Anda di halaman 1dari 54

1

DISTRIBUSI PARAMETER KESESUAIAN EKOWISATA BAHARI DI


PERAIRAN PANTAI MOKI, NEGERI MORELLA, KABUPATEN
MALUKU TENGAH

LAPORAN

PRAKTEK KETRAMPILAN LAPANGAN

OLEH

HELDA EVIRA PUTRI M

2018-63-042

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2021
2

LEMBAR PENGESAHAN

DISTRIBUSI PARAMETER KESESUAIAN EKOWISATA BAHARI DI


PERAIRAN PANTAI MOKI, NEGERI MORELLA, KABUPATEN
MALUKU TENGAH

LAPORAN PRAKTEK KETERAMPILAN LAPANGAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik pada Fakultas


Perikanan dan Ilmu Kelaurtan

Oleh :

HELDA EVIRA PUTRI M

2018-63-042

MENGETAHUI MENYETUJUI

KETUA PROGRAM STUDI PEMBIMBING

Dr. Ir. F. S. Pello, M.Si Dr. James Abrahamsz, S.Pi, M.Si


NIP. 1961030 4198703 2001 NIP. 19690602 200112 1001
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Kuasa, karena atas berkat
dan tuntunannya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan
penulisan Praktek Keterampilan Lapangan dengan judul “ Distribusi Parameter
Kesesuaian Ekowisata Bahari Di Perairan Pantai Moki, Negeri Morella,
Kabupaten Maluku Tengah ’’

Penulis menyadari bahwa penulisan Praktek Keterampilan Lapangan ini


masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran
dan kritikan yang bersifat membangun sehingga dapat melengkapi segala
kekurangan agar Laporan ini dapat memberikan manfaat dan masukan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang perikanan dan kelautan.

Ambon, Juli 2021

Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH

Terlaksananya Praktek Ketarampilan Lapangan dan dan laporan ini


penulis menyadari bahwasannya banyak pihak yang tanpa disadari telah
memberikan kontribusinya yang sangat berarti kepada penulis hingga dapat
berhasil sampai saat ini. Maka, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya, diiringi doa yang tulus kepada :

1. Dr. Ir. Frederika S Pello, M.Si selaku Ketua Program Studi MSP yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melaksanakan dan

menyelesaikan Praktek Keterampilan Lapangan ini.

2. Dr. James Abrahamsz, S.Pi, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah

sabar, meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam memberikan bimbingan

sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan Praktek

Keterampilan Lapangan ini.

3. Yona Lewerissa, S.Pi M.Si selaku Penasehat Akademik yang telah


memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan Praktek
Keterampilan Lapangan ini.
4. Ir. Dicky Sahetapy, MSc yang telah membantu dalam menganalisis data

spesies ikan karang hasil rekaman underwater video pada lokasi Praktek

Keterampilan Lapangan.

5. Kepada keluarga tercinta Papa, Mama, Onco, Nene, Dania, Muthia, Farendra,

Inayah, Amrullah, Farel, Om Chano, Om Uchy yang selalu memberikan

dukungan doa, material maupun motivasi sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan ini.


6. Sahabat-ku Khadija Sabillah Makatita yang selalu memberikan dukungan doa

dan motivasi, selama proses Praktek Keterampilan Lapangan ini.

7. Abang Candra, Abang Fajrin, Abang Rusto, Kaka Chiko yang telah

membantu dan bekerja sama dalam proses pengambilan data maupun

penyusunan laporan Praktek Keterampilan Lapangan ini, serta Abang Az

yang telah membantu membuat peta lokasi PKL.

8. Teman-teman Pejuang S.Pi tercinta, Asmija, Toton, Viky, Yuda, Kayud,

Adan, Kule, teman-teman AKS (Atika, Dila, Rani, Fera,) dan semua teman-

teman MSP 2018 yang telah memberikan bantuan doa, tenaga serta motivasi

sehingga Praktek Keterampilan Lapangan dapat diselesaikan.

9. Serta pihak lainnya yang tak dapat saya sebutkan satu persatu yang selalu

membantu dan menyemangati penulis dalam proses penulisan laporan ini.

Semoga selalu dalam lindungan ALLAH SWT


DAFTAR ISI

HALAMAN
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
UCAPAN TERIMAKASIH.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL...........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian....................................................................................................2
1.4. Manfaat Penelitian..................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Wilayah Pesisir..........................................................................................4
2.2. Konsep Ekowisata Bahari.......................................................................................5
2.3. Kegiatan Ekowisata Bahari.....................................................................................6
2.4. Kesesuaian Kawasan Ekowisata Bahari..................................................................6
BAB III METODE PRAKTEK KETERAMPILAN LAPANGAN
3.1 Lokasi dan Waktu....................................................................................................7
3.2 Alat dan Bahan.........................................................................................................8
3.3 Metode Praktek Keterampilan Lapangan.................................................................9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi PKL...........................................................................................18
4.2. Parameter Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Wisata Pantai.........................19
4.3. Parameter Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling dan Wisata
Selam...........................................................................................................................24
4.4. Analisis Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Wisata Pantai............................31
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan...........................................................................................................36
5.2. Saran.....................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

HALAMAN

3. 1. Kegunaan Alat dan Bahan................................................................................8


3. 2. Kriteria Penilaian Kondisi Terumbu..............................................................14
3. 4. Tabel Kesesuaian Wisata Bahari Kategori Wisata Snorkling.......................16
3. 5. Tabel Kesesuaian Wisata Bahari Kategori Wisata Selam............................17
4. 1. Hasil Presentase Tutupan Komunitas............................................................25
4. 2. Hasil Identifikasi Life Form ( Hard Coral )..................................................27
4. 3. Hasil Perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) Bahari Kategori Wisata
Pantai di Pantai Moki.............................................................................................31
4. 4. Hasil Perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) Bahari Kategori Wisata
Snorkeling di Pantai Moki.....................................................................................33
4. 5. Hasil Perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) Bahari Kategori Wisata
Selam di Pantai Moki.............................................................................................34
DAFTAR GAMBAR

HALAMAN

GAMBAR 3. 1 Peta lokasi Praktek Keterampilan Lapangan..................................7


GAMBAR 4. 1 Gambaran Umum Lokasi PKL dari Permukaan...........................18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Maluku merupakan wilayah kepulauan yang memiliki 1.340 pulau dengan
sumberdaya alam yang tinggi (DKPPM, 2016). Sebagian besar dari pulau-pulau
tersebut merupakan pulau kecil yang memiliki sumberdaya alam pesisir dan laut
yang melimpah seperti pantai yang indah, hutan mangrove, terumbu karang, ikan,
lamun dan berbagai biota laut dan pesisir lainnya. Sumberdaya dan jasa
lingkungan tersebut sangat potensial untuk dikembangkan namun rentang
terhadap pemanfaatan yang berlebihan. Oleh karena itu dalam pemanfaatannya
dibutuhkan strategi yang tepat untuk dapat memberikan manfaat kepada
masyarakat dan lingkungan secara signifikan.Salah satu alternatif yang dapa
dilakukan yaitu melalui pemanfaatan jasa lingkungan berbasis ekowisata bahari.

Ekowisata bahari berkontribusi terhadap ekonomi masyarakat lokal dan


mendukung upaya konservasi dan perlindungan terhadap ekosistem pesisir dan
laut. Upaya pengembangan ekowisata bahari di Maluku dapat dilakukan
mengingat potensi sumberdaya alam di pulau-pulau kecil tersedia dengan
melimpah. Hal ini sesuai dengan Baiquni (2015) dalam Lelloltery (2018) yang
menyatakan bahwa Pulau-pulau kecil dapat menjadi destinasi ekowisata karena
menyediakan potensi sumberdaya alam melimpah. Konsep ekowisata ini secara
luas dapat meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, memberikan
pengalaman positif kepada masyarakat dan wisatawan dan memberikan manfaat
ekonomi kepada masyarakat dan pemberdayaan masyarakat.

Salah satu kawasan yang berpotensi menjadi destinasi ekowisata di


Maluku adalah Pantai Moki yang berada di Desa Morella yang masuk dalam
wilayah Kecamatan Leihitu. Negeri ini kurang lebih berjarak 109 Km dari ibukota
Kabupaten Maluku Tengah dan 35 Km dari ibukota Provinsi Maluku. Pantai Moki
sangat menunjang untuk lokasi wisata bahari, karena memiliki pantai yang eksotis
dan laut yang didalamnya tersimpan banyak sekali keanekaragaman hayati.

Potensi sumberdaya tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal


bagi kegiatan ekowisata bahari. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor seperti
minimnya infrastruktur, pemahaman masyarakat tentang lingkungan sekitar masih
sangat terbatas, dukungan pemerintah terbatas serta kurangnya regulasi terkait
dengan kegiatan pariwisata. Faktor-faktor ini telah berkontribusi terhadap
lambatnya pengembangan ekowisata bahari di Pantai Moki.

1.2. Rumusan Masalah


Untuk mengembangkan potensi sumberdaya alam tersebut diperlukan
analisis yang komprehensif melalui distribusi kesesuaian parameter ekowisata
bahari. Untuk itu telaah lebih lanjut mengenai pengembangan ekowisata bahari
yang dapat menjadi landasan kebijakan pengembangan ekowisata secara
berkelanjutan perlu untuk dilakukan. Permasalahan yang perlu dijawab dalam
Penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mengetahui tingkat kesesuaian wisata pantai di Pantai


Moki?
2. Bagaimana mengetahui tingkat kesesuaian wisata snorkling di Pantai
Moki?
3. Bagaimana mengetahui tingkat kesesuaian wisata selam di Pantai
Moki?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari Penelitian ini
adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis tingkat kesesuaian wisata pantai di Pantai Moki


2. Menganalisis tingkat kesesuaian wisata snorkling di Pantai Moki
3. Menganalisis tingkat kesesuaian wisata selam di Pantai Moki
1.4. Manfaat Penelitian
Dari tujuan penelitian di atas maka ada beberapa manfaat dalam penelitian
ini adalah

1. Memberikan informasi untuk pengembangan ekowisata dengan


menitik beratkan pada distribusi parameter kesesuaian ekowisata
bahari pada kategori wisata pantai, wisata snorkeling, dan wisata
selam.
2. Mengetahui cara dan teknik keterampilan kerja untuk mengukur dan
menganalisis kesesuaian lahan perairan Pantai Moki sebagai lokasi
ekowisata bahari kategori wisata pantai, wisata snorkeling, dan wisata
selam.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Wilayah Pesisir


Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang
bagian lautnya masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti sedimentasi dan
aliran air tawar, dan bagian daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitas lautan
seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin (Ketchum, 1972).
GESAMP1 (2001) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai wilayah daratan dan
perairan yang dipengaruhi oleh proses biologis dan fisik dari perairan laut maupun
dari daratan, dan didefinisikan secara luas untuk kepentingan pengelolaan sumber
daya alam. Sehingga deliniasi wilayah pesisir ini dapat berbeda tergantung dari
aspek administratif, ekologis, dan perencanaan.

Definisi wilayah pesisir seperti yang sudah dijelaskan memberikan suatu


pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan
mempunyai kekayaan habitat yang tinggi dan beragam, serta saling berinteraksi
antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga
merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia.
Lebih lanjut, umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak
langsung, dapat berdampak buruk bagi ekosistem pesisir.

Undang-Undang (UU) No. 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah


dengan UU No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil mendefinisikan wilayah pesisir sebagai daerah peralihan antara
ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Dalam konteks ini, ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi
oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi
kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil menurut batas yurisdiksi
suatu negara.

2.2. Konsep Ekowisata Bahari


Ekowisata didefinisikan sebagai perjalanan bertanggung jawab ke daerah
alam yang melestarikan lingkungan, menopang kesejahteraan masyarakat
setempat, dan melibatkan interpretasi dan pendidikan (TIES, 2015).

Ekowisata bahari sendiri memiliki konsep bahwa pengelolaan suatu


kawasan yang ditujukan untuk tujuan dan fungsi wisata alam dengan memasukkan
konsep pendidikan, penelitian, konservasi, dan wisata menjadi satu fungsi
bersama. Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
pengertian Wisata Bahari atau Tirta adalah usaha yang menyelenggarakan wisata
dan olah raga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana, serta jasa lainnya
yang dikelola secara komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau, dan waduk.
Undang-undang tersebut juga menjelaskan mengenai kawasan bahari. Kawasan
bahari adalah jenis pariwisata alternatif yang berkaitan dengan kelautan, baik di
atas permukaan laut maupun kegiatan yang dilakukan di bawah permukaan laut.

Ekowisata bahari merupakan jenis wisata minat khusus yang memiliki


aktivitas yang berkaitan dengan kelautan, baik yang dilakukan di bawah laut
maupun di atas permukaan laut ( Samiyono dan Trismadi 2001 dalam Sasongko et
al., 2020 ). Secara umum, ekowisata bahari mencakup tiga kawasan, yaitu di
permukaan laut, di bawah laut dan di pesisir pantai. Ekowisata bahari merupakan
wisata lingkungan (eco-tourism) yang berlandaskan daya tarik bahari di lokasi
atau kawasan yang didominasi perairan atau kelautan. Ekowisata Bahari,
menyajikan ekosistem alam khas laut berupa hutan mangrove, taman laut, serta
berbagai fauna, baik fauna di laut maupun sekitar pantai.

Ekowisata bahari merupakan pengembangan dari kegiatan wisata bahari


yang menjual daya tarik alami yang ada di suatu wilayah pesisir dan lautan baik
secara langsung atau tidak langsung. Adapun kegiatan wisata bahari yang dapat
dinikmati secara langsung, meliputi kegiatan diving, snorkeling, berenang,
berperahu, dan lain sebagainya. Sementara kegiatan wisata bahari yang dinikmati
secara tidak langsung, seperti olah raga pantai dan piknik dengan menikmati
pemandangan pesisir dan lautan (Nurisyah 1998).

Konsep ekowisata bahari sangat menghargai potensi sumberdaya lokal dan


mencegah terjadinya perubahan dalam kepemilikan wilayah, tatanan sosial, serta
budaya dalam masyarakat lokal karena masyarakat sangat berperan sebagai pelaku
dan juga penerima manfaat secara langsung dan juga mendukung berkembangnya
kondisi ekonomi secara berkelanjutan karena terciptanya lapangan pekerjaan yang
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.3. Kegiatan Ekowisata Bahari


Kegiatan ekowisata bahari banyak dikaitkan dengan olahraga air (water
sport). Pada bentang laut dapat dilakukan kegiatan wisata, antara lain berenang
(swimming), memancing (fishing), bersampan yang meliputi mendayung
(boating), atau berlayar (sailing), menyelam yang meliputi diving dan snorkeling,
berselancar yang meliputi selancar air (wave surfing) dan selancar angin (wind
surfing), serta berperahu dengan parasut (paraseling). Pada bentang darat, pantai
dapat dilakukan kegiatan rekreasi yang berupa olahraga susur pantai, bola voli
pantai, bersepeda pantai, panjat tebing pada dinding terjal pantai (cliff), dan
menelusuri gua pantai. Di samping itu, pada bentang darat pantai dapat dilakukan
rekreasi dengan bermain layang-layang, berkemah, berjemur, jalan-jalan melihat
pemandangan, berkuda, atau naik dokar pantai.

Kegiatan wisata yang dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari


dikelompokkan menjadi wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai
merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumber daya pantai dan budaya
masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim.
Sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumber
daya bawah laut dan dinamika air laut (Yulianda, 2007).
2.4 Kesesuaian Kawasan Ekowisata Bahari
Kesesuaian ekowisata bahari adalah suatu kriteria sumberdaya dan lingkungan
yang diisyaratkan bagi pengembangan ekowisata bahari. Pngembangan ekowisata
yang berbasis pada ketersediaan potensi sumberdaya hayati suatu kawasan sangat
ditentukan oleh kesesuaian secara ekologis. Wisata bahari seperti wisata pantai,
wisata snorkeling dan wisata selam sangat didukung oleh kesesuaian parameter –
parameter ekowisata bahari.
BAB III

METODE PRAKTEK KETERAMPILAN LAPANGAN

3.1 Lokasi dan Waktu


Praktek Ketrampilan Lapangan (PKL) ini dilaksanakan di perairan pantai
Moki, Negeri Morella, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.

GAMBAR 3. 1 Peta lokasi Praktek Keterampilan Lapangan

Perairan Negeri Morella sendiri merupakan perairan dengan substrat


berpasir hingga berbatu dengan terumbu karang yang dominan.

Aksebilitas untuk mencapai lokasi PKL, yakni Pantai Moki di Negeri


Morella tidak begitu sulit, baik dari kota Ambon maupun Maluku Tengah, karena
tidak begitu jauh dari pemukiman. Pada bagian lain infrastruktur jalan sudah
sangat baik untuk dilalui olah berbagai jenis kendaraan baik mobil maupun motor.

Kegiatan PKL ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu dimulai dengan
tahap peninjauan atau survey lokasi PKL, persiapan peralatan dan bahan yang
akan digunakan, dilanjutkan dengan tahap pengamnilan data pada bulan Juni
2021, kemudian analisis data dan penulisan laporan PKL pada bulan Juni-July
2021.

3.2 Alat dan Bahan


Sesuai dengan prosedur pengambilan data pada Praktek Keterampilan
Lapangan (PKL) ini, maka di gunakan alat dan bahan yang dapat menunjang
proses jalannya pengambilan data dengan baik dan benar. Berikut alat dan bahan
yang di gunakan dalam PKL ini, kegunaan dari masing-masing alat dan bahan
dapat di lihat pada tabel 3.1.

3. 4. Kegunaan Alat dan Bahan

Alat dan Bahan Kegunaan


Kamera Untuk dokumentasi selama proses
pengambilan data pada lokasi
penelitian
Alat tulis Untuk mencatat informasi yang di
dapatkan dalam proses pengambilan
data terkait penelitian
Satu Set Alat Scuba Diving Untuk membantu proses penyelaman.

Roll Meter Untuk mengukur panjang, Lebar


pantai, garis transek pengumpulan
data, kedalaman perairan, dan
mengukur lebar hamparan karang
Seschi Disck Untuk Mengukur Kecerahan perairan
Stopwatch Untuk mengukur kecepatan arus
Underwater Camera Untuk memotret dan merekam objek
di bawah air
Underwater plantic slate / Untuk menulis data hasil pengamatan
waterproof paper
Bola Arus Untuk mengukur kecepatan Arus
Clinometer Untuk mengukur kemiringan Pantai
Kunci Deskripsi Untuk mendeskripsikan karang dan
jenis ikan karang yang teridentifikasi

3.3 Metode Praktek Keterampilan Lapangan


3.1.1. Metode Pengambilan Data

Parameter – parameter yang digunakan untuk kesesuaian ekowisata


bahari di perairan Pantai Moki, Desa Morella, Kabupaten Maluku
Tengah, meliputi :

1. Wisata Pantai :
- Kedalaman : Pengukuran kedalaman pada penelitian ini
menggunakan secchi disk/ tiang skala. Nilai yang
ditunjukkan pada secchi disk/ tiang skala ini merupakan
nilai kedalaman tempat penelitian Kamah (2013).
- Tipe Pantai : Penentuan tipe pantai dilakukan berdasarkan
pengamatan visual dilapangan Kamah (2013) .
- Lebar Pantai : Pengukuran lebar pantai dilakukan dengan
menggunakan pengukuran dilapang menggunakan roll
meter yaitu jarak antara vegetasi terakhir yang ada di pantai
dengan batas pasang tertinggi.
- Kecerahan : Mengukur kecerahan dilakukan dengan
menggunakan secchi disk yang diikat dengan tali kemudian
diturunkan perlahan - lahan kedalam perairan pada lokasi
pengamatan sampai betas visual secchi disk tersebut tidak
dapat terlihat lalu mengukur panjang tali dan mencatat
posisi pengambilan data.
- Pengamatan biota berbahaya : Pengamatan biota berbahaya
dilakukan berdasarkan observasi di sekitar stasiun
penelitian. Pengamatan biota berbahaya perlu dilakukan
untuk mengetahui ada atau tidaknya biota berbahaya yang
mengganggu pengunjung wisata.
- Ketersediaan Air Tawar : Pengamatan ketersediaan air
tawar dilakukan dengen cara mengukur jarak antara tempat
penelitian dengan lokasi dimana sumber air tawar tersedia
Kamah (2013) .
- Kecepatan Arus : Kecepatan arus diukur menggunakan
Bola Duga/PingPong yang di ikat dengan tali. Perhitungan
kecepatan arus menggunakan rumus:
V = 𝐼 / 𝑡 ……………………………….…….(2)
Keterangan V : KecepatanArus (m/s) , l : Panjang Tali
penghubung (m), t : Waktu yang dibutuhkan (s)
- Kemiringan Pantai : Pengukuran Kemiringan pantai
dilakukan dengan menggunakan aplikasi clinometer
( Efriana dan Romadhon , 2016 ). Cara kerjanya yaitu
dengan membuka aplikasi kemudian meletakkan
smartphone pada papan yang ditempelkan pada pantai.
- Penutupan Lahan Pengukuran penutupan lahan dilakukan
dengan observasi langsung. Pentupan lahan dalam matriks
kesesuaian terbagi menjadi lahan terbuka, kelapa, semak
belukar, pemukiman dan pelabuhan.

2. Wisata Snorkling dan Wisata Selam :


- Kedalaman : Pengukuran kedalaman pada penelitian ini
menggunakan secchi disk/ tiang skala. Nilai yang
ditunjukkan pada secchi disk/ tiang skala ini merupakan
nilai kedalaman tempat penelitian Kamah., (2013).
- Kecerahan : Mengukur kecerahan dilakukan dengan
menggunakan secchi disk yang diikat dengan tali kemudian
diturunkan perlahanlahan kedalam perairan pada lokasi
pengamatan sampai betas visual secchi disk tersebut tidak
dapat terlihat lalu mengukur panjang tali daan mencatat
posisi pengambilan data.
- Kecepatan Arus : Nybakken (1992) dalam Efriana dan
Romadhon (2021) menyatakan bahwa kecepatan arus
diukur menggunakan Bola Duga. Perhitungan kecepatan
arus menggunakan rumus:
V = 𝐼 / 𝑡 ……………………………….…….(2)
Keterangan V : KecepatanArus (m/s) , l : Panjang Tali
penghubung (m), t : Waktu yang dibutuhkan (s)
- Lembaran hamparan datar karang : Lebar hamparan data
karang diukur dengan roll meter dan dicatat pada plastic
state/waterproof paper.
- Jenis Life Form karang batu : Bentuk tumbuh diamati
melalui rekaman underwater video terhadap Line Intercept
Transect (LIT). Melalui rekaman underwater video
tersebut, setiap bentuk tumbuh karang batu dan biota bentik
lain diamati menggunakan petunjuk English et.al (1977),
dan selanjutnya data – data tersebut dicacat pada lembaran
data.
- Persen Tutupan Karang : Menggunakan metode LIT
(English et.al, 1997) meter roll ukuran panjang 50 m
sebagai garis transek diletakkan di kedalaman 3 m untuk
wisata snorkeling dan 7 m untuk wisata selam, kemudian
sambil menyelam maka tiap bentuk tumbuh koloni karang,
biota bentik lain, dan komponen abiotik yang dipotong
garis transek tersebut diukur dan dicatat pada plastic state
atau waterproof paper.
- Data kekayaan spesies karang batu diperoleh dari rekaman
underwater video yang dilakukan melintasi dua garis
transek ukuran 50 m yang diletakan pada kedalaman 3 m
untuk wisata snorkeling dan 7 m untuk wisata selam,
kemudian dilakukan rekaman video underwater terhadap
spesies dan bentuk-bentuk tumbuh karang batu (life form)
yang terdapat pada garis transek. Rekaman dimulai dari
titik 0-50 m sambil menyelam.
- Jenis ikan karang : Data kekayaan spesies ikan karang
diperoleh melalui rekaman underwater video yang
dilakukan melintasi dua garis transek ukuran 50 m yang
diletakan pada kedalaman 3 m untuk wisata snorkeling dan
7 m untuk wisata selam, kemudian dilakukan rekaman
video underwater terhadap spesies ikan karang yang berada
pada jalur transek. Rekaman dimulai dari titik 0-50 m
sambil menyelam.

3.3.2. Metode Analisis Data

A. Parameter Lingkungan Fisik Lokasi PKL

1. Kecerahan Perairan : Hasil pengukuran kecerahan perairan dan


pengamatan ke dasar terumbu yang tercatat pada lembaran data
dideskripsikan dan dibahas menggunakan standar kesesuaian
ekowisata bahari.
2. Kecepatan Arus : Kecepatan arus yang terukur di stasiun pengamatan
dideskripsikan dan dibahas menggunakan standar kesesuaian
ekowisata bahari.
3. Kedalaman Perairan : Hasil pengukuran kedalaman perairan dan
pengamatan ke dasar terumbu yang tercatat pada lembaran data
dideskripsikan dan dibahas menggunakan standar kesesuaian
ekowisata bahari.
4. Tipe Pantai : Hasil pengamatan visual tipe pantai yang terlihat dan
tercatat pada lembaran data dideskripsikan dan dibahas menggunakan
standar kesesuaian ekowisata bahari.
5. Lebar Pantai : Hasil pengukuran lebar pantai yang tercatat pada
lembaran data dideskripsikan dan dibahas menggunakan standar
kesesuaian ekowisata bahari .
6. Pengamatan biota berbahaya : Hasil pengamatan biota berbahaya
secara visual dan yang tercatat pada lembaran data dideskripsikan dan
dibahas menggunakan standar kesesuaian ekowisata bahari.
7. Ketersediaan Air Tawar : Hasil pengukuran jarak ketersediaan air
tawar yang tercatat pada lembaran data dideskripsikan dan dibahas
menggunakan standar kesesuaian ekowisata bahari.
8. Kemiringan Pantai : Hasil pengukuran kemiringan pantai yang tercatat
pada lembaran data dideskripsikan dan dibahas menggunakan standar
kesesuaian ekowisata bahari.
9. Penutupan Lahan : Hasil pengamatan penutupan lahan secara visual
dan yang tercatat pada lembaran data dideskripsikan dan dibahas
menggunakan standar kesesuaian ekowisata bahari.
10. Lebar hamparan karang : Hasil pengukuran lebar hamparan karang
yang tercatat pada lembaran data dideskripsikan dan dibahas
menggunakan standar kesesuaian ekowisata bahari.

B. Analisis Data Terumbu Karang

Rekaman underwater video ditransfer ke laptop, kemudian di putar


dan di pause, di amati dan dicatat kehadiran life form sepanjang garis
transek. Life form karang batu yang tampak di rekaman underwater video
diidentifikasi menggunakan kunci dan deskripsi life form karang batu yang
dikemukakan English, et al. (1997).
Analisis persentase penutupan komunitas karang di hitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (English, et al. 1997):

Panjang total kategori (m)


Penutupan (%) =
Panjang transek (m)
x 100

Dengan demikian, dapat diketahui tingkat kerusakan berdasarkan


persentase penutupan komunitas karang hidup. Kriteria persentase tutupan
komunitas karang yang digunakan, berdasarkan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001 tentang kriteria baku
kerusakan terumbu karang dengan kategori sebagai berikut:

3. 4. Kriteria Penilaian Kondisi Terumbu

Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang (%)


Rusak 0,0 – 24,9
Rusak Sedang 25 – 49,9
Baik 50 – 74,9
Baik Sangat Baik 75 – 100
Sumber : Kepmen. Negara LH No.4 Tahun 2001

C. Analisis Data Ikan Karang

Rekaman underwater video ditransfer ke laptop, kemudian di putar


dan di pause, di amati dan dicatat kehadiran spesies ikan karang, kemudian
diidentifikasi dan diklasifikasi memakai kunci dan deskripsi dari Allen et
al. (2003), Kuiter dan Tanozuka (2001), White et al. (2013).

D. Analisis Kesesuaian Parameter Ekowisata Bahari

Untuk mengetahui kesesuaian wisata bahari kategori wisata pantai,


wisata snorkeling, dan wisata selam digunakan matriks kesesuaian wisata
bahari dengan parameter, bobot dan kategori pada tabel 3.3 untuk wisata
pantai, tabel 3.4 untuk wisata snorkling, dan tabel 3.5 untuk wisata selam
yang dikemukakan oleh Yulianda (2007). Indeks Kesesuaian Wisata
(IKW) di lokasi PKL dihitung dengan formula yang diusulkan Yulianda
(2007) berikut ini :

IKW =∑ ¿ x 100 %
Nmaks

Keterangan:

IKW = Indeks Kesesuaian Wisata, Nmaks = Nilai Maksimum dari


suatu kategori wisata, Ni = Nilai Paramater ke-i (Skor x bobot).

3. 4. Matriks Kesesuaian Wisata Bahari Kategori Wisata Pantai

No Parameter Bobot Kategori S1 Skor Kategori Skor Kategori Skor


S2 S3
1 Kedalaman 5 0-3 3 >3-6 2 >10 1
perairan (m)
2 Tipe pantai 5 Pasir Putih 3 Pasir putih, 2 Lumpur, 1
terdapat berbatu,
sampah terjal
3 Lebar pantai (m) 5 >15 3 10-15 2 <3 1
4 Material dasar 3 pasir 3 Karang 2 Pasir 1
perairan berpasir berlumpur
5 Kecepatan arus 3 0 – 0,17 3 0,17- 0,34 2 0,34 – 0,51 1
(m/dt)
6 Kemiringan 3 <10 3 10-25 2 >25-45 1
pantai (0)
7 Kecerahan 1 >80 3 50-80 2 20 - < 50 1
perairan (%)
8 Penutupan lahan 1 Kelapa,lahan 3 Semak 2 Belukar 1
pantai terbuka belukar tinggi
rendah,
savanna
9 Biota berbahaya 1 Tidak ada 3 Bulu babi 2 Bulu babi, 1
ikan pari
10 Ketersediaan air 1 <0,5 (km) 3 >0,5 – 1 2 >1-2 11
tawar (jarak/km) 1 3 (km) 2
Kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi mempertimbangkan 10
parameter dengan empat klasifikasi penilaian. meliputi:

Nilai Maksimum : 84

S1 = Sangat sesuai dengan nilai 83 - 100 %


S2 = Sesuai dengan nilai 50 - <83 %
S3 = Sesuai bersyarat dengan nilai 17 – <50 %
TS = tidak sesuai dengan nilai <17 %

3. 4. Tabel Kesesuaian Wisata Bahari Kategori Wisata Snorkling

No Parameter Bobot Kategori Skor Kategori Skor Kategori Skor


S1 S2 S3
1 Kecerahan Perairan (%) 5 100 3 80-100 2 20-<80 1

2 Tutupan Karang (%) 5 >75 3 >50-75 2 25-50 1


3 Jenis life form 3 >12 3 >7-12 2 4-7 1
4 Jenis Ikan Karang 3 >50 3 30-50 2 10-<30 1

5 Kecepatan Arus (cm/dt) 1 0-15 3 >15-30 2 >30-50 1

6 Kedalaman terumbu 1 1-3 3 >3-6 2 >6-20 1


karang (m)
7 Lembar hamparan datar 1 >500 3 >100-500 2 20-100 1
karang (m)

Kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi mempertimbangkan 7


parameter dengan empat klasifikasi penilaian. meliputi:

Nilai Maksimum : 57

S1 = Sangat sesuai dengan nilai 75 - 100 %


S2 = Sesuai dengan nilai 50 - < 75 %
S3 = Sesuai bersyarat dengan nilai 25 – <50 %
TS = tidak sesuai dengan nilai <25 %
3. 4. Tabel Kesesuaian Wisata Bahari Kategori Wisata Selam

No Parameter Bobot Kategori Skor Kategori Skor Kategori Skor


S1 S2 S3
1 Kecerahan Perairan (m) 5 >80 3 50-80 2 20-<50 1

2 Tutupan Karang (%) 5 >75 3 >50-75 2 25-50 1


3 Jenis life form 3 >12 3 < 7-12 2 4-7 1
4 Jenis Ikan Karang 3 >100 3 50-100 2 20-<50 1

5 Kecepatan Arus (cm/dt) 1 0-15 3 >15-30 2 >30-50 1

6 Kedalaman terumbu 1 6-15 3 >15-20,3- 2 >20-30 1


karang (m) <6

Kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi mempertimbangkan 6


parameter dengan empat klasifikasi penilaian. meliputi:

Nilai Maksimum : 54

S1 = Sangat sesuai dengan nilai 75 - 100 %


S2 = Sesuai dengan nilai 50 - < 75 %
S3 = Sesuai bersyarat dengan nilai 25 – <50 %
TS = tidak sesuai dengan nilai <25 %
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi PKL


Praktek Keterampilan Lapangan dilakukan di perairan Pantai Moki,
Negeri Morella, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Lokasi pantai ini
berada di pesisir pantai bagian utara Pulau Ambon, dimana lokasi PKL berada
pada posisi 3°50’37”53,0 LS 128°24’35”74,0 BT dengan gambaran umum seperti
pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Gambaran Umum Lokasi PKL dari


Permukaan

Berdasarkan hasil pengamatan, secara umum lokasi PKL memiliki


ekosistem karang yang lebih mendominasi, sementara tidak ditemukan padang
lamun dan mangrove. Pantai Moki ini memiliki topografi pantai yang relatif
landai dengan tipe substrat berbatu dan berpasir serta memiliki tipe terumbu
karang tepi yaitu terumbu yang tumbuh tidak jauh dari pantai suatu daratan.
Substrat dasar perairan yang umumnya keras, diselingi komponen pasir, patahan
karang mati, dan batu (rock).
4.2. Parameter Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Wisata Pantai
Berdasarkan matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori
wisata pantai (Yulianda, 2007), maka terdapat sepuluh parameter kesesuaian lahan
yang harus diidentifikasi, diukur, dihitung, dan dideskripsikan kondisi
eksistensinya. Kesepuluh parameter kesesuaian lahan untuk wisata pantai yaitu
kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan
arus (m/dt). Kemiringan pantai (°), kecerahan perairan (%), penutupan lahan
pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar (jarak/km) dengan deskripsi
berikut ini.

4.2.1. Kedalaman Perairan

Kedalaman perairan merupakan aspek yang cukup penting yang


diperhitungkan dalam penentuan suatu kawasan untuk dijadikan sebagai kawasan
wisata pantai khususnya mandi dan renang karena sangat berpengaruh pada aspek
keselamatan pada saat berenang. Menurut Tambunan et al., (2013) para
pengunjung biasanya berenang di kedalaman tidak lebih dari 1,5 meter antisipasi
terhadap keamanan dalam berenang. Secara fisik kedalaman perairan yang
dangkal cukup baik untuk dijadikan sebagai objek rekreasi mandi dan renang.

Hasil pengukuran kedalaman perairan Pantai Moki menunjukan


kedalaman perairan relatif dangkal dan baik untuk dijadikan objek ekowisata
pantai kategori rekreasi terutama mandi dan berenang. Pantai Moki memiliki
kareteristik yaitu rata-rata kedalaman 2-3 meter dalam hal ini dapat disimpulkan
bahwa kedalaman perairan Pantai Moki sangat aman untuk kegiatan ekowisata
pantai kategori rekreasi terutama mandi dan berenang hal ini sesuai dengan
pendapat Halim (1998) dan Haris (2003) dalam Nugraha et al., (2013), yang
mengemukakan bahwa kedalaman suatu perairan yang sangat baik untuk kegiatan
berenang berada pada kisaran 0-5 m.
4.2.2. Tipe Pantai

Tipe pantai dapat dilihat dari jenis substrat atau sedimen yang didukung
dengan pengamatan secara visual, berdasarkan jenisnya pantai dibedakan menjadi
pantai berpasir, pantai berbatu, dan pantai berkarang.

Tipe Pantai Moki adalah Tipe Pantai berpasir dengan sedikit berkarang hal
ini sesuai dengan pendapat Yulianda (2007) bahwa untuk wisata pantai akan
sangat baik jika suatu pantai merupakan pantai yang berpasir atau dengan kata
lain didominasi oleh substrat pasir, dibandingkan dengan pantai yang berbatu atau
pantai yang didominasi oleh substrat karang dapat mengganggu kenyamanan
wisatawan.

Hasil pengamatan secara visual di lapangan dapat dilihat bahwa pasir di


sepanjang Pantai Moki merupakan pasir putih kecoklatan dan sedikit berbatu.
Tipe sedimen pantai umumnya berpasir putih kecoklatan dan terdapat pecahan
karang dan bebatuan kecil di pantai. Secara visual menurut Pangesti (2007) dalam
Hazeri (2014) jenis dan warna pasir pada suatu objek ekowisata memberikan nilai
tersendiri bagi estetika pantai itu sendiri dimana pantai yang memiliki jenis pasir
putih dan pasir hitam yang berukuran sedang sampai kasar sangat diminati oleh
para wisatawan.

4.2.3. Lebar Pantai

Menurut Rahmawati (2009), lebar pantai berkaitan dengan luasnya lahan


pantai yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas wisata pantai. Lebar
pantai sangat mempengaruhi aktivitas yang dilakukan para pengunjung. Semakin
lebar suatu pantai, semakin baik untuk pengunjung dalam melakukan aktivitasnya,
namun semakin kecil lebar pantai yang dimiliki suatu tempat wisata, pengunjung
merasa tidak nyaman untuk melakukan aktivitas.

Pengukuran lebar pantai dilakukan menggunakan roll meter, yaitu jarak


antara vegetasi terakhir yang ada di pantai dengan batas surut terendah. Hasil
pengukuran di Pantai Moki menunjukan lebar pantai tergolong cukup lebar
dengan lebar 19 meter.

4.2.4. Material Dasar Perairan

Material Dasar Perairan/ Substrat merupakan penentu kecerahan suatu


perairan. Pengamatan Material Dasar Perairan/ Substrat dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan langsung dilapangan melihat secara visual.

Berdasarkan hasil dilapangan dapat dilihat bahwa material dasar perairan/


substrat di Pantai Moki adalah jenis substrat karang berpasir. Kriteria yang layak
untuk dijadikan ekowisata pantai ditinjau dari segi substrat atau material penyusun
dasar perairan adalah memiliki material yang tersusun dari pasir dan karang /
terumbu karang ( Bakosurtanal, 1995 dalam Muqsit, 2020 ),.

4.2.5. Kecepatan Arus

Nybakken (1992) menyatakan bahwa kecepatan arus sangat erat kaitannya


dengan keamanan wisata dalam berenang. Kecepatan arus yang terlalu tinggi
dapat membahayan pengunjung mengingat tidak adanya pembatasan kawasan
yang diperbolehkan untuk berenang, maka parameter ini sangat penting untuk
diukur kesesuaianya.

Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan kecepatan arus di Pantai Moki


yaitu 0.06 m/s hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kecepatan arus di perairan
Pantai Moki relatif kecil dan sangat sesuai untuk wisata rekreasi dan berenang.
Arus yang lemah sangat baik untuk kegiatan renang sedangkan arus yang kuat
sangat berbahaya karena dapat menyeret orang-orang yang sedang mandi atau
renang di pantai ( Yulisa, 2016).

4.2.6. Kemiringan Pantai

Kemiringan pantai akan berpengaruh terhadap aktifitas pengunjung dalam


melakukan kegiatan berenang dan mandi. Sehingga, kemiringan pantai yang
landau membuat pengujung merasa lebih nyaman dalam melakukan aktivitas
wisata pantai.

Pengamatan kemiringan pantai dilakukan menggunakan aplikasi


clinometer. Aplikasi clinometer memungkinkan penggunanya untuk dapat
mengukur sudut dari kemiringan suatu objek dengan tingkat akurasi yang baik.
Hasil pengukuran di lapangan menunjukan kemiringan Pantai Moki termasuk
dalam kategori pantai yang landai dengan kemiringan pantai 2° atau <10°.
Dengan kondisi seperti itu Pantai Moki masuk dalam kategori sangat sesuai jika
dijadikan menjadi wisata pantai. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Yulianda
(2007) bahwa Kemiringan pantai yang landai agak sedikit datar akan membuat
para wisatawan yang berkunjung merasa aman dan nyaman melakukan kegiatan
wisata di sekitar pesisir dan laut

4.2.7. Kecerahan Perairan

Kecerahan perairan dalam kaitannya dengan kegiatan ekowisata pantai


sangat berperan dalam hal kenyamanan para wisatawan pada saat mandi dan
berenang (Yulisa et al., 2016).

Hasil pengukuran kecerahan perairan di pantai moki yaitu 100%. Hal ini
disebabkan karena penetrasi cahaya mampu menembus material dasar perairan.
Hal ini seperti yang dikemukakan Destrinanda (2018) bahwa kecerahan
merupakan parameter kualitas air, semakin dalam penetrasi cahaya yang masuk,
maka pemandangan pantai akan semakin indah.

4.2.8. Penutupan Lahan Pantai

Penutupan lahan pantai adalah pemanfaatan yang dikelola terhadap


kawasan disekitar pantai. Dari hasil pengamatan visual di lapangan wilayah Pantai
Moki terdapat penutupan lahan dengan vegetasi pohon ketapang serta tumbuh
semak disekitarnya.

Penutupan lahan dalam matrik kesesuaian wisata kategori rekreasi dan


berenang terbagi menjadi lahan terbuka dan kelapa, semak belukar tinggi dan
semak belukar rendah, pemukiman dan pelabuhan. Pengelolaan penutupan lahan
pantai bertujuan untuk meningkatkan daya tarik ekowisata di kawasan pantai.
Pengelolaan yang baik akan menghasilkan kelestarian kawasan sehingga perlu
diperhatikan untuk tetap menjaga agar penutupan lahan dikelola dengan baik
(Apriliansyah et al., 2018 dalam Muqsit et al., 2020)

4.2.9. Biota Berbahaya

Pengamatan biota berbahaya perlu dilakukan untuk megetahui ada atau


tidaknya biota berbahaya yang akan mengangu pengunjung wisata. Pengamatan
biota berbahaya dilakukan dengan pengamatan visual.

Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan ditemukan bulu babi pada


jarak 50 m dari bibir pantai di Perairan Pantai Moki. Wisatawan yang datang
dapat melihat langsung bulu babi karena kecerahan Material Dasar perairan Pantai
Moki nampak dengan penglihatan visual, sehingga menjadi daya tarik tersendiri
untuk wasatawan. Selain itu bulu babi juga merupakan salah satu bioindikator
logam berat di perarain karena memiliki sensitivitas yang sangat tinggi alasan lain
bulu babi dijadikan sebagai bioindikator perairan karena bulu babi termasuk
dominan di suatu perairan dan mudah di dapat pada segala macam musim
(Rumahlatu, 2012).

4.2.10. Ketersediaan Air Tawar

Ketersediaan air tawar merupakan salah satu parameter dalam suatu


penilaian kesesuaian terlebih wisata pantai. Air tawar sangat dibutuhkan
wisatawan saat mereka telah lelah dan kehausan setelah menikmati kegiatan
wisata. Selain untuk minum, air tawar juga dibutuhkan wisatawan untuk
membersihkan diri mereka dari air laut (Yustiabel et al., 2014).

Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan jarak ketersediaan air tawar


dengan lokasi PKL yaitu 215 m. Dalam matriks kesesuaian wisata jarak
ketersediaan air tawar yang paling sesuai untuk wisata pantai kategori rekreasi dan
berenang adalah < 500 meter atau 0,5 km.
4.3. Parameter Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling dan
Wisata Selam
Berdasarkan matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori
wisata snorkeling dan wisata selam (Yulianda, 2007), Kesesuaian wisata
snorkeling mempertimbangkan tujuh parameter sedangkan wisata selam
mempertimbakan enam paramater. Parameter kesesuaian wisata snorkeling dan
selam sama, hanya saja di wisata selam tidak ada parameter lebar hamparan
karang. Parameter kesesuaian wisata snorkeling dan wisata selam, yaitu kecerahan
perairan, tutupan komunitas karang, jenis life form, jenis ikan karang, kecepatan
arus, kedalaman terumbu karang, dan lebar hamparan datar karang dengan
deskripsi berikut ini.

4.3.1 Kecerahan Perairan

Kecerahan adalah hal penting dalam kegiatan kepariwisataan khususnya


pariwisata diving dan snorkeling karena semakin baik kecerahan suatu perairan
semakin tinggi tingkat kepuasan wisatawan dalam menikmati objek bawah air
yang beranekaragam (Widhianingrum et al., 2013).

Hasil pengukuran di lapangan menggunakan secchi disk menunjukan


bahwa kecerahan di Pantai Moki yaitu 100%, dimana cahaya dapat menembus
hingga kedalaman 12 m.

Semakin baik jarak pandang maka keindahan bawah air juga akan semakin
nyaman untuk dinikmati dengan mata dan kamera underwater (pemotretan dan
video bawah laut) (Yulianda, 2007). Kecerahan perairan juga merupakan faktor
penting selain kondisi ekosistem terumbu karang dan ikan karang. Kecerahan
perairan juga menggambarkan tingkat sedimentasi yang terjadi di sekitar kawasan
(Ketjulan, 2010 dalam Sari et al., 2017)

4.3.2 Tutupan Komunitas Karang

Berbasis hasil pengumpulan data dengan metode LIT dan analisisnya


merujuk pada English, et al. (1997) pada kedalaman 3 m dan 7 m , kondisi karang
keras (Hard Coral) terdiri dari dua kategori karang Acropora dan non-Acropora
dengan persentase sepetri pada tabel di bawah ini :

4. 5. Hasil Presentase Tutupan Komunitas

Presentase tutupan %
Life form
Kedalaman 7 m Kedalaman 3 m
Hard Coral 55.76 31.08
Death Coral 15.76 18.56
Other Biota 13.48 22.82
Abiotic 15 25.54
Total 100 100
Persentase tutupan terumbu karang menunjukkan bahwa lokasi PKL di
Pantai Moki yang memiliki nilai persentase tutupan karang hidup tertinggi yaitu
sebesar 55.76 % pada kedalaman 7 m dan 31.08 % pada kedalaman 3 m, untuk
nilai kesehatan karang pada kedalaman 7 m tergolong dalam kriteria baik ( 50.00
– 74,90% ) sedangkan pada kedalaman 3 m masuk dalam kategori Rusak Sedang
(25 – 49.9 %) berdasarkan kriteria kriteria penilaian pada Kepmen Negara LH
No. 4 Thn 2001.

Terumbu karang memiliki daya tarik yang tinggi untuk dijadikan lokasi
wisata, karena memiliki keanekaragaman yang unik dan indah (Pasak et al.,
2017). Persentase jumlah tutupan karang keras hidup di suatu lokasi dapat
mempengaruhi minat penyelam untuk melakukan kegiatan wisata selam
(Williams and Polunin 2000 dalam Widikurnia 2016). Kondisi tutupan karang
hidup yang ada di perairan Pantai Moki merupakan suatu potensi yang sangat
besar bila Pantai ini dikembangkan sebagai objek wisata bahari karena menurut
Supriharyono (2007), terumbu karang mempunyai nilai keindahan yang tak perlu
diragukan.

Andalan utama wisata bahari yang banyak dinikmati oleh wisatawan


adalah keindahan dan keunikan dari terumbu karang. Terumbu karang dapat
dimanfaatkan sebagai objek wisata bahari karena memiliki nilai estetika yang
tinggi.

4.3.3 Jenis Life Form

Keanekaragaman jenis bentuk pertumbuhan menjadi salah satu parameter


dan daya tarik dalam pengembangan wisata selam dan snorkeling. Semakin
beragam bentuk pertumbuhan terumbu karang, semakin beragam atraksi yang
dapat dilihat oleh penyelam, hal ini sejalan dengan pernyataan Plathong et al.
(2000) dalam Widhianigrum (2013) dalam wisata bahari jenis lifeform karang
dibutuhkan sebagai variasi yang dapat dinikmati di bawah laut.

Menurut English et al. (1997), ada 14 bentuk life form karang batu pada
suatu ekosistem terumbu karang, dimana terdiri atas lima bentuk tumbuh karang
Acropora dan delapan bentuk tumbuh karang Non-Acropora. Sesuai analisis
Keanekaragaman bentuk pertumbuhan (lifeform) karang yang berhasil
diidentifikasi di setiap kedalaman dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

4. 5. Hasil Identifikasi Life Form ( Hard Coral )

Kedalaman 3 m Kedalaman 7 M
Acropora Branching (ACB) Acropora Branching (ACB)
Acropora Submassive (ACS) Acropora Submassive (ACS)
Acropora Encrusting (ACE) Acropora Digitate (ACD)
Coral Branching (CB) Coral Branching (CB)
Coral Encrusting (CE) Coral Encrusting (CE)
Coral Foliose (CF) Coral Foliose (CF)
Coral Submassive (CS) Coral Submassive (CS)
Coral Massive (CM) Coral Massive (CM)
Coral Heliopora (CHL) Coral Heliopora (CHL)
Coral Mushrom (CMR). Coral Mushrom (CMR).
Coral Foliose (CF)
Total 10 life form Total 11 life form
Jenis lifeform karang lainnya yang merupakan penyusun ekosistem
terumbu karang adalah Soft Coral (SC), Halimeda (HA), Sponge (SP), Turf Alga
(TA), Zoanthid (ZO) dan Other (OT). Life form karang tertinggi yaitu 17 life form
karang di kedalaman 7 dan di kedalaman 3 terdapat sebanyak 15 life form. Dalam
kegiatan ekowisata snorkeling dan selam jenis life form karang sangat dibutuhkan
sebagai variasi yang dapat dinikmati di bawah laut, jumlah jenis life form karang
juga menentukan baik dan buruk keadaan karang yang berdampak pada baik atau
tidaknya dilakukan kegiatan snorkeling dan selM (Pasak et al., 2017).

4.3.4 Jenis Ikan Karang

Selain terumbu karang, keberadaan ikan karang juga menjadi daya tarik
dalam pengembangan kegiatan wisata selam dan snorkeling. Semakin banyak
jenis ikan karang yang ditemukan maka semakin baik untuk pengembangan
kegiatan wisata (Yulianda, 2007 dalam Widikurnia, 2016).

Berdasarkan hasil analisis tedapat 94 jenis dalam 23 famili ikan karang


yang ditemukan pada dua titik kedalaman pengamatan yaitu kedalaman 3 m dan 7
m. Jumlah spesies terbanyak terdapat di kedalaman 7 m ditemukan sebanyak 56
Jenis sedangkan di kedalaman 3 m yaitu sebanyak 48 jenis. Famili ikan karang
Pomacentridae merupakan famili ikan karang yang memiliki persentase terbesar
pada lokasi PKL yakni sebesar 22.34 % atau sebanyak 21 spesies dari kelimpahan
total ikan karang yang ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa famili
Pomacentridae merupakan kelompok ikan yang dapat berasosiasi kuat dengan
terumbu karang dengan menjadikan terumbu karang sebagai habitat dan tempat
mencari makan ( Sari et al., 2017). Dominasi spesies dari famili Pomacentridae
ini disebabkan juga oleh sifat mereka yang teritorialisme, dimana ikan ini relatif
stabil dan dijumpai mulai dari daerah pasang surut sampai kedalaman 40 meter
(Montgomery et al., 1980 dalam Sari et al., 2017).

Di perairan pantai moki juga ditemukan famili Labridae sebesar 9.57 %


atau sebanyak 9 jenis dari kelimpahan total ikan karang yang ditemukan, ikan dari
famili Labridae ini banyak dijumpai di terumbu karang, karena toleran pada
habitat berubah dan bervariasi (ChabanetdanLetourneur, 1995 dalam Karnan,
2000). Serta Tiga famili ikan lain yaitu Cirrhitidae, Tetraodontidae dan Zanclidae
memiliki jumlah spesies rendah dengan jumlah masing – masing hanya 1 jenis.

Keberadaan ikan karang sangat bergantung pada tingginya tingkat


kerapatan dan kepadatan tutupan karang hidup serta life form karang, sehingga
ikan di perairan ini dapat hidup dan berkembang dengan baik (Widhianingrum et
al., 2013)

4.3.5 Kecepatan Arus

Kecepatan arus juga berkaitan dengan kenyamanan dan keamanan


wisatawan dalam melakukan kegiatan snorkeling maupun selam (Yulianda, 2007
dalam Putra, 2013). Pengukuran arus di Pantai Moki pada kedalaman 3 m
memiliki kecepatan arus 13.31 cm/s dan 7 m yaitu 20.36 cm/s.

Kecepatan arus yang relatif lemah merupakan syarat ideal untuk wisata
bahari kategori selam dan snorkeling karena ini berkaitan dengan kenyamanan
dan keamanan wisatawan (Haruddin et al., 2011). Selain itu kecepatan arus juga
merupakan faktor fisik yang berpengaruh langsung pada bentuk pertumbuhan
karang (Sari et al., 2017).

4.3.6 Kedalaman Terumbu Karang

Kegiatan snorkeling dan selam digunakan untuk melihat keberadaan dan


keindahan bawah laut, berupa ekosistem terumbu karang dan biota perairan. Hasil
Pengukuran Kedalaman di Pantai Moki untuk wisata snorkeling dilakukan di
kedalaman 3 m karena kedalaman yang cocok untuk snorkeling yaitu 3 meter.
Dimana pada kedalaman 3 m tidak mempengaruhi ruang gerak dan penglihatan
dalam melakukan aktifitas snorkeling di perairan tersebut. (Widhianigrum, 2013).

Menurut The British Sub-Aqua Club (2001) dalam Zulfikar et al. (2011),
bahwa kedalaman perairan terumbu karang secara umum yang cocok untuk
snorkeling, yaitu pada kedalaman 3-5 m, gelombang minimal, dan ada sesuatu
yang menarik untuk dilihat seperti hamparan terumbu karang yang bagus.
Sedangkan area dengan kedalaman < 3 m sangat tidak direkomendasikan untuk
wisata snorkeling. Hal ini menyangkut dengan pengaruh terhadap ekosistem
terumbu karangnya dimana terumbu karang yang < 3 m akan mudah terinjak oleh
wisatawan (Zulfikar et al., 2011). Wisatawan yang ber-snorkeling berdiri atau
menginjak koloni terumbu karang jika kedalamannya kurang dari 3 m (Plathong
et al., 2000).

Pengukuran Kedalaman di Pantai Moki untuk wisata selam dilakukan di


kedalaman 7 m. Kedalaman < 5 meter dapat mempersulit ruang gerak karena
keberadaan terumbu karang dan biota- biota yang ada di sekitar lokasi dan
kedalaman >30 meter keberadaan karang hidup, life form karang dan jenis ikan
sedikit seiring semakin dalamnya perairan dan sangat membahayakan nyawa bagi
penyelam pemula karena pola arus yang sewaktu waktu berubah serta tingkat
kecerahan menurun (gelap) (Widhianigrum, 2013).

4.3.7 Lebar Hamparan Datar Karang

Lebar hamparan karang erat kaitannya dengan tingkat kepuasan seseorang


dalam melakukan kegiatan snorkeling, semakin luas area terumbu karang maka
akan semakin bagus untuk dijadikan sebagai lokasi wisata terutama wisata
snorkeling (Yulianda, 2007).

Melalui pengukuran lapangan, diperoleh lebar hamparan datar karang pada


Pantai Moki mencapai 124 m.

4.4. Analisis Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Wisata Pantai


4.4.1 Analisis Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Wisata Pantai

Berdasarkan data primer yang telah di olah dari sepuluh parameter dalam
menentukan kesesuaian ekowisata pantai dengan empat klasifikasi maka diperoleh
hasil analisis seperti disajikan dalam tabel 4.3

Tingginya nilai kesesuaian ini disebabkan karena tingginya nilai kualitas


dari parameter-parameter yang terbilang sebagai parameter pokok yakni, tipe
pantai, kedalaman perairannya, dan lebar pantai . Pantai Moki tergolong ke dalam
jenis pantai berpasir. Tekstur pasir yang halus serta memiliki warna sedikit
kecoklatan menjadi faktor penting dalam berwisata rekreasi pantai jika
dibandingkan pantai berbatu atau pantai berlumpur. Pengunjung dapat melakukan
berbagai kegiatan yang tidak dapat dilakukan di pantai berbatu atau berlumpur,
seperti bermain pasir, olahraga (sepak bola, voli pantai), berkemah dan lain-lain.

4. 5. Hasil Perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) Bahari Kategori


Wisata Pantai di Pantai Moki

No Parameter Bobot Hasil Skor Ni

1 Kedalaman perairan (m) 5 2-3 3 15

2 Tipe pantai 5 Pasir putih kecoklatan, 3 15


sedikit berbatu
3 Lebar pantai (m) 5 19 3 15
4 Material dasar perairan 3 Karang berpasir 2 6

5 Kecepatan arus (m/dt) 3 0,06 3 9

6 Kemiringan pantai (°) 3 2°-3° 3 9


7 Kecerahan perairan (%) 1 100 3 3

8 Penutupan lahan pantai 1 Ketapang, perdu, 2 2


semak belukar rendah

9 Biota berbahaya 1 Bulu babi 2 2


10 Ketersediaan air tawar 1 215 3 3
(jarak/km)

TOTAL 79
INDEKS KESESUAIAN WISATA (IKW) % 94.04 %
KELAS KESESUAIAN S1

Kedalaman perairan adalah jarak dari permukaan air hingga ke dasar


perairan. Perairan dekat bibir Pantai Moki yang tidak tergolong dalam.
Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan kisaran kedalaman Pantai Moki adalah
2-3 m. Adanya variasi tingkat kedalaman perairan didasarkan oleh kondisi
topografi pantai. Halim (1998) dan Haris (2003) juga menyatakan bahwa perairan
yang ideal untuk wisata rekreasi pantai adalah perairan yang memiliki kedalaman
0 – 5 meter. Perairan ini merupakan lokasi yang paling ideal untuk melakukan
kegiatan rekreasi karena para pengunjung dapat bermain air dengan aman. Lebar
Pantai Moki yang tergolong cukup lebar yaitu 19 m, membuat wisatawan dapat
leluasa bermain dan menikmati pantai, atau melakukan aktivitas berkemah.
Dengan kondisi seperti itu wajar jika Pantai Moki mempunyai nilai kesesuaian
yang tinggi jika dijadikan menjadi wisata rekreasi pantai. Oleh karena itu, perlu
adanya upaya dalam menjaga kondisi Pantai Moki, dengan demikian Pantai Moki
dapat dijadikan spot ekowisata bahari yang berkelanjutan.

4.4.2 Analisis Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling

Berdasarkan data primer yang telah di olah dari tujuh parameter dalam
menentukan kesesuaian ekowisata pantai dengan empat klasifikasi maka diperoleh
hasil analisis seperti disajikan dalam tabel 4.4.

Tingginya nilai kesesuaian ini disebabkan karena tingginya nilai kualitas


dari setiap parameter hanya ada satu parameter yang memiliki skor terendah yaitu
pada parameter lebar hamparan karang yang hanya mendapat skor 1. Sedangkan
untuk 3 parameter yang memiliki bobot tertinggi terdapat dua parameter yang
mendapatkan skor 3, yaitu kecerahan dan life form.

4. 5. Hasil Perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) Bahari Kategori


Wisata Snorkeling di Pantai Moki

No Parameter Bobot Hasil Sko Ni


r
1 Kecerahan Perairan (%) 5 100 3 15

2 Tutupan Karang (%) 5 31.08 1 5


3 Jenis life form 3 15 3 9
4 Jenis Ikan Karang 3 48 2 6

5 Kecepatan Arus (cm/dt) 1 13.31 3 3

6 Kedalaman terumbu karang (m) 1 3 3 3


7 Lembar hamparan datar karang (m) 1 124 2 2
TOTAL 43

INDEKS KESESUAIAN WISATA (IKW) % 75,43

KELAS KESESUAIAN S1

Pada perairan Pantai Moki ternyata kedalaman terumbu karang tergolong


sangat sesuai untuk wisata snorkeling, disertai beragam jenis ikan karang dengan
tingkat kecerahan perairan yang mencapai 100% menambah daya tarik tersendiri
untuk wisatawan. Lembar hamparan karang sepanjang 124 m juga membuat
wisatawan leluasa untuk menikmati keidahan di perairan Pantai Moki ini. Akan
tetapi, persen penutupan terumbu karang termasuk kategori rusak sedang dan
kategori sesuai bersyarat untuk wisata snorkling . Oleh karena itu perlu adanya
upaya rehabilitasi karang dan pengurangan kegiatan yang merusak seperti
menjadikan area ini sebagai area penangkapan. Dengan demikian, perairan Pantai
Moki dapat menjadi spot ekowisata bahari kategori snorkeling yang
berkelanjutan.

4.4.3 Analisis Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam

Berdasarkan data primer yang telah di olah dari enam parameter dalam
menentukan kesesuaian ekowisata pantai dengan empat klasifikasi maka diperoleh
hasil analisis seperti disajikan dalam tabel 4.5.

4. 5. Hasil Perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) Bahari Kategori


Wisata Selam di Pantai Moki

N Parameter Bobot Hasil Skor Ni


o
1 Kecerahan Perairan (%) 5 100 3 15

2 Tutupan Karang (%) 5 55.7 2 10


6
3 Jenis life form 3 17 3 9
4 Jenis Ikan Karang 3 56 3 9
5 Kecepatan Arus (cm/dt) 1 20.3 2 2
6
6 Kedalaman terumbu karang (m) 1 7 3 3

TOTAL 48

INDEKS KESESUAIAN WISATA (IKW) % 88.88

KELAS KESESUAIAN S1

Pada perairan Pantai Moki ternyata kedalaman terumbu karang tergolong


sangat sesuai untuk wisata selam, hal ini sesuai dengan pernyataan Yulianda
(2007) dalam Andry (2013) Untuk kegiatan penyelaman dibatasi oleh kedalaman
terumbu karang, selain karena meningkatnya tekanan atmosfer berbanding lurus
dengan bertambahnya kedalaman sehingga akan sangat beresiko pada kegiatan
penyelaman, karang dibatasi oleh penetrasi cahaya yang diterimanya sehingga
pada kedalaman tertentu tidak lagi ditemukan terumbu karang. Disertai beragam
jenis ikan karang dengan tingkat kecerahan perairan yang mencapai 100%
membuat wisatawan akan lebih nyaman dalam melakukan aktivitas selam karena
jarak pandang yang mendukung.

Tingginya nilai kesesuaian ini disebabkan karena tingginya nilai kualitas


dari setiap parameter - parameter yang bobot tertinggi yaitu kecerahan perairan,
tutupan karang, jenis life form dan jenis ikan karang. Tutupan karang yang
mencapai 55,76 %, dengan 17 jenis life form, dan 56 jenis ikan karang dapat
menggambarkan indahnya pemandangan bawah laut yang akan menjadi kepuasan
tersendiri untuk wisatawan, karena terdapat unsur utama dari nilai estetika taman
laut yang akan dinikmati oleh para wisatawan. Hal tersebut akan menjadi daya
tarik pengunjung maupun penyelam untuk menikmati serta mengamati keindahan
dari bentuk pertumbuhan karang itu sendiri. Pendapat ini didukung oleh
pernyataan Arifin (2008) dalam Rajab (2013) bahwa persentase tutupan
komunitas karang, bentuk pertumbuhan terumbu karang, dan jenis ikan karang
mempunyai nilai daya tarik bagi wisatawan karena memiliki variasi morfologi dan
warna yang menarik. Natha et al., (2014) menjelaskan bahwa dalam wisata bahari
jenis lifeform karang dibutuhkan sebagai variasi yang dapat dinikmati di bawah
laut, hal ini penting untuk diketahui agar supaya dapat melihat karakteristik dari
masing-masing daerah penyelaman karena setiap jenis lifeform memiliki daya
tarik yang berbeda.

Kondisi tutupan karang hidup yang terdapat di Perairan ini memiliki


potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai objek wisata selam namun
disamping itu tak lepas dari pengawasan masyarakat atau pihak pengelola. Hal
tersebut untuk memastikan agar tidak ada kerusakan pada terumbu karang yang
disebabkan oleh wisatawan/pengunjung yang menyelam.
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Melalui uraian hasil PKL yang telah dijelaskan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis tingkat kesesuaian wisata pantai di Pantai Moki


diperlukan pengetahuan mengenai teknik identifikasi kesesuaian lahan
yang dapat dikembangkan menajdi ekowisata bahari kategori wisata pantai
yang dapat diketahui melalui pengenalan dan pemahaman terhadap
berbagai parameter terkait dengan kedalaman perairan, tipe pantai, lebar
pantai, material dasar perairan, kecepatan arus (m/dt). Kemiringan pantai
(°), kecerahan perairan (%), penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan
ketersediaan air tawar (jarak/km). Dan juga diperlukan keterampilan dan
ketelitian pengukuran nilai – nilai parameter kesesuaian untuk menghitung
nilai IKW perairan Pantai Moki agar dapat dikembangkan menjadi lahan
Ekowisata Bahari. Hasil perhitungan IKW untuk wisata pantai di perairan
Pantai Moki yaitu S1 atau sangat sesuai.
2. Sama halnya untuk menganalisis tingkat kesesuaian wisata snorkling di
Pantai Moki diperlukan pengetahuan mengenai teknik identifikasi
kesesuaian lahan yang dapat dikembangkan menajdi ekowisata bahari
kategori wisata pantai yang dapat diketahui melalui pengenalan dan
pemahaman terhadap berbagai parameter terkait dengan kecerahan
perairan, tutupan komunitas karang, jenis life form, jenis ikan karang,
kecepatan arus, kedalaman terumbu karang, dan lebar hamparan datar
karang. Yang dimana menjadi penentu dalam tingkat kesesuaian lahan
untuk ekowisata bahari kategori snorkeling. Dan juga diperlukan
keterampilan dan ketelitian pengukuran nilai – nilai parameter kesesuaian
untuk menghitung nilai IKW perairan Pantai Moki agar dapat
dikembangkan menjadi lahan Ekowisata Bahari. Hasil perhitungan IKW
untuk wisata snorkeling di perairan Pantai Moki yaitu S1 atau sangat
sesuai.
3. Dan untuk menganalisis tingkat kesesuaian wisata selam di Pantai Moki
diperlukan pengetahuan mengenai teknik identifikasi kesesuaian lahan
yang dapat dikembangkan menajdi ekowisata bahari kategori wisata pantai
yang dapat diketahui melalui pengenalan dan pemahaman terhadap
berbagai parameter terkait dengan kecerahan perairan, tutupan komunitas
karang, jenis life form, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman
terumbu karang. Sama halnya dengan wisata snorkeling hanya saja untuk
parameter wisata selam tidak memperhitungkan lembar hamparan datar
karang. Parameter – parameter ini menjadi penentu dalam tingkat
kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori snorkeling. Dan juga
diperlukan keterampilan dan ketelitian pengukuran nilai – nilai parameter
kesesuaian untuk menghitung nilai IKW perairan Pantai Moki agar dapat
dikembangkan menjadi lahan Ekowisata Bahari. Hasil perhitungan IKW
untuk wisata selam di perairan Pantai Moki yaitu S1 atau sangat sesuai

5.2. Saran
Selain kesimpulan yang telah dikemukakan, melalui PKL ini terdapat
beberapa saran seperti berikut ini :

1. Dalam pengumpulan data parameter disarankan agar mempersiapkan


segala keperluan dengan baik, terutama untuk pengambilan data terhadap
persen tutupan karang, jenis life form, dan jenis ikan karang. Untuk
pengambilan ketiga data tersebut disarankan meletakan garis transek
sesuai dengan panduan agar mudah dibaca, kemudian mengukur panjang
perpotongan setiap komponen dengan teliti, serta menentukan jenis life
form sesuai dengan panduannya.
2. Disarankan untuk mempelajari teknik pengoperasian berbagai alat dan
metode serta keterampilan pengumpulan data dan informasi berbagai
parameter kesesuaian.
3. Melakukan penelitian lanjutan untuk menganalisis Daya Dukung lahan
perairan Pantai Moki untuk Ekowisata Bahari yang berkelanjutan.
1

DAFTAR PUSTAKA

Allen, G., R. Stenee, P. Humann and N. Deloach, 2003. Tropical Pacific Reef
Fish Identification. New World Publication, Inc.
English, S., C. Wilkinson and V. Baker, 1994. Survey Manual For Tropical
Marine Resources, Australian Institute of Marine Science. Second Edition,
Australian Institute of Marine, Townsville.
Erfiana, N. F., & Romadhon, A., 2021. ANALISA KESESUAIAN PANTAI UNTUK
EKOWISATA PANTAI DI PULAU SASIIL KABUPATEN
SAPEKEN. Juvenil: Jurnal Ilmiah Kelautan dan Perikanan, 2(1), 10-16.
Halim, A. 1998. Penentuan Lokasi Wisata Bahari Dengan Sistem Informasi
Geografis di Gili Indah Kabupaten Lombok Barat. Propinsi Nusa Tenggara
Barat. Skripsi. FPIK.IPB.Bogor.
Haris, A., 2003. Analisis Kesesuaian Lahan dan Kebijakan Pemanfaatan Ruang
Wilayah Pesisir Teluk Kayeli Kabupaten Buru. Tesis. Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hazeri, G. 2014. Studi Kesesuaian Pantai Laguna Desa Merpas Kecamatan Nasal
Kabupaten Kaur Sebagai Daerah Pengembangan Pariwisata dan
Konservasi. Skripsi.Fakulatas Pertanian. Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Kamah, M. H. (2013). Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde
Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara. Skripsi.
Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo

Karnan. 2000. Asosiasi Spasio-Temporal Komunitas Karang dengan Bentuk


Pertumbuhan Karang di Perairan barat Daya Pulau Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat. Tesis. Program Pascasarjana. IPB. Bogor.

Ketchum, 1972. GESAMP 2001. Reports and Studies. A Sea of Trouble.


Coordination Office ogthe Global Programme of Action for The Protection
2

of The Marine Environment from Land and Based Activities (UNEP). The
Hague Division of Environmental Convention (UNEP).Nairobi
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001 Tentang
Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang.
Kuiter, R. H. and T. Tanozuka., 2001. Pictorial Gude to : Indonesian Reef Fishes.
Zoonetics Po Box 124 Seaford VIC 3198. Australia
Muqsit, A., Johan, Y., Hartono, D., & Oktaviani, A., 2020. ANALISIS
KESESUAIAN KAWASAN EKOWISATA PANTAI DI PANTAI PANJANG
PROVINSI BENGKULU. JURNAL ENGGANO, 5(3), 566-586.

Natha, H. M., Tuwo, A., & Samawi, F., 2014. Kesesuaian Ekowisata Selam Dan
Snorkling Di Pulau Nusa Ra dan Nusa Deket Berdasarkan Potensi Biofisik
Perairan. Jurnal Sains dan Teknologi, 14(3), 259-268.

Nugraha, H. P., Indarjo, A., & Helmi, M., 2013. Studi kesesuaian dan daya
dukung kawasan untuk rekreasi pantai di Pantai Panjang Kota
Bengkulu. Journal of Marine Research, 2(2), 130-139.

Nurisyah, Siti.1998. Rencana Pengembangan Fisik Kawasan Wisata Bahari di


Wisata Pesisir Indonesia. Bulletin Tanaman dan Lanskap Indonesia.
Perencanaan, Perancangan dan pengelolaan. Volume 3, Nomor 2

Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut.Suatu Pendekatan Ekologis.Gramedia,


Jakarta.

Pasak, H.A., Manapa, E.S. & Ukkas, M., 2017. Studi Pengembangan Ekowisata
Bahari Di Pulau Pasir Putih Kabupaten Polewali Mandar. Spermonde. 3
(1): 29-34

Plathong S., Inglis G.J., Huber M., 2000. Effects of Self-Guide Snorkeling Trails
on Corals in a Tropical Marine Park. Journal Conservation Biology, 14 (6):
1821-1830.

Putra, A. P., 2013. Studi Kesesuaian Dan Daya Dukung Ekosistem Terumbu
Karang Untuk Wisata Selam Dan Snorkeling Di Kawasan Saporkren
3

Waiged Selatan Kabupaten Raja Ampat. Skripsi. Universitas Hasanuddin.


Makassar.

Rahmawati, A., 2009. Studi Pengelolaan Kawasan Pesisir Untuk Kegiatan Wisata
Pantai (Kasus Pantai Teleng Ria Kabupaten Pacitan Jawa
Timur).Skripsi.Bogor: Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Rajab MA., 2013. Daya dukung perairan Pulau Liukang Loe untuk aktivitas
ekowisata bahari. Depik, 2(3), 114-125.

Rumahlatu, D., 2012. Respons perilaku bulu babi Deadema setosum terhadap
logam berat kadmium. Bumi Lestari Journal of Environment, 12(1), 45-54.

Sari, N. A., Putra, I. N., & Dirgayusa, I. P., 2017. Kajian Kesesuaian Wisata
Selam dan Snorkeling di Perairan Tulamben Karangasem Bali. Journal of
Marine and Aquatic Sciences, 3(1), 99-114.

Sasongko, S., Damanik, J., & Brahmantya, H., 2020. Prinsip Ekowisata Bahari
dalam Pengembangan Produk Wisata Karampuang untuk Mencapai
Pariwisata Berkelanjutan. Jurnal Nasional Pariwisata, 12(2), 126-139.

Supriharyono, 2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Djambatan.


Jakarta. 129 hal.

Tambunan, J.M., S. Anggoro, H. Purnaweni, 2013. Kajian Kualitas Lingkungan


dan Kesesuaian Wisata Pantai Tanjung Pesona Kabupaten Bangka.
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan. Magister ilmu lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang

TIES, 2015. What is Ecotourism? The International Ecotourism Society.


[terhubung berkala]. https://www.ecotourism.org/ [ 10 Juni 2021]

Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan


4

Undang – undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir


dan Pulau – Pulau Kecil

White W.T., P.R. Last, Dharmadi, R. Faidah, U. Chodrijah, B.I. Prisantoso, J.J.
Fogonoski, M. Puckridge and S.J.M. Blaber, 2013. Market Fishes of
Indonesia (Australia: Australian Center for Internasional Agricultural
Research).

Widhianingrum, I., Indarjo, A. & Pratikto, I., 2013. Studi Kesesuaian Perairan
Untuk Ekowisata Diving Dan Snorkeling Di Perairan Pulau Keramat,
Kebupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Journal of Marine
Research. 2 (3): 181-189.

Widikurnia P., 2016. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang untuk Kegiatan


Ekowisata Selam di Pulau Biawak, Indramayu, Jawa Barat. Skripsi. Bogor,
Indonesia: Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Yulianda F., 2007. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan


Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Seminar Sains pada Departemen
MSP, FPIK IPB. 21 Februari 2007; Bogor, Indonesia. Bogor (ID):
Departemen MSP IPB

Yulisa, N.K., Y. Johan, D. Hartono., 2016. Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung
Ekowisata Pantai Kategori Rekreasi Pantai Laguna Desa Merpas
Kabupaten Kaur. Jurnal Enggano. 1(1), pp. 97-111.

Yustiabel, H., Irwani, I., & Subardjo, P., 2014. Studi Kesesuaian Wisata Pantai
Parangtritis Sebagai Rekreasi Pantai Kabupaten Bantul,
Yogyakarta. Journal of Marine Research, 3(4), 559-565.

Zulfikar., 2011. Kesesuaian dan daya dukung ekosistem terumbu karang sebagai
kawasan wisata selam dan snorkeling di Tuapejat Kabupaten Kepulauan
Mentawai. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 17(1), 195-
203.
5
6

LAMPIRAN 1

Pengukuran Lebar Pantai Pengukuran Kecepatan Arus

Pengukuran Kecerahan Pemasangan Alat Scuba

Pengukuran Lembar Pengambilan data Life Form


Hamparan Karang
7

Pengambilan Data Karang


Tim Pengambilan Data
dengan metode LIT

Hasil Pengambilan data karang yang tercatat di


underwater paper

Anda mungkin juga menyukai