Anda di halaman 1dari 30

ANALISIS TITRIMETRI : PENENTUAN ASAM DALAM CUKA

DENGAN TITRASI ASAM-BASA


A. Pendahuluan
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa,
titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi komplek
sometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain
sebagainya. (disini hanya dibahas tentang titrasiasam basa).Zat yang akan
ditentukan kadarnya disebut sebagai titrant dan biasanya diletakandi dalam
Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai titer
dan biasanya diletakkan di dalam buret. Baik titer maupun titrant biasanya berupa
larutan.
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi
asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit
sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat
habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen. Pada saat titik ekuivalent
ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan
untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume
dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.
Untuk mengetahui titik ekivalen, dapat digunakan indicator asam basa. Indikator
ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah
warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan. Indikator yang
dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi
oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah
dua hingga tiga tetes. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan
warna indicator disebut sebagai titik akhir titrasi.

B. DASAR TEORI/TINJAUAN PUSTAKA

1. Titrimetri
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila
melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk
titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang
melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya (Day, dkk, 1986).
Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran
ditambahkan sedikit demi sedikit (dari dalam buret) pada titrat (larutan yang dititrasi)
sampai terjadi perubahan warna indikator baik titrat maupun titran biasanya berupa
larutan. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan. Saat terjadi
perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir titrasi dan
diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi
dengan titik ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu,
pemilihan indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik
ekivalen tercapai. Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (netral).
2. Indikator
Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan
rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut.
Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit
mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah
titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin.
Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikator 0,1% ( b/v ) diperlukan untuk keperluan
titrasi. Dua tetes ( 0,1 ml ) indikator ( 0,1% dengan berat formula 100 ) adalah sama
dengan 0,01 ml larutan titran dengan konsentrasi 0,1 M.
Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna
indikator dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphthalein karena indikator ini
bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keungguan maka yang teramati untuk titik
akhir titrasi adalah warna merah muda. Contoh lain adalah metil merah. (Anonim,
2009).
3. Cuka

Asam cuka merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah
asam format. Larutan asam cuka dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya
hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam cuka merupakan
pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam
produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat,
maupun berbagai macam serat dan kain.

C. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui, mempraktekan/melakukan metode analisis kimia dengan
cara titrasi.
2. Mahasiswa dapat menentukan total asam dalam cuka dengan cara titrasi asam-basa
(titrasi netralisasi).

D. BAHAN DAN ALAT


1. Bahan
a.NaOH 0,1 N
b.Indikator phenol phtalein (indikator pp)
c.Aquadest
d.Sampel cuka (CH3COOH)
2. Alat
a. Erlenmeyer 100 mL
b. Labu ukur 100 mL
c. Buret

E. CARA KERJA DAN PELAKSANAAN PERCOBAAN


1. Cara Kerja

a. Encerkan sampel cuka dengan cara ambil sampel cuka sebanyak 10 mL dengan
menggunakan pipet 10 mL.

b. Masukkan sampel cuka ke dalam labu ukur 100 mL.


c. Kemudian encerkan dengan menambahkan aquades hingga tanda, lalu kocok
sampai rata.

d. Tambahkan 2 tetes indikator phenolphtalein (pp) dan titrasi dengan larutan standar
NaOH 0,1 N.

e. Proses titrasi dihentikan jika larutan sampel berubah warna menjadi merah muda
dan warna tidak hilang/bertahan selama 30 detik.

f. Catat volume NaOH 0,1 N yang digunakan dalam proses titrasi.


g. Ulangi proses titrasi tersebut sebanyak 3 kali untuk mencari jumlah rata-rata NaOH
0,1 N yang digunakan.

h. Hitung total asam dalam gram asam asetat per 100 mL larutan.
F. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
mL NaOH yang digunakan :

Volume cuka encer yang dititrasi


Faktor pengenceran (FP) : 100
Perhitungan
Total asam =

Titrasi 1 = 5,3

mL

Titrasi 2 = 4,9

mL

Titrasi 3 = 5,6

mL

Rata-rata = 5,27

mL

= 10

mL

= 318,835 mg asam asetat / 100 mL sampel

G. PEMBAHASAN
Titrasi asam lemah (CH3COOH) + basa kuat (NaOH)
Reaksi kimianya :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

Dari hasil yang diperoleh sebenarnya bisa saja digunakan untuk menghitung kadar
persen asam asetat dalam cuka komersil yang dipakai akan tetapi perhitungan pada
praktikum ini hanya sebatas pada penghitungan total asam dalam cuka saja.
Proses kegiatan analisis sudah cukup baik dan teliti, oleh karena itu hasil yang
diperoleh dari semua kelompok juga tidak berbeda jauh.
Beberapa istilah-istilah yang terdapat dalam laporan praktikum ini antara lain :
1. Asidimetri : Salah satu metode titrimetri yang larutan bakunya adalah larutan yang
bersifat asam.
2. Alkalimetri : Salah satu metode titrimetri yang larutan bakunya adalah larutan yang
bersifat basa.
3. Titik Akhir titrasi (TA) : Keadaan pada saat indikator berubah warna.
4. Kenormalan : Jumlah ekivalen zat terlarut dalam satu liter larutan.
5. Berat Ekivalen : Berat suatu senyawa yang tepat dapat bereaksi dengan satu mol ion
H+ atau dengan 1 mol ion OH-

H. KESIMPULAN
1. Dalam proses analisis memang sangat diperlukan ketelitian. Apalagi proses analisis
titrimetri bergantung pada ketelitian analis.
2. Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi.
3. Terjadi perubahan skala buret yang tidak konstan
4. Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator
5. Reaksi yang ada pada titrasi ini adalah reaksi netralisasi yaitu reaksi antara asam
dengan basa untuk mencapai titik ekivalen.
6. Pada titrasi asam lemah dengan basa kuat indikator yang sesuai adalah phenol
phthalein.
7. Larutan baku yang digunakan dalam titrasi asidi-alkalimetri adalah asam kuat ataupun
basa kuat yang telah diketahui konsentrasinya secara tepat. Dalam praktikum kali ini
yang dipakai adalah basa kuat (NaOH)

I. DAFTAR PUSTAKA
Day, RA dan Underwood. 1986. Analisis Kimia kuantitatif. Edisi Kelima: Erlangga. Jakarta

http://heryoverkill.blogspot.co.id/2011/04/acara-2-analisis-titrimetri-penentuan.html

STANDARDISASI LARUTAN NaOH dan


PENENTUAN ASAM CUKA PERDAGANGAN
I. Tujuan Percobaan
Mahasiswa mampu membuat dan membakukan larutan baku basa menggunakan
senyawa sekunder yang berupa padatan

Mahasiswa mampu menetapkan kadar asam cuka perdagangan untuk mengetahui


apakah kadar yang tertera pada etiket cuka perdagangan sudah sesuai dengan kadar
yang sebenarnya
II. Dasar Teori
Asidi dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan
air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi
proton (asam) dengan penerima proton (basa).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa
yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri merupakan
penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asm dengan menggunakan baku basa.
Titrasi asam-basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan
untuk itu digunakan pengamatan dengan indicator bila pH pada titi ekivalen
antara 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam tau
basa lemah jika pentitrasian adalah basa atau asam kuat dengan
perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10. Selama titrasi asambasa , pH larutan berubah secara khas. pH berubah secara dratis bila volume
titrasinya mencapai titik ekivalen.
Analisa titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif
dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar)
yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang
dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif. Larutan
baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara
teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau
M (molaritas).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir
titrasi telah di capai. Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo
dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH. Titik Ekuivalen
adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat
yang dianalisis dan larutan standar. Titik akhir titrasi adalah titik dimana
terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen
reaksi antara zat yyang dianalisis dan larutan standar. Pada umumnya, titik
ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi.
Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil
analisis pada suatu senyawa.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi
volumetric adalah sebagai berikut :

untuk

1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.

dapat

dilakukan

analisis

2.

Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan


persamaan reaksi yang kuantitatif/stokiometrik.

dengan

3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai,
baik secara kimia maupun secara fisika.
4. Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia
atau fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.
Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai
berikut :
1. Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan
pipet volume yang telah di kalibrasi.
2. Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti atau
baku primer dan sekunder dengan kemurnian tinggi.
3. Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi telah
di capai.
Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan
untuk membakukan larutan standar misalnya arsen trioksida pada
pembakuan larutan iodium. Baku sekunder adalah bahan yang telah
dibakukan sebelumnya oleh baku primer, dan kemudian digunakan untuk
membakukan larutan standar, misalnya larutan natrium tiosulfat pada
pembakuan larutan iodium.
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer
ataupun titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan
sebaliknya. Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai
mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titrant dan titer
tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen. Pada
saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita
mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut.
Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer
maka kita bisa menghitung kadar titrant.
Cara Mengetahui Titik Ekuivalen.
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi
asam basa.
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi
dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk
memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah
titik ekuivalent.

2. Memakai indicator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant


sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika
titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih
sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan
memilih indicator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indicator disebut sebagai titik akhir titrasi.

III. Alat dan Bahan


Alat:
- Buret 50 ml - Erlenmeyer 250 ml
- Gelas ukur 10 ml - Gelas piala
- Labu takar 1000 ml - Corong
- Labu takar 100 ml - Cawan porselein
- Statif, klem - Pipet tetes
- Neraca Analitik - Pipet volum
- Mortir & Samper - Kompor listrik
Bahan:

- Asam cuka perdagangan


- NaOH
- Asam Oksalat
- Aquadest
- Indicator PP
IV. CARA KERJA
a. Pembuatan larutan NaOH
Siapkan alat dan bahan

Timbang 4,0001 g NaOH kristal

Larutkan dalam air bebas CO2 hingga volume 1000 ml


b. Pembakuan larutan NaOH
Siapkan alat dan bahan

Timbang 450 mg asam oksalat, gerus jika perlu

Masukan ke dalam labu takar 100 ml

Tambahkan air bebas CO2 ad 100 ml, tutup dan gojog


sampai larut

Masukkan kedalam erlenmeyer 250 ml

Tambahkan 2 tetes indikator fenolftalein

Titrasikan dengan larutan NaOH hingga warna berubah menjadi merah muda

Titrasi dilakukan 2 kali

c. Menetapkan kadar asam cuka perdagangan


Siapkan alat dan bahan

Ambil 10,0 ml asam cuka perdagangan

Masukan dalam labu takar 100 ml, lalu encerkan dengan


aquadest bebas CO2 hingga volume 100 ml, gojog

Masukan 10,0 ml larutan encer di atas dalam erlenmeyer

Tambahkan 2 tetes indikator fenolftalein

Titrasi dengan larutan baku NaOH, hingga diperoleh


warna menjadi merah muda

Titrasi dilakukan 2 kali

V. Hasil Analisis
Perhitungan massa Asam Oksalat yang ditimbang yaitu :

Diketahui
Normalitas Asam Oksalat = 0,1 N

Asam oksalat (H2C2O4) Mr = 90 , ekuivalen = 2


Grek = V N
Massa Asam Oksalat
VN
Massa asam oksalat = V. N. BE
= 100 ml x 0,1 N x (90 :2)
= 450 mg
Molaritas dan Normalitas larutan NaOH
1. Penimbangan:
Berat cawan + asam oksalat : 56.012,6 mg
Berat cawan kosong : 55.560,8 mg
Berat asam oksalat : 451,8 mg
2. Titrasi
Volume larutan NaOH (titran) :
i. 8,3 ml
ii. 8,4 ml
rata-rata = (8,3+8,4):2 = 8,35 ml
V. N titran

(NaOH)

=2 V .N

titrat (As Oksalat)

8,35 ml x N = 2 x 10ml x 0,1N


N NaOH = 2 ml N : 8,35 ml
N NaOH = 0,24 N
Penetapan kadar asam cuka perdagangan

1. Label asam cuka perdagangan yang digunakan: ..


2. Titrasi
Volume larutan NaOH (titran) :
i. 17 ml
ii. 17 ml
Maka dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
Asam asetat (CH3COOH): BM = 60
BE (CH3COOH) = = 60
100%
100%
100%
= x 100%
= 2,448 %

VI. Pembahasan
Dalam praktikum standardisasi larutan NaOH dan penetapan kadar Asam cuka
perdagangan ini, metode yang digunakan adalah analisis kuantitatif, yang dimana
analisis kuantitatif fokus kajiannya adalah penetapan banyaknya suatu zat tertentu
(analit) yang ada dalam sampel. Analisis kuantitatif terhadap suatu sampel terdiri atas
empat tahapan pokok:
1. Pengambilan atau pencuplikan sampel (sampling), yakni memilih suatu sampel yang
mewakili dari bahan yang dianalisis
2. Mengubah analit menjadi suatu bentuk sediaan yang sesuai untuk pengukuran
3. Pengukuran

4. Perhitungan dan penafsiran pengukuran


Pada praktikum ini cara pembuatan larutan baku NaOH 0,1 N perlu
menggunakan air yang terbebas dari CO 2, yang nantinya digunakan untuk
melarutkan NaOH. Karena CO2 akan mempengaruhi dari hasil reaksi yang
akan terjadi pada titrasi. Tujuan dari praktikum ini sama seperti apa yang
telah tertulis pada tujuan praktikum, yaitu menetapkan kadar asam cuka
atau asam asetat perdagangan. Penentuan kadar asam cuka perdagangan
ini digunakan untuk mengetahui kebenaran kadar yang tertera pada etiket
asam cuka yang dijual dipasaran. Penentuan kadar ini menggunakan
metode asidimetri dan alkalimetri dengan larutan NaOH 0,1 N sebagai
titran, karena metode ini masuk ke dalam metode Titrimetri atau
Volumetri. Sehingga perlu adanya standarisasi larutan NaOH terlebih
dahulu supaya mendapatkan larutan NaOH dengan konsentrasi 0,1 N.
Pada proses praktikum standarisasi larutan NaOH dan penentuan
kadar asam cuka perdagangan ini selalu menggunakan cara titrasi atau
titrimetri, karena penetapan kadar secara titrimetri atau volumetri
mempunyai kelebihan dibanding secara gravimetri, yaitu:
1. Teliti sampai 1 bagian dalam 1000
2. Alat sederhana, cepat, serta tidak memerlukan pekerjaan yang menjemukan
seperti pengeringan dan penimbangan berulang-ulang.
Ada beberapa hal yang diperlukan dalam analisis secara titrimetri ini,
yaitu:
1. Alat pengukur volume seperti buret, pipet volume, dan labu takar
yang ditera secara teliti (telah dikalibrasi)
2. Senyawa yang digunakan sebagi larutan baku atau
pembakuan harus senyawa dengan kemurnian yang tinggi

untuk

3. Indikator atau alat lain untuk mengetahui selesainya titrasi


Hal pertama dilakukan adalah pembuatan larutan NaOH, karena NaOH
yang tersedia adalah masih berbentuk kristal. Pembuatan larutan dimulai
dengan merebus air atau mendidihkan air (aquadest)sampai terbebas dari
CO2. Pada saat mendidihkan air untuk membuang Co2 yaitu setelah
mendidih, mulut gelas beker yang berisi air bebas CO 2 tersebut ditutup
dengan plastik yang diikat menggunakan benang kasur, kemudian
direndam dalam air yang menggenang. Hal tersebut ditujukan agar air
lebih cepat dingin. Cara kerja pada pembuatan larutan baku NaOH 0,1 N
adalah sebanyak 4,0001 gr NaOH kristal dilarutkan dalam air bebas CO 2
hingga volume 1000 ml dalam labu ukur..

Kemudian untuk pembakuannya lebih kurang


Oksalat(H2C2O4) ditimbang secara saksama yang
dikeringkan.

450 mg Asam
sebelumnya telah

Perhitungan massa Asam Oksalat yang ditimbang yaitu :


Diketahui
Normalitas Asam Oksalat = 0,1 N
Asam oksalat (H2C2O4) Mr = 90 , ekuivalen = 2
Grek = V N
Massa Oksalat
V. N
Massa asam oksalat = V. N. BE
= 100 ml x 0,1 N x (90 :2)
= 450 mg
Kemudian, 450 mg asam oksalat digerus jika perlu, masukkan ke dalam
labu ukur 100 ml untuk pengenceran/dilarutkan, tutup labu takar 100 ml
dan gojog sampai larut. Setelah itu ambil 10 ml dan masukkan kedalam
Erlenmeyer 250 ml lalu ditetesi dengan indikator PP. Selanjutnya dititrasi
dengan larutan NaOH hingga warna berubah menjadi merah muda. Pada
saat titrasi berlangsung, hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat akan
mencapai titik ekuivalent, perlu koordinasi yang baik antara mata dan jarijari tangan kiri untuk segera menghentikan atau mengunci kran pada
buret. Karena jika terlambat pada saat mengunci kran, akan mengurangi
ketepatat pada saat pembacaan volume NaOH yang digunakan sebagai
titrat.
Yang kemudian dari titrasi tersebut maka didapatkan data sebagai
berikut ini.

Molaritas dan Normalitas larutan NaOH


Penimbangan:

Berat cawan + asan oksalat : 56.012,6 mg


Berat cawan kosong : 55.560,8 mg
Berat asam oksalat : 451,8 mg
Titrasi

Volume larutan NaOH (titran) :


iii. 8,3 ml
iv. 8,4 ml
rata-rata = (8,3+8,4):2 = 8,35 ml
V. N titran

(NaOH)

=2 V .N

titrat (As Oksalat)

8,35 ml x N = 2 x 10ml x 0,1N


N NaOH = 2 ml N : 8,35 ml
N NaOH = 0,24 N
Proses titrasi dilakukan sampai muncul perubahan warna dari yang tidak
berwarna menjadi berwrna merah jambu, warna merah jambu adalah
pengaruh dari PP. Fenolftealin mempunyai pKa 9,4 (perubahan warna
antara pH 8,4 10,4). Struktur PP akan mengalami penataan ulang pada
kisaran pH ini karena proton dipindahkan dari struktur fenol dari PP
sehingga pH-nya meningkat akibat akan terjadi perubahan warna. PP
sendiri bersifat asam lemah, karena syarat suatu indikator adalah asam
atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk terionisasinya dan
bentuk tidak terionisasinya. Setelah terjadi perubahan warna untuk yang
pertama kali, titrasi langsung dihentikan dan NaOH yang berkurang
langsung dicatat.
Setelah larutan baku NaOH tersebut jadi, maka larutan tersebut sudah
dapat digunakan untuk menentukan kadar asam cuka perdagangan. Pada
percobaan ini menetapkan asam cuka perdagangan untuk mengetahui
apakah kadar yang tertera pada etiket cuka perdagangan sudah sesuai
dengan kadar yang sebenarnya. Analisis dilakukan secara alkalimetri yaitu
dengan cara menitrasi larutan asam asetat perdagangan dengan larutan
baku NaOH.

Setelah kita mengetahui normalitas dari larutan NaOH, maka dilakukan langkah yang
selanjutnya yaitu menetapkan kadar asam cuka perdagangan dengan cara mengambil 10
ml asam cuka perdagangan dengan pipet volume, lalu dimasukkan ke dalam labu takar
100 ml, dan diencerkan dengan air suling bebas CO 2hingga volumenya tepat 100 ml.
Kemudian memasukkan 10 ml larutan encer tersebut ke dalam labu erlenmeyer 250 ml,
dan ditambah dengan 2 tetes indikator PP. Larutan ini selanjutnya dititrasi dengan
larutan baku NaOH diatas, hingga diperoleh perubahan warna dari tidak berwarna
menjadi merah jambu. Dan titrasi ini dilakukan sebanyak 2 kali.
Yang kemudian diperoleh data sebagai berikut:
1. Label asam cuka perdagangan yang digunakan:.(tdk diketahui)

2. Titrasi
Volume larutan NaOH (titran):
a. 17 ml
b. 17 ml
Maka dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
Asam asetat (CH3COOH): BM = 60
BE (CH3COOH) = = 60
100%
100%
100%
= x 100%
= 2,448 %

VII. Kesimpulan
1. Asidi dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang
berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan
air yang bersifat netral.
2. Normalitas dari larutan baku NaOH yang dipakai yaitu 0,24N
3. Normalitas Asam Oksalat yang dipakai adalah 0,1 N
4. Massa Asam Oksalat yang ditimbang adalah 450 mg
5. Kadar asam asetat pada larutan NaOH = 2,448 % b/v
6. Kadar asam asetat atau asam cuka perdagangan sebenarnya adalah 6,57 %
7. Intinya perbedaan hasil titrasi disebabkan oleh :
a. Perubahan skala buret yang tidak konstan.
b. Dalam produksi cuka tidak sesuai dengan label yang di siratkan pada label
c. Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator.
d. Adanya perbedaan massa jenis yang mencolok dari masing-masing cuka sampel.

VIII. Daftar a Pustaka


Indratmoko, Septiana dan Taufan Ratri Harjanto, 2010, Petunjuk Praktikum Kimia
Farmasi II, Cilacap : STIKES Al-Irsyad Al-Islaimyyah
Purba, Michael 1995. Ilmu Kimia untuk SMU Kelas 2 Jilid 2A. Jakarta :
Erlangga.
Sutresna, Nana. 2003. Pintar Kimia Jilid 3 untuk SMU Kelas 3. Jakarta :
Ganeca Exact
Pudjaatmaka, Hadyana.1989. KIMIA UNTUK UNIVERSITAS. ERLANGGA:
Jakarta.
Soma, Wayan. 2004. Panduan Belajar Kimia Kelas XI semester 2
Program Ilmu
Pengetahuan Alam. Singaraja.
Anonim, 2009
http://dxcommunitypha1.wordpress.com/2009/04/06/praktek-kimiatitrasi-asam- basa/, online 29 Maret 2010
Arrhenius, 2009,
http://belajarkimia.com/2009/01/definisi-asam-basa-arrhenius/,
29 Maret 2010

online

Anonim, 2009
http://pdfdatabase.com/index.php?
q=titrasi+asam+basa+larutan+kimia, online 29 Maret 2010
Aisyah, 2008
http://rgmaisyah.wordpress.com/2008/11/22/titrimetri/ , online 29 Maret
2010
http://shochichah.blogspot.co.id/2010/04/standardisasi-larutan-naohdan.html

PERCOBAAN V

STANDARISASI NATRIUM HIDROKSIDA DAN PENGGUNAANNYA UNTUK


PENENTUAN KONSENTRASI ASAM ASETAT
I.

TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah praktikan diharapkan dapat memahami dan
melakukan standarisasi larutan serta menggunakannya untuk analisis kuantitatif sampel.

II.

TINJAUAN PUSTAKA
Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan
konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya
(larutan standar). Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam
basa (reaksi penetralan). Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi
volumemetri, yaitu mengukur volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Syukri,
1999).
Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna
pada saat titik ekuivalen. Pasda titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir
titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepat habis
bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan digunakan indikator. Saat perubahan
warna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi (Sukmariah, 1990).
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai
standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan
suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume
larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut
standar primer (Day, 1998).
Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan berikut:

1.

Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang diketahui kemurniannya.

2.

Harus stabil.

3.

Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis , sehingga tidak menyerap uap air, tidak
menyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).
Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah
digunakan untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitatif. Kuantitas zat terlarut
dalam suatu volume larutan itu, dimana volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui
dengan tepat dari hubungan dasar berikut ini:
Mol = liter x konsentrasi molar
atau:

Mmol = ml x konsentrasi molar


Perhitungan-perhitungan stokiometri yang melibatkan larutaan yang diketahui
molaritasnya bahkan lebih sederhana lagi. Dengan devinisi bobot ekuivalen, dua larutan akan
bereaksi dengan tepat satu sama lain bila keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama.
Dalam hubungan ini, kedua normalitas harus dinyatakan dengan satuan yang sama, demikian
juga kedua volume (Brady, 1990).
Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis kualitatif memberikan informasi mengenai apa saja yang menjadi
komponen penyusun dalam suatu sampel, sedangkan analisis kuantitatif memberikan
informasi mengenai beberapa banyak komposisi suatu komponen dalam sampel. Dengan kata
lain, analisis kualitatif berkaitan dengan jumlah atau banyaknya senyawa dalam sampel.
Analisis kuantitatif konvensional yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri.
Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel tertentu dengan larutan standar,
yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume
titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetri yang
didasarkan pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan larutan standar disebut
analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang digunakan adalah suatu larutan yang
bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalahh analisis asidimetri. Sebaliknya jika
digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis
alkalimetri. Konsentrasi larutan asam basa sering menggunakan satuan kemolaran (M), maka
rumusan itu dapat diubah. Konversi dari suatu kemolaran ke normalitasan adalah mengalikan
valensi (n) asam atau basa dengan kemolaran. Sebaliknya dari suatu kenormalan ke satuan
kemolaran adalah membagi kemolaran dengan valensi asam atau basa. Konversi ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
M
Dengan rumus :
VA . MA . nA = VB . MB . nB
Keterangan :
VA = Volume sebelum pengenceran
MA = Molaritas sebelum pengenceran
VB = Volume setelah pengenceran
MB = Molaritas setelah pengenceran
nA = Valensi asam

nB = Valensi basa (Keenan, 1991).


Analisis kimiawi menetapkan komposisi kuantitatif dan kualitatif suatu materi.
Konstituen-konstituen yang akan didereksi ataupun ditentukan jumlahnya adalah unsur,
rasikal, gugus fungsi, senyawaan atau fase. Analisis kimia menyangkut aspek analisis yang
lebih sempit. Analisis pada umumnya terdiri atas analisis kualitatif dilakukan sebelum
analisis kuantitatif. Tahapan penentuan analisis kuantitatif adalah dengan usaha mendapatkan
sampel, mengubahnya menjadi keadaan yang dapat terukur, pengukuran konstituen yang
dikehendaki, dan yang terakhir perhitungan dan interprestasi data numerik (Khopkar, 1990).
Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan
dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang
diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan
dengan kekuatan (konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat
yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume standar yang digunakan dan hukum-hukum
stokiometri yang diketahui. Dahulu digunakan orang analisis volumetri, tetapi sekarang telah
diganti dengan analisiss titrimetri, karena yang terakhir ini dianggap lebih baik menyatakan
proses titrasi, sedangkan yang disebut terdahulu dapat dikacaukan dengan pengukuranpengukuran volume, seperti yang melibatkan gas-gas. Reagensia dengan konsentrasi yang
diketahui itu disebut titran, dan zat yang sedang dititrasi disebut titrat (Basset, 1994).
Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila memenuhi
persyaratan berikut:
1.

Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang tidak
terlalu lama.

2.

Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan yang pasti
dalam reaktan.

3.

Reaksi harus berlangsung secara sempurna.

4.

Mempunyai massa ekuivalen yang besar (Sukmariah, 1990).


Untuk analisis titrimetri lebih mudah jika kita memahami sistem ekuivalen (larutan
normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekuivalen dari zat yang dititrasi = jumlah
ekuivalen zat penitrasi. Berat ekuivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung
dari macam reaksinya. Volumetri dapat dibagi menjadi:

1.

Asidi dan alkalimetri

2.

Oksidimetri

3.

Argentometri

Asidimetri adalah yang diketahui konsentrasi asamnya, sedangkan alkalimetri bila yang
diketahui adalah konsentrasi basanya. Titrasi asam basa ada lima. Empat diantaranya adalah:
1. Titrasi asam dengan basa kuat
Diakhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat.
Misal:
HCl + NaOH

NaCl + H2O

2. Titrasi asam lemah dan basa kuat


Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat. Misal : asam
asetat dengan NaOH.
CH3COOH + NaOH
CH3COONa + H2O
3. Titrasi basa lemah dan asam kuat
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat. Misal :
NH4Cl dan HCl
NH4OH + HCl

NH4Cl + H2O

4. Titrasi asam lemah dan basa lemah


Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah. Misal :
asam asetat dan NH4OH
CH3COOH + NH4OH

CH3COONH4 + H2O (Sukmariah, 1990).

Peningkatan kadar logam berat dalam air laut akan diikuti peningkatan kadar logam
berat dalam biota laut yang pada gilirannya melalui rantai makanan akan menimbulkan
keracunan akut dan khronik, bahkan bersifat karsinogenik pada manusia konsumen hasil laut
(Keman, 1998). Penelitian yang telah dilakukan oleh Pikir (1993) dengan metode
Spektroskopi Serapan Atom (SSA) menyimpulkan bahwa kerang yang berasal dari Pantai
Kenjeran Suraba ya, mengandung logam berat Cadmium (Cd) sebesar 1,22 ppm dan kerang
dari Pantai Keputih Surabaya, mengandung 1,09 ppm logam berat Cadmium. Penelitian lain
yang dilakukan dengan metode yang sama oleh Moesriati (1995) terhadap beberapa jenis ikan
dan kerang di Pantai Kenjeran Surabaya menyatakan bahwa kadar logam berat Cadmium
dalam daging kerang adalah 1,21 ppm (Sari, 2005).
III.
A.

ALAT DAN BAHAN


Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini meliputi gelas arloji, gelas beker 100 mL,
pengaduk kaca, pipet tetes, pipet ukur, erlenmeyer 100 mL, labu takar 100 mL, dan buret 50
mL.

B.

Bahan

Bahan-bahan yang diperlukan pada percobaan ini meliputi asam oksalat dihidrat
(H2C2O4.2H2O), larutan standart NaOH 0,1 N, akuades, cuka makan komersial jeruk nipis,
dan indikator fenophtalein.
IV.
A.

PROSEDUR PERCOBAAN
Pembuatan Larutan Standar Asam Oksalat dan Penggunaannya untuk Standarisasi
Larutan NaOH

1.

Sebanyak 1,26 gram asam oksalat dihidrat (H2C2O42H2O) ditimbang dengan menggunakan
gelas arolji dan neraca analitik.

2.

Asam Oksalat dipindahkan dari gelas arloji ke dalam gelas beker 100 mL, tambahkan 25-30
mL akuades, kemuadian diaduk hingga larut. Setelah itu gelas arloji dibilas dengan sedikit
akuades, dan masukkan air bilasan ke dalam gelas beker yang berisi larutan asam oksalat
tersebut.

3.

Larutan asam oksalat dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudian gelas beker dibilas
dengan sedikit akuades, air bilasan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar.

4.

Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tepat tanda batas dan dikocok hingga
homogen.

5.

Buret yang akan digunakan dicuci dengan menggunakan akuades kemudian dikeringkan.

6.

Larutan asam oksalat yang telah dibuat dimasukkan ke dalam buret 50 mL.

7.

10 mL larutan NaOH yang akan distandarisasi dimasukkan kedalam erlenmeyer kemudian


ditambahkan 2-3 tetes indikator fenophtalein.

8.

Larutan NaOH dititrasi dengan larutan asam oksalat dari buret.

9.

Jika terjadi perubahan warna yang konstan titrasi dihentikan kemudian dicatat volume asam
oksalat yang digunakan untuk titrasi.

10. Dilakukan titrasi kembali sebanyak 3 kali dan dihitung rata-rata volume yang digunakan
dari tiga kali titrasi yang telah dilakukan.
B.

Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Asam Cuka Komersial

1. 10 mL asam cuka komersial dituangkan kedalam labu takar 250 mL dengan menggunakan
pipet ukur.
2. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas kemudian labu takar tersebut
3.
4.
5.
6.
7.

ditutup dan dikocok hingga larutan homogen.


15 mL asam cuka yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL.
Ditambahkan 2-3 tetes indikator fenophtalein ditambahkan kedalam larutan.
Buret yang akan digunakan dicuci dengan akuades kemudian dikeringkan.
Larutan standart NaOH 0,1 M yang telah distandarisasi di masukkan ke dalam buret.
Larutan asam cuka encer dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 M dalam buret.

8. Jika terjadi perubahan warna yang konstan titrasi dihentikan dan dicatat volume NaOH yang
digunakan.
9. Dilakukan kembali titrasi sebanyak tiga kali dan dihitung volume rata-rata yang digunakan
saat titrasi.
V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil dan Pembahasan

1. Hasil
a.

Pembuatan Larutan Standar Asam Asetat


N

Percobaan
O
1.o Dihitung Massa atom oksalat
o Dihitung Mr asam oksalat
o Dihitung Volume asam oksalat
2. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N

Pengamatan
m = 1,26 gram
Mr = 126 gram/mol
V = 50 mL

a. Titrasi 1
o Warna larutan sebelum titrasi

Ungu

o Dihitung volume NaOH

V1 = 10 mL

o Dihitung volume Asam Oksalat

V2 = 8,1 mL

o Indikator yang digunakan

Fenofhtalein

o Perubahan warna larutan setelah dititrasi


o Volume rata-rata
b. Titrasi 2
o Warna larutan sebelum titrasi
o Dihitung volume NaOH
o Dihitung volume Asam Oksalat
o Indikator yang digunakan
o Perubahan warna larutan setelah dititrasi
o Volume rata-rata
c.

Ungu Bening
Vrata-rata = 9,05 mL
Ungu
V1 = 10 mL
V2 = 5,5 mL
Fenofhtalein
Ungu Bening
Vrata-rata = 7,75 mL

Penentuan Kadar Asam Asetat


N

Percobaan
O
1.o Volume asam cuka sebelum pengenceran
o Volume asam cuka setelah pengenceran
2. Titrasi asam cuka dengan larutan NaOH
d. Titrasi 1

Pengamatan
V1 = 5 mL
V2 = 20 mL

o Warna larutan sebelum titrasi

Bening

o Dihitung volume Asam cuka

V1 = 15 mL

o Dihitung volume NaOH

V2 = 21 mL

o Indikator yang digunakan

Fenofthalein

o Perubahan warna larutan setelah dititrasi


e. Titrasi 2
o Warna larutan sebelum titrasi
o Dihitung volume Asam cuka
o Dihitung volume NaOH
o Indikator yang digunakan
o Perubahan warna larutan setelah dititrasi
o Volume rata-rata

Bening Ungu
Bening
V1 = 15 mL
V2 = 21 mL
Fenofthalein
Bening Ungu
Vrata-rata = 18 mL

2.

Perhitungan

a.

Standarisasi Larutan NaOH

Konsentrasi Larutan Asam Oksalat


Massa asam oksalat = 1,26 gram
Mr asam oksalat = 126 gram/mol
Volume larutan asam oksalat = 50 mL = 0,05 L
Molaritas asam oksalat =
=
= 0,2 mol/L
Normalitas asam oksalat = n . M
= (2ek/mol) x (0,2 mol/L)
= 0,4 ek/L
Penentuan Konsentrasi NaOH
Volume NaOH saat titrasi = 10 mL
Volume rata-rata asam oksalat saat titrasi = 6,8 mL
Normalitas asam oksalat = 0,4 ek/L
Pada saat titik ekuivalen : (N . V) asam = (N . M)basa
(N . V)oksalat = (N . M)NaOH
0,4 ek/L . 6,8 mL = NNaOH . 10 mL
NNaOH =
= 0, 272 ek/L
b.

Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Asam Cuka

Normalitas asam asetat yang dititrasi = Nasetat


Volume asam asetat yang dititrasi = 15 mL
Volume rata-rata NaOH yang digunakan untuk titrasi = 21 mL
Normalitas NaOH yang digunakan untuk titrasi = 0,272 ek/L
Pada saat titik ekuivalen titrasi :
Jumlah ekuivalen asam = jumlah ekuivalen basa, sehingga:
(N . V)asam
Nasetat . V asetat

= (N . V)basa
= NNaOH . VNaOH

Nasetat . 15 mL

= 0,272 ek/L . 21 mL

Nasetat

= 0,3808 ek/L
Karena asam asetat adalah asam monopotrik, maka n asam asetat = 1 ek/mol, sehingga:
M asetat

= N asetat /n
=

= 0,3808 ek/L
Sebelum dititrasi, asam asetat telah diencerkan terlebih dahulu. Sehingga data yang telah
diperoleh dari perhitungan di atas adalah konsentrasi asam asetat setelah diencerkan.
Konsentrasi asam asetat sebelum diencerkan dapat dihitung sebagai berikut:
(M .V)sebelum pengenceran = (M . V)setelah pengenceran
Msebelum pengenceran = Masetat . (250 mL/10 mL)
= 0,3808 ml/L (250 mL/10 mL)
= 9,52 mol/L
Konsentrasi asam asetat dinyatakan dalam persentase (b/v) adalah:
% CH3COOH (b/v) = Masetat x Mrasam asetat x (1 L/1000 mL) x 100
= 9,52 (mol/L) x 60 (gram/mol) x (1 L/1000 mL) x 100
= 57, 12 % (b/v)
3.

Pembahasan
Kita tahu bahwa standarisasi adalah suatu proses yang digunakan untuk menentukan
konsentrasi suatu larutan secara teliti atau bisa juga diartikan sebagai penentuan konsentrasi
eksak dari suatu larutan standar. Larutan standar sendiri merupakan larutan yang telah
diketahui konsentrasinya. Ada dua cara untuk menstandarkan larutan, yaitu :

a.

Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu,
kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut
larutan standar primer, dan zat yang kita gunakan disebut standar primer

b.

Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat kemudian
melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat distandarkan dengan larutan
standar primer, disebut larutan standar sekunder.
Sebelum melakukan pembahasan tentang analisis kuantitatif, ada baiknya memahami
terlebih dahulu tentang pengertian analisis kuantitatif itu sendiri. Analisis kuantitatif
memberikan informasi mengenai berapa banyak komposisi suatu komponen dalam sampel.
Pada percobaan kali ini kita melakukan analisis kuantitatif untuk menentukan kadar asam
asetat dalam asam cuka komersial, yang beredar dipasaran. Dimana pada percobaan ini
digunakan asam cuka botol. Analisis yang dilakukan adalah analisis tirimetri karena kadar
komposisi ditetapkan berdasarkan volum pereaksi (konsentrasi diketahui). Penggunaan
analisi tirimetri ini menggunakan larutan NaOH 0,1 N sebagai larutan standarnya. Karena
NaOH merupakan larutan standar sekunder , maka sebelum digunakan terlebih dahulu larutan
NaOH tersebut distandarisasi dengan larutan asam oksalat yang merupakan suatu standar
primer.
Pada penentuan Konsentrasi asam asetat terjadi reaksi antara asam lemah (CH 3COOH)
dengan basa kuat (NaOH). Sebelum dititrasi, asam asetat telah diencerkan terlebih dahulu.
Karena asam asetat adalah asam monoproptik, maka n asam asetat sebesar 1 ek/mol. Reaksi
yang terjadi pada saat penitrasian adalah :
CH3COOH + NaOH

CH3COONa + H2O

Pada percobaan ini, dilakukan analisis kuantitatif untuk menentukan kadar asam cuka
komersial. Analisis yang dilakukan adalah analisis tirtimetri dengan menggunakan larutan
NaOH 0,1 N sebagai larutan standarnya. Akan tetapi, sebelum NaOH digunakan, terlebih
dahulu larutan NaOH tersebut distandarisasikan dengan menggunakan larutan asam oksalat
yang merupakan larutan standar primer. Hal ini perlu dilakukan karena larutan NaOH adalah
larutan standar sekunder.
Untuk menentukan konsentrasi dari larutan NaOH, maka dilakukan titrasi antara NaOH
dengan asam oksalat sebagai titran. Titrasi ini dilakukan dengan menambahkan 2-3 tetes
indikator fenofhtalein ke dalam larutan NaOH, indikator fenofhtalein digunakan pada titrasi
ini karena terjadi antara asam kuat dan basa kuat, sehingga akan mudah melihat perubahan
warna dari larutan yang dititrasi.

Titrasi NaOH ini baru dihentikan setelah terjadi perubahan warna konstan pada larutan
NaOH, yang sebelumnya berwarna ungu dan setelah dititrasi dengan menggunakan indikator
fenofhtalein menjadi bening. Perubahan warna tersebut menunjukkan telah tercapainya titik
ekuivalen.
Titrasi pertama dilakukan sebanyak 2 kali, kemudian dihitung volume rata-ratanya.
Pada titrasi pertama volume asam oksalat yang diperlukan adalah sebanyak 8,1 mL, pada
titrasi kedua sebanyak 5,5 mL. Maka dari hasil kedua titrasi tersebut didapatkan volume ratarata asam oksalat yang diperlukan yaitu sebesar 6,8 mL sehingga dari volume rata-rata
tersebut dapat menentukan konsentrasi NaOH.
Tercapainya titik ekuivalen pada proses titrasi menyatakan terjadinya kesetimbangan
antara mol asam dan mol basa, sehingga diperoleh persamaan berikut:
(N . M)asam = (N . M)basa
Dari persamaan diatas, maka dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi NaOH, maka
dari hasil perhitungan diperoleh konsentrasi NaOh sebesar 0, 272 ek/L. Kemudian dari nilai
tersebut dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi asam asetat. Tetapi penentuan
konsentrasi asam asetat ini juga harus dilakuakan melalui titrasi.
Titrasi asam asetat ini juga sama seperti pada titrasi NaOH dengan asama oksalat
sebagai titran, yaitu dengan menggunakan indikator fenofhtalein. Tetapi, yang membedakan
titrasi ini dengan titrasi sebelumnya adalah jika titrasi ini terjadi antar cuka sebagai asam
lemah dan NaOH sebagai bassa kuat. Asam cuka digunakan pada percobaan ini karena asam
cuka termaasuk ke dalam asam asetat, sehingga untuk mengetahui konsentrasinya dari asam
asetat dapat digunakan asam cuka yang tentunya terlebih dahulu ditambahkan dengan
aakuades.
Pada titrasi asam cuka dengan NaOH sebagai titran ini berbeda dengan titrasi
sebelumnya. Perbedaannya adalah pada warna larutan NaOH pada titarsi pertama dengan
titrasi asam cuka pada titrasi kedua. Pada titrasi pertama, larutan NaOH yang ada dalam
erlenmeyer setelah ditambahkan dengan indikator fenofhtalein, warna larutan yang mulanya
ungu berubah menjadi bening. Berbeda dengan titrasi kedua, pada titrasi ini larutan asam
cuka yang ada dalam erlenmeyer setelah ditetesi 2-3 tetes indikator fenofhtalein warna
larutan yang mualnya bening menjadi ungu. Hal tersebut terjadi karena pada titrasi pertama
adalah NaOH sebagai basa kuat dan pada titrasi yang kedua yang dititrasi adalah asam cuka
sebagai basa lemah.
Titrasi kedua ini juga dilakukan sebanyak 2 kali, kemudian dihitung volume rataratanya. Pada titrasi NaOH yang pertama dan kedua diperlukan sebanyak 15 mL, maka

diperoleh volume rata-rata sebesar 21 mL. Kemudian volume rata-rata tersebut dapat
menentukan nilai dari konsentrasi asam asetat, dan dari hasil perhitungan diperoleh
konsentrasi asam asetat sebesar 0,2 mol/L
Konsentrasi asam asetat yang diperoleh tersebut merupakan konsentrasi sam asetat
yang telah diencerkan, untuk mengetahui besarnya konsentrasi asam aseata sebelum
diencerkan dapat dihitung dengan rumus pengenceran sehingga diperoleh konsentrasi dari
asam asetat sebelum diencerkan sebesar 9,52 mol/L. Dari konsentrasi asam asetat yang
diperoleh sebelumnya diencerkan tersebut dapat kita ketahui hasil konsentrasi asam asetat
dalam jumlah presentasnya sebesar 57, 12 %.
VI.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

1.

Pada standarisasi didapat bahwa konsentrasi asam asetat sebelum diencerkan adalah 9,52

2.

mol/L.
Dalam hasil perhitungan di dapat nilai kadar asam asetat (%CH 3COOH) dalam air yaitu

3.

sebesar 57,12 %
Pada standarisasi, analisis yang digunakan yaitu analisis titrimetri karena akurasi yang
dihasilkan sanggat tinggi.
4.

Pada analisis titrimetri diperlukan bahan yang memiliki berat molekul yang tinggi,

relatif satbil, tidak bersifat hidroskopis, bereaksi sangat cepat daan reaksi berlangsung secara
lengkap dan stoikiometris.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. et al. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Kedokteran EGC,
Jakarta.
Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Day, R. A. dan S. Keman. 1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.
Sari, F.I. dan Soedjajadi K. 2005. Efektifitas Larutan Asam Cuka. Jurnal Kesehatan Lingkungan,
Vol.1, No.2, Januari 2005.
Keenan, Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta, Erlangga.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia, Jakarta.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung, ITB.

http://laporan-aprilia.blogspot.co.id/2012/02/kimia-percobaan-v.html

Anda mungkin juga menyukai