Anda di halaman 1dari 33

A.

Kosmetika
1. Pengertian Kosmetika
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No.HK 00.05.42.10.18 tentang Bahan Kosmetik. Kosmetika adalah
bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar), atau gigi
dan membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan,
mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik.
2. Tujuan Penggunaan Kosmetika
a. Mencegah kulit dari pengaruh-pengaruh luar yang merusak misalnya sinar
matahari, perubahan cuaca, dan sebagainya.
b. Mencegah lapisan terluar kulit dari kekeringan, terutama orang-orang yang
tinggal di daerah yang iklimnya dingin seperti daerah pegunungan yang selalu
lembab dan diselimuti awan.
c. Mencegah kulit cepat kering dan berkeriput, karena kosmetik menembus ke
bawah lapisan luar dan memasukkan bahan-bahan aktif ke lapisan-lapisan
yang terdapat lebih dalam.
d. Melekat di atas permukaan kulit untuk mengubah warna atau rona daersh kulit
tertentu.
e. Memperbaiki kondisi kulit misalnya kulit yang kering, normal, berminyak, dan
sebagainya.
f. Menjaga kulit tetap remaja (kencang).
g. Mengubah rupa atau penampilan misalnya, bila telah dipakai kosmetik yang
diinginkan sehingga orang memandang kita ada perasaan berubah, bertambah
cantik/segar atau sebaliknya.
3. Fungsi Kosmetika
Berdasarkan hal diatas yaitu dengan mengetahui definisi dari kosmetik dan
tujuannya, maka dirasa perlu lagi untuk mengetahui dan memahami fungsi-fungsi
dari kosmetik, agar kita dapat mrmanfaatkan setiap kosmetik yang diperlukan.
Bahan-bahan yang terkandung di dalam suatu kosmetik mempunyai fungsi yang
berbeda-beda. Dimana fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pelarut (solvent)
Suatu larutan terdiri ata suatu zat pelarut dan zat yang dilarutkan
didalamnya. Zat yang dilarutkan dapat berbentuk padat, cair atau gas.
Umumnya sebagai pelarut dipakai air, alcohol dan sebagainya.
b. Emulgator
Suatu bahan yang memungkinkan tercampurnya minyak/lemak dengan
air menjadi suatu campuran yang homogen. Emulgator ini dikenal dua macam
emulsi yakni emulsi w/o (water oil) artinya jumlah minyak lebih banyak
daripada air. Dan yang satu kagi disebuh dengan o/w (oil water) artinya jumlah
air lebih banyak daripada minyak. Disamping itu suatu emulgator memiliki
sifat untuk menurunkan tegangan permukaan antara dua cairan (surfactant).
Contoh beberapa emulgaot antara lain: asama-asam lemak seperti sentil
alcohol, gliseril monostearat, trietanolamena, maksudanya dari ketiga contoh
ester asam-asam lemak tersebut adalah bahan-bahan dasar untuk membuat
krim. (setiap kosmetik yang berbentuk krim berarti mengandung bahan dasar
tersebut.
c. Pengawet (preservative)
Bahan pengawet digunakan untuk meniadakan pengaruh kuman-kuman
terhadap kosmetik, sehingga kosmetik tetap stabil. Sebagai bahan pengawet
banyak dipakasi senyawa-senyawa asam benzoat yaitu nipagin.
d. Pelekat (adhesive)
Bahan pelekat biasanya terdapat dalam kosmetik seperti bedak. Agar
bedak tersebut mudah melekat pada kulit dn tidak lepas atau habis. Bahan
pelekat yang sering dipakai yakni seng stearate dan magnesium stearate
(semacam zat kimia) di dalam bedak. Dengan demikian bedak akan bertahan
lama, terhindar dari gangguan hama-hama lainnya atau kuman.
e. Pengencang (astringent)
Bahan pengencang mempunyai daya untuk mengerutkan dan
menciutkan jaringan kulit. Agar kosmetik pengencang kulit ini dapat bekerja
dengan sempurna, maka biasanya dipakai zat-zat yang bersifat asam lemak
dalam kalori rendah, alcohol, dan zat-zat yang bersifat asam lemak dalam
kalori rendah,alcohol, dan zat-zat khusu lainnya.
f. Penyerap (absorbent)
Bahan penyerap mempunyai data mengabsorbsi cairan maksudnta
mengandung daya serap yang tinggi. Hal ini sangat berguna untuk menyerap
keringat di muka/tubuh lainnya.
g. Antiseptik
Suatu zat yang sangat berguna untuk pembunuh hama, dan kuma-
kuman. Di dalam kosmetik sangat diperlukan agar kosmetik yang dipakai
aman dan tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
4. Fungsi Kosmetika
Sehubungan dengan fungsi bahan-bahan diatas, maka akan dapat diperoleh
manfaat-manfaat dari kosmetik. Manfaat yang diperoleh antara lain:
a. Membersihkan kulit tubuh atau kulit kepala.
b. Mencegah timbulnya keriput.
c. Mengencangkan kulit-kulit yang kendor.
d. Menyuburkan rambut.
e. Menghindari beberapa gangguan kulit baik dari luar maupun dari dalam,
seperti noda-noda, flek dan sebagainya.
f. Menghaluskan kulit.
g. Mempercantik seseorang.
h. Merubah penampilan seseorang.
5. Penggolongan Kosmetika
Menurut Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI membagi kosemetika
dalam :
1. Preparat untuk bayi
2. Preparat untuk mandi
3. Preparat untuk mata
4. Preparat wangi-wangian
5. Preparat untuk rambut
6. Preparat untuk rias
7. Preparat untuk pewarna rambut
8. Preparat untuk kebersihan mulut
9. Preparat untuk kebersihan badan
10. Preparat untuk kuku
11. Preparat untuk cukur
12. Preparat untuk perawatan kulit
13. Preparat untuk proteksi sinar matahari

a. Penggolongan menurut sifat dan cara pembuatan


1) Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern
(termasuk didalamnya cosmedics)
2) Kosmetik tradisional:
a) Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari
bahan alam dan diolah menurut resep dan cara yang turun-temurun.
b) Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet
agar tahan lama.
c) Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar-benar
tradisional dan diberi zat warna yang menyerupai bahan tradisional
b. Penggolongan menurut penggunaanya pada kulit
1) Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics). Jenis ini perlu untuk
merawat kebersihan dan kesehatan kulit, termasuk didalamnya:
a) Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun, cleansing
cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener).
b) Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya
moisturizring cream, night cream, anti wrinkle cream.
c) Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen foundation, sun block
cream/lotion.
d) Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling),
misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang
berfungsi sebagai pengampelas (abrasiver).
2) Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)
Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga
menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek
psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confidence). Dalam
kosmetik riasan, peran zat warna dan zat pewangi sangat besar.
B. Sabun
1. Sejarah
Catatan pertama mengenai penggunaan sabun berasal dari Sumeria, bangsa
Semit, 4500 tahun yang lalu yang menggunakan lemak tumbuhan dan bubuk kayu
sebagai pembersih kulit dan baju. Inilah sabun konvensional pertama dalam sejarah
peradaban manusia. Seorang tabib Yunani (Galen, 2 SM) menulis tentang bahan
pembersih yang disebut sapo yang berkhasiat pembersih dan menyembuh luka.
Sejak saat itu penggunaan sabun meluas ke seluruh pelosok dunia melalui
perdagangan dan penyebaran agama.
Penggunaan sabun di kamar mandi menjadikan sabun sebagai salah satu kosmetika
toilet sehingga disebut toilet soap. Di kemudain hari ternyata sabun bukan
pembersih yang ideal. Pertama, sabun cenderung mengendapkan ion K dan Mg
yang terdapat di dalam air yang akan mengurangi daya pembersih sabun. Kedua,
sabun terdiri atas substansi alkali kuat (NaOH dan KOH) dan asam lemak yang
dapat mengiritasi kulir untuk menanggulangi hal tersebut, pada awal abad ke-19
dicoba penggunaan sulfoleat (dibuat dai asam sulfat dan minyak zaitun), alkil
naftalen sulfonate, fatty alcohol sulfat, alkil benzene sulfonate, dan alkilfenol
poliglikol ester.
Untuk menanggulangi masalah kedua, secara sintetik dibuat bahan sulfat alcohol
baru dan minyak sulfonate. Blank (1939) membuat formula yang terdiri atas 25%
sulfonate olive oil dan tea seed oil, 25% petroleum liqiuid, dan 50% air. Dalam
bentuk larutan 2%, formula ini mmpunyai pH antara 6-7 dan penggunaanya pada
kulit eksematosa berhasil dengan baik. Kemudia dibuat berbagai macam bahan
sintetik lain. Bahan yang semula diproduksi untuj mencuci pakaian dicoba dalam
konsentrasi berbeda untuk membuat sabun sintetik.
Secara kimia fisik, bahan pembersih ini bersift surface active substance
(surfaktan), sehingga berdaya larut baik terhadap kotoran lemak. Tidak semua jenis
surfaktan sintetik dapat digunakan untuk pembersih kulit. Berbagai substansu lain
diperlukan, misalnya protector terhadap kulit dan anti iritasi. Selain sebagai
pelarut, surfaktan dapat bekerja sebagai pembasah, pembentukan busa, dan
pengemulsi. Terdapat dua jenis surfaktan yang dikenal, yaitu:
a. Surfaktan ionik, yakni surfaktan yang bila terlarut dalam pelarut (air) akan
terurai menjadi ion negative dan positif.
b. Sufaktan nonionic (tidak berionisasi), misalnya fatty alcohol, poliglikol ester.
2. Komposisi Sabun
Sabun yang dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam alkali serta
sabun deterjen saat ini yang dibuat dari bahan sintetik, biasanya mengandung
surfaktan, pelumas, antioksidan, deodorant, warna, parfum, pengontrol pH, dan
bahan tambahan khusus.
a. Surfaktan
Surfaktan merupakan bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak
yang dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12) dan
minyak zaitun (asam lemak C16-C18). Penggunaan bahan berbeda
menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia.
b. Pelumas
Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak
saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang
lunak, missal: asam lemak bebas, gliserol, paraffin lunak, cocoa butter,
minyak almond, dan sebagainya. Bahan bahan tersebut selain meminyaki kulit
juga dapat menstabilkan busa.
c. Antioksidan
Untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan
bahan penghambat oksidasi misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxy toluene
(0,02%-0,1%).
d. Deodorant
Deodorant dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun
oleh karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi. Bahan yang
digunakan adalah TCC (Trichloro carbanilide) dan 2-hidroxy 2,4,4-
triclodiphenyl ester.
e. Warna
Kebanyakan sabun berwarna coklat, hijau biru, putih, atau krem.
Pewarna sabun diperbolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang
ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali
(0,01-0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun
untuk menimbulkan efek berkilau.
f. Parfum
Pewangi ini harus berada dalam Ph dan warna yang berbeda. Setiap
pabrik memilih bau dan wana sabun bergantung pada pemintaan pasar atau
masyarakar pemakainya.
g. Pengontrol pH
Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat dapat
menurunkan pH sabun.
h. Bahan Tambahan Khusus
Dewasa ini dikenal berbagai macam sabun khusus, misalnya:
 Superfatty yang ditambahkan lanolin atau paraffin.
 Transparan yang ditambahkan sukrosa dan gliserin.
 Deodorant, yang ditambahkan triklorokarbon, heksaklorofen, diklorofen,
triklosan, dan sulfur koloidal.
 Antiseptic yang ditambahkan bahan antiseptic misalnya fenol, kresol,
trikolorokabanilida dan sebagainya.
 Sabun bayi yang lebih berminyak dan pH netral.
 Sabun netral, mirip dengan sabun bayi dengan konsentrasi dan tujuan
yang berbeda.
 Apricot, dengan menambahkan apricot atau monosulfiram.
3. Efek Samping Sabun pada Kulit
Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik berupa kotoran
yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak. Namun, dengan penggunaan
sabun kita akan mendapatkan efek lain pada kulit, misalnya daya alkalinisasi kulit,
pembengkakan dan pengeringan kulit, denaturasi protein dan ionisasi,
antimicrobial, antiperspirasi, dan lain sebagainya.

a. Daya Alkalinisasi Kulit


Daya alkalinisasi sabun dianggap sebagai factor terpenting dalan efek
samping sabun. Reaksi basa yang terjadi pada sabun yang melepaskan ion OH
sehingga pH larutan sabun ini berada antar 9-12 dianggap penyebab iritasi
pada kulit. Bila kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan naik beberapa menit
setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air. Pengasaman
kembali terjadi sekitar 5-10 menit, dan setelah 30 menit pH kulit menjadi
normal kembali. Alkalinisasi dapat menimbulkan kerusakan kulit bila kontak
berlangsung lama, misalnya pada tukang cuci, pembilasan tidak sempurna,
atau pH sabun yang sangat tinggi. Pada tahun-tahun terakhir beberapa peneliti
membuktikan bahwa sifat iritasi sabun tidak bergantung pada pH sabun, tetapi
pada lamanya sabun berada di kulit setelah dibilas dan bagaimana absorpsi
kulit terhadap sabun.
b. Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit
Kontak air (pH 7) pada kulit yang lama akan menyebabkan lapisan
tanduk kulit membengkak akibat kenaikan peremeabilitas kulit terhadap air.
Cairan yang mengandung sabun dengan ph alkalis akan mempercepat
hilangnya mantel asam pada lemak kulit permukaan sehingga pembengkakan
kulit akan terjadi lebih cepat. Besarnya kerusakan lapisan lemak kulit yang
terjadi bergantung pada temperature, konsentrasi, waktu kontak, dan tipe kulit
pemakai. Kerusakan lapisan lemak kulit juga dapat menambah kekeringan
kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air. Enambahan sabun dengan bahan-
bahan pelumas dapat mengurangi efek ini.
c. Daya Deanturasi Protein dan Ionisasi
Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion kalsium (K) dan
Magnesium (Mg) di lapisan atas kulit. Pada kulit yang kehilangan lapisan
tanduk, pengendapan K+ dan Mg+ akan mengakibatkan reaksi alergi.
pengendapan K+ dan Mg+ diatas lapisan epidermis akan menutup folikel
rambut dan kelenjar palit sehingga menimbulkan infeksi oleh kuman yang
larut dalam minyak.
d. Daya Antimikrobial
Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation. Mempunyai daya
antimikroa, apalgi bila ditambah bahan antimikroba. Daya antimikroba ini
terjadi pula akibat kekeringan kulit, pembersihan kulit, oksidasi di dalam sel
keratin, daya pemisah surfaktan, dan kerja mekanis air.
e. Daya Antiperspirasi
Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Pada
percobaan dengan lautan natirum lauril sulfat, didapat penurunan produksi
kelenjar keringat antara 25-75%.
C. Antiseptik
Antiseptik merupakan bahan kimia yang mencegah multiplikasi organisme pada
permukaan tubuh, dengan cara membunuh mikroorganisme tersebut atau mengahmbat
pertumbuhan dan aktivitas metaboliknya. Beberapa antiseptik mampu membunuh
kuman (bakteriosid), sedangkan yang lain hanya mencegah atau menghambat
pertumbuhan mereka (bakteriostatik). Antiseptik berbeda dengan antibiotic yang
membunuh mikroorganisme di dalam tubuh, sedangkan desinfektan menghancurkan
mikroorganisme pada benda mati. Antiseptik dapat membunuh kuman apatogen atau
patogen, misalnya heksaklorofen, triclosan, triklorokarabinilid, amonium kwartener,
ion exchange resin. Sirih merupakan antiseptik tradisional yang banyak digunakan di
indonesia. Syarat ideal antiseptika yaitu:
1. Mulai kerjanya cepat dan bertahan lama.
2. Berkhasiat mikrobisida yang luas terhadap kuman, jamur dan sporanya, ragi, virus,
serta protozoa.
3. Toksisitasnya rendah dan saya absorpsinya melalui kulit dan selaput lendir.
4. Daya kerjanya tidak dikurangi oleh zat-zat organis, seperti nanah dan darah.
D. Triklorokarbanilida
Triklorokarbanilida merupakan antiseptik yang dapat menghambat atau membunuh
bakteri gram positif tetapi tidak efektif untuk melawan bakteri gram negatif dan beberapa
golongan jamur. Triklorokarbanilida umumnya digunakan dalam sabun.
Rumus bangun triklorokarbanilid:
Rumus molekul : C13H19Cl3N2O
Berat molekul : 315,19
Rumus kimia : N-(4-klorofenil)-N'-(3,4-
diklorofenil) urea-3,4,4'-triclorocarbanilide
Kemurnian : mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C13H19Cl3N2O dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (kodeks kosmetika
Indonesia.1997 halaman 305)
Bentuk : serbuk halus berwarna putih
Titik lebur : 245-254°C
Kelarutan : mudah larut dalam etanol p, aseton, propylene glycol, dimehyl phtalate, dan
tidak larut dalam air
Kegunaan : biosida, deodorant, pengawet dan antiseptik dalam sabun.
METODE PENELITIAN

A. Parameter
1. Uji antimikrobial sabun antiseptik

1) Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Rancangan Acak
Kelompok Sub Sampling, dengan 6 perlakuan yaitu sabun A, B, C, dan D dengan
konsentrasi 50%, kontrol negatif (akuades) dan kontrol positif (fenol 2 %).
Masingmasing perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

2) Alat dan Bahan


b. Alat c. Bahan
 Oven  4 sampel sabun yang akan
 Timbangan diperiksa (sabun A, sabun B,
 Pengaduk sabun C dan sabun D)
 Cawan petri steril  Media Mueller Hinton Agar
 Tabung reaksi (MHA),
 Pipet ukur  Biakan bakteri Staphylococcus
 Batang penyebar aureus dan Escherichia coli yang
 Pinset berumur 24 jam,
 Autoklaf  Fenol 2%
 Inkubator  Aquades steril,
 Jarum ose  Kertas cakram kosong,
 Kompor listrik  Larutan pembanding McFarland
 Labu Erlenmeyer 0,5 dan alkohol 70%,
 Gelas ukur  Kapas, kertas label dan
 Lampu spiritus dan alumunium foil
spidol.
3) Cara Kerja

a. Pembuatan media Mueller Hinton Agar (MHA)

Media MHA ditimbang sebanyak 6 gram dimasukkan ke dalam


erlenmeyer 1000 ml, kemudian dilarutkan dengan 200 ml aquades steril,
dipanaskan sampai mendidih. Kemudian media MHA yang dibuat dalam
erlenmeyer ditutup dengan kertas alumunium foil dan disterilkan dalam autoklaf
selama 15 menit dengan suhu 121oC. Kemudian media dituangkan ke dalam
cawan petri yang akan digunakan, selanjutnya setelah media menjadi padat,
maka cawan petri yang berisi media dibungkus kemudian disimpan dalam lemari
es. Media dapat digunakan langsung pada saat akan inokulasi.

b. Pembuatan suspensi sabun antiseptik

Masing-masing sabun ditimbang sebanyak 3 gram kemudian dimasukkan


dalam tabung reaksi dan ditambah aquades 3 ml kemudian dilarutkan sampai
larut. Setelah itu disterilkan menggunakan autoklaf.

d. Pembuatan suspensi bakteri.

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dibiakkan pada media MHA


terlebih dahulu selama 24 jam. Kemudian koloni S. aureus dan E. coli hasil
biakan tersebut diambil satu ose dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah
berisi aquades steril, dengan cara koloni bakteri dikocok sampai koloni halus dan
tercampur dengan suspensi media sampai terbentuk kekeruhan. Selanjutnya
disetarakan dengan standar McFarland (McF) 0,5.

e. Uji antimikrobial sabun antiseptik.

Uji antimikrobial dilakukan dengan metode kirby-bauer, menggunakan cakram.


Tiap cawan petri yang berisi media MHA yang telah disterilkan dimasukkan
masingmasing 0,1 ml suspensi bakteri dengan kekeruhan yang sesuai standar McF 0,5
menggunakan pipet volume steril. Kemudian disebarkan atau diratakan dengan batang
penyebar steril hingga suspensi bakteri merata diseluruh permukaan media.

Selanjutnya setelah kering diletakkan kertas cakram yang telah berisi sabun
antiseptik yang diinginkan di atas media yang telah dibagi menjadi 4 bagian
dengan konsentrasi masing-masing sampel 50% dengan volume 20 µl.
Kemudian pada MHA lain diletakkan cakram yang berisi kontrol negatif
(aquades) dan kontrol positif (fenol sebagai antiseptik) pada daerah yang
berbeda.
Selanjutnya media diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan diamati
pertumbuhan bakteri dengan zona hambat pada setiap daerah. Apabila zona
hambat belum tampak, maka media diinkubasi lagi selama 24 jam. Zona hambat
yang terbentuk diukur diameternya dengan menggunakan penggaris dalam
milimeter.

4) Hasil Pengujian

a. Rata-rata diameter zona daya hambat akibat pemberian beberapa suspensi sabun
antiseptik dan fenol 2%. Tabel 1.
Perlakuan (konsentrasi Diameter daya
50%) hambat

P1 (suspensi sabun A) 15,6b ± 7,06

P2 (suspensi sabun B) 11,5ab ± 4,46

P3 (suspensi sabun C) 9,83ab ± 2,78

P4 (suspensi sabun D) 25,16c ± 3,43

P5 (akuades) 5,00a ± 0,00

P6 (fenol) 15,0ab ± 3,09

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom atau baris
yang sama tidak berbeda nyata berdasar uji DMRT pada α = 0,05.

5) Persyaratan

Klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri menurut Greenwood yang disitasi


oleh Pratama (2005).

Diameter zona Respon hambatan


hambat pertumbuhan

...> 20 mm Sangat kuat

10 - 20 mm Kuat

5 - 10 mm Sedang

≤ 5 mm Lemah
6) Kesimpulan

a. Sabun antiseptik memiliki daya hambat yang berbeda dalam menghambat


pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
b. Kemampuan sabun A, B dan C setara dengan fenol 2%.
c. Diameter zona hambat pada sabun D lebih besar karena selain mengandung
triclosan dan triclocarban juga menggunakan benzyl alkohol sebagai bahan
antiseptik.

7) Pembahasan

Hasil penelitian diperoleh bahwa suspensi sabun antiseptik A, B, C dan D dengan


konsentrasi 50% terhadap kedua bakteri uji membentuk zona hambat terhadap pertumbuhan
bakteri dengan rata-rata diameter 15,6 mm, 11,5 mm, 9,83 mm dan 25,16 mm. Pemberian
akuades sebagai kontrol negatif memiliki rata-rata diameter 5,00 mm sedangkan pemberian
fenol sebagai kontrol positif dengan konsentrasi 2% membentuk zona hambat dengan
diameter rata-rata 15,00 mm.
Hasil Analisis Varian dari kedua bakteri yang diuji menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata. Uji suspensi sabun antiseptik memperlihatkan pengaruh yang sangat nyata terhadap
diameter daya hambat (P<0,01). Hasil Uji Jarak Ganda Duncan (UJGD) pada taraf 0,05
dapat dilihat pada tabel 1.
Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa diameter zona hambat yang paling besar ditemukan
pada perlakuan P4 yaitu sabun D, dengan jumlah rata-rata 25,16 mm dan sangat berbeda
nyata dengan semua perlakuan lainnya. Pada P1, P2, P3, P5 dan P6 tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa sabun A, B dan C memiliki kemampuan
yang sama dengan fenol 2%.
Tabel 1 juga menunjukkan fenol mampu menghambat pertumbuhan Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli. Zona hambat yang terbentuk akibat pemberian suspensi sabun
antiseptik dalam konsentrasi 50% dan fenol 2% pada pertumbuhan bakteri S. aureus dapat
dilihat pada gambar 1 dan 2.
Keterangan :

A : Sabun yang mengandung


triclosan dan triclocarban
B : Sabun yang mengandung
triclocarban
C : Sabun yang mengandung
chloroxylenol
D : Sabun yang mengandung
triclosan dan triclocarban
1 : Cakram yang mengandung
sabun antiseptik
2 : Koloni Bakteri
3 : Zona Hambat

Gambar 2. Zona hambat fenol dan aquades


terhadap pertumbuhan S. aures pada
konsentrasi 50%.
Keterangan :

A : Cakram yang mengandung fenol 2%


B : Cakram yang mengandung aquades
C : Zona Hambat
D : Koloni Bakteri

Apabila diameter zona hambat lebih besar dari 20 mm maka respon hambatan
pertumbuhannya sangat kuat sedangkan respon hambatan pertumbuhan dinyatakan lemah
jika diameter zona hambat ≤ 5 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi sabun
antiseptik 50% dapat digunakan sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Berdasarkan tabel diatas juga menunjukkan bahwa suspensi sabun
antiseptik dengan konsentrasi 50% dari kedua bakteri yang berbeda ini memiliki diameter
zona hambat yang berbeda-beda juga. Zona hambat yang dibentuk oleh fenol menunjukkan
respon hambatan pertumbuhan yang kuat. Sedangkan pada akuades tidak ada respon
hambatan pertumbuhan karena memiliki diameter zona hambat 5,00 mm yang merupakan
diameter dari cakram tersebut.

Pada hasil penelitian terlihat bahwa sabun D memiliki zona hambat yang paling besar
dibandingkan dengan sabun yang lain. Hal ini mungkin terjadi karena kandungan bahan aktif
yang berbeda dari ke empat sabun tersebut. Sabun A hanya mengandung triclosan dan
triclocarban sedangkan sabun B mengandung triclocarban dan sabun C hanya memiliki
kandungan bahan aktif chloroxylenol. Dilihat dari komposisi sabun tersebut, ternyata sabun
D selain mengandung triclosan dan triclocarban sebagai antibakteri, sabun tersebut juga
mengandung zat antibakteri lain yaitu benzyl alkohol. Menurut Rahardjo (2008) benzyl
alkohol tidak berwarna, berbentuk cairan dan berbau aromatik yang ringan. Biasa digunakan
pada sabun, parfum dan juga dibidang industri. Benzyl alkohol biasa digunakan sebagai
antiseptik karena memiliki sifat bakteriostatik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa diameter zona hambat yang terbentuk dari bakteri
Staphylococcus aureus berbeda dengan zona hambat yang terbentuk dari bakteri Escherichia
coli. Perbedaan besarnya zona hambat ini diduga dipengaruhi oleh struktur dinding sel antara
bakteri Staphylococcus aureus (gram positif) dan Escherichia coli (gram negatif). Hal ini
sesuai dengan Dharmawan et al. (2009) yang menyatakan bahwa adanya variasi besar zona
hambat yang diperoleh dalam penelitian disebabkan oleh senyawa metabolit skunder yang
dihasilkan oleh masing-masing bakteri yang memiliki struktur kimia, komposisi dan
kandungan yang berbeda.
Zona hambat yang terbentuk akibat pemberian suspensi sabun antiseptik dalam konsentrasi
50% dan fenol 2% pada pertumbuhan bakteri E.coli dapat dilihat pada gambar 3 dan 4.

Gambar 4.3. Zona Hambat suspensi sabun


antiseptik terhadap tumbuhan E.coli pada
konsentrasi 50%.
Keterangan :
A : Sabun yang mengandung triclosan dan triclocarban
B : Sabun yang mengandung triclocarban
C : Sabun yang mengandung chloroxylenol
D : Sabun yang mengandung triclosan dan triclocarban
1 : Cakram yang mengandung sabun antiseptik
2 : Koloni bakteri
3 : Zona Hambat

Gambar 4.3. Zona Hambat fenol tehadap


aquades pada pertumbuhan E.coli pada
konsentrasi 50%.
Keterangan :
A : cakram yang mengandung fenol 2%
B : cakram yang mengandung akuades
C : Zona Hambat
D : Koloni Bakteri

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rata-rata zona hambat yang terbentuk pada E. coli (gram
negatif) lebih kecil dibandingkan dengan S. aureus. Hal ini menunjukkan bawa E. coli lebih tahan
terhadap suspensi sabun antiseptik dibandingkan S. aureus. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Zuhud et al. (2001) bahwa bakteri gram negatif mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap
senyawa antimikroba dibandingkan bakteri gram positif.
Perbedaan zona hambat yang terjadi antara ke dua bakteri tersebut di duga terjadi karena
kandungan dinding sel yang berbeda. Ajizah et al. (2007) menyatakn bahwa dinding sel
bakteri gram positif terdiri atas peptidoglikan sangat tebal yang memberikan kekakuan untuk
mempertahankan keutuhan sel. Campbell et al. (1996) menyatakan bahwa dinding sel gram
negatif mengandung lipopolisakarida yang membantu melindungi bakteri dari antibiotik
dengan cara menghalangi masuknya antibiotik.
Pada penggunaan fenol 2% sebagai bahan menunjukkan bahwa fenol mampu menghambat
pertumbuhan bakteri. Menurut Pelzcar dan Chan (1988) senyawa fenol dapat bersifat
bakterisidal atau bakteriostatik tergantung pada konsentrasi yang digunakan. Hal yang sama
juga dinyatakan oleh Todar yang disitasi oleh Rahayu (2007), fenol dapat di gunakan sebagai
antiseptik pada konsentrasi yang rendah (0,5-2%). Dalam menghambat aktivitas bakteri, fenol
bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak membran sel.
2. Penetapan kadar triklorokarbanilida dalam sediaan sabun cuci tangan secara
spektrofotodensitometri

1) Prosedur Asli
a. Larutan Uji
Sejumlah cuplikan setara dengan lebih kurang 10 mg triklorokarbanilida
ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi 50 mL
paraffin cair, 2,5 mL asam klorida 4 M dan 25 mL etanol 96%, diaduk dan
dipanaskan di atas tangas air sampai meleleh, di tuang ke dalam labu tentukur
50-mL, diencerkan dengan etanol 96% hingga tanda, dikocok dan disaring
melalui natrium sulfat anhidrat (A).

b. Larutan Baku
Sejumlah lebih kurang 10 mg Triklorokarbanilida BP ditimbang seksama,
dimasukkan ke dalam labu tentukur25-mL ditambah etanol 96% hingga
tanda, dikocok (B).

c. Cara Pemisahan
Larutan A dan B masng-masing ditotolkan secara terpisah dan dilakukan
kromatografi lapis tipis sebagai berikut:
Fase diam : Silica gel GF
Fase gerak : Toluen – asam asetat glasial (80-20)
Penjenuhan : Dengan kertas saring
Volume penotolan : Larutan A 100 𝜇𝐿 dan larutan B 50 𝜇𝐿
Jarak rambat : 15 cm
Penampak bercak : cahaya ultra violet 254 nm

d. Cara Penetapan
Bercak A dan B yang mempunyai harga Rf sama, ditandai dan dikerok. Hasil
kerokan bercak A dan B, dimasukkan ke dalam labu tentukur 5-mL, dilarutkan
dengan etanol 96% hingga tanda, dikocok dan disaring. Dibuat larutan blangko
dengan cara yang sama dari hasil kerokan lapis tipis yang tidak ada bercak pada
Rf yang sama sebanyak lebih kurang sama dengan kerokan bercak.
Larutan bercak A dan bercak B masing-masing diukur pada panjang gelombang
serapan maksimum lebih kurang 265 nm.
Kadar triklorokarbanilida dalam sabun adalah:
𝐴𝑢 𝐵𝑏
× × 𝐹 × 100%
𝐴𝑏 𝐵𝑢
Au = serapan larutan uji
Ab = serapan larutan baku
Bb = bobot oksibenzon BP yang ditimbang dalam mg
Bu = bobot cuplikan yang ditimbang dalam mg
F = faktor pengenceran baku

2) Prosedur Modifikasi
f. Larutan Uji
Sejumlah cuplikan setara dengan lebih kurang 10 mg triklorokarbanilida
ditimbang seksama, dimasukkan kedalam gelas piala yang berisi 2,5 ml
paraffin cair, 1,25 ml asam klorida 4 M dan 12,5 ml etanol 96% diaduk dan
dipanaskan diatas tangas air sampai meleleh, dituang kedalam labu tentukur
25 ml, diencerkan dengan etnaol 96% hingga tanda, dikocok dan disaring
melalui natrium sulfat anhidrat (A).

g. Larutan Baku
Sejumlah lebih kurang 10 mg triklorokarbanilida BP ditimbang seksama,
dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah etanol 96% hingga tanda,
kocok (B).
h. Penetapan Kadar
Larutan A dab B masing-masing ditotolkan secara terpisah dan dilakukan
kromatografi lapis tipis sebagai berikut:
Fase diam : Silica Gel GF254
Fase gerak : Toluen – Asam Asetat Glasial (80-20)
Penjenuhan : Dengan kertas saring
Volume penolotan : Larutan A dan larutan B masing-masing 8 𝜇𝐿
Jarak rambat : 8,5 cm
Penampak bercak : Cahaya ultraviolet 254 nm
i. Cara Penetapan
Diukur secara spektrofotodensitometri pada panjang gelombang maksimum ±
265 nm.

3) Alat dan bahan


a. Alat
 Spektrofotodensitometer
 Gelas piala 100 mL
 Labu tentukur 25 mL
 Gelas ukur 10 ml dan 25 ml
 Erlenmeyer 100 ml
 Batang pengaduk
 Syringe 100 𝜇𝐿
b. Bahan
 Triklorokarbanilida BP
 Asam klorida 4 M
 Paraffin Cair
 Natrium sulfat anhidrat
 Etanol 96%
 Toluen
 Asam asetat glasial
 Lempeng silika gel GF254
 Aquadest
 Kertas saring
4) Langkah kerja
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
a. Dibuat larutan uji dengan cara:
1) Dipanaskan lempeng slica gel GF254 dalam oven selama lebih kurang 30
menit pada suhu 105-110℃
2) Ditimbang seksama sampel setara dengan 10 mg triklorokarbanilida ke
dalam beaker glass
3) Ditambahkan 2,5 mL paraffim cair, 1,23 mL asam klorida 4 M, kemudian
ditambahkan 12,5 mL etanol 96%
4) Dilarutkan di atas tangas air
5) Masukkan kedalam labu tentukur 25 mL
6) Ditambahkan etanol 96% sampai tanda dan homogenkan
7) Disaring diatas kertas saring dengan penambahan natrium sulfat anhidrat
8) Siapkan lempeng lapis tipis dengan ukuran 20 x 9,7 cm dengan 11 titik
penotolan, jarak antar titik penotolan 1 cm, jarak antar tepi dengan titik
penotolan 2 cm jan jarak rambat eluen 85 mm pada komputer.
9) Ditotolkan sampel secara otomatis pada lempeng lapis tipis yang sudah
disiapkan sebelumnya dengan alat Linomat 5 dengan bantuan gas helium
10) Dibuat fase gerak toluen - asam asetat glasial (80:20) sebanyak 35 mL
kedalam erlenmeyer 100 mL, lalu dipisahkan eluen pada dua gelas ukur
masing-masing sebanyak 25 mL dan 10 mL.
11) Bershihkan chamber lalu dilapisi dengan kertas saring khusus, dimasukkan
fase gerak kedalam tabung khusus tempat eluen yang berada diatas alat
ADC (Automatic Developing Chamber)
12) Masukkan lempeng lapis tipis yang telah ditotolkan baku dan sampel
kedalam alat ADC, diset lama penjenuhan, conditioning plat dan lama
peneringan pada komputer, lalu dilakukan proses eluasi hingga tanda batas
secara otomatis.
13) Dilihat lempeng hasil eluasi dibawah sinar UV dengan panjang gelombang
265 nm, lalu dimasukkan lempeng kedalam alat CAMAG TLC Scanner 3,
ditentukan posisi x dan y pada komputer untuk mengukur kadar bercak saat
scanning.
14) Lakukan pengukuran bercak pada lempeng secara otomatis dan dilihat
hasilnya pada komputer
15) Hitung hasil kadarnya triklorokarbanilida yang diperoleh

b. Larutan Baku
1) Ditimbang seksama baku triklorokarbanilida BP sebanyak lebih kurang
10 mg dan dimasukkan kedalam labu tentukur 25 mL
2) Tambahkan etanol 96% sampai tanda dan homogenkan
5) Data percobaan

a. Data sampel dan baku


1) Sampel
Nama sampel : Sabun Cuci Tangan “X”
Netto : 200 ml
No. Batch : 002A
No. Reg : IDM000042947
Exp. Date : November 2016
Produksi : PT. “Y” Bekasi – Indonesia
Pemerian : Bentuk semi padat, bewarna bening dengan
butiran – butiran bewarna biru, berbau harum khas
Komposisi : Tetrasodium EDTA, Pentasodium Pentetate,
Curcuma Aromatica Root Oil, Glyceryl Laurate, Triclocarban 0,3 %
2) Baku
Nama baku : 3,4,4’-Trichlorocarbanilide (T.C.C)
No. Batch : TH – 1030813
Date of MFG : August – 2013
Best Before : August – 2015
Kemurnian : 99,33 %

b. Data Bobot Jenis


Penimbangan bobot jenis sampel
Penimbangan Hasil (gram)
Bobot Pikno Kosong 12,8346
Bobot Pikno + Aquadest 23,2036
Bobot Pikno + Sampel 23,3110
c. Data Penimbangan baku dan sampel
No. Keterangan Bobot Penimbangan (gram)
1 Baku 0,0101
2 Sampel 1 3.3743
3 Sampel 2 3,3711
4 Sampel 3 3,3740
5 Sampel 4 3,3730
6 Sampel 5 3,3726
7 Sampel 6 3,3726
8 Sampel 7 3,3725
9 Sampel 8 3,3727
10 Sampel 9 3,3730
11 Sampel 10 3,3726
12 Sampel 11 3,3727
13 Sampel 12 3,3724

d. Data hasil KLT Spektrofotodensitometer

No. Keterangan Tinggi Puncak Rf

1 Baku 384,79 0,34

2 Sampel 1 167,17 0,31

3 Sampel 2 167,68 0,32

4 Sampel 3 169,42 0,32

5 Sampel 4 164,73 0,31

6 Sampel 5 165,73 0,32

7 Sampel 6 161,03 0,31

8 Sampel 7 155,22 0,31

9 Sampel 8 165,95 0,31

10 Sampel 9 158,81 0,31

11 Sampel 10 156,70 0,30

12 Sampel 11 156,48 0,31

13 Sampel 12 137,56 0,32


e. Data hasil perhitungan kadar sampel

No. Keterangan Kadar (%)


1 Sampel 1 0,1291
2 Sampel 2 0,1296
3 Sampel 3 0,1308
4 Sampel 4 0,1273
5 Sampel 5 0,1281
6 Sampel 6 0,1244
7 Sampel 7 0,1199
8 Sampel 8 0,1282
9 Sampel 9 0,1227
10 Sampel 10 0,1211
11 Sampel 11 0,1209
12 Sampel 12 0,1063

6) Rumus Perhitungan

Kadar (%) Triklorokarbanilida dalam sabun cuci tangan:

Keterangan:
Tu : Tinggi puncak bercak larutan uji
Tb : Tinggi puncak bercak larutan baku
Bb : Bobot Baku Trikolokarbanilida
Bu : Bobot Uji
Fu : Faktor pengenceran larutan uji
Fb : Faktor pengenceran larutan baku
KB : Kemurnian baku

7) Perhitungan
a. Bobot Jenis
b. Data penimbangan
1) Cara I (berdasarkan Netto)
Netto = 200 mL

 Zat aktif = 0,3 g/100 mL x 200 mL = 0,6 gram (600 mg)

BP = 3,33 mL x BJ = 3,33 mL x 1,0104 g/mL = 3,3646 g

2) Cara II (Berdasarkan Etiket)


Etiket : 0,3 % = 0,3 g/100 mL

BP = 3,33 mL x BJ = 3,33 mL x 1,0104 g/mL = 3,3646 g

c. Perhitungan kadar sampel


Kadar rata-rata sampel = 0,1256 %

d. Seleksi data secara statistik 1


Pada sampel 12 yang diperoleh yaitu sebesar 0,1063%, hasil ini cukup
menyimpang dari hasil kadar yang lainnya dan ini patut dicurigai.
Apabila hasil analisis statistik yang didapat yaitu xi  x  2,5d , maka
hasil kadar tersebut harus ditolak.

Kadar (%) Kadar (%) Deviasi (d)


No.
xi xi |xi - x |
1 0,1291 0,1291 0,0035
2 0,1296 0,1296 0,0040
3 0,1308 0,1308 0,0052
4 0,1273 0,1273 0,0017
5 0,1281 0,1281 0,0025
6 0,1244 0,1244 0,0012
7 0,1199 0,1199 0,0057
8 0,1282 0,1282 0,0026
9 0,1227 0,1227 0,0029
10 0,1211 0,1211 0,0045
11 0,1209 0,1209 0,0047
12 0,1063 - -
Rata - Rata ( x ) 0,1256 0,0035

Ket : dicurigai
Data ditolak jika :
xi  x  2,5d
0,1063 - 0,1256 ≧ 2,5 x 0,0035
0,0193 ≧ 0,0088
Karena perhitungan xi  x  2,5d , maka data tersebut ditolak

e. Seleksi data secara statistik 2


Kadar (%) Kadar (%) Deviasi (d)
No.
xi xi |xi - x |
1 0,1291 0,1291 0,0035
2 0,1296 0,1296 0,0040
3 0,1308 0,1308 0,0052
4 0,1273 0,1273 0,0017
5 0,1281 0,1281 0,0025
6 0,1244 0,1244 0,0012
7 0,1199 - -
8 0,1282 0,1282 0,0026
9 0,1227 0,1227 0,0029
10 0,1211 0,1211 0,0045
11 0,1209 0,1209 0,0047
Rata - Rata ( x ) 0,1262 0,0032

Ket : dicurigai
Data ditolak jika :
xi  x  2,5d

0,1199 - 0,1262 ≧ 2,5 x 0,0032


0,0063 ≦ 0,0080
Karena perhitungan xi  x  2,5d , maka data tersebut diterima
f. Seleksi data secara statistik 3
Kadar (%) Kadar (%) Deviasi (d)
No.
xi xi |xi - x |
1 0,1291 0,1291 0,0035
2 0,1296 0,1296 0,0040
3 0,1308 - -
4 0,1273 0,1273 0,0017
5 0,1281 0,1281 0,0025
6 0,1244 0,1244 0,0012
7 0,1199 0,1199 0,0057
8 0,1282 0,1282 0,0026
9 0,1227 0,1227 0,0029
10 0,1211 0,1211 0,0045
11 0,1209 0,1209 0,0047
Rata - Rata ( x ) 0,1251 0,0033

Ket : dicurigai
Data ditolak jika :
xi  x  2,5d

0,1308 - 0,1251 ≧ 2,5 x 0,0033


0,0057 ≦ 0,0083
Karena perhitungan xi  x  2,5d , maka data tersebut diterima

g. Batas - batas kepercayaan


Kadar (%) Deviasi (d) d2
No. Keterangan
xi |xi - x | |xi - x |2
1 Sampel 1 0,1291 0,0035 0,000012
2 Sampel 2 0,1296 0,0040 0,000016
3 Sampel 3 0,1308 0,0052 0,000027
4 Sampel 4 0,1273 0,0017 0,000003
5 Sampel 5 0,1281 0,0025 0,000006
6 Sampel 6 0,1244 0,0012 0,000001
7 Sampel 7 0,1199 0,0057 0,000032
8 Sampel 8 0,1282 0,0026 0,000007
9 Sampel 9 0,1227 0,0029 0,000008
10 Sampel 10 0,1211 0,0045 0,000020
11 Sampel 11 0,1209 0,0047 0,000022
Jumlah (Ʃ) 1,3821 0,0385 0,000154
Rata - Rata ( x ) 0,1256 0,0035 0,000014

Standard Deviasi (SD) =  (x  x) 2


0,000154
 0,00392
n 1 11  1
SD
RSD  100%
x
0,00392
 100%
0,1256
 3,12%

Maka batas-batas kepercayaan untuk probability level (95%) dari data analisa kadar sampel
diatas adalah:
0,1256 ± (2,23 x 0,00392)
0,1256 ± (0,0087)
(0,1169% - 0,1343% )

8) Persyaratan

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. HK.
03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika
dinyatakan bahwa persyaratan batas kadar maksimum bahan aktif triklorokarbanilida
dalam produk akhir adalah sebesar 1,5 %.
9) Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian penetapan kadar triklorokarbanilida dalam sediaan sabun


cuci tangan secara spektrofotodensitometri dapat disimpulkan bawha sampel tersebut
Memenuhi Syarat (MS) sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan
Makanan RI No. HK. 03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis
Bahan Kosmetika bahwa persyaratan batas kadar maksimum zat aktif dalam produk
akhir adalah 1,5 % karena kadar triklorokarbanilida yang diperoleh dalam sediaan
sabun cuci tangan bermerek “X” adalah 0,1256 %.

10) Pembahasan

Penetapan kadar triklorokarbanilida dalam sediaan sabun cuci tangan secara


spektrofotodensitometri yang telah dilakukan menggunakan prosedur penetapan kadar
triklorokarbanilida dalam sabun secara KLT spektrofotodensitometri. Menurut prosedur
dilakukan penimbangan dalam satuan milimeter sehingga dihitung terlebh dahulu bobot
jenis dari sampel tersebut.
Penimbangan sampel mengacu pada etiket yang tertera pada sampel yaitu 0,3% dengan
kesetaraan penimbangan pada prosedur setara 10 miligram pada saat preparasi sampel
ditambahkan paraffin cair dan HCl 4 M yang berguna untuk memecah lemak. Karena
sampel yang diuji berbentuk emulsi antara air dan minyak maka untuk membuat
triklorokarbanilida tertarik sempurna oleh pelarutnya ditambahkan zat pemecah lemak.
Penyaringan larutan sampel dengan penambahan Natrium Sulfat anhidrat dilakukan
setelah sampel diencerkan dengan etanol 96% dalam labu tentukut 25 mL karena bila
disaring sebelum diencerkan dikhawatirkan akan mengurangi kadar sampel.
Pada penetapan kadar triklorokarbanilida dalam sediaan sabun cuci tangan penulis
menggunakan metode spektrofotodensitometri karena memiliki banyak kelebihan,
khususnya untuk analisis sampel dengan kadar yang sangat kecil sepert kosmetik. Hal ini
disebabkan pengukuran bercak pada alat TLC Scanner dilakukan pada posisi diam atau
zig-zag menyeluruh.
Pada pengujian secara spektrofotodensitometri diperoleh hasil bercak antara baku dan
sampel sejajar dengan nilai Rf yang hampir sama, sehingga untuk penegasannya
dilanjutkan pada proses deteksi untuk memberikan profil spektrum baku dan sampel.
Profil spektrum yang dihasilkan antara baku dan sampel identik yang menandakan
bahwa sampel benar mengandung triklorokarbanilida yang berguna sebagai antiseptik.
Meskipun profil spektrumnya mengalami pergerseran panjang gelombang namun sampel
tetap dikatakan positif mengandung triklorokarbanilida. Hal ini dapat disebabkan karena
alat dan reagen yag digunakan pasa saat pengujian berbeda dengan alat dan reagen yang
digunakan pada saat pembuatan prosedur (literatur).
Dari hasil perhitungan terdapat satu data yang kadarnya jauh berbeda dengan data
yang lain yaitu data ke-12. Oleh karena itu, dilakukan perhitungan analisa data secara
statistik dengan menggunakan aturan apabila hasil yang dicurigai dengan nilai rata-rata
tersebut besarnya lebih dari 2,5 penyimpangan rata-ratanya, maka hasil tersebut ditolak.
Pada saat percobaan diperoleh hasil data ke-12 yaitu 0,0193 ≧ 0,0088 sehingga data
tersebut ditolak dan data yang lainnya diterima. Perhitungan kasar rata-rata
triklorokarbanilida didapatkan hasil sebesar 0,1256 %.
Pada hasil pengujian, didapat simpangan baku relatif sebesar 3,12%. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pengerjaan kurang teliti karena % RSD yang diperolah lebih besar
dari pada % RSD yang telah ditentukan berdasarkan konsentrasi analit dalam matriks
contoh yaitu maksimal 3%. Konsentrasi analit dalam matriks contoh sampel tersebut
yaitu:
mg~ ~10 mg 10 mg 3030,3 mg
= = = = 3,03 g/kg
BP 3,3 g 0,0033 kg 1 kg

Semakin kecil konsentrasi analit dalam matriks contoh maka semakin besar toleransi
simpangan baku relatif yang diperbolehkan.
Kadar triklorokarbanilida yang diperoleh setelah dhitung secara statistik
menggunakan batas-batas kepercayaan untuk probability level 95% masuk dalm rentang
0,1169 % - 0,1343 %. Batas – batas kepercayaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah
hasil yang diperolah valid atau tidak. Pada saat perhitungan, dipakai batas kepercayaan
95% (T 85%) karena batas ini dipakai untuk percobaan laboratorium, sedangkan batas
kepercayaan 99% (T 99%) dipakai untuk data hasil survey.
PERTANYAAN

a. Pilihan ganda
1. Apa fungsi parafin dan HCl 4M?
A. Pemecah lemak
B. Pelarut
C. Suasana asam
D. Untuk menarik air dalam sampel
2. Apa fungsi penambahan natrium sulfat anhidrat?
A. Pemecah lemak
B. Untuk menarik air dalam sampel
C. Pelarut
D. Suasana asam
3. Apa fungsi etanol?
A. Pemecah lemak
B. Untuk menarik air dalam sampel
C. Suasana asam
D. Pelarut
4. Manakah yang tidak termasuk bahan yg biasa ditambahkan dalam kosmetika?
A. Emulgator
B. Pengawet
C. Penghancur
D. Antiseptik
5. Apa antiseptik yng biasa ditambahkan dalam pembuatan kosmetik?
A. Fenol
B. Paraffin
C. Apricot
D. Sulfur koloidal
6. Berapa titik didih triklorokarbanilid?
A. 125-126°C
B. 245-254°C
C. 70-90°C
D. 150-160°C
7. Dibawah ini yang bukan zat antiseptik adalah?
A. Surfaktan
B. Triclosan
C. Triklorokarbanilid
D. Heksaklorofen
8. Apa syarat ideal antiseptik?
A. Kerja nya lama dan tidak tahan lama
B. Toksisitas tinggi
C. Daya kerja nya tidak tidak dikurangi oleh zat-zat organis
D. Bakteriostatik
9. Berapa kadar maksimum triklorokarbanilid yang di perbolehkan dalam produk akhir?
A. 3%
B. 1,5 %
C. 2 %
D. 2,5 %
10. Pengujian sabun antiseptik yang bertujuan untuk menguji kemampuan antibakteri
suatu zat antiseptik menggunakan metode ?
A. Spektrofotometri
B. Titrasi iodimetri
C. Kirby bauer
D. Pewarnaan gram

b. Essay

1. Dalam keadaan apa sabun bisa membuat iritasi kulit?


2. Sebutkan 2 zat antiseptik yang sering di gunakan?
3. Mengapa pada sabun digunakan pelumas?
4. Pada penetapan kadar, mengapa lemak dalam sampel harus dipecah terlebih dahulu?
5. Pada pengujian kemampuan daya hambat sabun antiseptik terdapat perbedaan zona
hambat antara bakteri S.aureus dengan E.coli. apakah yang menyebabkan perbedaan
zona hambat kedua bakteri tersebut?
DAFTAR PUSTAKA

1) Wasitaatmadja SM. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UIP; 1997. 29-31,36,94-
102,145-146,151-152 p. Rineka Cipta
2) Herdiana. Penetapan Kadar Triklorokarbanilida dalam Sediaan Sabun Cuci Tangan
Secara Spektrofotodensitometri. Jakarta; 2014.
3) Rostamailis D. Penggunaan Kosmetik, Dasar kecantikan & berbusana yang serasi.
Jakarta: Rineka Cipta; 2005. 8-11 p.
4) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta: Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI; 2011.
5) Standar Nasional Indonesia. Kodeks Kosmetika Indonesia Edisi II. Jakarta: Departemen
Kesehatan; 1993.
6) Fitri L. Kemampuan Daya Hambat Beberapa Macam Sabun Antiseptik Terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univ Syiah Kuala.

Anda mungkin juga menyukai