Kosmetika
1. Pengertian Kosmetika
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No.HK 00.05.42.10.18 tentang Bahan Kosmetik. Kosmetika adalah
bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar), atau gigi
dan membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan,
mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik.
2. Tujuan Penggunaan Kosmetika
a. Mencegah kulit dari pengaruh-pengaruh luar yang merusak misalnya sinar
matahari, perubahan cuaca, dan sebagainya.
b. Mencegah lapisan terluar kulit dari kekeringan, terutama orang-orang yang
tinggal di daerah yang iklimnya dingin seperti daerah pegunungan yang selalu
lembab dan diselimuti awan.
c. Mencegah kulit cepat kering dan berkeriput, karena kosmetik menembus ke
bawah lapisan luar dan memasukkan bahan-bahan aktif ke lapisan-lapisan
yang terdapat lebih dalam.
d. Melekat di atas permukaan kulit untuk mengubah warna atau rona daersh kulit
tertentu.
e. Memperbaiki kondisi kulit misalnya kulit yang kering, normal, berminyak, dan
sebagainya.
f. Menjaga kulit tetap remaja (kencang).
g. Mengubah rupa atau penampilan misalnya, bila telah dipakai kosmetik yang
diinginkan sehingga orang memandang kita ada perasaan berubah, bertambah
cantik/segar atau sebaliknya.
3. Fungsi Kosmetika
Berdasarkan hal diatas yaitu dengan mengetahui definisi dari kosmetik dan
tujuannya, maka dirasa perlu lagi untuk mengetahui dan memahami fungsi-fungsi
dari kosmetik, agar kita dapat mrmanfaatkan setiap kosmetik yang diperlukan.
Bahan-bahan yang terkandung di dalam suatu kosmetik mempunyai fungsi yang
berbeda-beda. Dimana fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pelarut (solvent)
Suatu larutan terdiri ata suatu zat pelarut dan zat yang dilarutkan
didalamnya. Zat yang dilarutkan dapat berbentuk padat, cair atau gas.
Umumnya sebagai pelarut dipakai air, alcohol dan sebagainya.
b. Emulgator
Suatu bahan yang memungkinkan tercampurnya minyak/lemak dengan
air menjadi suatu campuran yang homogen. Emulgator ini dikenal dua macam
emulsi yakni emulsi w/o (water oil) artinya jumlah minyak lebih banyak
daripada air. Dan yang satu kagi disebuh dengan o/w (oil water) artinya jumlah
air lebih banyak daripada minyak. Disamping itu suatu emulgator memiliki
sifat untuk menurunkan tegangan permukaan antara dua cairan (surfactant).
Contoh beberapa emulgaot antara lain: asama-asam lemak seperti sentil
alcohol, gliseril monostearat, trietanolamena, maksudanya dari ketiga contoh
ester asam-asam lemak tersebut adalah bahan-bahan dasar untuk membuat
krim. (setiap kosmetik yang berbentuk krim berarti mengandung bahan dasar
tersebut.
c. Pengawet (preservative)
Bahan pengawet digunakan untuk meniadakan pengaruh kuman-kuman
terhadap kosmetik, sehingga kosmetik tetap stabil. Sebagai bahan pengawet
banyak dipakasi senyawa-senyawa asam benzoat yaitu nipagin.
d. Pelekat (adhesive)
Bahan pelekat biasanya terdapat dalam kosmetik seperti bedak. Agar
bedak tersebut mudah melekat pada kulit dn tidak lepas atau habis. Bahan
pelekat yang sering dipakai yakni seng stearate dan magnesium stearate
(semacam zat kimia) di dalam bedak. Dengan demikian bedak akan bertahan
lama, terhindar dari gangguan hama-hama lainnya atau kuman.
e. Pengencang (astringent)
Bahan pengencang mempunyai daya untuk mengerutkan dan
menciutkan jaringan kulit. Agar kosmetik pengencang kulit ini dapat bekerja
dengan sempurna, maka biasanya dipakai zat-zat yang bersifat asam lemak
dalam kalori rendah, alcohol, dan zat-zat yang bersifat asam lemak dalam
kalori rendah,alcohol, dan zat-zat khusu lainnya.
f. Penyerap (absorbent)
Bahan penyerap mempunyai data mengabsorbsi cairan maksudnta
mengandung daya serap yang tinggi. Hal ini sangat berguna untuk menyerap
keringat di muka/tubuh lainnya.
g. Antiseptik
Suatu zat yang sangat berguna untuk pembunuh hama, dan kuma-
kuman. Di dalam kosmetik sangat diperlukan agar kosmetik yang dipakai
aman dan tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
4. Fungsi Kosmetika
Sehubungan dengan fungsi bahan-bahan diatas, maka akan dapat diperoleh
manfaat-manfaat dari kosmetik. Manfaat yang diperoleh antara lain:
a. Membersihkan kulit tubuh atau kulit kepala.
b. Mencegah timbulnya keriput.
c. Mengencangkan kulit-kulit yang kendor.
d. Menyuburkan rambut.
e. Menghindari beberapa gangguan kulit baik dari luar maupun dari dalam,
seperti noda-noda, flek dan sebagainya.
f. Menghaluskan kulit.
g. Mempercantik seseorang.
h. Merubah penampilan seseorang.
5. Penggolongan Kosmetika
Menurut Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI membagi kosemetika
dalam :
1. Preparat untuk bayi
2. Preparat untuk mandi
3. Preparat untuk mata
4. Preparat wangi-wangian
5. Preparat untuk rambut
6. Preparat untuk rias
7. Preparat untuk pewarna rambut
8. Preparat untuk kebersihan mulut
9. Preparat untuk kebersihan badan
10. Preparat untuk kuku
11. Preparat untuk cukur
12. Preparat untuk perawatan kulit
13. Preparat untuk proteksi sinar matahari
A. Parameter
1. Uji antimikrobial sabun antiseptik
1) Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Rancangan Acak
Kelompok Sub Sampling, dengan 6 perlakuan yaitu sabun A, B, C, dan D dengan
konsentrasi 50%, kontrol negatif (akuades) dan kontrol positif (fenol 2 %).
Masingmasing perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Selanjutnya setelah kering diletakkan kertas cakram yang telah berisi sabun
antiseptik yang diinginkan di atas media yang telah dibagi menjadi 4 bagian
dengan konsentrasi masing-masing sampel 50% dengan volume 20 µl.
Kemudian pada MHA lain diletakkan cakram yang berisi kontrol negatif
(aquades) dan kontrol positif (fenol sebagai antiseptik) pada daerah yang
berbeda.
Selanjutnya media diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan diamati
pertumbuhan bakteri dengan zona hambat pada setiap daerah. Apabila zona
hambat belum tampak, maka media diinkubasi lagi selama 24 jam. Zona hambat
yang terbentuk diukur diameternya dengan menggunakan penggaris dalam
milimeter.
4) Hasil Pengujian
a. Rata-rata diameter zona daya hambat akibat pemberian beberapa suspensi sabun
antiseptik dan fenol 2%. Tabel 1.
Perlakuan (konsentrasi Diameter daya
50%) hambat
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom atau baris
yang sama tidak berbeda nyata berdasar uji DMRT pada α = 0,05.
5) Persyaratan
10 - 20 mm Kuat
5 - 10 mm Sedang
≤ 5 mm Lemah
6) Kesimpulan
7) Pembahasan
Apabila diameter zona hambat lebih besar dari 20 mm maka respon hambatan
pertumbuhannya sangat kuat sedangkan respon hambatan pertumbuhan dinyatakan lemah
jika diameter zona hambat ≤ 5 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi sabun
antiseptik 50% dapat digunakan sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Berdasarkan tabel diatas juga menunjukkan bahwa suspensi sabun
antiseptik dengan konsentrasi 50% dari kedua bakteri yang berbeda ini memiliki diameter
zona hambat yang berbeda-beda juga. Zona hambat yang dibentuk oleh fenol menunjukkan
respon hambatan pertumbuhan yang kuat. Sedangkan pada akuades tidak ada respon
hambatan pertumbuhan karena memiliki diameter zona hambat 5,00 mm yang merupakan
diameter dari cakram tersebut.
Pada hasil penelitian terlihat bahwa sabun D memiliki zona hambat yang paling besar
dibandingkan dengan sabun yang lain. Hal ini mungkin terjadi karena kandungan bahan aktif
yang berbeda dari ke empat sabun tersebut. Sabun A hanya mengandung triclosan dan
triclocarban sedangkan sabun B mengandung triclocarban dan sabun C hanya memiliki
kandungan bahan aktif chloroxylenol. Dilihat dari komposisi sabun tersebut, ternyata sabun
D selain mengandung triclosan dan triclocarban sebagai antibakteri, sabun tersebut juga
mengandung zat antibakteri lain yaitu benzyl alkohol. Menurut Rahardjo (2008) benzyl
alkohol tidak berwarna, berbentuk cairan dan berbau aromatik yang ringan. Biasa digunakan
pada sabun, parfum dan juga dibidang industri. Benzyl alkohol biasa digunakan sebagai
antiseptik karena memiliki sifat bakteriostatik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa diameter zona hambat yang terbentuk dari bakteri
Staphylococcus aureus berbeda dengan zona hambat yang terbentuk dari bakteri Escherichia
coli. Perbedaan besarnya zona hambat ini diduga dipengaruhi oleh struktur dinding sel antara
bakteri Staphylococcus aureus (gram positif) dan Escherichia coli (gram negatif). Hal ini
sesuai dengan Dharmawan et al. (2009) yang menyatakan bahwa adanya variasi besar zona
hambat yang diperoleh dalam penelitian disebabkan oleh senyawa metabolit skunder yang
dihasilkan oleh masing-masing bakteri yang memiliki struktur kimia, komposisi dan
kandungan yang berbeda.
Zona hambat yang terbentuk akibat pemberian suspensi sabun antiseptik dalam konsentrasi
50% dan fenol 2% pada pertumbuhan bakteri E.coli dapat dilihat pada gambar 3 dan 4.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rata-rata zona hambat yang terbentuk pada E. coli (gram
negatif) lebih kecil dibandingkan dengan S. aureus. Hal ini menunjukkan bawa E. coli lebih tahan
terhadap suspensi sabun antiseptik dibandingkan S. aureus. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Zuhud et al. (2001) bahwa bakteri gram negatif mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap
senyawa antimikroba dibandingkan bakteri gram positif.
Perbedaan zona hambat yang terjadi antara ke dua bakteri tersebut di duga terjadi karena
kandungan dinding sel yang berbeda. Ajizah et al. (2007) menyatakn bahwa dinding sel
bakteri gram positif terdiri atas peptidoglikan sangat tebal yang memberikan kekakuan untuk
mempertahankan keutuhan sel. Campbell et al. (1996) menyatakan bahwa dinding sel gram
negatif mengandung lipopolisakarida yang membantu melindungi bakteri dari antibiotik
dengan cara menghalangi masuknya antibiotik.
Pada penggunaan fenol 2% sebagai bahan menunjukkan bahwa fenol mampu menghambat
pertumbuhan bakteri. Menurut Pelzcar dan Chan (1988) senyawa fenol dapat bersifat
bakterisidal atau bakteriostatik tergantung pada konsentrasi yang digunakan. Hal yang sama
juga dinyatakan oleh Todar yang disitasi oleh Rahayu (2007), fenol dapat di gunakan sebagai
antiseptik pada konsentrasi yang rendah (0,5-2%). Dalam menghambat aktivitas bakteri, fenol
bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak membran sel.
2. Penetapan kadar triklorokarbanilida dalam sediaan sabun cuci tangan secara
spektrofotodensitometri
1) Prosedur Asli
a. Larutan Uji
Sejumlah cuplikan setara dengan lebih kurang 10 mg triklorokarbanilida
ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi 50 mL
paraffin cair, 2,5 mL asam klorida 4 M dan 25 mL etanol 96%, diaduk dan
dipanaskan di atas tangas air sampai meleleh, di tuang ke dalam labu tentukur
50-mL, diencerkan dengan etanol 96% hingga tanda, dikocok dan disaring
melalui natrium sulfat anhidrat (A).
b. Larutan Baku
Sejumlah lebih kurang 10 mg Triklorokarbanilida BP ditimbang seksama,
dimasukkan ke dalam labu tentukur25-mL ditambah etanol 96% hingga
tanda, dikocok (B).
c. Cara Pemisahan
Larutan A dan B masng-masing ditotolkan secara terpisah dan dilakukan
kromatografi lapis tipis sebagai berikut:
Fase diam : Silica gel GF
Fase gerak : Toluen – asam asetat glasial (80-20)
Penjenuhan : Dengan kertas saring
Volume penotolan : Larutan A 100 𝜇𝐿 dan larutan B 50 𝜇𝐿
Jarak rambat : 15 cm
Penampak bercak : cahaya ultra violet 254 nm
d. Cara Penetapan
Bercak A dan B yang mempunyai harga Rf sama, ditandai dan dikerok. Hasil
kerokan bercak A dan B, dimasukkan ke dalam labu tentukur 5-mL, dilarutkan
dengan etanol 96% hingga tanda, dikocok dan disaring. Dibuat larutan blangko
dengan cara yang sama dari hasil kerokan lapis tipis yang tidak ada bercak pada
Rf yang sama sebanyak lebih kurang sama dengan kerokan bercak.
Larutan bercak A dan bercak B masing-masing diukur pada panjang gelombang
serapan maksimum lebih kurang 265 nm.
Kadar triklorokarbanilida dalam sabun adalah:
𝐴𝑢 𝐵𝑏
× × 𝐹 × 100%
𝐴𝑏 𝐵𝑢
Au = serapan larutan uji
Ab = serapan larutan baku
Bb = bobot oksibenzon BP yang ditimbang dalam mg
Bu = bobot cuplikan yang ditimbang dalam mg
F = faktor pengenceran baku
2) Prosedur Modifikasi
f. Larutan Uji
Sejumlah cuplikan setara dengan lebih kurang 10 mg triklorokarbanilida
ditimbang seksama, dimasukkan kedalam gelas piala yang berisi 2,5 ml
paraffin cair, 1,25 ml asam klorida 4 M dan 12,5 ml etanol 96% diaduk dan
dipanaskan diatas tangas air sampai meleleh, dituang kedalam labu tentukur
25 ml, diencerkan dengan etnaol 96% hingga tanda, dikocok dan disaring
melalui natrium sulfat anhidrat (A).
g. Larutan Baku
Sejumlah lebih kurang 10 mg triklorokarbanilida BP ditimbang seksama,
dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah etanol 96% hingga tanda,
kocok (B).
h. Penetapan Kadar
Larutan A dab B masing-masing ditotolkan secara terpisah dan dilakukan
kromatografi lapis tipis sebagai berikut:
Fase diam : Silica Gel GF254
Fase gerak : Toluen – Asam Asetat Glasial (80-20)
Penjenuhan : Dengan kertas saring
Volume penolotan : Larutan A dan larutan B masing-masing 8 𝜇𝐿
Jarak rambat : 8,5 cm
Penampak bercak : Cahaya ultraviolet 254 nm
i. Cara Penetapan
Diukur secara spektrofotodensitometri pada panjang gelombang maksimum ±
265 nm.
b. Larutan Baku
1) Ditimbang seksama baku triklorokarbanilida BP sebanyak lebih kurang
10 mg dan dimasukkan kedalam labu tentukur 25 mL
2) Tambahkan etanol 96% sampai tanda dan homogenkan
5) Data percobaan
6) Rumus Perhitungan
Keterangan:
Tu : Tinggi puncak bercak larutan uji
Tb : Tinggi puncak bercak larutan baku
Bb : Bobot Baku Trikolokarbanilida
Bu : Bobot Uji
Fu : Faktor pengenceran larutan uji
Fb : Faktor pengenceran larutan baku
KB : Kemurnian baku
7) Perhitungan
a. Bobot Jenis
b. Data penimbangan
1) Cara I (berdasarkan Netto)
Netto = 200 mL
Ket : dicurigai
Data ditolak jika :
xi x 2,5d
0,1063 - 0,1256 ≧ 2,5 x 0,0035
0,0193 ≧ 0,0088
Karena perhitungan xi x 2,5d , maka data tersebut ditolak
Ket : dicurigai
Data ditolak jika :
xi x 2,5d
Ket : dicurigai
Data ditolak jika :
xi x 2,5d
0,000154
0,00392
n 1 11 1
SD
RSD 100%
x
0,00392
100%
0,1256
3,12%
Maka batas-batas kepercayaan untuk probability level (95%) dari data analisa kadar sampel
diatas adalah:
0,1256 ± (2,23 x 0,00392)
0,1256 ± (0,0087)
(0,1169% - 0,1343% )
8) Persyaratan
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. HK.
03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika
dinyatakan bahwa persyaratan batas kadar maksimum bahan aktif triklorokarbanilida
dalam produk akhir adalah sebesar 1,5 %.
9) Kesimpulan
10) Pembahasan
Semakin kecil konsentrasi analit dalam matriks contoh maka semakin besar toleransi
simpangan baku relatif yang diperbolehkan.
Kadar triklorokarbanilida yang diperoleh setelah dhitung secara statistik
menggunakan batas-batas kepercayaan untuk probability level 95% masuk dalm rentang
0,1169 % - 0,1343 %. Batas – batas kepercayaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah
hasil yang diperolah valid atau tidak. Pada saat perhitungan, dipakai batas kepercayaan
95% (T 85%) karena batas ini dipakai untuk percobaan laboratorium, sedangkan batas
kepercayaan 99% (T 99%) dipakai untuk data hasil survey.
PERTANYAAN
a. Pilihan ganda
1. Apa fungsi parafin dan HCl 4M?
A. Pemecah lemak
B. Pelarut
C. Suasana asam
D. Untuk menarik air dalam sampel
2. Apa fungsi penambahan natrium sulfat anhidrat?
A. Pemecah lemak
B. Untuk menarik air dalam sampel
C. Pelarut
D. Suasana asam
3. Apa fungsi etanol?
A. Pemecah lemak
B. Untuk menarik air dalam sampel
C. Suasana asam
D. Pelarut
4. Manakah yang tidak termasuk bahan yg biasa ditambahkan dalam kosmetika?
A. Emulgator
B. Pengawet
C. Penghancur
D. Antiseptik
5. Apa antiseptik yng biasa ditambahkan dalam pembuatan kosmetik?
A. Fenol
B. Paraffin
C. Apricot
D. Sulfur koloidal
6. Berapa titik didih triklorokarbanilid?
A. 125-126°C
B. 245-254°C
C. 70-90°C
D. 150-160°C
7. Dibawah ini yang bukan zat antiseptik adalah?
A. Surfaktan
B. Triclosan
C. Triklorokarbanilid
D. Heksaklorofen
8. Apa syarat ideal antiseptik?
A. Kerja nya lama dan tidak tahan lama
B. Toksisitas tinggi
C. Daya kerja nya tidak tidak dikurangi oleh zat-zat organis
D. Bakteriostatik
9. Berapa kadar maksimum triklorokarbanilid yang di perbolehkan dalam produk akhir?
A. 3%
B. 1,5 %
C. 2 %
D. 2,5 %
10. Pengujian sabun antiseptik yang bertujuan untuk menguji kemampuan antibakteri
suatu zat antiseptik menggunakan metode ?
A. Spektrofotometri
B. Titrasi iodimetri
C. Kirby bauer
D. Pewarnaan gram
b. Essay
1) Wasitaatmadja SM. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UIP; 1997. 29-31,36,94-
102,145-146,151-152 p. Rineka Cipta
2) Herdiana. Penetapan Kadar Triklorokarbanilida dalam Sediaan Sabun Cuci Tangan
Secara Spektrofotodensitometri. Jakarta; 2014.
3) Rostamailis D. Penggunaan Kosmetik, Dasar kecantikan & berbusana yang serasi.
Jakarta: Rineka Cipta; 2005. 8-11 p.
4) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta: Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI; 2011.
5) Standar Nasional Indonesia. Kodeks Kosmetika Indonesia Edisi II. Jakarta: Departemen
Kesehatan; 1993.
6) Fitri L. Kemampuan Daya Hambat Beberapa Macam Sabun Antiseptik Terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univ Syiah Kuala.