Anda di halaman 1dari 19

MODUL PRAKTIKUM

PERBENIHAN DAN PENANGKARAN BIOTA LAUT

Oleh

Team Teaching Perbenihan dan Penangkaran Biota LAut

Syafiuddin
Andi Niartiningsih
Inayah Yasir
Syafyudin Yusuf

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjtkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya
sehingga Modul Praktikum Perbenihan dan Penangkaran Biota Laut dapat kami susun. Modul
Praktikum ini disusun untuk memberikan gambaran dan panduan kepada mahasiwa sehingga
mahasiswa mampu melakukan dan memahami perbenihan dan penangkaran biota laut,
khususnya biota laut yang dilindungi. Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan belajar bagi
mahasiswa untuk pencapaian kompetensi perbenihan dan penangkaran biota laut.

Modul ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan ada
masukan dan saran demi perbaikan modul modul ini. Semoga modul ini dapat memberikan
manfaat.

Makassar, Juli 2020

Tim Pengajar
DAFTAR ISI

Hal
PENDAHULUAN Deskripsi Matakuliah 1
Prasyarat 1
Tugas Mahasiswa 1
Tugas Fasilitator 1
Kompetensi yang diharapkan 1
Isi Praktikum 2

MODUL PEMBELAJARAN 1 DESAIN WADAH PERBENIHAN DENGAN 3


SISTEM RESIRKULASI
Tujuan dan Kegunaan 3
Teori/materi 3
Peralatan dan Bahan 5
Prosedur Kerja 5

MODUL PEMBELAJARAN 2 PENETASAN KISTA/TELUR ARTEMIA 6


Tujuan dan Kegunaan 6
Teori/materi 6
Peralatan dan Bahan 7
Prosedur Kerja 7

MODUL PEMBELAJARAN 3 PERBENIHAN/PEMIJAHAN KUDA LAUT 8


(Hippocampus barbouri)
Tujuan dan Kegunaan 8
Teori/materi 8
Peralatan dan Bahan 10
Prosedur Kerja 11

MODUL PEMBELAJARAN 4 PERBENIHAN/PEMIJAHAN KIMA (Tridacna 12


squamosa)
Tujuan dan Kegunaan 12
Teori/materi 12
Peralatan dan Bahan 14
Prosedur Kerja 14
DAFTAR PUSTAKA 15
PERBENIHAN DAN PENANGKARAN BIOTA LAUT

PENDAHULUAN

Deskripsi Mata Kuliah

Matakuliah ini membahas tentang definisi dan tujuan melakukan pembenihan dan penangkaran
biota laut sebagai suatu pendekatan untuk konservasi sumberdaya hayati laut dan pengembangan
budidaya laut. Mata kuliah ini juga membahas tentang pengelolaan sistem pembenihan dan
penangkaran biota laut, konsep serta teknik searanching. Selain itu juga membahas tentang
teknik budidaya pakan alami, teknik pembenihan biota laut langka/dilindungi maupun yang
bernilai ekonomis. Bagian akhir akan membahas teknik penangkaran dan restocking biota laut
langka.

Prasyarat : Prasyarat untuk memprogramkan mata kuliah ini adalah mereka yang telah melulusi
matakuliah Biologi Laut, vertebrata dan avertebrata laut serta fisiologi biota laut.

Tujuan praktikum
Tujuan praktikum untuk melengkapi, memahami, dan menghayati materi materi yang
didapatlkan dalam perkuliahan.
Tugas Mahasiswa
1. Mahasiswa wajib mempelajari materi praktikum sebelum pelaksanaan praktikum
dilaksanakan.
2. Mahasiswa dalam kelompok kerja wajib melakukan praktikum secara aktif dan bekerja
bersama dan tertib.
3. Mahasiswa wajib membuat laporan akhir hasil praktikum
Tugas Fasilitator

1. Menjelaskan keterampilan dan kegiatan yang akan diberikan kepada mahasiswa pada awal
pertemuan.
2. Memfasilitasi dan mendampingi mahasiswa dalam kelompok yang ditunjuk setiap kali
melakukan praktikum
3. Membagi mahasiswa dalam kelompok untuk pelaksanaan kegiatan praktikum.
4. Melakukan evaluasi dari masing-masing kelompok mahasiswa terkait dengan pencapaian
yang diharapkan.
Kompotensi Yang Diharapkan
Setelah mengikuti proses pembelajaran mata kuliah Pembenihan dan Penangkaran Biota
Laut diharapkan mahasiswa departemen Ilmu Kelautan :
1. Mampu menjelaskan teori dan konsep perbenihan dan Penangkaran Biota Laut
2. Mampu menjelaskan Teori dan Konsep sea ranching
3. Mampu melakukan perbenihan biota laut
4. Mampu melakukan penangkaran dan restocking biota laut Langka
Isi Praktikum
Adanya keterbatasan baik sarana maupun bahan yang tersedia, maka materi yang
dipraktikumkan terbatas pada materi-materi yang memungkinkan dipraktikumkan. Materi-
materi dipraktikumkan sebagai berikut :
1. Desain wadah perbenihan sistem resirkulasi
2. Penetasan telur Artemia salina
3. Pemijahan kuda laut, dan
4. Pemijahan kima
MODUL PEMBELAJARAN 1

DESAIN WADAH PERBENIHAN DENGAN SISTEM RESIRKULASI

Tujuan dan Kegunaan


Praktikum bertujuan untuk mengetahui bentuk dan desain wadah perbenihan dan
penangkaran biota laut dengan sistem resirkulasi. Kegunaan praktikum adalah memberikan
pemahaman kepada mahasiswa sehingga mampu memahami konsep desain pemeliharaan sistem
resirkulasi.

Teori/materi
Sistem budidaya dapat dibagi menjadi sistem terbuka atau tertutup. Sistem terbuka
adalah air keluar dari wadah budidaya dan tidak dipakai kembali untuk budidaya, sedangkan
pada sistem tertutup, air digunakan kembali melalui perlakuan untuk mengembalikan kualitas
air.
Sistem resirkulasi adalah suatu sistem produksi dimana air digunakan lebih dari satu kali
setelah melalui proses pengolahan limbah dan adanya sirkulasi atau perputaran air. Pada sistem
resirkulasi tertutup tidak ada atau sedikit air yang diganti, dan air adalah subjek dari perlakuan
ekstensif.
Suksesnya sistem resirkulasi terutama bergantung kepada efektifitas sistem dalam
menangani atau mengolah limbah budidaya terutama yang berupa limbah metabolit. Limbah
yang paling berbahaya adalah amoniak dan padatan terlarut lainnya. Sistem resirkulasi biasanya
terdiri dari empat komponen yaitu wadah budidaya, wadah pengendapan primer atau filter
mekanik, filter biologi dan wadah pengendapan sekunder (Gambar 1).

Gambar 1. Rancangan sistem resirkulasi

Secara umum ada dua jenis filter yang dipakai dalam kegiatan budidaya dengan sistem
resirkulasi, yaitu filter mekanik dan filter biologi. Filter mekanik adalah filter yang berfungsi
untuk memisahkan secara fisik partikel-partikel tersuspensi dari air dengan menangkap padatan
dalam air sebelum air masuk wadah budidaya. Tipe paling sederhana dari filter adalah filter
mekanik yang digunakan untuk memisahkan partikel dari air. Fungsi dari filter mekanik adalah
menurunkan turbiditas di air yang disebabkan oleh mikroorganisme dan partikel lain untuk
menurunkan tingkat koloid organik, dan untuk menyingkirkan detritus dari filter biologi.
Filter biologi adalah suatu proses mineralisasi senyawa-senyawa nitrit organik, nitrifikasi
dan denitrifikasi oleh bakteri-bakteri yang terdapat di air dan menempel pada batuan dasar alat-
alat saring. Fungsi utama filter biologi adalah untuk menyaring air yang mengandung limbah
nitrogen menggunakan substrat pada filter yang mengandung bakteri nitrifikasi. Fungsi kedua
dari filter biologi adalah untuk membantu filter mekanik, mineralisasi, pergantian gas, filter
kimiawi dan menyediakan tempat hidup bagi invertebrata.
Proses yang terjadi dalam filter biologi adalah proses nitrifikasi dari amoniak menjadi
nitrat. Nitrifikasi adalah oksidasi biologi amoniak menjadi nitrit dan nitrit menjadi nitrat oleh
bakteri autotropik yang ditunjukkan pada Gambar 1 . Bakteri nitrifikasi mengoksidasi amoniak
dalam 2 tahap secara berurutan dimana amoniak diubah menjadi nitrit baru setelah itu nitrit
diubah menjadi nitrat yang tidak beracun bagi ikan. Nitrosomonas sp dan Nitrobacter sp adalah
bakteri nitrifikasi utama dalam sistem.
Kondisi aerobik harus dipertahankan, jika filter biologi dalam kondisi anaerob maka
amoniak akan lebih banyak dan akan bersifat racun. Kondisi aerobik dapat diciptakan dengan
cara memberikan udara ke air yang masuk ke dalam filter biologi atau memberikan udara ke
dalam filter. Bakteri tidak dapat mengoksidasi amoniak apabila kandungan oksigen diair berada
di bawah 2 mg/l.

Gambar 2 :Siklus nitrogen pada sistem resirkulasi


Nitrobacter mengubah nitrit menjadi nitrat lebih cepat pada air yang memiliki kapasitas
buffer. Proses nitrifikasi pada filter biologi akan menyebabkan menurunkan pH dalam air pada
sisitem resirkulasi. Kisaran pH untuk nitrifikasi pada sistem air laut adalah 7,5-8,3. Bongkahan
karang dan cangkang kerang dapat membantu mempertahankan nilai pH.
Ada dua metode untuk mengaklimatisasi sistem sebelum digunakan. Pertama adalah
dengan menggunakan hewan yang tahan amoniak tinggi sebagai sumber amoniak. Cara kedua
adalah dengan menambahkan bahan-bahan kimia seperti amonium klorida dan sodium nitrit,
sebagai sumber amoniak dan nitrit untuk menumbuhkan bakteri nitrifikasi. Apabila sistem telah
stabil sangat penting untuk memastikan filter mendapat masukan amoniak dan nitrit yang tetap.
Peralatan dan bahan
Peralatan yang disiapkan oleh mahasiswa berupa alat tulis menulis untuk menggambar
desain sistem resirkulasi. Alat peraga berupa model pemeliharaan biota dengan sistem resirkulasi
telah tersedia di Laboratorium.

Prosedur Kerja :

1. Fasilitator memberikan penjelasan tentang desain, tataletak fasilitas dan pengelolaan


sistem perbenihan dan penangkaran biota laut
2. Mengamati model dan desain pengelolaan perbenihan dan penangkaran di Laboratorium
3. Menggambar desain wadah perbenihan dan penangkaran yang telah diamati
4. Mendiskusikan bersama dalam kelompok dan memberikan keterangan bagian-bagian
yang telah didesain atau digambar
5. Masing-masing kelompok kerja mempresentasikan apa yang telah diamati dan digambar
6. Mengumpulkan laporan hasil praktikum
MODUL PEMBELAJARAN 2

PENETASAN KISTA/TELUR ARTEMIA

Tujuan dan Kegunaan

Praktikum bertujuan untuk mengetahui teknik penetasan telur Artemia dengan cara
dekapsulasi dan tanpa dekapsulasi. Kegunaan praktikum adalah memberikan keterampilan
kepada mahasiswa sehingga mampu menetaskan telur/kista Artemia salina.
Teori/materi
Artemia merupakan sejenis krustacea yang mampu memproduksi telur berbentuk kista
yang dapat disimpan dalam waktu lama. Artemia merupakan salah satu jenis pakan alami yang
banyak digunakan dalam kegiatan pembenihan biota laut dan tawar.
Artemia salina memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai pakan alami,
diantaranya adalah mudah dalam penanganannya karena kista Artemia dapat disimpan dan
ditetaskan sewaktu-waktu bilamana diperlukan, mudah beradaptasi terhadap kondisi lingkungan
pada kisaran salinitas 5 – 300 ppt, dapat hidup pada kondisi kepadatan tinggi dan mempunyai
nilai nutrisi dengan kadar protein sekitar 40-60% dari berat kering.
Artemia salina, diperdagangkan dalam bentuk telur istirahat atau yang biasa disebut
dengan kista. Bila dilihat dengan mata telanjang berbentuk bulatan-bulatan kecil berwarna
coklat. Telur artemia beratnya 3,6 mikrogram dengan diameter 300 mikron dan pada saat
menetas menjad naupli beratnya hanya sekitar 15 mikrogram dengan panjang 0,4 mm.
Artemia salina, yang baru menetas disebut nauplius, berwarna orange berbentuk bulat
lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron dan berat 0,002 mg. Naupli
berangsur-ansur mengalami perkembangan dan perubahan morfologis dengan 15 kali pergantian
kulit hingga menjadi dewasa. Pada setiap pergantian kulit disebut instar.

Gambar 3. Siklus hidup Artemia salina

Penetasan kista artemia dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penetasan langsung dan
penetasan dengan cara dekapsulasi. Cara dekapsulasi dilakukan dengan mengupas bagian luar
kista menggunaka hipoklorit tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup embrio. Cara dekapsulasi
merupakan cara yang tidak umum digunakan pada panti-panti benih, namun untuk meningkatkan
daya tetas dan menghilangkan penyakit yang dibawa oleh kista artemia, cara dekapsulasi lebih
baik diterapkan.
Langkah-langkah penetasan dengan cara dekapsulasi adalah sebagai berikut :
1. Kista Artemia dihidrasi dengan air tawar selama 1 – 2 jam
2. Kista disaring dengan menggunakan plankton net 120 mikron dan dicucui bersih
3. Kista dicampur dengan larutan kaporit/klorin dengan dosis 1,5 ml/ gram kista,
kemudian diaduk hingga kista artemia berwarna merah bata (orange)
4. Kista segera disaring menggunakan plankton net 120 mikron dan dibilas
menggunakan air tawar sampai bau klorin hilang, kemudian siap untuk ditetaskan
5. Kista akan menetas menjadi naupli setelah 18 – 24 jam, selanjutnya pemanenan
naupli dilakukan dengan cara mematikan aerasi untuk memisahkan kista yang tidak
menetas dengan naupli artemia.
Kista hasil dekapsulasi data segera digunakan (ditetaskan) atau disimpan dalam suhu 0 –
(-4) derajat celcius dan digunakan sesuai dengan kebutuhan. Dalam kaitannya dengan proses
penetasan, kista setelah dimasukkan ke dalam air laut akan mengalami hidrasi berbentuk bulat
dan di dalamnya terjadi metabolism embrio yang aktif. Sekitar 24 jam kemudian cangkang kista
pecah dan muncul embrio yang masih dibungkus dengan selaput dan pada saat ini panen segera
akan dilakukan.

Peralatan dan bahan

Peralatan yang digunakan adalah botol cocacola 1,5 liter sebagai wadah penetasan, peralatan
aerasi, lampu neon, saringan plankton, gayung, cawan petri, lup, timbangan digital dan
handcounter. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu kista/telur Artemia, larutan
hipoklorit/bayclin, larutan HCl dan air laut

Prosedur Kerja

Untuk praktikum penetasan kista/telur Artemia dilakukan dengan menggunakan dua


metode yaitu metode dekapsulasi dan tanpa dekapsulasi

Dengan Dekapsulasi (proses penghilangan lapisan luar kista dengan dengan menggunakan
larutan hipoklorit). Prosedur kerja sebagai berikut :
1. Mempersiapkan wadah penetasan (botol cocacola 1,5 liter), lampu neon untuk
pencahayaan dan peralatan aerasi
2. Masukkan air laut yang telah disaring ke dalam wadah penetasan sebanyak 1 liter.
3. Menimbang Kista/telur Artemia sebanyak 0,5 gram kemudian dihidrasi dengan air tawar
selama kurang lebih 1 jam
4. Kista disaring dengan saringan 120 μm dan dicuci bersih
5. Kista siap didekapsulasi, dengan mencampur dalam larutan hipoklorit/baycline dan
diaduk secara manual serta diaerasi kuat
6. Lama proses dekapsulasi tersebut 5 – 15 menit dengan ditandai perubahan warna kista
dari coklat gelap menjadi abu-abu kemudian orange.
7. Kista disaring dengan saringan 120 μm dan dicuci sampai bersih dengan air laut hingga
bau klorin hilang dan tidak ada lagi sisa busa pada kista tersebut
8. Kista dicelup 2 kali dalam larutan HCl 0,1 N dan dicuci bersih
9. Kista hasil dekapsulasi siap untuk ditetaskan dalam wadah penetasan
10. Lakukan pengamatan (penghitungan) pada hari berikutnya atau setelah kista artemia
menetas menjadi nauplius

Tanpa Dekapsulasi
1. Mempersiapkan wadah penetasan (botol cocacola 1,5 liter), lampu neon untuk
pencahayaan dan peralatan aerasi
2. Masukkan air laut yang telah disaring ke dalam wadah penetasan sebanyak 1 liter.
3. Menimbang Kista/telur Artemia sebanyak 0,5 gram, kemudian memasukkan ke dalam
wadah yang telah disiapkan.
4. Lakukan pengamatan (penghitungan) pada hari berikutnya atau setelah kista artemia
menetas menjadi nuplius dengan menghitung tingkat penetasan telur artemia
5. Masing-masing kelompok kerja membuat laporan hasil pengamatannya
MODUL PEMBELAJARAN 3

PERBENIHAN/PEMIJAHAN KUDA LAUT (Hippocampus barbouri)

Tujuan dan Kegunaan

Praktikum bertujuan untuk mengetahui teknik pemijahan kuda laut higga menghasilkan
juwana dan benih kuda laut. Kegunaan praktikum adalah memberikan keterampilan kepada
mahasiswa sehingga mampu melakukan perbenihan kuda laut.

Teori/materi

Kegiatan pembenihan kuda laut seperti pada umumnya kegiatan pembenihan biota
lainnya yang terdiri atas serangkaian kegiatan yang saling berhubungan. Mata rantai utama
adalah pemeliharaan calon induk guna mendapatkan induk matang gonad. Selanjutnya
merupakan kegiatan pemijahan, pemeliharaan juwana dan penyediaan pakan alami.
Mata rantai seluruh kegiatan dalam pembenihan harus diketahui dalam membuat
perencanaan, karena erat kaitannya dengan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
menunjang pelaksanaan kegiatan. Kelengkapan dan pemilihan sarana yang tepat tidak hanya
membantu kelancaran kegiatan tetapi ikut menentukan keberhasilan dalam usaha pembenihan.

Terdapat beberapa tahapan yang harus dikukan pada pembenihan kuda laut skala
Laboratorium. Tahapan-tahapan tersebut terdiri dari persiapan wadah pemeliharaan,
pemeliharaan induk, pemijahan dan pengeraman, pemeliharaan juwana, pemberian pakan dan
pengelolaan kualitas air
1. Persiapan Wadah
Pada pembenihan kuda laut wadah yang digunakan dapat berupa bak beton, bak kayu
berlapis plastik, bak fiberglass/plastik dan akuarium. Selain menggunakan wadah tersebut, untuk
penanganan kuda laut yang lebih efisien juga dapat menggunakan kurungan-kurungan yang
didesain khusus. Dalam bak pemeliharaan juga dilengkapi dengan tempat bertengger (shelter)
induk berupa lamun buatan yang terbuat dari plastik , rang plastik yang dibentuk bundar dan tali
yang dibentuk seperti piramid dan dilengkapi dengan pemberat dari batu agar tenggelam di dasar
wadah pemeliharaan. Fungsi dari tempat bertengger adalah untuk tempat istirahat yang nyaman
dengan cara melilitkan ekornya. Bak pemeliharaan diberi aerasi yang bergelembung halus.

2. Desain Wadah
Semua wadah pemeliharaan, baik wadah pemeliharaan/perkawinan induk maupun
pemeliharaan juwana kuda laut didesain dengan menggunakan sistem resirkulasi yang terdiri bak
penampungan air laut, wadah pemeliharaan, wadah filter, pompa dan blower untuk suplai
oksigen. Tujuan dari desain sistem resirkulasi ini adalah agar kualitas air pada media
pemeliharaan tetap stabil dan berada pada kondisi yang layak untuk kelangsungan hidup induk
maupun juwana kuda laut.
3. Pemilihan Induk Kuda Laut
Faktor utama yang perlu diperhatikan dalam pemilihan induk adalah faktor kesehatan.
Kriteria kuda laut sehat antara lain anggota organ tubuh lengkap dan proporsional, kulit bebas
dari parasit dan atau infeksi oleh organisme lainnya. Kuda laut yang mempunyai dada kempes
dan terlihat kurus menandakan sudah tidak produktif lagi. Kondisi ini penting diketahui terutama
untuk memilih calon induk yang tidak diketahui umurnya. Induk kuda laut dapat diperoleh dari
hasil tangkapan di laut (alam) atau dari hasil budidaya kuda laut dengan ukuran panjang lebih
dari 10 cm.

4. Pemeliharaan dan Perkawinan Induk


Induk kuda laut sebelum dimasukkan ke dalam wadah pemeliharaan/perkawiinan induk
terlebih dahulu diaklimatisasi dengan cara mengapungkan induk yang masih berada dalam
kantong plastik di dalam wadah pemeliharaan. Wadah pemeliharaan/ perkawinan dilengkapi
aerasi dan tempat sangkutan untuk bertenggernya induk kuda laut. Pada
pemeliharaan/perkawinan induk kuda laut dilakukan pemijahan secara massal dengan
perbandingan induk jantan dan betina 1 : 1. Ciri-ciri induk yang matang kelamin dan siap
memijah adalah sebagai berikut :
1. Jantan
a. Mengejar betina sambil menekuk ekor dan menggembungkan kantong pengeramannya
b. Warna tubuh berubah menjadi cerah.
2. Betina
a. Bagian perut membesar, urogenital berwarna kemerah-merahan.
b. Apabila disorot cahaya, bagian dalam perut berwarna kemerah-merahan.
c. Warna tubuh berubah menjadi cerah.
d. Apabila dililit oleh ekor ikan jantan tidak berusaha melepaskan diri.
Kuda laut termasuk hewan karnivora, memakan segala jenis hewan kecil mulai dari udang-
udangan sampai larva ikan. Berdasarkan perilaku makannya kuda laut adalah pemangsa pasif,
yaitu menunggu makanan yang lewat dan mneyerang mangsanya dengan cara menghisap sampai
masuk ke moncongnya yang panjang. Pakan yang diberikan untuk induk kuda laut adalah pakan
alami zooplankton dari jenis krustasea. Pakan hidup lebih disukai dibandingkan dibandingkan
dengan pakan yang sudah dibekukan. Selain pakan alami tersebut induk kuda laut juga diberi
makan dengan udang rebon segar atau beku. Frekuensi pemberian pakan dilakukan dua kali
sehari yaitu pada pagi dan sore hari secara ad satiation.
Di dalam wadah pemeliharaan atau perkawinan, induk-induk kuda laut mampu memijah
secara alami tanpa dibantu oleh campur tangan manusia. Induk kuda laut betina yang telah
matang gonad susah melakukan pemijahan dengan cara memindahkan atau mentransfer telur-
telurnya ke dalam kantong pengeraman induk kuda laut jantan. Telur-telur hasil pemijahan
kemudian akan terbuahi dan dierami oleh kuda laut jantan. Induk kuda laut yang sudah siap
melahirkan dicirikan dengan membesarnya kantong pengeraman. Masa pengeraman telur di
dalam kantong pengeraman berlangsung selama kurang lebih dua minggu. Selama proses
pengeraman sebaiknya induk-induk jantan dihindarkan dari hal-hal yang dapat menyebabkan
stress karena akan berpengaruh pada juwana yang sedang dierami. Bisa saja juwana/larva kuda
laut yang ada dalam kantong pengeraman akan dikeluarkan lebih awal sebelum waktunya
(prematur) jika induk jantan mengalami stress.
Induk jantan kuda laut yang sudah siap melahirkan/mengeluarkan juwanya dari kantong
pengeramannya selanjutnya di pindahkan ke dalam wadah pemeliharaan juwana/larva.
Pengeluaran juwana oleh kuda laut jantan biasanya dilakukan pada malam hari, namun kadang-
kadang juga dikeluarkan pada petang, sore dan pagi hari. Setelah induk jantan mengeluarkan
juwana dari dalam kantong pengeramannya, selanjutnya dipindahkan kembali ke dalam wadah
pemeliharaan/ perkawinan.
5. Pemeliharaan Juwana
Juwana kuda laut yang telah dilahirkan/dikeluarkan dari kantong pengeraman induk
jantan selanjutnya dipelihara dalam wadah pemeliharaan larva/juwana. Juwana/ larva ini dapat
hidup baik di bak atau akuarium yang terlindungi dari sinar matahari maupun yang terkena sinar
matahari secara langsung. Wadah kurungan pemeliharaan juwana kuda laut juga dapat
ditempatkan di dalam bak atau akuarium yang telah diisi dengan air laut. Wadah pemeliharaan
juwana/larva kuda laut juga dilengkapi aerasi dan tempat sangkutan untuk bertenggernya juwana
kuda laut.

Pakan yang diberikan selama pemeliharaan juwana hingga mencapai ukuran benih adalah
jenis pakan alami yaitu naupli Artemia salina. Sebelum pakan Artemia diberikan pada juwana
kuda laut maka terlebih dilakukan penetasan telur artemia hingga menjadi naupli. Pemberian
naupli artemia diberikan dengan kepadatan 1 -2 ekor/ml dengan frekuensi pemberian tiga kali
sehari (pagi, siang dan sore). Masa pemeliharaan juwana/larva kuda laut hingga mencapai
ukuran benih (kurang lebih 3 cm) dapat berlangsung selama kurang lebih satu bulan.
6. Pengelolaan Kualitas Air
Air laut yang menjadi media hidup juwana/larva kuda laut juga tak kalah pentingnya
dengan beberapa komponen di atas. Penggantian air media pemeliharaan dilakukan secara rutin.
Jika tidak menggunakan sistem resirkulasi, sebaiknya pergantian air bak/kolam dilakukan setiap
tiga hari sekali sampai kuda laut berumur 30 hari. Selain itu, juga perlu melakukan penyiponan
untuk membersihkan segala jenis kotoran dan sisa pakan yang menempel pada wadah
pemeliharaan. Jika terdapat kotoran dan sisa pakan yang akan mengurangi kualitas air media
pemeliharaan sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup
juwana/larva kuda laut.
Peralatan dan bahan

Alat yang digunakan dalam pemijahan kuda laut yaitu, akuarium, tempat bertengger,
peralatan aerasi, serokan ikan dan alat siphon serta peralatan kualitas air (handrefraktometer,
thermometer dan pH meter) dan lain-lain. Bahan yang digunakan yaitu, Induk kuda laut, pakan
induk dan pakan larva/juwana kuda laut
Prosedur Kerja
- Mempersiapkan akuarium yang digunakan untuk perkawianan/pemijahan induk kuda
laut dan pemeliharaan larva yang telah dilengkapi dengan tempat bertengger dan aerasi
- Mengambil/menyeleksi induk kuda laut yang akan dipijahkan sesuai dengan kriteria
yang disyaratkan (sehat, tidak cacat dan berukuran lebih dari 12 cm)
- Masing-masing kelompok kerja menempatkan sepasang induk kuda laut dalam
akuarium
- Selanjutnya masing kelompok kerja melakukan pemantaun/pengamatan dan perawatan
terhadap induk kuda laut hingga menghasilkan larva/juwana kuda laut
- Selama pengamatan/pemantauan, kelompok kerja melakukan aktivitas rutin setiap hari
yaitu pemberian pakan kepada induk dan pemantaun kualitas air selama 15 – 20 menit
- Setelah induk menghasilkan larva/juwana, selanjutnya kelompok kerja melakukan
perawatan/pemeliharaan larva hingga mencapai ukuran benih (kurang lebih 1 bulan)
- Aktivitas rutin pemeliharaan larva/juwana kuda laut dilakukan setiap hari berupa,
penyediaan pakan alami (naupuli artemia, pemberian pakan dan pemantaun kualitas air
- Parameter yang diukur selama kegiatan praktikum yaitu, jumlah larva yang dihasilkan
dari hasil pemijahan, sintasan/kelangsungan hidup juwana dan parameter kualitas air
- Memberikan laporan setiap melakukan aktivitas rutin.
MODUL PEMBELAJARAN 4

PERBENIHAN/PEMIJAHAN KIMA (Tridacna squamosa)

Tujuan dan Kegunaan

Praktikum bertujuan untuk mengetahui teknik pemijahan Kima (Tridacna squamosa) dan
mengetahui perkembangan embrio kima hasil pembuahan sel telur dan sel sperma hingga
menetas. Kegunaan praktikum adalah memberikan keterampilan kepada mahasiswa sehingga
mampu melakukan pemijahan kima dan memahami tahapan-tahapan perkembangan embrio kima
Teori/materi

Kima (Tridacna) dikenal sebagai kerang raksasa dimana sebagian besar spesies yang ada
di seluruh dunia terdapat di perairan Indonesia. Pada saat ini populasi kima di alam menurun
sangat drastis akibat dari berbagai faktor terutama dari aktivitas manusia. Hasil survei di
beberapa tempat di Indonesia juga menunjukkan rendahnya kepadatan hewan ini. Oleh karena
itu untuk menjaga / melestarikan populasi yang masih ada serta meningkatkan populasi di alam
diperlukan usaha-usaha konservasi. Namun dilain pihak, prospek secara ekonomis dari hewan
ini sangat besar, baik sebagai hewan akuarium, makanan laut (seafood), souvenir, dan
sebagainya. Mengingat pula bahwa kima termasuk hewan yang dilindungi di Indonesia dan
masuk dalam Appediks II dari CITES, maka diperlukan usaha budidaya untuk memenuhi
permintaan pasar berbasis pada kegiatan konservasinya.
Kima termasuk jenis kerang yang bersifat hermafrodit sehingga satu individu dapat
menghasilkan sperma dan sel telur. Akan tetapi, proses pematangan keduanya tidak terjadi secara
bersamaan, sehingga perkawinan antara sperma dan telur dari satu individu tidak akan terjadi.
Sperma dari satu individu akan membuahi sel telur yang dihasilkan oleh kima lain. Cangkang
yang besar dan berat tidak memungkinkan bagi kima untuk berpindah tempat, sehingga kima
memiliki mekanisme yang unik untuk bereproduksi. Kima melakukan pembuahan secara
eksternal dengan melepaskan sperma dan sel telur ke perairan di sekitarnya. Agar waktu
pelepasan sperma dan sel telur ini terjadi secara bersamaan, maka kima yang satu akan
mengirimkan pesan secara kimiawi kepada kima lainnya dengan melepaskan semacam zat kimia
yang bersifat merangsang pemijahan. Zat kimia ini disebut SIS (Spawning Induced Substance).
SIS dilepaskan melalui siphon excurrent. Zat kimia ini akan mengalir mengikut arus dan
dapat “dibaca” oleh kima lainnya melalui suatu chemoreseptor yang terdapat di siphon
incurrent. Pesan kemudian diteruskan ke ganglia cerebral yang berfungsi sebagai otak sederhana
pada kima. Setelah pesan kimia ini sampai pada kima-kima lainnya, terjadilah pelepasan sperma
dan sel telur secara bersamaan. Jadi, dalam hal ini, kima melakukan kawin massal.
Tingkat keberhasilan pembuahan secara eksternal lebih kecil dibandingkan pembuahan
internal. Faktor lingkungan seperti kuat arus sangat berpengaruh terhadap distribusi sperma dan
sel telur. Demikian pula dengan keberadaan pemangsa. Banyak jenis ikan dan biota laut lainnya
yang gemar memakan telur-telur kima, karena memiliki kandungan protein yang tinggi. Untuk
memperbesar tingkat keberhasilan, kima akan melepaskan sel telur sebanyak-banyaknya ke
perairan sekitarnya. Tridacna gigas misalnya dapat melepaskan telur hingga lebih dari 500 juta
butir dalam satu kali musim memijah. Telur ini berdiameter sekitar 100 mikron. Umumnya,
proses pemijahan berlangsung selama pasang tinggi saat bulan purnama atau bulan baru. Telur
dan sperma akan dilepaskan sedikit demi sedikit dengan interval 2-3 menit selama 30 menit
hingga dua setengah jam.
Telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi larva (trocophore) setelah 12 jam. Larva
ini akan membentuk cangkang kapur. Saat berumur 2 hari, larva akan membentuk kaki yang
digunakan untuk bergerak ke dasar perairan dan berenang mencari lokasi yang cocok. Selama
beberapa pekan pertama, larva akan bergerak untuk mencari tempat yang sesuai. Jika
mendapatkan tempat yang dirasa cocok, larva akan menempel di lokasi tersebut untuk seumur
hidupnya.
Larva kima belum memiliki zooxanthella dalam tubuhnya sehingga masih mengandalkan
plankton sebagai sumber makanan. Zooxanthella yang terbawa arus dan masuk kedalam sifon
kima akan dikumpulkan dan disimpan di dalam jaringan mantel sedikit demi sedikit. Dari jutaan
larva yang hidup, hanya sebagian kecil yang dapat tumbuh hingga fase juvenil.
Upaya budidaya kima pada dasarnya mengarah pada kegiatan konservasi atau
restocking/stock enhancement. Yang jelas kegiatan budidayanya terutama dalam hal penyediaan
benih. Untuk kegiatan pendederan digunakan tangki-tangki beton maupun fiberglass. Dari aspek
ekologis, hewan ini merupakan salah satu organisms laut yang hidup di ekosistem karang.
Beberapa jenis kima hidup menempel pada. karang. Wadah budi daya untuk pembesaran kima
adalah perairan karang terbuka. Benihnya yang sudah siap tebar adalah setelah masa juvenil yang
dipelihara di bak selama 3-4 bulan.
Kerang ini melalui fase trocophore, yaitu larva ditetaskan dari telur berubah menjadi
veliger. Selanjutnya, veliger berubah lagi menjadi pediveliger dan akhirnya menjadi kima muda.
Tahapan pembenihan (hatchery) meliputi pemeliharaan larva yang dihasilkan dari telur yang
dibuahi. Pelaksanaannya di dalam wadah yang ditempatkan di dalam ruangan (indoor) maupun
di luar ruangan (outdoor).
Fase Hatchery adalah merupakan fase dimana seluruh rangkaian kegiatan pembenihan
kima dilakukan di hatchery, yang terdiri dari kegiatan :
a. Seleksi dan Pemeliharaan Induk
Induk dipilih yang sudah matang gonad, kemudidan disimpan di bak induk. Bak yang
digunakan sebelumnya harus dibersihkan dengan cara disikat dan diberi sabun, kemudian dibilas
sampai bersih dan selanjutnya dijemur kurang lebih tiga hari.
b. Pemijahan Induk
Untuk mempercepat pemijahan induk dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu:
1. Penyuntikan dengan suspensi kelenjar gonad
2. Tekanan Suhu
3. Injeksi dengan larutan serotonin, dan
4. Kombinasi antara tekanan suhu dan injeksi dengan larutan serotonin. Suhu yang
digunakan adalah suhu udara sekitar 34 oC.
c. Pemeliharaan Larva
Setelah terjadi fertilisasi, 24 jam kemudian telur akan menetas menjadi trocophore. 12
jam kemudian larva trocophore akan berubah menjadi veliger. Pada hari ketiga pemeliharaan,
sebaiknya sudah diberi pakan yang dapat berupa pakan alami. Pada hari ke enam sampai empat
belas setelah fertilisasi, larva akan berubah bentuk menjadi pediveliger dan akan turun ke dasar
bak atau tangki pemeliharaan dan selanjutnya bermetamorfosis menjadi juvenile.
d. Pemeliharaan juvenile
Pada saat ini sebaiknya juvenile dipindahkan ke bak pemeliharaan juvenile dengan
kepadatan yang dianjurkan pada fase ini adalah 50.000 – 10.000 per m2. Yang harus
diperhatikan adalah penempatan bak harus memperoleh cahaya matahari. Tahapan pendederan
(nursery) berupa pemeliharaan kerang muda dari ukuran panjang, cangkang 0,2 mm hingga
mencapai kima muda berukuran 20-30 mm. Kegiatan ini dilaksanakan menggunakan tangki –
tangki di hatchery (panti benih).

Gambar 4. Siklus hidup kima

Peralatan dan Bahan


Peralatan yang digunakan yaitu mikroskop untuk melihat pembelahan serta penyatuan
sperma dan telur. Kamera untuk merekam proses reproduksi kima. Jarum suntik untuk
menyuntikan hormon seretonim. Bak untuk tempat spawning. Sikat untuk membersihkan
cangkang dari parasit dan penyakit. Hormon seretonim untuk merangsang pengeluaran sperma
dan telur. Air laut steril sabagai bahan campuran untuk hormon seretonim. Kaporit untuk
membunuh kuman dan alga yang menempel pada cangkang kima.

Prosedur kerja:
- Mempersiapkan bak/wadah yang akan digunakan untuk pemijahan kima selanjutnya
mengisi dengan air laut bersih dan telah disaring
- Mengambil induk kima kemudian membersihkan cangkangnya dari bakteri dan protoza
dengan cara di sikat. Selanjutnya cangkang kima dibilas dengan clorin, kemudian
dibersihkan dengan dengan air laut bersih hingga bau chlorin hilang
- Kima yang telah dibersihkan selanjutnya di jemur di bawah sinar matahari selama 1 jam
(metode ransangan suhu)
- Setelah dijemur, induk dimasukkan ke dalam bak/wadah pemijahan yang telah
dipersiapkan
- Apabila induk tidak memijah dengan metode ransangan suhu, maka akan dilanjutkan
dengan metode injeksi dengan zat serotonin
- Apabila induk kima sudah melepaskan sperma, selanjutnya sperma diambil dengan
menggunakan timba/gayung dan ditampung dalam wadah tersendiri
- Apabila induk kima telah melepaskan/mengeluarkan telur maka induk tersebut
dikeluarkan dan dipisahkan ke dalam bak lain yang akan digunakan untuk fertilisasi.
- Setelah terjadi pembuahan sel telur dan sperma, selanjutnya dilakukan pengamatan
perkembangan embrio hingga menetas
- Membuat laporan setelah melakukan pemijahan kima dan pengamatan perkembangan
embrio kima

DAFTAR PUSTAKA

Al Qodri AH, Ari WK, Putro DH. 2005. Pemeliharaan induk dan pemijahan. Di dalam:
Pembenihan kuda laut. DKP. Ditjenkan Budidaya Balai Budidaya Laut Lampung. hlm
24-35.

Braley, R.D. ed., 1992. The giant clam: hatchery and nursery culture manual. ACIAR
Monograph No. 15, 144 hal.

Burton, R dan Maurice, 1983. Sea Horse. Departement of Ichthiology. American Museum of
Natural History. America.

Forteath, N., L. Wee and M. Frith.1993. The Biological Filter-Structure and Function, p: 55-
63. In P. Hart and D.O’Sullivan (Eds). Recirculation System: Design, Contruction
and Management. University of Tasmania.Launceston.

Hilder, M. 1993. Biological Filter Types, p:83-89. In. P. Hart & D.O’Sullivan. (Eds).
Recirculation System: Design, Contruction and Management, University of Tasmania.
Launceston.

Landau, M. 1992. Introduction to Aquaculture.John Wiley and Sons.Inc. New York 440p.
Rusyani E, Sutrisno, E, Thariq, M. 2002. Budidaya Zooplankton Skala Laboratorium. Di
dalam: Buiddaya Fitoplankton dan Zooplankton: Balai Budidaya Laut Lampung.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. hlm 113-
124.

Stickney, R. R. 1979. Principles of Warmwater Aquaqulture.John Willey and Sons, Inc. New
York. 375p

Anda mungkin juga menyukai