Anda di halaman 1dari 13

PAPER EPIDEMIOLOGI ANALITIK

“Konsep Epidemiologi Analitik, Konsep Kausalitas, dan Formulasi Hipotesis”

Disusun Oleh :

Aliyah Fadhilah Putri

NIM. 2011212057

Dosen Pengampu :

Elsi Novnariza, SKM., MKM

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ANDALAS

2022
A. Konsep Epidemiologi Analitik
1. Definisi
Epidemiologi analitik dalah epidemiologi yang menekankan pada pencarian jawaban
terhadap penyebab terjadinya frekuensi, penyebaran serta , munculnya suatu masalah
kesehatan. Dalam epidemiologi analitik diupayakan untuk mencari jawaban "mengapa"
(why), kemudian dianalisa hubungannya dengan akibat yang ditimbulkan. Sedang faktor
penyebab diarahkan kepada frekuensi, penyebaran serta adanya suatu masalah kesehatan.
Oleh karena itu dalam epidemiologi analitik harus dirumuskan hipotesa yang berkaitan
dengan masalah kesehatan yang timbul, kemudian dilanjutkan dengan menguji hipotesa
melalui suatu penelitian yang selanjutnya ditarik suatu kesimpulan tentang sebab akibat
dari timbulnya suatu penyakit. Contoh : Ingin mengetahui penyebab timbulnya penyakit
demam berdarah di suatu daerah. Untuk ini dibandingkan hal-hal khusus yang terdapat di
daerah yang terjangkit dengan hal-hal khusus yang terdapat di daerah yang tidak
terjangkit. Kesimpulan tentang penyebab penyakit dapat ditarik kesimpulan dari
perbedaan yang ditemukan.
2. Tujuan
 Menjelaskan faktor-faktor resiko dan kausa penyakit
 Memprediksikan kejadian penyakit
 Memberikan saran strategi intervensi yang efektif untuk pengendalian penyakit
 Menentukan factor yang mempengaruhi prognosis kasus
3. Desain Studi Epidemiologi Analitik
a) Studi Observasional : Studi dimana peneliti hanya mengamati ada/tidaknya faktor
risiko/paparan pada subjek yang diteliti. Peneliti tidak melakukan suatu
perlakuan/intervensi. Penelitian analitik observasional umumnya dibagi menjadi
tiga jenis, yaitu :
 Studi Cross-Sectional
Studi cross-sectional mengukur prevalensi penyakit dan sering disebut
studi prevalensi. Dalam sebuah studi cross-sectional pengukuran faktor risiko
dan efek dibuat pada saat yang sama. Pertanyaan kuncinya untuk ditanyakan
adalah apakah faktor risiko mendahului atau mengikuti efek . Dari data yang
diperoleh, dapat dibandingkan prevalensi penyakit pada kelompok dengan
faktor risiko, dengan prevalensi penyakit pada kelompok tapa faktor risiko.
Peneliti mencari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan
variable melakukan pengukuran sesaat. Tidak semua subjek harus diperiksa
pada hari dan saat yang sama, namun baik vaiabel risiko maupun efek diukur
menurut keadaan ataupun statusnya pada waktu observasi, jadi pada desain
cross-sectional tidak ada tindak lanjut atau folow-up.
Kelebihan pada penelitian cross-sectional ini adalah studi ini relatif
murah, mudah, dan hasilnya cepat diperoleh, memungkinkan menggunakan
populasi dari masyarakat umum, dapat meneliti banyak variabel sekaligus,
tidak banyak kasus drop out, dapat dimasukan dalam tahapan pertama kasus
kohort atau eksperimen, tanpa atau sedikit sekali menggunakan biaya.
Kekurangan pada studi ini adalah sulit untuk menentukan sebab dan akibat
karena pengambilan risiko dan efek pada saat yang bersamaan, studi
prevalensi lebih banyak menjaring subjek yang mempunyai masa sakit yang
panjang daripada masa sakit yang pendek, karena individu yang cepat sembuh
atau cepat meninggal mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk
terjaring, dibutuhkan jumlah subjek yang cukup banyak, tidak
menggambarkan perjalanan penyakit, insiden, maupun prognosis, tidak
praktis untuk meneliti kasus yang sangat jarang, memungkinkan terjadinya
bias prevalensi atau bias insiden.
 Studi Kasus Kontrol
Studi kasus control merupakan penelitian epidemiologis analitik
observasional yang menelaah hubungan antara efek (penyakit atau kondisi
kesehatan) tertentu dengan faktor risiko tertentu. Studi kasus kontrol ini juga
sering disebut sebagai case-comparison study, case-compeer study, atau studi
retrospektif. Dalam kekuatan hubungan sebab akibat, studi kasus ada dibawah
desain eksperimental dan studi kohort, namun lebih kuat daripada studi cross-
sectional. Studi kasus kontrol ini sering digunakan karena dibandingkan
dengan studi kohort lebih murah, lebih cepat memberi hasil, dan tidak
memerlukan sampel besar, memungkinkan untuk mengidentifikasi berbagai
faktor risiko sekaligus dalam satu penelitian.
Kelemahan dari studi kasus kontrol ini adalah; data mengenai faktor
risiko diperoleh dengan mengandalkan daya ingat atau catatan medik. Daya
ingat responden ini menyebabkan bias, validasi mengenai informasi sukar
diperoleh, sukar untuk meyakinkan bahwa kedua kelompok itu sebanding
dalam berbagai faktor eksternal dan sumber bias lainnya, tidak dapat dipakai
untuk menentukan lebih dari satu variabel dependen, hanya berkaitan dengan
penyakit atau efek.
 Studi Kohort
Studi kohort merupakan studi epidemiologis non-eksperimental yang
sering digunakan untuk mempelajari hubungan antara faktor risiko dengan
efek atau penyakit. Pada studi kohort sering digunakan untuk memperoleh
hubungan antara faktor risiko dengan kejadian tertentu. Kausa atau faktor
risiko didentifikasi terlebih dahulu, kemudian subjek diikuti sampai periode
tertentu untuk melihat terjadinya efek atau penyakit yang diteliti pada
kelompok subjek dengan faktor risiko dan kelompok subjek tanpa faktor
risiko. Hasil pengamatan dianalisis dengan teknik tertentu sehingga dapat
disimpulkan apakah ada hubungan antara faktor risiko dengan kejadian
penyakit atau efek.
Kelebihan pada studi kohort ini adalah salah satu disain penelitian terbaik
dalam menentukan insiden dan perjalanan penyakit atau efek yang diteliti,
studi kohort merupakan disain terbaik dalam menerangkan dinamika
hubungan antara faktor risiko dengan efek, pilihan terbaik untuk kasus yang
bersifat fatal dan progresif, dapat meneliti suatu faktor risiko tertentu,
pengamatan dilakukan secara kontinu dan memiliki kekuatan yang andal
untuk meneliti berbagai masalah kesehatan yang meningkat. Kekurangan
pada studi kohort ini adalah; karena memerlukan waktu yang lama, biaya
mahal, rumit, dan kurang efisien dari segi waktu, terancam drop out dan
terjadinya perubahan intensistas pajanan atau faktor risiko dapat mengganggu
analisis hasil, dan pada keadaan terlentu dapat menimbulkan masalah etika
karena peneliti membiarkan subjek terkena pajanan yang dicurigai atau
dianggap merugikan subjek.
b) Studi Eksperimental : Studi dimana peneliti melakukan perlakuan / intervensi
(pemberian faktor risiko/paparan) pada subjek yang akan diteliti. Penelitian
eksperimental ini dibagi atas; (1) randomized control trials, (2) field trials, (3)
Community trials.
 Randomized Control Trials
Randomized Control Trials (RCT) adalah percobaan epidemiologi yang
dirancang untuk mempelajari efek terhadap intervensi tertentu, misalnya
pengobatan untuk penyakit tertentu. Subjek dalam populasi penelitian secara
acak dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol, dan hasilnya
dinilai dengan membandingkan hasil kedua kelompok tersebut. Untuk
memastikan bahwa kelompok yang dibandingkan adalah sama, pasien
diperlakukan secara acak yakni secara kebetulan.
Kelebihan dari uji klinis dengan RCT ini adalah faktor bias dapat
dikontrol, kriteria inklusi, perlakuan dan outcome telah ditentukan terlebih
dahulu, dari segi statistik lebih efektif, dan kelompok subjek merupakan
kelompok sebanding. Kerugian dari uji klinis ini adalah pelaksanaannya
kompleks dan mahal, dilakukan dengan seleksi tertentu sehingga tidak
representatif, wji klinis paling sering dihadapkan pada masalah etik, dan
kadang-kadang tidak praktis.
 Field trials (Uji Lapangan)
Uji coba lapangan berbeda dengan uji klinis, dimana uji lapangan ini
melibatkan orang-orang yang sehat tetapi dianggap mempunyai faktor risiko.
Pengumpulan data terjadi dilapangan, biasanya dilakukan non-intitutionalized
pada populasi umum. Karena sampel yang digunakan adalah orang sehat dan
tujuannya adalah untuk mencegah penyakit yang mungkin terjadi dengan
relatif frekuensi rendah, uji coba lapangan termasuk jenis penelitian yang
rumit dan mahal. Salah satu uji coba lapangan terbesar misalnya pada
pengujian vaksin Salk untuk pencegahan poliomielitis, yang melibatkan lebih
dari satu juta anak-anak. Uji coba lapangan dapat juga digunakan untuk
mengevaluasi intervensi yang terjadi dan bertujuan untuk mengurangi
eksposur tapa harus mengukur terjadinya efek. Studi intervensi tersebut dapat
dilakukan dalam skala lebih kecil, dan biaya lebih rendah, karena tidak
membutuhkan tindak lanjut atau pengukuran hasil penyakit.
 Community Trials
Dalam penelitian eksperimental kelompok perlakuan adalah masyarakat
bukan individu. Hal ini sangat tepat untuk penyakit yang dipengaruhi oleh
kondisi sosial, dan untuk itu upaya pencegahan kelompok sasaran perilaku.
Keterbatasan studi ini adalah bahwa hanya sejumlah kecil masyarakat dapat
dimasukkan dan randomisasi masyarakat biasanya tidak dilaksanakan, metode
lain yang diperlukan untuk memastikan bahwa setiap perbedaan ditemukan di
akhir penelitian dapat dikaitkan dengan intervensi dan bukan dari perbedaan
yang melekat antara komunitas. Selanjutnya sulit untuk mengisolasi
masyarakat di mana intervensi tersebut berlangsung dari perubahan sosial
secara umum yang mungkin terjadi.

B. Konsep Kausalitas
1. Defenisi
Kausalitas adalah murni merupakan proses subyektif yang merupakan gagasan di
dalam pikiran seseorang. Hubungan sebab-akibat tidak dapat diperoleh semata dari
pengalaman, melainkan tergantung dari insight dan imajinasi manusia. Secara praktis
epidemiologi ingin menemukan hubungan sebabakibat tersebut (hubungan kausal)
agar dapat mencegah penyakit. Hubungan kausal (causal association) merupakan
asosiasi/ hubungan antara kategori kejadian/karakteristik, dimana perubahan kuantitas
atau kualitas satu kategori akan diikuti perubahan kategori lainnya.
2. Kriteria
a) Strength of association (kekuatan asosiasi) : Hubungan asosiasi yang sangat kuat
antara suatu faktor dengan suatu penyakit, memiliki kemungkinan bersifat kausal
(OR, RR dll)
b) Consistency of association (konsistensi) : Pengamatan yang dilakukan berulang-
ulang pada tempat, waktu, populasi dan rancangan penelitian yang berbeda,
memberikan bukti yang sama tentang hubungan asosiasi.
c) Specificity of association (spesifisitas hubungan) : Kriteria yang mengacu pada
konsep penyebab tunggal (hubungan satu sebab-satu akibat), yaitu jika sebuah
faktor spesifik hanya berhubungan dengan sebuah penyakit atau sebuah penyakit
hanya berhubungan dengan sebuah pajanan, maka dianggap memberikan
kemungkinan hubungan kausalitas.
d) Temporality (temporalitas/ hubungan temporal kejadian) : Urutan waktu yang
mensyaratkan bahwa penyebab harus mendahului akibat (sine qua non).
e) Biologic gradien (derajat biolgis) atau dose-response relationship : Ada pola
hubungan antara suatu faktor dengan suatu penyakit yang kekuatan hubungannya
meningkat sejalan denganpeningkatan kuantitas/kualitas pajanan.
f) Plausability (kemungkinan biologis) : Hubungan suatu faktor dengan suatu
penyakit yang secara nalar dapat diterima, dalam arti hal tersebut memungkinkan
secara biologis.
g) Coherence (keserasian) : Bukti yang ditemukan tidak bertentangan secara serius
dengan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit atau dengan fakta-fakta
lain tentang kejadian penyakit.
h) Experimental evidence (bukti experimental) : Hubungan yang diperoleh dari hasil
studi eksperimental (mis : RCT).
i) Analogy (analogi) : Pendekatan analogi dapat membantu ke arah pengambilan
kesimpulan kausal, namun sering mengecohkan.
3. Model dan Pendekatan
a) Model Determinisme Murni/ Klasik (pure deterministic model)
hubungan kausal memilikidua kriteria, yaitu kausa spesifik dan efek spesifik.
Faktor X dikatakan kausa spesifikjikadia merupakan satu-satunya penyebab
faktor Y. Sebaliknya faktor Ydinyatakansebagaiefek spesifisitik jika faktor Y
merupakan satusatunya akibat yang ditimbulkan oleh faktorX. Selanjutnya,
kriteria kausa spesifik mengisyaratkan bahwa faktor X memenuhi dua kondisi,
yaitu kausa yang diperlukan (necessary cause) dan kausa yang menentukan
(suficient cause). Sebab necessary adalah faktor yang harus ada untuk terjadinya
penyakit. Tidak akan ada penyakit tersebut, bila faktor tsb tidak ada. Sebab
sufficient adalah faktor yang dengan sendirinya pasti dapat menimbulkan
penyakit.
b) Model Determinisme Modern/modifikasi (modern deterministic model/ model of
cluster of causal factor)
- Kenyataan ilmu saat ini, penyebab dan akibat tidak selalu tunggal.
- Dari perspektif multiple causation, sebab suf icient bukan merupakan satu
factor tunggal, melainkan merupakan kumpulan faktor.
- Setiap faktor yang turut menyusun dan muncul dalam setidaknya satu set
sufficient cause, disebut contributory/ component cause.
- Faktor yang selalu ada dalam setiap set suficient cause adalah necessary cause.
c) Model Multiple Etiology
- Segitiga epidemiologi (triangle of epidemiology) : host – agent – environment
- Jejaring sebab akibat (web of causation)
- Model roda (wheel model), tdd:
 Inti: genetik
 Lingkar dalam: host
 Lingkar luar: lingkungan biologi, lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
d) Pendekatan Probabilistik
 Masalah dengan model determinisme:
- Pengetahuan yang terbatas tentang penyakit
- Keterbatasan dalam mengamati status penyakit dan status pajanan (termasuk
keterbatasan dalam mengetahui semua faktor component cause yang dapat
mengakibatkan munculnya penyakit tersebut).
 Konsep/ Model determinisme kemudian ditunjang oleh pendekatan
probabilistik.
 Dengan pendekatan ini tidak perlu berupaya membuktikan kausalitas pada
setiap individu, melainkan dengan menggunakan teori probabilistik dan
teknik statistik, dilakukan penilaian ada tidaknya hubungan (asosiasi)
statistik pada populasi untuk kemudian ditarik kesimpulan kausal (causal
inference).
 Pendekatan probabilistik mengoperasionalkan konsep penyebab pada
tingkat individu dengan menggunakan konsep faktor risiko yang berbasis
pada populasi. Dengan pendekatan ini dapat dilakukan identifikasi faktor
risiko dan/atau faktor prognosis dari populasi.

C. Formulasi Hipotesis
1. Defenisi
Berdasarkan kutipan pendapat Prof. Drs. Sutrisno Hadi MA tentang pemecahan
masalah, peneliti seringkali tidak dapat memecahkan permasalahannya hanya dengan
sekali jalan. Permasalahan itu akan diselesaikan segi demi segi dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk tiap-tiap segi, dan mencari jawabannya
melalui penelitian yang dilakukan. Jawaban terhadap permasalahan ini dibedakan atas
dua hal sesuai dengan taraf pencapaiannya yaitu:
1) Jawaban permasalahan yang berupa kebenaran pada taraf teoretik, dicapai melalui
membaca.
2) Jawaban permasalahan yang berupa kebenaran pada taraf praktik, dicapai setelah
penelitian selesai, yaitu setelah pengolahan terhadap data.

Sehubungan dengan pembatasan pengertian tersebut maka hipotesis dapat


diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan arti katanya,
hipotesis berasal dari dua penggalan kata, yaitu “hypo” yang artinya “di bawah” dan
“thesa” yang artinya “kebenaran”. Jadi hipotesis yang kemudian cara menulisnya
disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia menjadi hipotesa, dan berkembang
menjadi hipotesis.

2. Jenis-jenis
1) Hipotesis nol (null hypotheses) disingkat Ho.
Hipotesis ini menyatakan tidak ada perbedaan antara dua variabel, atau tidak
adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Dengan kata lain, selisih
variabel pertama dengan variabel kedua adalah nol atau nihil. Hipotesis nol sering
juga disebut hipotesis statistik, karena biasanya dipakai dalam penelitian yang
bersifat statistik, yaitu diuji dengan perhitungan statistik.
Rumusan hipotesis nol:
a. Tidak ada perbedaan antara... dengan... dalam...
b. Tidak ada pengaruh... terhadap...
2) Hipotesis kerja atau alternatif, disingkat Ha.
Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau
adanya perbedaan antara dua kelompok.
Rumusan hipotesis kerja:
a. Jika... maka...
b. Ada perbedaan antara... dan... dalam...
c. Ada pengaruh... terhadap...
3. Kekeliruan yang Terjadi dalam Pengujian Hipotesis
Benar dan tidaknya hipotesis tidak ada hubungannya dengan terbukti dan tidaknya
hipotesis tersebut. Seorang peneliti mungkin merumuskan hipotesis yang isinya
benar, tetapi setelah data terkumpul dan dianalisis ternyata hipotesis tersebut ditolak,
atau tidak terbukti. Sebaliknya mungkin seorang peneliti merumuskan sebuah
hipotesis yang salah, tetapi setelah dicocokkan dengan datanya, hipotesis yang salah
tersebut terbukti. Dalam hal lain dapat terjadi perumusan hipotesisnya benar tetapi
ada kesalahan dalam penarikan kesimpulan. Kesalahan penarikan kesimpulan tersebut
barangkali disebabkan karena kesalahan sampel, kesalahan perhitungan ada pada
variabel lain yang mengubah hubungan antara variabel belajar dan variabel prestasi
yang pada saat pengujian hipotesis ikut berperan.
Macam kekeliruan ketika membuat kesimpulan tentang hipotesis:
1. Kesalahan Tipe I (false positive or type I error or alpha error)
Kesalahan terjadi jika peneliti menolak Hipotesis nol yang benar. Dapat
disimpulkan adanya perbedaan padahal sebenarnya tidak ada perbedaan.
Peluang penolakan hipotesis nol jika benar adalah α atau sering disebut Tingkat
Signifikansi (significance level). Sebaliknya peluang untuk tidak membuat
kesalahan tipe I adalah sebesar 1-α yang disebut Tingkat Kepercayaan
(confidence level ).
2. Kesalahan Tipe II (false negative or type II error or beta error)
Kesalahan terjadi jika peneliti gagal menolak Hipotesis nol. Dapat disimpulkan
tidak ada perbedaan padahal sebenarnya ada perbedaan. Peluang untuk
membuat kesalahan tipe II adalah sebesar β. Sedangkan, peluang untuk tidak
membuat kesalahan tipe ii adalah sebesar 1 –β yang artinya Tingkat Kekuatan
Uji (Power of the test).
4. Tahap pengujian hipotesis
Dalam sebuah uji hipotesis, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan sebelum
mendapat hasil dari pengujian tersebut. Setidaknya ada 5 (lima) langkah yang
biasanya diperlukan dalam melakukan uji hipotesis, yakni :
1) Tentukan formulasi hipotesis
a. Hipotesis nol yaitu (Ho) dirumuskan sebagai pernyataan yang akan diuji.
Rumusan pengujian hipotesis, hendaknya Ho dibuat pernyataan untuk ditolak.
b. Hipotesis Alternatif / Tandingan (Ha / H1) dirumuskan sebagai lawan
/tandingan hipotesis nol
Bentuk Ha terdiri atas :
Ho ; q = qo -> Ha : q > qo
Ha : q < qo Ha : q ≠ qo
2) Tentukan level of significancy
Taraf nyata (α) adalah besarnya toleransi dalam menerima kesalahan hasil
hipotesis terhadap nilai parameter populasinya. Taraf nyata dalam bentuk %
umumnya sebesar 1%, 5% dan 10%
3) Tentukan ktiteria pengujian
Kriteria Pengujian adalah bentuk pembuatan keputusan dalam menerima atau
menolak hipotesis nol (Ho) dengan cara membandingkan nilai α tabel
distribusinya (nilai kritis) dengan nilai uji statistiknya, sesuai dengan bentuk
pengujiannya. Yang di maksud dengan bentuk pengujian adalah sisi atau arah
pengujian.
a. Penerimaan Ho terjadi jika nilai uji statistiknya lebih kecil atau lebih besar
daripada nilai positif atau negatif dari α tabel. Atau nilai uji statistik berada di
luar nilai kritis.
b. Penolakan Ho terjadi jika nilai uji statistiknya lebih besar atau lebih kecil
daripada nilai positif atau negatif dari α tabel. Atau nilai uji statistik berada di
luar nilai kritis.

4) Hitung nilai uji statistik


Uji statistik merupakan rumus-rumus yang berhubungan dengan distribusi
tertentu dalam pengujian hipotesis. Uji statistik merupakan perhitungan untuk
menduga parameter data sampel yang di ambil secara random dari sebuah
populasi. Misalkan, akan di uji parameter populasi (P), maka yang pertama-tama
di hitung adalah statistik sampel (S).
5) Kesimpulan
Pembuatan kesimpulan merupakan penetapan keputusan dalam hal penerimaan
atau penolakan hipotesis nol (Ho) yang sesuai dengan kriteria pengujiaanya.
Pembuatan kesimpulan dilakukan setelah membandingkan nilai uji statistik
dengan nilai α tabel atau nilai kritis.
a. Penerimaan Ho terjadi jika nilai uji statistik berada di luar nilai kritisnya.
b. Penolakan Ho terjadi jika nilai uji statistik berada di dalam nilai kritisnya.
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Aiza. (2012). Desain Penelitian Epidemiologi. Fakultas Kedokteran Universitas


Padjadjaran. https://perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/04/Desain-
penelitian-epidemiologi.Aiza-fitria.pdf
Ika, Ledhyane. (2013). Uji Hipotesis. Department Fisheries and Marine Resource Management
University of Brawijaya.
Sahayu, Wening. (2013). Merumuskan Hipotesis. Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri
Yogyakarta.
Sidabutar, Sondang. (2020). Buku Ajar Epidemiologi. Jawa Timur : Forum Ilmiah Kesehatan.
https://jurusankebidanan.poltekkesdepkes-sby.ac.id/wp-
content/uploads/2020/01/EDPID.pdf
Wandasari, Nurul. (2012). Konsep Penyebab Penyakit Menular (Causal Inference). Program
Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Esa Unggul.
https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-paper-6715-
Pertemuan_3_Konsep_Penyebab_Penyakit_Menular_.pdf

Anda mungkin juga menyukai