1. Titrimetri
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila
melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk
titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang
melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya (Day, dkk, 1986).
Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran
ditambahkan sedikit demi sedikit (dari dalam buret) pada titrat (larutan yang dititrasi)
sampai terjadi perubahan warna indikator baik titrat maupun titran biasanya berupa
larutan. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan. Saat terjadi
perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir titrasi dan
diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi
dengan titik ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu,
pemilihan indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik
ekivalen tercapai. Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (netral).
2. Indikator
Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan
rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut.
Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit
mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah
titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin.
Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikator 0,1% ( b/v ) diperlukan untuk keperluan
titrasi. Dua tetes ( 0,1 ml ) indikator ( 0,1% dengan berat formula 100 ) adalah sama
dengan 0,01 ml larutan titran dengan konsentrasi 0,1 M.
Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna
indikator dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphthalein karena indikator ini
bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keungguan maka yang teramati untuk titik
akhir titrasi adalah warna merah muda. Contoh lain adalah metil merah. (Anonim,
2009).
3. Cuka
Asam cuka merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah
asam format. Larutan asam cuka dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya
hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam cuka merupakan
pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam
produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat,
maupun berbagai macam serat dan kain.
C. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui, mempraktekan/melakukan metode analisis kimia dengan
cara titrasi.
2. Mahasiswa dapat menentukan total asam dalam cuka dengan cara titrasi asam-basa
(titrasi netralisasi).
a. Encerkan sampel cuka dengan cara ambil sampel cuka sebanyak 10 mL dengan
menggunakan pipet 10 mL.
d. Tambahkan 2 tetes indikator phenolphtalein (pp) dan titrasi dengan larutan standar
NaOH 0,1 N.
e. Proses titrasi dihentikan jika larutan sampel berubah warna menjadi merah muda
dan warna tidak hilang/bertahan selama 30 detik.
h. Hitung total asam dalam gram asam asetat per 100 mL larutan.
F. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
mL NaOH yang digunakan :
Titrasi 1 = 5,3
mL
Titrasi 2 = 4,9
mL
Titrasi 3 = 5,6
mL
Rata-rata = 5,27
mL
= 10
mL
G. PEMBAHASAN
Titrasi asam lemah (CH3COOH) + basa kuat (NaOH)
Reaksi kimianya :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
Dari hasil yang diperoleh sebenarnya bisa saja digunakan untuk menghitung kadar
persen asam asetat dalam cuka komersil yang dipakai akan tetapi perhitungan pada
praktikum ini hanya sebatas pada penghitungan total asam dalam cuka saja.
Proses kegiatan analisis sudah cukup baik dan teliti, oleh karena itu hasil yang
diperoleh dari semua kelompok juga tidak berbeda jauh.
Beberapa istilah-istilah yang terdapat dalam laporan praktikum ini antara lain :
1. Asidimetri : Salah satu metode titrimetri yang larutan bakunya adalah larutan yang
bersifat asam.
2. Alkalimetri : Salah satu metode titrimetri yang larutan bakunya adalah larutan yang
bersifat basa.
3. Titik Akhir titrasi (TA) : Keadaan pada saat indikator berubah warna.
4. Kenormalan : Jumlah ekivalen zat terlarut dalam satu liter larutan.
5. Berat Ekivalen : Berat suatu senyawa yang tepat dapat bereaksi dengan satu mol ion
H+ atau dengan 1 mol ion OH-
H. KESIMPULAN
1. Dalam proses analisis memang sangat diperlukan ketelitian. Apalagi proses analisis
titrimetri bergantung pada ketelitian analis.
2. Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi.
3. Terjadi perubahan skala buret yang tidak konstan
4. Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator
5. Reaksi yang ada pada titrasi ini adalah reaksi netralisasi yaitu reaksi antara asam
dengan basa untuk mencapai titik ekivalen.
6. Pada titrasi asam lemah dengan basa kuat indikator yang sesuai adalah phenol
phthalein.
7. Larutan baku yang digunakan dalam titrasi asidi-alkalimetri adalah asam kuat ataupun
basa kuat yang telah diketahui konsentrasinya secara tepat. Dalam praktikum kali ini
yang dipakai adalah basa kuat (NaOH)
I. DAFTAR PUSTAKA
Day, RA dan Underwood. 1986. Analisis Kimia kuantitatif. Edisi Kelima: Erlangga. Jakarta
http://heryoverkill.blogspot.co.id/2011/04/acara-2-analisis-titrimetri-penentuan.html
untuk
dapat
dilakukan
analisis
2.
dengan
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai,
baik secara kimia maupun secara fisika.
4. Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia
atau fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.
Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai
berikut :
1. Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan
pipet volume yang telah di kalibrasi.
2. Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti atau
baku primer dan sekunder dengan kemurnian tinggi.
3. Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi telah
di capai.
Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan
untuk membakukan larutan standar misalnya arsen trioksida pada
pembakuan larutan iodium. Baku sekunder adalah bahan yang telah
dibakukan sebelumnya oleh baku primer, dan kemudian digunakan untuk
membakukan larutan standar, misalnya larutan natrium tiosulfat pada
pembakuan larutan iodium.
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer
ataupun titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan
sebaliknya. Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai
mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titrant dan titer
tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen. Pada
saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita
mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut.
Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer
maka kita bisa menghitung kadar titrant.
Cara Mengetahui Titik Ekuivalen.
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi
asam basa.
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi
dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk
memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah
titik ekuivalent.
Titrasikan dengan larutan NaOH hingga warna berubah menjadi merah muda
V. Hasil Analisis
Perhitungan massa Asam Oksalat yang ditimbang yaitu :
Diketahui
Normalitas Asam Oksalat = 0,1 N
(NaOH)
=2 V .N
VI. Pembahasan
Dalam praktikum standardisasi larutan NaOH dan penetapan kadar Asam cuka
perdagangan ini, metode yang digunakan adalah analisis kuantitatif, yang dimana
analisis kuantitatif fokus kajiannya adalah penetapan banyaknya suatu zat tertentu
(analit) yang ada dalam sampel. Analisis kuantitatif terhadap suatu sampel terdiri atas
empat tahapan pokok:
1. Pengambilan atau pencuplikan sampel (sampling), yakni memilih suatu sampel yang
mewakili dari bahan yang dianalisis
2. Mengubah analit menjadi suatu bentuk sediaan yang sesuai untuk pengukuran
3. Pengukuran
untuk
450 mg Asam
sebelumnya telah
(NaOH)
=2 V .N
Setelah kita mengetahui normalitas dari larutan NaOH, maka dilakukan langkah yang
selanjutnya yaitu menetapkan kadar asam cuka perdagangan dengan cara mengambil 10
ml asam cuka perdagangan dengan pipet volume, lalu dimasukkan ke dalam labu takar
100 ml, dan diencerkan dengan air suling bebas CO 2hingga volumenya tepat 100 ml.
Kemudian memasukkan 10 ml larutan encer tersebut ke dalam labu erlenmeyer 250 ml,
dan ditambah dengan 2 tetes indikator PP. Larutan ini selanjutnya dititrasi dengan
larutan baku NaOH diatas, hingga diperoleh perubahan warna dari tidak berwarna
menjadi merah jambu. Dan titrasi ini dilakukan sebanyak 2 kali.
Yang kemudian diperoleh data sebagai berikut:
1. Label asam cuka perdagangan yang digunakan:.(tdk diketahui)
2. Titrasi
Volume larutan NaOH (titran):
a. 17 ml
b. 17 ml
Maka dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
Asam asetat (CH3COOH): BM = 60
BE (CH3COOH) = = 60
100%
100%
100%
= x 100%
= 2,448 %
VII. Kesimpulan
1. Asidi dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang
berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan
air yang bersifat netral.
2. Normalitas dari larutan baku NaOH yang dipakai yaitu 0,24N
3. Normalitas Asam Oksalat yang dipakai adalah 0,1 N
4. Massa Asam Oksalat yang ditimbang adalah 450 mg
5. Kadar asam asetat pada larutan NaOH = 2,448 % b/v
6. Kadar asam asetat atau asam cuka perdagangan sebenarnya adalah 6,57 %
7. Intinya perbedaan hasil titrasi disebabkan oleh :
a. Perubahan skala buret yang tidak konstan.
b. Dalam produksi cuka tidak sesuai dengan label yang di siratkan pada label
c. Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator.
d. Adanya perbedaan massa jenis yang mencolok dari masing-masing cuka sampel.
online
Anonim, 2009
http://pdfdatabase.com/index.php?
q=titrasi+asam+basa+larutan+kimia, online 29 Maret 2010
Aisyah, 2008
http://rgmaisyah.wordpress.com/2008/11/22/titrimetri/ , online 29 Maret
2010
http://shochichah.blogspot.co.id/2010/04/standardisasi-larutan-naohdan.html
PERCOBAAN V
TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah praktikan diharapkan dapat memahami dan
melakukan standarisasi larutan serta menggunakannya untuk analisis kuantitatif sampel.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan
konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya
(larutan standar). Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam
basa (reaksi penetralan). Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi
volumemetri, yaitu mengukur volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Syukri,
1999).
Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna
pada saat titik ekuivalen. Pasda titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir
titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepat habis
bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan digunakan indikator. Saat perubahan
warna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi (Sukmariah, 1990).
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai
standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan
suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume
larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut
standar primer (Day, 1998).
Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan berikut:
1.
Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang diketahui kemurniannya.
2.
Harus stabil.
3.
Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis , sehingga tidak menyerap uap air, tidak
menyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).
Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah
digunakan untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitatif. Kuantitas zat terlarut
dalam suatu volume larutan itu, dimana volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui
dengan tepat dari hubungan dasar berikut ini:
Mol = liter x konsentrasi molar
atau:
Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang tidak
terlalu lama.
2.
Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan yang pasti
dalam reaktan.
3.
4.
1.
2.
Oksidimetri
3.
Argentometri
Asidimetri adalah yang diketahui konsentrasi asamnya, sedangkan alkalimetri bila yang
diketahui adalah konsentrasi basanya. Titrasi asam basa ada lima. Empat diantaranya adalah:
1. Titrasi asam dengan basa kuat
Diakhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat.
Misal:
HCl + NaOH
NaCl + H2O
NH4Cl + H2O
Peningkatan kadar logam berat dalam air laut akan diikuti peningkatan kadar logam
berat dalam biota laut yang pada gilirannya melalui rantai makanan akan menimbulkan
keracunan akut dan khronik, bahkan bersifat karsinogenik pada manusia konsumen hasil laut
(Keman, 1998). Penelitian yang telah dilakukan oleh Pikir (1993) dengan metode
Spektroskopi Serapan Atom (SSA) menyimpulkan bahwa kerang yang berasal dari Pantai
Kenjeran Suraba ya, mengandung logam berat Cadmium (Cd) sebesar 1,22 ppm dan kerang
dari Pantai Keputih Surabaya, mengandung 1,09 ppm logam berat Cadmium. Penelitian lain
yang dilakukan dengan metode yang sama oleh Moesriati (1995) terhadap beberapa jenis ikan
dan kerang di Pantai Kenjeran Surabaya menyatakan bahwa kadar logam berat Cadmium
dalam daging kerang adalah 1,21 ppm (Sari, 2005).
III.
A.
B.
Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan pada percobaan ini meliputi asam oksalat dihidrat
(H2C2O4.2H2O), larutan standart NaOH 0,1 N, akuades, cuka makan komersial jeruk nipis,
dan indikator fenophtalein.
IV.
A.
PROSEDUR PERCOBAAN
Pembuatan Larutan Standar Asam Oksalat dan Penggunaannya untuk Standarisasi
Larutan NaOH
1.
Sebanyak 1,26 gram asam oksalat dihidrat (H2C2O42H2O) ditimbang dengan menggunakan
gelas arolji dan neraca analitik.
2.
Asam Oksalat dipindahkan dari gelas arloji ke dalam gelas beker 100 mL, tambahkan 25-30
mL akuades, kemuadian diaduk hingga larut. Setelah itu gelas arloji dibilas dengan sedikit
akuades, dan masukkan air bilasan ke dalam gelas beker yang berisi larutan asam oksalat
tersebut.
3.
Larutan asam oksalat dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudian gelas beker dibilas
dengan sedikit akuades, air bilasan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar.
4.
Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tepat tanda batas dan dikocok hingga
homogen.
5.
Buret yang akan digunakan dicuci dengan menggunakan akuades kemudian dikeringkan.
6.
Larutan asam oksalat yang telah dibuat dimasukkan ke dalam buret 50 mL.
7.
8.
9.
Jika terjadi perubahan warna yang konstan titrasi dihentikan kemudian dicatat volume asam
oksalat yang digunakan untuk titrasi.
10. Dilakukan titrasi kembali sebanyak 3 kali dan dihitung rata-rata volume yang digunakan
dari tiga kali titrasi yang telah dilakukan.
B.
1. 10 mL asam cuka komersial dituangkan kedalam labu takar 250 mL dengan menggunakan
pipet ukur.
2. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas kemudian labu takar tersebut
3.
4.
5.
6.
7.
8. Jika terjadi perubahan warna yang konstan titrasi dihentikan dan dicatat volume NaOH yang
digunakan.
9. Dilakukan kembali titrasi sebanyak tiga kali dan dihitung volume rata-rata yang digunakan
saat titrasi.
V.
A.
1. Hasil
a.
Percobaan
O
1.o Dihitung Massa atom oksalat
o Dihitung Mr asam oksalat
o Dihitung Volume asam oksalat
2. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N
Pengamatan
m = 1,26 gram
Mr = 126 gram/mol
V = 50 mL
a. Titrasi 1
o Warna larutan sebelum titrasi
Ungu
V1 = 10 mL
V2 = 8,1 mL
Fenofhtalein
Ungu Bening
Vrata-rata = 9,05 mL
Ungu
V1 = 10 mL
V2 = 5,5 mL
Fenofhtalein
Ungu Bening
Vrata-rata = 7,75 mL
Percobaan
O
1.o Volume asam cuka sebelum pengenceran
o Volume asam cuka setelah pengenceran
2. Titrasi asam cuka dengan larutan NaOH
d. Titrasi 1
Pengamatan
V1 = 5 mL
V2 = 20 mL
Bening
V1 = 15 mL
V2 = 21 mL
Fenofthalein
Bening Ungu
Bening
V1 = 15 mL
V2 = 21 mL
Fenofthalein
Bening Ungu
Vrata-rata = 18 mL
2.
Perhitungan
a.
= (N . V)basa
= NNaOH . VNaOH
Nasetat . 15 mL
= 0,272 ek/L . 21 mL
Nasetat
= 0,3808 ek/L
Karena asam asetat adalah asam monopotrik, maka n asam asetat = 1 ek/mol, sehingga:
M asetat
= N asetat /n
=
= 0,3808 ek/L
Sebelum dititrasi, asam asetat telah diencerkan terlebih dahulu. Sehingga data yang telah
diperoleh dari perhitungan di atas adalah konsentrasi asam asetat setelah diencerkan.
Konsentrasi asam asetat sebelum diencerkan dapat dihitung sebagai berikut:
(M .V)sebelum pengenceran = (M . V)setelah pengenceran
Msebelum pengenceran = Masetat . (250 mL/10 mL)
= 0,3808 ml/L (250 mL/10 mL)
= 9,52 mol/L
Konsentrasi asam asetat dinyatakan dalam persentase (b/v) adalah:
% CH3COOH (b/v) = Masetat x Mrasam asetat x (1 L/1000 mL) x 100
= 9,52 (mol/L) x 60 (gram/mol) x (1 L/1000 mL) x 100
= 57, 12 % (b/v)
3.
Pembahasan
Kita tahu bahwa standarisasi adalah suatu proses yang digunakan untuk menentukan
konsentrasi suatu larutan secara teliti atau bisa juga diartikan sebagai penentuan konsentrasi
eksak dari suatu larutan standar. Larutan standar sendiri merupakan larutan yang telah
diketahui konsentrasinya. Ada dua cara untuk menstandarkan larutan, yaitu :
a.
Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu,
kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut
larutan standar primer, dan zat yang kita gunakan disebut standar primer
b.
Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat kemudian
melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat distandarkan dengan larutan
standar primer, disebut larutan standar sekunder.
Sebelum melakukan pembahasan tentang analisis kuantitatif, ada baiknya memahami
terlebih dahulu tentang pengertian analisis kuantitatif itu sendiri. Analisis kuantitatif
memberikan informasi mengenai berapa banyak komposisi suatu komponen dalam sampel.
Pada percobaan kali ini kita melakukan analisis kuantitatif untuk menentukan kadar asam
asetat dalam asam cuka komersial, yang beredar dipasaran. Dimana pada percobaan ini
digunakan asam cuka botol. Analisis yang dilakukan adalah analisis tirimetri karena kadar
komposisi ditetapkan berdasarkan volum pereaksi (konsentrasi diketahui). Penggunaan
analisi tirimetri ini menggunakan larutan NaOH 0,1 N sebagai larutan standarnya. Karena
NaOH merupakan larutan standar sekunder , maka sebelum digunakan terlebih dahulu larutan
NaOH tersebut distandarisasi dengan larutan asam oksalat yang merupakan suatu standar
primer.
Pada penentuan Konsentrasi asam asetat terjadi reaksi antara asam lemah (CH 3COOH)
dengan basa kuat (NaOH). Sebelum dititrasi, asam asetat telah diencerkan terlebih dahulu.
Karena asam asetat adalah asam monoproptik, maka n asam asetat sebesar 1 ek/mol. Reaksi
yang terjadi pada saat penitrasian adalah :
CH3COOH + NaOH
CH3COONa + H2O
Pada percobaan ini, dilakukan analisis kuantitatif untuk menentukan kadar asam cuka
komersial. Analisis yang dilakukan adalah analisis tirtimetri dengan menggunakan larutan
NaOH 0,1 N sebagai larutan standarnya. Akan tetapi, sebelum NaOH digunakan, terlebih
dahulu larutan NaOH tersebut distandarisasikan dengan menggunakan larutan asam oksalat
yang merupakan larutan standar primer. Hal ini perlu dilakukan karena larutan NaOH adalah
larutan standar sekunder.
Untuk menentukan konsentrasi dari larutan NaOH, maka dilakukan titrasi antara NaOH
dengan asam oksalat sebagai titran. Titrasi ini dilakukan dengan menambahkan 2-3 tetes
indikator fenofhtalein ke dalam larutan NaOH, indikator fenofhtalein digunakan pada titrasi
ini karena terjadi antara asam kuat dan basa kuat, sehingga akan mudah melihat perubahan
warna dari larutan yang dititrasi.
Titrasi NaOH ini baru dihentikan setelah terjadi perubahan warna konstan pada larutan
NaOH, yang sebelumnya berwarna ungu dan setelah dititrasi dengan menggunakan indikator
fenofhtalein menjadi bening. Perubahan warna tersebut menunjukkan telah tercapainya titik
ekuivalen.
Titrasi pertama dilakukan sebanyak 2 kali, kemudian dihitung volume rata-ratanya.
Pada titrasi pertama volume asam oksalat yang diperlukan adalah sebanyak 8,1 mL, pada
titrasi kedua sebanyak 5,5 mL. Maka dari hasil kedua titrasi tersebut didapatkan volume ratarata asam oksalat yang diperlukan yaitu sebesar 6,8 mL sehingga dari volume rata-rata
tersebut dapat menentukan konsentrasi NaOH.
Tercapainya titik ekuivalen pada proses titrasi menyatakan terjadinya kesetimbangan
antara mol asam dan mol basa, sehingga diperoleh persamaan berikut:
(N . M)asam = (N . M)basa
Dari persamaan diatas, maka dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi NaOH, maka
dari hasil perhitungan diperoleh konsentrasi NaOh sebesar 0, 272 ek/L. Kemudian dari nilai
tersebut dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi asam asetat. Tetapi penentuan
konsentrasi asam asetat ini juga harus dilakuakan melalui titrasi.
Titrasi asam asetat ini juga sama seperti pada titrasi NaOH dengan asama oksalat
sebagai titran, yaitu dengan menggunakan indikator fenofhtalein. Tetapi, yang membedakan
titrasi ini dengan titrasi sebelumnya adalah jika titrasi ini terjadi antar cuka sebagai asam
lemah dan NaOH sebagai bassa kuat. Asam cuka digunakan pada percobaan ini karena asam
cuka termaasuk ke dalam asam asetat, sehingga untuk mengetahui konsentrasinya dari asam
asetat dapat digunakan asam cuka yang tentunya terlebih dahulu ditambahkan dengan
aakuades.
Pada titrasi asam cuka dengan NaOH sebagai titran ini berbeda dengan titrasi
sebelumnya. Perbedaannya adalah pada warna larutan NaOH pada titarsi pertama dengan
titrasi asam cuka pada titrasi kedua. Pada titrasi pertama, larutan NaOH yang ada dalam
erlenmeyer setelah ditambahkan dengan indikator fenofhtalein, warna larutan yang mulanya
ungu berubah menjadi bening. Berbeda dengan titrasi kedua, pada titrasi ini larutan asam
cuka yang ada dalam erlenmeyer setelah ditetesi 2-3 tetes indikator fenofhtalein warna
larutan yang mualnya bening menjadi ungu. Hal tersebut terjadi karena pada titrasi pertama
adalah NaOH sebagai basa kuat dan pada titrasi yang kedua yang dititrasi adalah asam cuka
sebagai basa lemah.
Titrasi kedua ini juga dilakukan sebanyak 2 kali, kemudian dihitung volume rataratanya. Pada titrasi NaOH yang pertama dan kedua diperlukan sebanyak 15 mL, maka
diperoleh volume rata-rata sebesar 21 mL. Kemudian volume rata-rata tersebut dapat
menentukan nilai dari konsentrasi asam asetat, dan dari hasil perhitungan diperoleh
konsentrasi asam asetat sebesar 0,2 mol/L
Konsentrasi asam asetat yang diperoleh tersebut merupakan konsentrasi sam asetat
yang telah diencerkan, untuk mengetahui besarnya konsentrasi asam aseata sebelum
diencerkan dapat dihitung dengan rumus pengenceran sehingga diperoleh konsentrasi dari
asam asetat sebelum diencerkan sebesar 9,52 mol/L. Dari konsentrasi asam asetat yang
diperoleh sebelumnya diencerkan tersebut dapat kita ketahui hasil konsentrasi asam asetat
dalam jumlah presentasnya sebesar 57, 12 %.
VI.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.
Pada standarisasi didapat bahwa konsentrasi asam asetat sebelum diencerkan adalah 9,52
2.
mol/L.
Dalam hasil perhitungan di dapat nilai kadar asam asetat (%CH 3COOH) dalam air yaitu
3.
sebesar 57,12 %
Pada standarisasi, analisis yang digunakan yaitu analisis titrimetri karena akurasi yang
dihasilkan sanggat tinggi.
4.
Pada analisis titrimetri diperlukan bahan yang memiliki berat molekul yang tinggi,
relatif satbil, tidak bersifat hidroskopis, bereaksi sangat cepat daan reaksi berlangsung secara
lengkap dan stoikiometris.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. et al. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Kedokteran EGC,
Jakarta.
Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Day, R. A. dan S. Keman. 1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.
Sari, F.I. dan Soedjajadi K. 2005. Efektifitas Larutan Asam Cuka. Jurnal Kesehatan Lingkungan,
Vol.1, No.2, Januari 2005.
Keenan, Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta, Erlangga.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia, Jakarta.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung, ITB.
http://laporan-aprilia.blogspot.co.id/2012/02/kimia-percobaan-v.html