Anda di halaman 1dari 82

Halaman Judul

PEDOMAN KODE DIAGNOSIS DAN TINDAKAN


OBSTETRI GINEKOLOGI
DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

POKJA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL


PENGURUS PUSAT OBSTETRI DAN GINEKOLOGI INDONESIA
Kata Pengantar Ketua PP POGI

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Salam sejahtera bagi sejawat semua. Semoga dalam lindungan Allah SWT.
Apresiasi Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (PP POGI)
pada POKJA Jaminan Kesehatan Nasional Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia (POKJA JKN POGI) yang telah berhasil menyusun buku pedoman dengan
judul “Pedoman Kode Diagnosis dan Tindakan Obstetri dan Ginekologi di era JKN”.
Seperti yang kita ketahui kebutuhan masyarakat dalam mendapatkan akses dan
pelayanan kesehatan berkualitas di era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini sangatlah
penting. Namun, dalam menjalankan program jaminan kesehatan ini, dibutuhkan beberapa
hal, antara lain transparansi dari semua pihak, standardisasi dalam melakukan pelayanan, tata
kelola fasyankes, dan persamaan persepsi dalam menentukan kode diagnosis dan tindakan
obstetri dan ginekologi.
Untuk itu diperlukan pengetahuan terkait kode diagnosis dan tindakan antara profesi,
koder, pihak rumah sakit, dan verifikator yang merupakan salah satu kunci dari keberhasilan
program Jaminan Kesehatan Nasional agar tidak terjadi dispute antara pihak-pihak terkait.
Dengan harapan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi dan
kesejahteraan sejawat spesialis obstetri dan ginekologi.
Semoga dengan adanya buku “Pedoman Kode Diagnosis dan Tindakan Obstetri dan
Ginekologi di era JKN” ini dapat memberi manfaat bagi sejawat dan fasilitas kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan di bidang obstetri dan ginekologi. Semoga kita semua
selalu dalam keadaan sehat dan dalam lindungan Allah SWT.
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

dr. Ari Kusuma Januarto, SpOG(K)Obginsos


Ketua Umum
Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia

iii
Kata Pengantar Ketua POKJA JKN PP POGI

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Salam sejahtera kepada seluruh sejawat dan senior SpOG anggota POGI yang kami
hormati. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa adanya program Jaminan Kesehatan
Nasional di Indonesia telah membawa perubahan atau disrupsi yang sangat besar di bidang
Kesehatan tidak terkecuali di bidang Obstetri dan Ginekologi. Tentunya niat baik dari program
ini memiliki permasalahan terutama dalam hal pemahaman dan memerlukan adaptasi yang
adekuat agar dapat menjalankan program ini dengan tepat.
Salah satu permasalahan yang diidentifikasi oleh pokja JKN tentunya adalah
persamaan persepsi terhadap program Jaminan Kesehehatan Nasional secara umum dan
pengetahuan kode diagnosis dan tindakan antara profesi, koder dan verifikator BPJS. Oleh
karena itu Pengurus Pusat POGI melalui pokja JKN telah berhasil menyusun buku dengan judul
“Pedoman Kode Diagnosis Dan Tindakan Obstetri Ginekologi Di Era Jaminan Kesehatan
Nasional”. Diharapkan buku ini dapat menjadi pedoman bagi anggota POGI maupun berbagai
pihak lain yang berkaitan dengan penentuan kodifikasi di bidang Obstetri Ginekologi seperti
koder RS, verifikator BPJS dan Kementrian Kesehatan.
Tidak mudah untuk membuat buku ini karena diperlukan penggabungan dari
pengetahuan klinik disertai berbagai definisi kode yang menuntut kerja keras dari tim
kontributor yang sangat peduli terhadap keberlangsungan dan kelancaran pelayanan obstetri
dan ginekologi di era Jaminan Kesehatan Nasional ini.
Tentunya masih banyak kelemahan dan kekurangan dari pembuatan buku ini,
masukan dan saran masih diperlukan agar dapat melakukan perbaikan dan revisi dari buku ini
ke depannya. Tidak lupa berbagai perubahan dari program Jaminan Kesehatan Nasional yang
sangat dinamis juga dapat mengakibatkan beberapa bagian dari buku ini tidak relevan
sehingga menuntut revisi dan penyempurnaan secara berkala.

dr. Manggala Pasca Wardhana, SpOG(K)-KFM


Ketua Pokja Jaminan Kesehatan Nasional
Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia

iv
Kontributor

Editor:

dr. Manggala Pasca Wardhana, SpOG(K)-KFM

dr. Ilham Utama Surya, SpOG

dr. Tri Hastono, SpOG

dr. Safira Amelia

dr. Maria Cellina Wijaya

dr. Axel Jovito Olda

Kontributor Buku:

dr. Dwirani Amelia, SpOG

dr. Tauhid Islamy, SpOG(K)-KFM

dr. Ulul Albab, SpOG

dr. Tricia Dewi Anggraeni, SpOG(K)-Onk

dr. Ali Budi Harsono, SpOG(K)-Onk

dr. Tyas Priyatini, SpOG(K)-Urogin

dr. Darma Syanty, SpOG(K)-Fer

dr. Muhammad Ardian, M.Kes., SpOG(K)-Obynsos

Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK), Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indones

v
Daftar Isi

Halaman Judul ............................................................................................................................. i


Kata Pengantar Ketua PP POGI................................................................................................... ii
Kata Pengantar Ketua POKJA JKN PP POGI ............................................................................... iii
Kontributor…………………………………………………………………………………………………………………………... iv
Daftar Isi…………………………………………………………………….……………………………………………………….... v
BAB 1 Pengantar Sistem Jaminan Kesehatan Nasional .............................................................. 1
BAB 2 Pengantar Sistem Pembiayaan INA-CBG ......................................................................... 4
BAB 3 Penentuan Grup INA-CBG berdasarkan Kode Diagnosis dan Tindakan ........................... 6
BAB 4 Pencarian Kode ICD 10 dan ICD-9-CM berdasarkan Diagnosis Obstetri & Ginekologi..16
4.1 Kasus Obstetri .............................................................................................................. 16
4.1.1 Diagnostik Antenatal dan Postnatal di Poliklinik ................................................... 17
4.1.2 Tindakan Poliklinik ................................................................................................. 18
4.1.3 Gangguan di Awal Kehamilan ................................................................................ 19
4.1.4 Permasalahan Kehamilan ...................................................................................... 20
4.1.5 Permasalahan Persalinan....................................................................................... 23
4.1.6 Cara dan Luaran Kelahiran ..................................................................................... 25
4.1.7 Permasalahan Masa Nifas dan Laktasi ................................................................... 27
4.1.8 Tindakan pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas ................................................... 27
4.2 Kasus Ginekologi .......................................................................................................... 31
4.2.1 Diagnostik Ginekologi di Poliklinik ......................................................................... 31
4.2.2 Tindakan Poliklinik ................................................................................................. 32
4.2.3 Permasalahan Inflamasi pada Ginekologi .............................................................. 33
4.2.4 Permasalahan non-Inflamasi pada Ginekologi ...................................................... 33
4.2.5 Tindakan Ginekologi .............................................................................................. 36
4.3 Daftar diagnosis sekunder baik komplikasi maupun komorbid secara umum ............. 41
4.4 Daftar ICD-10 dan ICD-9-CM Indonesia Modification ................................................... 47
BAB 5 Panduan Aturan Koding dalam Obstetri dan Ginekologi ............................................... 49
5.1 Kasus Obstetri .............................................................................................................. 49
5.2 Kasus Ginekologi .......................................................................................................... 56
BAB 6 Kelengkapan Rekam Medik dan Verifikasi Klaim ........................................................... 60
BAB 7 Penghitungan Unit Cost di Rumah Sakit ........................................................................ 66
BAB 8 Sistem Pembiayaan Jasa Pelayanan ............................................................................... 69
Tinjauan Pustaka ...................................................................................................................... 75

v
BAB 1
Pengantar Sistem Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah program jaminan sosial yang

diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas

dengan tujuan menjamin seluruh peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Adanya pengeluaran yang tidak

terduga apabila seseorang terkena penyakit, terutama jika tergolong dalam penyakit berat

yang menuntut stabilisasi rutin seperti hemodialisa atau biaya operasi yang sangat tinggi

dapat mengubah penggunaan pendapatan seseorang dari pemenuhan kebutuhan hidup

menjadi biaya perawatan dirumah sakit, obat-obatan, operasi hingga perawatan rehabilitasi.

Hal ini tentu akan menimbulkan gangguan ekonomi bagi diri sendiri maupun keluarga yang

kadang dikenal dengan istilah “SADIKIN”, sakit sedikit jadi miskin. Dapat disimpulkan, bahwa

kesehatan jauh lebih berharga dan tidak dapat digantikan dengan uang.

Reformasi sistem jaminan sosial di Indonesia diawali dengan Undang-Undang Nomor

40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Selama beberapa dekade

terakhir, Indonesia telah menjalankan beberapa program jaminan sosial. Namun program

jaminan sosial tersebut baru mencakup sebagian kecil masyarakat. Sebagian besar rakyat

belum memperoleh perlindungan yang memadai. Di samping itu, pelaksanaan berbagai

program jaminan sosial tersebut belum mampu memberikan perlindungan yang adil dan

memadai kepada para peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta.

Sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu menyusun SJSN yang mampu

menyelaraskan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan oleh

1
beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta

memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta.

Pemikiran mendasar yang melandasi penyusunan SJSN bagi penyelenggaraan jaminan

sosial untuk seluruh warga negara adalah:

1. Penyelenggaraan SJSN berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak konstitusional

setiap orang; sebagaimana tercantum dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28H

ayat (3) menetapkan, “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan

pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.”

2. Penyelenggaraan SJSN adalah wujud tanggung jawab negara dalam pembangunan

perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial; sebagaimana tercantum dalam UUD

Negara RI Tahun 1945 Pasal 34 ayat (2) menetapkan, “Negara mengembangkan sistem

jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan

tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”

Pada tahun 2011, pemerintah menetapkan UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan

nasional dan secara resmi beroperasi sejak 1 Januari 2014. Dalam implementasinya,

antusiasme masyarakat untuk mengakses layanan di era JKN cenderung meningkat. Data BPJS

menyebutkan kepesertaan sudah mencapai 83.86% atau sekitar 224 juta jiwa di tahun 2019

sejak awalnya hanya 133 juta jiwa di tahun 2014. Dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan

hingga sekitar 276 juta kunjungan per tahun di tahun 2019 baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Bagaimana

tingginya antusiasme ini dapat diikuti kualitas pelayanan menjadi tantangan tersendiri.

2
Namun dalam perjalanannya, cukup sering terdapat rumusan norma yang tidak

sejalan secara vertikal dan horizontal serta ambigu/multi tafsir, dan inkonsisten antara

Undang-Undang (inkonsistensi terjadi antara Undang-Undang SJSN dengan peraturan BPJS

maupun beberapa peraturan pemerintah lainnya). Defisit BPJS akibat beban jaminan

kesehatan yang lebih tinggi dari pendapatan iuran juga terkadang menyebabkan munculnya

beberapa peraturan-peraturan yang berpengaruh pada kualitas pelayanan kesehatan.

Beberapa isu yang berkaitan dengan bidang Obstetri Ginekologi saat pembuatan buku

ini antara lain adalah adanya polemik mengenai pemberlakuan Peraturan Direktur Jaminan

Pelayanan Kesehatan – BPJS Kesehatan Nomor 03 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan

Persalinan dengan Bayi Baru Lahir Sehat yang diikutkan dalam klaim Ibunya sehingga

berpotensi menganggu kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi sebagai salah satu upaya

kendali biaya yang dilakukan. Berbagai permasalahan lain yang cukup penting adalah dengan

diberlakukannya prospective payment dimana sistem penentuan pembiayaan kesehatan

berdasarkan sistem paket dari setiap grouping / INA-CBG (akan dijelaskan lebih lanjut pada

bab selanjutnya) yang dibentuk dari kumpulan koding diagnosis dan terapi yang saat ini dinilai

masih mengalami ketidaksesuaian di lapangan yang mengakibatkan berbagai masalah

pelayanan di bidang Obgyn. Nilai klaim yang masih dibawah nilai aktuaria juga sering

berpengaruh pada keputusan klinik dan kualitas pelayanan ditambah dengan pembagian jasa

pelayanan yang sangat tergantung dari aturan direksi dan manajemen di masing-masing

fasilitas kesehatan yang tentunya akan semakin membuat rumit kondisi pelayanan obstetri

dan ginekologi di lapangan. Semua hal ini menjadi tantangan tersendiri yang memerlukan

berbagai upaya pemahaman dan perbaikan sistem JKN.

3
BAB 2
Pengantar Sistem Pembiayaan INA-CBG

Indonesia Case Base Groups (INA-CBG) adalah sistem pembayaran yang digunakan

oleh BPJS Kesehatan atas pelayanan kesehatan yang telah diberikan oleh FKRTL / rumah sakit

kepada peserta JKN. Rumah sakit akan mendapat pembayaran dari BPJS berdasarakan nilai

tarif INA-CBG yang telah ditetapkan sesuai peraturan menteri kesehatan. Penentuan tarif

dilakukan berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan pasien di rumah sakit dalam suatu

kelompok diagnosis penyakit dan tindakan yang akan disesuaikan dengan adjustment factor

seperti kemampuan pembiayaan dari program JKN, regionalisasi, tipe kelas rumah sakit.

Pembiayaan jaminan kesehatan ini bersifat prospektif. Metode pembayaran

idiberikan atas pelayanan kesehatan yang besarnya sudah diketahui dan ditetapkan

sebelumnya. Tujuannya agar pembayaran lebih sesuai dengan pelayanan, klaim lebih cepat

serta biaya administrasi rendah. Namun secara umum sistem ini juga memiliki beberapa

kekurangan antara lain: perlunya pemahaman konsep prospektif dalam implementasinya,

pengurangan kualitas pelayanan, dan sangat dipengaruhi dengan kualitas koding yang dapat

menyebabkan ketidaksesuaian proses grouping.

Sistem pembayaran INA-CBG diberlakukan untuk pelayanan di fasilitas kesehatan

tingkat lanjut yaitu rumah sakit. Pada sistem ini, rumah sakit akan mendapatkan pembayaran

dari pemerintah berdasarkan grup diagnosis dan tindakan yang secara pembiayaannya relatif

sama. Sebagai contoh, seorang pasien datang ke rumah sakit dan didiagnosis demam

berdarah. Nantinya, pasien tersebut akan mendapatkan pelayanan dan pengobatan sesuai

dengan hitungan sistem INA-CBG, sampai dinyatakan sembuh atau lepas rawat.

4
Sistem INA-CBG meliputi berbagai grup diagnosis dan tindakan yang telah disebutkan

sebelumnya dan dikembangkan berdasarkan sistem casemix oleh United Nations University –

International Institute for Global Health (UNU-IIGH). Sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan no 52 tahun 2016 pasal 14 bahwa tarif INA-CBG terdiri atas tarif baik rawat jalan

dan rawat inap, dengan 6 (enam) kelompok tarif yaitu tarif Rumah Sakit Umum Pusat Nasional

(RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo; tarif Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan

Kita, tarif Rumah Sakit Kanker Dharmais, tarif Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita; tarif

rumah sakit pemerintah dan swasta kelas A; tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas B;

tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas C; dan tarif rumah sakit pemerintah dan swasta

kelas D. Tarif tersebut juga diatur berdasarkan kelas perawatan pasien, yaitu kelas 1, 2, 3. Tarif

INA-CBG sendiri akan selalu ditinjau paling cepat 2 tahun sekali oleh Menteri Kesehatan,

berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 82 tahun 2018. Hal ini sebagai upaya agar mendapati

nilai tarif yang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun pembaruan nilai INA-CBG terbaru

terjadi di tahun 2016 melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 52 dan 64 tahun 2016 dan

hingga saat tahun pembuatan buku ini belum dilakukan pembaruan kembali.

Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 82 tahun 2018, standar tarif INA-CBG akan

ditetapkan oleh menteri setelah mendapatkan masukan dari BPJS dan asosiasi fasilitas

kesehatan dengan mempertimbangkan ketersediaan fasilitas kesehatan, indeks harga

konsumen dan indeks kemahalan daerah. Di sisi lain, tarif yang ditentukan ini juga

memperhitungkan kecukupan iuran BPJS itu sendiri dan kesinambungan program jaminan

kesehatan nasional yang akan ditinjau bersama BPJS, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)

dan Menteri Keuangan. POGI sebagai organisasi yang selalu mengedepankan upaya perbaikan

pelayanan kesehatan reproduksi secara aktif memberikan masukan dan usulan kepada

stakeholder terkait upaya perbaikan tarif INA-CBG.

5
BAB 3
Penentuan Grup INA-CBG berdasarkan Kode Diagnosis dan Tindakan

Pengelompokan grup INA-CBG berdasarkan kode diagnosis dan tindakan yang berlaku

secara internasional, yaitu ICD-10 dan ICD-9-CM revisi tahun 2010. Pada ICD-10 terdapat

sekitar 14.500 kode diagnosis dan pada ICD-9-CM terdapat sekitar 7.500 kode

prosedur/tindakan. Setelah kode diinput, sistem software INA-CBG akan melakukan

pengelompokan / grouping dari kode tersebut menjadi salah satu dari 1.075 kelompok kasus,

terdiri dari 786 kasus rawat inap dan 289 kasus rawat jalan.

Software INA-CBG yang disebut E-klaim INA-CBG adalah perangkat yang digunakan

untuk melakukan grouping diagnosis berdasarkan entri data kode diagnostik dan tindakan

yang didapatkan di rekam medis. Saat ini versi yang berjalan adalah versi 5.6. Software ini

menggunakan grouper UNU-IIGH. Untuk penggunaannya, rumah sakit harus memiliki kode

registrasi rumah sakit yang dikeluaran oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, lalu

akan dilakukan aktivasi software INA-CBG sesuai dengan tipe rumah sakit dan regionalisasinya

oleh Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK) Kementerian

Kesehatan RI.

Berikut adalah proses entri data pasien dalam aplikasi INA-CBG yang dilakukan setelah

pasien selesai mendapat pelayanan di rumah sakit. Seluruh data pasien yang datang ke rumah

sakit akan dicatat dengan lengkap dalam rekam medis oleh dokter. Dari data rekammedis yang

merupakan gabungan dari data sosial dan informasi klinis pasien dimasukan kedalam software

INA-CBG oleh koder (penerjemah diagnosis dalam bentuk kode ICD-10 dan tindakan dalam

bentuk kode ICD-9CM). Software tersebut akan melakukan pengelompokan diagnosis dan

tindakan, sehingga muncul kode dan tarif INA-CBG, dan dari nilai tersebutlah yang nantinya

6
akan di ganti pihak BPJS kepada FKRTL atau rumah sakit untuk pelayanan terhadap pasien tersebut

(Gambar 3.1)

Gambar 3.1. Alur Memasukkan Data dari Rekam Medik ke dalam Software INA-CBG

Mengingat data yang dimasukan kedalam software INA-CBG adalah berdasarkan

rekam medis pasien, kelengkapan dan kejelasan penulisan rekam medis menjadi sangat

penting. Seorang dokter tidak perlu menghafalkan angka kode diagnosis ICD-10 dan kode

tindakan ICD-9-CM, namun sebaiknya harus mengetahui diagnosis apa saja yang terdaftar

dalam ICD-10 dan tindakan yang tercantum pada ICD-9-CM. Jika dokter telah menentukan

diagnosis dan tindakan yang jelas dan lengkap, koder dapat dengan mudah menemukan kode

yang sesuai untuk dimasukan dalam software INA-CBG. Hal ini penting untuk disampaikan,

karena beberapa kegagalan penerjemahan kode terjadi karena rekam medis tidak ditulis oleh

dokter secara lengkap. Koordinasi dan kerjasama antara dokter dengan koder menjadi kunci

utama dalam keberhasilan untuk mendapatkan kode INA-CBG secara tepat, sehingga upaya

dalam membuat pemahaman yang sama terutama dalam melakukan kodifikasi diagnosis dan

tindakan sangat penting dikarenakan penggunaan bahasa medis yang terkadang tidak

7
tercantum secara sama yang perlu mencarikan padanan atau penyesuaian terhadap koding

tertentu. Beberapa hal penting yang perlu diketahui mengenai koding antara lain:

1. Sumber data koding berasal dari resume medis yaitu data diagnosis dan tindakan,

apabila diperlukan dapat juga dilihat di dalam rekam medis, karena kelengkapan dan

ketepatan sangat mempengaruhi hasil grouper dan besaran klaim dalam INA-CBG

2. Diagnosis utama: diagnosis yang ditegakkan dokter pada akhir episode perawatan

yang menyebabkan pasien mendapatkan perawatan atau pemeriksaan lebih lanjut.

Jika terdapat lebih dari satu diagnosis, maka dipilih yang menggunakan sumber daya

paling banyak. Jika tidak terdapat diagnosis yang dapat ditegakkan pada akhir episode

perawatan setelah melakukan pemeriksaan berdasarkan standar pelayanan sesuai

ketentuan yang berlaku, maka gejala utama, hasil pemeriksaan penunjang yang tidak

normal atau masalah lainnya dipilih menjadi diagnosis utama.

3. Diagnosis sekunder: diagnosis yang menyertai diagnosis utama pada saat pasien

masuk atau yang terjadi selama episode perawatan. Diagnosis sekundermerupakan

komorbiditas dan/atau komplikasi. Komorbiditas adalah penyakit yang menyertai

diagnosis utama atau kondisi yang sudah ada sebelum pasien masuk rawat dan

membutuhkan pelayanan kesehatan setelah masuk maupun selama rawat.

Komplikasi adalah penyakit yang timbul dalam masa perawatan baik yang disebabkan

oleh kondisi yang ada atau muncul akibat dari pelayanan kesehatan yang diberikan

kepada pasien dan memerlukan pelayanan tambahan yang mendapatkan tatalaksana

sewaktu episode pelayanan.

4. Pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan komprehensif yang meliputi

pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan

kegawatdaruratan, pelayanan penunjang dan / atau pelayanan kefarmasian

8
5. Pelayanan rawat inap adalah pelayanan kepada pasien untuk observasi, perawatan,

diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, dan / atau pelayanan kesehatan lainnya dengan

menempati tempat tidur.

6. Semua diagnosis (baik diagnosis primer maupun sekunder) yang dapat dilakukan

koding merupakan diagnosis yang mendapatkan pelayanan kesehatan yang

tercantum baik di resume medis atau di dalam rekam medis.

Berikut adalah contoh diagnosis pasien yang memiliki kode berbeda (Tabel 3.1). Dapat dilihat

bila dokter tidak menuliskan diagnosis dengan lengkap, misalnya hanya distosia saja, koder

akan sulit menerjemahkan kode ICD-10 yang sesuai untuk pasien. Hal ini juga berlaku dalam

penulisan tindakan/prosedur yang sering kali tidak sesuai dengan ICD-9-CM, sehinggakoder

akan sukar menemukan kode yang sesuai.

Tabel 3.1. Contoh Kode ICD-10 Distosia yang Membutuhkan Data Penyebabnya untuk dapat

dilakukan Kodifikasi secara Benar

Kode Diagnosis
O64.1 Distosia / kemacetan persalinan karena presentasi bokong
O64.2 Distosia/ kemacetan persalinan karena presentasi muka
O64.8 Distosia / kemacetan persalinan karena malposisi atau malpresentasi lain
O66.2 Distosia / kemacetan persalinan karena janin besar
O66.3 Distosia / kemacetan persalinan karena kelainan janin
O64.4 Distosia / kemacetan persalinan karena presentasi bahu / lintang
O65.1 Distosia / kemacetan persalinan akibat panggul sempit
O65.4 Distosia / kemacetan persalinan akibat disproporsi fetopelvik lainnya
O66.0 Distosia bahu
O66.4 Kegagalan Trial of Labor

Berikut ini adalah contoh kasus pasien dan cara memasukan data dalam software INA-CBG:

“Pasien G1P0-0 hamil 38 minggu dengan hipertensi gestasional datang dengan inpartu kala 1

9
fase aktif. Pasien dilakukan observasi kemajuan persalinan dan dilakukan asuhan persalinan.

Lahir kepala bayi spontan pervaginam, hidup, laki-laki dengan berat badan bayi lahir normal.

Pasien diperbolehkan pulang setelah dirawat selama 1 hari”

Berikut tabel diagnosis dan tindakan pasien:

Diagnosis Kode ICD-10 Diagnosis ICD-10


Hipertensi gestasional O13 Gestasional hypertension
(proteinuri negatif) without significant proteinuria
Persalinan spontan, kepala, O80.0 Single spontaneous vertex
pervaginam pada kasus patologis delivery
Lahir bayi hidup, tunggal Z37.0 Single live birth

Tindakan Kode ICD-9-CM Tindakan ICD-9-CM


Persalinan spontan 73.59 Other manually assisted delivery
Diagnosis primer : O13 Hipertensi gestasional

Diagnosis sekunder : O80.0 Persalinan spontan, vertex

Z37.0 Lahir bayi hidup

Tindakan : persalinan spontan dengan bantuan lain (73.59)

Berikut adalah gambaran masukan pada software INA-CBG versi 5.6:

Selanjutnya, aplikasi akan secara otomatis melakukan pengelompokan kasus serta nilai klaim:

10
Dapat dilihat bahwa hasil dari pengelompokan kasus tersebut adalah:

Kode INA-CBG: O-6-13-I à persalinan vaginal (ringan)

Nilai klaim terkait pengelompokan kasus tersebut adalah Rp 2.054.100. Nilai

tersebut adalah contoh untuk pasien rawat inap kelas 3 di salah satu rumah sakit tertentu

dimana besaran nilai ini akan berubah mengikuti tipe RS dan kelas perawatan pasien sesuai

dengan peraturan Mentri Kesehatan yang berlaku.

Pada kode INA-CBG, terdapat 4 digit kode; Digit ke-1 merupakan CMG (Casemix Main

Groups), digit ke-2 merupakan tipe kasus, digit ke-3 merupakan spesifik CBG kasus, digit ke-4

berupa angka romawi yang menunjukan severity level.

Sebagai contoh adalah: Kode INA-CBG untuk persalinan vaginal (ringan) adalah O-6-13-I

• Digit ke-1 merupakan CMG (Casemix Main Groups), dimana pada kasus obstetri

sebagian besar berada pada CMG O sedangkan ginekologi sebagian besar pada CMG

W dan N. Walaupun, terdapat juga beberapa diagnosis yang termasuk Kode CMG lainnya

• Digit ke-2 sesuai dengan tipe kasus, yang mana terdapat 9 tipe kasus. Berikut adalah

tipe kasus yang terdaftar:

1. Prosedur Rawat Inap Group-1

11
2. Prosedur Besar Rawat Jalan Group-2

3. Prosedur Signifikan Rawat Jalan Group-3

4. Rawat Inap Bukan Prosedur Group-4

5. Rawat Jalan Bukan Prosedur Group-5

6. Rawat Inap Kebidanan Group-6

7. Rawat Jalan Kebidanan Group-7

8. Rawat Inap Neonatal Group-8

9. Rawat Jalan Neonatal Group-9

10. Error Group-10

Pada digit ke-2 ini, contoh kasus menunjukan kode 6 yang menunjukan rawat inap

kebidanan.

• Digit ke-3 merupakan spesifik CBG à pada kasus ini kode 13 merupakan CMG ke 13

dalam grup O6

• Digit ke-4 adalah angka romawi yang menunjukan severity level (0-III) à I (ringan)

o 0 : Rawat jalan

o I – Ringan : Rawat inap dengan tingkat keparahan 1

o II – Sedang : Rawat inap dengan tingkat keparahan 2

o III – Berat : Rawat inap dengan tingkat keparahan 3

Pada saat buku ini disusun, telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI beberapa

grup INA-CBG yang berlaku di bidang obstetri ginekologi antara lain:

1. Group INA-CBG untuk kasus obstetri

12
Ringan W-4-13-I

Abortus Sedang W-4-13-II

Berat W-4-13-III

Ringan W-4-14-I

Abortus mengancam Sedang W-4-14-II

Berat W-4-14-III

Ringan W-4-15-I

Medical Persalinan False Labor Sedang W-4-15-II

Berat W-4-15-III

Ringan W-4-16-I

Gangguan antepartum Sedang W-4-16-II

Berat W-4-16-III

Ringan W-4-17-I

Gangguan postpartum Sedang W-4-17-II

Berat W-4-17-III

Ringan O-6-10-I
Prosedur operasi
pembedahan caesar Sedang O-6-10-II

Berat O-6-10-III

Ringan O-6-11-I
Prosedur persalinan
vaginal dengan sterilisasi Sedang O-6-11-II
&/ dilatasi & kuret
Berat O-6-11-IIII

Surgical
Ringan O-6-12-I
Prosedur persalinan
vaginal dengan Sedang O-6-12-II
prosedur selain sterilisasi
&/ dilatasi & kuret Berat O-6-12-IIII

Ringan O-6-13-I

Persalinan vaginal Sedang O-6-13-II

Berat O-6-13-III

13
2. Group INA-CBG untuk kasus ginekologi
Ringan W-4-10-I
Tumor sistem reproduksi
Sedang W-4-10-II
wanita
Berat W-4-10-III

Ringan W-4-11-I
Infeksi sistem reproduksi
Medical Sedang W-4-11-II
wanita
Berat W-4-11-III

Ringan W-4-12-I
Gangguan mentruasi &
sistem reproduksi wanita Sedang W-4-12-II
lain - lain
Berat W-4-12-III

Ringan W-1-01-I
Prosedur operasi
pengangkatan Rahim
Sedang W-1-01-II
dan vulva radikal &
eviscerasi Berat W-1-01-III

Ringan W-1-10-I

Prosedur aborsi Sedang W-1-10-II

Berat W-1-10-III

Ringan W-1-11-I
Prosedur dilatasi, kuret,
Sedang W-1-11-II
intrauterine & servik
Berat W-1-11-III

Ringan W-1-12-I
Prosedur operasi
Surgical membuka tuba yang Sedang W-1-12-II
terhalang/terganggu
Berat W-1-12-III

Ringan W-1-13-I
Prosedur interupsi tuba
Sedang W-1-13-II
dengan endoskop
Berat W-1-13-III

Ringan W-1-20-I
Prosedur pada Rahim &
adneksa Sedang W-1-20-II

Berat W-1-20-III

Ringan W-1-30-I
Prosedur pada vagina, Sedang W-1-30-II
servik & vulva
Berat W-1-30-III

14
Setiap perawatan dan tindakan di bidang obstetri dan ginekologi pada dasarnya akan

dilakukan kodifikasi sesuai dengan kode diagnosis dan kode tindakan melalui kode ICD-10 dan

ICD-9-CM revisi tahun 2010 yang berlaku sesuai dengan Permenkes 26 tahun 2021.

Penggabungan antara kode-kode yang ada akan mengarahkan ke salah satu grup INA-CBG

yang telah ditunjukkan di bab ini sehingga akan timbul tarif INA-CBG sesuai dengan aturan

yang berlaku.

Pengetahuan ini cukup penting terutama bagi koder rumah sakit dikarenakan

kesalahan memasukkan kode atau tidak lengkapnya kode yang dimasukkan dapat berakibat

ke dalam kesalahan grouping INA-CBG yang tentunya akan berhubungan dengan besaran

klaim yang didapatkan.

15
BAB 4
Kode ICD 10 dan ICD-9-CM berdasarkan Diagnosis Obstetri & Ginekologi

Pada sistem kode ICD-10, beberapa kode diagnosis obstetri dan ginekologi mayoritas

didapatkan pada kelompok berikut:

• Neoplasma (C00-D48)

• Penyakit Sistem Genitourinari (N00-N99)

• Kehamilan, Melahirkan dan Nifas (O00-O99)

• Gejala, tanda, dan temuan klinis dan laboratorium yang abnormal, bukan di tempat lain

diklasifikasikan (R00-R99)

• Cedera, keracunan, dan konsekuensi tertentu dari Penyebab Eksterna lain (S00-T88)

• Faktor yang mempengaruhi status kesehatan dan kontak dengan layanan kesehatan (Z00-Z99)

Pada sistem kode ICD-9-CM khusus prosedur/tindakan, beberapa kode prosedurobstetri dan

ginekologi mayoritas didapatkan pada beberapa kelompok kategori berikut:

• Prosedur pada organ genital wanita (65-71)

• Prosedur obstetri (72-75)

• Prosedur diagnostik dan terapi lainnya (87-99)

Pada bab ini akan dibahas beberapa kode obstetri dan ginekologi yang cukup sering digunakan (tidak

mencakup semua kodifikasi obstetri dan ginekologi) serta memberikan penjelasan diagnosis dalam

Bahasa Indonesia yang telah disesuaikan dengan kondisi di lapangan secara langsung baik secara klinis

maupun berdasar PNPK PP POGI serta sumber lainnya dengan tujuan memudahkan seluruh pembaca

dalam menentukan kode yang paling tepat.

4.1 Kasus Obstetri


Terdapat 8 blok kategori koding pada kasus kehamilan, persalinan dan nifas:

16
O00-O08 → Keguguran

O10-O16 → Edema, Proteinuria dan Hipertensi dalam Kehamilan, Persalinan danNifas

O20-O29 → Gangguan maternal yang berhubungan dengan kehamilan

O30-O48 → Perawatan maternal terkait janin, kantung ketuban dan kemungkinanmasalah

O60-O75 → Komplikasi persalinan dan kelahiran

O80-O84 → Kelahiran

O85-O92 → Komplikasi yang terutama berkaitan dengan nifas

O94-O99 → Kondisi obstetrik lain, NEC

Perhatikan beberapa kode eksklusi pada koding ini antara lain: cedera, keracunan dan penyebab

eksternal lainnya (S00-T88.1, T88.6-T98); kelainan mental dan perilaku yang berhubungan dengan

nifas (F53.-); tetanus obstetric (A34); nekrosis hipofisis postpartum (E23.0); osteomalasia nifas

(M83.0); dan kontrol kehamilan risiko tinggi (Z35,-) atau kehamilan normal (Z34,-).

Berikut adalah beberapa kode diagnosis kehamilan dan persalinan yang cukup sering

digunakan (tidak meliputi seluruh kode diagnosis):

4.1.1 Diagnostik Antenatal dan Postnatal di Poliklinik


Antenatal Care
ICD-10 Diagnosis Catatan
Z34.0 Kontrol kehamilan normal (hamil anak pertama) Tidak didapatkan
permasalahan kehamilan
Z34.8 Kontrol kehamilan normal (selain kehamilan anak Tidak didapatkan
pertama) permasalahan kehamilan
Z35.1 Kontrol kehamilan dengan riwayat abortus Tidak termasuk abortus
habitualis (O26.2)
Z35.2 Kontrol kehamilan dengan riwayat obstetri jelek Termasuk riwayat kematian
lainnya neonatus, lahir mati
Kontrol kehamilan dengan riwayat antenatal
Z35.3 care yang tidak adekuat
Z35.4 Kontrol kehamilan dengan grande multipara
Z35.5 Kontrol kehamilan dengan primi tua Ibu hamil berusia >35 tahun
Z35.6 Kontrol kehamilan dengan primi muda Ibu hamil berusia <16 tahun
Z35.8 Kontrol kehamilan risiko tinggi lainnya
Z36.0 Skrining antenatal untuk kelainan kromosom Termasuk amniocentesis
Z36.3 Skrining antenatal untuk malformasi janin
menggunakan USG

17
Z36.4 Skrining antenatal untuk pertumbuhan janin
terhambat menggunakan USG dan pemeriksaan
fisik
Z36.8 Skrining antenatal lainnya

Postnatal
ICD-10 Diagnosis Catatan
Z39.2 Kontrol postpartum di poliklinik Gunakan kode ini jika kontrol
postpartum tidak difokuskan
untuk mengevaluasi luka operasi
pembedahan
Z48.0 Kontrol luka operasi pembedahan Kode hanya digunakan jika
dibutuhkan penggantian perban
atau pelepasan benang jahit
Z48.9 Kontrol Luka operasi Pembedahan Tanpa penggantian perban
maupun pelepasan benang jahit
O85 Febris atau sepsis puerperalis Termasuk febris, endometritis,
periotonitis atau sepsis
O86.0 Infeksi luka pasca persalinan Termasuk infeksi luka seksio
sesaria, repair perineum setelah
persalinan
O90.0 Dehiscence luka SC
O90.1 Dehiscence luka perineum
O90.2 Hematom pada luka obstetri
O90.8 Komplikasi nifas lainnya
O91.0 Infeksi puting payudara pasca persalinan
O91.1 Abses mammae
O91.2 Mastitis non purulen pasca persalinan
Z30.0 Konseling untuk kontrasepsi
Z30.1 Pemasangan IUD
Z30.5 Kontrol IUD Termasuk pengecekan,
pemasangan kembali atau
pengambilan IUD
Z30.4 Kontrol obat kontrasepsi
Catatan: Selain diagnosis yang rutin dilakukan di poliklinik. Kode diagnosis dapat ditambahkan
juga dengan kode permasalahan kehamilan di dalam bab 4.1.4 sesuai dengan kondisi yang
ditemukan

4.1.2 Tindakan Poliklinik


Tindakan Poliklinik
ICD-9CM Prosedur Catatan
75.34 Monitoring janin / DJJ Termasuk pemeriksaan DJJ,
NST
88.78 USG diagnostik kehamilan USG pada kehamilan
88.79 USG ginekologi USG kandungan (uterus non
gravid)

18
88.74 USG Evaluasi Sfingter Ani
97.71 Lepas IUD
99.23 Pasang implan kontrasepsi
97.89 Lepas implan kontrasepsi
99.24 Injeksi kontrasepsi hormonal
99.25 Injeksi kemoterapi metotreksat
96.59 Rawat luka
93.57 Ganti perban luka operasi

4.1.3 Gangguan di Awal Kehamilan


Gangguan di Awal Kehamilan
ICD-10 Diagnosis Catatan
O00.1 Kehamilan Tuba
O00.2 Kehamilan ovarium
O00.0 Kehamilan abdominal Kehamilan abdominal
dengan janin viabel (O36.7)
O00.8 Kehamilan ektopik lainnya
K66.0 Adhesi peritoneum (selain daerah pelvis) Jika didapatkan perlekatan
dengan organ sekitar saat
melakukan tindakan SC
N73.6 Adhesi peritoneum pelvis Jika didapatkan perlekatan
dengan organ sekitar saat
melakukan tindakan SC
O01.0 Mola hidatidosa komplit
O01.1 Mola hidatidosa inkomplit dan parsial
O02.0 Blighted ovum
O02.1 Missed abortion Kematian Janin (IUFD)
didalam kandungan tanpa
tanda abortus
O20.0 Abortus iminens
O03.4 Abortus inkomplit tanpa komplikasi
O03.9 Abortus komplit tanpa komplikasi
O08.0 Infeksi traktus genital dan pelvis karena abortus,
kehamilan ektopik dan kehamilan mola*
O08.1 Komplikasi perdarahan hebat pada abortus dan
kehamilan ektopik dan kehamilan mola*
O08.3 Syok karena abortus dan kehamilan ektopik dan
kehamilan mola*
O08.4 Gagal ginjal karena abortus dan kehamilan
ektopik dan kehamilan mola*
O08.5 Gangguan metabolik karena abortus dan Termasuk gangguan
kehamilan ektopik dan kehamilan mola* elektrolit
O08.6 Kerusakan pada jaringan dan organ pelvis karena
kehamilan ektopik dan mola*
O08.8 Komplikasi lainnya karena abortus dan
kehamilan ektopik dan kehamilan mola*

19
Catatan: Selain diagnosis yang rutin digunakan di awal kehamilan. Kode diagnosis dapat
ditambahkan juga dengan kode permasalahan kehamilan di dalam bab 4.1.4 sesuai dengan
kondisi yang ditemukan
* kode komplikasi tambahan pada kasus abortus, kehamilan ektopik dan kehamilan mola
yang dapat dikoding sebagai tambahan kelainan dasarnya

4.1.4 Permasalahan Kehamilan


Permasalahan Kehamilan
ICD-10 Diagnosis Catatan
Permasalahan maternal yang berhubungan dengan kehamilan
O10 Hipertensi kronis Hipertensi kronis esensial (O10.0),
hypertensive heart disease (O10.1),
hypertensive renal disease (O10.2)
O11 Hipertensi kronis superimposed
preeklampsia
O13 Hipertensi gestasional Hipertensi > 20 minggu tanpa proteinuri
/ gangguan organ lain
O14.0 Preeklampsia Hipertensi > 20 minggu dengan
proteinuri / gangguan organ lain
O14.1 Preeklampsia Berat Preeklampsia dengan gejala berat
O14.2 HELLP Syndrome
O15 Eklampsia Eklampsia pada masa kehamilan (O15.0),
persalinan (O15.1), dan nifas (O15.2)
O12.1 Kehamilan dengan proteinuria
O21.0 Emesis gravidarum Onset < 22 minggu kehamilan
O21.1 Hiperemesis gravidarum Onset < 22 minggu kehamilan disertai
gangguan elektrolit, dehidrasi atau
deplesi karbohidrat
O22.4 Haemorrhoid pada kehamilan
O23.4 Infeksi saluran kencing dalam
kehamilan
O23.5 Infeksi genitalia dalam kehamilan
O24.3 Diabetes mellitus Pragestasional
O24.4 Diabetes mellitus Gestasional
O25 Malnutrisi pada kehamilan
O99.2 Obesitas dalam kehamilan Tambahkan kode obesitas (E66.9),
Indeks massa tubuh dihitung tepat
sebelum kehamilan atau saat kunjungan
awal kehamilan
O26.0 Kenaikan BB berlebihan dalam
kehamilan
O26.1 Kenaikan BB terlalu rendah
dalam kehamilan
O26.2 Kehamilan dengan riwayat
abortus
berulang
O26.3 Hamil dengan IUD insitu

20
O26.6 Hamil dengan gangguan liver
O26.9 Kondisi risiko lain yang Contoh: lewat taksiran persalinan / usia
berhubungan dan dapat kehamilan > 40 minggu, anak terkecil < 2
mempengaruhi kehamilan tahun dan faktor risiko lain yang
mempengaruhi kehamilan
O48 Kehamilan di atas 42 minggu Postdate dan postterm memiliki
pengertian yang sama di ICD-10
(kehamilan > 42 minggu / 294 hari)
O44.0 Plasenta previa tanpa perdarahan
O44.1 Plasenta previa disertai Dengan perdarahan antepartum
perdarahan
O45.8 Solusio plasenta Solusio plasenta dengan gangguan
koagulasi (O45.0)
O46.8 Perdarahan Antepartum
O42.0 Ketuban pecah prematur / dini.
Onset persalinan dalam 24 jam
O42.1 Ketuban pecah prematur / dini.
Onset persalinan setelah 24 jam
O42.2 Ketuban pecah prematur / dini,
persalinan ditunda dengan terapi
O41.1 Korioamnitis
O47.0 False labor sebelum 37 minggu
O47.1 False labor 37 minggu dan
setelahnya (aterm)
O34.8 Kehamilan dengan kelainan pada Termasuk sistokel, rektokel, riwayat
organ pelvis lainnya perbaikan organ dasar panggul
Permasalahan janin, ketuban dan plasenta berhubungan dengan kehamilan dan persalinan
O30.0 Kehamilan Kembar / multipel O30.0 Kehamilan kembar 2
O30.1 Kehamilan kembar 3
O30.2 Kehamilan kembar 4
O30.8 Kehamilan kembar >4
O31.2 Kehamilan multipel dengan 1 janin
meninggal dalam kandungan
(IUFD)
O31.8 Komplikasi kehamilan multipel Contoh: TRAPS, selective IUGR (selain
spesifik TTTS: O43.0)
O43.0 Sindrom transfusi plasenta Twin to Twin Transfusion Syndrome
O32.1 Kehamilan presentasi sungsang
O32.2 Kehamilan letak lintang atau oblik
O32.3 Kehamilan presentasi wajah atau
dagu
O32.5 Kehamilan multipel dengan 1 janin
malpresentasi
O32.8 Kehamilan dengan malpresentasi
Lain

21
O33.1 CPD karena panggul sempit Saat antepartum (gunakan kode O64-O65
saat persalinan)
O33.4 CPD karena gabungan faktor ibu Saat antepartum (gunakan kode O64-O65
dan bayi saat persalinan)
O33.5 CPD karena bayi besar Saat antepartum (gunakan kode O64-O65
saat persalinan)
O33.7 CPD karena faktor janin lainnya Saat antepartum (gunakan kode O64-O65
saat persalinan)
O33.8 CPD karena sebab lainnya Saat antepartum (gunakan kode O64-O65
saat persalinan)
O35.0 Kehamilan dengan suspek Contoh: anencephaly, spina bifida
malformasi sistem saraf pusat janin
O35.1 Kehamilan dengan suspek kelainan
kromosom janin
O35.3 Kehamilan dengan suspek kelainan Contoh: infeksi cytomegalovirus pada ibu,
janin akibat penyakit virus pada ibu infeksi rubella pada ibu
O35.8 Kehamilan dengan suspek kelainan Termasuk infeksi toxoplasmosis pada ibu
janin lain
O36.0 Kehamilan dengan dengan
isoimunisasi rhesus
O36.2 Kehamilan dengan hydrops fetalis Selain akibat isoimunisasi rhesus
O36.3 Kehamilan dengan tanda hipoksia
janin
O36.4 Kehamilan dengan kematian janin
dalam rahim
O36.5 Kehamilan dengan pertumbuhan
janin terhambat
O36.6 Kehamilan dengan makrosomia
O36.7 Kehamilan abdominal dengan janin
viabel
O40 Polihidramnion
O41.0 Oligohidramnion Pada ketuban pecah prematur / dini (O42),
oligohidramnion sudah termasuk
didalamnya, tidak perlu dikoding terpisah
O43.1 Kelainan plasenta Contoh: plasenta sirkumvalata, dan lain –
lain
O43.2 Perlekatan plasenta abnormal Spektrum plasenta akreta (akreta, inkreta,
(morbidly adherent placenta) perkreta)
O98.0 Tuberkulosis pada kehamilan Tambahkan kode di A15-A19
persalinan dan nifas
O98.1 Sifilis pada kehamilan persalinan Tambahkan kode di A50-A53
dan nifas
O98.3 Penyakit menular sexual lainnya Tambahkan kode di A55-A64
pada kehamilan persalinan dan
nifas
O98.4 Hepatitis virus pada kehamilan Tambahkan kode di B15-B19
persalinan dan nifas
O98.5 Penyakit virus lain pada kehamilan Tambahkan kode A80-B09, B25-B34

22
O98.7 Infeksi HIV pada kehamilan Tambahkan kode di B20-B24
persalinan dan nifas
O99.0 Anemia pada kehamilan persalinan Tambahkan kode di D50-D64
dan nifas
O99.1 Kelainan darah lainnya pada Tambahkan kode di D65-D89
kehamilan persalinan dan nifas
O99.2 Kelainan endokrin, nutrisi dan Tambahkan kode di E00-E90. Eksklusi:
metabolik pada kehamilan diabetes mellitus (O24), malnutrisi (O25)
persalinan dan nifas
O99.3 Kelainan mental dan sistem saraf Tambahkan kode di F00-F99 dan G00-G99
pada kehamilan persalinan dan
nifas
O99.4 Kelainan pada sistem sirkulasi pada Tambahkan kode di I00-I99
kehamilan persalinan dan nifas
O99.5 Kelainan sistem respirasi pada Tambahkan kode di J00-J99
kehamilan persalinan dan nifas
O99.6 Kelainan sistem digestif pada Tambahkan kode K00-K93. Eksklusi:
kehamilan persalinan dan nif kelainan liver (O26.6)
O99.7 Kelainan kulit dan jaringan Tambahkan kode L00-L99
subkutan pada kehamilan
persalinan dan nifas
O99.8 Kelainan spesifik lain pada
kehamilan persalinan dan nifas
Catatan: Kode O98 – O99 juga berlaku untuk permasalahan yang ditemukan jika pasien dalam
kondisi persalinan atau nifas

4.1.5 Permasalahan Persalinan


Permasalahan persalinan
ICD-10 Diagnosis Catatan
O60.0 Ancaman persalinan preterm (janin
tidak lahir)
O60.1 Persalinan preterm (kontraksi
timbul spontan) dengan kelahiran
preterm
O60.3 Kelahiran / persalinan preterm Persalinan dilakukan secara induksi
tanpa adanya kontraksi spontan atau dilakukan SC
O61.0 Induksi gagal
O66.4 Kegagalan trial of labor
O63.0 Kala I lama
O63.1 Kala 2 lama
O63.2 Kemacetan kelahiran janin kedua Pada kehamilan multipel
dan seterusnya
O66.5 Kegagalan vakum atau forseps
O62.0 Gangguan kontraksi primer Distosia akibat power pada fase laten
O62.1 Gangguan kontraksi sekunder Distosia akibat power pada fase aktif
O62.3 Persalinan presipitatus
O64.0 Distosia / kemacetan persalinan

23
karena gangguan rotasi kepala janin
O64.1 Distosia / kemacetan persalinan
karena presentasi bokong
O64.2 Distosia / kemacetan persalinan
karena presentasi muka
O64.8 Distosia / kemacetan persalinan
karena malposisi atau
malpresentasi lain
O66.2 Distosia / kemacetan persalinan
karena janin besar
O66.3 Distosia / kemacetan persalinan
karena kelainan janin
O64.4 Distosia / kemacetan persalinan Pada kondisi presentasi lintang
karena presentasi bahu / lintang
O65.1 Distosia akibat panggul sempit
O65.4 Distosia / kemacetan persalina
akibat disproporsi fetopelvik lain
O66.0 Distosia bahu
O66.4 Kegagalan Trial of Labor
O68.0 Persalinan dengan komplikasi Fetal Bradikardia, detak jantung tidak reguler
distress atau takikardia
O68.9 Persalinan dengan komplikasi fetal
distress berdasarkan bukti NST atau
USG
O68.1 Persalinan dengan komplikasi
mekonium dalam cairan ketuban
O68.2 Persalinan dengan komplikasi Fetal
distress dan mekoneal dalam cairan
ketuban
O69.0 Persalinan dengan prolaps tali
pusat
O69.1 Persalinan dengan kompresi lilitan
tali pusat
O69.2 Persalinan dengan kompresi simpul
tali pusat
O69.4 Persalinan dengan vasa previa
O75.7 kelahiran pervaginam dengan VBAC
riwayat SC
K66.0 Adhesi peritoneum (selain daerah
pelvis)
N73.6 Adhesi peritoneum pelvis
Permasalahan di kala 3 persalinan dan setelahnya
O70.0 Robekan perineum derajat 1
O70.1 Robekan Perineum derajat 2
O70.2 Robekan Perineum derajat 3 Mengenai sfingter ani
O70.3 Robekan Perineum derajat 4 Mengenai mukosa anus
O71.0 Ruptur uteri sebelum masuk
persalinan

24
O71.1 Ruptur uteri saat persalinan
O71.2 Inversi uteri post persalinan
O71.3 Robekan porsio post persalinan
O71.5 Cedera obstetri lainnya pada organ Cedera buli dan urethra.
pelvis
O71.7 Hematom obstetri pada pelvis Di perineum, vagina, dan vulva
O72.1 Perdarahan pasca persalinan Setelah plasenta keluar, termasuk akibat
atonia
O72.2 Perdarahan pasca persalinan Berhubungan dengan retensi jaringan di
lambat uterus
O73.0 Retensi seluruh plasenta
O73.1 Retensi sebagian jaringan plasenta
dan membran
O75.1 Syok pada persalinan dan Termasuk syok obstetrik
melahirkan
O75.2 Pireksia selama persalinan
O75.3 Infeksi lain selama persalinan Termasuk sepsis saat persalinan
O75.4 Komplikasi lain dari operasi dan Termasuk henti jantung, anoksia cerebral.
prosedur kebidanan Komplikasi akibat anestesi menggunakan
kode O74
Catatan: Kondisi permasalahan kehamilan dan persalinan terkadang serupa meski memiliki
kode yang berbeda. Jika memang pasien datang pada saat atau untuk persalinan, cukup
menggunakan kode pada permasalahan persalinan ini saja jika didapatkan kemiripan dengan
kode pada permasalahan kehamilan. Namun jika keduanya ditemukan dan memiliki arti yang
berbeda maka kode dapat dimasukkan keduanya

4.1.6 Cara dan Luaran Kelahiran


Cara dan Luaran Kelahiran
ICD-10 Diagnosis Catatan
Cara kelahiran
O80.0 kelahiran kepala spontan • Persalinan dengan kelahiran kepala
pervaginam fisiologis / persalinan tanpa atau dengan bantuan minimal,
normal baik dengan atau tanpa episiotomi.
• Kode ini hanya menunjukan cara
kelahiran bayi bukan cara persalinan.

25
O80.1 kelahiran sungsang spontan
pervaginam
O83.1 Kelahiran sungsang dengan manual Kelahiran sungsang dengan bantuan
aid parsial
O83.0 Total ekstraksi kelahiran sungsang

O81.0 Kelahiran dengan forseps ekstraksi


rendah
O81.4 Kelahiran dengan vakum ekstraksi
O83.2 Versi ekstraksi
O83.4 Embriotomi
O82.0 SC elektif
O82.1 SC emergency
O82.2 SC dengan histerektomi
O83.3 Kelahiran janin viabel pada
kehamilan abdominal
O84.0 Kelahiran bayi multipel, semua
spontan
O84.1 Kelahiran bayi multipel, semua
menggunakan forseps dan vakum
O84.2 Kelahiran bayi multipel, Semua
menggunakan SC
O84.8 Kelahiran bayi multipel dengan cara
kombinasi
Luaran persalinan

Z37.0 Lahir hidup, bayi tunggal


Z37.1 Lahir mati, bayi tunggal
Z37.2 Semua lahir hidup, bayi kembar 2
Z37.3 Kombinasi lahir hidup dan mati,
bayi kembar 2
Z37.4 Semua lahir mati, bayi kembar 2
Z37.5 Semua lahir hidup, bayi kembar >2
Z37.6 Kombinasi lahir hidup dan mati,
bayi kembar >2
Z37.7 Semua lahir mati, bayi kembar >2
Catatan: Didapatkan definisi dan makna yang berbeda pada persalinan dan kelahiran (labor
and delivery) dalam kodifikasi ICD-10. Dimana persalinan menunjukkan kondisi kehamilan
dan janin sebelum bayi lahir, sedangkan kelahiran menunjukan kondisi yang spesifik pada saat
bayi lahir. Setiap terjadi persalinan dan kelahiran maka cara dan luaran persalinan dan
kelahiran harus dikode tersendiri selain diagnosis permasalahan pada kehamilan dan
persalinan lainnya (pada tabel sebelumnya.

26
4.1.7 Permasalahan Masa Nifas dan Laktasi
Permasalahan masa nifas
ICD-10 Diagnosis Catatan
O85 Febris atau sepsis puerperalis Termasuk febris, endometritis,
periotonitis atau sepsis
O86.0 Infeksi luka pasca persalinan Termasuk infeksi luka seksio sesaria,
repair perineum setelah persalinan
O87.0 Thromboplebitis superfisial pada
masa nifas
O87.1 Deep thrombphlebitis pada masa Termasuk deep-vein thrombosis, pelvis
nifas thrombophlebitis postpartum
O88.1 Emboli cairan ketuban sindrom anafilaktoid pada kehamilan
O89.8 Komplikasi lain dari anestesi selama
nifas
O90.0 Dehiscence luka SC
O90.1 Dehiscence luka perineum
O90.2 Hematom pada luka obstetri
O90.3 Kardiomiopati pada puerperium
O90.5 Tiroiditis postpartum
Z30.2 Sterilisasi interval
Permasalahan Laktasi
O91.0 Infeksi puting pasca persalinan
O91.1 Abses payudara pasca persalinan
O91.2 Mastits non purulen pasca
persalinan
O92.0 Retraksi puting yang berhubungan
dengan persalinan

4.1.8 Tindakan pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas


ICD-9- Prosedur Catatan
CM
75.34 Monitoring janin / DJJ Termasuk pemeriksaan DJJ, NST
88.78 USG diagnostik kehamilan USG pada kehamilan
88.79 USG ginekologi USG kandungan (uterus non gravid)
88.74 USG Evaluasi Sfingter Ani
69.01 Dilatasi dan kuretase untuk
terminasi kehamilan
69.02 Dilatasi dan Kuretase pada Termasuk Kuretase pada kasus Missed
abortus dan pasca persalinan Abortion (IUFD tanpa tanda abortus), kuret
pada abortus dan kuret sisa kehamilan pasca
persalinan
69.09 Dilatasi dan Kuretase Lainnya Termasuk Khusus Kuretase Blighted Ovum
69.93 Pemasangan laminaria
96.49 Pemberian prostaglandin
suppositoria
99.25 Injeksi kemoterapi metotreksat

27
68.0 Histerotomi pada kasus mola
74.91 Histerotomi Untuk abortus terapetik (< 20 minggu)
66.01 Salpingotomi
66.02 Salpingostomi
66.62 Salpingektomi pada kehamilan
tuba
74.3 Pengambilan kehamilan ektopik Pada kehamilan abdominal atau
selain di tuba kehamilan diluar tuba lainnya
96.49 Pemberian prostaglandin
suppositoria
73.01 Induksi persalinan dengan
memecahkan selaput ketuban
73.4 Induksi persalinan dengan
medikamentosa
73.1 Induksi secara surgical Contoh: pemasangan balon kateter
73.99 Prosedur bantuan persalinan Contoh: Akselerasi persalinan pada inpartu
lainnya kala I
73.59 Persalinan spontan pervaginam Koding untuk seluruh persalinan pervaginam
dengan bantuan lain (bukan spontan tanpa tindakan spesifik tertentu
dengan bantuan alat)
72.1 Persalinan forceps dengan 72.0 persalinan forceps tanpa episiotomi
episiotomi
72.71 Vakum Ekstraksi dengan 72.79 vakum ekstraksi tanpa episiotomi
episiotomi
73.8 Embriotomi Contoh: clavicotomi, pungsi kepala,
embriotomi lainnya
72.52 Manual aid
72.54 Ekstraksi total sungsang
73.6 Episiotomi Episiotomi yang dimaksud juga dengan
episiorrhapy (penjahitan episiotomi), untuk
kode 72.1 dan 72.71 tidak perlu
menambahkan kode 73.6 lagi
75.69 Repair laserasi pada vagina,vulva, Repair jika terjadi ruptur perineum.
perineum pasca persalinan Untuk repair yang dilakukan pada luka
episiotomi cukup menggunakan kode 73.6
75.62 Repair laserasi sfingter ani Koding tambahan untuk ruptur perineum
grade 3 & 4
75.92 Evakuasi hematom pada
vulva/vagina
75.94 Reposisi inversio uterus manual
75.51 Repair laserasi serviks
75.4 Manual plasenta
75.7 Eksplorasi manual uterus pasca
persalinan
75.8 Pemasangan tampon uterus Contoh: pemasangan kasa tampon, balon

28
atau vagina kateter
97.72 Lepas tampon uterus atau
vagina
74.0 SC klasik / korporil
74.1 SC lower segment
66.39 Sterilisasi tuba
66.29 Dekstruksi atau oklusi tuba per Termasuk sterilisasi per laparoskopi
laparoskopi
69.99 Operasi pada servix dan uterus Contoh: B-Lynch, jahitan Cho, dll
lainnya
38.86 Oklusi arteri abdominal Contoh: ligasi arteri iliaka, arteri uterina,
neovaskularisasi uterovesika
38.84 Oklusi aorta Contoh: kompresi aorta
68.29 Eksisi lesi uterus Contoh: dilakukan miomektomi atau eksisi
pada kasus plasenta akreta
75.50 Repair laserasi uterus Contoh: kasus ruptur / dehisens uterus
75.61 Repair laserasi kandung kemih
dan uretra
75.62 Repair laserasi rektum
68.39 Subtotal abdominal histerektomi
68.49 Total abdominal histerektomi
66.4 Unilateral salpingektomi
66.51 Bilateral salpingektomi
65.49 Unilateral salpingooforektomi
65.61 Bilateral salpingooforektomi
65.39 Unilateral ooforektomi
65.51 Bilateral ooforektomi
65.29 Kistektomi ovarium
65.89 Adhesiolisis pada ovarium dan
tuba
54.5 Adhesiolisis peritoneum Termasuk: usus, liver, uterus, peritoneum
dan peritoneum pelvis
54.11 Laparotomi eksplorasi Jika didapatkan tindakan lebih spesifik
sesuai temuan laparotomi maka cukup
memberikan kode sesuai tindakan spesifik
tersebut
54.12 Reopen / relaparotomy Setelah dilakukan laparotomi sebelumnya
untuk: control perdarahan, eksplorasi
54.4 Omentektomi
69.7 Insersi IUD
97.71 Lepas IUD

29
99.23 Implan kontrasepsi
97.89 Lepas implan kontrasepsi
99.24 Injeksi kontrasepsi hormonal
99.0 Transfusi darah
96.59 Rawat luka
93.57 Ganti perban luka operasi
Catatan: adhesiolisis dapat dikoding jika dilakukan teknik selain secara tumpul

30
4.2 Kasus Ginekologi

Pada pengelompokan katagori kasus ginekologi dapat berada pada kelompok penyakit

Sistem Genitourinari (N00-N99). Gejala, tanda, dan temuan klinis dan laboratorium yang

abnormal, bukan di tempat lain (R00-R99), Cedera, keracunan, dan konsekuensi tertentu dari

Penyebab Eksterna lain (S00-T88), atau Faktor yang mempengaruhi status kesehatan dan

kontak dengan layanan kesehatan (Z00-Z99) dapat juga dilakukan kodifikasi.

Berikut adalah contoh kode ICD-10 dan ICD-9-CM tersering untuk kasus ginekologi:

4.2.1 Diagnostik Ginekologi di Poliklinik


Diagnostik ginekologi poliklinik
ICD-10 Diagnosis Catatan
Z01.4 Pemeriksaan ginekologi rutin Termasuk Papsmear jika menjadi
kesatuan dengan pemeriksaan pelvik
Z11.2 Pemeriksaan skrining infeksi berhubungan
dengan penyakit menular sexual
Z08.0 Kontrol pasca operasi keganasan

Z09.0 Kontrol pasca operasi non keganasan


Z48.0 Kontrol luka operasi pembedahan Kode hanya digunakan jika dibutuhkan
penggantian perban atau pelepasan
benang jahit
Z48.9 Kontrol Luka Operasi Pembedahan Tanpa penggantian perban maupun
pelepasan benang jahit
Z30.0 Konseling untuk kontrasepsi
Z30.1 Pemasangan IUD
Z30.5 Kontrol IUD Termasuk pengecekan, pemasangan
kembali atau pengambilan IUD
Z30.4 Kontrol obat kontrasepsi
Z30.4 Follow up kontrasepsi lain
Z12.4 Skrining khusus terhadap neoplasma servix Contoh: papsmear, IVA
Z03.1 Pemeriksaan kecurigaan keganasan
Z08.0 Kontrol keganasan setelah operasi
Z08.1 Kontrol keganasan setelah radiasi
Z08.2 Kontrol keganasan setelah kemoterapi
Z08.7 Kontrol keganasan setelah terapi kombinasi Minimal 2 terapi
D63.0 Anemia terkait neoplasma
Z51.1 Kemoterapi

31
Z51.0 Radioterapi
Catatan: Selain diagnosis yang rutin dilakukan di poliklinik. Kode diagnosis dapat ditambahkan
juga dengan kode permasalahan ginekologi di dalam bab 4.2.3 dan 4.2.4 sesuai dengan
kondisi yang ditemukan.

4.2.2 Tindakan Poliklinik

Tindakan Poliklinik
ICD-9- Prosedur Catatan
CM
88.79 USG ginekologi USG kandungan (uterus non gravid)
88.74 USG Evaluasi Sfingter Ani
89.26 Pemeriksaan ginekologi
67.19 Pemeriksaan cervix lainnya Contoh: PAP Smear, IVA
70.29 Pemeriksaan vagina lain Contoh: swab vagina
67.12 Biopsi cervix
70.21 Vaginoscopy / kolposkopi
67.32 Kauter / LEEP / LLETZ cervix
67.33 Krioterapi cervix
68.12 Histeroskopi
68.16 Histeroskopi dengan Biopsi
57.32 Sistoskopi
57.33 Sistoskopi dengan Biopsi
69.09 Kuret PA
71.22 Insisi kelenjar bartolin
71.23 Marsupialisasi bartolin
96.18 Pasang pesarium
97.74 Lepas pesarium
96.14 Pasang tampon vagina
97.75 Lepas tampon vagina
99.25 Injeksi kemoterapi
54.91 Parasentesis (pungsi asites)
96.59 Rawat luka
93.57 Ganti perban luka operasi
69.7 Insersi IUD
97.71 Lepas IUD
99.23 Implan kontrasepsi
97.89 Lepas implan kontrasepsi
99.24 Injeksi kontrasepsi hormonal

32
4.2.3 Permasalahan Inflamasi pada Ginekologi
Permasalaan
ICD-10 Prosedur Catatan
Z30.2 Sterilisasi interval
N70.0 Salpingitis akut dan ooforitis Termasuk tuboovarial abses
N70.1 Hidrosalping
N71.9 Endometritis, pyometra, abses uterus
N71.1 Penyakit inflamasi kronik uterus
N72 Cervicitis dengan dan tanpa erosi atau
ektropion
N73.8 Pelvic inflammatory disease (PID)
N74.1 Inflamasi pelvis akibat tuberkulosis Tambahkan kode A18.1
N74.2 Inflamasi pelvis akibat sifilis Tambahkan kode A51.4 atau A52.7
N74.3 Inflamasi pelvis akibat gonococcal Tambahkan kode A54.2
N74.4 Inflamasi pelvis akibat clamidia Tambahkan kode A56.1
N75.0 Kista bartolin
N75.1 Abses bartolin
N76.0 Vulvovaginitis Contoh: fluor albus belum jelas sebabnya
N77.1 Vulvovaginitis akibat candida, herpes Candida (tambah kode B37.3); Herpes
simplex (tambah kode A60.0)
A59.0 Vulvovaginitis akibat trikomonas Tambahkan kode N77.1
N76.5 Ulkus vagina
N76.6 Ulkus vulva
A51.0 Sifilis genital
A54.0 Gonococcal pada cervix, vulva, vagina
A56.0 Penyakit menular sexual lainnya
K66.0 Adhesi peritoneum (selain daerah pelvis)
N73.6 Adhesi peritoneum pelvis

4.2.4 Permasalahan non-Inflamasi pada Ginekologi


Kondisi non-inflamasi pada ginekologi
ICD-10 Prosedur Catatan
N80.1 Endometriosis ovarium
N80.3 Endometriosis peritoneum pelvik
N80.0 Endometriosis uterus (adenomiosis)
N80.4 Endometriosis septum rektovagina
N80.8 Endometriosis lain
N86 Erosio dan ektropion cervix
N84.0 Polip endometrium

33
N84.1 Polip servix
N84.3 Polip vulva
N85.6 Intrauterin sinekia
N83.6 hematosalping
N85.7 hematometra
N89.7 hematokolpos
N91.0 Amenorea primer
N91.1 Amenorea sekunder
N91.5 Oligomenorea
N92.0 Menoragia
N92.1 Metroragia, menometroragia
N92.3 Perdarahan ovulasi
N93.8 Perdarahan uterus/vaginal abnormal lain Contoh: perdarahan uterus disfungsi
N94.6 dismenorea
N83.0 Kista folikular Contoh: kista folikel de graaf, kista
folikular hemoragik
N83.1 Kista korpus luteum
N83.2 Kista lainnya Contoh: kista retensi, kista simpel
N83.5 Torsi ovarium
D26 Tumor jinak ovarium Kista / tumor neoplasma
D25 Mioma uteri
D26 Mioma Geburt Pedunculated submucous myoma
N96.0 Abortus habitualis (tidak hamil)
N97.9 Infertilitas wanita, tidak spesifik
N98.1 Hiperstimulasi ovarium
N98.9 Komplikasi terkait teknik reporoduksi
berbantu
E28.2 Polycystic ovarian syndrome
E28.3 Ovarian failure primer
E28.9 Gangguan disfungsi ovarium lainnya
N95.1 Menopause dan kondisi klimakterik
Kondisi atau diagnosis berhubungan dengan masalah uroginekologi
N81.1 Sistokel
N81.2 Prolaps uterovaginal grade 1 dan 2
N81.3 Prolaps uterovaginal grade 3 dan 4
N81.6 Rektokel
N99.3 Prolaps vaginal vault
N88.4 Elongasi cervix uteri
Q51.0 Agenesis Uterus
Q51.1 Uterus,serviks, dan vagina Ganda
Q51.2 Uterus Ganda lainnya

34
Q51.3 Uterus Bicornuate
Q51.4 Uterus Unicornuate
Q51.5 Agenesis Serviks
Q52.0 Agenesis Vagina
Q52.1 Septum Vagina termasuk vagina ganda
Q43.7 Kloaka
Q52.6 Malformasi Klitoris
Q52.8 Common Channel Uretra Vagina
N82.0 Fistula vesikovagina
N82.1 Fistula urinary-genital lainnya
N82.2 Fistula vagina-usus besar
N82.5 Fistula genital-kulit Contoh: uterus ke dinding perut,
vagina-perineal
N88.2 Striktur dan stenosis cervix
N89.5 Striktur dan atresia vagina
Q52.3 Himen imperforata
N89.8 Kelainan noninflamasi lain pada vagina Contoh: ulkus akibat pesarium
N90.8 Kelainan noninflamasi lain pada vulva Contoh: clitoris hipertrofi
N94.1 Dispareunia
N94.2 Vaginismus
N39.4 Incontinentia urin
N39.3 Stress Incontinentia
R33 Retensio urin
R30.0 disuria
Kondisi atau diagnosis berhubungan dengan lesi pra keganasan dan keganasan
N93.0 Perdarahan post coital dan kontak
N95.0 Perdarahan postmenopause
N85.0 Hiperplasia endometrium
C54.1 Kanker endometrium
C54.9 Kanker corpus uteri
C56 Kanker ovarium
C57.0 Kanker tuba
N87.0 Displasia cervix ringan CIN I
N87.1 Displasia cervix sedang CIN II
N87.2 Displasia cervix berat CIN III
D06.9 Carcinoma in situ cervix
C53.9 Kanker cervix
N87.0 Displasia vaginal ringan VAIN I
N87.1 Displasia vaginal sedang VAIN II
N87.2 Displasia vaginal berat VAIN III
C52 Kanker vagina

35
N90.0 Displasia vulva ringan VIN I
N90.1 Displasia vulva sedang VIN II
N90.2 Displasia vulva berat VIN III
C51.9 Kanker Vulva
C58 Choriocarcinoma
D39.2 Mola Invasif / PSTT(Placental site
throphoblastic tumor)
K66.0 Adhesi peritoneum (selain daerah pelvis)
N73.6 Adhesi peritoneum pelvis
T81.1 Syok saat operasi Eksklusi: syok karena anestesi (T88.2),
anafilaktik (T87.2,T88.6,T80.5), elektrik
(T75.4), abortus atau ektopik atau mola
(O00-O07, O08.3), obstetric (O75.1),
traumatic (T79.4)
D63.0 Anemia pada penyakit neoplasma
R52.2 Nyeri Kanker
Z51.5 Perawatan paliatif

4.2.5 Tindakan Ginekologi


Tindakan Ginekologi
ICD-9- Prosedur Catatan
CM
88.79 USG ginekologi USG kandungan (uterus non gravid)
88.74 USG Evaluasi Sfingter Ani
67.19 Pemeriksaan cervix lainnya Contoh: PAP Smear, IVA
70.29 Pemeriksaan vagina lain Contoh: swab vagina
67.12 Biopsi cervix
70.24 Biopsi lesi di vagina
70.33 Eksisi atau destruksi lesi di vagina Contoh: eksisi kista gartner
71.1 Biopsi vulva
67.32 Kauter / LEEP / LLETZ cervix
67.33 Krioterapi cervix
67.2 Konisasi serviks
69.09 Kuret PA
71.22 Insisi kelenjar bartolin
71.23 Marsupialisasi bartolin
96.14 Pasang tampon vagina
97.75 Lepas tampon vagina
99.25 Injeksi kemoterapi
54.91 Parasentesis (pungsi asites)
99.0 Transfusi darah
96.59 Rawat luka

36
70.21 Vaginoscopy / kolposkopi
68.12 Histeroskopi
68.16 Histeroskopi dengan Biopsi
57.32 Sistoskopi
57.33 Sistoskopi dengan Biopsi
68.23 Ablasi endometrium
68.21 Pelepasan sinekia endometrium
66.29 Sterilisasi tuba laparoskopi
38.6 Oklusi arteri abdominal Contoh: ligasi arteri iliaka, arteri uterina,
neovaskularisasi uterovesika
39.98 Kontrol perdarahan
54.11 Laparotomi eksplorasi Jika didapatkan tindakan lebih spesifik
sesuai temuan laparotomi maka cukup
memberikan kode sesuai tindakan
spesifik tersebut
54.12 Reopen / relaparotomy Setelah dilakukan laparotomisebelumnya
untuk: kontrol perdarahan,
eksplorasi
54.21 laparoskopi Jika didapatkan tindakan lebih spesifik
dengan keterangan laparoskopi maka
cukup memberikan kode sesuai tindakan
spesifik tersebut
66.01 Salpingotomi
66.02 Salpingostomi
66.19 Prosedur diagnosis tuba
66.95 Insuflasi tuba falopi
66.29 Bilateral ligasi dan pemotongan tuba Menggunakan laparoskopi
falopi, laparoskopi
66.39 Bilateral ligasi dan pemotongan tuba
falopi
66.4 Unilateral salpingektomi
66.51 Bilateral salpingektomi
66.69 Parsial salpingektomi
65.24 Wedge reseksi ovarium, laparoskopi Menggunakan laparoskopi
65.22 Wedge reseksi ovarium
65.23 Marsupialisasi kista ovarium, laparoskopi Menggunakan laparoskopi
64.21 Marsupialisasi kista ovarium
65.99 Ovarian drilling
65.25 Kistektomi, eksisi lokal ovarium, Menggunakan laparoskopi
laparoskopi
65.29 Kistektomi, eksisi lokal ovarium
65.31 Unilateral oovorektomi, laparoskopi Menggunakan laparoskopi

37
65.39 Unilateral oovorektomi
65.53 Bilateral oovorektomi, laparoskopi Menggunakan laparoskopi
65.51 Bilateral oovorektomi
65.41 Unilateral salpingooforektomi, Menggunakan laparoskopi
laparoskopi
65.49 Unilateral salpingooforektomi
65.63 Bilateral salpingoovorektomi, laparoskopi Menggunakan laparoskopi
65.61 Bilateral salpingoovorektomi
68.29 Eksisi atau destruksi lesi uterus Contoh: miomektomi, Osada procedure
68.31 Laparoskopi supracervical histerektomi Kode diseksi kelenjar limfe (40.11, 40.19,
40.3, 40.5 (40.50, 40.52, 40.53, 40.54,
40.59), pengambilan tuba dan ovarium
(65.31-65.64), omentektomi (54.4),
biopsy peritoneum (54.23) dapat
dikoding jika dilakukan
68.39 Subtotal abdominal histerektomi Kode diseksi kelenjar limfe (40.11,
40.19, 40.3, 40.5 (40.50, 40.52, 40.53,
40.54, 40.59), pengambilan tuba dan
ovarium (65.31-65.64), omentektomi
(54.4), biopsy peritoneum (54.23) dapat
dikoding jika dilakukan
68.41 Laparoskopi total abdominal histerektomi Kode diseksi kelenjar limfe (40.11, 40.19,
40.3, 40.5 (40.50, 40.52, 40.53, 40.54,
40.59), pengambilan tuba dan ovarium
(65.31-65.64), omentektomi (54.4),
biopsy peritoneum (54.23) dapat
dikoding jika dilakukan
68.49 Total abdominal histerektomi Kode diseksi kelenjar limfe (40.11, 40.19,
40.3, 40.50, 40.52, 40.53, 40.54, 40.59),
pengambilan tuba dan ovarium (65.31-
65.64), omentektomi (54.4), biopsy
peritoneum (54.23) dapat dikoding jika
dilakukan
68.69 Radikal Abdominal Histerektomi Kode diseksi kelenjar limfe (40.3, 40.5)
dan pengambilan tuba dan ovarium
(65.31-65.64)
68.79 Radikal Vaginal Trakelektomi Kode diseksi kelenjar limfe (40.3, 40.5)
dan pengambilan tuba dan ovarium
(65.31-65.64), Jika dilakukan approach
per abdominal gunakan (68.69)
68.61 Laparoskopi histerektomi radikal Kode diseksi kelenjar limfe (40.3, 40.5)
dan pengambilan tuba dan ovarium
(65.31-65.64) mohon dikode juga

38
71.5 Vulvektomi radikal Tambahkan kode diseksi kelenjar limfe
(40.11, 40.19, 40.3, 40.50, 40.52, 40.53,
40.54, 40.59
68.8 Pelvik eksenterasi Pelvik eviserasi
54.23 Biopsi peritoneum
54.4 Omentektomi
40.24 Eksisi kelenjar limfe inguinal
40.3 Eksisi kelenjar limfe regional
40.29 Eksisi kelenjar limfe lain
40.50 Eksisi radikal kelenjar limfe (tidak spesifik)
40.52 Eksisi radikal kelenjar limfe paraaorta
40.53 Eksisi radikal kelenjar limfe iliaka
40.54 Diseksi radikal area groin
40.59 Eksisi radikal kelenjar limfe lain
40.11 Biopsi kelenjar limfe
40.19 Tindakan diagnostik lain kelenjar limfe
68.59 Total vaginal histerektomi (TVH) Jika dilakukan penambilan tuba dan
ovarium dapat ditambah kode 65.49
(unilateral), 65.61 (bilateral), kolporafi
anterior (70.51), kolporafi posterior
70.52), kolporafi anterior-posterior
(70.50), repair dasar pelvik, vagina dan
perineum (70.79)
68.51 Laparoscopically assisted vaginal
hysterectomy
59.3 Plikasi ureterovesika
70.11 Hymenektomi
70.76 Hymenorrhapy
70.13 Lisis adhesi intraluminal vagina
70.79 Eksisi septum vagina Dapat ditambahkan kode 54.19 jika
dilakukan double approach (laparotomi)
70.50 Repair sistokel dan rektokel Jika dengan graft atau prostesis (70.53)
70.61 Vaginal construction/neovagina Contoh: konstruksi vagina pada MRKH
70.62 Vaginal reconstruction Contoh: rekonstruksi kelainan kongenital
70.63 Vaginal construction/neovagina dengan Tambahkan kode graft, Jika Biologik
graft (70.94), dan sintetik (70.95)
68.22 Insisi atau eksisi septum uterus
69.22 Prosedur inversion uterus
69.23 Repair inversion uterus kronis
69.29 Repair uterus dan stuktur didekatnya
71.4 Operasi clitoris Termasuk amputasi klitoris,
clitoridotomy, sirkumsisi wanita

39
71.79 Penjahitan vulva atau perineum lama Tidak termasuk penjahitan atau repair
karena laserasi obstetri (75.69)
75.61 Repair laserasi kandung kemih dan uretra
75.62 Repair laserasi rektum
70.51 Repair sistokel
70.54 Repair sistokel menggunakan graft atau
prostesis
70.52 Repair rektokel
70.55 Repair rektokel menggunakan graft atau
prostesis
70.50 Repair sistokel dan rektokel
70.53 Repair sistokel dan rektokel
menggunakan graft atau prostesis
70.73 Repair fistula rektovagina
49.73 Repair fistula anoperineal
70.75 Repair fistula vagina lainnya
70.77 Suspensi dan fiksasi vagina Jika dilakukan tindakan laparoskopi maka
dapat ditambah kode 54.21
70.78 Suspensi dan fiksasi prolaps pada Jika dilakukan tindakan laparoskopi maka
ligament sacrospinosum dapat ditambah kode 54.21
59.6 Suspensi parauretra pada inkontinensia
urin tekanan menggunakan TOT
59.5 Suspensi parauretra pada inkontinensia
urin tekanan menggunakan TVT
70.8 Colpocleisis
67.5 Amputasi cervix atau Manchester
forthegill
71.9 Operasi lain pada organ genital wanita
57.32 Sistoskopi diagnostik Jika dilakukan biopsy dapat dikode 57.33
65.89 Adhesiolisis pada ovarium dan tuba
65.81 Adhesiolisis pada ovarium dan tuba,
laparoskopi
54.59 Adhesiolisis peritoneum Termasuk: usus, liver, uterus,
peritoneum dan peritoneum pelvis
54.51 Adhesiolisis peritoneum laparoskopi Termasuk: usus, liver, uterus,
peritoneum dan peritoneum pelvis
Catatan: adhesiolisis dapat dikoding jika dilakukan teknik selain secara tumpul

40
4.3 Daftar diagnosis sekunder baik komplikasi maupun komorbid secara umum

Selain pengetahuan secara spesifik terhadap kode diagnosis di bidang obstetrik dan

ginekologi, kita juga perlu untuk mengetahui beberapa diagnosis sekunder yang umum terjadi

pada kasus yang kita hadapi dan melakukan kodifikasi dengan tepat karena didapatkan

beberapa kode diagnosis yang dapat meningkatkan derajat keparahan / severity level

sehingga dapat mempengaruhi ketepatan pemilihan grup INA-CBG dan jumlah klaim yang

didapatkan. Khusus pada kasus obstetri, diagnosis sekunder ini memiliki padanan di kode

khusus obstetri sehingga tidak perlu untuk menambahkan kembali diagnosis sekunder yang

akan dibahas pada subbab ini. Berdasarkan panduan manual verifikasi klaim INA-CBG yang

dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan kita dapatkan beberapa kode diagnosis sekunder penting

antara lain:

Diagnosis Catatan ICD-


10
Malnutrisi Diagnosis menyertakan bukti klinis. Kriteria malnutrisi E44.1,
dewasa sesuai dengan PNPK PDGKI, yaitu: E44,
IMT 17 – 18.49 : Malnutrisi ringan (E44.1) E43
IMT 16 – 16.99 : Malnutrisi sedang (E44)
IMT < 16 : Malnutrisi berat (E43)

*Khusus malnutrisi pada kehamilan gunakan O.25

Anemia Disebabkan oleh: D50,


1. Komplikasi penyakit utama D64
2. Anemia gravis (Hb < 8) pada penyakit kronik
Dimana terapi anemia berbeda dengan terapi utamanya.
Dampak: Peningkatan Severity Level menjadi II

*Khusus anemia dalam kehamilan dibahas khusus di dalam


bab 5.
Hipoalbumin Harus ada: Pemeriksaan albumin kurang dari 2,5; E88.0
Tatalaksana pemberian albumin
Dampak: Peningkatan Severity Level menjadi II

41
Pneumonia Diagnosis sesuai KMK RI No. HK. 02.02/MENKES/514/2015: J18.9
infiltrate baru / progresif ditambah 2 atau lebih dari (batuk
bertambah, perubahan karakteristik dahak, suhu tubuh > 38,
tanda ronki / konsolidasi pada suara napas, leukosit > 10.000
atau < 4500). Harus disertakan pemberian tatalaksana
Dampak: meningkatkan severity level menjadi III
Hematemesis Terdapat muntah darah serta tatalaksana berupa Proton K92.0
Pump Inhibitor dan terapi definitif sesuai etiologi
perdarahan.
Dampak: meningkatkan severity level menjadi II
Hipokalemia Kalium < 3,5 mEQ/L dengan pemberian tatalaksana berupa E87.6
kalium (KSR, KCl)
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
AKI/ARF Pasien terbukti adanya AKI, yaitu: N17.9
• Tahap I: Peningkatan kreatinin serum 0,3 mg/dl dalam 48
jam atau ≥ 1,5 - 1,9 kali dari baseline; Output urine < 0,5
ml/kg BB/jam dalam 6 jam
• Tahap II: Peningkatan kreatinin serum ≥ 2 - 2,9 kali dari
baseline; Output urine < 0,5 ml/kg BB/jam dalam > 12 jam
• Tahap III: Peningkatan kreatinin serum ≥ 3 kali dari
baseline atau > 4 mg/dl dengan peningkatan akut minimal
0,5 mg/dl atau membutuhkan terapi pengganti ginjal;
Output urine < 0,3 ml/kg BB/jam dalam > 24 jam atau
anuria selama 12 jam
Serta ada bukti perbaikan fungsi ginjal setelah diberikan
tatalaksana
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
Pansitopenia Adanya anemia, leukositopenia, trombositopenia dan harus D61.9
ada hasil BMP yang menyatakan anemia aplastik
CHF I50.9 heart failure, unspecified (Pada CHF FC I-II) I50.9,
I50.0 Congestive heart failure (Pada CHF FC III-IV) I50.0
Dilihat dari resume dan Echocardiography

Dampak: peningkatan severity level menjadi II


*Khusus Kardiomiopati Postpartum di koding O90.3

42
CKD Stadium 1 (eGFR di atas 90) N18.1,
Stadium 2 (eGFR 60-89) N18.2,
Stadium 3 (eGFR 30-59) N18.3,
Stadium 4 (eGFR 15-29) N18.4,
Stadium 5 (eGFR di bawah 15) N18.5,
Dampak: peningkatan severity level menjadi II N18.9
Sepsis/Syok Penegakan diagnosis sepsis dapat mengikuti kriteria SIRS A41.9
Sepsis (systemic inflamatory response syndrome) yaitu terdiri dari
minimal 2 keadaan:
1. Temperatur >38,5 derajat celcius atau <36 derajat celcius
2. Denyut Jantung >90 x/menit
3. Frekuensi pernafasan >20x/menit atau PaCO2 <32 mmHg
(Pada pemeriksaan AGDA)
4. Terdapat respons tubuh terhadap fokal infeksi,
peradangan, dan stres dengan hasil laboratorium
menunjukkan leukositosis dan wajib melampirkan bukti
kultur darah dengan hasil bakterimia.

Dampak: peningkatan severity level menjadi III

*Khusus Sepsis pada persalinan dan nifas gunakan:


O85: Post Partum Sepsis
O75.3: Sepsis pada persalinan
Compression of Terdapat tanda klinis penekanan otak, hasil CT scan terdapat G93.5
brain perubahan akibat penekanan otak
Stroke Siriraj stroke score I61.0,
Hemorrhagic (2.5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0.1 x
I61.1,
tekanan diastolik)-(3 x atheroma) – 12. I61.2,
Apabila didapatkan hasil >1, terjadi stroke hemorrhagik.
I61.3,
Apabila didapatkan hasil <-1, kemungkinan terjadi stroke
I61.4,
I61.5,
iskemik. Namun, bila didapatkan hasil -1<skor<1, diagnosis
masih meragukan dan memerlukan pemeriksaan penunjang. I61.6,
I61.8,
Dampak: peningkatan severity level menjadi III I61.9
Syok Syok Kardiogenik dapat menjadi diagnosis sekunder R57.0
Kardiogenik terutama pada pasien penyakit jantung dengan bukti
tertulisnya kriteria klinis dalam rekam medis berupa :
1. Penurunan Tekanan Darah
a. TD < 90 mmHg tanpa inotropik, atau
b. TD < 80 mmHg dengan inotropik
2. Penurunan Ejection Fraction (EF < 50%)

Dampak: peningkatan severity level menjadi III

*Khusus obstetri gunakan koding :


O75.1: Syok Obstetri
O08.3: Syok pada abortus, kehamilan ektopik

43
Syok Hipovolemik shock dapat digunakan sebagai diagnosis R57.1
Hipovolemik sekunder apabila terdapat manifestasi klinis yang sesuai dan
adanya tatalaksana. Adapun tatalaksana minimal untuk
kondisi hipovolemik shock adalah dengan adanya loading
cairan.

Dampak: peningkatan severity level menjadi III

*Khusus obstetri gunakan koding :


O75.1: Syok Obstetri
O08.3: Syok pada abortus, kehamilan ektopik
Syok saat Syok saat operasi menjadi sebagai diagnosis sekunder jika T81.1
operasi memang dalam rekam medis tertulis manifestasi klinis syok
yang merupakan komplikasi operasi serta tertulis
penatalaksaan syok tersebut.

Dampak: peningkatan severity level menjadi II

*Khusus obstetri gunakan koding :


O75.1: Syok Obstetri
O08.3: Syok pada abortus, kehamilan ektopik
ISK Diagnosa ISK dibuat berdasarkan salah satu dari kriteria N39.0
dibawah ini :
1. Gejala klinis yang khas (minimal satu): sakit kencing, nyeri
perut bagian bawah, nyeri tekan suprapubic, anyang-
anyangan, nyeri pinggang, nyeri ketok costovertebral angle
(CVA) dengan atau tanpa disertai demam dan jumlah lekosit
urin lebih dari 10/LPB
2. Kultur urin positif

Dampak : Menyebabkan kenaikan severity level menjadi II

*Khusus ISK pada kehamilan gunakan koding:


O23.4: ISK pada kehamilan
O86.2: ISK Post partum (belum dimasukan kedalam
diagnostik)
Efusi Pleura Efusi pleura sebagai diagnosis sekunder apabila memenuhi J90
salah satu Kriteria berikut ini:
1. Efusi pleura dengan jumlah berapapun dan penyebabnya
apapun yang terbukti terdapat cairan dengan tindakan
pungsi pleura/ thorakosintesis
2. Efusi pleura yang terbukti dengan pemeriksaan imaging (
foto toraks dan/ atau USG toraks dan/ atau CT Scan toraks)
dengan jumlah minimal atau lebih dari minimal yang disertai
dengan tindakan punksi pleura (tidak harus keluar cairan)
dan / atau tatalaksana tambahan sesuai penyebabnya diluar
tatalaksana diagnosis primer.

Dampak: peningkatan severity level menjadi III

44
Hemiplegia Untuk pasien dengan Hemiplegia di rawat inap ada tindakan G81.9
fisioterapi.
Dampak: Sebagai diagnosis sekunder peningkatan severity
level menjadi II, sebagai diagnosis utama atau ditukar
dengan stroke akan meningkatkan biaya dan severity level III

DM with Coma + Anamnesis : Lemas, penurunan kesadaran, mual, napas E10.0,


DM with berbau aseton, riwayat diabetes melitus E10.1,
Ketoasidosis Pemeriksaan penunjang : urin (glikosuria, ketonuria), Analisis E11.0,
Gas Darah (Asidosis metabolik), HbA1C, Glukosa Darah E11.1,
(biasanya > 250) E12.0,
E12.1,
Tatalaksana : Oksigenasi, rehidrasi NaCl, pemberian insulin E13.0,
E13.1,
Dampak: peningkatan severity level menjadi III E14.0,
*Khusus DM pada kehamilan gunakan kode: E14.1
O24,-: DM pada kehamilan
Hiponatremi Kondisi dimana kadar natrium lebih rendah dari nilai normal E87.1
a (Na < 135 mEq/L), maka kondisi tersebut tetap dikatakan
sebagai hiponatremia, dan dapat digunakan sebagai
diagnosa sekunder apabila ada tatalaksana/terapi diberikan.
Tatalaksana : Pemberian NaCl (NaCl 0,9%, NaCl 3%, NaCl
Caps)

Dampak: peningkatan severity level menjadi II


HHD with I11.0 Hypertensive heart disease with (congestive) heart I11.0
CHF failure
Hipertensi dengan masalah koroner+ Congestif HF (FC III-IV)
Resume : ada riwayat hipertensi dengan obat antihipertensi
dan masalah koroner DAN kriteria Congestif Heart Failure
(Klinis CHF, Hasil Echo EF < 50%)
Tatalaksana : obat antihipertensi, tatalaksana CHF
(furosemid, spironolakton, dll)

Dampak : Peningkatan severity level menjadi III


Cardiac Cardiac arrest dapat terjadi pada semua kasus (tidak hanya I46.9
arrest penyakit jantung) & ada bukti penatalaksanaan Cardiac
Arrest yaitu CPR
Cardiac Arrest tidak dapat digunakan pada pasien DOA

Dampak: peningkatan severity level menjadi III


Bradycardia Klinis : Dewasa Heart Rate < 60x/mnt; usia 1-12 tahun Heart R00.1
Rate < 80x/menit; usia < 1 tahun Heart Rate < 100x/menit

45
Epistaxis Harus ada bukti pendukung berupa penatalaksanaan R04.0
perdarahan dalam rekam medis/resume medis

Dampak: peningkatan severity level menjadi II

Respiratory Respiratory arrest dapat ditegakkan sebagai diagnosis R09.2


arrest sekunder bila memenuhi seluruh kriteria berikut ini:
1. Terdapat usaha resusitasi dan atau pemakaian alat bantu
nafas
2. Bila terkait dengan diagnosis primer
3. Merupakan perjalanan penyakit primer

Dampak: peningkatan severity level menjadi III


Febrile Kriteria kejang demam + ada penatalaksanaan obat anti R56.0
convulsions kejang intravena
Dampak: peningkatan severity level menjadi II

Atrial Kriteria diagnosis I48


Fibrilasi 1. Anamnesis
2. EKG: laju ventrikel bersifat ireguler, tidak terdapat
gelombang P yang jelas
3. Foto torax: dapat ditemukan bukti gagal jantung atau
tanda-tanda patologi parenkim atau vaskular paru (misalnya
emboli paru, pneumonia).
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
Gagal Nafas Memenuhi kriteria gagal napas akut (J96.0), gagal napas J96.0.
kronik (J96.1), atau gagal napas akut pada gagal napas kronik, J96.1
dan dengan pemberian tatalaksana.

Dampak: peningkatan severity level menjadi III

Asfiksia Kode asfiksia yang dapat meningkatkan severity level adalah P21.0
P21.0

Dampak: peningkatan severity level menjadi II

Kejang Penggunaan Kejang sebagai Diagnosa sekunder R56.8


menyebabkan peningkatan biaya klaim disertai hasil
pemeriksaan penunjang (EEG) atau terapi yang sesuai
(diazepam, fenitoin, atau valproat)

Dampak: peningkatan severity level menjadi II

46
Pulmonary Kriteria Pulmonary Oedema: gejala klinis sesak, takikardi, J81
Oedema ronki.
Ada penatalaksanaan pulmonary oedema yang terekam
dalam resume medis dan ada terapi diuretik dan oksigen
yang diberikan.

Dampak: peningkatan severity level menjadi III


Ventricular VF harus disertai dengan diagnosis jantung yang potensial I49.0
Fibrillation menyebabkan henti jantung dan dilakukan tata laksana
and sesuai dengan tatalaksana henti Jantung.
Flutter
Dampak : peningkatan severity level klaim menjadi III

Phlebitis Phlebitis dapat digunakan sebagai diagnosis sekunder bila I80.9


dilakukan penatalaksanaan khusus, seperti diantaranya
debridement atau pemberian antibiotik

Dampak: peningkatan severity level menjadi II

Gas Penegakan diagnosis Gas Gangrene : pada pemeriksaan fisik A48.0


Gangrene didapatkan adanya krepitasi dibawah kulit dan mukosa atau
pada foto rontgen didapatkan adanya gas dilokasi gangren2

Dampak: peningkatan severity level menjadi III

Leukopenia- 1. Dalam penegakan diagnosis perlu mencantumkan bukti D70


Agranulosito medis (hasil lab)
sis 2. Diagnosis leukopenia (D70) pada pasien kanker adalah
leukosit dibawah 3000 dan harus dituliskan diluar diagnosa
kankernya karena hal ini berdampak pada pemberian GCSF
pasca kemoterapi sampai leukosit diatas atau sama dengan
4000.

Dampak: peningkatan severity level menjadi III

4.4 Daftar ICD-10 dan ICD-9-CM Indonesia Modification

Meskipun kode ICD-10 dan ICD-9-CM telah ditetapkan secara internasional, namun

masih didapatkan beberapa diagnosis ataupun tindakan yang dilakukan di Indonesia namun

tidak tercantum dalam kode ICD-10 maupun ICD-9-CM. Dalam perkembangannya dilakukan

beberapa adaptasi dan penyesuaian antara PP POGI dan Kementerian Kesehatan untuk secara

bertahap melakukan penyesuaian kode-kode penting yang selanjutnya akan disebut sebagai

Indonesia Modification (IM) menjadi ICD-10 (IM) dan ICD-9-CM (IM). Hingga pembuatan buku

47
ini, kode yang telah diatur ini masih dalam tahap uji coba yang masih dapat terjadi perubahan

sewaktu – waktu. Beberapa kode yang sudah berada dalam tahap uji coba saat buku ini

disusun antara lain (belum digunakan sebagai kode resmi saat ini) :

No. Kode ICD-10CM Deskripsi


1 D25.7 Leiomyoma of uterus, multiple types (IM)
2 N70.2 Tubo-ovarian abscess (IM)
3 N80.7 Pelvic endometriosis (IM)
4 N81.7 Cystorectocele (IM)
5 N93.00 Contact bleeding (IM)
6 N93.01 Postcoital bleeding (IM)
7 N97.5 Female infertility associated with peritoneal factors (IM)

No Kode ICD-9CM Deskripsi


1 65.96 Transposition of ovarium (IM)
2 65.97 Laparoscopy, transposition of ovarium (IM)
3 65.98 Laparoscopy ovarian drilling (IM)
4 66.03 Laparoscopy salpingotomy (IM)
5 66.04 Laparoscopy salpingostomy (IM)
6 66.18 Laparoscopy, other diagnostic procedures on fallopian tubes (IM)
7 66.40 Laparoscopy, total unilateral salpingectomy (IM)
8 66.50 Laparoscopy, removal of both fallopian tubes at same operative
episode (IM)
9 66.60 Laparoscopy, salpingectomy with removal of tubal pregnancy (IM)
10 66.68 Laparoscopy, other partial salpingectomy (IM)
11 69.40 Laparoscopic reconstructive surgery of uterus (IM)
12 69.90 Uterine compression suture (B-Lynch) (IM)
13 70.70 Laparoscopic reconstructive surgery of pelvic floor (IM)
14 88.793 Saline infusion sonography (IM)

48
BAB 5
Panduan Aturan Koding dalam Obstetri dan Ginekologi

5.1 Kasus Obstetri

1. Pada kasus obstetri, diagnosis harus ditulis secara menyeluruh baik kondisi ibu

maupun bayi. Untuk kondisi ibu, jika terdapat permasalahan, komplikasi atau penylit

harus ditulis secara lengkap beserta keterangan metode persalinan (kode O80-84)

dan luaran persalinannya (Z37).

Contoh kasus: Pasien wanita G2P1A0 Hamil 39 minggu datang ke RS dengan pre-

eklampsia berat. Pasien kemudian dilakukan persalinan gawat darurat seksio sesarea.

Lahir bayi laki-laki tunggal hidup.

Berikut adalah beberapa diagnosis dan prosedur yang perlu diisi:

• Diagnosis utama : Pre-eklampsia berat (O14.1) (ICD 10)

• Diagnosis Sekunder :

• Persalinan gawat darurat dengan seksio sesarea (O82.1) (ICD 10)

• Kelahiran janin tunggal (Z37.0) (ICD 10)

• Prosedur :

o Persalinan Seksio Cesarea (74.1) (ICD 9-CM)

2. Kriteria diagnosis hipertensi dalam kehamilan

• Hipertensi gestasional (O13): hipertensi ≥ 20 minggu tanpa proteinuria dan

gangguan organ lain

• Preeklampsia (O14.0): hipertensi ≥ 20 minggu dan proteinuri ³ 300mg/dL

dalam 24 jam (dipstik +1). Proteinuri dapat digantikan dengan gangguan organ

lainnya untuk menegakkan diagnosis preeklampsia (namun jika didapatkan

gangguan organ lain, koding dapat berpindah ke preeklampsia berat / O14.1).


49
• Preeklampsia berat (O14.1): kondisi preeklampsia dengan gejala berat. Jika

didapatkan salah satu dari: tekanan darah sistolik ³ 160mmHg, diastolik ³

110mmHg, atau didapatkan kelainan organ lain pada preeklampsia selain

proteinuri

• Pada kategori O14, didapatkan kriteria eksklusi: superimposed preeklampsia

O11. Superimposed preeklampsia (O11) dikoding jika didapatkan hipertensi

kronis (hipertensi ditemukan sebelum usia hamil 20 minggu disertai adanya

tanda preeklampsia yaitu proteinuri atau gangguan organ lain setelah usia

hamil 20 minggu)

3. Diagnosis Oligohydramnion (O41.0)

• Oligohidramnion yang terjadi diluar ketuban pecah prematur / dini (O42)

• Pada ketuban pecah prematur / dini dengan oligohidramnion, koding yang bisa

diaplikasikan hanya O42 (tanpa perlu memberi koding oligohidramnion/O41.0)

4. Diagnosis Prolonged pregnancy (O48)

• Prolonged pregnancy disamakan dengan Post-dates, Post-term dan

didefinisikan sebagai usia kehamilan > 42 minggu atau 294 hari.

• Pada kodifikasi menggunakan ICD-10 CM didapat koding spesifik yang terpisah

pada usia hamil 40 – 42 minggu (O48.0) dan usia hamil > 42 minggu (O48.1),

namun dikarenakan sistem INA-CBG di Indonesia masih menggunakan ICD-10

versi tahun 2010 maka koding ini tidak dapat diakomodir.

• Dengan mempertimbangkan risiko maternal dan janin, maka kondisi

kehamilan lewat taksiran persalinan / usia kehamilan > 40 minggu dapat

dikode dengan kode O26.9 yang menunjukkan kode dengan kondisi risiko lain

yang berhubungan dan dapat mempengaruhi kehamilan.

50
5. Diagnosis persalinan pervaginam

• Kode O80.0 menunjukkan persalinan kepala spontan pervaginam yang dapat

digunakan baik pada persalinan normal / fisiologis maupun persalinan

patologis. Pada kasus persalinan normal / fisiologis maka kode ini menjadi

kode pada diagnosis primer.

• Untuk membedakan persalinan normal / fisiologis (kepala, spontan,

pervaginam pada kasus normal) dengan persalinan kepala, spontan,

pervaginam pada kasus yang patologis (memiliki faktor risiko atau pemberat

atau komplikasi obstetri maupun medis), dapat meletakkan kode O80.0 ini pada

diagnosis sekunder (diagnosis primer diisi permasalahan kehamilan dan

persalinan lainnya yang ditemukan)

• Seluruh tindakan membantu persalinan pervaginam spontan tanpa menggunakan

alat tertentu dikode 73.59 (prosedur persalinan pervaginam dengan bantuan,

bukan dengan bantuan alat) pada kode tindakan.

• Pada persalinan pervaginam dengan bantuan baik induksi maupun tindakan

pervaginam lainnya (contoh: vakum, forsep, manual aid, dsbnya) diharapkan

selalu melengkapi kode cara persalinan di tabel 4.1.7 (O80-O84) dan kode

tindakan persalinan di tabel 4.1.9. Tidak lengkapnya pengisian dapat

mengakibatkan pemilihan grup INA-CBG yang tidak tepat. Contoh:

o Persalinan pervaginam kepala spontan: kode diagnosis (O80.0), kode

tindakan (73.59)

o Persalinan pervaginam sungsang spontan: kode diagnosis (O80.1),

kode tindakan (73.59)

o Persalinan pervaginam sungsang dengan manual aid: kode diagnosis

51
(O83.1), kode tindakan (72.52)

o Kelahiran pervaginam sungsang dengan ekstraksi total: kode diagnosis

(O83.0), kode tindakan (72.54)

o Kelahiran pervaginam dengan induksi: kode diagnosis (O80.0), kode

tindakan (medikamentosa-73.4 / amniotomy-73.01 / surgical atau

alat-73.1) dan (73.59)

o Kelahiran pervaginam dengan akselerasi: kode diagnosis (O80.0), kode

tindakan (73.99) dan (73.59)

o Persalinan pervaginam dengan ekstraksi vakum: kode diagnosis

(O81.4), kode tindakan (72.7)

o Persalinan pervaginam dengan ekstraksi forsep: kode diagnosis

(O81.0), kode tindakan (72.1)

o Persalinan pervaginam dengan embriotomi: kode diagnosis (O83.4),

kode tindakan (73.8)

• Setiap kode persalinan juga menuliskan kode luaran persalinan (Z37) pada

diagnosis sekunder.

6. Diagnosis Persalinan Sectio Caesarea

• Operasi Sectio Cesarea elektif menggunakan kode O82.0 sedangkan untuk

Operasi Sectio Cesarea emergensi menggunakan kode O82.1

• Setiap kode persalinan juga menuliskan kode luaran persalinan (Z37.-) pada

diagnosis sekunder

52
• Berikan kode tindakan 74.0 untuk SC korporil / klasik atau 74.1 untuk SC pada

segmen bawah rahim

• Jika dilakukan tindakan lain yang bersamaan dengan SC dapat dilakukan koding

bersamaan: sterilisasi tuba (66.39), B-lynch atau jahitan kompresi uterus

lainnya (69.99), subtotal histerektomi (68.39), total histerektomi (68.4), eksisi

uterus pada plasenta akreta atau mioma uteri (68.29), ligasi arteri iliaka /

uterine / neovaskularisasi uterovesika (38.86), kompresi aorta (38.84)

7. Kode penjahitan luka perineum pasca persalinan

• Jika dilakukan episiotomi maka tambahkan kode 73.6. Penjahitan luka akibat

episiotomi sudah berada di dalam koding 73.6 sehingga tidak perlu

menggunakan kode lainnya (75.69)

• Sedangkan jika didapatkan luka perineum yang tidak diakibatkan episiotomy

atau luka perineum tambahan selain luka episiotomy, maka penjahitan luka

perineurafi yang dilakukan dapat menggunakan kode 75.69

8. Untuk diagnosis Anemia pada kehamilan, persalinan, puerperium

• Gunakan kode tambahan untuk mengidentifikasi secara spesifik kondisi O99.0

(anemia komplikasi kehamilan, persalinan dan masa nifas) di D50-D64

• D64.9 dapat dikode jika belum diketahui penyebab anemia pada kehamilan

• Anemia dalam kehamilan menggunakan standar WHO dan dengan bukti lab

sudah dapat dikoding (Hb < 11 g/dL)

9. Untuk pengkodean kondisi penyakit atau kelainan yang menyertai kehamilan atau

persalinan

• Kode O98-O99 digunakan jika ada kondisi penyakit atau kelainan yang

menyertai kehamilan atau persalinan

53
• Kode-kode lain yang spesifik sesuai dengan masalah yang ada di luar koding O

dapat ditambahkan pada kondisi ini

10. Kasus umum disertai dengan kehamilan yang tidak ditangani oleh dokter obstetri pada

akhir episode perawatan maka diagnosis utamanya adalah kasus umumnya.

Contoh :

Diagnosis utama : Dengue Hemoragic Fever (DHF) (A91)

Diagnosis sekunder : Keadaan hamil (O98.5)

Dokter yang merawat : Dokter penyakit dalam

Pasien tersebut diberikan kode A91 sebagai diagnosis utama dan O98.5 sebagai

diagnosis sekunder.

11. Pemeriksaan USG pada kehamilan (88.78)

• Dalam kondisi kehamilan normal, prosedur USG dilakukan sebanyak 3 kali (1

kali tiap trimester) sesuai dengan rekomendasi POGI

• USG kehamilan masih dapat diberikan lebih dari 3 kali jika didapatkan indikasi

medis lainnya (pastikan indikasi medis atau diagnosis tertulis di rekam medik)

12. Persalinan preterm (O60)


• Jika didapatkan kondisi yang berhubungan dengan persalinan preterm maka

kode O60 wajib dikoding

• Jika hanya didapatkan ancaman persalinan preterm (janin tidak lahir) dapat

dikode O60.0 sedangkan jika terjadi persalinan dan dilanjutkan kelahiran janin

preterm maka dapat dikode O60.1

• Pada kondisi tidak didapatkan kontraksi spontan, contoh persalinan preterm

dengan induksi persalinan atau dilakukan SC tanpa ada kontraksi persalinan

dapat dikode O60.3 (Persalinan preterm dengan indikasi untuk dilahirkan

tanpa ada tanda persalinan, Contoh: kasus preeklampsia dengan gejala berat

54
dan HELLP syndrome yang dilahirkan pada 34 minggu baik melalui induksi

maupun SC)

• Diagnosis keterangan kelahiran bayi lainnya seperti pada poin 5 tetap dikoding

sesuai kondisi yang ditemukan saat kelahiran selain diagnosis persalinan

preterm ini

• Jika hanya didapatkan kontraksi braxton hicks atau false labor pada kondisi

preterm tanpa tanda – tanda ancaman persalinan preterm dapat dikode O47.0

13. Tindakan adhesiolisis

• Adhesiolisis secara laparotomi dapat dikode 54.5 jika dilakukan pada peritoneum

(termasuk usus dan peritoneum pelvik) dan 65.89 jika dilakukan pada tuba dan

ovarium

• Adhesiolisis hanya dapat dikoding jika dilakukan pembebasan perlekatan jaringan

secara tajam dengan instrumentasi pembedahan (dicatat dalam rekam medik)

14. Pasien yang melahirkan di FKTP dapat dirujuk dokter untuk melakukan tubektomi

interval di FKRTL dengan kode Z30.2 (sterilization) sebagai diagnosis utama dengan

kode tindakan sterilisasi (66.39)

55
5.2 Kasus Ginekologi

1. Pelayanan khusus neoplasma

• Pemberian kemoterapi dapat dikode Z51.1 sebagai diagnosis utama dan kode

neoplasma sebagai diagnosis sekunder

• Pelayanan radioterapi dapat dikode Z51.0 sebagai diagnosis utama dan kode

neoplasma sebagai diagnosis sekunder

• Jika dilakukan pelayanan radioterapi dan kemoterapi bersamaan maka

diagnosis utama adalah yang menghasilkan sumber daya paling banyak

• Kode Z51.5 (Palliative Care) hanya digunakan jika dokter secara spesifik

menuliskan diagnosis perawatan paliatif (palliative care).

• Pengertian perawatan paliatif (palliative care) menurut KMK No.

812/Menkes/SK/VII/2007 tentang Kebijakan Perawatan Paliatif adalah

pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga

yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat

mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini

dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain,

fisik, psikososial, dan spiritual.

• Untuk pasien yang didiagnosis oleh DPJP adalah perawatan paliatif (palliative

care) maka dikode Z51.5 (Palliative Care) sebagai diagnosis utama. Penetapan

dan perawatan paliatif (palliative care) ditetapkan oleh DPJP dan tim

multidisiplin paliatif di FKRTL.

• Untuk pasien perawatan paliatif (palliative care) yang datang kembali dengan

kondisi medis yang lain maka dikoding sesuai dengan penyakit yang mendasari

56
pasien tersebut masuk ke FKRTL.

• Pasien dengan kondisi neoplasma yang sudah diangkat maka diagnosis Z08.0

(kontrol setelah operasi neoplasma ganas) menjadi diagnosis utama

• Pasien yang dirawat untuk mengatasi anemia terkait neoplasma maka dapat

dikoding D63.0 (anemia pada penyakit neoplasma)

2. Tindakan operasi di bidang onkologi ginekologi

• Tuliskan semua detil spesifik tindakan yang dilakukan pada saat operasi

onkologi ginekologi

• Debulking dan atau surgical staging yang dilakukan harus dilengkapi dengan

tindakan yang dilakukan, misalnya parsial ovariektomi (65.29) hingga total

abdominal histerektomi (68.49) dan bilateral salpingoovorektomi (65.51),

omentektomi (54.4), appendektomi (47.09) hingga pengangkatan kelenjar

limfe pelvik (40.11 / biopsy kelenjar limfe, 40.3/eksisi kelenjar limfe regional,

40.50/eksisi radikal kelenjar limfe – tempat tidak spesifik, 40.52 / eksisi radikal

kelenjar limfe periaorta, 40.53 / eksisi radikal kelenjar limfe iliaka, 40.54 / eksisi

radikal groin, 40.59), dan biopsy peritoneum (54.23).

• Tindakan radikal abdominal histerektomi (68.69) hanya menunjukkan teknik

pengangkatan Rahim, untuk tindakan pengangkatan kelenjar limfe tetap harus

dikoding secara terpisah (40.3/eksisi kelenjar limfe regional, 40.50/eksisi

radikal kelenjar limfe – tempat tidak spesifik, 40.53 / eksisi radikal kelenjar limfe

iliaka)

• Pada tindakan radikal vaginal trakelektomi dapat dikoding 68.79 jika dilakukan

vaginal approach (untuk abdominal approach tetap menggunakan 68.69).

57
Untuk kode pengangkatan kelenjar limfe tetap dikoding terpisah sesuai poin

sebelumnya

3. Tindakan operasi di bidang uroginekologi

1. Tindakan pada prolaps organ panggul

• Prolaps uteri atau rahim yang dilakukan operasi melalui vagina dengan prosedur

transvaginal histerektomi dikode 68.59, jika dilakukan bersamaan dengan

bantuan laparoskopi dapat dikode 68.51. Jika dilakukan pengangkatan tuba dan

ovarium dapat ditambahkan kode 65.49 (jika unilateral) atau 65.61 (bilateral).

• Jika sekaligus dilakukan tindakan repair sistokel (kolporafi anterior) dapat

ditambahkan kode 70.51 atau tindakan repair rektokel (kolporafi posterior)

ditambahkan kode 70.52. Jika dilakukan keduanya tambahkan kode 70.50.

Untuk repair dasar pelvik, vagina dan perineum lainnya dapat dikode 70.79

• Bila dilakukan tindakan plikasi pada urethrovesika untuk inkontinensia stres

(N39.3) atau inkontinensia urin lainnya (N39.4) dapat dikode 59.3

• Jika dilakukan penggantungan atau fiksasi dari stomp vagina dapat dikode 70.77

• Bila tindakan ditambah dengan fiksasi prolaps pada ligamen sacrospinosum maka

dikode 70.78, jika menggunakan graft biologic dikode (70.94), jika menggunakan

graft sintetik dikode (70.95)

• Untuk tindakan laparoskopi sakrokolpopeksi pada kasus prolaps organ panggul

dapat dikode 70.77 dan ditambah dengan kode 54.21.

• Pada kasus elongatio cervix yang hanya dilakukan prosedur amputasi serviks

dikode 67.4, bila dilakukan penggantungan amputasi servik (Manchester

forthegill) dikode 69.22

58
• Tindakan obliteratif kasus POP yaitu kolpokleisis dikode 70.8

• Prosedur suspensi uterus lainnya dapat dikode 69.22

• Tindakan suspensi paraurethral pada kasus inkontinensia urin tekanan

menggunakan TOT dikode 59.6 , jika menggunakan TVT dikode 59.5

2. Tindakan pada rupture perineum grade 3-4 lama

• Rekonstruksi dari vulva dan perineum dikode 71.79

• Rekonstruksi vagina dikode 70.79

• Rekonstruksi dari otot spincter ani lama (old) dikode 49.79

3. Tindakan repair fistula

• Tindakan repair fistula vesico vagina dikoding dengan 57.84

• Tindakan repair fistula rectovagina 70.73

• Tindakan repair fistula ano-perineal dikode 49.73

• Tindakan repair fistula vagina lain menggunakan 70.75

4. Tindakan uroginekologi lainnya

• Tindakan konstruksi vagina pada kasus MRKH per vaginam dikode 70.61

• Eksisi septum vagina transversal dan longitudinal pervaginam dikode 70.79. Jika

dilakukan double approach dikode 54.19 (laparotomi), 54.21 (laparoskopi)

• Tindakan rekonstruksi kelainan kloaka dan kelainan kongenital genitalia lainnya

dikode 70.62

• Tindakan eksisi himen pada kasus himen imperforata dikode 70.11

• Tindakan repair himen dikode 70.76 ( himenorrhapy)

• Tindakan sistoskopi diagnostik dikode 57.32, jika dilakukan tindakan biopsi

dikode 57.33

59
BAB 6
Kelengkapan Rekam Medik dan Verifikasi Klaim

A. Rekam medis

Rekam medis berisi data mengenai riwayat kesehatan pasien saat ini dan masa lalu.

Didalamnya terdapat dokumentasi yang dilakukan oleh professional kesehatan untuk kondisi

pasien saat ini dalam bentuk hasil anamnesis, temuan fisik hasil diagnostik, hasil perosedur

atau tindakan, pengobatan, serta respon pasien. Seluruh berkas dan data mengenai pasien

harus tercatat lengkap dan jelas, baik secara hardcopy maupun secara elektronik. Isi dari

rekam medis secara umum antara lain:

1. Identitas pasien

2. Kondisi pasien saat tiba di sarana pelayanan

3. Identitas pengantar pasien

4. Tanggal dan waktu

5. Anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit

6. Pemeriksaan fisik dan penunjang medis

7. Diagnosis

8. Pengobatan dan/tindakan

9. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan

rencana tindakan lanjut

10. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan tertentu yang

memberikan pelayanan kesehatan

11. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana

pelayanan kesehatan lain

60
12. Pelayanan lain yang telah diberikan ke pasien

Terdapat beberapa aspek dalam rekam medis, yaitu:

• Aspek administrasi.

Rekam medis memiliki nilai administrasi karena isinya menyangkut tindakan yang

berdasarkan tanggung jawab tenaga medis dan tenaga kesehatan lain, dalam

mencapai pelayanan kesehatan yang maksimal

• Aspek medis

Nilai medis dalam rekam medis timbul karena catatan ini dipakai sebagai pengobatan

dan pelayan terhadap pasien

• Aspek legal

Aspek legal rekam medis ada karena dapat dijadikan tanda bukti untuk menegakkan

keadilan di ranah hukum

• Aspek finansial

Rekam medis memiliki nilai keuangan karena isinya dalat dijadikan standar penetapan

pemayaran layanan di rumah sakit.

• Aspek riset

Rekam medis memiliki nilai penelitian karena didalamnya terdapat informasi atau

data yang dapat diolah menjadi suatu penelitian dan pengembangan ilmu kesehatan

• Aspek edukasi

Aspek edukasi atau pendidikan dalam rekam medis ada karena data pasien

didalamnya dapat dijadikan bahan pengajaran dan pengembangan profesi kesehatan

terkait

• Aspek dokumentasi

61
Rekam medis memiliki nilai dokumentasi karena isinya berupa dokumentasi laporan

data pasien yang dijadikan sebagai pertanggungjawaban di rumah sakit

Rekam medis memiliki peran penting pada proses klaim pembayaran. Saat pasien

pulang, rekam medis harus sudah cukup lengkap dan jelas mulai dari data sosial, informasi klinis

sampai diagnosis sesuai ICD-10 atau tertulis tindakan/prosedur sesuai dengan ICD-9-CM. Data

tersebut akan di proses menggunakan software INA-CBG sehingga akan muncul grouping

diagnosis dan tindakan serta kode INA-CBG-nya. Pada proses ini juga akan diketahui tingkat

keparahan penyakit. Penentuan keparahan penyakit ini berdasarkan komplikasi dan

komorbiditas yang ada pada diagnosis sekunder. Setelah itu, barulah tarif pelayanan pasien

akan muncul.

Agar berlangsung lancar proses input data dan klaim tarif INA-CBG ini, kelengkapan

rekam medis, terutama pada resume pulang harus jelas, lengkap, dan sesuai. Sehingga nilai

tarif yang muncul dapat dipertanggungjawabkan dan semua pihak mendapat kepuasan.

Untuk itu, pengisian rekam medis harus lengkap dan tidak bermasalah, sebelum dilakukan

prosedur klaim ke BPJS agar tidak berpotensi terjadinya suatu dispute klaim yang diakibatkan

ketidaksamaan pemahaman koding sehingga klaim dapat berjalan dengan lancer dan tepat

waktu.

Secara khusus dalam bidang obstetri, diagnosis ICD-10 harus ditulis secara

menyeluruh baik kondisi ibu maupun bayi. Sehingga, akan ada terdapat beberapa diagnosis

dalam suatu tindakan persalinan. Contohnya, bagi kondisi ibu, perlu ditulis secara lengkap

keterangan tipe persalinan serta penyulitnya. Bagi bayi, wajib tertulis jelas kondisi lahir hidup

atau meninggal, disertai penyulitnya juga. Apabila ada ketidaklengkapan data terkait,

grouping yang dilakukan sistem menjadi tidak sesuai dan nilai klaim pun rendah.

Contoh kasus:

62
Pasien wanita G2P1A0 Hamil 39 minggu datang ke RS dengan pre-eklampsia berat. Beberapa

pemeriksaan dilakukan antara lain USG dan CTG. Pasien kemudian dilakukan persalinan seksio

sesarea. Lahir bayi laki-laki tunggal hidup, dengan berat badan lahir rendah.

Berikut adalah beberapa diagnosis dan prosedur yang perlu diisi:

Diagnosis utama : Pre-eklampsia berat (014.1)

Diagnosis Sekunder : Persalinan gawat darurat dengan seksio sesarea (O82.1)

Kelahiran janin tunggal (Z37.0)

Bayi dengan berat lahir rendah (036.5)

Prosedur : USG (88.78)

CTG (75.34)

Persalinan Seksio Cesarea (74.1)

Berikut tampilan software INA-CBG:

Setelah muncul itu, sistem akan melakukan pengelompokan diagnosis sehingga muncul

kelompok diagnosis operasi pembedahan caesar (sedang) dengan tarif klaim tertentu,

sebagai berikut :

63
Dapat dilihat bahwa untuk persalinan dengan seksio cesarea atas indikasi preeklampsia berat,

terdapat beberapa diagnosis yang perlu dicantumkan dalam software. Apabila rekam medis

yang ditulis oleh dokter penanggung jawab tidak lengkap, nilai klaim yang akan tertera bisa

tidak sesuai dengan yang seharusnya.

B. Verifikasi Klaim

Menurut petunjuk teknis verifikasi klaim BPJS, terdapat beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam proses administrasi:

1. Mencocokkan kesesuaian berkas klaim dengan berkas yang dipersyaratkan

2. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara kelengkapan dan keabsahan berkas, maka

berkas dikembalikan RS untuk dilengkapi

3. Kesesuaian antara tindakan operasi dengan spesialisasi operator ditentukan oleh

kewenangan medis yang diberikan Direktur Rumah Sakit secara tertulis.

Klaim yang gagal atau lebih rendah dapat terjadi bukan hanya dari penolakan verifikasi

BPJS, namun hal tersebut juga menunjukan ketidaklengkapan rekam medis.

Berikut beberapa hal yang dapat mengakibatkan gagal klaim ataupun undercoding:

1. Diagnosis tidak lengkap

64
2. Diagnosis sekunder sering tidak dibuat

3. Hasil pemeriksaan penunjang tidak dilampirkan

4. Ketidaksesuaian data antara status rawatan dengan resume pulang

5. Terapi / penatalaksaan yang tidak sesuai

6. Penatalaksaan suatu tindakan tambahan tidak tertera

7. Anamnesis dengan diagnosis / terapi / tindakan, tidak sesuai

8. Vital sign sering tidak ditulis

Dibalik hal tersebut, kadang terjadi penolakan klaim karena rekam medis tidak ditulis secara

lengkap oleh DPJP, terutama bagian resume kepulangan pasien. Untuk itu, DPJP sangat

dihimbau untuk menulis sendiri secara lengkap resume kepulangan pasien.

65
BAB 7
Penghitungan Unit Cost di Rumah Sakit

Unit cost adalah total biaya yang diperlukan untuk menghasilkan suatu pelayanan di

rumah sakit. Pada era jaminan kesehatan nasional ini, setiap rumah sakit harus melakukan

efisiensi biaya pelayanan. Dalam hal ini, salah satunya dengan melakukan penghitungan unit

cost secara cermat. Menghitung unit cost dengan baik dapat mengatasi pemborosan serta

meningkatkan kualitas dan mutu RS. Sebagai catatan, unit cost suatu tidakan yang dilakukan

di sebuah RS dapat berbeda dengan RS lainnya.

Klasifikasi biaya menurut kegunaannya:

1. Biaya investasi: biaya yang kegunaanya lama lebih dari setahun. Contohnya pembelian

alat-alat medis.

2. Biaya operasional: biaya yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan, dan

memiliki sifat habis pakai dalam waktu kurang dari setahun

3. Biaya pemeliharaan: biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan nilai investasi

suatu barang agar dapat bertahan lama.

Klasifikasi biaya menurut fungsinya dalam produksi:

1. Biaya langsung: biaya yang penggunaannya langsung terukur dalam suatu pelayanan.

Misalnya biaya ruang rawat inap.

2. Biaya tidak langsung: biaya yang tidak langsung terlihat dalam suatu pelayanan, tapi

berhubungan dengan sumberdaya atau produksi unit. Contohnya biaya gaji pegawai,

biaya listrik ruang rawat inap

66
Biaya satuan atau unit cost (UC) adalah biaya yang dihitung untuk setiap satuan

produksi atau pelayanan. Biaya ini diperoleh dari biaya total dibagi dengan jumlah produk

(TQ/Q). Pengitungan biaya ini sangat dipengaruhi oleh jumlah produk yang digunakan dalam

pelayanan. Makin tinggi jumlah produk, maka akan lebih rendah biaya satuan pelayanan.

Setiap biaya baik langsung ataupun tidak langsung harus dihitung secara terperinci sehingga

muncul total unit cost dari suatu pelayanan. Untuk menghitung unit cost digunakan metode

analisis biaya, contohnya Activity Base Costing (ABC), Real Cost, Double distribution, dan

lainnya.

Dalam buku ini, diambil contoh perhitungan unit cost tindakan seksio sesarea clean

case. Komponen dalam perhitungan unit cost di antaranya terdiri dari barang habis pakai

(BHP), biaya investasi dan biaya jasa operator. Barang habis pakai dalam tindakan seksio

sesarea clean case di antaranya mencakup bahan-bahan pemeriksaan laboratorium

(pemeriksaan darah lengkap, gula darah, tes pembekuan darah, vacutainer darah, spuit),

kertas kardiotokografi, obat-obat IGD, barang habis pakai IGD, barang habis pakai injeksi obat,

obat bedah, perban. Biaya investasi meliputi biaya sewa IGD, mesin kardiotokografi, alat

spekulum, biaya sewa kamar operasi. Adapun yang termasuk biaya jasa operator yaitu

pemeriksaan dokter jaga IGD, asuhan keperawatan oleh perawat, jasa dokter pasang infus,

jasa pengambilan darah oleh laboran, jasa pemeriksaan ultrasonografi kehamilan, jasa visite

dokter obstetri dan ginekologi, jasa dokter anestesi, dokter anak, dan jasa konsultasi dokter

penyakit dalam atas indikasi. Meskipun demikian, rincian komponen ini dapat bervariasi di

rumah sakit yang berbeda.

Contoh total unit cost operasi seksio sesarea di RS Pemerintah tipe B kelas 2

67
Berikut adalah contoh hasil dari penghitungan unit cost operasi seksio sesarea di salah

satu RS pemerintah di Jawa Timur (Tipe B) kelas 2. Analisis biaya dilakukan mulai dari

administrasi dan tindakan dengan lama rawat 4 hari. Jika kita bandingkan dengan tarif INA-

CBG sesuai dengan Permenkes Nomor 64 tahun 2016 dengan kode INA-CBG: O-6-10-1

(Operasi pembedahan caesar ringan) didapatkan nilai 5.808.800. Sehingga dalam kondisi ini

pembiayaan RS berada di atas tarif INA-CBG atau didapatkan selisih negatif yang perlu

ditanggung rumah sakit sebanyak 3.600.200.

68
BAB 8
Sistem Pembiayaan Jasa Pelayanan

Remunerasi dan Insentif

Remunerasi secara tradisional diartikan sebagai total income (“take home pay”)

seseorang yang meliputi serangkaian imbalan terpisah-pisah dengan aturan pembagian

masing-masing. Sebagai contoh remunerasi total seorang staf medis dapat meliputi gaji,

ditambah dari kapitasi, ditambah dari fee for service, dan pendapatan lainnya. Jadi strategi

remunerasi adalah serangkaian paket pembayaran ( bundling ) yang membentuk total income

atau “take home pay” seseorang.

Dalam sebuah review tentang strategi remunerasi staf medis, Kingma (1999)

memberikan empat bentuk strategi remunerasi yang berbeda :

1. Capitation. Dokter diberikan sejumlah tetap penghasilan untuk memberikan layanan

kesehatan pada semua pasien terdaftar. Contoh : sistem kapitasi BPJS untuk PPK 1.

2. Shared financial risk. Dokter berperan sebagai subyek insentif keuangan, yang berarti

apabila dapat menghemat biaya layanan kesehatan maka kelebihannya adalah hak

dokter, sebaliknya apabila biaya layanan melebihi plafon maka dokter tidak

mendapatkan insentif apa-apa. Sistem ini lazim diterapkan dalam managed care

system di sektor swasta.

3. Fee-for-service. Dokter dibayar berdasarkan layanan yang diberikan. Dengan kata lain

semakin banyak layanan atau semakin banyak peresepan yang diberikan maka

penghasilan dokter akan semakin besar.

4. Salary. Dokter mendapatkan gaji yang merupakan refleksi dari keahlian, pengalaman

kerja, dan kontribusi / peran. Tidak ada insentif pembeda kinerja.

69
Insentif merujuk pada sebuah bentuk pembayaran khusus yang ditujukan untuk

mencapai sebuah perubahan perilaku. Bentuknya bisa bermacam-macam, baik berupa uang

atau non-uang. Contoh : bonus diberikan jika target terlampaui, atau mendapatkan laba lebih.

Insentif non-uang bisa berbentuk liburan atau beasiswa pendidikan / pelatihan.

Performance characteristics and reward practices

Sistem Remunerasi di Indonesia

Tujuan sistem remunerasi setidaknya ada lima :

1. Meningkatkan SDM (sumber daya manusia). Dalam dunia kesehatan berarti

peningkatan kompetensi dan jenis-jenis layanan yang dihadirkan, mengikuti health

need dan health demand masyarakat.

2. Menjaga produktifitas SDM.

3. Menciptakan iklim persaingan yang sehat.

4. Meningkatkan kesejahteraan. Sehingga dokter dapat memberikan pelayanan dengan

tenang.

5. Menciptakan tata kelola yang baik. Mencegah layanan sub-standar maupun layanan

yang berlebihan.

70
Selain kelima tujuan tersebut, determinan yang paling menentukan adalah sistem

pembiayaan. BPJS kesehatan menargetkan Universal Health Coverage (UHC) akan tercapai

pada tahun 2024. Dari sudut pandang pembiayaan artinya pada tahun 2024 semua warga

negara memiliki jaminan kesehatan. Artinya pula pembiayaan layanan RS di era UHC adalah

dengan sistem paket yang dinamai INA-CBG. Disinilah kemudian dibutuhkan kiranya sebuah

standar remunerasi RS di Indonesia ketika sistem pembiayaan utamanya adalah sistem paket

INA-CBG. Standar ini dibuat berdasarkan pendekatan kebutuhan dan harapan dokter serta

pendekatan kemampuan institusi pemberi kerja, yaitu rumah sakit di era paket INA-CBG.

Sebab meskipun dalam penjelasan sebelumnya telah ditampilkan berbagai bentuk sistem

remunerasi di dunia, penerapannya di sebuah sistem kesehatan suatu negara belum tentu

baik, dalam hal mencapai harapan dan tujuan masing-masing pemangku kepentingan.

Dengan demikian memasukkan unsur kearifan lokal adalah “a must” dalam merancangsebuah

sistem remunerasi. PB IDI telah mengeluarkan buku Panduan Penyusunan Remunerasi Dokter

yang diharapkan mampu mengakomodir kepentingan masing-masing pemangku

kepentingan.

Berikut rangkuman komponen metode remunerasi berdasarakan PB IDI, disingkat

menjadi 3P, yaitu:

1. Pay for Position (P1)

Merupakan pembayaran terhadap profesi dokter berdasarkan kemampuan teknis

yang dibentuk dari pendidikan dan pengalaman kerja. Alokasi anggaran untuk P1

adalah berkisar antara 25-30% dari total alokasi anggaran remunerasi.

Hal-hal yang menjadi penilaian:

a. Dokter (fungsional dan manajemen)

71
b. Dokter Spesialis (penghargaan terhadap kompetensi/

spesialistik yang dimiliki)

• Spesialis yang melakukan tindakan bedah (cutting specialist)

• Spesialis non bedah (non cutting specialist)

• Spesialis bidang penunjang yang tidak langsung mengelola pasien

c. Pengalaman kerja (dihitung berdasarkan tahun kelulusan sertifikasi/ ijazah

kompetensi tertinggi yang dinilai)

d. Masa Kerja (dihitung berdasarkan lama seorang dokter mengabdi kepada

rumah sakit tersebut)

e. Risiko profesi sudah termasuk dalam perhitungan nilai jabatan (job value),

sedangkan risiko tuntutan hukum atau ganti rugi akan ditransfer ke asuransi

profesi yang dibayarkan oleh rumah sakit dari pos P3.

Cara Penilaian:

• Memberikan grading kepada masing-masing kelompok dokter yang bekerja di

rumah sakit.

• Diberikan point yang berbeda-beda kepada masing-masing klasifikasi grading

yang ditentukan

• Menetapkan Full Time Equivalent (FTE) yaitu satuan produktifitas profesional

yang harus dipenuhi dalam satuan waktu tertentu yang disepakati, yang

merupakan kinerja yang harus dipenuhi oleh staf sesuai dengan kontrak.

Misalnya jam kerja 40 jam seminggu yang dikombinasikan dengan volume

layanan lainnya yang merupakan satuan produktifitas.

72
2. Pay for Performance (P2)

Pembayaran terhadap seseorang dokter berdasarkan produktifitas yang dihasilkan dari layanan yang

diberikan pada pasien sebagai penanggung jawab operasionalasuhan. Kinerja (performance) yang

dicapai dengan tetap memenuhi standar pelayanan medis misalnya kelengkapan rekam medis, waktu

standar pemeriksaan pasien, kepatuhan pada Panduan Praktik Klinis (PPK), dll. Sehingga setiap profesi

akanmenetapkan indeks kinerja medis setiap jenis profesi (yang terkait dengan standar mutu profesi).

Alokasi anggaran untuk P2 adalah berkisar antara 50-60 % dari total

alokasi anggaran remunerasi. Hal-hal yang menjadi penilaian:

a. Jumlah Jam Praktik (dinilai berdasarkan jumlah jam praktik yang diberikan

dalam satu bulan)

b. Jumlah Konsultasi (dinilai berdasarkan jumlah konsultasi yang dilayani)

c. Jumlah Visite (dinilai berdasarkan jumlah visite yang dilakukan)

d. Jumlah Tindakan/Pemeriksaan (dinilai berdasarkan jumlah tindakan/

pemeriksaan yang dilakukan dalam satu bulan)

Cara Penilaian:

• Membuat perhitungan atas aktifitas Dokter terhadap 4 hal yang dinilai di atas.

• Diberikan Point yang berbeda-beda kepada masing-masing klasifikasi penilaian

berdasarkan bobot kesulitan dan penilaian terhadap tarif jasa yang berlaku.

• Poin penting pada P2 ini adalah adanya batas pembayaran maksimal untuk

kinerja setiap dokter, karena tanpa pembatasan kinerja maksimal akan

berdampak pada keselamatan pasien (patient safety).

3. Pay for People (P3)

Pembayaran terhadap dedikasi, loyalitas dan kelangkaan seorang dokter pada rumahsakit. Dapat juga

dikaitkan dengan kualitas layanan yang diberikan terhadap pasien dan seberapa besar risiko pasien

73
yang dihadapi (jadi P3 juga dapat dianggap sebagai pay for quality). Alokasi anggaran untuk P3 adalah

berkisar antara 10-20 % dari total alokasi anggaran remunerasi. Hal-hal yang menjadi penilaian:

a. Tingkat Risiko (risiko pengelolaan pasien/ kesulitan)

b. Tingkat Mortality / Morbidity

c. Kelengkapan Administrasi (penilaian terhadap kelengkapan administrasi

klinis, resume medis, resep online)

d. Attitude (penilaian berdasarkan perilaku seseorang dokterterhadap

lingkungan kerja dan pasien), kontribusi terhadap aktifitas manajemen yang

menggambarkan dedikasi dan loyalitas dalam menjaga citra rumah sakit.

Cara Penilaian:

• Membuat perhitungan atas aktifitas Dokter terhadap 4 hal yang dinilai di atas

• Diberikan poin yang berbeda-beda kepada masing-masing klasifikasi

berdasarkan bobot kesulitan pekerjaan, makin tinggi tingkat kesulitan makin

besar poin.

• Tingkat morbiditas dan mortalitas pasien yang dikelola oleh dokter

menentukan indeks poin.

• Kelengkapan pengisian dan kualitas berkas rekam medis oleh setiap dokter

dijadikan indeks untuk pembayaran P3.

• Risiko tuntutan hukum atau ganti rugi ditransfer ke asuransi profesi yang

dibayarkan rumah sakit dari alokasi pos P3 ini.

74
Tinjauan Pustaka

1. A Guide to Obstetrical Coding; ICD-10-CA. Ottawa: Canadian Institute for Health

Information; 2018.

2. Procedural coding in obstetrics and gynecology. Washington: American Congress of

Obstetricians and Gynecologists; 2016.

3. Diagnostic coding in obstetrics and gynecology. Washington: American Congress of

Obstetricians and Gynecologists; 2016.

4. Panduan manual verifikasi klaim INA-CBG. 2nd ed. Jakarta: Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan; 2018.

5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 625/MENKES/SK/V/2010 tentang Pedoman

Penyusunan Sistem Remunerasi Pegawai Badan Layanan Umum Rumah Sakit di

Lingkungan Kementerian Kesehatan

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2016 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 tentang Standar

Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang

Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base Group (INA-CBG).

8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan

Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

Nasional.

9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan

Kesehatan.

75
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang

Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.

11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2021 tentang

Pedoman Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s) Dalam Pelaksanaan Jaminan

Kesehatan Nasional.

12. ICD-9-CM (International Statistical of Diseases and Related Health Problems) Tahun

2010.

13. ICD-10 (International Statistical of Diseases and Related Health Problems) Tahun 2010.

14. Darmadjaja D, Rachmat F, Buwono P, Sofiana N, Soetono G, Wijayanto D et al.

Panduan penyusunan remunerasi dokter. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2016.

15. Damayanti T. Analisis unit cost section casesaria dengan metode activity based costing

di rumah sakit bhayangkara Yogyakarta. 2017. Jurnal Medicoeticolegal dan

Manajemen Rumah Sakit, 6 (1): 16-23

16. Hamkan F. Analisis Biaya Satuan Tindakan Sectio Caesaria Paket Hemat A Di Rumah

Sakit X Tahun 2009. Depok: Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit Fakultas

Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

76

Anda mungkin juga menyukai