12 karakteristik berpikir kritis dikelompokkan oleh (Ennis 2000) menjadi lima besar aktivitas
sebagai berikut :
1. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi : menfokuskan pertanyaan, menganalisis
pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau
pernyataan
2. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi
3. Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil
deduksi, menginduksi atau mempertimbangkan hasil induksi dan membuat serta menentukan
nilai pertimbangan
4. Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi
pertimbangan dan juga dimensi serta mengidentifikasi asumsi
5. Mengatur strategi dan teknik yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi dengan
orang lain
(Surya 2011) mengemukakan karakteristik berpikir kritis menurut Carole Wade, yaitu :
1. Kegiatan merumuskan pertanyaan
2. Membatasi permasalahan
3. Menguji data-data
4. Menganalisis berbagai pendapat dan bias
5. Menghindari pertimbangan yang sangat emosional
6. Menghindari penyederhanaan berlebihan
7. Mempertimbangkan berbagai interpretasi
8. Mentoleransi ambiguitas
Menurut (Ennis 2000) berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan
menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Oleh
karena itu, karakteristik kemampuan berpikir kritis dapat dijabarkan dari aktivitas berpikir kritis
meliputi :
1. Mencari pernyataan yang jelas dari pertanyaan
2. Mencari alasan
3. Berusaha mengetahui informasi dengan baik
4. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya
5. Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan
6. Berusaha tetap relevan dengan ide utama
7. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar
8. Mencari alternatif
9. Bersikap dan berpikir terbuka
10. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu
11. Mencari penjelasan sebanyak mungkin
12. Bersikap sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan masalah
Subskill berpikir kritis terdiri dari enam sub-skill menurut Facione (2004 dalam Potter & Perry,
2009) yaitu sebagai berikut :
1. Interpretasi (Interpretation)
Interpretasi merupakan proses memahami dan menyatakan makna atau signifikansi variasi
yang luas dari pengalaman, situasi, data, peristiwa, penilaian, persetujuan, keyakinan,
aturan, prosedur dan kriteria. Interpretasi meliputi sub-skill kategorisasi, pengkodean, dan
penjelasan makna.
2. Analisis (Analysis)
Analisis adalah proses mengidentifikasi hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep,
deskripsi, atau bentuk-bentuk representasi lainnya untuk mengungkapkan keyakinan,
penilaian, pengalaman, alasan, informasi dan opini.
3. Inferensi (Inference)
Inferensi merupakan proses mengidentifikasi dan memperoleh unsur yang dibutuhkan untuk
menarik kesimpulan, untuk membentuk suatu dugaan atau hipotesis, mempertimbangkan
informasi yang relevan dan mengembangkan konsekuensi yang sesuai dengan data.,
pernyataan, prinsip, bukti, penilaian, keyakinan, opini, konsep, deskripsi, pertanyaan dan
bentuk-bentuk representasi lainnya
4. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan suatu proses pengkajian kredibilitas pernyataan atau representasi yang
menilai atau menggambarkan persepsi, pengalaman, situasi, penilaian, keyakinan atau opini
seseorang serta mengkaji kekuatan logis dari hubungan aktual antara dua atau lebih
pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk representasi lainnya.
5. Eksplanasi (Explanation)
Eksplanasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mempresentasikan hasil penilaian
seseorang dengan cara meyakinkan dan koheren.
6. Pengontrolan diri (Self-Regulation)
Pengontrolan diri adalah kesadaran untuk memantau aktivitas kognitif sendiri, unsur-unsur
yang digunakan dalam aktivitas tersebut, dan hasil-hasil yang dikembangkan, terutama
melalui penggunaan keterampilan dalam menganalisis, mengevaluasi penilaian inferensial
seseorang dengan suatu pendangan melalui pengajuan pertanyaan, konfirmasi, validasi, atau
pembetulan terhadap hasil penilaian seseorang.
Bhisma mengemukakan bahwa untuk melatih berpikir kritis, seorang perlu menyadari dan
menghindari adanya kecenderungan untuk melakukan kesalahan-kesalahan yang menyebabkan
orang tidak berpikir kritis, antara lain sebagai berikut :
1. Dalam suatu argumen terlalu mengeneralisasi posisi atau keadaan. Sebagai contoh, dalam
suatu argumen terdapat kecenderungan untuk mengira semua orang tahu, padahal tidak
setiap orang tahu. Demikian juga mengira semua orang tidak tahu, padahal ada orang yang
tahu. Pemikir kritis berhati-hati dalam menggunakan kata “semua”, atau “setiap”. Lebih aman
menggunakan kata “sebagian besar”, atau “beberapa”.
2. Menyangka bahwa setiap orang memiliki bias (keberpihakan) di bawah sadar, lalu
mempertanyakan pemikiran refleksif yang dilakukan orang lain. Pemikir kritis harus bersedia
untuk menerima kebenaran argumen orang lain. Perdebatan tentang argumen bisa saja
menarik, tetapi tidak selalu berarti bahwa argumen sendiri benar.
3. Mengadopsi pendapat yang ego-sensitif. Nilai-nilai, emosi, keinginan, dan pengalaman seorang
mempengaruhi keyakinan dan kemampuan orang untuk memiliki pemikiran yang terbuka.
Pemikir kritis harus menyingkirkan kesalahan ini dan mempertimbangkan untuk menerima
informasi dari luar
4. Mengingat kembali keyakinan lama yang dipercaya dengan kuat tetapi sekarang ditolak
5. Kecenderungan untuk berpikir kelompok, suatu keadaan di mana keyakinan seorang dibentuk
oleh pemikiran orang-orang disekitarnya daripada apa yang dialami atau saksikan
Proses berpikir kritis yang dideskripsikan Wolcott dan Lynch dalam Sujanto (2004) adalah
1. Mengidentifikasi masalah informasi yang relevan dan semua dugaan tentang masalah tersebut
2. Mengeksplorasi interpretasi dan mengidentifikasi hubungan yang ada
3. Menentukan prioritas alternatif yang ada dan mengkomunikasikan kesimpulan
4. Mengintegrasikan, memonitor dan menyaring strategi untuk penanganan ulang masalah.
B. Langkah – langkah dalam memecahkan masalah
Prinsip utama dalam menetapkan suatu masalah adalah mengetahui fakta kemudian
memisahkan fakta tersebut dan melakukan interpretasi data menjadi fakta objektif dan
menentukan luasnya masalah tersebut. Pemecahan masalah merupakan aktivitas mental yang
tinggi dalam teori belajar seperti yang dikemukakan oleh Gagne dalam Warli (2006) yang
mengungkapkan bahwa teori belajar dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar, yaitu :
1. Belajar isyarat (signal learning)
2. Belajar stimulus respon (stimulus-response learning)
3. Rangkaian gerak (motor chaining)
4. Rangkaian verbal (verbal chaining)
5. Belajar membedakan (discrimination learning)
6. Belajar konsep (concepted learning)
7. Belajar aturan (rule learning)
8. Pemecahan masalah (problem solving)
Berdasarkan urutan tsb menunjukkan bahwa pemecahan masalah merupakan tahapan teori
belajar tertinggi sehingga dalam pelaksanaan pemecahan masalah membutuhkan suatu strategi.
Strategi dalam pemecahan masalah menurut Polya dan Pasmed dalam Depdiknas (2004) yaitu :
1. Mencoba-coba
Biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalah dengan trial
and error
2. Membuat diagram
Berkaitan dengan pembuatan sket atau gambar untuk mempermudah memahami
masalahnya dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaian.
3. Mencobakan pada soal sederhana
Berkenaan dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan sederhana
sehingga gambaran umum penyelesaian masalahnya akan lebih mudah dianalisis dan akan
lebih mudah ditemukan
4. Membuat tabel
Untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan fikiran sehingga segala sesuatunya
tidak hanya dibayangkan oleh otak dengan kemampuan terbatas
5. Menemukan pola
Berkaitan dengan mencari keteraturan-keteraturan sehingga memudahkan dalam
penyelesaian masalah
6. Memecah tujuan
Berkaitan dengan pemecahan tujuan umum yang hendak dicapai menjadi satu atau
beberapa tujuan bagian yang akan digunakan sebagai batu loncatan
Prosedur dalam memecahkan masalah menurut Rebori dalam Rahayu (2008) adalah :
1. Menemukan adanya masalah
2. Mengidentifikasi dan menemukan penyebab utama dari suatu masalah
3. Menghasilkan beberapa alternatif solusi
4. Menentukan alternatif solusi
5. Mengembangkan suatu rencana tindakan
6. Penerapan
Proses pemecahan masalah menurut Berry Beyer dalam Nasution (1999) adalah
sebagai berikut :
1. Merumuskan masalah/ soal
a. Menyadari adanya problem atau persoalan
b. Melihat maknanya
c. Mengusahakan agar masalah itu dapat dikendalikan
2. Mengembangkan jawaban sementara
a. Meneliti dan mengklasifikasi data yang ada
b. Mencari hubungan, membuat tafsiran yang logis
c. Merumuskan hipotesis
3. Menguji jawaban sementara
a. Mengumpulkan data/ bukti
b. Menyusun data/ bukti
c. Menganalisis data/ bukti
Dalam pemecahan masalah ada empat langkah fase penyelesaian menurut Polya
dalam Warli (2006) yaitu :
1. Memahami masalah
Seseorang akan mampu menyelesaikan masalah dengan benar apabila memahami masalah
yang diberikan.
2. Merencanakan penyelesaian
Fase ini sangat bergantung pada pengalaman seseorang dalam menyelesaikan masalah.
Seseorang akan cenderung lebih kreatif apabila memiliki pengalaman yang bervariatif.
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana
Penyelesaian masalah segera dilaksanakan apabila penyusunan rencana telah disusun
4. Melakukan pengecekan kembali
Melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan mulai dari fase pertama hingga fase ke
tiga
Pemecahan masalah menurut Gagne dalam Ruseffendi (1991) melalui lima langkah
yang harus dilakukan yaitu :
1. Menyajikan dalam bentuk yang lebih jelas
2. Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional (dapat dipecahkan)
3. Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk
dipergunakan dalam memecahkan masalah itu.
4. Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya (pengumpulan data,
pengolahan data dll), hasilnya mungkin lebih dari satu
5. Memeriksa kembali (mengecek) apakah hasil yang diperoleh itu benar atau mungkin memilih
alternatif pemecahan yang terbaik
Bagan proses pemecahan masalah
Pengambilan keputusan
Mengenalkan perubahan
Pengumpulan data
Analisa Data
Mengembangkan Pemecahan
Memilih alternatif
Implementasi
Evaluasi
Salah satu faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan dalam penyelesaian suatu
masalah adalah kurang tepat dalam mengidentifikasi masalah. Kualitas hasil penyelesaian
masalah tergantung pada keakuratan dalam mengidentifikasi masalah. Identifikasi masalah
dipengaruhi oleh informasi yang tersedia, nilai, sikap dan pengalaman pembuat keputusan serta
waktu penyelesaian masalah terutama pada saat pengumpulan data dan mengorganisir data.
Langkah-langkah dalam pemecahan masalah pada gambar dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Mengetahui hakekat dari masalah dengan mendefinisikan masalah yang dihadapi
Untuk memahami hakikat suatu masalah merupakan sesuatu yang tidak mudah, karena
masalah yang sebenarnya dihadapi sering terselubung dan tidak terlihat jelas. Oleh karena
itu diperlukan keahlian, pendidikan dan pengalaman untuk membuat diagnosa yang tepat
2. Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan
Pengumpulan data atau informasi dilakukan secara berkesinambungan melalui proses yang
sistematis sehingga upaya untuk mengantisipasi keadaan/ masalah yang mungkin timbul
akan lebih mudah dilaksanakan, seperti :
a. Apakah masalah yang dihadapi diketahui dengan jelas?
b. Apakah keadaan yang dihadapi merupakan masalah sebenarnya?
c. Apakah sistem pelaporan di dalam organisasi sudah memungkinkan untuk prediksi secara
tepat?
3. Mengolah data dan fakta
Fakta-fakta dan data yang telah terkumpul dengan baik diolah secara sistematis yang
akhirnya akan merupakan suatu informasi yang akan digunakan sebagai bahan untuk
pengambilan keputusan. Analisa fakta dan data perlu dihubungkan dengan serangkaian
pertanyaan :
a. Situasi yang bagaimanakah yang menimbulkan masalah?
b. Apa latar belakang dari masalah itu?
c. Apa pengaruh dan hubungan antara masalah yang dihadapi dengan tujuan, rencana dan
kebijakan yang ada?
d. Apa konsekuensi atas keputusan yang diambil?
e. Apakah waktu pengambilan data tepat?
f. Siapa yang akan bertugas mengambil tindakan?
4. Menentukan beberapa alternatif pemecahan masalah
Baik buruknya suatu keputusan yang diambil tergantung pada kemampuan menganalisa
kekuatan dan kelemahan alternatif yang dihadapi. Dalam usaha menganalisa alternatif yang
ada, seseorang perlu memperhitungkah :
a. Siapa yang terlibat/ dipengaruhi oleh alternatif?
b. Tindakan apa yang diperlukan?
c. Reaksi apa yang mungkin timbul?
d. Dimana sumber reaksi tersebut?
e. Interaksi apa yang diperlukan?
5. Memilih cara pemecahan dari alternatif yang dipilih
6. Memutuskan tindakan yang akan diambil
Pada point 5 dan 6 seseorang menentukan keputusan yang akan diambil dalam rangka
memecahkan suatu permasalahan. Setiap pengambilan keputusan tentu disertai dengan
risiko. Pada umumnya pilihan diambil dari beberapa alternatif jika diduga bahwa pilihan
tersebut akan memberikan manfaat yang paling besar untuk jangka waktu panjang maupun
jangka pendek. Namun demikian, perlu dipertimbangkan juga bahwa risiko yang menyertai.
7. Evaluasi
Untuk mengadakan penilaian yang baik diperlukan obyektivitas dalam melakukan penilaian
atau evaluasi. Biasanya suatu hal yang sangat sukar bagi seseorang untuk menilai dirinya
sendiri secara obyektif. Oleh karena itu pelaksanaan penilaian dapat diserahkan kepada pihak
ketiga yang tidak terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memperoleh
tingkat obyektivitas setinggi mungkin. Pada proses evaluasi perlu diperhatikan mengenai
tempat, penanggung jawab serta waktu pelaksanaan kegiatan.
A. Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berfikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik)
yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Penalaran merupakan proses berfikir yang
menggunakan argumen, pernyataan, premis-premis atau aksioma untuk menentukan benar
salahnya suatu kesimpulan. Penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu
aktivitas berfikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang
benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau
diasumsikan sebelumnya (Wardani 2008)
Pernyataan yang menjadi dasar penarikan suatu kesimpulan dalam penalaran disebut
premis atau antesedens, sedangkan suatu pernyataan baru yang merupakan kesimpulan disebut
konklusi atau konsekuensi (Shadiq 2004). Bernalar merupakan proses yang “dialektis” artinya
selama seorang individu bernalar atau berfikir maka fikirannya dalam keadaan tanya jawab untuk
dapat meletakkan hubungan antara pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki. Para ahli logika
mengemukakan ada tiga proses yang harus dilalui dalam bernalar yaitu : membentuk pengertian,
membentuk pendapat dan membentuk kesimpulan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah suatu kegiatan berfikir logis
untuk mengumpulkan fakta, mengelola, menganalisis, menjelaskan dan membuat kesimpulan.
Penalaran merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan
simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga
wujud penalaran akan berupa argumen. Dengan demikian; pernyataan atau konsep adalah
abstrak dengan simbol berupa kata sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah
kalimat dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumen akan dapat menentukan
kebenaran konklusi dari premis.
Kesimpulannya, ada tiga bentuk pemikiran manusia, yaitu aktivitas berfikir yang saling
berkait, tidak ada proposisi tanpa pengertian dan tidak ada penalaran tanpa proposisi. Sehingga
“penalaran dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian
pengertian”
Tujuan seseorang melakukan penalaran adalah untuk menemukan kebenaran. Hal ini dapat
dicapai jika syarat-syarat dalam menalar dapat dipenuhi :
a. Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang
memang benar atau sesuatu yang memang salah
b. Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi, semua
premis harus benar; yaitu harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material.
Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan-aturan berfikir
yang tepat
Material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis adalah tepat.
B. Pengertian Logika
Logika secara etimologis berasal dari bahasa Yunanai “Logike” yang berhubungan dengan
kata “Logos” yang berarti ucapan, atau fikiran yang diucapkan secara lengkap (Karomani 2009).
Irving M. Copi (Mundiri 2005) menjelaskan Logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan
hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang
salah. Logika ilmu kecakapan bernalar dan berfikir dengan tepat (Poespoprodjo & Gilarso 2006).
Sedangkan dalam KBBI, Logika adalah pengetahuan tentang berfikir atau jalan fikiran yang masuk
akal. Jadi, logika adalah salah satu cabang ilmu bahasa yang menjelaskan tentang berfikir dan
untuk menarik sebuah kesimpulan.
Dalam logika ada proses penyimpulan, yaitu proses pengambilan suatu kesimpulan dari
premis-premis tertentu. Menurut KBBI penyimpulan adalah keputusan yang diperoleh
berdasarkan metode berfikir induktif atau deduktif. Penarikan simpulan tedapat dua macam
yaitu penyimpulan langsung dan penyimpulan tidak langsung.
1. Penyimpulan Langsung
Penyimpulan langsung adalah suatu penyimpulan dengan premis dapat terdiri atas satu, dua
atau lebih putusan. Dengan menggunakan putusan tertentu dapat menyimpulkan putusan
baru dengan memakai subjek dan predikat yang sama. Subjek adalah suatu hal yang diberi
keterangan, sedangkan predikat adalah sesuatu yang menerangkan subjek (Poespoprodjo &
Gilarso 2006).
a. Ekuivalensi
Adalah suatu putusan yang mengatakan suatu hal yang persis sama. Putusan-putusan baru
tersebut tidak menyatakan sesuatu yang baru, hanya perumusannya yang berlainan
dengan menggunakan subjek dan predikat yang sama (Poespoprodjo & Gilarso 2006)
Contoh :
Tidak ada mahasiswa Prodi Kebidanan yang bertubuh pendek
Ekuivalensinya : Tidak ada mahasiswa yang bertubuh pendek pada Prodi kebidanan
b. Pembalikan
Adalah suatu putusan yang memperoleh putusan yang baru dengan jalan mengganti
subjek dan predikat, sehingga yang dulunya menjadi subjek akan menjadi predikat dan
sebaliknya yang predikat menjadi subjek dengan tidak mengurangi isi kebenarannya.
Contoh :
Persalinan per vaginam itu bukan sectio cesarea
Pembalikan : Persalinan Sectio cesarea itu bukan per vaginam
c. Perlawanan/ Oposisi
1) Perlawanan Kontradiktoris
Apabila kedua proposisi itu saling menyangkal satu sama lain. Proposisi ini tidak
mungkin benar semua atau salah semua.
Apabila salah satu proposisi memiliki nilai benar maka proposisi lain pasti salah.
Perlawanan kontradiktif dapat terjadi apabila terdapat dua buah proposisi yang
mengacu pada kelompok yang sama tetapi berbeda baik dalam kualitas maupun
kuantitas.
Contoh :
Semua bidan adalah wanita
Sebagian bidan adalah bukan wanita
Bila proposisi “semua bidan adalah wanita” benar maka proposisi “sebagian bidan
adalah bukan wanita” pasti salah. Demikian juga sebaliknya.
2) Perlawanan Kontraris
Apabila keduanya tidak mungkin benar semua tetapi mungkin salah semua atau salah
satu benar dan lainnya salah. Perlawanan kontraris dapat terjadi apabila dua
proposisi yang mengacu kepada kelompok-kelompok yang sama dan memiliki
kuantitas universal, tetapi berbeda dalam kualitas
Contoh :
Semua bidan adalah wanita
Sebagian bidan adalah bukan wanita
Bila proposisi “semua bidan adalah wanita” benar, maka proposisi “sebagian bidan
adalah bukan wanita” pasti salah. Tetapi jika proposisi “semua bidan adalah wanita”
salah, maka proposisi “sebagian bidan adalah bukan wanita” bisa salah juga bisa
benar.
3) Perlawanan Subkontraris
apabila keduanya tidak mungkin salah semua, tetapi mungkin benar semua, atau
salah satu benar dan sisanya salah. Perlawanan subkontraris dapat terjadi apabila
terdapat dua buah proposisi yang mengacu kepada kelompok-kelompok yang sama
dan memiliki kualitas partikular tetapi berbeda dalam kualitas
Contoh :
Semua bidan adalah wanita.
Sebagian bidan adalah bukan wanita.
Bila proposisi “semua bidan adalah wanita” salah, maka proposisi “sebagian bidan
adalah bukan wanita” pasti benar. Karena, jika proposisi “sebagian bidan adalah
wanita” salah, maka, sebagai konsekuensinya setidak-tidaknya ada satu bidan yang
bukan wanita. Tetapi lain halnya bila proposisi “sebagian bidan adalah bukan wanita”
benar, maka belum dapat kita katakan nilainya apakah sebagian bidan wanita bisa
benar bisa juga salah
4) Perlawanan Subalternasi
Apabila keduanya mengacu pada kelompok-kelompok yang sama, dan memiliki
kualitas yang sama (baik afirmatif maupun negatif), tetapi berbeda dalam kuantitas.
Jadi dua proposisi yang berlawanan secara subalternan selalu berdiri atas proposisi
universal dan proposisi partikular, sedangkan kualitas masing-masing proposisi selalu
sama. Dalam perlawanan subalternan, bila proposisi universal benar, maka proposisi
partikular pasti benar, dan kalau proposisi partikular salah , maka proposisi universal
salah dan sebaliknya
Contoh :
Semua bidan adalah wanita.
Sebagian bidan adalah wanita.
Bila proposisi “semua bidan adalah wanita” benar, maka proposisi “sebagian bidan
adalah bukan wanita” juga benar. Dan jika proposisi “sebagian bidan adalah wanita”
salah, maka proposisi “semua bidan adalah bukan wanita” juga salah. Akan tetapi,
proposisi “semua bidan adalah wanita” belum dapat ditentukan nilainya, atau
mungkin juga salah. Demikian juga halnya bila proposisi “semua bidan adalah wanita”
salah, maka proposisi “sebagian bidan adalah wanita” juga tidak dapat ditentukan
nilainya.
a) Generalisasi Sempurna
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan yang
diselidiki.
Contoh :
(1) Setelah kita memperhatikan jumlah hari pada setiap bulan tahun Masehi kemudian
disimpulkan bahwa : Semua bulan Masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31. dalam
penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap bulan kita
selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan.
(2) Setelah bertanya pada masing-masing mahasiswa kebidanan tentang kewarganegaraan
mereka, kemudian disimpulkan bahwa : Semua mahasiswa kebidanan adalah warga
negara Indonesia. Dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu
kewarganegaraan masing-masing mahasiswa, kita selidiki tanpa ada yang ketinggalan.
Generalisasi sempurna ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang.
Tetapi tentu saja tidak praktis dan tidak ekonomis (Mundiri 1994)
b) Generalisasi Tidak Sempurna
Adalah generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan
yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.
Contoh :
Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang
suka bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa
yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan ini adalah generalisasi tidak sempurna.
Generalisasi tidak sempurna ini tidak menghasilkan kesimpulan sampai ke tingkat pasti
sebagaimana generalisasi sempurna, tetapi corak generalisasi ini jauh lebih praktis dan
lebih ekonomis dibandingkan dengan generalisasi sempurna.
Jika kita berbicara tentang generalisasi, yang dimaksud adalah generalisasi tidak
sempurna. Karena populernya generalisasi ini oleh para ahli logika disebut sebagai induksi
tidak sempurna untuk menyebut bahwa tehnik ini paling banyak digunakan dalam
penyusunan pengetahuan (Mundiri 1994)
Dari segi sifat yang dimilikinya, induksi tidak sempurna dibagi 2 macam, dalam kekuatan
putusan yang ternyata :
(1) Dalam ilmu alam (sciences) putusan yang tercapai melalui induksi tidak sempurna ini
berlaku umum, mutlak jadi tak ada kecualinya. Hukum alam berlaku dengan pasti.
Hukum alam juga boleh disebut berlaku umum-mutlak (dalam lingkungan alam itu).
Hukum kepastian dan kemutlakan ini hanya berlaku dalam bidang alamiah saja.
Contoh : hukum air mengenai pembekuannya “Air akan membeku jika didinginkan”
Dan ilmu tidak ragu-ragu untuk meramalkan tentang pembekuan air ini karena
bersifat pasti dan mutlak.
(2) Jika ilmu mempunyai obyek yang terjadinya bisa kena pengaruh dari manusia yang
sedikit banyaknya dapat ikut menentukan kejadian-kejadian yang menjadi
pandangan-pandangan ilmu, maka lain pula halnya. Ilmunya disebut ilmu sosial serta
obyek penyelidikannya mungkin terpengaruhi oleh kehendak manusia. Kalau pada
prinsipnya hukum alam tidak ada pengecualiannya maka hukum-hukum pada ilmu
sosial ini selalu ada kemungkinan kekecualiannya (Poedjawijatna 2004).
Contoh : mahasiswa kebidanan ada yang suka makan pecel, malahan banyak yang
suka makan pecel tetapi jangan segera diambil putusan umum, bahwa mahasiswa
kebidanan itu semuanya suka makan pecel. Suka atau tidak suka makan pecel itu
sama sekali bukan sifat mutlak manusia di mana pun juga.
Generalisasi Ilmiah
Pada dasarnya, generalisasi ilmiah tidak berbeda dengan generalisasi biasa, baik dalam bentuk
maupun permasalahannya. Perbedaan utama terletak pada metodenya, kualitas data serta ketepatan
dalam perumusannya. Generalisasi dikatakan sebagai penyimpulan karena apa yang ditemui dalam
observasi sebagai sesuatu yang benar, maka akan benar pula sesuatu yang tidak diobservasi, pada
masalah sejenis atau apa yang terjadi pada sejumlah kesempatan akan terjadi pula pada kesempatan
yang lain bila kondisinya yang sama terjadi.
Pada generalisasi ilmiah, ada 6 tanda penting yang harus kita perhatikan adalah
(1) Datanya dikumpulkan dengan observasi yang cermat, dilaksanakan oleh tenaga terdidik serta
mengenal baik permasalahannya. Pencatatan hasil observasi dilakukan dengan tepat,
menyeluruh dan teliti; pengamatan dan hasilnya dibuka kemungkinan adanya cek oleh peneliti
terdidik lainnya
(2) Adanya penggunaan instrumen untuk mengukur dan mendapatkan ketepatan serta menghindari
kekeliruan sejauh mungkin
(3) Adanya pengujian, perbandingan serta klasifikasi fakta
(4) Pernyataan generalisasi jelas, sederhana, menyeluruh dinyatakan dengan term yang padat dan
metematik
(5) Observasi atas fakta-fakta eksperimental hasilnya dirumuskan dengan memperhatikan kondisi
yang bervariasi misalnya waktu, tempat dan keadaan khusus lainnya
(6) Dipublikasikan untuk memungkinkan adanya pengujian kembali, kritik, dan pengetesan atas
generalisasi yang dibuat (Mundiri 1994).
Menurut Soekadijo, generalisasi yang baik harus memenuhi 3 syarat, antara lain :
(1) Generalisasi harus tidak terbatas secara numerik.
Artinya, generalisasi tidak boleh terikat kepada jumlah tertentu. Kalau dikatakan ” Semua A
adalah B ”, maka proposisi itu harus benar, berapa pun jumlah A. Proposisi itu berlaku untuk
setiap dan semua subyek yang memenuhi kondisi A.
Contohnya : Semua perempuan adalah cantik.
(2) Generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-temporal.
Artinya, tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi, harus berlaku di mana saja dan kapan
saja.
Contohnya : Semua dosen adalah orang terpelajar
(3) Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian.
Yang dimaksud dengan ’dasar pengandaian’ di sini adalah dasar dari yang disebut contrary-to-
facts conditionals atau unfulfilled conditionals.
Rumusnya :
Faktanya : x, y, dan z itu masing-masing bukan B
Ada generalisasi : Semua A adalah B
Pengandaiannya : andaikata x, y, dan z itu masing-masing sama dengan A atau dengan kata-kata
lain, andaikata x, y, dan z itu masing-masing memenuhi atau sama kondisiya dengan A, maka
pastilah x, y, dan z itu masing-masing sama dengan B (Soekadijo 1991).
Contohnya :
Faktanya : Sofan, Syaiful dan Budi itu bukan perempuan
Generalisasi : Semua yang cantik adalah perempuan
Pengandaiannya : Andaikata Sofan, Syaiful dan Budi itu cantik, maka pastilah Sofan, Syaiful dan
Budi itu perempuan.
Dalam buku Logika Scientifika, dijelaskan bahwa untuk menentukan generalisasi yang sehat, kita
harus menerapkan tiga buah cara pengujian adalah sebagai berikut :
(1) Adakah kita telah mempertimbangkan hal-hal atau kejadian-kejadian dari kelompok yang diuji
dalam jumlah secukupnya?. Orang harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah
generalisasi (mencapai kemungkinan probabilitas) dapat dipercaya. Dan kemungkinan tersebut
harus muncul karena didasarkan contoh-contoh yang cukup. Apabila yang dipersoalkan unsur-
unsur yang tidak dapat ditentukan, misalnya manusia, maka hanya akan membuat generalisasi
yang terburu-buru. Maka hendaknya orang waspada terhadap generalisasi, seperti :
semua orang laki-laki sama saja
orang yang selalu ke masjid tidak mungkin jadi komunis
barang siapa memuji Marx adalah komunis
semua orang kaya kikir dan materialis.
(2) Pernyataan-pernyataan semacam ini mudah dan cepat sekali beredar. Akan tetapi, pemikir yang
kritis akan selalu mendesak untuk mengujinya terlebih dahulu guna melihat adakah pernyataan-
pernyataan semacam itu memiliki bukti faktualnya sebelum menerimanya.
(3) Adakah hal-hal atau kejadian-kejadian yang diuji merupakan sample yang cukup dari seluruh
kelompok yang dipertimbangkan? Orang hendaknya melihat adakah sample yang diselidiki cukup
representatif mewakili kelompok yang diperiksa. Apabila tidak, agak sulitlah untuk memperoleh
hasil yang seksama
Ada kekecualian dalam kesimpulan umum? Apabila ada kekecualian, apakah juga diperhitungkan
dan diperhatikan dalam membuat dan melancarkan generalisasi?
Apabila jumlah kekecualiannya banyak, kita tidak mungkin dapat membuat generalisasi.
Tetapi jika hanya terdapat beberapa kekecualian, kita masih dapat membuat generalisasi, asalkan
selalu waspada dan hati-hati untuk tidak menggunakan kata-kata seperti : semua, setiap, tiap-tiap
dalam generalisasi. Kata-kata seperti ini hendaknya diganti dengan istilah : pada umumnya,
kebanyakan, menurut garis besarnya.
Meskipun yang terakhir ini akan mewujudkan generalisasi yang tidak sempurna, namun cukup
merupakan bentuk pemikiran yang sehat dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari
(Poespoprodjo 1999).
Adapun menurut buku Logika, untuk menguji apakah generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk
dipercaya dapat kita pergunakan evaluasi sebagai berikut :
(1) Apakah sampel yang digunakan secara kuantitatif cukup mewakili. Semakin banyak jumlah
fenomena yang digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan, meskipun kita tidak boleh
menyatakan bahwa dua kali jumlah fenomena individual akan menghasilkan dua kali kadar
keterpercayaan.
Misalnya : Untuk menentukan jenis darah seseorang cukup dengan satu titik darinya. Atau untuk
menentukan kadar kejernihan air sebuah sungai cukup satu gelas saja.
Tetapi sebaliknya, untuk menentukan faktor dominan apakah yang menjadi sebab sebuah
kejahatan tidak cukup mendasarkan kepada beberapa orang saja.
(2) Apakah sample yang digunakan cukup bervariasi. Semakin banyak variasi sample, semakin kuat
kesimpulan yang dihasilkan.
Misalnya : Untuk menentukan kadar minat dan kesadaran berkoperasi sebagai sistem ekonomi
yang diharapkan bagi bangsa Indonesia, harus diteliti dari berbagai suku bangsa, berbagai lapisan
penghidupan, berbagai pendidikan dan berbagai usia.
(3) Apakah dalam generalisasi itu diperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum
atau tidak. Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga, terutama jika kekecualian itu
cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup besar tidak mungkin diadakan generalisasi.
Semakin cermat faktor-faktor pengecualian dipertimbangkan, semakin kuat kesempatan yang
dihasilkan.
Misalnya : Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus dirumuskan dengan hati-hati, kata-kata
seperti : semua, setiap, selalu, tidak pernah, selamanya dan sebagainya harus dihindari. Pemakaian
kata : hampir seluruhnya, sebagian besar, kebanyakan ; harus didasarkan atas pertimbangan
rasional yang cermat.
(4) Apakah kesimpulan yang disimpulkan konsisten dengan fenomena individual. Kesimpulan yang
dirumuskan haruslah merupakan konsekuen logis dari fenomena yang dikumpulkan, tidak boleh
memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada.
Misalnya : Penyelidikan tentang faktor utama penyebab rendahnya prestasi akademik mahasiswa
kebidanan. Apabila data setiap individu dari sampel yang diselidiki ditemukan faktor-faktor
lemahnya penguasaan bahasa asing, miskin literatur, kurang berdiskusi serta terlalu banyaknya
jenis mata kuliah. Lalu, disimpulkan bahwa penyebab rendahnya prestasi itu adalah lemahnya
penguasaan bahasa asing dan miskin literatur, ini tidak merupakan konsekuensi logis dari
fenomena yang dikumpulkan. Semakin banyak faktor analogik ditinggalkan, semakin lemah
kesimpulan yang dihasilkan (Mundiri 1994).
2) Analogi
Pikiran itu berangkat dari suatu kejadian khusus ke suatu kejadian khusus lainnya
yang semacam dan menyimpulkan bahwa yang benar pada yang satu juga akan benar
pada yang lain (Poespoprodjo & Gilarso 2006).
Analogi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang
mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu
hal akan berlaku pula untuk hal yang lain (Keraf 1994)
Analogi merupakan proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain,
kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada yang fenomena pertama akan
terjadi pada fenomena yang lain (Mundiri 2005).
Analogi merupakan suatu bentuk penalaran induktif dimana kesimpulan mengenai
sesuatu (kejadian, orang, objek) karena kemiripannya dengan benda-benda lain.
Analogi pada dasarnya membandingkan dua hal, dan mengambil kesamaan dari dua
hal tersebut (Karomani 2009).
Contoh:
Sheila berwajah putih karena memakai bedak padat.
Keysia juga ikut memakai bedak padat agar berwajah putih.
Dari contoh di atas Keysia menggunakan penalaran analogi induktif. Karena, ia
menarik simpulan jika memakai bedak padat maka wajahnya akan putih seperti
Sheila.
Daftar Pustaka
Akhadiah, S., 1994. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia, Jakarta: Erlangga.
Karomani, 2009. Logika, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Keraf, G., 1994. Argumentasi dan Narasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Tama.
Mundiri, 2005. Logika, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mundiri, 1994. Logika, Jakarta: Raja Grafindo.
Parera, J.D., 1991. Kajian Linguistik Umum Historis Komparatif dan Tipologi Struktural Kedua., Jakarta:
Erlangga.
Poedjawijatna, 2004. Logika Filsafat Berfikir, Jakarta: Rineka Cipta.
Poespoprodjo, 1999. Logika Scientifika, Bandung: Pustaka Grafika.
Poespoprodjo, W. & Gilarso, E.T., 2006. Logika Ilmu Menalar, Bandung: Pustaka Grafika.
Shadiq, F., 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi, Yogyakarta: PPPG Matematika.
Soekadijo, R., 1991. Logika Dasar, Tradisional, Simbolik dan Induktif, Jakarta: Gramedia Pustaka.
Surajiyo, S.A. & Andiani, S., 2005. Dasar-dasar Logika, Jakarta: Bumi Aksara.
Wardani, S., 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/ MTs Untuk Optimalisasi
Pencapaian Tujuan. , p.11.
ARGUMENTASI
A. PENGERTIAN ARGUMENTASI
Menurut KBBI Argumen adalah alasan dapat dipakai untuk memperkuat atau
menolak suatu pendapatan, pendirian,atau gagasan, sedangkan berargumen adalah
berdebat dengan salingmempertahankan atau menolak alasan masing ,masing.
Menurut Vincent, dalam bukunya yang berjudul Becoming A Critical Thinker: A
Mater Student texts Argumen diartikan sebagai: “the statement of a point of view and the
evidence that supports it in a way intended to be persuasive to other people.” jadi
argumentasi merupakan suatu pernyataan yang didukung oleh bukti-bukti yang
dapat mengubah atau mempengaruhi pikiran orang lain. Argumen juga dapat
diartikan sebagai proses untuk memperkuat suatu klaim melalui analisis berpikir
kritis berdasarkan dukungan dengan bukti-bukti dan alasan yang logis. Bukti-bukti ini
dapat mengandung fakta atau kondisi objektif yang dapat diterima sebagai suatu
kebenaran (Inch & Warnick, 2006)
Dari dua pengertian ini, jelaslah bahwa argumentasi itu adalah suatu pernyataan
(klaim) yang bukan semata-mata diucap dengan tanpa dasar. Argumentasi harus
selalu berorientasi pada data, fakta atau bukti-bukti yang objektif sehingga
dapat diterima kebenarannya. Olehkarenanya untuk berargumentasi seseorang akan
melakukan kegiatan analisis dan berpikir kritis. Lebih jauh lagi argumentasi juga
memiliki sifat persuasif atau dapat mengubah mau pun mempengaruhi pikiran orang
lain. Hal ini juga ditegaskan oleh Driver dan teman-teman, bahwa argumentasi
adalah proses yang digunakan seseorang untuk menganalisis informasi kemudian
dikomunikasikan kepada orang lain. (Driver, Newton, & Osborne. 1998).
Definisi lain dari istilah argument seperti yang dikutip oleh Fathiaty Murtadho,
yakni suatu kegiatan verbal sosial dan rasional yang bertujuan untuk meyakinkan
suatu kritik yang wajar terhadap penerimaan suatu pandangan dengan mengajukan
suatu konstelasi preposisi yang membenarkan atau membantah preposisi yang
dinyatakan di dalam suatu sudut pandang. Selanjutnya, argumentasi juga
merupakan kegiatan rasional karena pada umumnya argumen didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan intelektual. (Van Eemeren dan Rob.Grootendorst, 2004:
1-2). Menurut Mark Vorobej, bahwa argumen memuat ungkapan-ungkapan lisan
atau tertulis, dan pernyataan atau presentasi publik yang disampaikan individu
pada umumnya merupakan suatu tindak komunikatif yang terpisah, dengan batasan-
batasan wilayah dan waktu yang ditentukan secara jelas (Mark Vorobej, 2006: 3).
Besnard dan Hunter menyatakan bahwa argumentasi pada umumnya mencakup
aktifitas mengidentifikasi asumsi-asumsi dan simpulan-simpulan yang relevan dari
suatu masalah yang dianalisis. Argumentasi juga mencakup aktifitas mengidentifikasi
konflik yang hasilnya diperlukan untuk mendukung atau menolak kesimpualan-
kesimpulan tertentu. (Philippe Besnard dan Anthony Hunter, 2008: 2-3).
Dalam hal ini, berarti argumentasi adalah suatu kegiatan yang terkait dengan
rasionalisasi ungkapan dan tentunya terkait dengan pengembangan penalaran
atau logika serta intelektualitas. Bentuk argumentasi ini dapat berupa lisan dapat
pula berupa tulisan. Menurut Vincent argumen dapat bervariasi dalam panjang dari
satu kalimat untuk sebuah esai singkat atau bahkan ke 100.000-kata buku. Jenis
yang paling sederhana dari argumen terdiri dari menyatakan apa yang kita pikirkan
dan mengapa kita berpikir itu. Sedangkan dalam bentuk yang lebih panjang atau
kompleks argumen mengandung jaringan pernyataan atau klaim, bersama-sama
dengan data pendukung (2009: 187).
B. STRUKTUR ARGUMENTASI
Stuktur dasar argumentasi adalah berbagai macam bentuk, format dari sebuah proses
berfikir secara logis. Stuktur dan bentuk argumen terdiri dari:
2. Analogi
Analogi adalah membandingkan dua hal yang memiliki ciridan karakteristik
yang sama, misalnya A dan B ada kesamaan. Anda mengetahui sesuatu tentang
A, namun anda tidak mengetahui beberapa sisi tentang B. Dengan membuat
perbandingan atau analogi, anda menarik kesimpulan dari perbandingan, atau
analogi, dapat ditarik kesimpulan dari memperbandingkan pengetahuan anda
tentang A dan menerapkan pada B.
3. Silogisme
Silogisme merupakan argumentasi umum yang menunjukan bagaimana otak kita
bekerja yaitu menghubungkan ide ide dan menarik kesimpulan dari relasiantara
ide yang satu dengan ide yang lain.
Contoh:
a. Setiap M adalah P (premis
mayor) b. Setiap S adalah M
(premis minor) c. Jadi setiap S
adalah P
Proses pembelajaran yang dimaksud di sini adalah suatu proses interaksi antara
pendidik, peserta didik, dan sumber belajar di lingkungan belajar yang saling bertukar
informasi. Dalam proses belajar semacam ini tentunya masing-masing pebelajar mau
pun pembelajar berharap mendapat manfaat dari proses belajar tersebut. Oleh
karenanya kemudian tujuan pembelajaran pada akhirnya menjadi tuntutan utama
dalam proses belajar ini.
Tujuan pembelajaran merupakan arah yang hendak dicapai dari rangkaian
aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat
pahami sebagai bentuk perilaku kompetensi yang spesifik, aktual, dan terukur sesuai
dengan yang diharapkan (terjadi, dimiliki, atau dikuasai) mahasiswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran tertentu. Menurut Magner (1962) tujuan pembelajaran
adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh peserta
didik sesuai kompetensi; sedangkan Dejnozka dan Kavel (1981) mendefinisikan
tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan spefisik yang dinyatakan dalam bentuk
perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tulisan yang menggambarkan hasil belajar
yang diharapkan.
Bila kita kembali pada pemahaman argumentasi, maka argumentasi adalah suatu
kegiatan yang terkait dengan rasionalisasi ungkapan dan tentunya terkait dengan
pengembangan penalaran atau logika serta intelektualitas.Seperti yang dikutip oleh
Hamid Fahmy Zarkasyi, argumentasi merupakan proses yang digunakan
seseorang untuk menganalisis informasi kemudian dikomunikasikan kepada orang
lain. Untuk terlibat dalam argumentasi diperlukan keterampilan penalaran dan
pemahaman terhadap ilmu pengetahuan dengan lebih baik (Driver, Newton, &
Osborne, 1998; Mortimer & Scott, 2003).
Seperti dikatakan Marttunen (2005), maka argumentasi dalam proses
pembelajaran dapat membantu mahasiswa dalam meningkatkan keterampilan
berpikir kritis. Berargumentasi juga akan dapat meningkatkan hasil belajar dan
kinerja mahasiswa. Demikian ditegaskan pula oleh Cross, Hendricks, & Hickey
(2008), bahwa belajar argumentasi dapat memperkokoh pemahaman konsep,
memungkinkan mahasiswa mendapatkan ide-ide baru yang dapat memperluas
pengetahuan, dan menghilangkan miskonsepsi yang dialami mahasiswa. Pada
akhirnya dengan argumentasi akan memperoleh suatu landasan kuat dalam
memahami suatu konsep secara utuh dan benar.
G. MEMBUAT ARGUMETASI
Dalam kehidupan nyata, tidak mudah kita mengidentifikasi sebuah argumen. Ini
disebabkan oleh tidak adanya sistem yang mudah, kecuali kita dapat mengidentifikasi
mana yang premis dan mana yang kesimpulan. Selain itu pula, dalam kehidupan
sehari-hari tidak selalu kita temukan argumentasi dalam bentuk yang baku. Bentuk
baku dari argumentasi ini berciri pada adanya premis-premis dan kesimpulan. Contoh
yang paling sederhana dari bentuk baku ini, misalnya:
Premis mayor: Martha adalah putri ibu Harti
Premis minor: Ibu Harti sekeluarga tinggal di jalan
Soetopo Kesimpulannya: Martha putri ibu Harti tinggal di
jalan Soetopo
Langkah awal yang harus dipahami oleh seseorang untuk membuat argumen ini,
adalah memahami adanya bentuk baku dari sebuah argumen seperti contoh
sederhana tersebut di atas. Tanpa memahami hal ini maka argumen yang dibuatnya
sulit untuk dipahami atau bahkan akan menjadi fallacy (sesat pikir).
Menurut M. Guntur Hamzah, fallacy diartikan sebagai proses penalaran atau
argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan menyesatkan. Fallacy
merupakan gejala berpikir yang
H. MENGEVALUASI ARGUMEN
Melibatkan diri pada suatu konsep argumentasi atau bahkan hingga usaha
pengembangannya, diperlukan ketrampilan bernalar dan pengetahuan serta fakta-
fakta yang akurat. Hal ini seperti telah dibahas sebelumnya, bahwa argumentasi itu
adalah sebuah kegiatan yang terkait dengan rasionalisasi ungkapan, sehingga sangat
terkait dengan pengembangan penalaran atau logika serta intelektualitas.
Olehkarenanya, untuk mengetahui kualitas sebuah argument dibutuhkan suatu
analisis yang mengarah pada kualiatas bernalar, pengetahuan, serta fakata-fakta
yang digunakan untuk dasar membuat argumentasi. Eduran (2008) mengatakan,
bahwa argumen yang kuat memiliki banyak pembenaran yang relevan dan
spesifik untuk mendukung kesimpulan dengan bukti-bukti konsep yang akurat.
Adapun ciri-ciri argumentasi yang lemah ditunjukkan dengan tidak adanya
pertimbangan pengetahuan ilmiah, tidak akurat, tidak spesifik, dan tidak tepat.
Selanjutnya dikatakan pula, dalam menilai kualitas suatu argumen dapat dilihat dari
dua demensi, yakni demensi kualitas konseptual dan demensi kualitas
epistemologikal. Kualitas konseptual diukur berdasarkan kemampuan dalam
mengartikulasikan klaim kausal yang spesifik dan dapat memberikan jaminan antara
klain dan data yang memadai. Untuk menilai kualitas epistemologikal, dapat dilukur
dari kemampuan menunjukan data atau fakta sebagai penjamin klain, kemampuan
menulis dan penjelasan kausal yang koheren terhadap fenomena, serta
menunjukan berbagai referensi yang tepat tentang data.
Dalam pandangan Toulmin, membangun argumen itu adalah membuat sebuah
klaim dan mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menyakinkan para pembacanya.
Oleh sebab itu setelah mengumpulkan bukti-bukti atau alasan yang masuk akal
untuk mendukung klaim, sebaiknya kita evaluasi kembali apakah bukti-bukti tersebut
sudah benar-benar mendukung klaim yang kita buat atau dengan kata lain apakah
kita yakin bahwa bukti-bukti tersebut dapat menjamin klaim yang sedang kita
perjuangkan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi
ulang pemakaian bukti-bukti yang kita gunakan untuk membuat sebuah
argumen, yakni:
1. Apakah Anda tertekan oleh bukti?
Bukti yang tidak mendukung argumen Anda harus diperhitungkan, bukannya
diabaikan. Pastikan bahwa Anda tidak mengabaikan bukti-bukti yang menantang atau
merusak argumen Anda.
2. Apakah Anda memanipulasi bukti?
Kadang-kadang kita menggali informasi yang tidak terlalu mendukung pandangan
kita. Tetapi kita memerlukan informasi untuk membuat argumen kita tetap kokoh.
Dalam hal ini, janganlah Anda memanipulasi informasi sesuai dengan tujuan kita
sendiri, kecuali Anda mengakui manipulasi tersebut untuk diserahkan kepada
pembaca, dan biarkan dia untuk menilai apakah manipulasi Anda adalah salah satu
yang wajar.
3. Apakah Anda memiliki cukup bukti?
Tinjaulah pernyataan utama argumen Anda dan mempertimbangkan apakah
masing-masing pernyataan hanya meyakinkan berdasarkan bukti saja. Apakah Anda
menemukan diri Anda dengan mengandalkan retorika Anda sendiri untuk membuat
pernyataan tersebut? Jika iya, mungkin Anda perlu untuk kembali ke sumber-sumber
bukti Anda.
4. Apakah Anda memiliki terlalu banyak bukti?
Lihatlah tulisan Anda, apakah bagian yang Anda kutip melebihi karangan Anda
sendiri? Jika demikian, mungkin argumen Anda telah terkubur di bawah argumen
orang lain. Kemungkinan juga, bahwa pembaca Anda akan sulit menemukan informasi-
informasi yang ada buat. Dia akan kesulitan untuk menemukan argumen Anda yang
sebenarnya dalam tulisan Anda.
5. Apakah bukti Anda masih berlaku dan dapat dapat dipercaya?
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
MODUL MATA KULIAH
BERPIKIR KRITIS DALAM KEBIDANAN
TOPIK : ANALISIS WACANA
URAIAN MATERI
A. PENDAHULUAN
Selamat bergabung di Modul Mata Kuliah Berpikir Kritis Dalam Kebidanan, pada topik
Analisis Wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang menganalisis bahasa yang
digunakan, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Sebagai calon bidan tingkat sarjana, tentunya
penting memahami tentang analisis wacana sebagai bagian dari berpikir kritis. Karena kemampuan
analisis wacana yang baik akan berimplikasi pada kemampuan mahasiswa dalam penyusunan
paragraf karya ilmiah seperti tugas atau skripsi. Oleh karenanya, penguasaan terhadap suatu wacana
merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa supaya dapat menghasilkan suatu karya ilmiah yang
bermutu dan lebih mudah dimengerti oleh pembaca karena penggunaan bahasanya tidak bertele-tele.
Modul ini berisi Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum yang akan melatih
anda untuk lebih memahami tentang analisis wacana. Kegiatan Belajar disusun secara sitematis yang
mengkombinasikan teori dengan praktikum. Pada akhir kegiatan belajar terdapat tugas yang
harus anda kerjakan secara kelompok untuk melatih kemampuan analisis wacana.
Keberhasilan proses pembelajaran ini tergantung dari kesungguhan anda. Selamat belajar!
Semoga lancar semua prosesnya.
Dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan suatu rangkaian pernyataan yang dinyatakan
secara lisan ataupun tulisan dan memiliki hubungan makna antarsatuan bahasanya serta
terikat konteks. Oleh karenanya wacana dapat dipahami oleh pembaca dan pendengar. Hal
penting yang harus diperhatikan adalah bahwa wacana terikat pada konteks, tanpa konteks
tidak akan tercipta wacana yang dapat dipahami.
Menurut KBBI, definisi konteks adalah :
- Bagian suatu uraian yang dapat menambah kejelasan makna.
Contoh :
1) Manusia adalah makhluk holistik/utuh yaitu memiliki aspek bio,psiko, sosio,kultural.
makhluk yang utuh bisa saja diartikan sebagai utuh secara jiwa-raga, atau utuh
sebagai individu-sosial. Namun konteks disini menjelaskan yang dimaksud utuh secara
bio-psiko-sosio-kultural.
2) Peran wanita sangatlah penting dalam konteks pemberdayaan ekonomi keluarga.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
Pentingnya peran wanita bisa berarti luas, namun konteks disini membatasi hanya
dalam pemberdayaan ekonomi.
- Situasi (kondisi) yang ada hubungannya dengan suatu kejadian
Contoh :
1) Nina berada di toko, ia mengambil beberapa barang, kemudian membawanya ke kasir. Ia
membayar dan membawa pulang barang2 itu. Konteksnya : membeli barang.
Kasir bisa saja mengembalikan atau menyimpan barang tsb jika tidak dalam konteks
membeli barang, misalnya jika Nina tidak jadi membelinya saat itu.
3) Sebuah papan bertuliskan “Awas, anjing galak!” dipasang di pagar rumah yang
memiliki anjing galak. Konteksnya : peringatan adanya anjing galak.
tulisan itu tidak akan bermakna apabila diletakkan di dalam sebuah gudang
penyimpanan barang.
Berikut ini disajikan 2 wacana yang akan memperjelas peranan konteks dalam wacana. Tugas
anda adalah memahami wacana tsb dan menyimpulkan konteksnya.
Wacana 1 : Seorang ibu mendengarkan anaknya yang masih berumur dua tahun menyayikan
lagu Balonku Ada Lima dengan lancar. Ibu tersebut berkata kepada anda : "Pintar ya kamu".
Konteks wacana tersebut adalah : …….
Wacana 2 : Seorang ibu meminta tolong pada anak remajanya untuk membeli gula di warung,
uang kembaliannya dihabiskan untuk membeli coklat kesukaannya. Ibu berkata: "Pintar ya
kamu".
Konteks wacana tersebut adalah : …….
Jadi, konteks sangatlah penting dalam sebuah wacana untuk dapat dipahami dengan benar dan
utuh. Apapun bentuk pernyataan yang disampaikan yang memiliki makna dan terdapat
konteks di dalamnya dapat dikatakan sebagai sebuah wacana.
b. Jenis Wacana
Pengklasifikasian jenis wacana bergantung pada sudut pandang/paradigma yang digunakan.
Pemahaman terhadap jenis-jenis wacana akan memudahkan dalam menganalisis sebuah
wacana. Jenis wacana dapat dikaji dari segi realitasnya (eksistensinya), media komunikasinya,
cara pengungkapan/pemaparannya, dan jenis pemakaiannya.
1) Jenis wacana berdasarkan realitas/ eksistensinya
a) Wacana verbal : yaitu penggunaan fonem, morfem, frasa, dan kalimat dalam
berbahasa, baik menyangkut bahasa tertulis maupun secara lisan. Jadi, struktur
kebahasaan yang disampaikan secara verbal dan memenuhi kriteria sebagai wacana,
memiliki awal dan akhir yang jelas, dapat dianggap sebagai wacana verbal.
b) Wacana nonverbal : wacana yang terdiri dari unsur-unsur nonkebahasaan (bahasa
tubuh /body language) karena penutur berkomunikasi dengan mitra tuturnya dengan
memainkan anggota tubuh. Wacana nonverbal juga dapat berupa simbol-simbol
umum yang telah menjadi kesepakatan masyarakat. Misalnya tanda-tanda rambu lalu
lintas atau bunyi-bunyi yang dihasilkan melalui kentongan. Umumnya seseorang
menggunakan kombinasi wacana verbal dan nonverbal. Misalnya : ketika seorang
berbicara, anggota tubuhnya seperti tangan, mata, dan kepala senantiasa bergerak
mengikuti nada suara, dan situasi psikologinya.
Untuk dapat memahami wacana lisan, sang penerima dan penutur harus menyimak
atau mendengarkannya. Wacana harus dipahami seketika itu juga.
Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya berupa:
(1) Percakapan yang lengkap dari awal sampai akhir, misalnya obrolan di warung
kopi, khutbah, siaran radio/TV
(2) Satu penggalan percakapan yang lengkap.
Misalnya :
– Ica : “Ini ada lilin”
– Ania : “Apakah kau punya korek?”
– Rudi : “Tertinggal di ruang makan tadi pagi.”
Penggalan wacana ini berupa bagian dari percakapan dan merupakan situasi yang
komunikatif.
b) Wacana Tulis
Wacana tulis yaitu wacana/teks yang berupa rangkaian kalimat yang
menggunakan ragam bahasa tulis. Wacana tulis dapat kita temukan dalam bentuk
buku, berita koran, artikel, makalah dan sebagainya.
Ciri –ciri wacana tulis yaitu :
(1) Biasanya panjang dan menggunakan bentuk bahasa yang baku
(2) Dapat dilihat kembali tanpa ada perbedaan unit – unit kebahasaannya
(3) Biasanya mempunyai unsur kebahasaan yang lengkap.
Ada juga wacana tulis yang pendek, banyak dijumpai tempat umum. Contoh : Pintu
keluar; Awas! tegangan tinggi ! ; Kocok dahulu sebelum diminum
b) Wacana Naratif
Biasa disebut cerita, dan merupakan serangkaian peristiwa yang terjadi pada
seorang tokoh (bisa manusia, binatang, tanaman atau benda). Peristiwa bisa berupa
peristiwa nyata, ataupun fiktif. Wacana naratif ditandai oleh adanya hubungan
waktu. Peristiwa-peristiwa disusun bisa secara kronologis, bisa juga tidak, yang
penting ada hubungan waktu di antara peristiwa-peristiwa tersebut dan semua
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
mempunyai kesatuan. Unsur cerita adalah subjek (tokoh yang melakukan tindakan),
predikat (tindakan) dan temporalitas (hubungan waktu).
Contoh :
Eko Ivano Winata adalah seorang penulis yang berasal dari jejaring maya khusus
karya fiksi. Mengawali karirnya di tahun 2015. Kala itu ia memiliki pengikut
sebanyak 275 ribu di akunnya, dan di awal 2019 ini sudah menginjak angka 5 juta.
Ia memiliki 4 karya fiksi yang sudah naik cetak. Eko adalah laki-laki berdarah
Sunda, menyukai The Marvel dan kini sedang menggarap satu project film bersama
suatu PH yang mengangkat cerita pertamanya, Senior.
Memiliki karya yang banyak disukai orang, tak lantas membuat Eko menjadi
sombong. Pria yang selalu menyebut dirinya sebagai Athlas ( Salah satu tokoh
dalam ceritanya ), pernah berkata jika dirinya hanyalah penulis yang amatir.
Keempat karyanya sudah beberapa kali cetak ulang seperti Senior yang akan
dijadikan film dan tayang pada tahun 2019 ini. Ia selalu membagikan pengalaman
serta penggarapan project film-nya melalui sosial media. Lelaki ini sering
memberikan motivasi pada pengikutnya yang juga penulis untuk selalu optimis dan
konsisten dalam menulis.
Dalam pesannya ketika Meet and Great di suatu acara, Eko berkata untuk tidak
menyerah dalam menekuni hobi menulis. Jangan berpatokan dengan kesuksesan
terlebih dahulu namun nikmati proses yang ada didalamnya.
c) Wacana Eksplikatif
Wacana eksplikatif mengandung suatu penjelasan dan bertujuan agar para pembaca
memahami sesuatu (suatu fenomena). Wacana ini tidak digunakan untuk mengubah
pendapat orang, melainkan untuk memberikan suatu pengetahuan, memperluas
pandangan, atau menerangkan suatu pokok permasalahan.
Wacana ini sering digunakan untuk menampilkan uraian ilmiah (misalnya makalah)
dan bahasa yang digunakannya adalah bahasa objektif (apa adanya,
tidak dipengaruhi pendapat pribadi), bukan bahasa subjektif (menurut pendapat
sendiri). Ciri wacana ini adalah adanya suatu pertanyaan sebagai pembuka wacana.
Contoh wacana eksplikatif: Apakah yang dimaksud dengan abreviasi? Abreviasi
adalah proses morfologis berupa pemenggalan satu atau beberapa bagian dari
kombinasi leksem/kata sehingga terjadi bentuk baru yang berstatus kata. Abreviasi
ini menyangkut penyingkatan, pemenggalan, akronimi, kontraksi, lambang huruf.
(KBBI).
d) Wacana Instruktif
Menampilkan petunjuk (misalnya aturan pakai), aturan (misalnya aturan main),
peraturan (misalnya peraturan pada suatu perguruan) dan pedoman (misalnya
pedoman dalam suatu organisasi). Wacana ini dibuat agar si pembaca melakukan
suatu tindakan atau sebaliknya, tidak melakukan suatu tindakan tertentu.
Sedangkan untuk menghambat efek penuaan pada rambut, pastikan makanan anda
mengandung cukup vitamin B12, mineral, zink, dan zat besi.
(Femina, 5-11 Agustus 2017, hal. 81)
e) Wacana Argumentatif
Bertujuan mempengaruhi, mengubah pendapat, sikap atau tingkah laku bahkan
menggoyahkan keyakinan pembaca atau pendengarnya. Mengubah pendapat itu
dilakukan dengan memberikan argumen-argumen yang logis sehingga bisa dipercaya
kebenarannya. Karena itu, penanda utama dari wacana argumentatif adalah hubungan
logis antar gagasan.
Untuk mempengaruhi pembacanya suatu argumen bisa dikemukakan dengan
berbagai strategi persuasif. Kadang, argumen dapat ditampilkan dengan bantuan
wacana lain, misalnya wacana deskriptif dapat dibuat sebagai argumen terhadap
pemecahan suatu masalah, bahkan juga dalam bentuk naratif (misalnya suatu fabel
/dongeng sebagai argumen moral).
Efektivitas suatu wacana argumen terletak pada :
(1) koherensi (kejelasan/masuk akal) dan kohesi (keserasian/keterpaduan hubungan
unsur)
(2) penalarannya (induktif/deduktif)
(3) cara penyusunannya (dalam bentuk kausal, konsekutif /urut-urutan, atau oposisi).
Contoh lain :
Krim ini terbuat dari bahan herbal dan sudah bersertifikat BPOM, sangat ampuh
untuk kulit yang kasar, disertai flek-flek hitam. Membuat wajah anda menjadi
cerah dan kinclongalami, karena mengandung sari
bengkoang dan mulberry, dikombinasikan dengan lendir siput. Hasilnya
sudah terbukti dari ribuan testimony pemakai. Buktikan sendiri. Anda tidak
perlu mengeluarkan biaya mahal untuk mendapatkan kulit wajah yang kenyal
dan putih bercahaya.
Wacana ini berusaha mempengaruhi pembacanya untuk membeli produk tersebut.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
f) Wacana Informatif
Sebenarnya semua wacana memberikan informasi disamping tujuan lainnya, misalnya
untuk menggambarkan sesuatu (deskriptif), untuk bercerita (naratif), untuk
mempengaruhi orang lain (argumentatif), untuk menjelaskan sesuatu (eksplikatif) dan
untuk memberi perintah (instruktif). Wacana dikatakan informatif jika memang betul-
betul terpusat pada memberi informasi saja, informasi yang langsung dibutuhkan.
Biasanya wacana ini merupakan wacana yang singkat saja. Misalnya, wacana jam
praktek dokter, wacana jam kedatangan dan keberangkatan kereta api, bus atau kapal
terbang, dan lain-lain.
2. Analisis Wacana
a. Pengertian Analisis Wacana
Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis
wacana adalah : suatu kajian yang menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah,
baik dalam bentuk tulis maupun lisan (ujaran) yang menekankan pada penggunaan
bahasa dalam konteks. (Stubbs : 1983). Data dalam analisis wacana selalu berupa teks,
baik teks lisan maupun tulis.
Salah satu tujuan analisis wacana adalah mengamati kesatuan wacana itu. Tidak menelaah
satu kalimat atau satu paragraf saja, namun keseluruhan teks, termasuk kaitan antara wacana
itu dengan konteksnya (misalnya situasi dibalik berita itu, mengapa penulis memaparkan
konteks itu dengan cara begitu, dsb).
RA NG K U MAN
TUGAS KELOMPOK
Buatlah laporan (bentuk format tabel) hasil analisis wacana kelompok menggunakan wacana di
Lampiran 2, dengan menerapkan model Van Dijk. Tugas dikumpulkan dalam waktu 1 minggu
setelah perkuliahan melalui Helti.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
Lampiran 1.
Beban fisik dan mental biasa dialami oleh ibu hamil karena perubahan fisik dan hormonalnya,
seperti bentuk tubuh yang melebar dan kondisi emosi yang naik turun. Beban ini sering diperparah
dengan munculnya trauma-trauma kehamilan, sehingga masalah yang dihadapi ibu pun makin
kompleks. Trauma masa hamil, bisa datang dari banyak faktor. Hal sepele seperti menyaksikan film
horor bisa saja mendatangkan trauma padahal sebelumnya tidak masalah bila ibu menyaksikan film
jenis apa pun: horor, laga, atau thriller. Namun di saat hamil, adegan yang menyeramkan, mengerikan,
atau menyedihkan bisa sangat membekas dan berujung menjadi trauma. Ibu jadi takut pergi ke kamar
mandi sendirian, takut menyetir mobil, khawatir bakal terjadi sesuatu yang mengancam jiwanya, cemas
kalau sendirian di malam hari, dan sebagainya. Ketakutan ini menjadi sangat berlebihan, sehingga
sangat mengganggu kondisi psikologisnya.
Menurut Dra. Shinto B. Adelaar MSc. dari RS Internasional Bintaro, Tangerang, Banten, bila
beban trauma ini terus berlanjut, dampaknya akan berbekas pada janin. Terlebih jika ibu sampai
mengalami stres. “Untuk itu, ibu hamil tidak boleh memperhatikan kesehatan fisik saja, melainkan juga
kesehatan psikologisnya. Salah satunya dengan menghindari trauma masa hamil yang dapat berujung
pada stres, yakni timbunan permasalahan yang tidak bisa diatasi dengan baik.” Tidak semua ibu
menyadari bahwa aspek fisik dan psikis adalah dua hal yang terkait erat, saling pengaruh-
mempengaruhi, atau hampir tidak terpisahkan. Jika kondisi fisiknya kurang baik, maka proses berpikir,
suasana hati, kendali emosi dan tindakan yang bersangkutan dalam kehidupan sehari-hari akan terkena
imbas negatifnya. Antara lain, suasana hati atau keadaan emosi cepat berubah, kepekaan meningkat,
dan perubahan pola atau pilihan makanan yang juga akan berpengaruh pada konsep diri sang ibu.
Kondisi psikologis yang dialami ibu selama hamil, kemudian akan kembali mempengaruhi
aktivitas fisiologis dalam dirinya. Suasana hati yang kelam dan emosi yang meledak-ledak dapat
mempengaruhi detak jantung, tekanan darah, produksi adrenalin, aktivitas kelenjar keringat, sekresi
asam lambung, dan lain-lain. Trauma, stres, atau tekanan psikologis juga dapat memunculkan gejala
fisik seperti letih, lesu, mudah marah, gelisah, pening, mual atau merasa malas. Karena perubahan yang
terjadi pada fisik mempengaruhi aspek psikologis dan sebaliknya, maka mudah bagi ibu hamil untuk
mengalami trauma. Menurut Shinto, trauma ini ternyata dapat dirasakan juga oleh janin. Bahkan, janin
sudah menunjukkan reaksi terhadap stimulasi yang berasal dari luar tubuh ibunya. Sementara dalam
masa perkembangan janin, ada masa-masa yang dianggap kritis yang menyangkut pembentukan organ
tubuh. Oleh karena itu, mau tidak mau ibu hamil selain harus menjaga kondisi fisik ia juga harus
menjaga kondisi psikisnya agar bayinya dapat tumbuh sehat.
Stilistik -Leksikon/kosakata
Bagaimana pilihan kata bagaimana pemilihan kosakata nya
yang dipakai dalam teks. sehingga pilihan kata tsb
menunjukkan pemaknaan yang
tepat terhadap fakta/realitas yang
disajikan.
LAMPIRAN 2 :
berada di
wilayah yang padat penduduk dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi
masyarakatnya yang menengah ke bawah. “Di sinilah peran bidan sebagai agen
promotif, preventif kesehatan dituntut tanggap dan inovatif dalam
menghadapi situasi.”tuturnya. Oleh karena itu dia mengikuti berbagai
pelatihan dan diklat untuk meng-update pengetahuan dan meningkatkan
kompetensinya.
Bidan Puskesmas Sidotopo Surabaya ini juga menjelaskan bahwa bidan saat ini
harus inovatif. Salah satu upaya layanan inovatif yang sudah ia terapkan di
PMB yaitu, membuat kelas ibu hamil. Dalam program ini para ibu hamil akan
diedukasi bagaimana kiat merawat kehamilan, perencanaan persalinan hingga
nifas dan menyusui bayi. Program lainnya yaitu memberikan penyuluhan pada
ibu balita. “ Kegiatan ini sebagai monitoring perkembangan yang dilakukan 3
bulan sekali.” terangnya. Program yang tak kalah inovatifnya yaitu layanan baby
spa. Progam ini merupakan salah satu bentuk terapi sentuh dan senam serta
swimming (renang) yang berfungsi sebagai salah satu teknik stimulasi yang
penting bagi bayi. Program inovatif lain yang ia lakukan yaitu hypnobirthing
dan hypnotherapi untuk ibu hamil. Dia membuka kelas setiap dua minggu
sekali dan ibu hamil minimal mengikuti tiga kali di masa kehamilannya.
“Harapannya, ibu pada masa kehamilan dan saat persalinan merasa nyaman
dan tenang. “ katanya memberi penjelasan.
Tanpa sadar kita sering melakukan kekeliruan dalam proses berpikir. Kesalahan penalaran
adalah argumen yang sepertinya tampak benar, tapi setelah dibuktikan dengan pemeriksaan,
ternyata tidak benar.
Argumen yang premisnya tidak mendukung kesimpulan adalah salah satu kesimpulan yang
bisa salah bahkan jika semua premisnya benar. Dalam kasus semacam ini, penalaran yang
dilakukan buruk, dan argumen yang dipakai bisa dikatakan keliru. Sebuah kesalahan adalah
suatu kesesatan dalam berpikir. Setiap kesalahan adalah jenis argumen yang salah.
Empat jenis utama kesalahan penalaran, yaitu: kesalahan relevansi, kesalahan karena induksi
yang lemah, kesalahan praduga, dan kesalahan ambiguitas.
B. KESALAHAN RELEVANSI
Kesalahan relevansi terjadi jika antar premis tidak punya hubungan logika dengan
kesimpulan. Misalnya, bukti, peristiwa atau alasan yang diajukan tidak berhubungan atau
tidak menunjang sebuah kesimpulan. Jadi perlu hati-hati, ketika sebuah argumen bergantung
pada premis yang tidak relevan dengan kesimpulan, maka tidak mungkin dibangun
kebenarannya.
Dalam kesalahan relevansi, argumen bergantung pada tempat yang mungkin tampak relevan,
namun, pada kenyataannya tidak. Argumen seperti ini kesalahan karena mereka mengalihkan
perhatian dari fakta yang relevan dan berusaha untuk membuktikan kebenaran kesimpulan
berdasarkan informasi yang tidak relevan. Kesesatan ini timbul apabila seseorang menarik
kesimpulan yang tidak relevan dengan premis yang ada. Dari sisi logika dapat dikatakan,
kesimpulan yang ditarik tidak merupakan implikasi dari premisnya. Jadi, tidak ada sama
sekali hubungan logis antara premis dan kesimpulannya.
Beberapa macam kesalahan penalaran yang termasuk dalam kesalahan relevansi adalah:
1. Menampilkan emosi: Argumentum Ad Populum
Argumentum populum ditujukan untuk massa. Pembuktian sesuatu secara logis tidak
perlu. Yang diutamakan ialah menggugah perasaaan massa sehingga emosinya terbakar
dan akhirnya akan menerima sesuatu konklusi tertentu. Yang seperti ini biasanya terdapat
pada pidato politik, demonstrasi, kampanye, propaganda dan sebagainya. Contoh: Kalau
cinta tanah air, beli produk tanah air.
2. Menampilkan rasa kasihan: Argumentum Ad Misericordiam
Penalaran ini disebabkan oleh adanya belas kasihan. Maksudnya, penalaran ini ditujukan
untuk menimbulkan belas kasihan sehingga pernyataan dapat diterima. Argumen ini
biasanya berhubungan dengan usaha agar sesuatu perbuatan dimaafkan.
Contoh: Seorang pencuri yang tertangkap basah mengatakan bahwa ia mencuri karena
lapar dan tidak mempunyai biaya untuk menembus bayinya di rumah sakit, oleh karena itu
ia meminta hakim membebaskannya.
3. Menampilkan kekuasaan/power: Argumentum Ad Baculum
Penunjukkan kekuasaan, untuk penerimaan kesimpulan, menujukkan adalah kesesatan
pikir yang sejak awal tidak memerlukan untuk didiskusikan sama sekali. Tujuannya adalah
menekan dan memenakut- nakuti.
Argumentum ad baculum banyak digunakan oleh orang tua agar anaknya menurut pada
apa yang diperintahkan, contoh menakut-nakuti anak kecil: Bila tidak mau mandi nanti
didatangi oleh wewe gombel (sejenis hantu yang mengerikan). Contoh:
·Bila anda tidak percaya kepada Tuhan, maka akan masuk neraka dan disiksa secara
mengerikan sekali selama-lamanya.
·Apabila anda tidak mengakui bahwa pendapat saya adalah benar, maka anda adalah
seorang pengkhianat.
2. Argumentum Ad Verecundiam
Kesalahan penalaran jenis argument ad verecundiam terjadi ketika meminta penjelasan
dari orang yang terkemuka namun tidak memiliki legitimasi atau yang kompeten di
bidangnya. Jadi, kesesatan ini disebabkan oleh penolakan terhadap sesuatu tidak
berdasarkan nilai penalarannya, akan tetapi karena disebabkan oleh orang yang
mengemukakannya adalah orang yang berwibawa, dapat dipercaya, seorang pakar. Secara
logis tentu dalam menerima atau menolak sesuatu tidak bergantung kepada orang yang
dianggap pakar. Kepakaran, kepandaian, atau kebenaran justru harus dibuktikan dengan
penalaran yang tepat. Pepatah latin berbunyi, “Tantum valet auctoritas, quantum valet
argumentation”; yang maknanya, „Nilai wibawa itu hanya setinggi nilai argumentasinya‟.
Contoh: Meminta Picasso untuk menjelaskan mengapa perekonomian kita merosot.
Kesalahan kategori kedua ini mengandung kekeliruan praduga yang meragukan atau tidak
benar yang dianggap benar. Kita harus dapat melihat mengapa asumsi-asumsi dibuat, dan
bagaimana menghindari membuat kesalahan atau terpengaruh oleh kesalahan jenis ini.
1. Kesesatan Aksidensi
Adalah kesesatan penalaran yang dilakukan oleh seseorang bila ia memaksakan aturan-
aturan/ cara- cara yang bersifat umum pada suatu keadaan atau situasi yang bersifat
aksidental; yaitu situasi yang bersifat kebetulan, tidak seharusnya ada atau tidak mutlak.
Contoh:
·Gula baik karena gula adalah sumber energi, maka gula juga baik untuk penderita
diabetes.
E. FALLACIES OF AMBIGUITY
Dalam kesalahan ambiguitas, penalaran menjadi salah karena kata atau frase dalam argumen
menyesatkan. Faktor bahasa dapat menjadi satu sumber kekeliruan. Makna kata yang jamak
dan kesalahan penempatan kata dalam sebuah kalimat, menyebabkan makna kalimat
bersangkutan menjadi bercabang atau membingungkan (ambiguitas).
1. Kesesatan Ekuivokasi
Kesesatan ekuivokasi adalah kesesatan yang disebabkan karena satu kata mempunyai lebih
dari satu arti. Bila dalam suatu penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah kata yang sama,
maka terjadilah kesesatan penalaran. Ada dua jenis kesesatan ekuivokasi, verbal dan non
verbal.
a. Kesesatan Ekuivokasi verbal
Adalah kesesatan ekuivokasi yang terjadi pada pembicaraan dimana bunyi yang sama disalah
artikan menjadi dua maksud yang berbeda.
Contoh:
·Bisa (dapat) dan bisa (racun ular)
·Menjilat (es krim) dan menjilat (ungkapan yang dikenakan pada seseorang yang memuji
berlebihan dengan tujuan tertentu)
b. Kesesatan Ekuivokasi non-verbal
Contoh:
·Menggunakan kain/ pakaian putih-putih berarti orang suci. Di India wanita yang
menggunakan kain sari putih-putih umumnya adalah janda ·Bergandengan sesama jenis pasti
homo
2.Kesesatan Amfiboli
Kesesatan Amfiboli (gramatikal) adalah kesesatan yang dikarenakan konstruksi kalimat
sedemikian rupa sehingga artinya menjadi bercabang. Ini dikarenakan letak sebuah kata atau
3.Kesesatan Aksentuasi
Pengucapan terhadap kata-kata tertentu perlu diwaspadai karena ada suku kata yang harus
diberi tekanan. Perubahan dalam tekanan terhadap suku kata dapat menyebabkan perubahan
arti. Karena itu kurangnya perhatian terhadap tekanan ucapan dapat menimbulkan perbedaan
arti sehingga penalaran mengalami kesesatan.
a. Kesesatan aksentuasi verbal
Contoh:
·Serang (kota) dan serang (tindakan menyerang dalam pertempuran)
·Apel (buah) dan apel bendera (menghadiri upacara bendera)
·Mental (kejiwaan) dan mental (terpelanting)
·Tahu (masakan, makanan) dan tahu (mengetahui sesuatu) b. Kesesatan aksentuasi non-verbal
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
4. Tujuan Pembelajaran :
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :
Memahami tentang pengertian kohesi dan koherensi
Memahami tentang piranti kohesi
Menjelaskan tentang piranti koherensi
5. Gambaran umum modul :
Modul ini memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai Kohesi dan koherensi dalam
wacana. Modul terdiri dari 2 kegiatan belajar yaitu Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan
Belajar Praktikum yang disusun secara sitematis mengkombinasikan teori dengan praktikum
untuk melatih mahasiswa agar lebih memahami tentang Kohesi dan koherensi wacana. Pada
akhir kegiatan belajar terdapat postest yang harus dikerjakan secara mandiri untuk mengukur
pemahaman mahasiswa terhadap materi yang disajikan
6. Karakteristik mahasiswa (Prasyarat) :
Mahasiswa semester V Prodi D IV Kebidanan Magelang Poltekkes Kemenkes Semarang yang
mengambil MK Berpikir Kritis dalam Kebidanan.
7. Target Kompetensi :
Kemampuan menganalisis kohesi dan koherensi dalam wacana
8. Indikator :
Melakukan analisis kohesi dan koheransi wacana dengan benar.
11. Materi pembelajaran : Terlampir
c. Stratategi pembelajaran : Belajar mandiri (discovery learning), diskusi.
d. Sarana penunjang pembelajaran : Modul, HELTI, Whatsapp.
e. Metode evaluasi : Postest
f. Daftar Pustaka
Arifin, E. Zaenal.2015. Wacana Transaksional dan Interaksional. Tangerang: Pustaka
Mandiri.
Keraf, Gorrys (2000). Diksi dan Gaya Bahasa (Bab 1). Gramedia Pustaka Utama.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip –prinsip
analisis
wacana.Yogyakarta: Tiara Wacana.
Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Rajawali Pers.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
URAIAN MATERI
(c) PENDAHULUAN
Selamat bergabung di Modul Mata Kuliah Berpikir Kritis Dalam Kebidanan, pada topik Kohesi dan
Koherensi Wacana. Para mahasiswa, ketika anda menulis suatu wacana baik itu berupa tugas,
laporan kasus, esai ilmiah, materi pendidikan kesehatan, ataupun skripsi, tentunya anda ingin supaya
tulisan tersebut mudah dipahami oleh pembaca bukan? Nah, salah satu faktor penting dalam rangka
meningkatkan keterbacaan itu adalah adanya kepaduan bentuk (kohesi) dan kepaduan makna
(koherensi) dalam tulisan anda. Disinilah pentingnya anda mempelajari tentang kohesi dan
koherensi dalam wacana agar anda dapat membuat wacana yang mudah diinterpretasikan oleh
pembaca.
Modul ini terdiri dari Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum yang disusun secara
sitematis untuk melatih pemahaman anda mengenai Kohesi dan Koherensi Dalam Wacana. Pada
akhir kegiatan belajar terdapat postest yang harus anda kerjakan secara mandiri guna mengukur
pemahaman anda terhadap materi yang disajikan.
Keberhasilan proses pembelajaran ini tergantung dari kesungguhan anda. Selamat belajar! Semoga
lancar semua prosesnya.
Kohesi adalah hubungan di antara kalimat dalam sebuah wacana, baik dari segi gramatikal
(tata bahasa) maupun dari segi tingkat leksikal (kosa kata). Konsep kohesi mengacu pada
hubungan unsur teks yang disebutkan sebelumnya, dengan yang disebutkan sesudahnya
(Zaimar dan Harahap, 2009). Suatu wacana dikatakan kohesi jika unsur bahasanya saling
merujuk dan berkaitan secara sistematis. Dengan kohesi, setiap kata atau kalimat dalam
wacana saling mengikat secara harmonis dan wajar. Dalam hubungannya dengan Koherensi,
maka kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi.
(c) Elipsis (Pelesapan) adalah penghilangan unsur (subjek, predikat, objek, atau
keterangan) pada sebuah struktur secara sengaja untuk mengefektifkan kalimat. Contoh
:
(a)Budi seketika terbangun, Budi menutupi matanya karena silau, Budi mengusap
muka dengan saputangannya, lalu Budi bertanya, “Di mana ini?” menjadi :
Budi seketika terbangun., menutupi matanya karena silau, mengusap muka
dengan saputangannya, lalu bertanya, “Di mana ini?”
(d) Konjungsi (penghubungan) : menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain
dalam wacana. Contoh :
- Relawan tim Alpha membebaskan sandera dengan senjata. Para duta
besar membebaskan sandera dengan diplomasi politik. Relawan tim
Alpha membebaskan sandera dengan senjata sedangkan para duta besar dengan
diplomasi politik.( “sedangkan” adalah konjungsi)
Pengungsi meninggalkan rumah yang terendam banjir. Pengungsi
menuju barak pengungsian dan beristirahat. Pengungsi meninggalkan
rumah yang terendam banjir lalu menuju barak pengungsian dan
beristirahat. (lalu”dan “dan” sebagai konjungsi).
(d) Inversi (Pembalikan) : Pembalikan susunan DM (diterangkan-menerangkan). Contoh :
Kemarin saya pergi ke Yogya. Disana saya membeli buku. normalnya : Saya
membeli buku di Yogya.
(e) Pemasifan : kalimat berstruktur pelaku (aktif) diubah menjadi berstruktur sasaran
(pasif). Contoh :
Saya mempunyai buku baru. Buku itu tadi dipinjam teman saya. Yang
menjadi fokus pada kalimat kedua adalah buku. Oleh karena itu, kalimat aktif
“Teman saya tadi meminjam buku itu” diubah menjadi kalimat pasif. “Buku itu
tadi dipinjam teman saya”.
Kohesi Gramatikal
2) Kohesi leksikal artinya kepaduan kosa kata. Kohesi leksikal, yaitu hubungan antarunsur
dalam wacana secara semantic (tata kalimat). Kohesi leksikal diperoleh dengan cara
memilih kosakata yang serasi. Kohesi leksikal antara lain dapat berupa repetisi
(pengulangan), sinonim (padanan kata), antonim(lawan kata), metonim, hiponim,
hipernim.
a) Repetisi, adalah pengulangan satuan bahasa (bunyi, suku kata, kata, atau bagian
kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang
sesuai. Contoh :
- Sebagai seorang beriman , berdoalah selagi ada kesempatan, selagi diberi
kesehatan, dan selagi diberi umur panjang. Berdoa wajib bagi manusia.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
- Aku dan dia terpaksa harus tinggal berjauhan, tetapi aku sangat
mempercayai dia, dia pun sangat mempercayai aku. Aku dan dia saling
mempercayai.
b) Sinonim, berfungsi untuk menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan
Bahasa tertentu dengan satuan Bahasa yang lain dalam wacana. Contoh ;
- Saya sudah terima bayaran. Gajiku naik.
- Tina adalah sosok wanita yang pandai bergaul. Betapa tidak.Baru pindah
dua hari ke sini, dia sudah bisa beradaptasi dengan baik.
- Gunakan landasan teori yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut.
Pendekatan problem solving pun harus akurat.
- Baik orang kaya maupun orang miskin, semua mempunyai hak yang sama
unutk mengenyam pendidikan.
- Pak Rahmat adalah dokter. Beliau sangat baik kepada semua
pasiennya
d) Metonim adalah sebuah majas (gaya bahasa) yang menggunakan sepatah-dua patah kata
yang merupakan merek, macam, dsb yang merupakan satu kesatuan dari sebuah kata.
Contoh:
- Rokok diganti Djarum atau Gudang Garam. Mobil diganti dengan Kijang. Air
Mineral diganti dengan Aqua. Honda untuk motor, dsb.
e) Hiponim : merupakan suatu kata yang memiliki arti hierarkies, atau kata-kata yang
terwakili maknanya oleh kata yang lebih umum.
f) Hipernim (kata umum) yaitu kata yang mewakili banyak kata didalamnya.
Contoh kata hiponim dan hipernim dalam kalimat.
-Di laut Papua terdapat berbagai jenis ikan seperti ikan pari, hiu, paus, salmon, tuna
dan lain-lain. Hiponim: ikan pari, ikan hiu, ikan paus ikan salmon, ikan tuna.
Hipernim: ikan
-Di rumah Andi terdapat berbagai macam kendaraan seperti sepeda motor, mobil,
becak, dan truk. Hiponim: Sepeda motor, mobil, becak,dan truk. Hipernim:
Kendaraan.
-Di pasar terdapat berbagai macam buah-buahan seperti mangga, melon, jeruk,
semanka, salak, anggur, pepaya, kelengkeng, manggis dan lain-lain. Hipomin:
mangga, melon, jeruk, semangka, salak, anggur, pepaya, kelengkeng, manggis.
Hipernim: Buah
2. Koherensi
Koherensi adalah kepaduan gagasan, fakta, ide menjadi suatu untaian yang logis
sehingga pesan yang dikandung dalam wacana mudah memahami. Bila suatu wacana tidak
memiliki koherensi, maka akan menjadi tidak logis, tidak ada keterkaitan/keterhubungan
makna antar kalimat agar menjadi kalimat yang utuh dan logis. Jadi dalam wacana koherensi,
kalimat yang dihasilkan mempunyai hubungan satu sama lain.
Jika kohesi berkenaan dengan perpautan bentuk, maka koherensi berkenaan dengan perpautan
makna. Meskipun kohesi dan koherensi umumnya berpautan, bukan berarti bahwa kohesi
harus ada agar wacana menjadi koheren. Ada wacana yang ditinjau dari segi teks nya kohesi,
tetapi tidak koheren. Demikian juga sebaliknya, ada wacana yang ditinjau dari segi teksnya
tidak kohesi, tetapi koheren.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
Pada contoh di atas tampak kekohesian pada Mazda-mobil; warna biru-biru tua; sekarang-
modernisasi; waktu singkat-saat ini; jalan-jalan; sorga-neraka-sorga dunia. Akan tetapi,
terdapat kekacauan perpautan antar kalimat sehingga sukar menggambarkan wacana tsb
menjadi sebuah wacana yang koheren.
Contoh berikut tidak kohesif, tetapi koheren dalam tuturan :
A: Dik, tolong itu teleponnya dijawab. B :
Aduh, lagi tanggung, Mas.
Jika ditinjau dari kata-katanya, tidak ada perpautan antara A dan B. Akan tetapi, kedua
kalimat itu adalah koheren karena maknanya berkaitan. Perkaitan itu disebabkan oleh adanya
kata-kata yang tersembunyi yang tidak diucapkan. Kalimat B sebenarnya dapat berbunyi
“Maaf Mas, saya tidak dapat menjawab telepon itu karena saya lagi tanggung, menggoreng
tempe.”
Tujuan penerapan koherensi antara lain ialah agar tercipta wacana yang memiliki
sifat serasi, runtut, dan logis. Sifat serasi artinya sesuai, cocok, dan harmonis nya hubungan
antar kalimat dalam kesatuan wacana. Runtut artinya urut, sistematis, tidak terputus-putus,
tetapi bertautan satu sama lain. Sedangkan sifat logis mengandung arti masuk akal, wajar,
jelas, dan mudah dimengerti.
a. Jenis hubungan antar bagian dalam wacana Koheren :
1. Hubungan Sebab-Akibat
Kalimat pertama menyatakan sebab, sedangkan kalimat berikutnya menyatakan akibat.
Contoh :
Koleksi perpustakaan itu khusus buku untuk siswa SD hingga SMA. Ia tidak menemukan
buku kebidanan di perpustakaan itu.
2. Hubungan Akibat-Sebab
Kalimat pertama menyatakan akibat, kalimat berikutnya menyatakan sebab
terjadinya/tindakan pada kalimat pertama. Contoh ;
Tanpa banyak persiapan pergilah ia ke kota yang jauh itu. Ia merasa rindu kepada
anaknya.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
3. Hubungan Sarana-Hasil
Kalimat kedua menyatakan sarana untuk perolehan yang dinyatakan pada kalimat
pertama. Contoh :
Atlit bulutangkis kita akhirnya mendominasi kejuaraan Indonesia Terbuka.
Kita tidak usah heran, mereka berlatih dengan ketat dan sangat disiplin.
4. Hubungan Sarana-Tujuan
Kalimat pertama menyatakan syarat untuk tercapainya apa yang dinyatakan pada kalimat
lain. Contoh :
Bekerjalah dengan keras. Cita-citamu menjadi orang kaya bakal kesampaian.
5. Hubungan Alasan-Tindakan
Kalimat pertama menyatakan alasan tindakan yang dinyatakan pada kalimat berikutnya.
Contoh :
Sudah lama sekali mereka numpang di rumah saudara . Tahun ini mereka bertekad
membangun rumah sendiri.
6. Hubungan Latar-Simpulan
Salah satu kalimat menyatakan simpulan atas pernyataan pada kalimat lainnya. Contoh :
Mobil itu buatan tahun 1970, tetapi mesinnya masih bagus, cat nya juga masih bagus.
Pemiliknya pandai merawatnya.
7. Hubungan Kelonggaran-Hasil
Salah satu kalimatnya menyatakan kegagalan suatu usaha yang dinyatakan pada kalimat
lainnya. Contoh :
Sudah lama aku di kota ini mencarinya. Alamat itu tak juga kutemukan.
8. Hubungan Syarat-Hasil
Salah satu kalimat menyatakan syarat untuk tercapainya apa yang dinyatakan pada
kalimat lainnya. Contoh :
Beri bumbu dan penyadap rasa yang tepat. Masakanmu pasti enak.
9. Hubungan Perbandingan
Kalimat pertama dibandingkan dengan yang dinyatakan pada kalimat berikutnya. Contoh:
Pengantin itu sangat anggun. Seperti dewa-dewi dari Khayangan.
Apabila dalam sebuah wacana menampilkan dua objek pandangan yang berbeda secara
rinci, maka itu adalah dua deskripsi yang berbeda ,atau kedua deskripsi tersebut tercakup
dalam suatu deskripsi objek yang lebih luas
3) Koherensi dalam Wacana Argumentatif
Terletak pada gagasan yang ditampilkan dengan alasan-alasan (argumen-argumennya).
Yang dipentingkan adalah hubungan antara gagasan tersebut dan alasannya.Gagasan
tersebut dapat dikemukakan di awal atau di akhir wacana.
4) Koherensi dalam Wacana Eksplikatif
Koherensi dalam wacana eksplikatif terletak pada hubungan antara uraian dan
kesimpulan.
Kesimpulan yang disampaikan dalam wacana ekplikatif harus memiliki koheren dengan
uraian-uraian yang telah dikemukakan.
5) Koherensi dalam Wacana Instruktif
Koherensi dalam wacana instruktif terletak pada hubungan kesejajaran antara satu
instruksi dengan yang lainnya, atau tidak boleh ada kontradiksi di dalamnya.
6) Koherensi dalam Wacana Informatif
Adanya hubungan antara teks dan situasi komunikasi
Jawaban : Tidak kohesif karena kata ia tidak jelas rujukannya apakah Sumarni atau anaknya.
Kalimat itu tidak kohesif karena tidak ada perpautan.
Jawaban : Ya, kalimat tersebut KOHESIF. Kata “matematika dan bahasa inggris” di kalimat
pertama digantikan oleh kata “pelajaran itu” pada kalimat kedua. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa kedua kalimat itu memiliki hubungan kohesi.
- Wacana :
Listrik mempunyai banyak kegunaan. Orang tuaku berlangganan listrik dari PLN. Baru-baru ini
tarif listrik naik 25%, sehingga banyak masyarakat yang mengeluh. Akibatnya, banyak
pelanggan listrik yang melakukan penghematan. Jumlah peralatan yang menggunakan listrik
sekarang meningkat. Alat yang banyak menyedot listrik adalah AC atau alat penyejuk udara. Di
kantor-kantor sekarang penggunaan alat penyejuk udara itu sudah biasa saja, bukan barang
mewah. Pertanyaan : apakah wacana tsb kohesif dan koheren? Mengapa?
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
Jawaban : Wacana di atas dikatakan kohesi, karena menggunakan alat kohesi pengulangan,
misalnya kata listrik yang diulang beberapa kali. Namun, paragraf tersebut tidak padu maknanya
karena kalimat-kalimatnya tidak mempunyai hubungan yang kepaduan hubungan maknawi.
RANGKUMAN
1. Kohesi adalah hubungan di antara kalimat dalam sebuah wacana, baik dari segi
gramatikal (tata bahasa) maupun dari segi tingkat leksikal (kosa kata). Piranti Kohesi
wacana mencakup Kohesi gramatikal yaitu Pengacuan, Subtitusi , Pelesapan ,
Konjungsi , Inversi, dan Pemasifan kalimat. Dan Kohesi leksikal antara lain dapat
berupa repetisi (pengulangan), sinonim (padanan kata), antonim(lawan kata), metonim,
hiponim, hipernim.
2. Koherensi adalah kepaduan gagasan, fakta, ide menjadi suatu untaian yang logis
sehingga pesan yang dikandung dalam wacana mudah memahami. Jenis hubungan
antar bagian dalam wacana Koheren :Hubungan Sebab-Akibat, Hubungan Akibat-
Sebab, Hubungan Sarana-Hasil, Hubungan Sarana-Tujuan, Hubungan Alasan-
Tindakan, Hubungan Latar-Simpulan, Hubungan Kelonggaran-Hasil, Hubungan
Syarat-Hasil, Hubungan Perbandingan, Hubungan Parafrastis, Hubungan Amplikatif,
Hubungan Adiftif, Hubungan Identifikasi, Hubungan Generik-Spesifik,
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
TUGAS
Anda melakukan upload hasil latihan mandiri menggunakan wacana ‘Bahasa Indonesia
Diajarkan di 45 Negara’ di Helti dengan batas waktu maksimal pada pukul 18.00.
POST TEST
4. Pak iwan adalah seorang yang tegas, seorang yang pandai, seorang yang suka
membantu sesama. Kalimat itu adalah contoh dari kohesi, yaitu :
A. Pengacuan Subtitusi
B. Pelesapan
C. Konjungsi
D. Repetisi
5. Koherensi di dalam wacana deskriptif umumnya terdapat dalam hubungan :
A. ruang (tempat) dan waktu.
B. subjek dan predikat
C. subjek dengan objek/sasaran
D. subjek dan waktu
KUNCI JAWABAN
1. A
2. D
3. A
4. D
5. A
PENILAIAN
Jumlah Jawaban
NILAI = benar X 100
5
Bila anda telah mendapat nilai 70 atau lebih, anda dapat meneruskan pada kompetensi
selanjutnya untuk mata kuliah Konsep Kebidanan. Tetapi bila nilai anda masih kurang dari 70,
anda harus mengulangi materi kegiatan belajar ini, terutama pada bagian-bagian yang belum
anda kuasai.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
9. Tujuan Pembelajaran :
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :
Menjelaskan penalaran berbasis nilai etis
Mengenal tahap moral menurut Lawrence Kohlberg
Menganalisis moral reasoning pada kasus
10. Gambaran umum modul :
Modul ini memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai Moral Reasoning. Modul
terdiri dari 2 kegiatan belajar yaitu Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum
yang disusun secara sitematis untuk melatih mahasiswa agar lebih memahami tentang
Moral Reasoning. Pada akhir kegiatan belajar terdapat postest yang harus dikerjakan secara
mandiri untuk mengukur pemahaman mahasiswa terhadap materi yang disajikan
11. Karakteristik mahasiswa (Prasyarat) :
Mahasiswa semester V Prodi D IV Kebidanan Magelang Poltekkes Kemenkes Semarang
yang mengambil MK Berpikir Kritis dalam Kebidanan.
12. Target Kompetensi :
Kemampuan menganalisis moral reasoning pada kasus
13. Indikator :
Melakukan analisis moral reasoning pada kasus dengan benar.
11. Materi pembelajaran : Terlampir
g. Stratategi pembelajaran : Belajar mandiri (discovery learning), diskusi.
h. Sarana penunjang pembelajaran : Modul, HELTI, Whatsapp.
i. Metode evaluasi : Postest
j. Daftar Pustaka
Galbraith, Ronald E. Moral Reasoning : A Teaching Handbook for Adapting
Kohlberg to the Classroom. Greenhaven Press
Bertens, K. 2007. “Etika”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Drajat, Zakiyah. 1997. Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan
Bintang,
Durkheim, Emile, Moral Education, Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
Gibbs, C John, 2010. Moral Development.. New York: Oxford University Press
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
URAIAN MATERI
A. PENDAHULUAN
Dalam menentukan alternative tindakan untuk penyelesaian suatu masalah, seringkali anda
dituntut memberikan alasan pemberian alternative tindakan tersebut. Melalui pemberian
alasan inilah anda belajar memprediksi konsekuensi dari tindakan dan belajar menganalisis
aspek moral dari setiap permasalahan. Disinilah diperlukan penalaran moral yang matang
agar tindakan yang diambil tepat. Moral reasoning atau penalaran moral tidak hanya
berkaitan dengan “apa yang baik dan buruk” melainkan juga berkaitan dengan mengapa
dan bagaimana seseorang bisa sampai pada suatu keputusan bahwa sesuatu itu dianggap
baik dan buruk.
Modul ini terdiri dari Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum yang disusun
secara sitematis untuk melatih pemahaman anda mengenai moral reasoning (penalaran
moral). Pada akhir kegiatan belajar terdapat postest yang harus anda kerjakan secara
mandiri guna mengukur pemahaman anda terhadap materi yang disajikan. Keberhasilan
proses pembelajaran ini tergantung dari kesungguhan anda. Selamat belajar!
Perspektif social :
Kebutuhan masyarakat lebih penting
daripada
kebutuhan pribadi.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
Perspektif social :
Usia >13 tahun Memperhatikan perspektif seseorang
terlebih dahulu sebelum perspektif
masyarakat.
Hukum yang berlaku dalam proses perkembangan moral reasoning dengan 6 tahapan tsb yaitu :
Bahwa perkembangan moral terjadi secara berurutan dari satu tahap ke tahap
berikutnya.
Dalam perkembangan moral seseorang tidak akan memahami cara berpikir lebih dari
dua tahap perkembangan diatasnya.
Seseorang secara kognitif tertarik pada cara berfikir dari satu tahap diatas tahapnya
sendiri. Anak dari tahap 2 merasa tertarik kepada tahap 3. Berdasarkan inilah Kohlberg
percaya bahwa moral reasoning sangat mungkin dikembangkan.
Perkembangan hanya akan terjadi apabila diciptakan suatu disequilibrium kognitif
pada diri anak. Seseorang yang sudah mapan dalam satu tahap tertentu harus diusik
secara kognitif sehingga ia terangsang untuk memikirkan kembali prinsip yang sudah
dipegangnya. Kalau ia tetap tentram dan tetap dalam tahapannya sendiri, maka tidak
mungkin ada perkembangan.
Selanjutnya mari kita melatih analisis moral reasoning melalui kasus sbb :
Kasus 1 :
Suatu hari, seorang anak usia 5 tahun bernama Olivia sedang bermain dengan ibunya. Olivia ingin
bermain minum teh dan menikmati biscuit bersama ibu dan bonekanya. Jadi, Olivia pergi ke dapur
dan mengambil menyiapkan tiga cangkir teh. Olivia dengan hati-hati mengatur ketiga cangkir teh di
atas nampan, tetapi ketika dia meraih sekotak biskuit, nampan itu secara tidak sengaja terlepas dari
tangannya dan ketiga cangkir itu pecah berkeping-keping di lantai. Ibunya marah dan memukul
Olivia hingga kesakitan dan menangis keras.
Kasus 2 :
Melissa berumur 4 tahun, sedang bermain dengan ibunya. Melissa ingin bermain marching band di
dapur mengunakan panci dan sendok sayur. Ketika ibunya mengatakan dia tidak ingin bermain
marching band karena suaranya terlalu keras, Melissa menjadi sangat kesal. Dia sangat marah
sehingga membanting sebuah cangkir yang ada di meja hingga pecah berkeeping-keping di lantai.
Ibunya berusaha menenangkan Melissa dengan memeluknya dan berjanji akan main marching band
tetapi di luar rumah.
Pertanyaan :
Jika Anda berusia 6 tahun : menurut Anda siapa yang lebih buruk, Olivia atau Melissa?
Jika Anda berusia 11 tahun: menurut Anda siapa yang lebih buruk, Olivia atau
RANGKUMAN
1. Moral reasoning adalah penilaian & perbuatan moral yang bersifat rasional. (Lawrence
Kohlberg,1995). Keputusan moral bukan tentang perasaan atau “nilai”, melainkan selalu ada
unsur tafsiran kognitif / pemikiran. Menurut Sarwono (2007 ) : seseorang yang menerapkan
moral reasoning akan menilai sesuatu itu baik atau buruk berdasarkan penalaran.
d) Tahap-tahap Moral Reasoning (Kohlberg) terdiri
dari : Tingkat I. Prakonvensional (preconventional
morality)
– Tahap 1. Penghindaran dari hukuman dan kepatuhan (Punishment-avoidance and
obedience)
– Tahap 2. Individualisme dan timbal balik (individualism and exchange)
Tingkat II. Konvensional (conventional morality)
– Tahap 3. Keserasian hubungan interpersonal (Good interpersonal relationships)
– Tahap 4. Hukum dan aturan /ketertiban (law and order)
Tingkat III. Pascakonvensional (postconventional morality)
– Tahap 5. Kontrak sosial (social contract)
– Tahap 6. Prinsip etika universal ( Universal ethical principle)
TUGAS PRAKTIKUM
Untuk mendapatkan poin nilai, Anda dipersilahkan upload hasil latihan mandiri di Helti dengan
batas waktu maksimal pada pukul 18.00.
POST TEST
Postest akan dilakukan menggunakan google form. Link akan diberikan kemudian.
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
1
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
2
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
URAIAN MATERI
(f) PENDAHULUAN
Setiap hari kita selalu dihadapkan pada situasi pengambilan keputusan yang rutin, misalnya : jam
berapa harus bangun, sarapan apa, pake baju apa, dan sebagainya. Keputusan seperti itu telah rutin
diambil maka tidak perlu waktu lama untuk menetapkannya. Seringkali kita dihadapkan pada
permasalahan yang perlu pertimbangan matang sebelum mengambil keputusan. Misalnya : kemana
akan melanjutkan pendidikan, penyelesaian konflik di pekerjaan, keputusan berinvestasi, dll.
Pertimbangan yang matang juga harus dilakukan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
asuhan kebidanan pada klien, atau juga pengambilan keputusan yang berkaitan dengan institusi
maupun organisasi.
Mengambil keputusan terkadang mudah tetapi seringkali sulit. Kemudahan atau kesulitan
mengambil keputusan tergantung pada banyaknya alternatif yang tersedia. Semakin banyak
alternatif yang tersedia, kita akan semakin sulit dalam mengambil keputusan. Keputusan yang
diambil juga memiliki tingkat yang berbeda-beda. Ada keputusan yang tidak terlalu berpengaruh
terhadap institusi/organisasi, tetapi ada keputusan yang sangat menentukan masa depan organisasi.
Oleh karena itu, hendaknya mengambil keputusan dengan hati-hati dan bijaksana, serta
menggunakan ilmu.
Modul ini berisi Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum yang akan melatih anda
untuk lebih memahami tentang Pengambilan Keputusan. Kegiatan Belajar disusun secara sitematis
yang mengkombinasikan teori dengan praktikum. Pada akhir kegiatan belajar terdapat posttest yang
harus anda kerjakan untuk menilai penguasaan materi. Selamat belajar!
- Menurut James A.F. Stoner Pengambilan keputusan ialah suatu proses yang digunakan untuk
memilih suatu tindakan yang sebagai cara pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah upaya untuk
menyelesaikan masalah dengan memilih alternatif solusi yang ada. Inti Pengambilan Keputusan
yaitu memilih alternatif yang terbaik (the best alternative), yang paling kecil risikonya.
4
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
e. Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan satu orang dan
orang lain dapat mempengaruhi keputusan/tindakan individu. Misal : keputusan berwisata
dengan tujuan yang ditentukan oleh suara terbanyak, memutuskan menonton film sesuai
keinginan sahabatnya, dsb.
f. Struktural
Pengambilan keputusan yang tidak bisa lepas dari pengaruh sosial, ekonomi dan politik. Misal
keputusan membeli BBM, gas, listrik dengan harga yang sudah
ditetapkan pemerintah meskipun mahal; keputusan melakukan aksi
protes terhadap peraturan pemerintah yang sudah di sahkan, dsb.
pesawat.
e) PK yang terpaksa, karena sudah kritis : Sesuatu yang harus dilaksanakan.
Misal : bidan yang memilih menolong persalinan gemelli karena kepala sudah di vulva
padahal bukan kompetensinya sebagai bidan; atau seorang yang mendadak harus
menolong persalinan di pesawat dengan peralatan yang minim dsb.
- PK yang reaktif : Keputusan dibuat berdasarkan sifat mutualisme. ”Dia telah
melakukan
hal itu untuk saya, karenanya saya akan melakukan itu untuk dia”, berlaku baik positif
maupun negatif. Sering kali dilakukan dalam situasi marah atau tergesa-gesa. Misal : klien
mematuhi nasihat bidan karena bidannya sangat baik dalam memberi pelayanan kepadanya.
- PK yang dialihkan : menyerahkan pengambilan keputusan kepada orang lain
yang
dianggap bertanggung jawab. Misal : keputusan menyelesaikan masalah sengketa
diserahkan kepada pengacara.
- PK secara berhati-hati : Dipikirkan baik-baik, mempertimbangkan berbagai
pilihan. Misal : seseorang sudah mengambil satu keputusan yang dirasa paling
tepat saat ini, namun ia juga mempunyai alternatif lain jika keputusan pertamanya
gagal.
KASUS 1 :
Ibu Wati, 30 tahun, G2P1A0, anak pertama usia 5 tahun, usia kehamilan ini 32 minggu,
fisiologis. Riwayat persalinan lalu di RS dengan ‘dipacu’ (augmentasi) karena kontraksi lemah
(inersia uteri). Ia dan bayi nya selamat. Tindakan augmentasi yang menyebabkan nyeri hebat
membuat Ibu Wati trauma dengan persalinan. Ia berharap persalinan kali ini tidak di RS karena
takut.
Bantulah ibu Wati mengambil keputusan mengenai tempat bersalin !
Jawaban :
Langkah 1 : Identifikasi kondisi Ny Wati (masalah dan penyebabnya): …….
Langkah 2 dan 3 :
(i) Daftar kehendak (apa yang diinginkan/diharapkan oleh ibu Wati) : ………
(j) Alternatif-alternatif keputusannya :
Alternatif 1 : ……………..
Konsekuensi positif : …….
Konsekuensi negatif : ……..
Alternatif 2 : …………
Konsekuensi positif : ……
Konsekuensi negatif : …….
Pilih alternatif keputusan terbaik yang akan anda sarankan untuk ibu Wati!
KASUS 2 :
Dewi mempunyai uang Rp.500.000 untuk keperluan makan 10 hari ke depan sebelum gajian.
Namun ia ingin membeli sepatu yang sudah lama ia idamkan seharga Rp.450.000.
Bantulah Dewi mengambil keputusan yang tepat!
Jawaban :
Langkah 1 : Identifikasi kondisi Dewi (masalah dan penyebabnya): …..
Langkah 2 dan 3 :
(c) Daftar kehendak (apa yang diinginkan/diharapkan oleh Dewi) : ……..
(d) Alternatif-alternatif keputusannya :
7
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
Alternatif 1 : ……………..
Konsekuensi positif : ……………….
Konsekuensi negatif : …………….
Alternatif 2 : ……………..
Konsekuensi positif : ……………..
Konsekuensi negatif : ………………..
Alternatif 3 : ………………
Konsekuensi positif : ……………….
Konsekuensi negatif : ………………….
Pilih alternatif keputusan terbaik yang akan anda sarankan untuk Dewi!
Selanjutnya mahasiswa bergabung dalam forum grup diskusi (whatsapp) untuk membicarakan
hal-hal yang belum dipahami. Silahkan ajukan pertanyaan melalui chat WA, dan akan dijawab
melalui voice WA.
RANGKUMAN
(b) Pengambilan keputusan adalah upaya untuk menyelesaikan masalah dengan memilih
alternatif solusi yang ada. Inti Pengambilan Keputusan yaitu memilih alternatif
yang terbaik (the best alternative), yang paling kecil risikonya.
(c) Berpikir kritis dan kreatif perlu dikembangkan agar dapat membuat keputusan
secara efektif dalam konteks yang tepat. Berpikir kritis-kreatif juga diperlukan ketika
menentukan faktor-faktor pendukung untuk membuat keputusan.
(d) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan mencakup : Fisik,
Emosional, Rasional, Praktikal, Interpersonal, dan factor Struktural
(e) a. Jenis-jenis Pengambilan Keputusan berdasarkan Masalah yang Dihadapi
1) PK yg diprogram (Programmed Decision)
PK yang tidak diprogram (Non-programmed
Decision) b. Tipe Pengambilan Keputusan
Lainnya
1) PK karena ketidak sanggupan , 2) PK intuitif , bersifat segera , 3)PK yang terpaksa, karena
sudah kritis, 4) PK yang reaktif, 5) PK yang dialihkan/ditangguhkan, 6) PK secara berhati-hati
8
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-
8
POST TEST
Postest akan dilakukan menggunakan google form. Link akan diberikan kemudian.
9
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
1
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
2
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
URAIAN MATERI
A. PENDAHULUAN
Setiap hari kita dihadapkan dengan masalah yang harus dipecahkan, mulai dari masalah kecil sehari-
hari, hingga masalah yang kompleks, demikian pula saat kita memberikan asuhan kebidanan kepada
klien. Kemampuan menyelesaikan masalah sangat penting. Pemikiran analitis dan keterampilan
memecahkan masalah adalah bagian dari kemampuan menyelesaikan masalah.
Apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah? Semakin banyak
kita menyelesaikan masalah, semakin baik pula keterampilan kita dalam menyelesaikan masalah. Anda
tidak harus super pintar untuk menjadi pemecah masalah yang baik, anda hanya perlu banyak berlatih.
Modul ini berisi Kegiatan Belajar Teori dan Kegiatan Belajar Praktikum yang akan melatih anda untuk
lebih memahami tentang Pemecahan Masalah. Kegiatan Belajar disusun secara sitematis yang
mengkombinasikan teori dengan praktikum. Pada akhir kegiatan belajar terdapat posttest yang harus
anda kerjakan untuk menilai penguasaan materi. Selamat belajar!
Bila anda memahami berbagai langkah untuk memecahkan masalah, maka anda akan dapat
menemukan solusi yang tepat. Berikut ini diuraikan langkah pemecahan masalah yang paling
sering digunakan .Ada empat langkah pemecahan masalah menurut Polya (1957) :
a. Pemahaman masalah (understanding the problem)
f Tentukan dengan tepat apa masalahnya. Masalah harus benar-benar dipahami
dengan jelas. Jika anda tidak memahami masalah dengan benar, bisa jadi solusinya
akan tidak efektif atau gagal.
g Untuk dapat memahami masalah dengan jelas diperlukan pengkajian dan analisis
terhadap informasi/data/fakta. Anda dapat mengumpulkan informasi, menanyakan
kepada ahli, mencari informasi secara online, dari media cetak, atau lainnya.
Misalnya : bagaimana gambaran masalahnya, apa penyebabnya, dsb.
h Rumuskan masalahnya dengan jelas.
b. Merancang/menyusun rencana (devising a plan)
i Tentukan apa saja yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah.
j Langkah ini sangat bergantung pada pengalaman menyelesaikan masalah.
Diperlukan
3
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
Orang yang berpikir kreatif mampu memikirkan apa yang telah dipikirkan semua orang,
sehingga ia mampu mengerjakan apa yang belum pernah dikerjakan oleh semua orang.
Terkadang berpikir kreatif terletak pada inovasi untuk mengerjakan hal-hal lama dengan cara
yang baru. Contoh berpikir kreatif yang dilakukan oleh musisi adalah mengubah aransemen
lagu lama menjadi aransemen musik yang berbeda, atau pelukis yang melukis di batu kecil
sehingga menjadi karya yang antik.
4
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
Kemampuan berpikir kritis dan kreatif sangat penting mengingat perkembangan Iptek yang
sangat pesat memungkinkan siapa saja bisa memperoleh informasi yang berlimpah secara cepat
dan mudah dari berbagai sumber dan tempat manapun di dunia.. Jika kita tidak memiliki
kemampuan berpikir kritis dan kreatif maka tidak akan mampu mengolah, menilai dan
mengambil informasi yang dibutuhkan untuk menghadapi perubahan tatanan kehidupan global
dan memecahkan masalah.
5
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
JAWABAN :
Langkah 1 : Pemahaman masalah (Understanding the problem)
Rumusan masalah: …….
Penyebabnya : ……
Langkah 2 : Merancang/menyusun rencana (Devising a plan)
Bagaimana caranya si petani bisa menyelamatkan semua miliknya utuh sampai ke pulau seberang?
RANGKUMAN
6
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8
g) Pemecahan Masalah sebagai Metode Berpikir Kritis dan kreatifPemecahan masalah merupakan bagian dari
kemampuan berpikir kritis. Jika berpikir kritis merupakan aktifitas berpikir tingkat tinggi yang kontekstual
(directed thinking) yaitu berpikir langsung kepada fokus peristiwa / kejadiannya, maka pemecahan masalah
prinsipnya sama namun terfokus untuk mengatasi masalah. Berpikir kreatif merupakan kemampuan
menciptakan sesuatu yang kreatif/orisinil, memberikan gagasan baru atau melihat hubungan-hubungan baru
yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah. (Munandar, 1999).
POST TEST
Postest akan dilakukan menggunakan google form. Link akan diberikan kemudian.
7
HAMBATAN
BERPIKIR
KRITIS
Tuti Sukini
Rahasia Berfikir Kritis
7. Pertanyakan asumsi
Darimana pun asalnya?
7. Latih rasa penasaran Anda, cari tahu
apa dan mengapa (yang dilakukan oleh
orang-orang yang berpikir kritis)
8. Ketika dihadapkan pada sebuah situasi,
mungkin Anda membuat beberapa asumsi
secara otomatis tanpa berpikir lagi.
9. Sekarang adalah saatnya Anda untuk
mengubah hal itu dan mulai
mempertanyakan segalanya
24. Kumpulkan informasi
s. Kumpulkan sebanyak mungkin informasi dari
mana saja,
t. Jangan pernah batasi pengetahuan Anda,
perkaya dan perluaslah pengetahuan Anda
tersebut dengan cara memperbanyak informasi
baik melalui buku, internet, jurnal, studi
lapangan dll.
u. Semakin banyak informasi yang Anda
punya, akan membuat Anda semakin kaya akan
pengetahuan sehingga tidak mudah tertipu,
mampu menganalisa dengan baik dan bisa
mengambil keputusan yang tepat berdasarkan
hasil analisa fakta-fakta yang ada.
3. Think out of the box
(g) Lihatlah masalah dari sudut
pandang lain dan temukan
kemungkinan-kemungkinan
penyelesaian masalah yang mungkin
tidak terpikirkan sebelumnya. Ada
kalanya menjadi berbeda belum
tentu selalu lebih baik, tapi paling
tidak Anda bisa menemukan “titik
buta” dari setiap masalah
4. Kreatif
Pemahaman intelektual atau imajinatif tentang kondisi atau keadaan pikiran orang lain.
Nancy Eisenberg :
Kemampuan untuk menempatkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan mampu
merasakan perasaan orang lain, namun tetap dapat mempertahankan jati dirinya sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa empati adalah kemampuan merasakan apa yang dirasakan orang
lain.
Manfaat Empati
1. Mempengaruhi Identitas Diri.
Kita cenderung menilai diri dengan memperhatikan orang lain saat berinteraksi.
Dengan empati, kita dapat mengetahui jelas siapa dan seperti apa kita karena
melihat perilaku dan sifat orang lain.
Misalnya : seringkali kita merasa bersyukur dengan kondisi diri kita ketika orang lain
berkeluh kesah tentang kondisi kehidupannya sehingga kita merasa bahwa kita lebih
beruntung daripada orang lain, dan ini akan memperkuat identitas diri.
2. Meningkatkan Kerjasama.
Empati juga membantu tim dapat melakukan hal bersama secara efektif.
3. Menghasilkan Inovasi.
Empati dapat memperluas pola pikir serta menghasilkan sesuatu yang
bersifat baru (inovasi). Inovasi membuat kita terus bertumbuh dan
mengalami peningkatan. Kita tidak akan pernah mengalami kebuntuan
bahkan kemunduran dalam hal apapun.
4. Memberikan pengaruh.
Empati dapat meningkatkan kepercayaan diri, membuat kita mampu untuk
menempatkan diri pada posisi orang lain dan memberikan pengaruh pada orang lain
.
Dengan empati, kita mampu menerima sudut pandang orang lain terlebih dahulu
lalu membawa orang tersebut masuk ke dalam pandangan kita .
Empati sangat dibutuhkan saat kita tidak setuju atau memiliki perbedaan pendapat
dengan orang lain. Empati membuat kita mampu memahami perbedaan dan melihat
sesuatu dari sudut pandang lain, bukan hanya sudut pandang kita sendiri. Empati
dapat membantu kita untuk lebih menghargai orang lain.
Seseorang dengan empati memiliki keinginan cepat untuk membantu sesama dan
memiliki pikiran, perasaan yang sama dengan orang lain. Biasanya, orang seperti
ini akan langsung bertindak saat ada orang lain yang membutuhkan bantuan. Dia
juga bisa mengetahui apa yang orang lain rasakan dengan tepat.
Empati tercermin dalam tindakan nyata yang penuh dengan belas kasih. Dengan
memiliki empati, kita dapat memastikan bahwa tindakan yang dilakukan dapat
menciptakan hal yang positif. Intinya adalah selalu memiliki empati dan
menunjukkannya dalam tindakan nyata.
Jenis-jenis empati
1. Affective Empathy.
Dikenal sebagai empati emosional. Tipe ini bisa merasakan dan menanggapi emosi orang
lain. Seseorang yang memiliki empati afektif selalu ingin ikut membantu dan merasakan
apa yang orang lain rasakan.
Berempati secara emosional : memfokuskan diri pada perasaan orang lain. Kita
membayangkan saat berada di posisi orang lain, seperti apa perasaannya
2. Cognitive Empathy
Empati kognitif dikenal sebagai empati intelektual. Tipe ini memiliki kecerdasan untuk
menempatkan diri mereka dalam posisi orang lain. Dia bisa memahami sesuatu atau
seseorang dari segala macam sudut pandang. Empati kognitif ini sangat berguna dalam
menyelesaikan masalah di sebuah kelompok. Tipe ini bisa memahami motivasi, pikiran
dan emosi orang lain, tapi tidak merasakannya sedalam empati afektif. Kalau afektif adalah
merasakan, maka kognitif adalah mengerti.
Berempati secara kognitif : mempertimbangkan pemikiran orang lain. Kita
membayangkan saat kita berada di posisi orang lain. Bagaimana dan apa yang akan
dipikirkan orang tsb.
3. Somatic Empathy
Empati somatik adalah tentang hal diluar tubuh. Kita butuh melihat sesuatu yang terjadi di
luar diri kita baru bisa merasakan empati. Empati somatik jauh lebih lama. Kita harus
benar-benar melihat dulu kesulitan orang secara langsung baru bisa merasa empati. Orang
dengan tipe ini biasanya adalah orang cuek yang berhati lembut.
4. Spiritual Empathy
Spiritual empati adalah tentang pencerahan yang didapatkan dari melihat sesuatu.
Seperti sengatan listrik yang langsung mendorongmu untuk bertindak. Agak
berbeda dengan empati lain, empati ini terjadi secara spontan. Spontanitas yang
kamu rasakan saat menolong orang itu bisa jadi karena kita termasuk tipe empati
spiritual.