Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS MAKANAN DAN KOSMETIKA

(KELOMPOK 2A)
“PERTEMUAN 3: ANALISIS PARABEN DALAM KOSMETIKA”

Nama Mahasiswa:

1. Angela Merici Bhala (191148201067)


2. Armiel Jerry Manggribeth (191148201068)
3. Atika Cristina (191148201069)
4. Ayu Christine Erika (191148201070)

DosenPembimbing:
Nurillah Febria Leswana, M.Sc.

LABORATORIUM KIMIA
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKES DIRGAHAYU SAMARINDA
TAHUN AKADEMIK
2021/2022
ISI LAPORAN
1. Tujuan
1. Melakukan identifikasi pengawet (paraben) dalam kosmetika
2. Melakukan penetapan kadar pengawet (paraben) dalam kosmetika
II. Tinjauan Pustaka
A. Kosmetik
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang digunakan pada bagian luar tubuh
manusia (epidermis, rambut, kuku, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa
mulut terutama dimaksudkan untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan, memperbaiki bau badan, melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi
baik (BPOM RI, 2003). Kosmetik bukan suatu obat yang dipakai untuk diagnosis,
pengobatan maupun pencegahan penyakit, jika salah dalam penggunaan akan
menimbulkan efek samping yang berbahaya (Wasitaatmadja, 1997).
Penggolongan kosmetik dibagi antara lain menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI, menurut sifat modern atau tradisionalnya, dan menurut kegunaannya bagi kulit.
➢ Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13 kelompok :
a. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dan lain-lain.
b. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, dan lain-lain.
c. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye shadow, dan lain-lain.
d. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, minyak kelonyo, dan lain-lain.
e. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dan lain-lain.
f. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dan lain-lain.
g. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstick, dan lain-lain.
h. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, penyegar mulut, dan lain-
lain.
i. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dan lain-lain.
j. Preparat kuku, misalnya cat kuku, losio kuku, dan lain-lain.
k. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung, dan lain-
lain.
l. Preparat cukur, misalnya sabun cukur, dan lain-lain.
m. Preparat untuk ”suntan” dan tabir surya, misalnya alas bedak tabir surya, dan
lain-lain.
➢ Penggolongan menurut sifat dan cara pembuatan :
a. Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern (termasuk
antaranya adalah cosmedics).
b. Kosmetik tradisional:
1. Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari bahan alam
dan diolah menurut resep dan cara yang turun temurun.
2. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet agar tahan
lama.
3. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar-benar
tradisional dan diberi zat warna yang menyerupai bahan tradisional.
➢ Peggolongan menurut kegunaannya bagi kulit :
a. Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics)
Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di
dalamnya:
1. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun, krim pembersih wajah
(cleansing cream), susu pembersih wajah (cleansing milk), dan penyegar kulit
(freshener).
2. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya krim pelembab
wajah (moisturizing cream), krim malam untuk wajah (night cream), krim
antikerut (anti wrinkle cream).
3. Kosmetik pelindung kulit, misalnya krim tabir surya (sunscreen cream) dan
alas bedak tabir surya (sunscreen foundation), krim/losio sunblock.
4. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling), misalnya krim
scrub yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengampelas
(abrasiver).
b. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)
Jenis ini diperlukan untuk merias atau menutup cacat pada kulit sehingga
menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis
yang baik, seperti percaya diri (self confidence). Dalam kosmetik riasan, peran zat
pewarna dan zat pewangi sangat besar.
(Novianty, 2008)
Komposisi utama dari kosmetik adalah bahan dasar yang berkhasiat, bahan aktif
dan bahan tambahan lain seperti: bahan pewarna, bahan pewangi, dimana pada
pencampuran bahan-bahan tersebut harus memenuhi kaidah pembuatan kosmetik
ditinjau dari berbagai segi teknologi pembuatan kosmetik termasuk farmakologi,
farmasi, kimia teknik dan lainnya (Iswari, 2007).
Berdasarkan Keputusan BPOM RI Nomor: HK.00.05.4.1745 tentang kosmetik
dijelaskan bahan yang digunakan meliputi zat warna, zat pengawet, dan tabir surya
yang digunakan dalam kosmetik harus dengan pembatasan dan persyaratan
penggunaan sesuai dengan yang ditetapkan (BPOM RI, 2003).
B. Krim (Cream)
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim mempunyai konsistensi
relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.
Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi
minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai
panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air. Prinsip pembuatan krim adalah
berdasarkan proses penyabunan (safonifikasi) dari suatu asam lemak tinggi dengan
suatu basa dan dikerjakan dalam suasana panas yaitu temperatur 700- 800C (Depkes RI,
1995).
Berdasarkan jenisnya, krim dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Krim Pendingin (Cold Cream)
Pelembab yang karena kandungan airnya menguap secara lambat menimbulkan rasa
dingin pada kulit. Biasanya bentuk sediaannya air dalam minyak namun tidak terlalu
lunak dan tidak terlalu lengket, berisi bees-wax, mineral oil, paraffin, dan
spermaceti.
b. Krim Vitamin (Vitamin Cream)
Mengandung vitamin B compleks, asam pantotenat, vitamin E, vitamin A, C, D.
Kegunaan vitamin secara topikal pada kulit ini diragukan manfaatnya karena
permeabilitas kulit yang rendah dan jauh kurang efisien dibanding bila diberikan per
oral.
c. Krim Urut (Massage Cream)
Ditujukan untuk memperbaiki kulit yang rusak dan meninggalkan minyak
dipermukaan kulit dalam waktu yang agak lama, biasanya berbentuk krim emulsi air
dalam minyak (A/M).
d. Krim Tangan atau Badan (Hand and Body Cream)
Dipakai untuk melembutkan dan menghaluskan kulit ditempat tersebut dengan
menggunakan emolien, humektan, dan barrier kulit. Pelembab biasanya lebih cair,
dapat ditambah tabir surya, aloe vera, alantoin, AHA, atau vitamin.
e. Krim yang Mengandung Zat Makanan (Nourishing Cream or Skin Food Cream)
Tidak memberi makan kulit tetapi hanya untuk lubrikasi, mengurangi hilangnya
kelembaban kulit dan tidak menghilangkan kerut secara permanen. Isi terpenting
adalah lanolin, white germ oil, sun flower oil atau corn oil. (Wasitaatmadja, 1997)
C. Bahan Pengawet (Preservative) pada Kosmetik
Bahan pengawet yang biasa digunakan dalam kosmetik bertujuan untuk membuat
kosmetik lebih tahan lama selama proses distribusi dan penyimpanan. Adapun senyawa
yang sering digunakan antara lain metil paraben (metil 4-hidroksibenzoat), etil paraben
(etil 4-hidroksibenzoat), propil paraben (propil 4-hidroksibenzoat), dan butil paraben
(butil 4-hidroksibenzoat). Golongan paraben efektif dalam rentang pH yang lebar dan
mempunyai aktivitas antimicrobial spektrum luas, akan tetapi aktivitasnya paling
efektif melawan jamur dan khamir. Aktivitas antimicrobial meningkat dengan semakin
panjangnya rantai alkil, namun kelarutan dalam air akan menurun, oleh karena itu
kombinasi dari golongan paraben sering dipakai agar menjadi lebih efektif (Rowe et al.,
2009).
Senyawa golongan paraben (4-hidroksibenzoat) memiliki efek negatif bagi
konsumen dimana ester dari 4-hidroksibenzoat dapat menginduksi terjadinya alergi dan
dermatitis (Soni et al., 2002; Casoni, 2010). Untuk menjaga keamaanan penggunaan
bahan pengawet dalam kosmetik, maka pada lampiran IV Peraturan Kepala BPOM RI
Nomor: HK.00.05.42.1018 tentang Bahan Kosmetik dicantumkan kadar maksimum
dari bahan pengawet yang diijinkan digunakan dalam kosmetik dimana untuk garam
dan ester dari 4-hidroksibenzoat yaitu 0,4% (asam) untuk ester tunggal atau 0,8%
(asam) untuk ester campuran.
D. Sifat Fisiko Kimia Senyawa Asam 4-Hidroksibenzoat (Paraben)
1. Metil Paraben (Metil 4-Hidroksibenzoat)
Metil paraben dengan nama kimia Metil 4-hidroksibenzoat memiliki rumus
kimia C8H8O3 dan berat molekul 152,15 g/mol. Pemeriannya berupa kristal tak
berwarna atau kristalin putih. Tidak berbau atau hampir tidak berbau dan jika
dikecap menimbulkan rasa terbakar. Kelarutan metil paraben yaitu larut dalam 2
bagian air dan dalam 50 bagian etanol (Depkes RI, 1979). Konstanta disosiasi (pKa)
yaitu 8,4 pada 22 ˚C dengan koefisien partisi log P (oktanol/air) sebesar 2,0 (Moffat
et al., 2005). Berat jenis metil paraben yaitu 1,352 g/cm3 dengan jarak lebur 125-128
˚C (Rowe et al., 2009).

Gambar 1. Struktur Molekul Metil Paraben (Rowe et al., 2009)

Panjang Gelombang

Gambar 2. Spektrum UV Metil Paraben dalam Larutan Etanol 257 nm (A11=1075a)


(Moffat et al., 2005)
Metil paraben digunakan secara luas sebagai pengawet dengan aktivitas
antimicrobial dalam kosmetik dan formulasi sediaan farmasi. Metil paraben dapat
digunakan tersendiri atau dikombinasikan dengan ester paraben lain atau agen
antimicrobial lainnya. Dalam kosmetik, metil paraben merupakan bahan pengawet
yang paling sering digunakan (Rowe et al., 2009).
2. Etil Paraben (Etil 4-Hidroksibenzoat)
Etil paraben dengan nama kimia Etil 4-hidroksibenzoat memiliki rumus kimia
C9H10O3 dan berat molekul 166,18 g/mol. Pemeriannya berupa serbuk kristalin yang
berwarna putih, tak berbau atau hampir tidak berbau. Kelarutan etil paraben yaitu
larut dalam 1500 bagian air, dalam 2 bagian etanol, 1,2 bagian aseton, 10 bagian
kloroform, dan dalam 3,5 bagian eter (Depkes RI, 1979). Konstanta disosiasi (pKa)
yaitu 8,3 pada 25 ˚C dengan koefisien partisi log P (oktanol/air) sebesar 2,5 (Moffat
et al., 2005).

Gambar 3. Struktur Molekul Etil Paraben (Rowe et al., 2009)

Gambar 4. Spektrum UV Etil Paraben dalam Larutan Asam 254 nm (A11=956b),


(Moffat et al., 2005).
Etil paraben digunakan secara luas sebagai pengawet antimicrobial dalam
kosmetik dan formulasi sediaan farmasi. Etil paraben dapat digunakan tersendiri
atau dikombinasikan dengan ester paraben lain atau agen antimicrobial lainnya.
Dalam kosmetik, etil paraben merupakan salah satu bahan pengawet yang paling
sering digunakan (Rowe et al., 2009).
3. Propil Paraben (Propil 4-Hidroksibenzoat)
Propil paraben dengan nama kimia Propil 4-hidroksibenzoat memiliki rumus
kimia C10H12O3 dan berat molekul 180,20 g/mol. Pemeriannya berupa serbuk
kristalin putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Kelarutan propil paraben yaitu larut
dalam 2500 bagian air dingin, dalam 400 air mendidih, 1,5 bagian etanol, 4 bagian
kloroform, dan 3 bagian eter (Depkes RI, 1979). Konstanta disosiasi (pKa) yaitu 8,4
pada 22 ˚C dengan koefisien partisi log P (oktanol/air) sebesar 3,0 (Moffat et al.,
2005). Berat jenis metil paraben yaitu 0,706 g/cm3 dengan titik didih 295 ˚C (Rowe
et al., 2009).

Gambar 5. Struktur Molekul Propil Paraben (Rowe et al., 2009)

Gambar 6. Spektrum UV Propil Paraben dalam Larutan Asam 255 nm (A11=877b),


Larutan Basa (A11=1324b) (Moffat et al., 2005).
Propil paraben digunakan secara luas sebagai pengawet antimicrobial dalam
kosmetik dan formulasi sediaan farmasi. Propil paraben dapat digunakan tersendiri
atau dikombinasikan dengan ester paraben lain atau agen antimicrobial lainnya.
Dalam kosmetik, propil paraben merupakan bahan pengawet yang paling sering
digunakan. (Rowe et al., 2009). Kadar maksimum propil paraben dalam kosmetik
yaitu 0,4% (asam) untuk ester tunggal atau 0,8% (asam) untuk ester campuran
(BPOM RI, 2003).
4. Butil Paraben (Butil 4-Hidroksibenzoat)
Butil paraben dengan nama kimia Butil 4-Hidroksibenzoat memiliki rumus
kimia C11H14O3 dan berat molekul 194,23 g/mol. Pemeriannya berupa kristal tak
berwarna atau berwarna putih, kristalin, tak berbau atau hampir tidak berbau, serbuk
tak berasa. Kelarutan butil paraben yaitu larut dalam 6500 bagian air, larut dalam
aseton, alkohol, eter, kloroform, propilen glikol, dan sukar larut dalam gliserin
(Depkes RI, 1979). Koefisien partisi log P (oktanol/air) sebesar 3,57 (Masten, 2005).
Berat jenis butil paraben yaitu 0,819 g/cm3 dengan jarak lebur 68-71 0C (Rowe et
al., 2009).

Gambar 7. Struktur Molekul Butil Paraben (Masten, 2005)

Gambar 8. Spektrum UV Butil Paraben (Moffat et al., 2005)


Butil paraben digunakan secara luas sebagai pengawet antimicrobial dalam
kosmetik dan formulasi sediaan farmasi. Butil paraben dapat digunakan tersendiri
atau dikombinasikan dengan ester paraben lain atau agen antimicrobial lainnya.
Dalam kosmetik, butil paraben merupakan bahan pengawet yang paling sering
digunakan (Rowe et al., 2009).
E. KLT-Spektrofotodensitometri
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan komponen-
komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan
pelarut pengembang atau campuran analit (Mulja dan Suharman, 1995). Dalam KLT,
fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase
diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau
karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar
dan Rohman, 2007).
Lapisan yang memisahkan pada metode Kromatografi Lapis Tipis, yang terdiri atas
bahan berbutir (fase diam) ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau
lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa
bercak atau pita. Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang
berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan atau dideteksi (Stahl, 1985).
Prinsip dari pemisahan komponen senyawa kimia dengan KLT didasarkan pada
perbedaan laju migrasi masing-masing molekul senyawa diantara fase diam dan fase
gerak yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti adsorpsi/partisi pada fase diam,
kelarutan dalam cairan partisi dan pelarut pembilas, serta polaritas dari cairan partisi
dan pelarut (Satiadarma, 2004). Suatu campuran zat dapat dipisahkan dengan teknik
KLT berdasarkan perbedaan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak dan
fase diamnya. Komponen yang telah terpisah, besar serapannya dapat diukur dengan
spektrofotodensitometer. Kadar dari sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara
serapan sampel dan bakunya.

Gambar 9. Bejana Berisi Plat KLT Sebelum dan Sesudah Pengembangan (Stahl, 1985)
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil
dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase
diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT
dalam hal efisiensi dan resolusinya. Fase diam pada KLT merupakan lapisan yang
seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat
aluminium, atau plat plastik (Gandjar dan Rohman, 2007).
Sebelum digunakan, lapisan disimpan dalam lingkungan yang tidak lembab dan
bebas dari uap. Untuk itu biasanya plat KLT yang akan digunakan diaktifasi terlebih
dahulu selama 30 menit di dalam pengering pada 110oC dengan posisi tegak di dalam
rak pengering. Ini bertujuan untuk bila dilihat dalam sinar jatuh dan sinar lewat, lapisan
yang kering mempunyai wajah yang seragam dan membentuk ikatan yang baik dengan
penyangga. Selain itu kadar air mempunyai pengaruh terhadap daya pemisahnya (Stahl,
1985).
Adsorben yang dapat digunakan diklasifikasi berdasarkan sifat kimia atau dari
ikatannya. Penjerap yang umum ialah silika gel, alumina, kieselgur, selulosa dan
turunannya, poliamida, dan lain-lain. Silika gel ini menghasilkan perbedaan dalam efek
pemisahan yang tergantung kepada cara pembuatannya. Selain itu harus diingat bahwa
penjerap seperti aluminium oksida dan silika gel mempunyai kadar air yang
berpengaruh nyata terhadap daya pemisahannya (Stahl, 1985). Untuk fase diam yang
polar dapat digunakan fase gerak dari non polar sampai paling polar. Untuk fase diam
yang non polar (sistem fase balik) biasanya digunakan fase gerak larutan berair,
metanol, asetonil, dan isopropanol. Sistem pelarut yang paling sederhana ialah
campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat
diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal atau sempurna.
Berikut ini adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase
gerak:
1. Fase gerak harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan
teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara
0,2 sampai 0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas
fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan
nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter kedalam
pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara
signifikan.
4. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut
sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan
tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan
meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam.(Gandjar dan Rohman, 2007)
Pemilihan fase gerak didasarkan pada keterpisahan senyawa-senyawa dalam
analit yang didasarkan pada nilai Rf dan hRf. Nilai Rf diperoleh dari membagi jarak
pusat kromatografik dari titik awal dengan jarak pergerakan pelarut dari titik awal.
Penggunaan KLT dapat berupa analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Pada
analisis kualitatif, KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter
pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa dikatakan
identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama.
Untuk meyakinkan identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari 1 fase
gerak dan jenis pereaksi semprot (Gandjar dan Rohman, 2007). Keterulangan harga Rf
sangat dipengaruhi oleh perbedaan kondisi proses pemisahan senyawa tertentu
dibandingkan kondisi yang telah dibakukan sekal, meskipun dalam hal ini harga Rf
bukanlah harga absolut seperti pada konstanta fisik lain (titik didih, titik lebur, dan lain-
lain). Beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan harga Rf ini antara lain kualitas
adsorben (ukuran partikel, pH dan kemurnian), ketebalan lapisan adsorben (untuk
ketebalan 0,25-3 mm), kejenuhan bejana, teknik pengembangan, suhu (mempengaruhi
kapasitas adsorpsi dari adsorben sehingga suhu pada saat pengukuran Rf harus
dicantumkan), dan kualitas pelarut (kromatogram bisa sangat beragam untuk kualitas
pelarut yang berbeda, karena itu untuk penentuan harga Rf harus selalu digunakan
pelarut segar) (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992).

III. Alat &Bahan


➢ Alat
Alat-alat gelas, neraca analitik, chamber dll
➢ Bahan
1. Sampel lotion
2. Standar paraben
3. Etanol 96%
4. benzene
5. Aseton
6. Kloroform
7. Metanol
8. TLC aluminium sheets silica gel 60 GF 254 ukuran 10 x 10 cm

IV. Prosedur kerja


1. Pembuatan larutan baku induk masing-masing standar paraben, pembuatan larutan
seri masing-masing standar baku (50 mg/µ L dan 250 mg/µ L) pengenceran baku
induk 1,2,3,4,5 ppm
2. Preparasi sampel : ke dalam beaker glass 50 mL ditimbang 2,5 g sampel lotion.
Metanol sebanyak 2 ml ditambahkan kedalam sampel dan dicampur secara
menyeluruh dan dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml dan di ad kan metanol hingga
batas dan dilakukan penyaringan. Larutan ini yang kemudian ditotolkan pada plat
KLT aluminium sheets silika gel 60 GF ukuran 9 x 10 cm
3. Pembuatan fase gerak : toluen-asam asetat (80:20) sebanyak 10 ml
4. Setelah di elusikan, kemudian dikeluarkan dari bejana elusi setelah mencapai jarak
rambat 15 cm. Lalu dikeringkan, setelah itu diamati bercak metil paraben pada lampu
UV 254 nm
5. Bercak sampel dan baku yang mempunyai nilai harga Rf, ditandai dan dikerok
6. Hasil kerokan bercak sampel dan baku dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml
7. Setelah itu, dilarutkan dengan metanol hingga tanda, kemudian dikocok dan disaring.
Dibuat larutan blanko dengan cara yang sama sebanyak lebih kurang sama dengan
kerokan bercak
8. Kemudian larutan bercak sampel dan bercak baku masing-masing diukur pada
panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 257 nm.

V. Hasil pengamatan
a) Uji Kualitatif
Gambar noda dari sampel yang terbentuk Nilai RF
pada KLT
Blanko :
Rf = 3,2 cm/ 8 cm= 0,4

Sampel 1
1. Rf = 3,2/8 = 0,4
Sampel 2
1. Rf = 2,4 cm/ 8 cm= 0,3
2. Rf = 3 cm/ 8 cm= 0,37

Sampel 3
1. Rf = 2,4 cm/ 8 cm= 0,3
2. Rf = 3,2 cm/ 8 cm= 0,4

Sampel 4
1. Rf = 2,1 cm/ 8 cm= 0,6
2. Rf = 2,6 cm/ 8 cm= 0,32

Sampel 5
1. Rf = 24 cm/ 8 cm= 0,3
2. Rf -

b) Pembuatan larutan baku


10 mg = 10 ml
1000 mg/1000 ml = 1000 ppm
50 ppm = 2, 4, 6, 8, 10
➢ Larutan baku 2 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
50 ppm x V1 = 2 ppm x 10 ml
50 ppm x V1 = 20 ppm
20 𝑚𝑙
V1 = 50 𝑝𝑝𝑚

V1= 0,4 ml
➢ Larutan baku 4 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
50 ppm x V1 = 4 ppm x 10 ml
50 ppm x V1 = 40 ppm
40 𝑚𝑙
V1 = 50 𝑝𝑝𝑚

V1= 0,8 ml
➢ Larutan baku 6 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
50 ppm x V1 = 6 ppm x 10 ml
50 ppm x V1 = 6 ppm
60 𝑚𝑙
V1 = 50 𝑝𝑝𝑚

V1= 1,2 ml
➢ Larutan baku 8 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
50 ppm x V1 = 8 ppm x 10 ml
50 ppm x V1 = 80 ppm
80 𝑚𝑙
V1 = 50 𝑝𝑝𝑚

V1= 1,6 ml
➢ Larutan baku 10 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
50 ppm x V1 = 10 ppm x 10 ml
50 ppm x V1 = 10 ppm
10 𝑚𝑙
V1 = 50 𝑝𝑝𝑚

V1= 2 ml

c) Absorbansi larutan baku


Konsentrasi (ppm) Abs
2 0,026
4 0,040
6 0,050
8 0,065
10 0,075
• a = 14,3
• b = 6,15
• r = 0,998
• y = ax + b
➢ Konsentrasi 2 ppm
y = ax + b
0,026 = 14,3 x + 6,15
0,026 – 6,15 = 14,3 x
-6,124 = 14,3 x
6,124
x = 14,3
x = 0,428
➢ Konsentrasi 4 ppm
y = ax + b
0,040 = 14,3 x + 6,15
0,040 – 6,15 = 14,3 x
-6,11 = 14,3 x
6,11
x = 14,3
x = 0,427

➢ Konsentrasi 6 ppm
y = ax + b
0,050 = 14,3 x + 6,15
0,050 – 6,15 = 14,3 x
-6,1 = 14,3 x
6,1
x = 14,3
x = 0,426

➢ Konsentrasi 8 ppm
y = ax + b
0,065 = 14,3 x + 6,15
0,065 – 6,15 = 14,3 x
-6,085 = 14,3 x
6,085
x =
14,3
x = 0,425

➢ Konsentrasi 10 ppm
y = ax + b
0,075 = 14,3 x + 6,15
0,075 – 6,15 = 14,3 x
-6,075 = 14,3 x
6,075
x = 14,3
x = 0,424
d) Data kurva larutan baku

kurva kalibrasi larutan baku


0.08
y = 0.0062x + 0.0143
0.07
R² = 0.9961
0.06

0.05
Absorbansi

0.04

0.03

0.02

0.01

0
0 2 4 6 8 10 12
kadar ppm

e) Absorbansi larutan sampel

Sampel Abs
1 -
2 0,015
3 -
4 0,020
5 -
VI. Pembahasan
Identifikasi metil paraben dalam produk kosmetik yaitu hand and body lotion
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif untuk memberikan gambaran adanya
kandungan metil paraben dalam produk tersebut. Metode analisis kualitatif yang
digunakan adalah kromatografi lapis tipis. Fase gerak yang digunakan untuk mengelusi
senyawa adalah toluene-asam asetat dengan perbandingan 80:20. Digunakan fase gerak
toluene-asam asetat dengan perbandingan 80:20 karena dapat memberikan pemisahan
kromatogram metil paraben yang cukup baik.
Metode pemisahan analit dilakukan dengan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis).
Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi planar dengan fase diam yang
berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh
lempeng kaca, plat alumunium, atau plat plastik (Gandjar dan Rohman, 2007). Mula-
mula dilakukan pemilihan fase diam serta fase gerak yang akan digunakan dalam
pemisahan. Fase diam yang dipilih adalah plat aluminium sheets silica gel 60 F
254.Silica gel merupakan jenis fase diam yang paling umum digunakan.Pada permukaan
silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus silanol inilah yang
bersifat sedikit asam dan bersifat polar karena gugus silanol ini memiliki kemampuan
untuk berikatan dengan hidrogen dengan solut-solut yang bersifat sedikit polar hingga
sangat polar (Gandjar dan Rohman, 2007). Plat aluminium sheets silica gel 60 F 254
adalah plat dengan fase diam silica yang memiliki ukuran pori 60Ȧ dan ditambahkan
agen yang bisa berfluoresensi pada panjang gelombang 257nm (Adamovics, 1997). Plat
kemudian dipotong dengan ukuran 9 x 10 cm. Pemilihan ukuran ini sebab terdapat
delapan larutan yang ditotolkan pada plat yaitu lima seri larutan baku pembanding, tiga
larutan sampel, dengan jarak antar spot adalah 1 cm. kemudian meno
Fase gerak yang digunakan pada praktikum ini adalah pelarut campuran yang terdiri
dari toluene:asam asetat (80:10). Sistem pelarut campuran merupakan sistem yang dibuat
dimana daya elusi campuran pelarut dapat diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan
dapat terjadi secara optimal. Campuran pelarut tersebut memiliki kepolaran yang
berbeda-beda sehingga diharapkan akan menghasilkan pemisahan yang optimal. Prinsip
pemisahan kromatografi lapis tipis didasarkan pada afinitas kepolaran senyawa yang
akan dielusi, dimana fase diam yang bersifat polar akan mengelusi senyawa–senyawa
yang non polar naik bersama fase gerak yang digunakan, sedangkan senyawa–senyawa
polar akan tertahan pada fase diamnya.
Kemudian sampel ditotolkan pada plat klt, dipraktikum ini ada 5 sampel kosmetik
yang akan di analisis. Setelah sampel telah ditotolkan, tahap selanjutnya adalah
mengembangkan sampel tersebut dalam chamber yang telah jenuh. Selama proses
pengelusian, chamber ditutup rapat untuk menjaga kestabilan fase gerak yang ada di
dalamnya.
Faktor similiaritas yang baik adalah menghasilkan nilai > 0,97. Kedua puncak yang
telah terpisah menghasilkan nilai Rf yang berbeda. Puncak metil paraben menghasilkan
Rf sebesar 0,4. Dari data yang telah didapatkan nilai Rf dari masing sampel yaitu seperti
pada tabel hasil pengamatan didapatkan
Rf1 = 0,4 (Sampel kel 3)
Rf2=0,37 (Sampel kel 2)
Rf3= - (Sampel kel 1)
Rf4=0,37 (Sampel kel 4)
Rf5 = 0,32 (Sampel kel 5)

Dari data diatas didapatkan 1 sampel positif (+) terdapat zat methyl paraben dan 4
sampel negative (-) tidak terdapat zat methyl paraben. Hasil penelitian didapatkan setelah
plat KLT yang sudah ditotolkan sampel dimasukan ke dalam chamber dilihat dibawah
sinar UV dengan Panjang gelombang 254, kemudia dihitung nilai Rf, dari masing-
masing sampel, sampel yang di nyatakan positif(+) jika nilai Rf sampel sama dengan
nilai Rf blanko Methyl paraben dan dinyatakan negative jika nilai Rf sampel berbeda
dengan nilai Rf blanko Methyl paraben. Dan didapat bahwa sampel 1 (kelompok 3)
mengandung zat methyl paraben.
Kemudian pengukuran kadar dengan metode spektrofotometri ultraviolet dilakukan
pada panjang gelombang dimana serapannya maksimal, hal ini disebabkan karena pada
gelombang dimana serapannya maksimal, perubahan absorbansi untuk setiap zat
konsentrasi, adalah yang paling besar, sehingga kepekaan analisis adalah maksimal.
Panjang gelombang dimana serapannya maksimal, pita absorbansi di sekitarnya datar,
sehingga pada pengukuran berulang diperoleh kesalahan yang kecil ( Mulja dan
Suharman, 1995). Disamping itu pada panjang gelombang dimana serapannya
maksimum daya serap molar relatifnya stabil dan menunjukkan kurva kalibrasi yang
linier (Pescok dkk., 1976). Oleh karena itu pengukuran kadar perlu dilakukan pada
panjang gelombang dimana serapannya maksimal.
Metil paraben dapat diukur pada panjang gelombang ultraviolet karena senyawa metil
paraben dapat menyerap sinar ultraviolet. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul metil
paraben yang memiliki gugus kromofor dan terdapatnya gugus yang memiliki pasangan
elektron bebas yang menempel langsung pada gugus kromofor yang disebut auksokrom.
Uji kuantitatif dibuat larutan metil paraben dengan beberapa konsentrasi yaitu 2 ppm,
4 ppm, 6 ppm, 8ppm, 10 ppm dengan menggunakan larutan blangkonya adalah metanol,
kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi (y) dan konsentrasi.
Dan didapatkan data seperti pada tabel hasil pengamatan. Kemudian di cari perseamaan
regresi liner dari data tersebut di dapatkan Persamaan regresi untuk metil paraben adalah y =
14,3 x + 6,15 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,998.

VII.Kesimpulan
- Sampel HB lotion yang diuji secara kualitatif dengan metode KLT menandakan
teridentifikasi senyawa golongan paraben, yang ditandai dengan harga Rf metil
paraben untuk sampel I pada panjang gelombang maksimum 254 nm adalah sama
yakni 0,4. Dan untuk sampel yang nilai Rfnya negative metil paraben yaitu sampel
2,3,4,dan 5 yang nilai Rf masing sampel di bawah nilai Rf blanko Methyl paraben.
- Uji Kuantitatif sampel HB lotion dilakukan dengan metode spektrofotometri UV Vi
didapatkan persamaan regresi linier yang diperoleh untuk metil paraben adalah y =
14,3 x + 6,15 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,998. Dari nilai koefisien
korelasi tersebut, seri konsentrasi metil paraben menghasilkan linearitas yang baik
dan valid karena berada pada nilai lebih besar dari 0,95.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

BPOM RI. 2003. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor HK.00.05.4.1745. Cited: 15 Januari 2012. Available at:

http://husinrm.files.wordpress.com/2008/02/kosmetik.pdf

Casoni, Dorina. 2010. Determination of the Lipophilicity of Some Food Additives by

Chromatographic Methods (tesis). Cluj-Napoca: “Babes-Bolyai” University,

Cluj-Napoca Faculty of Chemistry and Chemical Engineering.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Depkes R.I. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Iswari, T. R, 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Penerbit

Gramedia Pustaka Utama.

Kusmardiyani, Siti dan Asari Nawawi. 1992. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Pusat Antar

Universitas Bidang Ilmu Hayati.

Moffat, Antonym C., M. David Osselton, and Brian Widdop. 2005. Clarke`s Analysis of

Drugs and Poisons. Third editions. London: The Pharmaceutical Press.

Novianty, Tri. 2008. Pengaruh Formulasi Sediaan Losio terhadap Efektifitas Minyak

Buah Merah sebagai Tabir Surya Dibandingkan terhadap Sediaan Tabir Surya

yang Mengandung Oktinoksat. Jakarta: Program Studi Farmasi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.


Rowe, Raymond C., Paul J. S., Paul J. W. 2009. Handbook of Pharmaceutical Exipients.

London: Pharmaceutical Press.

Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung:

Penerbit ITB.

Wasitaatmadja SM. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press.


LAMPIRAN
 Penimbangan sampel lotion

 Sampel + 2 ml metanol

 Penyaringan sampel
 Penotolan larutan sampel hasil penyaringan

 Fase gerak

Anda mungkin juga menyukai