti-bukti tersebut dapat menjamin klaim yang sedang kita
perjuangkan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi
ulang pemakaian bukti-bukti yang kita gunakan untuk membuat sebuah
argumen, yakni:
1. Apakah Anda tertekan oleh bukti?
Bukti yang tidak mendukung argumen Anda harus diperhitungkan, bukannya
diabaikan. Pastikan bahwa Anda tidak mengabaikan bukti-bukti yang menantang atau
merusak argumen Anda.
2. Apakah Anda memanipulasi bukti?
Kadang-kadang kita menggali informasi yang tidak terlalu mendukung pandangan
kita. Tetapi kita memerlukan informasi untuk membuat argumen kita tetap kokoh.
Dalam hal ini, janganlah Anda memanipulasi informasi sesuai dengan tujuan kita
sendiri, kecuali Anda mengakui manipulasi tersebut untuk diserahkan kepada
pembaca, dan biarkan dia untuk menilai apakah manipulasi Anda adalah salah satu
yang wajar.
3. Apakah Anda memiliki cukup bukti?
Tinjaulah pernyataan utama argumen Anda dan mempertimbangkan apakah
masing-masing pernyataan hanya meyakinkan berdasarkan bukti saja. Apakah Anda
menemukan diri Anda dengan mengandalkan retorika Anda sendiri untuk membuat
pernyataan tersebut? Jika iya, mungkin Anda perlu untuk kembali ke sumber-sumber
bukti Anda.
4. Apakah Anda memiliki terlalu banyak bukti?
Lihatlah tulisan Anda, apakah bagian yang Anda kutip melebihi karangan Anda
sendiri? Jika demikian, mungkin argumen Anda telah terkubur di bawah argumen
orang lain. Kemungkinan juga, bahwa pembaca Anda akan sulit menemukan informasi-
informasi yang ada buat. Dia akan kesulitan untuk menemukan argumen Anda yang
sebenarnya dalam tulisan Anda.
5. Apakah bukti Anda masih berlaku dan dapat dapat dipercaya?

Pert.4 : ARGUMENTASI : Tuti Sukini Page 7


Ini tidak berarti Anda tidak dapat menggunakan sumber yang sudah lama.
Pertanyaan ini bermaksud menghindarkan Anda dari resiko yang disebabkan oleh
penggunaan bukti yang nantinya dapat melemahkan perspektif Anda sendiri. Selain
itu, Anda juga perlu memastikan bahwa sumber Anda benar-benar dapat dipercaya.
6. Apakah bukti Anda cukup kuat untuk menjamin klaim Anda?
Pertimbangkan baik-baik, mengapa Anda percaya bahwa bukti Anda sudah cukup kuat.
Apakah bukti-bukti tersebut berdasarkan penelitian yang Anda lakukan? Berdasarkan
keahlian Anda dalam bidang tersebut? Ataukah asumsi dan kepercayaan umum? Jika
bukti itu berdasar pada alasan asumsi dan kepercayaan umum, maka Anda perlu
memeriksa kembali asumsi tersebut. Kiranya mengevaluasi argument merupakan hal
yang sangat penting untuk dilakukan, agar argument yang kita buat tidak menjadi
argumen yang tidak menyakinkan atau bahkan menyesatkan. Vincent dalam
bukunya yang berjudul Becoming A Critical Thinker: A Mater Student texts.
Mengemukakan pendapatnya tentang langkah-langkah strategis untuk
menevaluasi argumen. Langkah strategis ini ditujukan agar sebuah argument itu
dapat dibuktikan lebih masuk akal dari pada hanya sebagai argumen yang mengarah
pada bentuk persaingan.

Ada lima langkah startegi untuk mengevaluasi argumen yang kompleks,


yakni: Langkah 1: Identifikasi fakta dan opini,
Langkah awal yang harus dilakukan adalah memahami tentang fakta dan opini yang
tersurat dalam sebuah argumen. Menyaring pendapat sentral untuk memahami
pandangan penulis terhadap masalah yang ingin disampaikan kepada pembacanya.
Biasanya pendapat sentral ini dinyatakan dalam atau setelah pendahuluan dan
diperkuat dalam kesimpulan. Mencatat bukti (informasi factual) yang ditawarkan.
Selanjutnya mengetahui hubungan mendasar antar bagian dari sebuah argumen dapat
membantu mengidentifikasi pendapat dan bukti pendukung yang lebih efektif dan
akurat. Mengetahui hubungan mendasar antara bagian-bagian dari sebuah argumen
dapat membantu Anda mengidentifikasi pendapat dan bukti pendukung yang lebih
efektif. Meringkas pendapat utama yang ditawarkan dengan cara: 1) ditulis
sebanyak-banyaknya dengan menggunakan kata-kata sendiri, 2) mencatat
bagian yang inti dari argument, pendapat primer dan sekunder, serta catatan
singkat tentang bukti yang digunakannya, 3) jika ingin menambahkan komentar
sendiri tempatkan pada kode tanda kurung sehingga dapat dibedakan antara
komentar anda dengan ide-ide penulis.
Langkah 2: Periksa fakta dan uji pendapat,
Langkah ini hanya dilakukan pada catatan atau ringkasan yang telah Anda buat.
Mulailah dengan memeriksa fakta laporan utama untuk diverifikasikan bahwa hal ini
benar-benar faktual. Selanjutnya, uji pendapat primer dan sekunder penulis, dengan
menggunakan satu atau lebih pendekatan berikut ini:
1) Konsultasikan pengalaman sehari-hari.
2) Pertimbangkan pendapat itu dengan kemungkinan
konsekuensinya. 3) Pertimbangkan implikasinya.
4) Pikirkan
pengecualian. 5)
Pikirkan tandingan.
6) Terbalik pendapat.
7) Carilah penelitian yang relevan.
Pendekatan ini untuk memeriksa fakta dan menguji pendapat yang dapat untuk
menunjukkan kekuatan dan kelemahan dari argumen yang sederhana; namun,
untuk argumen yang lebih kompleks biasanya memerlukan riset tambahan.
Langkah 3: Melakukan penelitian,
Tujuan utama melakukan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pendapat dan
interpretasi fakta-fakta yang berbeda dari hasil analisa yang ada dalam argumen
Anda. Pendapat dan interpretasi tersebut mungkin belum diperkuat oleh buku-buku
referensi. Dalam proses ini

Pert.4 : ARGUMENTASI : Tuti Sukini Page 8


diharapkan adanya usaha berpikir kritis untuk menyangkal wawasan anda sendiri.
Melakukan kajian terhahap berbagai sumber sangat diperlukan untuk menganalisis
argumen Anda. Langkah 4: Evaluasi bukti,
Pada tahap ini, Anda telah banyak mengumpulkan sebagian besar materi yang
mungkin perlu untuk dipilah-pilahkan mana yang sesuai (sepakat) atau mana
yang tidak sesuai (tidak sepakat). Cara yang baik untuk melakukan ini adalah
dengan membuat spreadsheet. Setelah itu tinjau kembali spreadsheet yang telah
diberikan kepada orang untuk memberikan pandangannya baik secara
kuantitas maupun kualitas. Kemudian buatlah review terhadap bukti-bukti yang
sudah terakumulasi dalam penelitian Anda.
Langkah 5: Membuat keputusan Anda,
Setelah mengevaluasi berbagai aspek masalah, Anda akan siap untuk
menggabungkan hasil evaluasi tersebut menjadi evaluasi masalah yang
menyeluruh. Di sini Anda sudah dapat membuat keputusan walau mungkin
keputusan tersebut kadang tidak disepakati oleh sebagian kecil kelompok, namun
hal ini tetap dianggap menjadi keputusan yang jauh lebih baik.

IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
MODUL MATA KULIAH
BERPIKIR KRITIS DALAM KEBIDANAN
TOPIK : ANALISIS WACANA

DOSEN : SRI WIDATININGSIH, M.Mid.

PRODI D IV KEBIDANAN MAGELANG


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

TOPIK BAHASAN : ANALISIS WACANA

1. Tema Modul : Teori dan Paktikum Analisis Wacana


2. Mata Kuliah/Kode : Berpikir Kritis Dalam Kebidanan / BM.I.6.03
3. Jumlah SKS : 3 SKS (Kuliah/Teori : 2 SKS, Seminar/Praktikum : 1 SKS)
4. Alokasi waktu : T = 100 menit dan P= 100 menit
5. Semester : V /Kelas Reguler
6. Tujuan Pembelajaran :
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :
- Memahami tentang wacana dan analisisi wacana
- Menerapkan analisis wacana dalam kebidanan
7. Gambaran umum modul :
Modul ini memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai Analisi Wacana. Modul terdiri
dari 2 kegiatan belajar yaitu Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum yang disusun
secara sitematis mengkombinasikan teori dengan praktikum untuk melatih mahasiswa agar lebih
memahami tentang analisis wacana. Pada akhir kegiatan belajar terdapat tugas yang harus
dikerjakan secara kelompoki untuk melatih kemampuan analisis wacana.
8. Karakteristik mahasiswa (Prasyarat) :
Mahasiswa semester V Prodi D IV Kebidanan Magelang Poltekkes Kemenkes Semarang yang
mengambil MK Berpikir Kritis dalam Kebidanan.
9. Target Kompetensi :
Kemampuan melakukan analisis wacana dalam kebidanan
10. Indikator :
Melakukan analisis wacana dalam kebidanan dengan langkah-langkah yang benar.
11. Materi pembelajaran : Terlampir
12. Stratategi pembelajaran : Belajar mandiri (discovery learning), diskusi.
13. Sarana penunjang pembelajaran : Modul, HELTI
14. Metode evaluasi : Postest
15. Daftar Pustaka
a. Aminuddin, dkk. 2002. Analisis Wacana.Yogyakarta: Kanal.
b. Arifin, E. Zaenal.2015. Wacana Transaksional dan Interaksional. Tangerang: Pustaka Mandiri.
c. Brown, Gillian & Yule, G. 1984. Discouse Analysis. London: Cambridge University Press.
d. Wahab, Abdul. 1991. Isu Linguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga
University Press.
e. Eriyanto. 2001. Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan
Ilmu-ilmu Sosial Lainnya.Jakarta: Kencana..
f. Keraf, Gorrys (2000). Diksi dan Gaya Bahasa (Bab 1). Gramedia Pustaka Utama.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

URAIAN MATERI

A. PENDAHULUAN
Selamat bergabung di Modul Mata Kuliah Berpikir Kritis Dalam Kebidanan, pada topik
Analisis Wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang menganalisis bahasa yang
digunakan, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Sebagai calon bidan tingkat sarjana, tentunya
penting memahami tentang analisis wacana sebagai bagian dari berpikir kritis. Karena kemampuan
analisis wacana yang baik akan berimplikasi pada kemampuan mahasiswa dalam penyusunan
paragraf karya ilmiah seperti tugas atau skripsi. Oleh karenanya, penguasaan terhadap suatu wacana
merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa supaya dapat menghasilkan suatu karya ilmiah yang
bermutu dan lebih mudah dimengerti oleh pembaca karena penggunaan bahasanya tidak bertele-tele.
Modul ini berisi Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum yang akan melatih
anda untuk lebih memahami tentang analisis wacana. Kegiatan Belajar disusun secara sitematis yang
mengkombinasikan teori dengan praktikum. Pada akhir kegiatan belajar terdapat tugas yang
harus anda kerjakan secara kelompok untuk melatih kemampuan analisis wacana.
Keberhasilan proses pembelajaran ini tergantung dari kesungguhan anda. Selamat belajar!
Semoga lancar semua prosesnya.

B. KEGIATAN BELAJAR 1 : TEORI


1. Wacana
a. Pengertian Wacana (=discourse/English) menurut beberapa ahli :
 Anton Moeliono (1995) : Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga
terbentuklah makna serasi diantara kalimat itu.
 Cook (1989): pengunaan bahasa dalam komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan.
 Deese (1984) : seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu
rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca.
 Halliday dan Hasan (1979) : suatu kesatuan semantic (makna/arti) dan bukan kesatuan
gramatikal (tata bahasa).
 Hari Murti Kridalaksana (1984) : satuan bahasa yang terlengkap dalam hierarki tatabahasa
dan merupakan satuan tatabahasa yang tertinggi.
 Henry Guntur Tarigan : satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi di atas kalimat atau
klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, mempunyai awal
dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan dan tertulis.

Dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan suatu rangkaian pernyataan yang dinyatakan
secara lisan ataupun tulisan dan memiliki hubungan makna antarsatuan bahasanya serta
terikat konteks. Oleh karenanya wacana dapat dipahami oleh pembaca dan pendengar. Hal
penting yang harus diperhatikan adalah bahwa wacana terikat pada konteks, tanpa konteks
tidak akan tercipta wacana yang dapat dipahami.
Menurut KBBI, definisi konteks adalah :
- Bagian suatu uraian yang dapat menambah kejelasan makna.
Contoh :
1) Manusia adalah makhluk holistik/utuh yaitu memiliki aspek bio,psiko, sosio,kultural.
 makhluk yang utuh bisa saja diartikan sebagai utuh secara jiwa-raga, atau utuh
sebagai individu-sosial. Namun konteks disini menjelaskan yang dimaksud utuh secara
bio-psiko-sosio-kultural.
2) Peran wanita sangatlah penting dalam konteks pemberdayaan ekonomi keluarga.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

 Pentingnya peran wanita bisa berarti luas, namun konteks disini membatasi hanya
dalam pemberdayaan ekonomi.
- Situasi (kondisi) yang ada hubungannya dengan suatu kejadian
Contoh :
1) Nina berada di toko, ia mengambil beberapa barang, kemudian membawanya ke kasir. Ia
membayar dan membawa pulang barang2 itu. Konteksnya : membeli barang.
 Kasir bisa saja mengembalikan atau menyimpan barang tsb jika tidak dalam konteks
membeli barang, misalnya jika Nina tidak jadi membelinya saat itu.
3) Sebuah papan bertuliskan “Awas, anjing galak!” dipasang di pagar rumah yang
memiliki anjing galak. Konteksnya : peringatan adanya anjing galak.
 tulisan itu tidak akan bermakna apabila diletakkan di dalam sebuah gudang
penyimpanan barang.
Berikut ini disajikan 2 wacana yang akan memperjelas peranan konteks dalam wacana. Tugas
anda adalah memahami wacana tsb dan menyimpulkan konteksnya.
Wacana 1 : Seorang ibu mendengarkan anaknya yang masih berumur dua tahun menyayikan
lagu Balonku Ada Lima dengan lancar. Ibu tersebut berkata kepada anda : "Pintar ya kamu".
Konteks wacana tersebut adalah : …….

Wacana 2 : Seorang ibu meminta tolong pada anak remajanya untuk membeli gula di warung,
uang kembaliannya dihabiskan untuk membeli coklat kesukaannya. Ibu berkata: "Pintar ya
kamu".
Konteks wacana tersebut adalah : …….

Jadi, konteks sangatlah penting dalam sebuah wacana untuk dapat dipahami dengan benar dan
utuh. Apapun bentuk pernyataan yang disampaikan yang memiliki makna dan terdapat
konteks di dalamnya dapat dikatakan sebagai sebuah wacana.

b. Jenis Wacana
Pengklasifikasian jenis wacana bergantung pada sudut pandang/paradigma yang digunakan.
Pemahaman terhadap jenis-jenis wacana akan memudahkan dalam menganalisis sebuah
wacana. Jenis wacana dapat dikaji dari segi realitasnya (eksistensinya), media komunikasinya,
cara pengungkapan/pemaparannya, dan jenis pemakaiannya.
1) Jenis wacana berdasarkan realitas/ eksistensinya
a) Wacana verbal : yaitu penggunaan fonem, morfem, frasa, dan kalimat dalam
berbahasa, baik menyangkut bahasa tertulis maupun secara lisan. Jadi, struktur
kebahasaan yang disampaikan secara verbal dan memenuhi kriteria sebagai wacana,
memiliki awal dan akhir yang jelas, dapat dianggap sebagai wacana verbal.
b) Wacana nonverbal : wacana yang terdiri dari unsur-unsur nonkebahasaan (bahasa
tubuh /body language) karena penutur berkomunikasi dengan mitra tuturnya dengan
memainkan anggota tubuh. Wacana nonverbal juga dapat berupa simbol-simbol
umum yang telah menjadi kesepakatan masyarakat. Misalnya tanda-tanda rambu lalu
lintas atau bunyi-bunyi yang dihasilkan melalui kentongan. Umumnya seseorang
menggunakan kombinasi wacana verbal dan nonverbal. Misalnya : ketika seorang
berbicara, anggota tubuhnya seperti tangan, mata, dan kepala senantiasa bergerak
mengikuti nada suara, dan situasi psikologinya.

2) Jenis Wacana berdasarkan Media/Saluran Komunikasinya


a) Wacana lisan / spoken discourse
Wacana yang disampaikan secara lisan dalam bahasa verbal. (Mulyana, 2005).
Sering disebut tuturan (speech) atau ujaran (utterance).Wacana lisan biasanya
merujuk pada sebuah percakapan atau dialog yang lengkap dari awal sampai akhir.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Untuk dapat memahami wacana lisan, sang penerima dan penutur harus menyimak
atau mendengarkannya. Wacana harus dipahami seketika itu juga.
Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya berupa:
(1) Percakapan yang lengkap dari awal sampai akhir, misalnya obrolan di warung
kopi, khutbah, siaran radio/TV
(2) Satu penggalan percakapan yang lengkap.
Misalnya :
– Ica : “Ini ada lilin”
– Ania : “Apakah kau punya korek?”
– Rudi : “Tertinggal di ruang makan tadi pagi.”
Penggalan wacana ini berupa bagian dari percakapan dan merupakan situasi yang
komunikatif.

b) Wacana Tulis
Wacana tulis yaitu wacana/teks yang berupa rangkaian kalimat yang
menggunakan ragam bahasa tulis. Wacana tulis dapat kita temukan dalam bentuk
buku, berita koran, artikel, makalah dan sebagainya.
Ciri –ciri wacana tulis yaitu :
(1) Biasanya panjang dan menggunakan bentuk bahasa yang baku
(2) Dapat dilihat kembali tanpa ada perbedaan unit – unit kebahasaannya
(3) Biasanya mempunyai unsur kebahasaan yang lengkap.
Ada juga wacana tulis yang pendek, banyak dijumpai tempat umum. Contoh : Pintu
keluar; Awas! tegangan tinggi ! ; Kocok dahulu sebelum diminum

3) Jenis wacana berdasarkan cara pengungkapannya (tujuan komunikasinya)


a) Wacana Deskriptif
Suatu wacana yang mengemukakan gambaran tentang sesuatu hal atau seseorang,
yang biasanya ditampilkan secara rinci. Merupakan hasil pengamatan serta kesan-
kesan penulis tentang objek pengamatan tersebut. Apabila deskripsi itu bagus,
pembaca akan dapat membayangkan sesuatu yang digambarkan itu. Yang
digambarkan itu dapat berupa sesuatu yang nyata (riil), dapat juga merupakan fiksi.
Contoh wacana deskriptif:
Hari telah petang, sebentar lagi akan gelap. Di kejauhan masih tampak
semburat warna merah yang menunjukkan bahwa sang surya menjelang turun ke
peraduannya. Anak-anak gembala pulang sambil duduk di punggung
kerbau yang baru dimandikan. Para petani pulang dari sawah sambil berjalan
beriringan. Makin lama, sinar lembayung makin menghilang di balik horizon.
Suasana hening di desa, burung pun telah kembali ke sarangnya. Bulir-bulir padi
yang tadi siang kuning keemasan, kini menjadi bayangan hitam, demikian juga
gerumbul pohon-pohonan di kejauhan tampak berwarna kegelapan. Di jalan, masih
ada satu dua orang yang lewat tergesa-gesa seakan takut kehilangan rumahnya.
Contoh di atas merupakan wacana deskriptif yang menggambarkan pemandangan di
desa di senja hari.

b) Wacana Naratif
Biasa disebut cerita, dan merupakan serangkaian peristiwa yang terjadi pada
seorang tokoh (bisa manusia, binatang, tanaman atau benda). Peristiwa bisa berupa
peristiwa nyata, ataupun fiktif. Wacana naratif ditandai oleh adanya hubungan
waktu. Peristiwa-peristiwa disusun bisa secara kronologis, bisa juga tidak, yang
penting ada hubungan waktu di antara peristiwa-peristiwa tersebut dan semua
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

mempunyai kesatuan. Unsur cerita adalah subjek (tokoh yang melakukan tindakan),
predikat (tindakan) dan temporalitas (hubungan waktu).
Contoh :
Eko Ivano Winata adalah seorang penulis yang berasal dari jejaring maya khusus
karya fiksi. Mengawali karirnya di tahun 2015. Kala itu ia memiliki pengikut
sebanyak 275 ribu di akunnya, dan di awal 2019 ini sudah menginjak angka 5 juta.
Ia memiliki 4 karya fiksi yang sudah naik cetak. Eko adalah laki-laki berdarah
Sunda, menyukai The Marvel dan kini sedang menggarap satu project film bersama
suatu PH yang mengangkat cerita pertamanya, Senior.
Memiliki karya yang banyak disukai orang, tak lantas membuat Eko menjadi
sombong. Pria yang selalu menyebut dirinya sebagai Athlas ( Salah satu tokoh
dalam ceritanya ), pernah berkata jika dirinya hanyalah penulis yang amatir.
Keempat karyanya sudah beberapa kali cetak ulang seperti Senior yang akan
dijadikan film dan tayang pada tahun 2019 ini. Ia selalu membagikan pengalaman
serta penggarapan project film-nya melalui sosial media. Lelaki ini sering
memberikan motivasi pada pengikutnya yang juga penulis untuk selalu optimis dan
konsisten dalam menulis.
Dalam pesannya ketika Meet and Great di suatu acara, Eko berkata untuk tidak
menyerah dalam menekuni hobi menulis. Jangan berpatokan dengan kesuksesan
terlebih dahulu namun nikmati proses yang ada didalamnya.

c) Wacana Eksplikatif
Wacana eksplikatif mengandung suatu penjelasan dan bertujuan agar para pembaca
memahami sesuatu (suatu fenomena). Wacana ini tidak digunakan untuk mengubah
pendapat orang, melainkan untuk memberikan suatu pengetahuan, memperluas
pandangan, atau menerangkan suatu pokok permasalahan.
Wacana ini sering digunakan untuk menampilkan uraian ilmiah (misalnya makalah)
dan bahasa yang digunakannya adalah bahasa objektif (apa adanya,
tidak dipengaruhi pendapat pribadi), bukan bahasa subjektif (menurut pendapat
sendiri). Ciri wacana ini adalah adanya suatu pertanyaan sebagai pembuka wacana.
Contoh wacana eksplikatif: Apakah yang dimaksud dengan abreviasi? Abreviasi
adalah proses morfologis berupa pemenggalan satu atau beberapa bagian dari
kombinasi leksem/kata sehingga terjadi bentuk baru yang berstatus kata. Abreviasi
ini menyangkut penyingkatan, pemenggalan, akronimi, kontraksi, lambang huruf.
(KBBI).

d) Wacana Instruktif
Menampilkan petunjuk (misalnya aturan pakai), aturan (misalnya aturan main),
peraturan (misalnya peraturan pada suatu perguruan) dan pedoman (misalnya
pedoman dalam suatu organisasi). Wacana ini dibuat agar si pembaca melakukan
suatu tindakan atau sebaliknya, tidak melakukan suatu tindakan tertentu.

Contoh wacana instruktif :

Efek Penuaan Dapat Dihambat


Penuaan kulit, 95% disebabkan oleh matahari. Jadi, lindungilah kulit memakai krim
tabir surya dengan daya lindung yang memadai setiap kali berada di udara terbuka.
Untuk tulang dan jaringan penyangga tubuh, usahakanlah mengkonsumsi makanan
bergizi seimbang setiap hari. Jangan lupa intake kalsium untuk menjaga tulang.
Makanan sumber kalsium antara lain susu dan produk susu, ikan, kacang-kacangan,
bayam, brokoli, buah-buahan yang dikeringkan. Lakukanlah latihan fisik minimal 3
kali seminggu, lamanya 30 menit, berupa latihan aerobic dan latihan beban.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Sedangkan untuk menghambat efek penuaan pada rambut, pastikan makanan anda
mengandung cukup vitamin B12, mineral, zink, dan zat besi.
(Femina, 5-11 Agustus 2017, hal. 81)

e) Wacana Argumentatif
Bertujuan mempengaruhi, mengubah pendapat, sikap atau tingkah laku bahkan
menggoyahkan keyakinan pembaca atau pendengarnya. Mengubah pendapat itu
dilakukan dengan memberikan argumen-argumen yang logis sehingga bisa dipercaya
kebenarannya. Karena itu, penanda utama dari wacana argumentatif adalah hubungan
logis antar gagasan.
Untuk mempengaruhi pembacanya suatu argumen bisa dikemukakan dengan
berbagai strategi persuasif. Kadang, argumen dapat ditampilkan dengan bantuan
wacana lain, misalnya wacana deskriptif dapat dibuat sebagai argumen terhadap
pemecahan suatu masalah, bahkan juga dalam bentuk naratif (misalnya suatu fabel
/dongeng sebagai argumen moral).
Efektivitas suatu wacana argumen terletak pada :
(1) koherensi (kejelasan/masuk akal) dan kohesi (keserasian/keterpaduan hubungan
unsur)
(2) penalarannya (induktif/deduktif)
(3) cara penyusunannya (dalam bentuk kausal, konsekutif /urut-urutan, atau oposisi).

Contoh wacana argumentatif:


Hamil Boleh Haji
Wanita hamil boleh naik haji. Aturan ini diperuntukkan bagi wanita dengan usia
kandungan 26 minggu atau 6 bulan. Ketentuan itu diberlakukan tahun depan.
Sebelumnya, wanita hamil di atas 7 minggu tak diperkenankan pergi haji. Calon
jamaah harus mempersiapkan kehamilannya agar tetap sehat sebelum disuntik vaksin
meningitisuntuk mencegah penyakit radang selaput otak , kata Tulus, Direktur
Penyelenggara Haji Departemen Agama.
Akan tetapi keputusan itu tak otomatis melegakan semua orang. Nugroho
Kampono, Kepala Bagian Kebidanan RSCM Jakarta, misalnya, tetap keberatan
aturan itu diterapkan. Risiko yang ditanggung wanita hamil terlalu besar. Ibu hamil
sangat sensitive terhadap virus, yang bisa mempengaruhi kesehatan janin, Secara
alami, tubuh wanita hamil diprogram untuk rileks . Contohnya, otot rahim dan
pembuluh darah melemah. Maka, banyak wanita hamil yang mengalami varises.
Mereka mudah lelah dan mengantuk. Selain itu, Nugroho juga mengingatkan bahwa
suntikan meningitis tak baik buat wanita hamil. (GATRA, No. 49 Tahun VI, 21
Oktober 2019)
Dalam wacana di atas, tampak ada dua gagasan yang bertolak belakang/oposisi.

Contoh lain :
Krim ini terbuat dari bahan herbal dan sudah bersertifikat BPOM, sangat ampuh
untuk kulit yang kasar, disertai flek-flek hitam. Membuat wajah anda menjadi
cerah dan kinclongalami, karena mengandung sari
bengkoang dan mulberry, dikombinasikan dengan lendir siput. Hasilnya
sudah terbukti dari ribuan testimony pemakai. Buktikan sendiri. Anda tidak
perlu mengeluarkan biaya mahal untuk mendapatkan kulit wajah yang kenyal
dan putih bercahaya.
 Wacana ini berusaha mempengaruhi pembacanya untuk membeli produk tersebut.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

f) Wacana Informatif
Sebenarnya semua wacana memberikan informasi disamping tujuan lainnya, misalnya
untuk menggambarkan sesuatu (deskriptif), untuk bercerita (naratif), untuk
mempengaruhi orang lain (argumentatif), untuk menjelaskan sesuatu (eksplikatif) dan
untuk memberi perintah (instruktif). Wacana dikatakan informatif jika memang betul-
betul terpusat pada memberi informasi saja, informasi yang langsung dibutuhkan.
Biasanya wacana ini merupakan wacana yang singkat saja. Misalnya, wacana jam
praktek dokter, wacana jam kedatangan dan keberangkatan kereta api, bus atau kapal
terbang, dan lain-lain.

2. Analisis Wacana
a. Pengertian Analisis Wacana
Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis
wacana adalah : suatu kajian yang menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah,
baik dalam bentuk tulis maupun lisan (ujaran) yang menekankan pada penggunaan
bahasa dalam konteks. (Stubbs : 1983). Data dalam analisis wacana selalu berupa teks,
baik teks lisan maupun tulis.
Salah satu tujuan analisis wacana adalah mengamati kesatuan wacana itu. Tidak menelaah
satu kalimat atau satu paragraf saja, namun keseluruhan teks, termasuk kaitan antara wacana
itu dengan konteksnya (misalnya situasi dibalik berita itu, mengapa penulis memaparkan
konteks itu dengan cara begitu, dsb).

b. Metode Analisis Wacana Kritis


Dari sekian banyak model analisis wacana, model Teun A. Van Dijk adalah model yang
paling banyak dipakai karena model ini mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa
diaplikasikan secara praktis terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya
suatu teks. Van Dijk membagi kerangka analisis wacana menjadi tiga struktur/tingkatan,
yang masing-masing bagian saling mendukung, yaitu:
1) Struktur makro, merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat dipahami
dengan melihat topik dari suatu teks.
2) Superstruktur, adalah kerangka suatu teks, bagaimana struktur dan elemen wacana itu
disusun secara utuh.
3) Struktur mikro, adalah makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisis kata,
kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase yang dipakai dan sebagainya.
Ketiga struktur atau elemen wacana yang dikemukakan Van Dijk secara lebih rinci
dijabarkan pada tabel berikut :
Tabel 1. Analisis Wacana Model Teun A. Van Dijk

Struktur Wacana Elemen Hal yang diamati


Tematik - Topik
Struktur Makro Tema atau topik dalam Topik menunjukkan informasi yang
(Makna global /umum suatu teks/wacana. paling penting atau inti dari pesan
suatu teks yang dapat yang ingin disampaikan komunikator.
diamati dari topik/tema Topik baru bisa disimpulkan setelah
yang diangkat). kita tuntas membaca teks tsb.

Superstruktur Skematik - Skema atau struktur teks


(Kerangka suatu teks : Bagaimana teks di- Pendahuluan, isi, penutup. Bisa juga
bagaimana struktur dan skemakan dari berupa alur dari teks dari awal hingga
elemen wacana itu pendahuluan sampai akhir. akhir.
disusun secara utuh)
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Semantik -Latar/setting (tempat, waktu,


Makna yang ingin suasana). Latar menentukan ke arah
ditekankan dalam teks. mana pandangan pembaca hendak
Makna yang muncul dari dibawa.
hubungan antar kalimat, -Detail (strategi pengungkapan,
antar proposisi yang pernyataan secara implisit/tersirat)
membangun makna tertentu -Maksud (tujuan wacana)
dalam keseluruhan teks. -Praanggapan * (lihat catatan
dibawah tabel)

Sintaksis -Bentuk kalimat, (apakah logis


(Bagaimana pendapat dan menentukan makna teks)
Struktur Mikro disampaikan?) -Koherensi, (hubungan
(Makna wacana yang dapat antarkata/kalimat dalam teks)
diamati dengan -Penggunaan kata ganti
menganalisis pilihan kata, (ketepatan penggunaan kata ganti :
kalimat, anak kalimat, dia, mereka, kita, kami, dsb)
proposisi/dalil,
paraphrase, gaya bahasa, Stilistik -Leksikon/kosakata
dsb) Bagaimana pilihan kata bagaimana pemilihan kosakata nya
yang dipakai dalam teks. sehingga pilihan kata tsb
menunjukkan pemaknaan yang tepat
terhadap fakta/realitas yang disajikan.

Retoris -Grafis : misal gaya huruf (ukuran,


Bagaimana dan dengan cetak tebal, miring, garis bawah
cara apa penekanan dsb) atau penggunaan grafik,
dilakukan. gambar, tabel.
-Metafora : pepatah, perumpamaan,
atau peribahasa/kiasan,ungkapan dari
ayat suci, dsb sebagai bumbu cerita.
- Ekspresi : curahan perasaan, ide,
imajinasi penulis.
Sumber: Eriyanto (2001)
Catatan tentang peranggapan :
Praanggapan adalah asumsi-asumsi atau intereferensi yang tersirat dalam ungkapan Bahasa tertentu..
Umpama saja dalam ujaran berikut:
1) Ayah saya datang dari Surabaya.
Keterangan Praanggapan: 1. Saya mempunyai ayah; 2. Ayah ada di Surabaya.
2) Apakah si Boncel masih pemabuk?
 mengandung praanggapan bahwa si Boncel biasannya mabuk pada waktu lampau.
3) Si Boncel masih meneruskan kebiasaan sebagai seorang pemabuk.
 mengandung praanggapan Si Boncel biasa mabuk pada waktu lampau dan Si Boncel adalah
pemabuk pada masa sekarang.
4) Kami tidak jadi berangkat.
 praanggapan : kami seharusnya berngkat.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

C. KEGIATAN BELAJAR 2 : PRAKTIKUM


Setelah anda melakukan Kegiatan Belajar 1, tentunya anda sudah memiliki pemahaman secara
umum mengenai wacana dan analisis wacana. Kegiatan praktikum kali ini bertujuan agar anda
memiliki pemahaman yang lebih mendalam lagi tentang analisis wacana dengan proses sbb :
1. Bersama dosen melakukan analisis wacana menggunakan wacana di Lampiran 1 modul ini.
2. Bergabung dalam Forum diskusi untuk membicarakan hal-hal yang belum anda pahami
melalui grup WA. Silahkan ajukan pertanyaan melalui chat WA, dan akan dijawab melalui voice
WA.
3. Diskusi kelompok melakukan analisis wacana : Bentuklah kelompok terdiri dari 4-5 mahasiswa.
Baca dan pahami wacana tentang bidan yang terlampir pada Lampiran 2 modul ini. Lakukan
diskusi kelompok menganalisis wacana menggunakan model Van Dijk. Catat hasilnya.

RA NG K U MAN

1. Wacana merupakan suatu rangkaian pernyataan yang dinyatakan secara lisan


ataupun tulisan dan memiliki hubungan makna antarsatuan bahasanya serta terikat
konteks. Oleh karenanya wacana dapat dipahami oleh pembaca dan pendengar.
2. Jenis wacana berdasarkan realitas/ eksistensinya terdiri dari Wacana verbal dan Wacana
nonverbal. Jenis Wacana berdasarkan Media/Saluran Komunikasinya mencakup
Wacana lisan / spoken discourse dan Wacana Tulis. Sedangkan Jenis wacana
berdasarkan cara pengungkapannya (tujuan komunikasinya) dibedakan dalam Wacana
Deskriptif , Wacana Naratif , Wacana Eksplikatif , Wacana Instruktif , Wacana
Argumentatif, dan Wacana Informatif
3. Analisis wacana adalah : suatu kajian yang menganalisis bahasa yang digunakan secara
alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan (ujaran) yang menekankan
pada penggunaan bahasa dalam konteks.
4. Analisis wacana model Teun A. Van Dijk adalah model yang paling banyak dipakai,
dimana kerangka analisis wacana dibagi menjadi tiga struktur/tingkatan, yang masing-
masing bagian saling mendukung, yaitu: 1) Struktur makro, 2) Superstruktur, dan 3)
Struktur mikro.

TUGAS KELOMPOK

Buatlah laporan (bentuk format tabel) hasil analisis wacana kelompok menggunakan wacana di
Lampiran 2, dengan menerapkan model Van Dijk. Tugas dikumpulkan dalam waktu 1 minggu
setelah perkuliahan melalui Helti.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Lampiran 1.

LATIHAN ANALISIS WACANA MODEL VAN DIJK

Wacana tentang kehamilan.

Beban fisik dan mental biasa dialami oleh ibu hamil karena perubahan fisik dan hormonalnya,
seperti bentuk tubuh yang melebar dan kondisi emosi yang naik turun. Beban ini sering diperparah
dengan munculnya trauma-trauma kehamilan, sehingga masalah yang dihadapi ibu pun makin
kompleks. Trauma masa hamil, bisa datang dari banyak faktor. Hal sepele seperti menyaksikan film
horor bisa saja mendatangkan trauma padahal sebelumnya tidak masalah bila ibu menyaksikan film
jenis apa pun: horor, laga, atau thriller. Namun di saat hamil, adegan yang menyeramkan, mengerikan,
atau menyedihkan bisa sangat membekas dan berujung menjadi trauma. Ibu jadi takut pergi ke kamar
mandi sendirian, takut menyetir mobil, khawatir bakal terjadi sesuatu yang mengancam jiwanya, cemas
kalau sendirian di malam hari, dan sebagainya. Ketakutan ini menjadi sangat berlebihan, sehingga
sangat mengganggu kondisi psikologisnya.
Menurut Dra. Shinto B. Adelaar MSc. dari RS Internasional Bintaro, Tangerang, Banten, bila
beban trauma ini terus berlanjut, dampaknya akan berbekas pada janin. Terlebih jika ibu sampai
mengalami stres. “Untuk itu, ibu hamil tidak boleh memperhatikan kesehatan fisik saja, melainkan juga
kesehatan psikologisnya. Salah satunya dengan menghindari trauma masa hamil yang dapat berujung
pada stres, yakni timbunan permasalahan yang tidak bisa diatasi dengan baik.” Tidak semua ibu
menyadari bahwa aspek fisik dan psikis adalah dua hal yang terkait erat, saling pengaruh-
mempengaruhi, atau hampir tidak terpisahkan. Jika kondisi fisiknya kurang baik, maka proses berpikir,
suasana hati, kendali emosi dan tindakan yang bersangkutan dalam kehidupan sehari-hari akan terkena
imbas negatifnya. Antara lain, suasana hati atau keadaan emosi cepat berubah, kepekaan meningkat,
dan perubahan pola atau pilihan makanan yang juga akan berpengaruh pada konsep diri sang ibu.
Kondisi psikologis yang dialami ibu selama hamil, kemudian akan kembali mempengaruhi
aktivitas fisiologis dalam dirinya. Suasana hati yang kelam dan emosi yang meledak-ledak dapat
mempengaruhi detak jantung, tekanan darah, produksi adrenalin, aktivitas kelenjar keringat, sekresi
asam lambung, dan lain-lain. Trauma, stres, atau tekanan psikologis juga dapat memunculkan gejala
fisik seperti letih, lesu, mudah marah, gelisah, pening, mual atau merasa malas. Karena perubahan yang
terjadi pada fisik mempengaruhi aspek psikologis dan sebaliknya, maka mudah bagi ibu hamil untuk
mengalami trauma. Menurut Shinto, trauma ini ternyata dapat dirasakan juga oleh janin. Bahkan, janin
sudah menunjukkan reaksi terhadap stimulasi yang berasal dari luar tubuh ibunya. Sementara dalam
masa perkembangan janin, ada masa-masa yang dianggap kritis yang menyangkut pembentukan organ
tubuh. Oleh karena itu, mau tidak mau ibu hamil selain harus menjaga kondisi fisik ia juga harus
menjaga kondisi psikisnya agar bayinya dapat tumbuh sehat.

- Membaca Bersama wacana tsb


- Menganalisis Bersama dosen dan menuliskan hasilnya di kolom hasil pada tabel
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

ANALISIS WACANA MODEL VAN DIJK


Struktur Hasil
Elemen Hal yang diamati
Wacana
Tematik - Topik
Struktur Makro Tema atau topik dalam Topik menunjukkan informasi
(Makna global /umum suatu teks/wacana. yang paling penting atau inti dari
suatu teks yang dapat pesan yang ingin disampaikan
diamati dari topik/tema komunikator. Topik baru bisa
yang diangkat). disimpulkan setelah kita tuntas
membaca teks tsb.

Superstruktur Skematik - Skema atau struktur teks


(Kerangka suatu Bagaimana teks di- Pendahuluan, isi, penutup, atau bisa
teks : bagaimana skemakan dari juga berupa jalan cerita teks (untuk
struktur dan elemen pendahuluan sampai akhir. fiksi).
wacana itu disusun
secara utuh)

Semantik -Latar/setting (tempat, waktu,


Makna yang ingin suasana). Latar menentukan ke arah
ditekankan dalam teks. mana pandangan pembaca hendak
Makna yang muncul dari dibawa.
hubungan antar kalimat, -Detail (strategi pengungkapan,
antar proposisi yang pernyataan sikap secara implisit)
Struktur Mikro membangun makna -Maksud (tujuan wacana)
(Makna wacana yang tertentu dalam keseluruhan -Praanggapan, (pernyataan yang
dapat diamati dengan teks. digunakan untuk mendukung makna
menganalisis pilihan kata, suatu teks)
kalimat, anak kalimat,
proposisi/dalil,
paraphrase, gaya bahasa, Sintaksis -Bentuk kalimat, (apakah
dsb) (Bagaimana pendapat logis dan menentukan makna
disampaikan?) teks)
-Koherensi, (hubungan
antarkata/kalimat dalam teks)
-Penggunaan kata ganti
(ketepatan penggunaan kata
ganti : dia, mereka, kita, kami,
dsb)

Stilistik -Leksikon/kosakata
Bagaimana pilihan kata bagaimana pemilihan kosakata nya
yang dipakai dalam teks. sehingga pilihan kata tsb
menunjukkan pemaknaan yang
tepat terhadap fakta/realitas yang
disajikan.

Retoris -Grafis : misal gaya huruf


Bagaimana dan dengan (ukuran, cetak tebal, miring,
cara apa penekanan garis bawah dsb) atau
dilakukan. penggunaan grafik, gambar,
tabel.
-Metafora : pepatah,
perumpamaan, atau
peribahasa/kiasan,ungkapan dari
ayat suci, dsb sebagai bumbu
cerita.
- Ekspresi : curahan perasaan, ide,
imajinasi penulis.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-
UPM-8

LAMPIRAN 2 :

Surabaya, Jatim Terkini - Menjadi


bidan selama 30 bukan berarti harus
stagnan dengan ilmu yang jauh dari
inovasi dan pengetahuan baru.
Sekretaris IBI Ranting DKK
Surabaya, Istiqomah, SSt M Kes.
memandang bidanlah yang menjadi
garda depan pelayanan KIA
sehingga knowledge, skills and
attitudes harus terus
ditingkatkan secara
berkesinambungan. Seperti yang
dilakukannya selama 18 tahun
menjadi Bidan Praktik. Dalam kurun w
aktu tersebut, ia mengaku
lika-liku
Istiqomah, SSt, M.Kes perjalanan Praktik Mandiri Bidan
(PMB) cukup beragam. Terlebih lagi
lokasinya

berada di
wilayah yang padat penduduk dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi
masyarakatnya yang menengah ke bawah. “Di sinilah peran bidan sebagai agen
promotif, preventif kesehatan dituntut tanggap dan inovatif dalam
menghadapi situasi.”tuturnya. Oleh karena itu dia mengikuti berbagai
pelatihan dan diklat untuk meng-update pengetahuan dan meningkatkan
kompetensinya.
Bidan Puskesmas Sidotopo Surabaya ini juga menjelaskan bahwa bidan saat ini
harus inovatif. Salah satu upaya layanan inovatif yang sudah ia terapkan di
PMB yaitu, membuat kelas ibu hamil. Dalam program ini para ibu hamil akan
diedukasi bagaimana kiat merawat kehamilan, perencanaan persalinan hingga
nifas dan menyusui bayi. Program lainnya yaitu memberikan penyuluhan pada
ibu balita. “ Kegiatan ini sebagai monitoring perkembangan yang dilakukan 3
bulan sekali.” terangnya. Program yang tak kalah inovatifnya yaitu layanan baby
spa. Progam ini merupakan salah satu bentuk terapi sentuh dan senam serta
swimming (renang) yang berfungsi sebagai salah satu teknik stimulasi yang
penting bagi bayi. Program inovatif lain yang ia lakukan yaitu hypnobirthing
dan hypnotherapi untuk ibu hamil. Dia membuka kelas setiap dua minggu
sekali dan ibu hamil minimal mengikuti tiga kali di masa kehamilannya.
“Harapannya, ibu pada masa kehamilan dan saat persalinan merasa nyaman
dan tenang. “ katanya memberi penjelasan.

Selama menjadi Bidan Delima, ia mengatakan ada sejumlah tantangan


yang harus dihadapi karena adanya tuntutan peningkatan sarana dan kualitas
layanan. Untuk mencukupi sarana dan peralatan, secara bertahap dia
menyisihkan sebagian penghasilannya. Juga dengan merekrut bidan lainnya
untuk menjamin kualitas layanan. Istiqomah menjelaskan untuk bisa menjadi
Bidan Delima tentu harus melakukan standarisasi keahlian, kompetensi,
peralatan, sarana, dan prasarana, serta manajemen klinik agar sesuai dengan
standar Kemenkes RI.
Perempuan murah senyum yang sudah menekuni profesi bidan selama
30 tahun ini menandaskan, seiring perubahan dan perkembangan zaman,
tuntutan peningkatan kualitas pelayanan adalah suatu hal yang wajib. Ini tak lain
untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta menurunkan angka kematian ibu
dan anak. Untuk memenuhi hal tersebut tentu diperlukan bidan yang menguasai
kompetensi dan inovatif. Sedangkan saat ini bisa dikatakan masih banyak
bidan yang belum memenuhi syarat tersebut karena tingkat pendidikan yang
minimal, keterbatasan dalam IPTEK dan sikap profesionalisme yang kurang serta
pelayanan yang tidak sesuai dengan SOP.“ Selalu memperbaharui
pengetahuan melalui jalur diklat dan pengembangan pendidikan sangat
penting.” tuturnya. (Soni/Kurniawan)
https://jatimterkini.com/
KESALAHAN / FALLACIES PENALARAN
A. APAKAH KESALAHAN PENALARAN ITU?

Tanpa sadar kita sering melakukan kekeliruan dalam proses berpikir. Kesalahan penalaran
adalah argumen yang sepertinya tampak benar, tapi setelah dibuktikan dengan pemeriksaan,
ternyata tidak benar.
Argumen yang premisnya tidak mendukung kesimpulan adalah salah satu kesimpulan yang
bisa salah bahkan jika semua premisnya benar. Dalam kasus semacam ini, penalaran yang
dilakukan buruk, dan argumen yang dipakai bisa dikatakan keliru. Sebuah kesalahan adalah
suatu kesesatan dalam berpikir. Setiap kesalahan adalah jenis argumen yang salah.
Empat jenis utama kesalahan penalaran, yaitu: kesalahan relevansi, kesalahan karena induksi
yang lemah, kesalahan praduga, dan kesalahan ambiguitas.

B. KESALAHAN RELEVANSI

Kesalahan relevansi terjadi jika antar premis tidak punya hubungan logika dengan
kesimpulan. Misalnya, bukti, peristiwa atau alasan yang diajukan tidak berhubungan atau
tidak menunjang sebuah kesimpulan. Jadi perlu hati-hati, ketika sebuah argumen bergantung
pada premis yang tidak relevan dengan kesimpulan, maka tidak mungkin dibangun
kebenarannya.
Dalam kesalahan relevansi, argumen bergantung pada tempat yang mungkin tampak relevan,
namun, pada kenyataannya tidak. Argumen seperti ini kesalahan karena mereka mengalihkan
perhatian dari fakta yang relevan dan berusaha untuk membuktikan kebenaran kesimpulan
berdasarkan informasi yang tidak relevan. Kesesatan ini timbul apabila seseorang menarik
kesimpulan yang tidak relevan dengan premis yang ada. Dari sisi logika dapat dikatakan,
kesimpulan yang ditarik tidak merupakan implikasi dari premisnya. Jadi, tidak ada sama
sekali hubungan logis antara premis dan kesimpulannya.
Beberapa macam kesalahan penalaran yang termasuk dalam kesalahan relevansi adalah:
1. Menampilkan emosi: Argumentum Ad Populum
Argumentum populum ditujukan untuk massa. Pembuktian sesuatu secara logis tidak
perlu. Yang diutamakan ialah menggugah perasaaan massa sehingga emosinya terbakar
dan akhirnya akan menerima sesuatu konklusi tertentu. Yang seperti ini biasanya terdapat
pada pidato politik, demonstrasi, kampanye, propaganda dan sebagainya. Contoh: Kalau
cinta tanah air, beli produk tanah air.
2. Menampilkan rasa kasihan: Argumentum Ad Misericordiam
Penalaran ini disebabkan oleh adanya belas kasihan. Maksudnya, penalaran ini ditujukan
untuk menimbulkan belas kasihan sehingga pernyataan dapat diterima. Argumen ini
biasanya berhubungan dengan usaha agar sesuatu perbuatan dimaafkan.
Contoh: Seorang pencuri yang tertangkap basah mengatakan bahwa ia mencuri karena
lapar dan tidak mempunyai biaya untuk menembus bayinya di rumah sakit, oleh karena itu
ia meminta hakim membebaskannya.
3. Menampilkan kekuasaan/power: Argumentum Ad Baculum
Penunjukkan kekuasaan, untuk penerimaan kesimpulan, menujukkan adalah kesesatan
pikir yang sejak awal tidak memerlukan untuk didiskusikan sama sekali. Tujuannya adalah
menekan dan memenakut- nakuti.
Argumentum ad baculum banyak digunakan oleh orang tua agar anaknya menurut pada
apa yang diperintahkan, contoh menakut-nakuti anak kecil: Bila tidak mau mandi nanti
didatangi oleh wewe gombel (sejenis hantu yang mengerikan). Contoh:

·Bila anda tidak percaya kepada Tuhan, maka akan masuk neraka dan disiksa secara
mengerikan sekali selama-lamanya.
·Apabila anda tidak mengakui bahwa pendapat saya adalah benar, maka anda adalah
seorang pengkhianat.

MK Berpikir Kritis_ Kesalahan Penalaran Page 1


4.Argumentum Ad Hominem
Kesesatan ini terjadi jika kita berusaha agar orang lain menerima atau menolak sesuatu
usulan, tidak berdasarkan alasan penalaran, akan tetapi karena alasan yang berhubungan
dengan kepentingan si pembuat usul. Jadi sebuah kesesatan penalaran yang berupa
menyerang pribadi dari orang yang menyampaikan pendapat, bukan pada pendapat itu
sendiri.
Contoh:
·Hati-hati bergaul dengan Anton. Ayahnya seorang mantan tapol.
·Jangan banyak bertanya, kamu masih anak ingusan.

Ada dua jenis argumentum ad hominem, yaitu:


a. Abusif,
yaitu serangan terhadap pribadi atau personal abuse. Argumentum ad Hominem tipe
pertama ini adalah argumen yang diarahkan untuk menyerang manusianya secara
langsung. Penerapan argumen ini dapat menggambarkan tindak pelecehan terhadap
pribadi individu yang menyatakan sebuah argumen. Hal ini keliru karena ukuran logika
dihubungkan dengan kondisi pribadi dan karakteristik personal seseorang yang
sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau kekeliruan isi argumennya. Argumen ini
juga dapat menggambarkan aspek penilaian psikologis terhadap pribadi seseorang atau
karakteristik personal yang melibatkan gender, fisik atau sifat.
b. Circumstantial,
yaitu serangan yang menitikberatkan pada keyakinan seseorang dan lingkungan
hidupnya. Pada umumnya ad hominem tipe ini menunjukkan pola pikir yang diarahkan
pada pengutamaan kepentingan pribadi, suka-tidak suka, kepentingan kelompok-bukan
kelompok, dan hal-hal yang berkaitan dengan SARA. Sebagai contoh: Saya tidak setuju
dengan apa yang Pembicara S katakan karena ia bukan orang Islam. Demikian juga
ketika ada dua orang yang terlibat dalam sebuah konflik atau perdebatan, ada
kemungkinan masing-masing pihak tidak dapat menemukan titik temu dikarenakan
mereka tidak mengetahui apakah argumen masing- masing itu benar atau keliru. Hal ini
terjadi ketika masing-masing pihak beragumen atas dasar titik tolak dari ruang lingkup
yang berbeda satu sama lain.
Kedua tipe Argumentum ad hominem adalah argumentasi-argumentasi yang mengarah
kepada hal-hal negatif dan biasanya melibatkan emosi.

5. Kesimpulan tidak sesuai: Ignoratio Elenchi


Ignoratio elenchi adalah kesesatan yang terjadi saat seseorang menarik kesimpulan yang
tidak relevan dengan premisnya. Loncatan dari premis ke kesimpulan semacam ini umum
dilatarbelakangi prasangka, emosi, dan perasaan subyektif. Ignoratio elenchi juga dikenal
sebagai kesesatan "red herring".
Contoh:
·Kasus pembunuhan umat minoritas difokuskan pada agamanya, bukan pada tindak
kekerasannya.
·Seorang pejabat berbuat dermawan; sudah pasti dia tidak tulus/mencari muka.
·Saya tidak percaya aktivis mahasiswa yang naik mobil pribadi ke kampus.
·Sia-sia bicara politik kalau mengurus keluarga saja tidak becus.

C. KESESATAN KARENA INDUKSI YANG LEMAH/CACAT

1. Argumentum ad Ignorantiam (argumen dari ketidaktahuan)


Kesalahan terjadi ketika berargumen bahwa proposisi adalah benar hanya atas dasar
bahwa belum terbukti salah, atau bahwa itu adalah salah karena belum terbukti benar.
Contoh:
·Karena tidak ada yang berdemonstrasi, saya anggap semua masyarakat setuju kenaikan
BBM.
·Saya belum pernah lihat Tuhan, setan, dan hantu; sudah pasti mereka tidak ada.

MK Berpikir Kritis_ Kesalahan Penalaran Page 2


Sanggahan atas Galileo adalah contoh nyata kesesatan pikir. Pihak pemerintah yang
merasa dirinya ahli dan tidak mungkin salah sampai akhirnya memutuskan untuk
menghukum mati Galileo. Galileo adalah orang pertama yang melaporkan adanya gunung
dan lembah di bulan, kesimpulan yang diambil melihat dari pola bayangan yang ada di
permukaan. Ia kemudian memberi kesimpulan bahwa bulan itu "kasar dan tidak rata,
seperti permukaan bumi sendiri", tidak seperti anggapan Aristoteles yang menyatakan
bulan adalah bola sempurna yang diikuti oleh para teolog jaman itu.

2. Argumentum Ad Verecundiam
Kesalahan penalaran jenis argument ad verecundiam terjadi ketika meminta penjelasan
dari orang yang terkemuka namun tidak memiliki legitimasi atau yang kompeten di
bidangnya. Jadi, kesesatan ini disebabkan oleh penolakan terhadap sesuatu tidak
berdasarkan nilai penalarannya, akan tetapi karena disebabkan oleh orang yang
mengemukakannya adalah orang yang berwibawa, dapat dipercaya, seorang pakar. Secara
logis tentu dalam menerima atau menolak sesuatu tidak bergantung kepada orang yang
dianggap pakar. Kepakaran, kepandaian, atau kebenaran justru harus dibuktikan dengan
penalaran yang tepat. Pepatah latin berbunyi, “Tantum valet auctoritas, quantum valet
argumentation”; yang maknanya, „Nilai wibawa itu hanya setinggi nilai argumentasinya‟.
Contoh: Meminta Picasso untuk menjelaskan mengapa perekonomian kita merosot.

3. Kesesatan non causa pro causa (False Cause)


Kesesatan yang dilakukan karena penarikan penyimpulan sebab-akibat dari apa yang
terjadi sebelumnya adalah penyebab sesungguhnya suatu kejadian berdasarkan dua
peristiwa yang terjadi secara berurutan. Orang lalu cenderung berkesimpulan bahwa
peristiwa pertama merupakan penyeab bagi peristiwa kedua, atau peristiwa kedua adalah
akiat dari peristiwa pertama - padahal urutan waktu saja tidak dengan sendirinya
menunjukkan hubungan sebab-akibat.
Kesesatan ini dikenal pula dengan nama kesesatan post-hoc ergo propter hoc (sesudahnya
maka karenanya)
Contoh:
Seorang pemuda setelah diketahui baru putus cinta dengan pacarnya, esoknya sakit.
Tetangganya menyimpulkan bahwa sang pemuda sakit karena baru putus cinta.
Kesesatan: Padahal diagnosa dokter adalah si pemuda terkena radang paru-paru karena
kebiasaannya merokok tanpa henti sejak sepuluh tahun yang lalu.

4. Hasty Generalization (Generalisasi yang tergesa-gesa)


Kesalahan pikir karena generalisasi yang terlalu cepat. Misalnya, sudah langsung
menggeneralisir bahwa semua DPR adalah pejabat yang suka korupsi. Dengan
mengatakan anggota DPR adalah koruptor,
merupakan sebuah kesesatan pikir, sebab pasti ada juga anggota DPR yang bersih. Namun
kesan yang ada adalah seluruh DPR itu koruptor.

D. FALLACIES OF PRESUMPTION / KESALAHAN PRADUGA

Kesalahan kategori kedua ini mengandung kekeliruan praduga yang meragukan atau tidak
benar yang dianggap benar. Kita harus dapat melihat mengapa asumsi-asumsi dibuat, dan
bagaimana menghindari membuat kesalahan atau terpengaruh oleh kesalahan jenis ini.
1. Kesesatan Aksidensi
Adalah kesesatan penalaran yang dilakukan oleh seseorang bila ia memaksakan aturan-
aturan/ cara- cara yang bersifat umum pada suatu keadaan atau situasi yang bersifat
aksidental; yaitu situasi yang bersifat kebetulan, tidak seharusnya ada atau tidak mutlak.
Contoh:
·Gula baik karena gula adalah sumber energi, maka gula juga baik untuk penderita
diabetes.

MK Berpikir Kritis_ Kesalahan Penalaran Page 3


·Orang yang makan banyak daging akan menjadi kuat dan sehat, karena itu vegetarian
juga seharusnya makan banyak daging supaya sehat.

2.Kesesatan karena pertanyaan yang kompleks


Kesesatan ini bersumber pada pertanyaan yang sering kali disusun sedemikian rupa
sehingga sepintas tampak sebagai pertanyaan yang sederhana, namun sebetulnya bersifat
kompleks.
Jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maksud dari kesesatan ini adalah karena
pertanyaan yang diajukan sangat kompleks, bukan hanya pertanyaan yang memerlukan
jawaban ya atau tidak.
Contoh:
·Apakah kamu yang mengambil majalahku? Jawab ya atau tidak. ·Pertanyaan-pertanyaan
yang sering diajukan oleh penyidik kepada calon tersangka atau saksi.

3.Begging the Question: Petitio Principii


Mengajukan pertanyaan dengan mengasumsikan kebenaran dari apa yang berusaha untuk
dibuktikan, dalam upaya untuk membuktikannya. Kesesatan petitio principii juga dikenal
karena pernyataan berupa pengulangan prinsip dengan prinsip.
Kesesatan terjadi dalam kesimpulan atau pernyataan pembenaran di mana premis
digunakan sebagai kesimpulan dan sebaliknya, kesimpulan dijadikan premis. Sehingga
meskipun rumusan (teks/kalimat) yang digunakan berbeda, sebetulnya sama maknanya.
Contoh:·Belajar logika berarti mempelajari cara berpikir tepat, karena di dalam berpikir
tepat ada logika.
·"Anda tahu kan kantor masuknya jam 8, kenapa baru masuk jam 9?" "Ya karena saya
telat, pak."

E. FALLACIES OF AMBIGUITY

Dalam kesalahan ambiguitas, penalaran menjadi salah karena kata atau frase dalam argumen
menyesatkan. Faktor bahasa dapat menjadi satu sumber kekeliruan. Makna kata yang jamak
dan kesalahan penempatan kata dalam sebuah kalimat, menyebabkan makna kalimat
bersangkutan menjadi bercabang atau membingungkan (ambiguitas).

1. Kesesatan Ekuivokasi
Kesesatan ekuivokasi adalah kesesatan yang disebabkan karena satu kata mempunyai lebih
dari satu arti. Bila dalam suatu penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah kata yang sama,
maka terjadilah kesesatan penalaran. Ada dua jenis kesesatan ekuivokasi, verbal dan non
verbal.
a. Kesesatan Ekuivokasi verbal
Adalah kesesatan ekuivokasi yang terjadi pada pembicaraan dimana bunyi yang sama disalah
artikan menjadi dua maksud yang berbeda.
Contoh:
·Bisa (dapat) dan bisa (racun ular)
·Menjilat (es krim) dan menjilat (ungkapan yang dikenakan pada seseorang yang memuji
berlebihan dengan tujuan tertentu)
b. Kesesatan Ekuivokasi non-verbal
Contoh:
·Menggunakan kain/ pakaian putih-putih berarti orang suci. Di India wanita yang
menggunakan kain sari putih-putih umumnya adalah janda ·Bergandengan sesama jenis pasti
homo

2.Kesesatan Amfiboli
Kesesatan Amfiboli (gramatikal) adalah kesesatan yang dikarenakan konstruksi kalimat
sedemikian rupa sehingga artinya menjadi bercabang. Ini dikarenakan letak sebuah kata atau

MK Berpikir Kritis_ Kesalahan Penalaran Page 4


term tertentu dalam konteks kalimatnya. Akibatnya timbul lebih dari satu penafsiran
mengenai maknanya, padalahal hanya satu saja makna yang benar sementara makna yang
lain pasti salah.
Contoh: Dijual kursi bayi tanpa lengan.
·Arti 1: Dijual sebuah kursi untuk seorang bayi tanpa lengan.
·Arti 2: Dijual sebuah kursi tanpa dudukan lengan khusus untuk bayi.
Penulisan yang benar adalah: Dijual kursi bayi, tanpa lengan kursi.
Contoh lain: Kucing makan tikus mati.
·Arti 1: Kucing makan, lalu tikus mati
·Arti 2: Kucing makan tikus lalu kucing tersebut mati
·Arti 3: Kucing sedang memakan seekor tikus yang sudah mati.

3.Kesesatan Aksentuasi
Pengucapan terhadap kata-kata tertentu perlu diwaspadai karena ada suku kata yang harus
diberi tekanan. Perubahan dalam tekanan terhadap suku kata dapat menyebabkan perubahan
arti. Karena itu kurangnya perhatian terhadap tekanan ucapan dapat menimbulkan perbedaan
arti sehingga penalaran mengalami kesesatan.
a. Kesesatan aksentuasi verbal
Contoh:
·Serang (kota) dan serang (tindakan menyerang dalam pertempuran)
·Apel (buah) dan apel bendera (menghadiri upacara bendera)
·Mental (kejiwaan) dan mental (terpelanting)
·Tahu (masakan, makanan) dan tahu (mengetahui sesuatu) b. Kesesatan aksentuasi non-verbal

Contoh sebuah iklan:


"Dengan 2,5 juta bisa membawa motor"
Mengapa bahasa dalam iklan ini termasuk kesesatan aksentuasi non-verbal (contoh kasus):
Karena motor ternyata baru bisa dibawa (pulang) tidak hanya dengan uang 2,5 juta tetapi juga
dengan menyertakan syarat-syarat lainnya seperti slip gaji, KTP, rekening listrik terakhir dan
keterangan surat kepemilikan rumah, termasuk masih ada angsuran yang harus dibayar.

4. Kesesatan karena komposisi


Kesesatan karena komposisi terjadi bila seseorang berpijak pada anggapan bahwa apa yang
benar (berlaku) bagi individu atau beberapa individu dari suatu kelompok tertentu pasti juga
benar (berlaku) bagi seluruh kelompok secara kolektif.
Contoh: Badu ditilang oleh polisi lalu lintas di sekitar jalan Sudirman dan Thamrin dan polisi
itu meminta uang sebesar Rp. 100.000 bila Badu tidak ingin ditilang, maka semua polisi lalu
lintas di sekitar jalan sudirman dan thamrin adalah pasti pelaku pemalakan.

5. Kesesatan karena divisi


Kesesatan karena divisi terjadi bila seseorang beranggapan bahwa apa yang benar (berlaku)
bagi seluruh kelompok secara kolektif pasti juga benar (berlaku) bagi individu-individu
dalam kelompok tersebut.
Contoh:
·Umumnya pasangan artis-artis yang baru menikah pasti lalu bercerai. Dona Agnesia dan
Darius adalah pasangan artis yang baru menikah, pasti sebentar lagi mereka bercerai.
·Banyak pejabat pemerintahan korupsi. Budi adalah anggota DPR, maka Budi juga korupsi.

MK Berpikir Kritis_ Kesalahan Penalaran Page 5


Coba Anda perhatikan contoh di bawah ini.
(a) Pada hari ini saya datang terlambat karena jalannya macet
(b) Saya mohon maaf tidak bisa mengikuti arisan karena tidak ada waktu.
Kalimat di atas merupakan bagian surat yang sering kita lihat pada surat
pemberitahuan. Jika dilihat selintas memang kalimat di atas tampak efektif karena
mudah kita pahami. Akan tetapi, kalimat tersebut sebenarnya tidak efektif karena
salah nalar. Pada kalimat (a) terdapat frasa jalannya macet. Di dalam Kamus Besar
bahasa Indonesia (KBBI, 1994: 611) kata macet berarti terhenti atau tidak lancar.
Kata terhenti atau frasa
tidak lancar hanya boleh mengikuti kata yang bermakna ’gerak.’ Sedangkan kata
jalan tidak mengandung makna ’gerak.’ Oleh karena itu, frasa jalanya macet
mengalamai salah nalar, karena kata jalan pada konteks kalimat tersebut memang
tidak pernah bergerak.
Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi pada kalimat (b). Tuhan telah memberikan
waktu kepada kita 24 jam dalam satu hari dan satu malam. Jadi kalau ia tidak bisa
arisan karena tidak ada waktu, berarti terjadi salah nalar. Kemungkinan yang tidak
ada adalah kesempatan, karena setiap orang memiliki kesempatan yang berbeda-
beda.
Dua kalimat di atas dapat diperbaiki menjadi:
(a) Pada hari ini saya datang terlambat karena lala lintas macet
(b) Saya mohon maaf tidak bisa mengikuti arisan karena tidak ada
kesempatan untuk datang. Masih banyak contoh kalimat lain yang
salah nalar, misalnya:
(a) Mobil Pak Sanusi mau dijual.
(b) Waktu dan tempat kami persilakan kepada Bapak Rustamaji.
(c) Bola berhasil masuk ke gawang lawan.

(a) Mobil Pak Sanusi akan dijual.


(b) Bapak Rustamji kami persilakan.
(c) Ronaldo berhasil memasukkan bola ke gawang lawan.
MK Berpikir Kritis_ Kesalahan Penalaran Page 6

IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

MODUL MATA KULIAH


BERPIKIR KRITIS DALAM KEBIDANAN
TOPIK : KOHESI DAN KOHERENSI WACANA

DOSEN : SRI WIDATININGSIH, M.Mid.


PRODI D IV KEBIDANAN MAGELANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

TOPIK BAHASAN : KOHESI DAN KOHERENSI WACANA

2. Tema Modul: Kohesi Dan Koherensi Wacana


3. Mata Kuliah/Kode : Berpikir Kritis Dalam Kebidanan / BM.I.6.03
3. Jumlah SKS : 3 SKS (Kuliah/Teori : 2 SKS, Seminar/Praktikum : 1 SKS)
3. Alokasi waktu: T = 100 menit dan P= 100 menit

4. Tujuan Pembelajaran :
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :
Memahami tentang pengertian kohesi dan koherensi
Memahami tentang piranti kohesi
Menjelaskan tentang piranti koherensi
5. Gambaran umum modul :
Modul ini memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai Kohesi dan koherensi dalam
wacana. Modul terdiri dari 2 kegiatan belajar yaitu Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan
Belajar Praktikum yang disusun secara sitematis mengkombinasikan teori dengan praktikum
untuk melatih mahasiswa agar lebih memahami tentang Kohesi dan koherensi wacana. Pada
akhir kegiatan belajar terdapat postest yang harus dikerjakan secara mandiri untuk mengukur
pemahaman mahasiswa terhadap materi yang disajikan
6. Karakteristik mahasiswa (Prasyarat) :
Mahasiswa semester V Prodi D IV Kebidanan Magelang Poltekkes Kemenkes Semarang yang
mengambil MK Berpikir Kritis dalam Kebidanan.
7. Target Kompetensi :
Kemampuan menganalisis kohesi dan koherensi dalam wacana
8. Indikator :
Melakukan analisis kohesi dan koheransi wacana dengan benar.
11. Materi pembelajaran : Terlampir
c. Stratategi pembelajaran : Belajar mandiri (discovery learning), diskusi.
d. Sarana penunjang pembelajaran : Modul, HELTI, Whatsapp.
e. Metode evaluasi : Postest
f. Daftar Pustaka
Arifin, E. Zaenal.2015. Wacana Transaksional dan Interaksional. Tangerang: Pustaka
Mandiri.
Keraf, Gorrys (2000). Diksi dan Gaya Bahasa (Bab 1). Gramedia Pustaka Utama.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip –prinsip
analisis
wacana.Yogyakarta: Tiara Wacana.
Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Rajawali Pers.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

URAIAN MATERI

(c) PENDAHULUAN
Selamat bergabung di Modul Mata Kuliah Berpikir Kritis Dalam Kebidanan, pada topik Kohesi dan
Koherensi Wacana. Para mahasiswa, ketika anda menulis suatu wacana baik itu berupa tugas,
laporan kasus, esai ilmiah, materi pendidikan kesehatan, ataupun skripsi, tentunya anda ingin supaya
tulisan tersebut mudah dipahami oleh pembaca bukan? Nah, salah satu faktor penting dalam rangka
meningkatkan keterbacaan itu adalah adanya kepaduan bentuk (kohesi) dan kepaduan makna
(koherensi) dalam tulisan anda. Disinilah pentingnya anda mempelajari tentang kohesi dan
koherensi dalam wacana agar anda dapat membuat wacana yang mudah diinterpretasikan oleh
pembaca.
Modul ini terdiri dari Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum yang disusun secara
sitematis untuk melatih pemahaman anda mengenai Kohesi dan Koherensi Dalam Wacana. Pada
akhir kegiatan belajar terdapat postest yang harus anda kerjakan secara mandiri guna mengukur
pemahaman anda terhadap materi yang disajikan.
Keberhasilan proses pembelajaran ini tergantung dari kesungguhan anda. Selamat belajar! Semoga
lancar semua prosesnya.

(d) KEGIATAN BELAJAR 1 : TEORI


Kohesi
Pengertian

Kohesi adalah hubungan di antara kalimat dalam sebuah wacana, baik dari segi gramatikal
(tata bahasa) maupun dari segi tingkat leksikal (kosa kata). Konsep kohesi mengacu pada
hubungan unsur teks yang disebutkan sebelumnya, dengan yang disebutkan sesudahnya
(Zaimar dan Harahap, 2009). Suatu wacana dikatakan kohesi jika unsur bahasanya saling
merujuk dan berkaitan secara sistematis. Dengan kohesi, setiap kata atau kalimat dalam
wacana saling mengikat secara harmonis dan wajar. Dalam hubungannya dengan Koherensi,
maka kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi.

Piranti (=sarana/alat) Kohesi


Piranti kohesi dalam sebuah wacana mencakup kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
Kohesi gramatikal
artinya kepaduan hubungan semantis (makna) antar unsur yang ditandai alat bahasa yang
digunakan. Kohesi gramatikal dapat berwujud referensi (pengacuan), subtitusi
(penggantian/penyulihan), elipsis (pelesapan), konjungsi (penghubungan), inversi
(pembalikan), dan pemasifan kalimat..
b Pengacuan (Referensi), satuan bahasa yang mengacu pada satuan bahasa lain yang
mendahului atau mengikutinya. Contoh :
a Keluarga itu berniat membangun rumah. Sudah lama sekali mereka menumpang

dirumah saudaranya. keluarga itu , mereka, dan -nya merupakan pengacuan (kata
ganti orang)
b Pak Adi harus membayar hutang sekarang. Saat ini pak Adi sedang tidak

mempunyai penghasilan. sekarang dan saat ini (waktu)
c Substitusi (penyulihan) adalah hubungan antar kata dan kata lain yang digantikannya.
Suatu kata dapat digantikan oleh kata lain untuk tujuan tertentu, misalnya untuk
menghindari penyebutan berulang. Contoh :
- Arloji yang saya beli kemarin rusak, tapi untungnya itu bisa cepat

diganti. Substitusi Nominal , kata itu menggantikan frasa nominal arloji yang
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

saya beli kemarin.



- Mereka bekerja keras. Kami juga begitu. Substitusi verbal, karena kata begitu
menggantikan frasa verbal bekerja keras.

(d) Indonesia kalah di final. Ya, saya dengar demikian. Substitusi klausal, karena kata
demikian menggantikan klausa Indonesia kalah di final

(c) Elipsis (Pelesapan) adalah penghilangan unsur (subjek, predikat, objek, atau
keterangan) pada sebuah struktur secara sengaja untuk mengefektifkan kalimat. Contoh
:
(a)Budi seketika terbangun, Budi menutupi matanya karena silau, Budi mengusap

muka dengan saputangannya, lalu Budi bertanya, “Di mana ini?” menjadi :
Budi seketika terbangun., menutupi matanya karena silau, mengusap muka
dengan saputangannya, lalu bertanya, “Di mana ini?”

(d) Konjungsi (penghubungan) : menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain
dalam wacana. Contoh :
- Relawan tim Alpha membebaskan sandera dengan senjata. Para duta
besar membebaskan sandera dengan diplomasi politik.  Relawan tim
Alpha membebaskan sandera dengan senjata sedangkan para duta besar dengan
diplomasi politik.( “sedangkan” adalah konjungsi)
Pengungsi meninggalkan rumah yang terendam banjir. Pengungsi

menuju barak pengungsian dan beristirahat. Pengungsi meninggalkan
rumah yang terendam banjir lalu menuju barak pengungsian dan
beristirahat. (lalu”dan “dan” sebagai konjungsi).
(d) Inversi (Pembalikan) : Pembalikan susunan DM (diterangkan-menerangkan). Contoh :

Kemarin saya pergi ke Yogya. Disana saya membeli buku. normalnya : Saya
membeli buku di Yogya.
(e) Pemasifan : kalimat berstruktur pelaku (aktif) diubah menjadi berstruktur sasaran
(pasif). Contoh :

Saya mempunyai buku baru. Buku itu tadi dipinjam teman saya. Yang
menjadi fokus pada kalimat kedua adalah buku. Oleh karena itu, kalimat aktif
“Teman saya tadi meminjam buku itu” diubah menjadi kalimat pasif. “Buku itu
tadi dipinjam teman saya”.

Kohesi Gramatikal

Pengacuan Substitusi Pelesapan Konjungsi Inversi Pemasifan Kalimat

Gambar : Piranti/Sarana Kohesi gramatikal

2) Kohesi leksikal artinya kepaduan kosa kata. Kohesi leksikal, yaitu hubungan antarunsur
dalam wacana secara semantic (tata kalimat). Kohesi leksikal diperoleh dengan cara
memilih kosakata yang serasi. Kohesi leksikal antara lain dapat berupa repetisi
(pengulangan), sinonim (padanan kata), antonim(lawan kata), metonim, hiponim,
hipernim.
a) Repetisi, adalah pengulangan satuan bahasa (bunyi, suku kata, kata, atau bagian
kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang
sesuai. Contoh :
- Sebagai seorang beriman , berdoalah selagi ada kesempatan, selagi diberi
kesehatan, dan selagi diberi umur panjang. Berdoa wajib bagi manusia.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

- Aku dan dia terpaksa harus tinggal berjauhan, tetapi aku sangat
mempercayai dia, dia pun sangat mempercayai aku. Aku dan dia saling
mempercayai.

b) Sinonim, berfungsi untuk menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan
Bahasa tertentu dengan satuan Bahasa yang lain dalam wacana. Contoh ;
- Saya sudah terima bayaran. Gajiku naik.
- Tina adalah sosok wanita yang pandai bergaul. Betapa tidak.Baru pindah
dua hari ke sini, dia sudah bisa beradaptasi dengan baik.
- Gunakan landasan teori yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut.
Pendekatan problem solving pun harus akurat.

c) Antonim, satuan bahasa yang maknanya berlawanan atau beroposisi. Contoh :


- Hidup dan matinya perusahaan tergantung dari usaha kita. Jangan hanya
diam menunggu kehancuran, mari kita mencoba bergerak dengan cara lain.

- Baik orang kaya maupun orang miskin, semua mempunyai hak yang sama
unutk mengenyam pendidikan.
- Pak Rahmat adalah dokter. Beliau sangat baik kepada semua
pasiennya
d) Metonim adalah sebuah majas (gaya bahasa) yang menggunakan sepatah-dua patah kata
yang merupakan merek, macam, dsb yang merupakan satu kesatuan dari sebuah kata.
Contoh:
- Rokok diganti Djarum atau Gudang Garam. Mobil diganti dengan Kijang. Air
Mineral diganti dengan Aqua. Honda untuk motor, dsb.
e) Hiponim : merupakan suatu kata yang memiliki arti hierarkies, atau kata-kata yang
terwakili maknanya oleh kata yang lebih umum.
f) Hipernim (kata umum) yaitu kata yang mewakili banyak kata didalamnya.
Contoh kata hiponim dan hipernim dalam kalimat.
-Di laut Papua terdapat berbagai jenis ikan seperti ikan pari, hiu, paus, salmon, tuna
dan lain-lain. Hiponim: ikan pari, ikan hiu, ikan paus ikan salmon, ikan tuna.
Hipernim: ikan
-Di rumah Andi terdapat berbagai macam kendaraan seperti sepeda motor, mobil,
becak, dan truk. Hiponim: Sepeda motor, mobil, becak,dan truk. Hipernim:
Kendaraan.
-Di pasar terdapat berbagai macam buah-buahan seperti mangga, melon, jeruk,
semanka, salak, anggur, pepaya, kelengkeng, manggis dan lain-lain. Hipomin:
mangga, melon, jeruk, semangka, salak, anggur, pepaya, kelengkeng, manggis.
Hipernim: Buah

2. Koherensi
Koherensi adalah kepaduan gagasan, fakta, ide menjadi suatu untaian yang logis
sehingga pesan yang dikandung dalam wacana mudah memahami. Bila suatu wacana tidak
memiliki koherensi, maka akan menjadi tidak logis, tidak ada keterkaitan/keterhubungan
makna antar kalimat agar menjadi kalimat yang utuh dan logis. Jadi dalam wacana koherensi,
kalimat yang dihasilkan mempunyai hubungan satu sama lain.

Jika kohesi berkenaan dengan perpautan bentuk, maka koherensi berkenaan dengan perpautan
makna. Meskipun kohesi dan koherensi umumnya berpautan, bukan berarti bahwa kohesi
harus ada agar wacana menjadi koheren. Ada wacana yang ditinjau dari segi teks nya kohesi,
tetapi tidak koheren. Demikian juga sebaliknya, ada wacana yang ditinjau dari segi teksnya
tidak kohesi, tetapi koheren.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Contoh berikut adalah kohesif, tetapi tidak koheren :


‘Dengan bantuan pemerintah pejabat itu membeli Mazda baru. Mobil itu berwarna biru.
Biru tua menjadi idam-idaman warna mobil pemuda sekarang. Modernisasi memang
telah banyak mengubah keadaan dalam waktu singkat. Saat ini manusia seakan-akan di
persimpangan jalan. Jalan ke sorga atau ke neraka rupanya tidak dipedulikan lagi. Sorga
dunia dituntutnya dengan itikad neraka yang penuh dengan kebobrokan’.

Pada contoh di atas tampak kekohesian pada Mazda-mobil; warna biru-biru tua; sekarang-
modernisasi; waktu singkat-saat ini; jalan-jalan; sorga-neraka-sorga dunia. Akan tetapi,
terdapat kekacauan perpautan antar kalimat sehingga sukar menggambarkan wacana tsb
menjadi sebuah wacana yang koheren.
Contoh berikut tidak kohesif, tetapi koheren dalam tuturan :
A: Dik, tolong itu teleponnya dijawab. B :
Aduh, lagi tanggung, Mas.
Jika ditinjau dari kata-katanya, tidak ada perpautan antara A dan B. Akan tetapi, kedua
kalimat itu adalah koheren karena maknanya berkaitan. Perkaitan itu disebabkan oleh adanya
kata-kata yang tersembunyi yang tidak diucapkan. Kalimat B sebenarnya dapat berbunyi
“Maaf Mas, saya tidak dapat menjawab telepon itu karena saya lagi tanggung, menggoreng
tempe.”

Contoh koheren dan kohesif :


(a)Bahasa sehari-hari merupakan bahasa yang di pakai dalam pergaulan dan percakapan
sehari-hari. (b) pada umumnya bentuk bahasa yang dipakai sederhana dan singkat. (c)
kata-kata yang digunakan pun tidak banyak jumlah dan ragamnya. (d) kata-kata yang
dipakai hanyalah kata-kata yang lajim dan umum dalam pergaulan sehari-hari, misalnya
kata bilang, bikin, ngapain, ngerjain. (e) kata itu hanya cocok dipakai dalam percakapan.
(f) sering juga kata-kata yang di gunakan itu menyimpan dari pola kaidah yang benar,
misalnya di bikin betul (dibetulkan), ngeliatin (melihat), belum liat (belum melihat). (g)
bahkan, lafalnya pun sering menyimpang, misalnya malem hari (malam hari), dapet
(dapat), mas’alah (masalah).
Bagian-bagian wacana di atas saling mempunyai hubungan secara maknawi, misalnya kalimat
(b) merupakan penjelasan rinci kalimat (a). Wacana itu termasuk wacana padu secara makna,
karena hampir setiap bagian kalimat berhubungan padu secara maknawi dengan bagian
lain. Selain itu, wacana itu juga kohesi. Ada beberapa kata yang diulang (kata bahasa pada
kalimat
(a) dan (b) dan kata-kata pada kalimat (d),(e) dan (f)) dan ada juga penggunaan penanda
transisi yang menunjukan kohesi (kata juga) pada kalimat f, (bahkan) pada kalimat (g).
Jadi, wacana selain harus kohesi juga harus koherensi. Jika harus memilih, maka
kepaduan makna lah (koherensi) yang harus diutamakan.

Tujuan penerapan koherensi antara lain ialah agar tercipta wacana yang memiliki
sifat serasi, runtut, dan logis. Sifat serasi artinya sesuai, cocok, dan harmonis nya hubungan
antar kalimat dalam kesatuan wacana. Runtut artinya urut, sistematis, tidak terputus-putus,
tetapi bertautan satu sama lain. Sedangkan sifat logis mengandung arti masuk akal, wajar,
jelas, dan mudah dimengerti.
a. Jenis hubungan antar bagian dalam wacana Koheren :
1. Hubungan Sebab-Akibat
Kalimat pertama menyatakan sebab, sedangkan kalimat berikutnya menyatakan akibat.
Contoh :
Koleksi perpustakaan itu khusus buku untuk siswa SD hingga SMA. Ia tidak menemukan
buku kebidanan di perpustakaan itu.
2. Hubungan Akibat-Sebab
Kalimat pertama menyatakan akibat, kalimat berikutnya menyatakan sebab
terjadinya/tindakan pada kalimat pertama. Contoh ;
Tanpa banyak persiapan pergilah ia ke kota yang jauh itu. Ia merasa rindu kepada
anaknya.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

3. Hubungan Sarana-Hasil
Kalimat kedua menyatakan sarana untuk perolehan yang dinyatakan pada kalimat
pertama. Contoh :
Atlit bulutangkis kita akhirnya mendominasi kejuaraan Indonesia Terbuka.
Kita tidak usah heran, mereka berlatih dengan ketat dan sangat disiplin.

4. Hubungan Sarana-Tujuan
Kalimat pertama menyatakan syarat untuk tercapainya apa yang dinyatakan pada kalimat
lain. Contoh :
Bekerjalah dengan keras. Cita-citamu menjadi orang kaya bakal kesampaian.

5. Hubungan Alasan-Tindakan
Kalimat pertama menyatakan alasan tindakan yang dinyatakan pada kalimat berikutnya.
Contoh :
Sudah lama sekali mereka numpang di rumah saudara . Tahun ini mereka bertekad
membangun rumah sendiri.

6. Hubungan Latar-Simpulan
Salah satu kalimat menyatakan simpulan atas pernyataan pada kalimat lainnya. Contoh :
Mobil itu buatan tahun 1970, tetapi mesinnya masih bagus, cat nya juga masih bagus.
Pemiliknya pandai merawatnya.

7. Hubungan Kelonggaran-Hasil
Salah satu kalimatnya menyatakan kegagalan suatu usaha yang dinyatakan pada kalimat
lainnya. Contoh :
Sudah lama aku di kota ini mencarinya. Alamat itu tak juga kutemukan.

8. Hubungan Syarat-Hasil
Salah satu kalimat menyatakan syarat untuk tercapainya apa yang dinyatakan pada
kalimat lainnya. Contoh :
Beri bumbu dan penyadap rasa yang tepat. Masakanmu pasti enak.

9. Hubungan Perbandingan
Kalimat pertama dibandingkan dengan yang dinyatakan pada kalimat berikutnya. Contoh:
Pengantin itu sangat anggun. Seperti dewa-dewi dari Khayangan.

10. Hubungan Parafrastis


Gagasan yang dinyatakan secara berbeda namun intinya maknanya tetap sama. Contoh :
Bupati tidak setuju dengan penambahan anggaran untuk proyek ini, karena tahun lalu

dana juga tidak habis. paraphrase : Bupati menolak addendum anggaran terkait
kegiatan ini, mengingat pengalaman tahun lalu dananya tidak terserap.

11. Hubungan Amplikatif


Gagasan yang dinyatakan pada kalimat pertama diperkuat atau ditegaskan dengan
gagasan pada kalimat berikutnya. Contoh :
Dua burung itu jangan dipisah. Masukkan dalam satu kandang saja.

12. Hubungan Adiftif


Gagasan yang dinyatakan pada kalimat pertama diikuti atau ditambah dengan gagasan
pada kalimat berikutnya. Contoh :
Biar dia duduk dulu. Saya akan selesaikan pekerjaan ini. (simultan).

13. Hubungan Identifikasi


Gagasan yang dinyatakan pada kalimat pertama didentifikasi dengan kalimat berikutnya.
Berikut penggunaan hubungan identifikasi dalam kalimat. Contoh :
Tidak bisa masuk ke universitas itu tidak berarti bodoh. Kamu tahu tidak, Einstein?
Fisikawan genius itu juga pernah gagal masuk ke universitas.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

14. Hubungan Generik-Spesifik


Kalimat pertama menyatakan gagasan umum atau luas, sedangkan kalimat berikutnya
menyatakan gagasan khusus atau sempit. Berikut penggunaan hubungan generik-spesiik
dalam kalimat. Contoh :
Gadis model itu sangat cantik. Wajahnya bersih, matanya indah, bibirnya menawan.
Apalagi jalannyaa, lenggak-lenggok sedap dipandang mata.

15. Hubungan Spesifik-Generik


Kalimat pertama menyatakan gagasan umum atau luas, sedangkan kalimat berikutnya
menyatakan gagasan khusus atau sempit. Berikut penggunaan hubungan spesifik-generik
dalam kalimat. Contoh :
Saya bangun tidur pukul 05.00. Saya mandi lalu salat subuh. Setelah itu saya membantu
ibu lalu makan pagi bila ada. Kemudian berangkat ke sekolah. Itulah kegiatanku setiap
pagi.

16. Hubungan Ibarat


Kalimat pertama diibaratkan seperti yang dinyatakan pada kalimat berikutnya. Berikut
penggunaan hubungan ibarat dalam kalimat. Contoh :
Kelihaiannya mengelola bisnis sungguh piawai. Memang dia seperti belut di lumpur
basah.

17. Argumentatif (makna alasan)


Kalimat kedua menyatakan argumen (alasan) bagi pendapat yang dinyatakan pada
kalimat pertama. Berikut penggunaan hubungan argumentatif dalam kalimat. Contoh :
Pak Ahmadi menang dalam pemilihan kepala desa. Dia orang yang bijaksana dan dapat
bergaul dengan siapa saja.

b. Koherensi pada Setiap Jenis Wacana

1) Koherensi dalam Wacana Naratif


Terdapat 3 macam hubungan yang menyebabkan wacana narasi menjadi koheren:
1.) Hubungan kausal antar satuan dalam isi cerita. Hubungan ini merupakan kerangka
cerita.
2.) Hubungan antara cerita fiksi dan dunia realita. Apabila cerita berupa dongeng,
maka perbedaan antara fiksi dan realita tidak menjadi masalah. Namun apabila
cerita berupa realis, maka kesenjangan antara cerita fiksi dan realita akan
berdampak pada koherensi cerita.
3.) Hubungan antar unsur bahasa: apa yang telah dikatakan terlebih dahulu harus
sesuai dengan apa yang dikatakan kemudian, agar wacana tersebut menjadi
koheren.

2) Koherensi dalam Wacana Deskriptif


Koherensi di dalam wacana deskriptif umumnya terdapat dalam hubungan ruang (tempat)
dan waktu. Artinya, yang digambarkan adalah objek pandangan yang berada dalam satu
ruang dan satu waktu.
Meskipun pandangan dalam deskripsi itu bisa meluas, namun selalu berada dalam
kesatuan ruang (tempat) dan kesatuan waktu.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Apabila dalam sebuah wacana menampilkan dua objek pandangan yang berbeda secara
rinci, maka itu adalah dua deskripsi yang berbeda ,atau kedua deskripsi tersebut tercakup
dalam suatu deskripsi objek yang lebih luas
3) Koherensi dalam Wacana Argumentatif
Terletak pada gagasan yang ditampilkan dengan alasan-alasan (argumen-argumennya).
Yang dipentingkan adalah hubungan antara gagasan tersebut dan alasannya.Gagasan
tersebut dapat dikemukakan di awal atau di akhir wacana.
4) Koherensi dalam Wacana Eksplikatif
Koherensi dalam wacana eksplikatif terletak pada hubungan antara uraian dan
kesimpulan.
Kesimpulan yang disampaikan dalam wacana ekplikatif harus memiliki koheren dengan
uraian-uraian yang telah dikemukakan.
5) Koherensi dalam Wacana Instruktif
Koherensi dalam wacana instruktif terletak pada hubungan kesejajaran antara satu
instruksi dengan yang lainnya, atau tidak boleh ada kontradiksi di dalamnya.
6) Koherensi dalam Wacana Informatif
Adanya hubungan antara teks dan situasi komunikasi

C. KEGIATAN BELAJAR 2 : PRAKTIKUM


Setelah anda melakukan Kegiatan Belajar 1, tentunya anda sudah memiliki pemahaman secara
umum mengenai Kohesi dan koherensi dalam wacana. Kegiatan praktikum kali ini bertujuan agar
anda memiliki pemahaman yang lebih mendalam lagi. Untuk itu, disediakan forum diskusi untuk
membicarakan hal-hal yang belum anda pahami melalui grup WA. Silahkan ajukan pertanyaan
melalui chat WA, dan akan dijawab melalui voice WA.

Setelah diskusi selesai, mari kita melakukan latihan bersama :


- Wacana : Sumarni dan anaknya pergi ke pasar karena ia akan membeli baju baru.
Pertanyaan : Apakah wacana tsb kohesif? Mengapa?

Jawaban : Tidak kohesif karena kata ia tidak jelas rujukannya apakah Sumarni atau anaknya.
Kalimat itu tidak kohesif karena tidak ada perpautan.

- Wacana : Bu Dewi mengajar matematika dan Bahasa Inggris. Pelajaran itu


dikuasainya dengan baik.
Pertanyaan : apakah kalimat tsb kohesif ? Mengapa?

Jawaban : Ya, kalimat tersebut KOHESIF. Kata “matematika dan bahasa inggris” di kalimat
pertama digantikan oleh kata “pelajaran itu” pada kalimat kedua. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa kedua kalimat itu memiliki hubungan kohesi.

- Wacana :
Listrik mempunyai banyak kegunaan. Orang tuaku berlangganan listrik dari PLN. Baru-baru ini
tarif listrik naik 25%, sehingga banyak masyarakat yang mengeluh. Akibatnya, banyak
pelanggan listrik yang melakukan penghematan. Jumlah peralatan yang menggunakan listrik
sekarang meningkat. Alat yang banyak menyedot listrik adalah AC atau alat penyejuk udara. Di
kantor-kantor sekarang penggunaan alat penyejuk udara itu sudah biasa saja, bukan barang
mewah. Pertanyaan : apakah wacana tsb kohesif dan koheren? Mengapa?
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Jawaban : Wacana di atas dikatakan kohesi, karena menggunakan alat kohesi pengulangan,
misalnya kata listrik yang diulang beberapa kali. Namun, paragraf tersebut tidak padu maknanya
karena kalimat-kalimatnya tidak mempunyai hubungan yang kepaduan hubungan maknawi.

Sekarang lakukan latihan mandiri menggunakan wacana berikut ini :

Bahasa Indonesia Diajarkan di 45 Negara


Peran budaya dan bahasa Indonesia dalam diplomasi internasional
sangat krusial. Tingginya minat orang asing belajar bahasa dan budaya
Indonesia harus disambut positif. Indonesia perlu menambah Pusat
Kebudayaan Indonesia di sejumlah negara, guna meningkatkan citra.
Prof.Andri Hadi mengemukakan hal itu pada pleno Kongres IX Bahasa
Indonesia. "Saat ini ada 45 negara yang mengajarkan bahasa Indonesia"
katanya. Mengambil contoh Australia, ia menjelaskan, bahasa Indonesia
menjadi bahasa populer keempat di Australia. Ada sekitar 500 sekolah
mengajarkan bahasa Indonesia bahkan sejak tingkat sekolah dasar. Untuk
kepentingan diplomasi dan menambah pengetahuan orang asing tentang
bahasa Indonesia, perlu diadakan modul-modul bahasa Indonesia di
internet, sehingga orang bisa mengakses di mana saja dan kapan saja.
Keberadaan Pusat Kebudayaan Indonesia di sejumlah negara
sangat membantu dan penting. Negara-negara asing gencar membangun
pusat kebudayaannya, seperti China yang dalam tempo 2 tahun
membangun lebih 100 pusat kebudayaan. Begitupun negara Jepang, dan
juga Korea. Dalam sesi pleno sebelumnya, Prof Andri Hadi mengatakan,
tuntutan dunia kerja masa depan memerlukan insan yang cerdas,
kreatif/inovatif, dan berdaya saing, baik lokal, nasional, maupun global.
(Kompas, 28 Januari 2017).
Analisis Kohesi dan Koherensi Paragraf 1 : …..

Analisis Kohesi dan Koherensi paragraph 2 : ….

RANGKUMAN

1. Kohesi adalah hubungan di antara kalimat dalam sebuah wacana, baik dari segi
gramatikal (tata bahasa) maupun dari segi tingkat leksikal (kosa kata). Piranti Kohesi
wacana mencakup Kohesi gramatikal yaitu Pengacuan, Subtitusi , Pelesapan ,
Konjungsi , Inversi, dan Pemasifan kalimat. Dan Kohesi leksikal antara lain dapat
berupa repetisi (pengulangan), sinonim (padanan kata), antonim(lawan kata), metonim,
hiponim, hipernim.
2. Koherensi adalah kepaduan gagasan, fakta, ide menjadi suatu untaian yang logis
sehingga pesan yang dikandung dalam wacana mudah memahami. Jenis hubungan
antar bagian dalam wacana Koheren :Hubungan Sebab-Akibat, Hubungan Akibat-
Sebab, Hubungan Sarana-Hasil, Hubungan Sarana-Tujuan, Hubungan Alasan-
Tindakan, Hubungan Latar-Simpulan, Hubungan Kelonggaran-Hasil, Hubungan
Syarat-Hasil, Hubungan Perbandingan, Hubungan Parafrastis, Hubungan Amplikatif,
Hubungan Adiftif, Hubungan Identifikasi, Hubungan Generik-Spesifik,
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Hubungan Spesifik-Generik, Hubungan Ibarat, Argumentatif. Adapun Koherensi pada Setiap


Jenis Wacana menyesuaikan dengan jenis wacananya.

TUGAS

Anda melakukan upload hasil latihan mandiri menggunakan wacana ‘Bahasa Indonesia
Diajarkan di 45 Negara’ di Helti dengan batas waktu maksimal pada pukul 18.00.

POST TEST

Lakukan post tes mandiri berikut ini :


PETUNJUK :
Soal terdiri dari 2 jenis :
I. Pilihlah satu jawaban yang benar (A, B, C, D ).
II. Pilihlah : A. Jika jawaban 1, 2, 3 benar
B. Jika jawaban 1 dan 3 yang benar
C. Jika jawaban 2 dan 4 yang benar
D. Jika semua jawaban benar

1. Wacana berikut ini, manakah yang kohesif ?


A. Bidan Ani berangkat menuju desa Sambirejo. Ia bermaksud
melakukan pertemuan dengan kader kesehatan di desa tersebut.
B. Bidan Ani berangkat menuju desa Sambirejo. Mereka bermaksud
melakukan pertemuan dengan kader kesehatan di desa tersebut.
C. Bidan Ani berangkat menuju desa Sambirejo. Ia bermaksud
melakukan pertemuan di desa mereka.
D. Bidan Ani berangkat menuju desa Sambirejo. Mereka bermaksud
mengadakan pertemuan dengannya.

2. Yang benar tentang kohesi dan koherensi :


1. Kohesi dan koherensi umumnya berpautan, namun bukan berarti
bahwa kohesi harus ada agar wacana menjadi koheren.
2. Kohesi berkenaan dengan perpautan bentuk, koherensi berkenaan
dengan perpautan makna.
3. Ada wacana yang dari segi teks lahirnya kohesi, tetapi tidak koheren.
4. Ada wacana yang ditinjau dari segi teks lahirnya tidak kohesi, tetapi
koheren.

3. Kohesi gramatikal antara lain berupa :


1. Pengacuan Subtitusi
2. Pelesapan
3. Konjungsi
4. Repetisi
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

4. Pak iwan adalah seorang yang tegas, seorang yang pandai, seorang yang suka
membantu sesama. Kalimat itu adalah contoh dari kohesi, yaitu :
A. Pengacuan Subtitusi
B. Pelesapan
C. Konjungsi
D. Repetisi
5. Koherensi di dalam wacana deskriptif umumnya terdapat dalam hubungan :
A. ruang (tempat) dan waktu.
B. subjek dan predikat
C. subjek dengan objek/sasaran
D. subjek dan waktu

KUNCI JAWABAN

1. A
2. D
3. A
4. D
5. A

PENILAIAN

Lakukan penilaian mandiri dengan cara sebagai berikut :

Jumlah Jawaban
NILAI = benar X 100
5

Bila anda telah mendapat nilai 70 atau lebih, anda dapat meneruskan pada kompetensi
selanjutnya untuk mata kuliah Konsep Kebidanan. Tetapi bila nilai anda masih kurang dari 70,
anda harus mengulangi materi kegiatan belajar ini, terutama pada bagian-bagian yang belum
anda kuasai.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

MODUL MATA KULIAH


BERPIKIR KRITIS DALAM KEBIDANAN
TOPIK : MORAL REASONING
DOSEN : SRI WIDATININGSIH, M.Mid.

PRODI D IV KEBIDANAN MAGELANG


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

TOPIK BAHASAN : MORAL REASONING

1. Tema Modul : Moral Reasoning


4. Mata Kuliah/Kode : Berpikir Kritis Dalam Kebidanan / BM.I.6.03
3. Jumlah SKS : 3 SKS (Kuliah/Teori : 2 SKS, Seminar/Praktikum : 1 SKS)
4. Alokasi waktu: T = 100 menit dan P= 100 menit

9. Tujuan Pembelajaran :
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :
Menjelaskan penalaran berbasis nilai etis
Mengenal tahap moral menurut Lawrence Kohlberg
Menganalisis moral reasoning pada kasus
10. Gambaran umum modul :
Modul ini memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai Moral Reasoning. Modul
terdiri dari 2 kegiatan belajar yaitu Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum
yang disusun secara sitematis untuk melatih mahasiswa agar lebih memahami tentang
Moral Reasoning. Pada akhir kegiatan belajar terdapat postest yang harus dikerjakan secara
mandiri untuk mengukur pemahaman mahasiswa terhadap materi yang disajikan
11. Karakteristik mahasiswa (Prasyarat) :
Mahasiswa semester V Prodi D IV Kebidanan Magelang Poltekkes Kemenkes Semarang
yang mengambil MK Berpikir Kritis dalam Kebidanan.
12. Target Kompetensi :
Kemampuan menganalisis moral reasoning pada kasus
13. Indikator :
Melakukan analisis moral reasoning pada kasus dengan benar.
11. Materi pembelajaran : Terlampir
g. Stratategi pembelajaran : Belajar mandiri (discovery learning), diskusi.
h. Sarana penunjang pembelajaran : Modul, HELTI, Whatsapp.
i. Metode evaluasi : Postest
j. Daftar Pustaka
Galbraith, Ronald E. Moral Reasoning : A Teaching Handbook for Adapting
Kohlberg to the Classroom. Greenhaven Press
Bertens, K. 2007. “Etika”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Drajat, Zakiyah. 1997. Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan
Bintang,
Durkheim, Emile, Moral Education, Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
Gibbs, C John, 2010. Moral Development.. New York: Oxford University Press
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

URAIAN MATERI

A. PENDAHULUAN

Dalam menentukan alternative tindakan untuk penyelesaian suatu masalah, seringkali anda
dituntut memberikan alasan pemberian alternative tindakan tersebut. Melalui pemberian
alasan inilah anda belajar memprediksi konsekuensi dari tindakan dan belajar menganalisis
aspek moral dari setiap permasalahan. Disinilah diperlukan penalaran moral yang matang
agar tindakan yang diambil tepat. Moral reasoning atau penalaran moral tidak hanya
berkaitan dengan “apa yang baik dan buruk” melainkan juga berkaitan dengan mengapa
dan bagaimana seseorang bisa sampai pada suatu keputusan bahwa sesuatu itu dianggap
baik dan buruk.
Modul ini terdiri dari Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum yang disusun
secara sitematis untuk melatih pemahaman anda mengenai moral reasoning (penalaran
moral). Pada akhir kegiatan belajar terdapat postest yang harus anda kerjakan secara
mandiri guna mengukur pemahaman anda terhadap materi yang disajikan. Keberhasilan
proses pembelajaran ini tergantung dari kesungguhan anda. Selamat belajar!

B. KEGIATAN BELAJAR 1 : TEORI


(e) Penalaran Berbasis Nilai Etis/Moral
Penalaran = proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (empirik) yang
menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. (Wikipedia). Moral adalah ajaran tentang
baik buruk yang diterima umum berkaitan dengan perbuatan, sikap, kewajiban, dsb.
(KBBI,2015). Moral hampir sama dengan akhlaq (Arab), etika (Yunani), serta
kesusilaan. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah lakunya sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosial. Misalnya berbuat baik,
menjaga ketertiban, menjaga kebersihan, menghargai hak orang lain, tidak mencuri,
berjudi, dsb.
Etis/Etika = hal yang berkaitan dengan dengan moral atau prinsip-prinsip moralitas serta
berkaitan dengan benar dan salah dalam melakukan sesuatu. Menurut Zubair (1987) etika
dan moral lebih kurang sama pengertiannya. Perilaku etis adalah perilaku yang sesuai
dengan etika yang berlaku, jadi perilaku etis merupakan perilaku yang bermoral,
bersusila.

2. Moral Reasoning/Penalaran Moral (Lawrence Kohlberg)


Moral reasoning adalah penilaian & perbuatan moral yang bersifat rasional. (Lawrence
Kohlberg,1995). Keputusan moral bukan tentang perasaan atau “nilai”, melainkan selalu
ada unsur tafsiran kognitif / pemikiran. Menurut Sarwono (2007 ) : seseorang yang
menerapkan moral reasoning akan menilai sesuatu itu baik atau buruk berdasarkan
penalaran.
Kohlberg mengungkapkan bahwa penalaran moral berkembang secara bertahap. Terdapat
tiga tingkatan dalam penalaran moral menurut Kohlberg yaitu : preconventional morality,
conventional morality, dan postconventional morality. Masing-masing tingkatan dibagi
menjadi dua tahapan sebagaimana diuraikan dalam tabel berikut ini :
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Tabel 1. Tahap Moral Lawrence Kohlberg


TINGKAT TAHAP KETERANGAN
Tahap I: Penghindaran Makna tahap :
- Tahap paling rendah, internalisasi nilai
hukuman dan kepatuhan moral
(Punishment avoidance belum terjadi.
- Sejenis
and obedience). otoriterisme
- Penalaran moral berdasarkan reward dan
punishme Perilak
nt external. u baik akan
mendapat hadiah, perilaku buruk
mendapat
hukuma
hukuman. Semakin keras n
dianggap semakin besar kesalahannya.
- Orientasi dan hukuman :
kepatuhan patuh
semata-mata karena ingin berbuat
patuh,
menghindari hukuman fisik atau
kerusakan
hak milik, patuh terhadap kekuasaan
yang
lebih tinggi (missal : orang dewasa).
Perspektif social
:
Pandanga egosentrik
- n , tidak
mempertimbangk sudu
an keinginan dan t
oran
pandang g lain , tidak menyadari
bahwa setiap berbeda. Tindakan
orang orang
lain hanya dipandang secara fisik, tidak ada
dorongan
Tingkat I: Prakonvensional psikologisnya.
(preconventional morality) Contoh : menganggap bahwa mencuri itu
Umumnya pada jahat dan harus dihukum
• anak- tanpa
anak, meskipun
dapat mempertimbangkan factor lain yang
pula ditunjukkan
oleh menyebabkannya.
orang dewasa.
• Seseorang yang Tahap 2: Individualisme Makna tahap :
berada dalam Penalaran moral didasarkan atas imbalan
dan timbal balik. - dan
tingkat pra- (individualism and kepentingan sendiri. ‘Apa untungnya buat
saya?’
konvensional exchange) Perbuatan yang benar adalah yang
memuaskan diri sendiri. Sesuatu
menilai moralitas dianggap
baik/benar bila dirasakan olehnya
suatu tindakan baik/benar.
Memberikan ha
berdasarkan - perhatian bila l itu juga
konsekuensinya berpengaruh terhadap kebutuhannya
jik sesuai
langsungnya. Murni - Menaati peraturan a dengan
kepentingannya memenuh
melihat diri dalam , bertindak untuk i
kebutuhanny sendir
keinginan dan a i dan
bentuk egosentris.
membiarkan orang lain bertindak
demikian
juga.
Perspektif social
Usia <10 tahun :
-
Pandangan individualistic yang konkret.
Menyadari bahwa setiap orang memiliki
keingina mungki
n yang n saling
bertentangan:
- Kebenaran bersifat
relative.
- Hubungan antar manusia dipandang seperti
hubungan umum/jual
beli dimana terdapat
unsur kewajaran, timbal balik,
persamaan
pembagian, dan bukan soal
kesetiaan, rasa
terima kasih , dan keadilan.
Misalnya “Jika
kamu membantu saya, nanti saya akan
gantian membantu
kamu”,
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Tahap 3:Keserasian Makna tahap :


hubungan interpersonal - Orientasi keserasian interpersonaldan
(Good interpersonal konformitas (sikap anak baik).
- Seseorang mulai masuk ke dalam
masyarakat
relationship).
dan memiliki peran sosial. Kebenaran,
keperdulian dan kesetiaan kepada orang lain
menjadi landasan pertimbangan moral.
d Keputusan didasarkan pada persetujuan orang lain.
e Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan atau
membantu orang lain. Mencoba menjadi
Tingkat II:Konvensional seorang yang baik untuk memenuhi
(conventional morality). harapan masyarakat karena telah
mengetahui bahwa penting melakukan hal
Umumnya terjadi pada tsb.
seorang remaja / - Perilaku kerap kali dinilai menurut
dewasa. Moralitas suatu niat/maksud nya (ungkapan “mereka
tindakan dinilai dengan bermaksud baik”).
membandingkannya (e) Percaya akan hukum Tuhan, keinginan menjaga peraturan
dengan pandangan & dan patuh pada penguasa berperilaku yang baik.
harapan masyarakat.
Perspektif social :
Menyadari perasaan, persetujuan, dan
Usia 10-13 tahun harapan bersama, bertenggang rasa.
Tahap 4: Hukum dan Makna tahap :
- Orientasinya : perilaku yang benar
aturan (Law and order). adalah
mentaati aturan social, peraturan,
hukum,
keadilan dan menjalankan tugas /
Sistem Sosial dan Suara kewajiban.
pelanggaran, terhada
Hati Menghindari hormat p
otoritas.
berperilak
- Terhormat jika u sesuai
kewajibanny
a.

Perspektif social :
Kebutuhan masyarakat lebih penting
daripada
kebutuhan pribadi.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Tahap 5: Kontrak Makna tahap :


social (social contract) - Menyadari bahwa masyarakat memiliki
berbagai nilai dan pendapat, dan
kebanyakan
Kontrak Sosial atau Hak bersifat relative.
tidak bersifat
Milik dan Hak Individu - Nilai2 dan hak yang relatif
(misalnya hak hidup dan kebebasan)
harus dijunjung tinggi walau
bagaimanapun pendapat kelompok
mayoritas.
Tingkat III : - Yang benar dan yang salah merupakan
Pascakonvensional soal
(Postconventional “pendapat
morality) “nilai” dan ” pribadi dengan
Tingkat berprinsip. mempertimbangkan kerangka “hukum
Kenyataan bahwa dan
individu adalah ketertiban
sesuatu yang terpisah ”.
dari masyarakat - Nilai dan aturan adalah bersifat relatif,
menjadi semakin jelas. dan
Perspektif seseorang bahwa standard dapat berbeda-beda untuk
harus dilihat sebelum setiap orang. Tidak ada pilihan yang pasti
perspektif masyarakat. benar atau absolut

Perspektif social :
Usia >13 tahun Memperhatikan perspektif seseorang
terlebih dahulu sebelum perspektif
masyarakat.

Tahap 6: Prinsip Etika Makna tahap :


telah
Universal. (Universal - Seseorang mengembangkan suatu
standar moral yang didasarkan pada hak-
ethical principle) hak
manusia secara universal.
- Penalaran moral berdasar pada prinsip
etika
NB : Sulit menemukan universal. Hukum hanya valid bila
berdasar
seseorang yang pada keadilan. Komitmen terhadap
keadilan
menerapkan tahap 6 ini juga mengharuskan untuk tidak
mematuhi
hukum yang tidak adil. Pada intinya
secara konsisten. prinsip
etis itu adalah prinsip keadilan,
Tampaknya orang kesamaan
manusi
sukar untuk bisa hak, hak asasi, hormat pada harkat a
mencapai tahap 6. sebagai pribadi.
- Ia tetap bertindak sesuai dengan prinsip tsb
meski harus melanggar Undang-
undang.
Prinsip adalah prinsip universal
ini mengenai
keadilan, persamaan hak-hak
kemanusiaan,
(f) Perspektif pandangan moral yang berasal dari persetujuan
sosial.
(g) Penalaran moral dengan membayangkan apa yang
akan ia lakukan saat menjadi orang lain dalam
Pers situasi/posisi yang
pekti sama.
f - Tindakan yang diambil adalah hasil
socia konsensus. Dengan cara ini, tindakan
l: tidak pernah menjadi cara tapi selalu

menjadi hasil seseorang bertindak
karena hal itu benar, dan bukan karena
ada maksud pribadi, legal, atau sudah
disetujui sebelumnya.

Sumber: Lawrence Kohlberg, Moral Stages and Moralization: The cognitive


Development Approach, dalam Reimer, Paolitto, dan Hersh (1983:58-61)
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-
UPM-8

Hukum yang berlaku dalam proses perkembangan moral reasoning dengan 6 tahapan tsb yaitu :
Bahwa perkembangan moral terjadi secara berurutan dari satu tahap ke tahap
berikutnya.
Dalam perkembangan moral seseorang tidak akan memahami cara berpikir lebih dari
dua tahap perkembangan diatasnya.
Seseorang secara kognitif tertarik pada cara berfikir dari satu tahap diatas tahapnya
sendiri. Anak dari tahap 2 merasa tertarik kepada tahap 3. Berdasarkan inilah Kohlberg
percaya bahwa moral reasoning sangat mungkin dikembangkan.
Perkembangan hanya akan terjadi apabila diciptakan suatu disequilibrium kognitif
pada diri anak. Seseorang yang sudah mapan dalam satu tahap tertentu harus diusik
secara kognitif sehingga ia terangsang untuk memikirkan kembali prinsip yang sudah
dipegangnya. Kalau ia tetap tentram dan tetap dalam tahapannya sendiri, maka tidak
mungkin ada perkembangan.

b) KEGIATAN BELAJAR 2 : PRAKTIKUM


Setelah anda melakukan Kegiatan Belajar 1, tentunya anda sudah memiliki pemahaman secara
umum mengenai Moral Reasoning. Kegiatan praktikum kali ini bertujuan agar anda memiliki
pemahaman yang lebih mendalam lagi. Untuk itu, disediakan forum diskusi untuk membicarakan
hal-hal yang belum anda pahami melalui grup WA. Silahkan ajukan pertanyaan melalui chat WA,
dan akan dijawab melalui voice WA.

Selanjutnya mari kita melatih analisis moral reasoning melalui kasus sbb :
Kasus 1 :
Suatu hari, seorang anak usia 5 tahun bernama Olivia sedang bermain dengan ibunya. Olivia ingin
bermain minum teh dan menikmati biscuit bersama ibu dan bonekanya. Jadi, Olivia pergi ke dapur
dan mengambil menyiapkan tiga cangkir teh. Olivia dengan hati-hati mengatur ketiga cangkir teh di
atas nampan, tetapi ketika dia meraih sekotak biskuit, nampan itu secara tidak sengaja terlepas dari
tangannya dan ketiga cangkir itu pecah berkeping-keping di lantai. Ibunya marah dan memukul
Olivia hingga kesakitan dan menangis keras.

Kasus 2 :
Melissa berumur 4 tahun, sedang bermain dengan ibunya. Melissa ingin bermain marching band di
dapur mengunakan panci dan sendok sayur. Ketika ibunya mengatakan dia tidak ingin bermain
marching band karena suaranya terlalu keras, Melissa menjadi sangat kesal. Dia sangat marah
sehingga membanting sebuah cangkir yang ada di meja hingga pecah berkeeping-keping di lantai.
Ibunya berusaha menenangkan Melissa dengan memeluknya dan berjanji akan main marching band
tetapi di luar rumah.

Pertanyaan :
Jika Anda berusia 6 tahun : menurut Anda siapa yang lebih buruk, Olivia atau Melissa?
Jika Anda berusia 11 tahun: menurut Anda siapa yang lebih buruk, Olivia atau

Melissa? Jawaban akan didiskusikan bersama dosen via Whatsapp.


IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-
UPM-8

RANGKUMAN

1. Moral reasoning adalah penilaian & perbuatan moral yang bersifat rasional. (Lawrence
Kohlberg,1995). Keputusan moral bukan tentang perasaan atau “nilai”, melainkan selalu ada
unsur tafsiran kognitif / pemikiran. Menurut Sarwono (2007 ) : seseorang yang menerapkan
moral reasoning akan menilai sesuatu itu baik atau buruk berdasarkan penalaran.
d) Tahap-tahap Moral Reasoning (Kohlberg) terdiri
dari : Tingkat I. Prakonvensional (preconventional
morality)
– Tahap 1. Penghindaran dari hukuman dan kepatuhan (Punishment-avoidance and
obedience)
– Tahap 2. Individualisme dan timbal balik (individualism and exchange)
Tingkat II. Konvensional (conventional morality)
– Tahap 3. Keserasian hubungan interpersonal (Good interpersonal relationships)
– Tahap 4. Hukum dan aturan /ketertiban (law and order)
Tingkat III. Pascakonvensional (postconventional morality)
– Tahap 5. Kontrak sosial (social contract)
– Tahap 6. Prinsip etika universal ( Universal ethical principle)

TUGAS PRAKTIKUM

Lakukan latihan mandiri menggunakan kasus berikut ini :


KASUS :
Amy, seorang perempuan dalam kondisi sekarat akibat kanker. Menurut dokter ada satu
obat yang dapat menyelamatkannya yaitu sejenis radium yang baru saja ditemukan oleh
seorang pharmacist. Biaya pembuatan obat ini sangat mahal yaitu 200 dolar per dosis.
Pharmacist menjualnya seharga sepuluh kali lipat yaitu 2000 dolar. Heinz, suami Amy,
karena tidak mampu berusaha mencari pinjaman uang, tetapi ia hanya bisa mengumpulkan
1000 dolar atau setengah dari harga obat tersebut. Ia menemui sang pharmacist,
menceritakan kondisi isterinya dan memohon agar bersedia menjual obatnya lebih murah
atau memperbolehkan membayar kekurangannya di kemudian hari. Tetapi sang pharmacist
menyatakan tidak bisa, karena dia menemukan obat ini dengan susah payah dan dia berhak
mendapatkan uang dari obat itu. Heinz menjadi putus asa. Malam harinya ia membobol
toko obat itu untuk mencuri obat demi istrinya.
Anda diminta menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema moral sbb :
(g)Jika anda berusia 12 tahun, apakah tindakan Heinz mencuri obat tersebut benar atau
salah? Mengapa? Apakah ia harus dihukum pidana?
(h)Jika anda berusia 25 tahun, apakah tindakan Heinz itu benar atau salah? Mengapa?
Apakah ia harus dihukum pidana?

Untuk mendapatkan poin nilai, Anda dipersilahkan upload hasil latihan mandiri di Helti dengan
batas waktu maksimal pada pukul 18.00.

POST TEST

Postest akan dilakukan menggunakan google form. Link akan diberikan kemudian.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

MODUL MATA KULIAH


BERPIKIR KRITIS DALAM KEBIDANAN
TOPIK : PENGAMBILAN KEPUTUSAN

DOSEN : SRI WIDATININGSIH, M.Mid.

PRODI D IV KEBIDANAN MAGELANG


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

1
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

TOPIK BAHASAN : PENGAMBILAN KEPUTUSAN

1. Tema Modul : Teori dan Paktikum Pengambilan Keputusan


5. Mata Kuliah/Kode : Berpikir Kritis Dalam Kebidanan / BM.I.6.03
3. Jumlah SKS : 3 SKS (Kuliah/Teori : 2 SKS, Seminar/Praktikum : 1 SKS)
5. Alokasi waktu: T = 100 menit dan P= 100 menit

14. Tujuan Pembelajaran :


Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :
Menjelaskan tentang konsep pengambilan keputusan
Menerapkan pengambilan keputusan menggunakan kasus
15. Gambaran umum modul :
Modul ini memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai Pengambilan Keputusan. Pokok
bahasan mencakup : Definisi, Kaitan antara Pengambilan Keputusan-Berpikir Kritis dan Kreatif,
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan, Jenis-jenis Pengambilan Keputusan,
dan Langkah-langkah dalam Pengambilan Keputusan yang Baik. Modul terdiri dari 2 kegiatan
belajar yaitu Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum yang disusun secara sitematis
untuk melatih mahasiswa agar lebih memahami tentang Pengambilan Keputusan.
16. Karakteristik mahasiswa (Prasyarat) :
Mahasiswa semester V Prodi D IV Kebidanan Magelang Poltekkes Kemenkes Semarang yang
mengambil MK Berpikir Kritis dalam Kebidanan.
17. Target Kompetensi :
Kemampuan melakukan pengambilan keputusan
18. Indikator :
Melakukan pengambilan keputusan dengan langkah-langkah yang benar.
11. Materi pembelajaran : Terlampir
k. Stratategi pembelajaran : Belajar mandiri (discovery learning), diskusi.
l. Sarana penunjang pembelajaran : Modul, HELTI
m. Metode evaluasi : Postest
n. Daftar Pustaka
Hasan, M. Iqbal. 2004. Pokok-pokok Materi Pengambilan Keputusan. Bogor : Ghalia
Indonesia
Kasim, Azhar. 1995. Teori Pembuatan Keputusan. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI.
Syamsi, Ibnu. 2000. Pengambilan keputusan dan Sistem Informasi. Jakarta :
BumiAksara

2
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

URAIAN MATERI

(f) PENDAHULUAN

Setiap hari kita selalu dihadapkan pada situasi pengambilan keputusan yang rutin, misalnya : jam
berapa harus bangun, sarapan apa, pake baju apa, dan sebagainya. Keputusan seperti itu telah rutin
diambil maka tidak perlu waktu lama untuk menetapkannya. Seringkali kita dihadapkan pada
permasalahan yang perlu pertimbangan matang sebelum mengambil keputusan. Misalnya : kemana
akan melanjutkan pendidikan, penyelesaian konflik di pekerjaan, keputusan berinvestasi, dll.
Pertimbangan yang matang juga harus dilakukan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
asuhan kebidanan pada klien, atau juga pengambilan keputusan yang berkaitan dengan institusi
maupun organisasi.

Mengambil keputusan terkadang mudah tetapi seringkali sulit. Kemudahan atau kesulitan
mengambil keputusan tergantung pada banyaknya alternatif yang tersedia. Semakin banyak
alternatif yang tersedia, kita akan semakin sulit dalam mengambil keputusan. Keputusan yang
diambil juga memiliki tingkat yang berbeda-beda. Ada keputusan yang tidak terlalu berpengaruh
terhadap institusi/organisasi, tetapi ada keputusan yang sangat menentukan masa depan organisasi.
Oleh karena itu, hendaknya mengambil keputusan dengan hati-hati dan bijaksana, serta
menggunakan ilmu.

Modul ini berisi Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum yang akan melatih anda
untuk lebih memahami tentang Pengambilan Keputusan. Kegiatan Belajar disusun secara sitematis
yang mengkombinasikan teori dengan praktikum. Pada akhir kegiatan belajar terdapat posttest yang
harus anda kerjakan untuk menilai penguasaan materi. Selamat belajar!

B. KEGIATAN BELAJAR 1 : TEORI


f Definisi
a Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, pengambilan keputusan didefinisikan sebagai
pemilihan keputusan/kebijakan yang didasarkan atas kriteria tertentu yang melibatkan
dua alternatif/lebih.
b Menurut George R. Terry, pengambilan keputusan ialah suatu pemilihan alternatif
tindakan tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.
c Menurut Fred Luthans (2008) pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif
untuk menyelesaikan masalah.
d Sedangkan menurut J.Reason, pengambilan keputusan adalah hasil dari proses
mental/kognitif yang membawa pada pemilihan suatu tindakan diantara beberapa
alternatif yang tersedia.
e Menurut Sutisna (1985), suatu putusan ialah proses memilih tindakan tertentu
antara sejumlah tindakan alternatif yang mungkin.
3
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

- Menurut James A.F. Stoner Pengambilan keputusan ialah suatu proses yang digunakan untuk
memilih suatu tindakan yang sebagai cara pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah upaya untuk
menyelesaikan masalah dengan memilih alternatif solusi yang ada. Inti Pengambilan Keputusan
yaitu memilih alternatif yang terbaik (the best alternative), yang paling kecil risikonya.

2. Kaitan antara Pengambilan Keputusan-Berpikir Kritis dan Kreatif


Menurut Halpen, berpikir kritis dan kreatif perlu dikembangkan agar dapat membuat
keputusan secara efektif dalam konteks yang tepat. Berpikir kritis-kreatif juga diperlukan
ketika menentukan faktor-faktor pendukung untuk membuat keputusan.
Kemampuan pengambilan keputusan sangat penting bagi bidan dalam problem solving/manajemen
kebidanan karena setiap saat bidan harus mengambil keputusan yang tepat terkait dengan asuhan
kebidanan. Selain itu juga penting untuk membantu klien dalam mengambil keputusan.

(f) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan


(a) Fisik
Pengambilan keputusan dipengaruhi oleh pertimbangan fisik/rasa yang dialami tubuh. Manusia
cenderung menghindari keputusan/ tindakan yg menimbulkan ketidaknyamanan fisik & memilih
yang menyenangkan/nyaman secara fisik. Misal : pemilihan alat kontrasepsi berdasarkan rasa
nyaman/tidak menimbulkan nyeri, keputusan untuk kemoterapi karena sudah tidak tahan dengan
sakitnya, dsb.
b. Emosional
Pengambilan keputusan berdasarkan kondisi emosi/ perasaan /sikap. Sikap subjektivitas
akan mempengaruhi keputusan yang diambil. Ini sering terjadi pada kaum perempuan.
Misal : keputusan untuk menjauhi seseorang karena tidak suka, keputusan untuk memilih
teman yang nyaman baginya, dsb
c. Rasional
Pengambilan keputusan didasarkan pada pengetahuan. Seseorang mencari informasi, memahami
situasi dan berbagai konsekuensinya sebelum mengambil keputusan. Misal : keputusan untuk
menanamkan investasi bidang property setelah memahami profitnya, keputusan pemda DKI
menghentikan reklamasi setelah melakukan kajian dan penyelidikan, dll.
d. Praktikal
Mempertimbangkan unsur kepraktisannya. Keputusan disesuaikan dengan kekuatan,
keterampilan individu & kemampuan untuk melaksanakannya. Orang akan menilai potensi
diri dan kepercayaan dirinya sebelum mengambil keputusan. Misal : seseorang yang
sebenarnya ingin menjadi dokter namun akhirnya memutuskan kuliah di kebidanan karena
faktor biaya & lama kuliah dan juga tingkat kesulitan prosesnya.

4
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

e. Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan satu orang dan
orang lain dapat mempengaruhi keputusan/tindakan individu. Misal : keputusan berwisata
dengan tujuan yang ditentukan oleh suara terbanyak, memutuskan menonton film sesuai
keinginan sahabatnya, dsb.
f. Struktural
Pengambilan keputusan yang tidak bisa lepas dari pengaruh sosial, ekonomi dan politik. Misal
keputusan membeli BBM, gas, listrik dengan harga yang sudah
ditetapkan pemerintah meskipun mahal; keputusan melakukan aksi
protes terhadap peraturan pemerintah yang sudah di sahkan, dsb.

(h) Jenis-jenis Pengambilan Keputusan


a. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Masalah yang Dihadapi
1) Pengambilan keputusan yang diprogram (Programmed Decision)
Merupakan keputusan yang bersifat rutin dan dilakukan secara berulang sehingga dapat
dikembangkan suatu prosedur tertentu/rutin untuk menanganinya. Keputusan terstruktur
untuk mengatasi permasalahan yang agak sederhana dan solusinya relatif mudah. Misal :
Di perguruan tinggi ada keputusan tentang pembimbingan KRS, penyelenggaraan UAS,
pelaksanaan wisuda, dsb.
3) Pengambilan keputusan yang tidak diprogram (Non-programmed Decision)
Keputusan kreatif yang tidak terstruktur, bersifat baru, dan dibuat untuk menangani suatu
situasi dimana belum dikembangkan strategi/ prosedurnya. Biasanya untuk permasalahan
yang belum pernah terjadi atau sangat kompleks. Informasi untuk pengambilan
keputusan tidak terstruktur, tidak mudah untuk didapatkan. Akibatnya keputusan tidak
terstruktur dengan baik karena kondisi saat itu tidak jelas, metode tidak diketahui.
Memerlukan intuisi dan kreatifitas. Misalnya : keputusan tindakan pada kasus wabah
penyakit yang baru, keracunan massal, bencana alam yang tidak terprediksi, dsb.
b. Tipe Pengambilan Keputusan Lainnya
c) PK karena ketidak sanggupan : membiarkan kejadian berlalu tanpa berbuat apa-apa.
Keputusan terjadi seiring berlalunya waktu, misal : klien yang mengalami kematian
bayinya saat lahir, keputusan melakukan perawatan di rumah karena penyakitnya sudah
tidak bisa ditangani lagi.
d) PK intuitif , bersifat segera : disebabkan adanya kepentingan mendadak dan segera
sehingga keputusan tsb terasa sebagai keputusan yang paling tepat & langsung
diputuskan. Keputusan diambil berdasarkan pola dari pengalaman sebelumnya. Misal :
bidan yang segera merujuk klien dengan perdarahan postpartum ke RS karena
pengalaman menunjukkan inilah yang paling tepat untuk menyelamatkan klien;
seseorang yang harus segera melakukan perjalanan keluar kota sementara cuaca buruk,
ia memutuskan bepergian naik kereta api bukan
5
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

pesawat.
e) PK yang terpaksa, karena sudah kritis : Sesuatu yang harus dilaksanakan.
Misal : bidan yang memilih menolong persalinan gemelli karena kepala sudah di vulva
padahal bukan kompetensinya sebagai bidan; atau seorang yang mendadak harus
menolong persalinan di pesawat dengan peralatan yang minim dsb.
- PK yang reaktif : Keputusan dibuat berdasarkan sifat mutualisme. ”Dia telah
melakukan
hal itu untuk saya, karenanya saya akan melakukan itu untuk dia”, berlaku baik positif
maupun negatif. Sering kali dilakukan dalam situasi marah atau tergesa-gesa. Misal : klien
mematuhi nasihat bidan karena bidannya sangat baik dalam memberi pelayanan kepadanya.
- PK yang dialihkan : menyerahkan pengambilan keputusan kepada orang lain
yang
dianggap bertanggung jawab. Misal : keputusan menyelesaikan masalah sengketa
diserahkan kepada pengacara.
- PK secara berhati-hati : Dipikirkan baik-baik, mempertimbangkan berbagai
pilihan. Misal : seseorang sudah mengambil satu keputusan yang dirasa paling
tepat saat ini, namun ia juga mempunyai alternatif lain jika keputusan pertamanya
gagal.

B: Langkah-langkah Pengambilan Keputusan yang baik,


Identifikasi kondisi yang dihadapi :
Kondisi yang dihadapi harus jelas, perlu data yang relevan dan benar. Pengambilan
keputusan yang efektif memerlukan identifikasi yang tepat terhadap kondisi yang

dialami serta penyebabnya. merumuskan masalah dan penyebabnya.
Susunlah daftar kehendak/apa yang diinginkan dan alternatif
keputusan yang sesuai kondisinya :
Perlu diidentifikasi apa saja yang diinginkan/ dikehendaki berkaitan dengan kondisinya.
Keputusan yang sesuai kehendak akan memberikan kepuasan. Penentuan alternatif harus
berdasarkan pertimbangan yang matang sehingga kecil risikonya, aman, sesuai dan tidak
menimbulkan efek negatif. Pengembangan sejumlah alternatif mencegah seseorang dari
membuat keputusan yang terlalu cepat dan memungkinkan pengambilan keputusan yang
efektif. Proses pengambilan keputusan yang rasional mengharuskan seseorang untuk
mengkaji semua alternatif keputusan yang potensial untuk pemecahan masalah.
Untuk setiap alternatif keputusan, buatlah daftar konsekuensinya
Lakukan evaluasi terhadap setiap alternatif yang telah disusun, tentukan konsekuensi
positf dan negative dari setiap alternatif. Pilih sebuah alternatif yang terbaik
berdasarkan konsekuensi nya.

Selanjutnya keputusan tsb dilaksanakan dan dievaluasi efektivitasnya dalam mengatasi


masalah.
.
6
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

C. KEGIATAN BELAJAR 2 : PRAKTIKUM


Kegiatan praktikum kali ini bertujuan agar anda memiliki pemahaman yang lebih mendalam lagi
tentang pengambilan keputusan. Mahasiswa diminta melakukan latihan pengambilan keputusan
menggunakan kasus. Diskusi melalui forum WA.

KASUS 1 :
Ibu Wati, 30 tahun, G2P1A0, anak pertama usia 5 tahun, usia kehamilan ini 32 minggu,
fisiologis. Riwayat persalinan lalu di RS dengan ‘dipacu’ (augmentasi) karena kontraksi lemah
(inersia uteri). Ia dan bayi nya selamat. Tindakan augmentasi yang menyebabkan nyeri hebat
membuat Ibu Wati trauma dengan persalinan. Ia berharap persalinan kali ini tidak di RS karena
takut.
Bantulah ibu Wati mengambil keputusan mengenai tempat bersalin !
Jawaban :
Langkah 1 : Identifikasi kondisi Ny Wati (masalah dan penyebabnya): …….
Langkah 2 dan 3 :
(i) Daftar kehendak (apa yang diinginkan/diharapkan oleh ibu Wati) : ………
(j) Alternatif-alternatif keputusannya :
Alternatif 1 : ……………..
Konsekuensi positif : …….
Konsekuensi negatif : ……..

Alternatif 2 : …………
Konsekuensi positif : ……
Konsekuensi negatif : …….

Dan seterusnya jika dipandang ada alternative lainnya.

Pilih alternatif keputusan terbaik yang akan anda sarankan untuk ibu Wati!

KASUS 2 :
Dewi mempunyai uang Rp.500.000 untuk keperluan makan 10 hari ke depan sebelum gajian.
Namun ia ingin membeli sepatu yang sudah lama ia idamkan seharga Rp.450.000.
Bantulah Dewi mengambil keputusan yang tepat!

Jawaban :
Langkah 1 : Identifikasi kondisi Dewi (masalah dan penyebabnya): …..
Langkah 2 dan 3 :
(c) Daftar kehendak (apa yang diinginkan/diharapkan oleh Dewi) : ……..
(d) Alternatif-alternatif keputusannya :

7
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Alternatif 1 : ……………..
Konsekuensi positif : ……………….
Konsekuensi negatif : …………….

Alternatif 2 : ……………..
Konsekuensi positif : ……………..
Konsekuensi negatif : ………………..

Alternatif 3 : ………………
Konsekuensi positif : ……………….
Konsekuensi negatif : ………………….

Pilih alternatif keputusan terbaik yang akan anda sarankan untuk Dewi!

Selanjutnya mahasiswa bergabung dalam forum grup diskusi (whatsapp) untuk membicarakan
hal-hal yang belum dipahami. Silahkan ajukan pertanyaan melalui chat WA, dan akan dijawab
melalui voice WA.

RANGKUMAN

(b) Pengambilan keputusan adalah upaya untuk menyelesaikan masalah dengan memilih
alternatif solusi yang ada. Inti Pengambilan Keputusan yaitu memilih alternatif
yang terbaik (the best alternative), yang paling kecil risikonya.
(c) Berpikir kritis dan kreatif perlu dikembangkan agar dapat membuat keputusan
secara efektif dalam konteks yang tepat. Berpikir kritis-kreatif juga diperlukan ketika
menentukan faktor-faktor pendukung untuk membuat keputusan.
(d) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan mencakup : Fisik,
Emosional, Rasional, Praktikal, Interpersonal, dan factor Struktural
(e) a. Jenis-jenis Pengambilan Keputusan berdasarkan Masalah yang Dihadapi
1) PK yg diprogram (Programmed Decision)
PK yang tidak diprogram (Non-programmed
Decision) b. Tipe Pengambilan Keputusan
Lainnya
1) PK karena ketidak sanggupan , 2) PK intuitif , bersifat segera , 3)PK yang terpaksa, karena
sudah kritis, 4) PK yang reaktif, 5) PK yang dialihkan/ditangguhkan, 6) PK secara berhati-hati

8
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-
8

3. Langkah-langkah Pengambilan Keputusan yang baik meliputi : 1) Identifikasi kondisi


yang dihadapi , 2) Menyusun daftar kehendak/apa yang diinginkan dan alternatif keputusan
yang sesuai kondisinya, dan 3) Untuk setiap alternatif, dibuat daftar konsekuensinya
(POSITIF dan NEGATIF). Pilih sebuah alternatif yang terbaik berdasarkan konsekuensi
nya. Selanjutnya keputusan tsb dilaksanakan dan dievaluasi efektivitasnya dalam
mengatasi masalah.
.

POST TEST

Postest akan dilakukan menggunakan google form. Link akan diberikan kemudian.
9
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

MODUL MATA KULIAH


BERPIKIR KRITIS DALAM KEBIDANAN
TOPIK : PEMECAHAN MASALAH

DOSEN : SRI WIDATININGSIH, M.Mid.

PRODI D IV KEBIDANAN MAGELANG


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

1
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

TOPIK BAHASAN : PEMECAHAN MASALAH

1. Tema Modul : Teori dan Paktikum Pemecahan Masalah


6. Mata Kuliah/Kode : Berpikir Kritis Dalam Kebidanan / BM.I.6.03
3. Jumlah SKS : 3 SKS (Kuliah/Teori : 2 SKS, Seminar/Praktikum : 1 SKS)
6. Alokasi waktu: T = 100 menit dan P= 100 menit

19. Tujuan Pembelajaran :


Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :
Menjelaskan tentang konsep pemecahan masalah
Menerapkan pemecahan masalah menggunakan kasus
20. Gambaran umum modul :
Modul ini memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai Pemecahan Masalah. Modul
terdiri dari 2 kegiatan belajar yaitu Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum yang
disusun secara sitematis untuk melatih mahasiswa agar lebih memahami tentang analisis wacana.
21. Karakteristik mahasiswa (Prasyarat) :
Mahasiswa semester V Prodi D IV Kebidanan Magelang Poltekkes Kemenkes Semarang yang
mengambil MK Berpikir Kritis dalam Kebidanan.
22. Target Kompetensi :
Kemampuan melakukan pemecahan masalah
23. Indikator :
Melakukan pemecahan masalah dengan langkah-langkah yang benar.
11. Materi pembelajaran : Terlampir
o. Stratategi pembelajaran : Belajar mandiri (discovery learning), diskusi.
p. Sarana penunjang pembelajaran : Modul, HELTI
q. Metode evaluasi : Postest
r. Daftar Pustaka
Polya, G. 1985. How To Solve It. Peinceton University Press
Jonassen,D.H.2004.Learning To Solve Problem An Instructional Design Guide. USA:
John Weley & Sons, In

2
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

URAIAN MATERI

A. PENDAHULUAN

Setiap hari kita dihadapkan dengan masalah yang harus dipecahkan, mulai dari masalah kecil sehari-
hari, hingga masalah yang kompleks, demikian pula saat kita memberikan asuhan kebidanan kepada
klien. Kemampuan menyelesaikan masalah sangat penting. Pemikiran analitis dan keterampilan
memecahkan masalah adalah bagian dari kemampuan menyelesaikan masalah.

Apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah? Semakin banyak
kita menyelesaikan masalah, semakin baik pula keterampilan kita dalam menyelesaikan masalah. Anda
tidak harus super pintar untuk menjadi pemecah masalah yang baik, anda hanya perlu banyak berlatih.

Modul ini berisi Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum yang akan melatih anda untuk
lebih memahami tentang Pemecahan Masalah. Kegiatan Belajar disusun secara sitematis yang
mengkombinasikan teori dengan praktikum. Pada akhir kegiatan belajar terdapat posttest yang harus
anda kerjakan untuk menilai penguasaan materi. Selamat belajar!

B. KEGIATAN BELAJAR 1 : TEORI


1. Masalah dan Pemecahan masalah (Problem Solving)
Problem : adalah gap antara situasi/kondisi sekarang dengan situasi/kondisi yang diharapkan.
Masalah biasanya dianggap sebagai suatu keadaan yang harus diselesaikan. Dalam beberapa
literatur, masalah sering kali didefinisikan sebagai sesuatu yang membutuhkan alternatif solusi.
Pemecahan masalah merupakan pendekatan sistematis untuk menentukan masalah dan
kemungkinan-kemungkinan solusinya. Menurut Nakin (2003), pemecahan masalah adalah proses
penggunaan langkah-langkah tertentu, yang sering disebut sebagai model atau langkah-langkah
pemecahan masalah, untuk menemukan solusi suatu masalah. Pemecahan masalah melibatkan
fungsi intelektual yang paling kompleks (tingkat tinggi) untuk mencapai suatu tujuan. Problem
solving merupakan keterampilan (skill), alat (tool) dan proses (process) :
– Skill : keterampilan yang setelah dikuasai dapat digunakan berulangkali.
– Tool : alat yang dapat membantu mengatasi masalah
– Process : melibatkan beberapa langkah

Bila anda memahami berbagai langkah untuk memecahkan masalah, maka anda akan dapat
menemukan solusi yang tepat. Berikut ini diuraikan langkah pemecahan masalah yang paling
sering digunakan .Ada empat langkah pemecahan masalah menurut Polya (1957) :
a. Pemahaman masalah (understanding the problem)
f Tentukan dengan tepat apa masalahnya. Masalah harus benar-benar dipahami
dengan jelas. Jika anda tidak memahami masalah dengan benar, bisa jadi solusinya
akan tidak efektif atau gagal.
g Untuk dapat memahami masalah dengan jelas diperlukan pengkajian dan analisis
terhadap informasi/data/fakta. Anda dapat mengumpulkan informasi, menanyakan
kepada ahli, mencari informasi secara online, dari media cetak, atau lainnya.
Misalnya : bagaimana gambaran masalahnya, apa penyebabnya, dsb.
h Rumuskan masalahnya dengan jelas.
b. Merancang/menyusun rencana (devising a plan)
i Tentukan apa saja yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah.
j Langkah ini sangat bergantung pada pengalaman menyelesaikan masalah.
Diperlukan

3
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

kemampuan menentukan alternatif-alternatif solusi dengan mempertimbangkan


kedalaman/keluasan masalahnya.Bila perlu lakukan diskusi/brainstorming dengan orang lain.
(b) Selanjutnya tentukan alternative-alternatif solusi yang akan dilaksanakan.
(g) Melaksanakan rencana (Carrying out the plan)
(a) Pada tahap ini rencana dilaksanakan, diperiksa setiap langkahnya untuk
memastikan bahwa sudah benar.

(h) Memeriksa kembali (Looking back)


(a) Pada tahap ini dapat diajukan pertanyaan seperti : bagaimana hasilnya (apakah
masalah teratasi). Jika tidak teratasi, mengapa/apa alasannya, harusnya
bagaimana, dsb.

2. Pemecahan Masalah sebagai Metode Berpikir Kritis dan kreatif


Pemecahan masalah merupakan bagian dari kemampuan berpikir kritis. Jika berpikir kritis
merupakan aktifitas berpikir tingkat tinggi yang kontekstual (directed thinking) yaitu berpikir
langsung kepada fokus peristiwa / kejadiannya, maka pemecahan masalah prinsipnya sama
namun lebih terfokus untuk mengatasi masalah. Pemecahan masalah juga melibatkan
kemampuan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan menciptakan sesuatu yang
kreatif/orisinil, memberikan gagasan baru atau melihat hubungan-hubungan baru yang dapat
diterapkan dalam pemecahan masalah. (Munandar, 1999).

Orang yang berpikir kreatif mampu memikirkan apa yang telah dipikirkan semua orang,
sehingga ia mampu mengerjakan apa yang belum pernah dikerjakan oleh semua orang.
Terkadang berpikir kreatif terletak pada inovasi untuk mengerjakan hal-hal lama dengan cara
yang baru. Contoh berpikir kreatif yang dilakukan oleh musisi adalah mengubah aransemen
lagu lama menjadi aransemen musik yang berbeda, atau pelukis yang melukis di batu kecil
sehingga menjadi karya yang antik.

Bidan dalam memberikan asuhan menggunakan pendekatan pemecahan masalah (problem


solving) berupa manajemen kebidanan di mulai dari mengkaji data, menganalisa dan sintesa
data untuk merumuskan diagnose kebidanan, merencanakan tindakan, melaksanakannya hingga
mengevaluasi efektivitas asuhan. Tidak ada tindakan yang dilakukan bidan dalam memberikan
asuhan kebidanan yang tanpa berpikir secara kritis dan kreatif.

4
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Kemampuan berpikir kritis dan kreatif sangat penting mengingat perkembangan Iptek yang
sangat pesat memungkinkan siapa saja bisa memperoleh informasi yang berlimpah secara cepat
dan mudah dari berbagai sumber dan tempat manapun di dunia.. Jika kita tidak memiliki
kemampuan berpikir kritis dan kreatif maka tidak akan mampu mengolah, menilai dan
mengambil informasi yang dibutuhkan untuk menghadapi perubahan tatanan kehidupan global
dan memecahkan masalah.

Ciri-ciri berpikir kreatif :


Banyak sekali pendapat ahli ttg ciri-ciri berpikir kreatif, namun intinya dapat disimpulkan
bahwa ciri pokok berpikir kreatif yaitu :
Ciri kelancaran (fluency) : menghasilkan banyak ide yang relevan dengan
masalah yang dipecahkan dalam waktu yang singkat
Ciri fleksibilitas (flexibility): memunculkan hal-hal baru yang unik atau tidak biasa
Ciri keaslian (originality) : berbeda dengan orang lain dan bersifat asli.

(i) Perbedaan Berpikir Kritis dan Kreatif :


No Berpikir Kritis Berpikir Kreatif
1 Analitis Mencipta
2 Mengumpulkan Meluaskan
3 Hirarkis Bercabang
4 Peluang Kemungkinan
5 Memutuskan Menggunakan keputusan
6 Memusat Menyebar
7 Obyektif Subyektif
8 Menjawab Sebuah jawaban
Otak kanan (global, paralel, emosional,
9 Otak kiri (analitik, berseri, logis, objektif) subjektif)
10 Kata-kata Gambaran
11 Sejajar Hubungan
12 Masuk Akal Kekayaan, kebaruan
13 Ya, akan tetapi…. Ya, dan ………

C. KEGIATAN BELAJAR 2 : PRAKTIKUM


Kegiatan praktikum kali ini bertujuan agar anda memiliki pemahaman yang lebih mendalam lagi
tentang pemecahan. Mahasiswa diminta berproses sebagai berikut :
4) Bersama dosen melakukan pemecahan masalah menggunakan kasus yang disediakan (kasus 1
dan kasus 2).
5) Bergabung dalam forum grup diskusi (whatsapp) untuk membicarakan hal-hal yang belum
anda pahami. Silahkan ajukan pertanyaan melalui chat WA, dan akan dijawab melalui voice
WA.

5
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

KASUS 1 : Latihan penerapan langkah-langkah pemecahan masalah


Bacalah kasus berikut ini :
Ani adalah seorang mahasiswa semester akhir yang sibuk dengan kuliah dan menyelesaikan tugas
akhir. Ia tinggal di kost. Pola makan Ani tidak teratur dan hampir setiap hari ia hanya mengonsumsi
makanan cepat saji seperti mie, gorengan, dan jajanan lainnya. Akibatnya ia sering sakit perut, sulit
buang air besar. Setelah dibawa ke dokter, tenyata Ani menderita malnutrisi berupa kekurangan zat
gizi. Ani mendapat obat berupa multivitamin dan nasihat agar makan makanan yang bergizi.

Lakukan pemecahan masalah (langkah 1 dan 2).

JAWABAN :
Langkah 1 : Pemahaman masalah (Understanding the problem)
Rumusan masalah: …….
Penyebabnya : ……
Langkah 2 : Merancang/menyusun rencana (Devising a plan)

KASUS 2 : Latihan berpikir kritis dan kreatif dalam pemecahan masalah.

Bacalah kasus berikut ini :


Seorang petani hendak menyeberang sungai menuju ke pulau seberang dengan membawa seekor
anjing, seekor angsa dan sekarung jagung. Untuk menyeberangi sungai hanya ada 1 perahu kecil
yang hanya bisa memuat 1 orang dan 1 barang atau binatang. Perlu diingat bahwa jika tidak ada
petani maka anjing berpotensi memakan angsa, dan angsa berpotensi memakan sekarung jagung
yang dibawanya.

Bagaimana caranya si petani bisa menyelamatkan semua miliknya utuh sampai ke pulau seberang?

Diskusikan Pemecahan masalahnya (langkah 1 dan 2 saja)


e) Pemahaman masalah (Understanding the
problem) Rumusan masalah :….

f) Merancang/menyusun rencana (Devising a plan)


RANGKUMAN

f) Pemecahan masalah merupakan proses berpikir/kognitif yang melibatkan fungsi


intelektual yang paling kompleks (tingkat tinggi) untuk mencapai suatu tujuan.
Ada empat langkah pemecahan masalah menurut Polya (1957) :
a. Pemahaman masalah (Understanding the problem)
b. Merancang/menyusun rencana (Devising a plan)
c. Melaksanakan rencana (Carrying out the plan)
d. Memeriksa kembali (Looking back)

6
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

g) Pemecahan Masalah sebagai Metode Berpikir Kritis dan kreatifPemecahan masalah merupakan bagian dari
kemampuan berpikir kritis. Jika berpikir kritis merupakan aktifitas berpikir tingkat tinggi yang kontekstual
(directed thinking) yaitu berpikir langsung kepada fokus peristiwa / kejadiannya, maka pemecahan masalah
prinsipnya sama namun terfokus untuk mengatasi masalah. Berpikir kreatif merupakan kemampuan
menciptakan sesuatu yang kreatif/orisinil, memberikan gagasan baru atau melihat hubungan-hubungan baru
yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah. (Munandar, 1999).

POST TEST

Postest akan dilakukan menggunakan google form. Link akan diberikan kemudian.
7

HAMBATAN
BERPIKIR
KRITIS
Tuti Sukini
Rahasia Berfikir Kritis
7. Pertanyakan asumsi
Darimana pun asalnya?
7. Latih rasa penasaran Anda, cari tahu
apa dan mengapa (yang dilakukan oleh
orang-orang yang berpikir kritis)
8. Ketika dihadapkan pada sebuah situasi,
mungkin Anda membuat beberapa asumsi
secara otomatis tanpa berpikir lagi.
9. Sekarang adalah saatnya Anda untuk
mengubah hal itu dan mulai
mempertanyakan segalanya
24. Kumpulkan informasi
s. Kumpulkan sebanyak mungkin informasi dari
mana saja,
t. Jangan pernah batasi pengetahuan Anda,
perkaya dan perluaslah pengetahuan Anda
tersebut dengan cara memperbanyak informasi
baik melalui buku, internet, jurnal, studi
lapangan dll.
u. Semakin banyak informasi yang Anda
punya, akan membuat Anda semakin kaya akan
pengetahuan sehingga tidak mudah tertipu,
mampu menganalisa dengan baik dan bisa
mengambil keputusan yang tepat berdasarkan
hasil analisa fakta-fakta yang ada.
3. Think out of the box
(g) Lihatlah masalah dari sudut
pandang lain dan temukan
kemungkinan-kemungkinan
penyelesaian masalah yang mungkin
tidak terpikirkan sebelumnya. Ada
kalanya menjadi berbeda belum
tentu selalu lebih baik, tapi paling
tidak Anda bisa menemukan “titik
buta” dari setiap masalah
4. Kreatif

g Anda tidak perlu menjadi „orang kreatif‟.


Secara alami otak memiliki kemampuan
untuk berpikir secara kreatif. Lihat peluang
pada saat orang lain menganggapnya
sebagai hambatan. Eksplorasilah cara-carai
baru yang kreatif dan inovatif dalam
menghadapi dan menyelesaikan sebuah
masalah
5. Sediakan waktu untuk refleksi
(i)Luangkan waktu untuk merefleksikan
dan memikirkan prioritas dalam setiap
proses pengambilan keputusan.
Waktu 5 menit saja bisa membuat
perbedaan, karena dalam waktu yang
singkat tersebut dapat menjadikan
proses pemikiran dan pembuat
keputusan yang baik dan mendasar
dalam pikiran Anda.
(j) Jujur
dan terbuka
6) Berkomunikasilah dengan jelas,
jangan berbohong atau mengada-ada,
dan jangan memalsukan
pengetahuan.
7) Persiapkan pertemuan atau presentasi dengan baik
sehingga Anda tidak perlu „mengisi
kekosongan‟ presentasi Anda yang buruk. sediakan
waktu Anda untuk melakukan hal-hal dengan baik
dan benar
Standar Berpikir Kritis
g) Berpikir kritis bukan bebas aturan/hukum. Kritis
karena menggunakan landasan yang teratur menurut
hukum/pola/alur/standar berpikir yang jelas, tegas
dan logis.
h) Standar Berpikir Kritis di antaranya:
Kejelasan/klarifitas
Akurat/akurasi
Relevan
Konsisten
Logis/lurus/valid/sahih
Lengkap
g) Maka, peran logika penting agar orang tidak
terjatuh ke dalam bahaya falasi (sesat pikir)
Berpikir Kritis ≠ Menghafal,
Mengumpulkan Informasi
h) Berpikir kritis tidak sama dengan
mengakumulasi informasi. Seorang
dengan daya ingat baik dan memiliki
banyak fakta tidak berarti seorang
pemikir kritis
i) Seorang pemikir kritis mampu
menyimpulkan dari apa yang
diketahuinya, dan mengetahui cara
memanfaatkan informasi untuk
memecahkan masalah, and mencari
sumber-sumber informasi yang relevan
untuk dirinya
Berpikir Kritis ≠ Mengkritik, Mengecam.
Mendebat
C: Berpikir kritis tidak sama
dengan sikap argumentatif atau
mengecam orang lain
D: Berpikir kritis bersifat netral, objektif,
tidak bias. Meskipun berpikir kritis dapat
digunakan untuk menunjukkan kekeliruan
atau alasan-alasan yang buruk, berpikir
kritis dapat memainkan peran penting
dalam kerja sama menemukan alasan yang
benar maupun melakukan tugas konstruktif
E: Pemikir kritis mampu melkukan
introspeksi tentang kemungkinan bias
dalam alasan yang dikemukakannya
Keterampilan Inti Berpikir
Kritis
Keterampilan Inti Berpikir Kritis
(k) Interpretasi – kategorisasi, dekode,
mengklarifikasi makna
(l) Analisis – memeriksa gagasan,
mengidentifikasi argumen, menganalisis argumen
(m) Evaluasi – menilai klaim (pernyataan), menilai
argumen
(n) Inferensi – mempertanyakan klaim, memikirkan
alternatif (misalnya, differential diagnosis), menarik
kesimpulan, memecahkan masalah, mengambil
keputusan
(o) Penjelasan – menyatakan masalah, menyatakan
hasil, mengemukakan kebenaran prosedur,
mengemukakan argumen
(p) Regulasi diri – meneliti diri, mengoreksi diri
Hambatan Berfikir Kritis
(e) Fakta : masih saja ada
banyak orang yang tidak
berpikir kritis termasuk orang
yang berpendidikan tinggi
sekalipun.
(f) Ada banyak alasan yang
menyebabkan orang tidak bisa
berpikir kritis. Alasan itu
kompleks dan beraneka
ragam. Alasan-alasan itulah
yang muncul sebagai
hambatan berpikir kritis itu.
Hambatan-hambatan itu a.l :
 
Kurang pengetahuan/ Egosentrisme

informasi relevan Sosiosentrisme
 
Kurangnya Presur/tekanan
daya/kesempatan kelompok

membaca Mayoritasisasi
 
Prasangka Lokalitas/kedaerahan
 
Stereotif Adat Istiadat/tradisi
 
Kebohongan Kemapanan
 
Rasionalisasi Primordialisme
 
Pentahyulan Impian
Hambatan dalam berpikir kritis pada
dasarnya ada dua, yaitu :
1. Hambatan emosi (hawa nafsu)
(f) Saat emosi menguasai, misalnya
kebencian atau kecintaan maka dapat
melumpuhkan logika. Hawa nafsu
melumpuhkan akal. Cara mengatasi
hamabatan dalam berpikir kritis ini
adalah tidak memperturutkan hawa
nafsu. Didalamnya tidak mengikuti
kebencian atau kecintaan, tetapi lebih
fokus pada data, logika, dan nilai-nilai
Lanj hambatan
2. Hambatan wawasan kurang memadai
2. Cara mengatasi hambatan berfikir kritis ini
adalah dengan menambah wawasan terus
menerus. Adalah salah jika berpikir hanya
menggunakan akal saja. Berpikir akan
selalu menggunakan informasi yang ada
dalam memori Anda. Semakin banyak dan
utuh informasi yang dimiliki, maka logika
kita akan semakin tajam dan kita akan
berpikir lebih kritis
Hambatan untuk Berpikir Kritis
Hambatan untuk berpikir kritis akan mencegah
seseorang dari membuat keputusan/ kesimpulan
yang lebih efektif dan inovatif. Ada delapan
hambatan yang
untuk membantu mengingat adalah akronim
CAT
MAGIC, yaitu :
4. Konfirmasi bias - bukti agar sesuai
dengan keyakinan seseorang. Seseorang
harus beberapa kali mencari informasi yang
mendukung sudut pandang mereka untuk
mencari bukti baik yang mendukung atau
bertentangan. Ini merupakan cara terbaik
agar informasi bersifat “netral”.
Lanj Hambatan
4. Atribution (atau melayani diri
sendiri) bias - keyakinan bahwa hal-
hal baik terjadi pada kita karena
faktor internal dan hal-hal buruk
terjadi pada kita. Bias ini
menyebabkan kita untuk
mengesampingkan tindakan/
pemahaman orang lain, terutama hal
buruk.
Lanj Hambatan
5. Trust
Mempercayai bukti kesaksian -
kesalahan dari percaya informasi dari
orang lain, bahkan jika tidak ada bukti
untuk mendukung pernyataan mereka.
Studi telah membuktikan secara
konsisten individu lebih cenderung
mempercayai sesuatu atas rekomendasi
orang lain daripada kekuatan informasi
yang lain, namun berapa banyak dari
orang-orang yang sama benar-benar
mengetahui kebenaran rekomendasi-
rekomendasi
Lanj Hambatan
6. Memori penyimpangan -
sementara penghalang ini tampak
pada permukaan yang akan cukup
jelas (semua orang memiliki
kesenjangan dalam memori),
bahayanya terletak pada sifat
manusia umum mengisi celah
memori dengan informasi yang
mungkin benar atau mungkin
tidak benar.
Lanj Hambatan
7. Menerima otoritas tanpa pertanyaan -
perilaku yang didokumentasikan oleh
eksperimen terkenal dari peneliti Stanley
Milgram di mana banyak orang yang bersedia
untuk mengelola guncangan semakin lebih kuat
kepada orang lain atas perintah pihak yang
berwenang, walaupun mereka tidak yakin itu
benar hal yang perlu dilakukan.
8. Kegagalan berpikir kritis terus
memanifestasikan dirinya hari ini dalam
penerimaan buta kepada orang-orang dengan
derajat dipertanyakan atau keahlian.
Lanj Hambatan
9. Generalisasi dari pengamatan
terlalu sedikit - suatu penyimpulan
yang umum dalam suatu pengamatan
di mana suatu pendapat yang sedikit/
kelompok kecil. Kejadian yang sama
terjadi ketika sekelompok kecil
membahas masalah. Kita harus terus-
menerus menahan godaan untuk
mengambil jalan pintas.
Lanj Hambatan
10. Ketidaktahuan dan kegagalan untuk
mengakui suatu sifat yang mengarah ke
informasi palsu dan spekulasi liar. Tak seorang
pun ingin terlihat bodoh, jadi bukannya tidak
mengakui pendapat orang mungkin tidak benar
dan kemudian menjelaskan dengan cara yang
membuatnya tampak benar. Waspadalah
terhadap kebiasaan orang-orang yang cepat
dengan jawaban atau lambat untuk mengakui
bahwa mereka tidak tahu sesuatu.
11. Kebetulan, keyakinan yang salah bahwa
potongan-potongan informasi. Padahal
informasi ini adalah suatu kebetulan murni
Selamat Berpikir Kritis untuk
Mengoptimalkan Potensi Anda!
(Bebaskan Diri Anda dari Kebiasaan Membebek
dan Menelan Informasi Mentah-Mentah)

EMPATI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Sri Widatiningsih
PENDAHULUAN
Dalam pengambilan keputusan diperlukan adanya empati terhadap orang lain agar
keputusan yagn diambil tidak merugikan pihak lain.
Sebagai bidan yang dituntut mampu membantu klien dalam pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan asuhan, maka bidan harus dapat menempatkan dirinya di posisi klien,
dapat memahami dan merasakan apa yang dialami klien sehiongga keputusan yang
disarankan sesuai dengan kondisi klien kita. Disinilah pentingnya setiap mbidan harus
memiliki empati .
DEFINISI EMPATI
 Wilson Hogan :

Pemahaman intelektual atau imajinatif tentang kondisi atau keadaan pikiran orang lain.
 Nancy Eisenberg :

Kemampuan untuk menempatkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan mampu
merasakan perasaan orang lain, namun tetap dapat mempertahankan jati dirinya sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa empati adalah kemampuan merasakan apa yang dirasakan orang
lain.
Manfaat Empati
1. Mempengaruhi Identitas Diri.
 Kita cenderung menilai diri dengan memperhatikan orang lain saat berinteraksi.
Dengan empati, kita dapat mengetahui jelas siapa dan seperti apa kita karena
melihat perilaku dan sifat orang lain. 

Misalnya : seringkali kita merasa bersyukur dengan kondisi diri kita ketika orang lain
berkeluh kesah tentang kondisi kehidupannya sehingga kita merasa bahwa kita lebih
beruntung daripada orang lain, dan ini akan memperkuat identitas diri.
2. Meningkatkan Kerjasama. 
 Empati juga membantu tim dapat melakukan hal bersama secara efektif.

 Dalam sebuah penelitian, proses pengambilan keputusan yang melibatkan empati di


dalamnya dapat meningkatkan kerjasama tim dan menumbuhkan empati di dalam
diri setiap anggota tim. Saat menunjukkan empati, kita dapat menumbuhkan empati
dalam diri orang lain. 

3. Menghasilkan Inovasi.
 Empati dapat memperluas pola pikir serta menghasilkan sesuatu yang
bersifat baru (inovasi). Inovasi membuat kita terus bertumbuh dan
mengalami peningkatan. Kita tidak akan pernah mengalami kebuntuan
bahkan kemunduran dalam hal apapun.

4. Memberikan pengaruh.
 Empati dapat meningkatkan kepercayaan diri, membuat kita mampu untuk
menempatkan diri pada posisi orang lain dan memberikan pengaruh pada orang lain
.

 Dengan empati, kita mampu menerima sudut pandang orang lain terlebih dahulu
lalu membawa orang tersebut masuk ke dalam pandangan kita .

 Empati sangat dibutuhkan saat kita tidak setuju atau memiliki perbedaan pendapat
dengan orang lain. Empati membuat kita mampu memahami perbedaan dan melihat
sesuatu dari sudut pandang lain, bukan hanya sudut pandang kita sendiri. Empati
dapat membantu kita untuk lebih menghargai orang lain.

 5. Memunculkan tindakan berempati.

 Seseorang dengan empati memiliki keinginan cepat untuk membantu sesama dan
memiliki pikiran, perasaan yang sama dengan orang lain. Biasanya, orang seperti
ini akan langsung bertindak saat ada orang lain yang membutuhkan bantuan. Dia
juga bisa mengetahui apa yang orang lain rasakan dengan tepat.

 Empati tercermin dalam tindakan nyata yang penuh dengan belas kasih.  Dengan
memiliki empati, kita dapat memastikan bahwa tindakan yang dilakukan dapat
menciptakan hal yang positif. Intinya adalah selalu memiliki empati dan
menunjukkannya dalam tindakan nyata.

Jenis-jenis empati
1. Affective Empathy.
Dikenal sebagai empati emosional. Tipe ini bisa merasakan dan menanggapi emosi orang
lain. Seseorang yang memiliki empati afektif selalu ingin ikut membantu dan merasakan
apa yang orang lain rasakan.
Berempati secara emosional : memfokuskan diri pada perasaan orang lain. Kita
membayangkan saat berada di posisi orang lain, seperti apa perasaannya
2. Cognitive Empathy
Empati kognitif dikenal sebagai empati intelektual. Tipe ini memiliki kecerdasan untuk
menempatkan diri mereka dalam posisi orang lain. Dia bisa memahami sesuatu atau
seseorang dari segala macam sudut pandang. Empati kognitif ini sangat berguna dalam
menyelesaikan masalah di sebuah kelompok. Tipe ini bisa memahami motivasi, pikiran
dan emosi orang lain, tapi tidak merasakannya sedalam empati afektif. Kalau afektif adalah
merasakan, maka kognitif adalah mengerti.
Berempati secara kognitif : mempertimbangkan pemikiran orang lain. Kita
membayangkan saat kita berada di posisi orang lain. Bagaimana dan apa yang akan
dipikirkan orang tsb.
3. Somatic Empathy
Empati somatik adalah tentang hal diluar tubuh. Kita butuh melihat sesuatu yang terjadi di
luar diri kita baru bisa merasakan empati. Empati somatik jauh lebih lama. Kita harus
benar-benar melihat dulu kesulitan orang secara langsung baru bisa merasa empati. Orang
dengan tipe ini biasanya adalah orang cuek yang berhati lembut.
4. Spiritual Empathy
 Spiritual empati adalah tentang pencerahan yang didapatkan dari melihat sesuatu.
Seperti sengatan listrik yang langsung mendorongmu untuk bertindak. Agak
berbeda dengan empati lain, empati ini terjadi secara spontan. Spontanitas yang
kamu rasakan saat menolong orang itu bisa jadi karena kita termasuk tipe empati
spiritual.

Anda mungkin juga menyukai