Anda di halaman 1dari 25

JURNAL AWAL ANALISIS MAKANAN DAN KOSMETIKA

IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR PENGAWET PARABEN


DALAM KRIM PEMBERSIH WAJAH (MILK CLEANSING) DENGAN
METODE KLT-SPEKTROFOTODENSITOMETRI

OLEH
KELOMPOK II

PUTU LIA HENDRAYATI (1408505046)


NI MADE KENCANA SARI (1408505051)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
0
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penggunaan produk kosmetik semakin luas dan bahkan menjadi kebutuhan
bagi setiap manusia, tidak hanya kaum wanita tetapi juga kaum laki-laki.
Kosmetik memiliki peran yang penting dalam merawat, membersihkan,
menambah daya tarik, dan mengubah penampilan seseorang. Karena terjadi
kontak dengan kulit, maka kosmetik akan diserap oleh kulit dan masuk ke bagian
yang lebih dalam dari tubuh. Jumlah kosmetik yang terserap kulit bergantung
pada beberapa faktor, yaitu kondisi kulit pemakai dan keadaan kosmetik yang
dipakai. Kontak kosmetik dengan kulit dapat menimbulkan dampak positif
berupa manfaat dari kosmetik itu sendiri dan dampak negatifnya berupa efek
samping kosmetik (Wasitaatmadja, 1997).
Pesatnya perkembangan produk kosmetik dan demi menjaga kualitas
produknya, maka perlu adanya pengawasan dan penelitian mutu yang sesuai
dengan peraturan dan persyaratan tertentu. Salah satu contoh kosmetik yang
penggunaannya sangat luas di masyarakat adalah krim pembersih wajah (milk
cleansing). Produk kosmetik ini digunakan untuk membersihkan wajah,
mengangkat sisa-sisa alat rias (make-up), serta minyak yang menempel di wajah
yang tidak dapat diangkat hanya dengan menggunakan sabun biasa
(Wasitaatmadja, 1997).
Dalam membuat produk kosmetik yang lebih tahan lama, maka pada saat
formulasi sering ditambahkan bahan pengawet ke dalam kosmetik tersebut.
Pengawet yang umum ditambahkan ke dalam kosmetik yaitu senyawa asam 4-
hidroksibenzoat yang lebih dikenal dengan nama paraben. Pengawet asam 4-
hidroksibenzoat (paraben) sering ditambahkan ke dalam suatu produk kosmetik
karena sifatnya yang tidak memiliki bau atau rasa yang jelas, tidak menghasilkan
perubahan warna, praktis pH netral, dan tidak menyebabkan pengerasan atau
mengeruhkan sediaan. Penggunaan pengawet ini dapat membahayakan konsumen
karena mempunyai potensi untuk menginduksi alergi dan dermatitis apabila
1
jumlah yang dipakai melebihi jumlah yang diijinkan (Soni et al., 2002; Casoni,
2010).
Berdasarkan Keputusan BPOM RI Nomor: HK.00.05.42.1018, kadar untuk
bahan pengawet golongan 4-hidroksibenzoat beserta esternya (metil-, etil-, propil-
, dan butil-) yang memiliki sifat sebagai anti jamur tidak boleh melebihi 0,4%
(asam) untuk ester tunggal dan 0,8% (asam) untuk ester campuran (BPOM RI,
2008). Sehingga pada praktikum kali ini dilakukan uji kualitatif dan uji kuantitatif
senyawa paraben yaitu metil dan propil paraben dalam produk kosmetik (milk
cleansing cream) dengan metode KLT-Spektrofotodensitometri.
Salah satu metode analisis yang dapat digunakan untuk identifikasi paraben
dalam kosmetik adalah dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Metode ini
sering digunakan karena memiliki beberapa keuntungan seperti peralatan yang
diperlukan sedikit, waktu analisis yang cepat, hasil pemisahan lebih baik, daya
pemisahan tinggi, pengerjaannya sederhana dan mudah, serta harganya yang
terjangkau (Mulja dan Suharman, 1995). Dalam uji kuantitatif yaitu penetapan
kadar metil dan propil paraben dalam sampel digunakan instrumen
spektrofotodensitometer. Parameter validasi yang dievaluasi adalah akurasi,
presisi, linieritas, batas deteksi (LOD), dan batas kuantitasi (LOQ) dari metode
analisis tersebut (Dhandhukia danThakker, 2011).

1.2. Tujuan
1.2.1 Melakukan uji kualitatif dan kuantitatif senyawa metil dan propil paraben
dalam kosmetik (milk cleansing cream) dengan metode KLT-
Spektrofotodensitometri.
1.2.2 Mengetahui tingkat validitas dari metode KLT-Spektrofotodensitometri
untuk analisis senyawa metil dan propil paraben dalam kosmetik (milk
cleansing cream).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kosmetik
Pengertian kosmetik dalam Peraturan Menkes RI no 445 tahun 1998
dijelaskan sebagai berikut: Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk
digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada,
dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan
maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah
rupa, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi
tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Depkes
RI, 1976).
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia nomor HK.03.1.23.08.11.07331 tahun 2011 tentang metode analisis
kosmetika menyebutkan bahwa kosmetika adalah bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis,
rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar), atau gigi dan membran
mukosa mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan, dan mengubah
penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik. Kosmetik yang diproduksi dan diedarkan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta
persyaratan lain yang ditetapkan.
b) Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik.
c) Terdaftar dan mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI.
(BPOM RI, 2003).
Berdasarkan Keputusan BPOM RI Nomor: HK.00.05.4.1745 tentang
kosmetik dijelaskan bahan yang digunakan meliputi zat warna, zat pengawet, dan
tabir surya yang digunakan dalam kosmetik harus dengan pembatasan dan
persyaratan penggunaan sesuai dengan yang ditetapkan (BPOM RI, 2003).
3
2.2 Krim (Cream)
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim memiliki
konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak
dalam air. Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri
dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau
alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air. Prinsip
pembuatan krim berdasarkan proses penyabunan (saponifikasi) dari suatu asam
lemak tinggi dengan suatu basa dan dikerjakan dalam suasana panas yaitu
temperatur 700- 800C (Depkes RI, 1995).
Pembuatan krim memerlukan suatu bahan dasar. Bahan dasar yang
digunakan harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Kualitas dasar krim yang
diharapkan adalah: stabil; lunak; mudah dipakai; dasar krim yang cocok; dan
terdistribusi merata di kulit. Fungsi dari krim adalah sebagai bahan pembawa
substansi obat untuk pengobatan kulit; sebagai bahan pelumas bagi kulit; dan
sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak langsung dengan zat-zat
berbahaya (Anief, 1997).

2.3. Bahan Pengawet


Bahan pengawet yang biasa digunakan dalam kosmetik bertujuan untuk
membuat kosmetik lebih tahan lama selama proses distribusi dan penyimpanan.
Adapun senyawa yang sering digunakan antara lain metil paraben (metil 4-
hidroksibenzoat) dan propil paraben (propil 4-hidroksibenzoat). Golongan
paraben efektif dalam rentang pH yang lebar dan mempunyai aktivitas
antimicrobial spektrum luas, akan tetapi aktivitasnya paling efektif melawan
jamur dan khamir. Aktivitas antimicrobial meningkat dengan semakin panjangnya
rantai alkil, namun kelarutan dalam air akan menurun, oleh karena itu kombinasi
dari golongan paraben sering dipakai agar pengawetan menjadi efektif (Rowe et
al., 2009).
Senyawa golongan paraben (4-hidroksibenzoat) memiliki efek negatif bagi
konsumen dimana ester dari 4-hidroksibenzoat dapat menginduksi terjadinya
4
alergi dan dermatitis (Soni et al., 2002; Casoni, 2010). Untuk menjaga keamanan
penggunaan bahan pengawet dalam kosmetik, maka pada lampiran IV Peraturan
Kepala BPOM RI Nomor: HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik
dicantumkan kadar maksimum dari bahan pengawet yang diijinkan digunakan
dalam kosmetik dimana untuk garam dan ester dari 4-hidroksibenzoat yaitu 0,4%
(asam) untuk ester tunggal atau 0,8% (asam) untuk ester campuran (BPOM RI,
2003).

2.4. Sifat Fisiko Kimia Senyawa Asam 4-Hidroksibenzoat (Paraben)


2.4.1 Metil Paraben (Metil 4-Hidroksibenzoat)
Metil Paraben (Metil 4-Hidroksibenzoat) memiliki rumus kimia C8H8O3 dan
berat molekul 152,15 g/mol. Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99%
dan tidak lebih dari 100,5% C8H8O3 dihitung terhadap bobot yang telah
dikeringkan. Pemeriannya berupa kristal tak berwarna atau kristalin putih dan
mempunyai sedikit rasa terbakar. Kelarutan metil paraben yaitu larut dalam 2
bagian air dan dalam 50 bagian etanol (Depkes RI, 1979).
Konstanta disosiasi (pKa) metil paraben yaitu 8,4 pada suhu 22oC dengan
koefisien partisi log P (oktanol/air) sebesar 2,0 (Moffat et al., 2005). Berat jenis
metil paraben yaitu 1,352 g/cm3 dengan jarak lebur 125-128 C. Metil paraben
digunakan secara luas sebagai pengawet dengan aktivitas antimicrobial dalam
kosmetik dan formulasi sediaan farmasi (Rowe et al., 2009). Spektrum UV metil
paraben dalam larutan etanol 257 nm (A11=1075a) (Moffat et al., 2005). Berikut
merupakan struktur molekul dan spektrum UV metil paraben.

Gambar 1. Struktur Molekul Metil Paraben (Rowe et al., 2009).


5
Gambar 2. Spektrum UV metil paraben (Moffat et al., 2005).
2.4.2 Propil Paraben (Propil 4-Hidroksibenzoat)
Propil Paraben memiliki rumus kimia C10H12O3 dan berat molekul 180,20
g/mol. Propil paraben mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari
100,5% C10H12O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerianya
berupa serbuk, berwarna putih atau hablur kecil tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak berasa. Propil paraben sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam
etanol dan eter, serta sukar larut dalam air mendidih. Jarak lebur propil paraben
antara 950C dan 980C (Depkes RI, 1995).
Konstanta disosiasi (pKa) yaitu 8,4 pada 22oC dengan koefisien partisi log P
(oktanol/air) sebesar 3,0 (Moffat et al., 2005). Berat jenis propil paraben yaitu
0,706 g/cm3 dengan titik didih 295oC (Rowe et al., 2009). Spektrum UV propil
paraben dalam larutan asam 255 nm (A11=877b), larutan basa (A11=1324b)
(Moffat et al., 2005). Gambar struktur molekul dan bentuk spektrum UV propil
paraben dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 3. Struktur molekul propil paraben (Rowe et al., 2009).

6
Gambar 4. Spektrum UV propil paraben (Moffat et al., 2005).
Propil paraben digunakan secara luas sebagai pengawet antimicrobial
dalam kosmetik dan formulasi sediaan farmasi. Propil paraben menunjukkan
aktivitas antimikroba pada pH 48. Aktivitas sebagai bahan pengawet berdasarkan
mekanisme antimikroba menurun dengan naiknya pH. Aktivitas antimikroba
propil paraben dapat meningkat bila dikombinasikan dengan golongan paraben
lainnya (Rowe et al., 2009). Kadar maksimum propil paraben dalam kosmetik
yaitu 0,4% (asam) untuk ester tunggal atau 0,8% (asam) untuk ester campuran
(BPOM RI, 2003).

2.5 KLT-Spektrofotodensitometri
2.5.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan komponen-
komponen atas dasar perbedaan adsorpsi dan afinitas analit yang dipengaruhi oleh
fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang atau campuran analit (fase
gerak) (Mulja dan Suharman, 1995). Dalam KLT, fase gerak akan bergerak
sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik
(ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun
(descending) (Gandjar dan Rohman, 2007). Fase diam yang digunakan dalam
KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30
m. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran
ukuran fase diam, maka akan semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan
7
resolusinya. Fase diam yang paling sering digunakan adalah silika gel dan serbuk
selulosa.
Selain fase diam, dalam KLT juga terdapat fase gerak. Pemilihan fase gerak
menggunakan pelarut berbahaya atau beracun harus dihindari. Beberapa petunjuk
dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak yaitu fase gerak harus mempunyai
kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif; daya
elusi harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8;
polaritas fase gerak dapat mempengaruhi kecepatan migrasi solut dan penentuan
harga Rf; untuk campuran ionik dan polar lebih baik digunakan campuran pelarut
sebagai fase geraknya dengan perbandingan tertentu (Gandjar dan Rohman,
2007).
Campuran senyawa yang akan dipisahkan berupa larutan, kemudian
ditotolkan berupa bercak. Setelah plat diletakkan di dalam bejana tertutup rapat
yang berisi larutan pengembang (fase gerak) yang cocok, pemisahan terjadi
selama perambatan kapiler (pengembangan). Hasil pengembangan ditunjukkan
dengan nilai Rf (Stahl, 1985).
Nilai Rf diperoleh dengan membandingkan jarak yang ditempuh spot dari
titik awal pengembangan dengan jarak pergerakan pelarut dari titik awal hingga
batas atas pengembangan. Sedangkan nilai hRf didapatkan dengan mengalikan
nilai Rf dengan 100. Penghitungan nilai hRf ditunjukkan dengan persamaan
dibawah ini:

Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan harga Rf adalah kualitas


adsorben (ukuran partikel dan kemurnian), ketebalan lapisan adsorben, kejenuhan
chamber, teknik pengembangan, suhu (mempengaruhi kapasitas adsorpsi dari
adsorben sehingga suhu pada saat pengukuran Rf harus dicantumkan) dan kualitas
pelarut (kromatogram bisa sangat beragam untuk kualitas pelarut yang berbeda,
sehingga penentuan harga Rf harus menggunakan pelarut segar) (Kusmardiyani
dan Nawawi, 1992).
8
2.5.2 Spektrofotodensitometri
Densitometri merupakan metode yang digunakan untuk mendukung analisis
kuantitatif KLT dari pemisahan suatu senyawa. Densitometri adalah metode
analisis instrumental yang berdasarkan interaksi radiasi elektromagnetik dengan
analit yang merupakan noda pada KLT. Interaksi radiasi elektromagnetik dengan
noda pada plat KLT yang ditentukan adalah absorpsi, transmisi, pantulan
(refleksi) pendar fluor atau pemadaman pendar fluor dari radiasi semula.
Densitometri lebih dititikberatkan untuk analisis kuantitatif analit-analit dengan
kadar yang sangat kecil yang perlu dilakukan pemisahan terlebih dahulu dengan
KLT (Mulja dan Suharman, 1995).
Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi
elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda pada plat.
Radiasi elektromagnetik yang datang pada plat diabsorpsi oleh analit, ditransmisi
atau diteruskan jika plat yang digunakan transparan. Radiasi elektromagnetik yang
diabsorpsi oleh analit atau indikator plat dapat diemisikan berupa fluoresensi dan
fosforesensi (Sherma and Fried, 1994). Pemadaman fluoresensi indikator F-254
dapat terjadi akibat adanya noda pada plat sehingga teramati di bawah lampu UV
sebagai noda hitam (Mulja dan Suharman, 1995).
Analis dapat bekerja dengan densitometri pada jangkauan panjang
gelombang 190 sampai 800 nm. Terjadinya penyimpangan baseline yang
disebabkan oleh variasi ketebalan dan ketidakseragaman lapisan pada
densitometer sangat kecil dan level signalnya relatif tinggi. Berikut merupakan
skema alat spektrofotodensitometer, yaitu:

Gambar 5. Skema spektrofotodensitometer radiasi berkas tunggal dan ganda


(Mulja dan Suharman, 1995).

9
2.6 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu dan berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa
parameter tersebut memenuhi persyaratan dalam penggunaannya (Gandjar dan
Rohman, 2012). Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP)
dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel,
dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).
Berikut merupakan penjelasan beberapa validasi metode sebagai berikut:
2.6.1 Ketepatan (Akurasi)
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai
terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai
rujukan (Gandjar dan Rohman, 2007). Akurasi dapat pula diartikan sebagai
ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit
yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali
(recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).
Untuk pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan
hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar. Untuk mendokumentasikan
akurasi, ICH merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar
dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi).
Data harus dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali (Gandjar dan
Rohman, 2007). Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu metode simulasi
(spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard addition
method).
a. Metode Simulasi (Spiked Placebo Recovery)
Sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam plasebo (semua
campuran reagen yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut
dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang
ditambahkan (kadar yang sebenarnya) biasanya dibuat dengan konsentrasi
80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan (Harmita, 2004).

10
b. Metode Penambahan Baku (Standard Addition Method)
Metode ini dilakukan apabila tidak memungkinkan membuat sampel
plasebo karena matriksnya tidak diketahui. Metode adisi dapat dilakukan
dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada
sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen
perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang
ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).
2.6.2 Presisi
Presisis (keseksamaan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian
antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-
rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil
dari campuran yang homogen. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau
simpangan baku relatif (koefisien variasi). Kriteria seksama telah tercapai apabila
metode yang digunakan memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi
2% atau kurang. Keseksamaan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

.............................................. (1)

................................................ (2)

Keterangan:
SD : standar deviasi
n : jumlah sampel
KV : koefisien variasi
x : kadar rata-rata sampel
(Harmita, 2004).
2.6.3 Linearitas dan Rentang
Linearitas merupakan kemampuan suatu metode analisis yang memberikan
respon yang secara langsung proporsional terhadap konsentrasi analit dalam
sampel. Rentang merupakan batas terendah dan tertinggi analit yang telah
menunjukkan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.
Dalam praktik, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara
50150% kadar analit dalam sampel. Parameter adanya hubungan linier
11
digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier y = a + bx. Hubungan
linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau 1 bergantung pada arah
garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang
digunakan (Harmita, 2004).
2.6.4 LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of Quantification)
LOD didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang
masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sedangkan
LOQ didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat
ditentukan dengan presisi dan akurasi yang di terima pada kondisi operasional
mode yang digunakan (Gandjar dan Rohman, 2007). Batas deteksi (LOD) dan
batas kuantitasi (LOQ) dihitung sesuai dengan pedoman Konferensi Internasional
yaitu dengan mengunakan rumus sebagai berikut:
LOD = 3,3 x SDB/a
LOQ = 10 x SDB/a

Dimana SDB merupakan standar deviasi dari y-intercept dan a adalah


kemiringan kurva kalibrasi (Gandjar dan Rohman, 2012).
2.6.5 Spesifitas
Spesifitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara
tepat dan spesifik tanpa memperhatikan komponen-komponen lain dalam matriks
sampel. ICH membagi spesifitas dalam 2 kategori, yakni uji identifikasi dan uji
kemurnian atau pengukuran. Untuk tujuan identifikasi, spesifitas ditujukan dengan
kemampuan suatu metode analisis untuk membedakan antar senyawa yang
mempunyai struktur molekul yang hampir sama. Untuk tujuan kemurnian dan
tujuan pengukuran kadar, spesifitas ditujukan oleh daya pisah 2 senyawa
berdekatan (sebagaimana dalam kromatografi). Penentuan spesifitas ada 2 jalan.
Pertama adalah dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa target
terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (resolusi senyawa yang
dituju lebih besar). Cara kedua dengan menggunakan detektor selektif, terutama
untuk senyawa-senyawa yang terelusi secara bersamaan (Gandjar dan Rohman,
2007).
12
2.6.6 Kekasaran atau Ketangguhan (Ruggedness)
Kekasaran merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh di bawah
kondisi yang bermacam-macam yang diekspresikan sebagai persen standar deviasi
relatif (%RSD). Kondisi-kondisi ini meliputi laboratorium, analisis, alat, reagen,
dan waktu percobaan. Kekasaran suatu metode tidak akan diketahui apabila
metode tersebut baru dikembangkan pertama kali, akan tetapi kekasaran suatu
metode akan kelihatan jika digunakan berulang kali (Gandjar dan Rohman, 2007).
Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan
operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan
ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis.
Ketertiruan dapat dibandingkan terhadap keseksamaan penentuan di bawah
kondisi normal untuk mendapatkan ukuran ketangguhan metode (Harmita, 2004).
2.6.7 Ketahanan
Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh
adanya variasi parameter metode yang kecil. Ketahanan dievaluasi dengan
melakukan variasi parameter-parameter metode seperti: persentase pelarut
organik, pH, kekuatan ionik, suhu, dan sebagainya (Gandjar dan Rohman, 2007).

13
BAB III
METODE

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Beaker glass
b. Neraca analitik
c. Pipet ukur 1 mL, 10 mL
d. Pipet tetes
e. Pipet mikrokapiler 2 L
f. Corong gelas
g. Sendok tanduk
h. Batang pengaduk
i. Bulb filler
j. Labu ukur 5 mL, 10 mL, 25 mL
k. Penangas air
l. Botol vial
m. Lap
n. Kertas perkamen
o. Aluminium foil
p. Kertas saring
q. Spektrofotodensitometer CAMAG
r. Pinset
s. Chamber
3.1.2 Bahan
a. Sampel krim pembersih wajah
b. Metanol
c. Kloroform
d. Metanol
e. Plat KLT aluminium silica gel 60 GF 254 ukuran14 x 10 cm
f. Serbuk baku metil paraben dan propil paraben
14
3.2 Perhitungan dan Prosedur Kerja
3.2.1 Pembuatan Larutan Stok Baku Metil Paraben (metil 4-hidroksibenzoat) dan
Propil Paraben (propil 4-hidroksibenzoat) 1 mg/mL
Prosedur Kerja:
Ditimbang serbuk standar metil paraben dan propil paraben masing-masing
10 mg, kemudian masing-masing secara terpisah dilarutkan dengan sedikit pelarut
metanol di dalam beaker glass dan diaduk hingga larut menggunakan batang
pengaduk. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur 10 mL dan
ditambahkan metanol sampai tanda batas. Digojog hingga homogen dan
dimasukkan ke botol vial. Konsentrasi larutan stok baku yang diperoleh sebesar 1
mg/mL.
3.2.2 Pembuatan Larutan Seri Metil Paraben dan Propil Paraben masing-masing
dengan Konsentrasi 200 g/mL, 300 g/mL, 400 g/mL, 500 g/mL, dan
600 g/mL
Larutan seri dibuat dari hasil pengenceran larutan stok standar metil paraben
dan propil paraben 1 mg/mL.
a. Pembuatan Larutan Seri 200 g/mL
C1 . V1 = C2 . V2
(1000 g/mL) (V1) = (200 g/mL) (5 mL)
V1 = 1 mL
Prosedur Kerja:
Dipipet 1 mL larutan stok 1 mg/mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5
mL, kemudian ditambahkan metanol hingga tanda batas dan digojog hingga
homogen. Larutan disimpan di dalam botol vial dan diberi label Seri I.

b. Pembuatan Larutan Seri 300 g/mL


C1 . V1 = C2 . V2
(1000 g/mL) (V1) = (300 g/mL) (5 mL)
V1 = 1,5 mL

15
Prosedur Kerja:
Dipipet 1,5 mL larutan stok 1 mg/mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur
5 mL, kemudian ditambahkan metanol hingga tanda batas, dan digojog hingga
homogen. Larutan disimpan di dalam botol vial dan diberi label Seri II.

c. Pembuatan Larutan Seri 400 g/mL


C1 . V1 = C2 . V2
(1000 g/ml) (V1) = (400 g/ml) (5 ml)
V1 = 2 mL
Prosedur Kerja:
Dipipet 2 mL larutan stok 1 mg/mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5
mL, kemudian ditambahkan metanol hingga tanda batas, dan digojog hingga
homogen. Larutan disimpan di dalam botol vial dan diberi label Seri III.

d. Pembuatan Larutan Seri 500 g/mL


C1 . V1 = C2 . V2
(1000 g/ml) (V1) = (500 g/ml) (5 ml)
V1 = 2,5 mL
Prosedur Kerja:
Dipipet 2,5 mL larutan stok 1 mg/mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur
5 mL, kemudian ditambahkan metanol hingga tanda batas, dan digojog hingga
homogen. Larutan disimpan di dalam botol vial dan diberi label Seri IV.

e. Pembuatan Larutan Seri 600 g/mL


C1 . V1 = C2 . V2
(1000 g/ml) (V1) = (600 g/ml) (5 ml)
V1 = 3 mL
Prosedur Kerja:
Dipipet 3 mL larutan stok 1 mg/mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5
mL, kemudian ditambahkan metanol hingga tanda batas, dan digojog hingga
homogen. Larutan disimpan di dalam botol vial dan diberi label Seri V.

16
3.2.3 Preparasi Sampel
Prosedur Kerja:
Ditimbang 1 gram sampel krim pembersih wajah (milk cleansing) dalam
gelas beker. Ditambahkan metanol sebanyak 25 mL ke dalam gelas beker yang
berisi sampel dan dicampur secara menyeluruh, lalu larutan disaring
menggunakan kertas saring. Larutan dipekatkan dengan cara diuapkan di atas
penangas air hingga mencapai volume 10 mL. Larutan ini yang kemudian
ditotolkan pada plat KLT aluminium sheets silika gel 60 GF 254. Tahap ini
diulang sebanyak 2 kali hingga diperoleh 3 larutan sampel (Sampel I, II dan III)
(Gul et al., 2014).

3.2.4 Pembuatan Fase Gerak Kloroform-Metanol (93:7 v/v)


Fase gerak yang dibuat merupakan campuran kloroform: metanol dengan
perbandingan 93:7 v/v sebanyak 25 mL (Darwish et al., 2015).
a. Perhitungan
Kloroform =

Metanol =

b. Prosedur Kerja:
Dipipet sebanyak 23,25 mL kloroform dan dimasukkan ke dalam labu
ukur 25 mL, kemudian ditambahkan 1,75 mL metanol ke dalam labu ukur yang
terlah berisi kloroform, digojog hingga homogen. Ditutup dengan aluminium foil.

3.2.5 Pemisahan dan Penetapan Kadar Kinin dengan Metode KLT-


Spektrofotodensitometri
a. Pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis
Prosedur Kerja:
Disiapkan fase diam yaitu plat KLT silika gel 60 GF 254 dengan ukuran 14
cm x 10 cm. Plat tersebut dicuci dengan metanol sebanyak 10 mL. Setelah dicuci,
plat diaktivasi menggunakan oven pada suhu 110C selama 30 menit. Kemudian
dilakukan penjenuhan chamber dengan fase gerak kloroform: metanol dengan
perbandingan 93:7 v/v sebanyak 25 mL, dan dalam waktu yang bersamaan

17
dilakukan penotolan semua fraksi sebanyak 2 l pada plat KLT dengan jarak antar
totolan adalah 1 cm. Plat KLT yang sudah ditotol kemudian dielusi hingga pelarut
menyentuh batas atas jarak pengembangan. Setelah selesai ditotolkan, plat
tersebut dielusi dalam chamber yang telah dijenuhkan fase gerak. Plat tersebut
dikeringkan dan diangin-anginkan selama 10 menit. Plat yang telah kering
dianalisis menggunakan spektrofotodensitometer.
Tabel 1. Ketentuan Volume Penotolan pada Plat KLT

Konsentrasi Jumlah
Jumlah Kinin
Totolan Larutan totolan
(ng/L) Sulfat (ng)
(2L)

1 Seri I MP 200 1 400

2 Seri II MP 300 1 600

3 Seri III MP 400 1 800

4 Seri IV MP 500 1 1000

5 Seri V MP 600 1 1200

6 Seri I PP 200 1 400

7 Seri II PP 300 1 600

8 Seri III PP 400 1 800

9 Seri IV PP 500 1 1000

10 Seri V PP 600 1 1200

Tidak
11 Sampel I 1 Tidak diketahui
diketahui

Tidak
12 Sampel II 1 Tidak diketahui
diketahui

Tidak
13 Sampel III 1 Tidak diketahui
diketahui

18
b. Analisis Kuantitatif dengan Spektrofotodensitometri dan Validasi Metode
Prosedur Kerja:
Plat yang telah dielusi dianalisis menggunakan spektrofotodensitometri.
Pengukuran dilakukan pada rentang panjang gelombang 200-300 nm. Analisis
kuantitatif dilakukan dengan menghitung kadar metil dan propil paraben yang
terukur pada sampel menggunakan kurva kalibrasi dari larutan standar masing-
masing metil dan propil paraben. Sedangkan validasi metode dilakukan dengan
menghitung nilai akurasi, presisi, linearitas, LOD dan LOQ. Semua nilai tersebut
dihitung bedasarkan hasil data AUC yang muncul pada kromatogram.

3.3 Skema Kerja


3.3.1 Pembuatan Larutan Stok Baku Metil Paraben (metil 4-hidroksibenzoat) dan
Propil Paraben (propil 4-hidroksibenzoat) 1 mg/mL

Ditimbang serbuk standar metil paraben dan propil paraben masing-


masing 10 mg

Masing-masing secara terpisah dilarutkan dengan sedikit pelarut


metanol di dalam beaker glass

Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur 10 mL dan


ditambahkan metanol sampai tanda batas.

3.3.2 Pembuatan Larutan Seri Metil Paraben dan Propil Paraben masing-masing
dengan Konsentrasi 200 g/mL, 300 g/mL, 400 g/mL, 500 g/mL, dan
600 g/mL

Dipipet larutan stok baku metil paraben (metil 4-hidroksibenzoat) 1


mg/mL masing-masing sebanyak 1 mL; 1,5 mL; 2 mL; 2,5 mL; dan 3
mL

19
Dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL

Ditambahkan metanol hingga tanda batas labu ukur dan digojog hingga
homogen.

Langkah di atas diulangi untuk pembuatan larutan seri propil paraben


(propil 4-hidroksibenzoat). Sehingga terdapat 10 larutan seri dengan
variasi konsentrasi yang berbeda

3.3.3 Preparasi Sampel

Ditimbang 1 gram sampel krim pembersih wajah (milk cleansing) dalam


beaker glass

Ditambahkan metanol sebanyak


4 25 mL ke dalam beaker glass yang
berisi sampel dan diaduk hingga larut sempurna.
5

Larutan disaring menggunakan6 kertas saring. Larutan dipekatkan dengan


cara diuapkan di atas penangas air hingga mencapai volume 10 mL.

Tahap ini diulang sebanyak 2 kali hingga diperoleh 3 larutan sampel


(Sampel I, II dan III)

3.3.4 Pembuatan Fase Gerak Kloroform-Metanol (93:7 v/v)

Dipipet sebanyak 23,25 mL kloroform dan dimasukkan ke dalam labu


ukur 25 mL

Ditambahkan 1,75 mL metanol ke dalam labu ukur yang telah berisi


kloroform
20
Digojog hingga homogen dan ditutup dengan aluminium foil.

3.3.5 Penetapan Kadar Sampel dengan Metode KLT

Dipotong plat KLT silika gel 60 GF254 dengan ukuran 14x10 cm. Tepi
atas dan bawahnya ditandai dengan jarak 1 cm.

Plat dicuci dengan metanol, kemudian diaktivasi dengan oven


menggunakan suhu 110oC selama 30 menit.

Chamber dijenuhkan dengan fase gerak Kloroform-Metanol (93:7 v/v)


dengan jarak pengembangan 8 cm.

Larutan seri 200 g/mL; 300 g/mL; 400 g/mL; 500 g/mL; dan 600
g/mL ditotolkan dengan pipet 2 L dengan masing-masing
konsentrasi seri ditotolkan sekali dengan pipet 2 L dan ditotolkan pula
ketiga larutan sampel

Dimasukkan ke dalam Chamber dan dielusi dengan fase gerak. Plat


dikeringkan dan diangin-anginkan selama 10 menit.

Dilakukan analisis dengan spektrofotodensitometri. Sebelumnya


dilakukan scanning panjang gelombang terlebih dahulu

Serapan masing-masing komponen ditentukan pada panjang gelombang


maksimum. Dicatat nilai AUC yang didapatkan pada masing-masing
standar dan sampel, kemudian dibuat kurva kalibrasi dari seri standar.

21
Dari kurva tersebut dihitung persamaan regresi liniernya (y = bx + a),
dimana y adalah AUC dan x adalah konsentrasi larutan. Kadar sampel
kemudian ditentukan dengan mensubtitusikan nilai AUC ke dalam
persamaan regresi linier tersebut.

3.3.6 Validasi Metode

Akurasi atau kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali


(recovery) dengan rumus:

Presisi atau keseksamaan dinyatakan dengan nilai RSD dengan rumus:

SD =

Linieritas dinyatakan dengan niai koefisien korelasi atau r dari


persamaan regresi linier yang didapatkan dari data larutan seri standar,
dimana koefisien korelasi yang dapat menyatakan bahwa metode valid
adalah apabila niainya mendekati 1

Batas deteksi (Q) dinyatakan dengan rumus:

Batas kuantifikasi dihitung dengan:

22
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

BPOM RI. 2003. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.1745. Cited: 18 Februari 2017.
Available at: http://husinrm.files.wordpress.com/2008/02/kosmetik.pdf.

BPOM RI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Badan


Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Casoni, D. 2010. Determination of the Lipophilicity of Some Food Additives by


Chromatographic Methods (tesis). Cluj-Napoca: Babes-Bolyai
University, Cluj-Napoca Faculty of Chemistry and Chemical Engineering.

Darwish, W.H., F.H. Metwally, A.E. Bayoumi. 2015. Development of Three


Methods for Simultaneous Quantitative Determination of Chlorpheniramine
Maleate and Dexamethasone in the Presence of Parabens in Oral Liquids.
Tropical Journal of Pharmaceutical Research January 14(1):153-161.

Depkes RI. 1976. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor


220/Men.Kes/Per/IX/1976 tentang Produksi dan Peredaran Kosmetika dan
Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Dhandhukia, P.C. and J.N. Thakker. 2011. Quantitative Analysis and Validation
of Method Using HPTLC. Heidelberg: Springer.

Gandjar, I.G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Gandjar, I.G. dan A. Rohman. 2012. Analisis Obat Secara Spektrofotometri dan
Kromatografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gul, S., K. Khanum, dan N. Mujtaba. 2014. New Validated Method For
Simultaneous Analysis of Methyl Paraben and Propil Paraben in Polyherbal
Formulation (Oral Liquid Dosage Form). International Journal of
Pharmacy 4(4) :265-270.

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.


Majalah Ilmu Kefarmasian 1(3):117135.

23
Kusmardiyani, S. dan A. Nawawi. 1992. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Pusat Antar
Universitas Bidang Ilmu Hayati.

Moffat, C.A., M.D. Osselton, and B. Widdop. 2005. Clarke`s Analysis of Drugs
and Poisons Third Editions. London: The Pharmaceutical Press.

Mulja, M. dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga


University Press.

Nofianty, T. 2008. Pengaruh formulasi Sediaan Losio Terhadap Efektivitas


Minyak Buah Merah Sebagai Tabir Surya dibandingkan terhadap sediaan
tabir surya yang mengandung oktinoksat. Depok: Departemen Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Rowe, C.R., J.S. Paul, J.W. Paul. 2009. Handbook of Pharmaceutical Exipients.
London: Pharmaceutical Press.

Sherma, J. and B. Fried. 1994. Handbook of Thin-Layer Chromatography. Third


Edition. New York: Marcel Dekker Inc.

Soni, M.G., S.L. Taylor, N.A., and G.G.A. Burdock. 2002 Food Chemistry
Toxicology. Heidelberg: Springer.

Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung:


Penerbit ITB.

Tranggono, R.I. dan F. Latifah. 2004. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan


Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press.

24

Anda mungkin juga menyukai