Anda di halaman 1dari 17

TITRASI BEBAS AIR

I. DASAR TEORI
Titrasi titrimetri dalam lingkungan bebas air, pelarut mengambil
bagian yang amat penting untuk reaksi stoikiometri, dimana pelarut
tersebut dapat mengambil bagian dalam reaksi. Ada tiga teori yang
menerangkan reaksi netralisasi dalam suatu pelarut yaitu teori ikatan
hidrogen, teori Lewis dan teori Bronsted.
Asam-asam dan basa-basa lemah seperti alkaloid dan asam-asam
organik sukar larut dalam air dan kurang reaktif tidak dapat ditetapkan
kadarnya secara titrasi dengan asam atau basa (asidimetri atau alkalimetri)
dalam pelarut air. Kesulitan ini dapat diatasi dengan melaksanakan titrasi
dalam lingkungan yang bebas air atau menggunakan pelarut yang bukan
air.
Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak menggunakan air
sebagai pelarut. Tetapi digunakan pelarut organik seperti alkohol, eter atau
pelarut-pelarut organik lain karena senyawa tersebut tidak dapat larut
dalam air, disamping itu kurang reaktif dalam air seperti misalnya garam-
garam amina, dimana garam-garam ini dirombak lebih dahulu menjadi
basa yang bebas larut dalam air, sari dengan pelarut organik lain dan
direaksikan dengan asam baku berlebih, yang kemudian pelarutnya
diuapkan dan barulah kelebihan asam ditentukan kembali dengan basa
baku sedangkan senyawa-senyawa organik yang mengandung nitrogen
ditentukan dengan metode Kjeldahl, dimana senyawa-senyawa yang
berupa garam natrium diasamkan dahulu, kemudian senyawa yang tidak
larut dalam air disari dengan pelarut lain (organik), pelarut diuapkan dan
sisa dikeringkan dan ditimbang.
Pada dasarnya titrasi bebas air termasuk reaksi netralisasi juga,
tetapi berbeda dengan konsep netralisasi dari Arhenius yang menyatakan
bahwa reaksi netralisasi adalah reaksi antara ion-ion hydrogen dengan ion-

1
ion hidroksida dalam larutan asam-basa berair; titrasi suatu senyawa asam
dengan larutan baku basa; titrasi suatu senyawa basa dengan larutan baku
asam. Dalam larutan berair netralisasi juga dapat diinterpretasikan sebagai
reaksi antara pemberi proton (proton donor) dan penerima proton (proton
akseptor).
Pada pelarut asam lemah dan basa lemah dalam lingkungan bebas
air harus diperhatikan pengaruh pelarut bukan air terhadap tetapan
ionisasi, tetapan dissosiasi, tetapan asam asam dan basa senyawa yang
hendak dititrasi. Yang tidak kalah penting adalah pengaruh konstante
dialetrik pada reaksi protolisis pada pelarut bukan air.
Teori TBA sangat singkat, sebagai berikut : air dapat bersifat asam
lemah dan basa lemah. Oleh karena itu, dalam lingkungan air, air dapat
berkompetisi dengan asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah dalam
hal menerima atau memberi proton, sebagaimana ditunjukkan pada reaksi:
H2O + H+ H3O+
Akan berkompetisi dengan RNH2 + H+ RNH3+
H2O + B OH + BH+
Akan berkompetisi dengan ROH + B RO- + BH+
Reaksi kompetisi air dengan asam lemah dengan basa lemah untuk
memberi atau menerima proton.
Adanya pengaruh kompetisi ini berakibat pada kecilnya titik
infleksi pada kurva titrasi asam sangat lemah dan basa sangat lemah
sehingga mendekati batas pH 0 dan 14. Oleh karena itu deteksi titik akhir
titrasi sangat sulit. Sebagai aturan umum : basa-basa dengan pKa < 7
atau asam-asam dengan pKa > 7 tidak dapat ditentukan kadarnya secara
tepat pada media air. Berbagai macam pelarut organic dapat digunakan
untuk menggantikan air, karena pelarut-pelarut ini kurang berkompetisi
secara efektif dengan analit dalam hal menerima atau memberi proton.

A. ASIDIMETRI DALAM PELARUT BEBAS AIR

2
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantatif terhadap
senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam.
Analisis titrimetri dari sejumlah senyawa-senyawa basa lemah
dalam asam asetat glacial memungkinkan untuk menggunakan larutan
baku asam perklorat sebagai titran. Senyawa-senyawa tersebut adalah
senyawa-senyawa amina, garam-garam amina, garam-garam alkali dari
asam-asam organik, garam-garam dari asam-asam anorganik lemah, dan
asam-asam amino.

B. ALKALIMETRI DALAM PELARUT BEBAS AIR

Alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang


bersifat asam dengan menggunakan baku basa.

Beberapa senyawa yang bersifat asam lemah dapat ditetapkan


kadarnya secara kuantitatif dalam pelarut bebas air yang sesuai dengan
titik akhir yang tajam.Senyawa-senyawa tersebut adalah asam-asam
halide, asam-asam anhidrida,asam-asam amino,fenol,sulfonamide,dan
garam-garam organic dari asam-asam organic.

Asam borat yang merupakan asam anoganik lemah dapat dengan


mudah dititrasi dengan menggunakan etilendiamin sebagai titran. Ketiga
H+ dari H3BO3 dapat dideteksi dengan menggunakan potensiometer untuk
mengamati terjadinya titik akhir titrasi.

Pelarut

Titrasi bebas air (TBA) merupakan produser titrimetri yang paling


umum yang digunakan untuk uji-uji dalam farmakope. Metode ini
mempunyai 2 keuntungan, yaitu (i) Metode ini cocok untuk titrasi asam-
asam dan basa-basa yang sangat lemah, dan (ii) pelarut yang digunakan
adalah pelarut organik yang juga mampu melarutkan analit-analit organik.

3
Prosedur yang paling umum digunakan untuk titrasi basa-basa organik
adalah dengan menggunakan titran asam perklorat dalam asam asetat.

Adanya air harus dihindari pada titrasi bebas air, karna adanya H 2O
yang merupakan basa lemah akan berkompetisi dengan basa-basa nitrogen
lemah untuk bereaksi dengan asam perklorat (HClO 4) yang digunakan
sebagai titran menurut reaksi:

H2O + HClO4 H3O+ + ClO4-

RNH2 + HClO4 RNH3 + ClO4-

Disamping itu dengan adanya air maka ketajaman titik akhir juga
akan berkurang. Secara eksperimen, adanya air tidak boleh lebih dari
0,05% sehingga tidak mengakibatkan pengaruh yang nyata pada
pengamatan titik akhir titrasi.

Untuk lebih memahami tentang titrasi bebas air, berikut adalah


definisi istilah pelarut yang digunakan :

1. Pelarut Aprotik

Adalah pelarut yang dapat menurunkan ionisasi asam-asam dan


basa-basa. Pelarut aprotik tidak dapat memberikan proton, yaitu pelarut
yang tidak terdisosiasi menjadi proton dan anion pelarut. Sebagai contoh
adalah pelarut benzen. Penggunaan pelarut aprotik dalam titrasi bebas air
adalah karena pelarut ini tidak dapat menyetingkatkan pada
keasaman/kebasaan asam dan basa yang bereaksi sesamanya. Selain itu
garam yang terjadi pada titrasi tidak akan diuraikan secara protolitik oleh
pelarut. Kerugiannya adalah sifatnya yang sedikit polar atau nonpolar yang
mempunyai daya larut yang amat kecil, selain itu hantaran suatu larutan
akan sangat dikurangi.

2. Pelarut protofilik (proto = proton, filik = suka)

4
Adalah pelarut yang dapat menaikkan ionisasi asam lemah dengan
menggabungkan proton yang dimilikinya. Dengan demikian senyawa-
senyawa yang bersifat basa seperti n-butil amin, piridin, dimetil formamid,
trimetil amin termasuk dalam kelompok ini. Pelarut ini biasa digunakan
dalam analisis senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah seperti fenol.

Pelarut protik adalah pelarut yang menunjukkan disosiasi sendiri


menjadi proton dan anion pelarut. Secara praktis pelarut yang seperti ini
selalu dapat memberi dan menerima proton. Pelarut yang seperti ini
dinamakan pelarut amfiprotik atau pelarut amfolit. Pada penggunaan
pelarut aprotik keadaan ideal ini hampir tercapai. Jika dilakukan dengan
pelarut amfiprotik maka pelarut akan bertindak sebagai peserta pada
proses netralisasi dan tetapan inisiasi, disosiasi keasaman dan kebasaan
tentu akan dipengaruhi.

Pengaruh pelarut aprotik terhadap titrasi bebas air adalah senyawa


HCl yang dilarutkan akan tidak bereaksi dengan pelarut, karena itu
kekuatan asamnya tidak berkurang. Sebagai ukuran untuk kekuasaan asam
adalah afinitas proton. Makin kuat proton terikat makin sedikit proton
yang diberikan dan asamnya akan semakin meningkat/kuat. Begitupun
dengan basa.

3. Pelarut protogenik

Adalah pelarut yang menghasilkan proton. Yang termasuk dalam


kelompok ini adalah asam-asam kuat seperti asam klorida dan asam sulfat.
Pelarut kelompok ini kurang bermanfaat dalam titrasi bebas air.

4. Pelarut amfiprotik

Adalah pelarut yang mempunyai sifat gabungan dari protofilik dan


protogenik sehingga pelarut ini dapat menghasilkan atau menerima proton.
Yang termasuk pelarut kelompok ini adalah air, alcohol, dan asam asetat

5
glacial. Sebagai contoh asam asetat dapat menghasilkan ion asetat dan
proton.

Kemampuan Pelarut Untuk Mendiferensiasi

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa air meratakan mineral –


mineral yang terdapat di dalam asam-asam perklorat, klorida, dan nitrat.
Artinya, dalam larutan berair, asam ini nampak sama kuat. Namun dalam
pelarut asam seperti asam asetat, kekuatan asam perklorat yang lebih besar
atas, misalnya asam klorida, memungkinkan asam perklorat untuk dititrasi
dalam satu tahap terpisah dari asam klorida tersebut. Dari kedua
kesetimbangan:

HClO4 + HOAc H2OAc+ + ClO-4

HCl + HOAc H2OAc+ + Cl-

Yang pertama berjalan lebih banyak kekanan dari pada yang


kedua. Sehingga dalam titrasi suatu campuran dua asam dalam pelarut
asam asetat, terhadap dua patahan dalam kurva titrasi, dan asam tersebut
dikatakan terdiferensiasi.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam memilih pelarut :

1. Kelarutan dari senyawa=senyawa yang akan dianalisis dalam


pelarut.
2. Kekuatan elatif kebasaan dari pelarut.
3. Ketajaman titik akhir.
4. Ketidakreaktifan pelarut.

II. LARUTAN BAKU

Semua perhitungan dalam titrimetri didasarkan pada konsentrasi


titrasi titran sehingga titran harus dibuat secara teliti. Titran semacam ini

6
disebut dengan larutan baku (standar). Konsentrasi larutan dapat
dinyatakan dengan normalitas, molaritas, atau bobot per volume.

Suatu larutan standar dapat dibuat dengan cara melarutkan


sejumlah senyawa baku tertentu yang sebelumnya senyawa tersebut
ditimbang secara tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat.
Larutan standar ada dua macam yaitu larutan baku primer dan larutan baku
sekunder. Larutan baku primer mempunyai kemurnia yang tinggi. Larutan
baku sekunder harus dibakukan dengan larutan baku primer. Suatu proses
dimana larutan baku sekunder dibakukan dengan larutan baku primer
disebut dengan standarisasi.

Suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku primer jika


memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a) Mudah didapat, dimurnikan, dikeringkan dan disimpan dalam keadaan


murni
b) Mempunyai kemurnia yang sangat tinggi atau dapat dimurnikan
dengan penghabluran kembali
c) Tidak berubah selama penimbangan (zat yang higroskopis bukan
merupakan baku primer)
d) Tidak teroksidasi oleh O2 dari udara dan tidak berubah oleh CO2 dari
udara
e) Susunan kimianya tepat sesuai jumlahnya
f) Mempunyai berat ekivalen yang tinggi, sehingga kesalahn
penimbangan akan menjadi lebih kecil
g) Mudah larut
h) Reaksi dengan zat yang ditetapkan harus stoikiometri, cepat dan
terukur

7
A. Larutan Baku pada Asidimetri Pelarut Bebas Air
Titran yang paling sering digunakan adalah asam perklorat,
dalam pelarut asam asetat glacial atau pelarut yang relative netral
seperti dioksan. Titran ini berfungsi sebagai larutan baku. Asam
Perklorat merupakan asam terkuat yang sudah umum yang bereaksi
sempurna dengan basa-basa lemah.

B. Larutan Baku pada Alkalimetri Pelarut Bebas Air


Titran yang sering digunakan pada TBA senyawa-senyawa
yang bersifat asam lemah adalah natrium metoksida, litium
metoksdia dalam methanol, atau tetrabutil ammonium hidroksida
dalam dimetilformamid.

Kalium metoksida yang merupakan basa yang lebih kuat,


tidak digunakan karena dapat membentuk endaan gelatinus. Dalam
beberapa keadaan yang mana natrium metoksida juga membentuk
endapan gelatinus maka litium metoksida merupakan pilihan.
Titran-tiran basa lainnya adalah natrium aminometoksida
(merupakan basa yang paling kuat), dan natrium trifenilmetan yang
digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat asamm lemah
seperti fenol dan pirol.

III. STANDARISASI

A. Larutan baku primer


Larutan baku primer tidak diharuskan untuk distandarisasi karena
larutan baku primer memiliki kemurnian yang tinggi dan stabil sehingga
konsentrasinya sudah diketahui secara pasti.

B. Larutan baku sekunder


Larutan baku sekunder harus dilakukan pembakuan (standarisai)
karena sifatnya tidak stabil dan kemurniannya rendah. Pembakuan larutan

8
baku sekunder dilakukan dengan larutan baku primer yang sudah diketahui
konsentrasinya.
Berikut adalah tabel larutan baku sekunder beserta baku primernya untuk
standarisasi:

No. Larutan Baku Baku Primer


H2C2O4 (as. oksalat), C6H5COOH (as.
1. NaOH benzoat), KHP
Na2B4O7 (nat. tetraborat), Na2CO3 (nat.
2. HCl karbonat)
3. KMnO4 H2C2O4, As2O3 (arsen trioksida)
As2O3, Na2S2O3.5H2O baku (nat. tio
4. Iodium sulfat)

5. Serium (IV) Sulfat As2O3, serbuk Fe pa.


6. AgNO3 NaCl, NH4CNS
7. Na2S2O3 K2Cr2O7, KBrO3, KIO3
8. EDTA CaCO3 pa, Mg pa

C. Perhitungan standarisasi

Standarisasi larutan baku sekunder dilakukan dengan larutan baku


primer yang sudah diketahui normalitasnya. Standarisasi larutan baku
sekunder dilakukan dengan cara titrasi, sehingga besar normalitas
larutan baku sekunder dapat dihitung dengan persamaan berikut:

m.ek titran = m.ek titrat

N1. V1 = N2. V2

Dimana persamaan diatas didasarkan pada titik ekivalen. Saat titik


ekivalen terjadi, sejumlah mol titran bereaksi dengan sejumlah mol
titrat secara kuantitatif (m.ek titran= m.ek titrat).

9
Contoh pembakuan asam perklorat 0,1 N

Prosedur

Timbang kurang lebih 700 mg kalium biftalat secara saksama


(sebelumnya dipanaskan pada suhu 105o C selama 3 jam, larutan
dalam asam asetat glacial dalam erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 2 tets
indikator Kristal Violet dan titrasi dengan asam perklorat hingga warna
violet menjadi biru kehijauan.

Tiap ml asam perklorat 0,1N setara dengan 20,42 mg kalium biftalat.

Contoh pembakuan Natrium metoksida

Prosedur

Larutkan kurang lebih 400 mg asam benzoate yang ditimbang


saksama dalam 80 ml dimetil formamida, tambahkan 3 tetes indikator
timol blue dan titrasi dengan Natrium metoksida sampai terbentuk
warna biru. Lakukan koreksi banyaknya volume Natrium Metoksida
yang diperlukan untuk mentitrasi 80 ml dimetil formamida.

Tiap ml Natrium metoksida 0,1 N setara dengan 12,21 mg asam


benzoate

IV. Indikator
Netralisasi adalah reaksi antara ion H+ dari asam dan ion OH- dan
membentuk molekul air. Reaksi netralisasi harus sesempurna mungkin.
Untuk mencapai maksud tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara
seperti tersebut dibawah ini:
1. Dengan terbentuknya hasil reaksi yang mengalami disosiasi lemah
2. Dengan terjadinya hasil reaksi sebagai gas atau sebagai endapan
3. Dengan memisahkan ion sebagai ion kompleks

10
Untuk menentukan titik akhir titrasi (titik ekivalen) pada proses
netralisasi ini digunakan indikator.

Menurut W.Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik


komplek dalam bentuk asam (Hln) atau dalam bentuk basa (InOH) yang
mampu dalam berada dalam keadaan dua macam warna yang berbeda dan
dapat saling berubah warna dari bentuk yang lain pada konsentrasi H+
atau pada pH tertentu.

Indikator yang berupa asam Hln H+ + In-…………..(1)

Indikator yang berupa basa InOH In+ + H-…………..(2)

Warna warna

bentuk molekul bentuk ion

Suatu indikator yang berupa asam organik menurut persamaan


keseimbangan (1), apabila dalam larutan banyak ion H+ atau dalam
suasana asam maka keseimbangan akan kekiri, yaitu kearah betuk molekul
yang tidak terion. Sebaliknya, dalam suasana basa keseimbangan akan
bergeser kekanan sehingga indikator akan lebih banyak terion, dan warna
yang ditunjukkan merupakan warna dalam bentuk ionnya.

Indikator untuk Titrasi bebas air

Bentuk resonansi yang berbeda dari indikator berlaku baik untuk


titrasi bebas air tapi perubahan warna pada titik akhir titrasi untuk
bervariasi dari titrasi, karena mereka bergantung pada sifat titran. Warna
sesuai dengan titik akhir yang benar dapat didirikan dengan melakukan
titrasi potensiometri sambil mengamati perubahan warna indikator.

11
Mayoritas titrasi bebas air dilakukan dengan menggunakan
berbagai indikator yang cukup terbatas disini adalah beberapa contoh yang
khas.

 Kristal Violet : Digunakan sebagai 0,5% b/v larutan dalam asam asetat
glasial. Berubah warna dari ungu adalah melalui biru diikuti oleh hijau,
kemudian menjadi kuning kehijauan, dalam reaksi dimana basa seperti
piridin yang dititrasi dengan asam perklorat.

 Red : Digunakan sebagai solusi b/v 0,2% dalam dioksan dengan kuning
untuk mengubah warna merah.

 Naftol Benzein : Bila dipekerjakan sebagai solusi b / v 0,2 % dalam asam


etanoat memberikan kuning untuk mengubah warna hijau. Ini memberi
poin akhir tajam di nitro merana yang mengandung anhidrida etanoat
untuk titrasi basa lemah terhadap asam perklorat.

 Quenaldine Merah : Digunakan sebagai indiktor untuk penentuan obat


dalam larutan dimetilformamida. Sebuah solusi b / v 0,1 % dalam etanol
memberikan perubahan warna dari merah ungu ke hijau pucat.

 Biru Timol : Digunkan secara luas sebagai indikatoruntuk tritasi zat


bertindak sebagai asam dalam larutan dimentil formamida. Sebuah solusi b
/ v 0,2 % dalam metanol memberikan perubahan warna yang tajam dari
kuning ke biru pada titik akhir.

A. Indikator untuk Asidimetri dalam Pelarut Bebas Air


Untuk titrasi basa lemah dan garam-garamnya:
1. Kristal Violet
2. Metilrosanilin klorida
3. Merah kuinaldin
4. Alfa – naftol benzein
5. Hijau malakit
Untuk senyawa basa yang relative lebih kuat:

12
1. Metal merah
2. Metal orange
3. Timol blue

B. Indikator untuk Alkalimetri dalam Pelarut Bebas Air


Pengamatan titk akhir dapat menggunakan potensiometer atau
secara visual. Penggunakan potensiometer merupakan pemilihan utama
untuk menentukan titik akhir titrasi bebas air. Pemilihan indikator secara
visual berdasarkan pengalaman empiric dan dilakukan secara trial and
error. Pengalaman menunjukan bahwa azo violet merupakan indikator
pilihan untuk titrasi asam-asam yang keasamanya lemah atau medium
dalam pelarut dimetil formamid.

Dalam tritasi dengan logam alkoholat, azo violet akan berubah


warna sebelum timol blue. Warna biru cerah merupakan warna titik akhir
titrasi untuk indikator azo violet dan timol blue.

Tetapan Dielektrik

Suatu asam-basa dalam pelarut SH akan mengalami keseimbangan


sebagai berikut :

HB + SH H2S + B-

Dalam pelarut yang memiliki konstanta dielektrik yang tinggi


pasangan ion tersebut akan terdisosiasi sempurna membentuk ion bebas.

H2S + B- H2S+ + B-

Sehingga reaksi keseluruhan yang terjadi adalah :

HB + SH H2S+ + B-

Disimpulkan bahwa keasaman dan kebasahan suatu senyawa


bergantung pada tetapan ionisasi (Ki) dan tetapan disosiasi (Kd) dari
pelarut yang digunakan untuk senyawa asam kuat dapat diasumsikan

13
bahwa Ki >>> 1 maka Ka=Kd dan Kb=Kd. Sedangan untuk asam atau
basa lemah diasumsikan bahwa Ki<<HNO3>HOAc dan menyetarakan
keasaman asam mineral HClO4, H2SO4, HCl dan HNO3. Dari kedua contoh
di atas dapat disimpulkan bahwa asam dan basa dalam pelarut amfiprotik
kesempurnaan reaksinya bergantung pada karakter keasaman dan kebasaan
pelarut, tetapan dielektrik pelarut, keasaman dan kebasaan senyawa,
tetapan autoprotolis pelarut.

V. PENETAPAN KADAR

Titrasi Bebas Air Cara I ( FI III:823)

Untuk basa dan garamnya kecuali dinyatakan lain, larutkan


sejumlah zat seperti yang tertera pada masing-masing monografi dalam
sejumlah volume asam asetat glacial P yang sebelumnya telah dinetralkan
dengan asam perklorat 0,1N menggunakan indicator Krital Violet P, bila
perlu dihangatkan kemudian didinginkan. Titrasi dengan asam perklorat
0,1N hinga perubahan warna indikator sampai sesuai dengan harga
maksimum dF/dV. Jika titrasi dilakukan secara potensiometri, E adalah
daya elektrotik dalam mV dan V adalah volume dalam ml.

Penetapan Kadar Natrium Siklamat

Lakukan penetapan menurut Cara I yang tertera pada Titrasi bebas


air, menggunakan lebih kurang 400mg yang ditimbang saksama dan
dilarutkan dalam 100 ml asam asetat glasial P dengan pemanasan.

1 ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 20,12 mg C6H12NNaO3S

14
CONTOH DATA

Sampel Berat Sampel Volume Titran


Natrium Siklamat (BM
(m) (ml)
201,22)
1 260 8,75
2 260 9,00
3 260 9,50

V . N . BE
% Kadar = x 100%
ml sampel

7,75 x 0,1470 x 201,2


% Kadar 1 = x 100% = 88,1604%
260

7,70 x 0,1470 x 201,2


% Kadar 2 x 100% = 87,5916%
260

7,75 x 0,1470 x 201,2


% Kadar 3 x 100% = 88,1604%
260

15
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta: Depkes RI.


Astutinur, rini. 2012. Titrasi-bebas-air. http://riniastutinur.blogspot.com
            Diakses pada tanggal 14 Oktober 2013, pukul 8:45
Gandjar, I.G., dkk. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mursyidi, Ahmad Dr., Rohman, Abdul. 2008. Volumetri dan Gravimetri.
Yogyakarta: UGM Press.
Underwood., Day. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

16
17

Anda mungkin juga menyukai