Anda di halaman 1dari 105

chemistry sri mulyani

Selasa, 13 Agustus 2013

NON AQUEOUS MEDIA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Air telah lama dikenal sebagai pelarut universal. Pengakuan ini disebabkan oleh
keberadaan air yang berlimpah di muka bumi dengan sifat dan karakteristiknya. Tidak ada
pelarut lain yang memiliki fungsi serba guna sebagai pelarut dan ketersediaannya yang sama
jumlahnya dengan air. Tidak ada juga penjelasan secara rinci tentang pelarut lain yang
membahas berbagai karakteristik sifat fisik dan kimia selain pelarut air. Hal ini menyebabkan
banyaknya alasan untuk memposisikan air sebagai pelarut yang luar biasa diantara pelarut
lain.
Banyak diantaranya zat lain yang memiliki sifat pelarut sama, tetapi harus diakui
bahwa sifat seperti itu biasanya tidak begitu jelas seperti di dalam air. Perbedaan antara
pelarut air dengan pelarut tertentu lainnya lebih sering terletak pada perbedaan tetapan
dielektriknya daripada perbedaan sifat. Hal ini dapat dilihat pada jenis pelarut bukan air
seperti BrF3, N2O4,NH3, dan HF. Telah banyak dijumpai beberapa cairan yang memiliki
kemampuan untuk melarutkan zat. Namun, pelarut jenis apapun itu hal yang lebih penting
adalah mekanisme saat reaksi ion berlangsung sehingga pelarut itu dapat melarutkan suatu
zat.
Pelarut adalah media untuk proses ionisasi yang memiliki sifat dan itu adalah sifat
dasar dari setiap jenis pelarut. Hal inilah yang mengklasifikasikan pelarut ke dalam 4
klasifikasi. Semua media pengion adalah sebagai ion, sampai pada batas tertentu, ketika
dalam keadaan murni, akibatnya pelarut seperti ini selalu memiliki sifat konduktor listrik
yang lemah. Contohnya adalah air, cairan ammonia, hidrogen florida, cairan hidrogen
sianida, dan cairan sulfur dioksida.
Pelarut pengion biasanya senyawa polar yang mempunyai muatan parsial positif dan
negatif. Hal ini akan menyebabkan adanya momen dipol. Ada korelasi langsung antara
besarnya momen dipol dari pelarut dengan kemampuan melarutnya. Jika momen dipol besar,
maka molekul pelarut akan bereaksi dengan larutan ionik.
1.2.Tujuan

1.
2.
3.
4.

Memenuhi syarat pembelajaran Kimia Anorganik.


Memahami perbedaan pelarut air dan pelarut bukan air.
Mengetahui berbagai contoh dan karakteristik pelarut bukan air.
Mengetahui proses asam-basa dengan pelarut bukan air.

BAB II
ISI
Mata kuliah dasar reaksi anorganik mencakup prinsip dasar reaksi anorganik dalam
pelarut air dan non air. Untuk mempelajari prinsip dasar reaksi anorganik perlu memahami
dahulu konsep energi ikatan, struktur molekul, thermokimia, energi ikat, konsep entalpi,
entropi, energi bebas pada kespontanan reaksi, dan pelarutan zat serta peranan medium dalam
reaksi kimia. Reaksi anorganik dalam pelarut air mencakup reaksi reduksi oksidasi dan reaksi
asam basa. Sedangkan reaksi anorganik dalam medium non air meliputi klasifikasi pelarut,
reaksi dalam medium amoniak, reaksi dalam medium asetonitril, reaksi dalam medium HF,
dan reaksi dalam medium lelehan garam.
Suatu senyawa dapat stabil dalam keadaan gas tetapi tidak stabil dalam keadaan cair.
Suatu senyawa yang bertindak sebagai asam pada pelarut tertentu akan dapat berlaku
sebaliknya pada pelarut lainnya. Sifat-sifat pelarut non air meliputi konstanta dielektrik,
autoionisasi, tendensi asam basa, kompleksasi, dan tendensi oksidasi-reduksi.
2.1.

Pelarut
Pelarut memiliki bentuk cair pada suhu kamar, dan diharapkan memiliki toksisitas
rendah. Pelarut memiliki kemampuan khusus yang berkaitan dengan disosiasi, sifat keasaman
dan kebasaan, tetapan dielektrik. Pelarut secara garis besar dibedakan atas 2 jenis, yaitu
pelarut air dan pelarut non air. Pelarut-pelarut ini dapat diklasifikasikan ke dalam 4
klasifikasi.

2.2.

Klasifikasi Pelarut
Pelarut dapat dibedakan dalam 5 parameter yaitu :
1. Konstanta dielektrikum, /0.
2. Kemampuan pelarut untuk autoionisasi.
3. Sifat keasaman dan kebasaan.
4. Kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi.
5. Kemampuan pelarut untuk mengalami redoks.
Konstanta dielektrikum berkaitan dengan sifat kepolaran pelarut itu sendiri. Pelarut
yang mempunyai konstanta dielektrikum yang besar akan lebih melarutkan senyawa polar,
sebaliknya pelarut dengan konstanta dielektrikum yang kecil akan kurang dapat melarutkan
senyawa yang polar. Pelarut yang memiliki kemampuan untuk autoionisasi antara lain adalan
H2O, HF dan PBr5. Sebagai contoh autoionisasi HF adalah :
2 HF
H2F+ +
HF2
H2F+ disebut sebagai asam konjugat dari HF sedangkan HF2- disebut sebagai basa konjugat
dari HF.
Pelarut protik dapat terprotonasi atau terdeprotonasi. Protonasi dan deprotonasi
tergantung dari sifat keasaman dan kebasaan solut dan solven yang digunakan. Solut ataupun
solven yang kurang asam akan berperan sebagai basa. Sebagai contoh asam klorit, HOClO
akan berperan sebagai asam bronsted kuat dalam pelarut basa, sebagai asam lemah pada
pelarut air sedangkan pada pelarut H2SO4 berperan sebagai basa. Kekuatan suatu pelarut
untuk berperan sebagai asam atau sebagai basa diukur dengan harga DN dan AN. Suatu
pelarut yang memiliki harga DN besar sedangkan harga AN kecil menandakan pelarut lebih
berperan sebagai pelarut basa.
Kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi terdapat pada pelarut amoniak
dan asetonitril. Sebagai contoh: AgCl larut dalam amoniak tetapi tidak larut dalam air karena
pembentukan kompleks antara Ag+ dengan NH3. Sedangkan AgNO3 larut dalam asetonitril
karena pembentukan kompleks antara Ag+ dengan asetonotril, MeCN.
Dibandingkan dengan H2O, HF adalah pelarut yang sulit mengalami redoks. H 2O
dapat mengalami reduksi dan oksidasi yang pada suatu saat memperlancar proses pelarutan.
Contoh pelarutan dengan melalui proses redoks adalah pelarutan XeF2 dalam H2O.
XeF2 + 2H2O
2Xe + O2 + 4 H+
PELARUT

DN

Asam asetat

AN

HARNESS/SOFTNESS

52,9

6,2

Hard

Aseton

17

12,5

20,7

Hard

Benzene

0,7

8,2

2,3

Hard

8,6

2,2

Hard

CCl4
Dietileter

19,2

3,9

4,3

Hard

DMSO

29,8

19,3

45

Soft

Etanol

19,0

37,1

24,3

Hard

Piridin

33,1

14,2

12,3

Sedang

Tetrahidrofuran

20,0

8,0

7,3

Sedang

Air

18

54,8

81,7

Hard

Keterangan :

DN = Donor Number
AN = Aseptor Number
= Konstanta Dielektrum

2.3.

1.
2.

3.

Reaksi Anorganik dalam Medium Non Air


Reaksi dalam media amoniak
Perbedaan pokok antara pelarut amoniak dengan pelarut air adalah :
Amoniak memiliki harga b.p yang lebih rendah (-350C) dan memiliki daerah fase cair yang
lebih pendek dibandingkan air (m.p = -780 C) sehingga penggunaannya relatif terbatas.
Amoniak memiliki konstanta dielektrikum lebih rendah sehingga kurang mampu melarutkan
senyawa ionik. Sebagai contoh KCl hanya terdisosiasi 30% pada pelarut amoniak sedangkan
pada pelarut air 100% terdisosiasi.
Amoniak merupakan asam lemah. Dibandingkan dengan air, amoniak memiliki kemampuan
lebih rendah untuk memprotonasi solut atau amoniak lebih bersifat basa dibandingkan air.
Reaksi dalam media HF
Perbandingan antara pelarut HF dengan pelarut NH3 dan H2O adalah :

: HF H2O > NH3

b.p.
rentang fase cair

: HF < H2O > NH3


: HF H2O > NH3

Sifat yang sangat menonjol dari HF adalah ikatan hidrogen yang sangat kuat
sehingga sebenarnya HF selalu dalam keadaan dimer. HF sebagai pelarut ada sebagai
asam konjugat atau basa konjugat, tergantung pada keasaman atau kebasaan solut. Jika
solut lebih bersifat asam dibandingkan HF maka pelarut ada sebagai asam konjugat,
sebaliknya jika solut lebih basa maka pelarut ada sebagai basa konjugat. HF memiliki
sifat sulit teroksidasi maupun tereduksi sehingga spesies-spesies yang pada pelarut air
maupun amoniak tereduksi ataupun teroksidasi maka pada pelarut HF lebih stabil.
Penstabilam spesies MnO4- dapat dilakukan dengan pelarut HF:
MnO4- + 5 HF
MnO3F + H3O+

+ 2HF2-

Penanganan pelarut HF tidak diperbolehkan menggunakan wadah terbuat dari gelas


(SiO2) melainkan menggunakan wadah polipropilen atau polietilen untuk menghindari reaksi
antara pelarut dengan wadah sebagai berikut:

SiF4 + 2H3O+ + 2HF2-

SiO2 + 8HF

Reaksi dalam media asetonitril


Asetonotril, CH3CN, memiliki polaritas dan momen dipol besar
dengan konstanta dielektrikum 36. Dari sifat dasar tersebut maka
kelarutan solut pada asetonitril meningkat dengan meningkatnya
polaritas anion. Kelarutan garam dengan ukuran kecil cenderung lebih
rendah daripada kelarutan garam dengan anion berukuran besar. Pada
sistem larutan yang menghendaki pemisahan muatan kation-anion
terlarut maka peggunaan pelarut asetonitril sangatlah cocok.
Asetonitril mampu membentuk kompleks relatif kuat dengan
solutya dengan pendonoran dari atom N, sama halnya dengan pelarut
NH3. Contohnya terjadi pada pelarutan HgI2.
HgI2 + I[HgI3] - (asetonitril)
Kemampuan pendonoran elektron dari asetonitril terlihat dari data harga Kb
(konstanta kebasaan) dari NH3 yang sangat kecil jika pada pelarut asetonitril dibandingkan
harga Kb NH3 pada pelarut air.
pelarut

H2O

CH3CN

pKb

4,7

16,5

Kb

-4,7

10

10-16,5

Pada pelarut air NH3 lebih basa dibandingkan pada pelarut asetonitril.
Reaksi dalam media lelehan logam
Ada beberapa alasan mengapa lelehan garam merupakan media yang berguna untuk
suatu reaksi yaitu:
1. Lelehan garam dapat melarutkan solut yang bersifat ionik, polar, non polar dan ikatan logam.
2. Fase cair dari pelarut ada pada daerah temperatur yang lebar.
3. Banyak reaksi dapat dilakukan dengan media lelehan garam seperti: raksi asam basa, reaksi
oksidasi reduksi, rekasi kompleksasi, dan reaksi substitusi.
Beberapa lelehan garam yang sering digunakan adalah:
NaCl(l)
Na+(l) + Cl-(l)
Pelarut ionik
Konduktivitas: 8000 -1 cm-1
AsCl3(l)
AsCl2+ (l)
+ AsCl4- (l)
Pelarut kovalen
Konduktivitas: 10-3 -1 cm-1
Pelarut lelehan garam biasanya digunakan pada reaksi dengan temperatur tinggi.

2.4.

Amonia (NH3)
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa

ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun
amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri
adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan dan
Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan
amonia dalam gas

berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum.

Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paruparu dan bahkan kematian. Sekalipun amonia di AS diatur sebagai gas tak mudah
terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup,

dan

pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus disertai
surat izin.
Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini
menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu
-33 C, cairan amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat
rendah. Walaupun begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani
dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap. "Amonia rumah" atau amonium
hidroksida adalah larutan NH3 dalam air. Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam
satuan baum. Produk larutan komersial amonia berkonsentrasi tinggi biasanya
memiliki konsentrasi 26 derajat

baum (sekitar 30 persen berat amonia pada 15.5

C). Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5 hingga 10 persen
berat amonia. Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75), namun dapat juga
bertindak

sebagai asam yang amat lemah (pKa=9.25).

Gambar : Sudut Ikatan NH3 dan Bentuk Molekul NH3

UMUM
Nama Sistematis

Amonia

Nama Lain

Hidrogen nitride
Spiritus Hartshorn
Nitrosil
Vaporol

Rumus Molekul

NH3

Massa Molar

17.0306 g/mol

Penampilan

Gas tak berwarna


Berbau tajam

SIFAT-SIFAT
Massa Jenis dan Fase

0.6942 g/L, gas

Kelarutan dalam Air

89.9 g/100 ml pada 0 C

Titik Lebur

-77.73 C (195.42 K)

Temperatur

651 C

Titik Didih

-33.34 C (239.81 K)

Keasaman (pka)

9.25

Kebasaan (pkb)

4.75

STRUKTUR
Bentuk Molekul

Piramida segitiga

Momen Dipol

1.42 D

Sudut Ikatan

107.5

Amonia, NH3, adalah gas beracun dan tak bewarna (mp -77.7o C dan bp -33.4o C)
dengan bau mengiritasi yang khas. Walaupun gas ini digunakan dalam banyak kasus
sebagai larutan amonia dalam air, yakni dengan dilarutkan dalam air, amonia cair juga
digunakan sebagai pelarut non-air untuk reaksi khusus. Sejak dikembangkannya proses
Harber-Bosch untuk sintesis amonia di tahun 1913, amonia telah menjadi senyawa yang
paling penting dalam industri kimia dan digunakan sebagai bahan baku banyak senyawa
yang mengandung nitrogen. Amonia juga digunakan sebagai refrigeran (di lemari
pendingin).
Amonia merupakan suatu pembelajaran yang lebih mendalam dibandingkan
pelarut non-aqueous lainnya. Sifat fisika amonia menyerupai air kecuali konstanta
dielektriknya yang lebih kecil. Konstanta dielektrik yang lebih rendah mengakibatkan
turunnya kemampuan secara umum untuk melarutkan senyawa ion, terutama
mengandung ion yang tinggi (misalnya karbonat, sulfat, dan pospat yang dapat larut).
Dalam beberapa pelarut, daya larut nya lebih tinggi daripada konstanta dielektrik basa
dan di dalam beberapa kasus konstanta dielektrik ini dapat menstabilkan interaksi
antara daya larut dan amonia yang merupakan 1 jenis interaksi antara ion logam seperti
Ni2+, Cu2+, dan Zn2+ serta molekul amonia yang bertindak sebagai ligan.
Dalam ringkasan, ilmu kimia larutan amonia mirip dengan larutan air. Perbedaan
yang prinsip adalah bertambahnya kebasaan amonia dan dalam mereduksi konstanta

dielektrik. Hal ini tidak hanya mengurangi daya larut pada bahan ion, tetapi juga
menaikkan pembentukan sepasang ion dan sekelompok ion.
Reaksi larutan ammonia

Selain air, amonia juga sebagai pelarut yang digunakan untuk reaksi kimia, dipastikan
bahwa pengklasifikasi pada reaksi yang menggunakan pelarut amonia memiliki kemiripan
dengan air. Ada beberapa reaksi yang dapat dilakukan dengan menggunakan amonia, yaitu :
Reaksi asam dan basa.
NH3 +

NH

NH4+ (ammonium) + NH2- (amida)

(asam) (basa konjugasi)


(asam konjugasi)
(basa)
Dari reaksi tersebut dapat dikatakan bahwa ion amonium sebagai asam dan
ion hamida
sebagai basa dalam larutan amonia.
Reaksi Redoks
Reaksi redoks Adalah reaksi oksidasi-reduksi larutan amonia yang terdapat didalam
air. Ketika gas oksigen bergerak lambat melarutkan larutan logam sodium di dalam cairan
amonia, produk pertama yang dihasilkan adalah hidroksida dan amida, selanjutnya diikuti
oleh oksidasi yang terdapat dalam amida yang diubah ke dalam nitrat.
2Na + 1/2O2
NaOH +NaNH2 + NH3
4NaNH2 + 3O2

2NaOH + 2NaNO2+ 2NH3

Reaksi Pembentukan/mempercepat reaksi


Reaksi pembentukan adalah ionisasi zat yang terkandung dalam
amonia diproses
sama dengan perubahan yang terjadi dalam larutan air. Larutan amonia dapat mengubah suatu
larutan yang tidak dapat dipecahkan
dalam air secara baik. Larutan ammonia yang
dilarutkan dengan potassium
iodida dan ammonium klorida dapat dilihat dengan
persamaan reaksi sebagai berikut:
KI + NH4Cl
KCl +NH4I
Reaksi Penguraian
Reaksi ini biasanya lebih tertuju pada penguraian ammonia atau reaksi ammonolitik
dan didefinisikan sebagai metathetical (pengganti) reaksi di dalam ammonia sebagai reaktan.
Hg2Cl2 + 2NH2
Hg + HgNH2Cl + NH4+ + Cl-

2.5.

Bromin Trifluorida (BrF3)


Bromin Trifluorida adalah pelarut anorganik pengion yang kuat dan merupakan
padatan berwarna kuning yang memiliki titik beku pada suhu 90C
serta titik didih 1260C.
BrF3 hanya terdapat pada pelarut aprotik untuk dipostulasikan secara ionisasi pada BrF 3 yang
didukung oleh isolasi dan karakterisasi dengan difraksi sinar-X asam dan basa, dan
menggunakan titrasi konduktimetrik pada BrF3. Konduktifitas tertentu dari BrF3 adalah 8 x

10-3
ohm-1 cm-1 pada 250C. Permitivitas relatif sekitar 107. Proses ionisasi terjadi
sesuai dengan persamaan sebagai berikut :
2BrF3
BrF2+ + BrF4Dari proses ionisasi tersebut, produk yang dihasilkan berupa BrF 2+ yang bertindak
sebagai asam dan BrF4- sebagai basa. Walaupun tidak seperti air, banyak garam fluorida
mudah larut dalam larutan bromin trifluorida dan akan bereaksi membentuk basa konjugasi
(solvobase). Jadi, di dalam BrF3, suatu basa adalah garam yang menyediakan ion F -, yaitu
seperti kalium
fluorida (KF) yang bertindak sebagai basa dalam larutan BrF 3, dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
KF + BrF3 KBrF4 (basa konjugasi)
Selain itu, logam alkali barium dan perak (I) flourida merupakan kombinasi pelarut
untuk membentuk polihalida yang terdiri dari ion planar BrF 4- seperti KBrF4, Ba[BrF4]2,
AgBrF4. Antimonium (V), Tin (IV), dan emas (III) fluorida juga berkombinasi dengan BrF 3,
hasil dari antimonium
pentafluorida ditunjukkan menjadi (BrF2)+[SbF6]-, dengan kation
dan anion oktahedral yang teratur dan dengan persamaan senyawa yang dibentuk dari halida
lain yang dirumuskan (BrF2+)2 [SnF6]2- dan (BrF2+) [AuF4]-. Pengukuran konduktifitas larutan
yang terdiri dari (BrF2)[SbF6] dan AgBrF4 atau (BrF2)2[SnF6] dan KBrF4 yang menunjukkan
nilai minimum pada reaksi 1:1 dan 1:2. Dari perbandingan molar tersebut dengan demikian
dapat mendukung rumus reaksi netralisasi sebagai berikut :
(BrF2)+[SbF6]- + Ag+BrF4Ag+[SbF6]- +2BrF3
(BrF2)2+[SnF6]2- + 2K+BrF4-

K2+[SnF6]2- + 4BrF3

2.6.

Dinitrogen Tetroksida (N2O4)


Pelarut N2O4 adalah pelarut aprotik non-air yang memiliki titik lebur -120C-210C dan
permitivitas relatif hanya 2,4 (sehingga merupakan pelarut yang buruk untuk sebagian besar
senyawa anorganik). Reaksi persamaan asam-basa dari pelarut N2O4 adalah :
N2O4
NO+ (nitrosonium) + NO3- (nitrat)
(asam)
(basa)
Dari reaksi asam-basa di atas, dapat dijelaskan bahwa asam adalah senyawa yang
meningkatkan konsentrasi (positif) ion solvonium, dan
basa adalah
senyawa yang
menghasilkanpeningkatan (negatif) ion solvate, di mana solvonium dan solvate adalah ion
yang ditemukandalam pelarut murni dalam
kesetimbangan dengan molekul netralnya.
Ionisasi dinitrogen tetroksida
menurut persamaan di atas juga sangat kecil, yaitu hanya 2
-13
-1
-1
0
x 10 ohm cm pada 17 C. Kehadiran ion nitrat dalam pelarut cair ditandai dengan
pertukaran nitrat antara dinitrogen tetroksida cair dan nitrat tetraetilamonium (yang larut
karena energi kisi yang sangat rendah). Logam seperti lithium dan natrium bereaksi dengan
cairan untuk membebaskan oksida nitrat, misalnya :
Li + N2O4
LiNO3 + NO

Logam yang kurang reaktif dapat bereaksi cepat jika nitrosil klorida, nitrat
tetraetilamonium, atau molekul donor organik seperti asetonitril atau kehadiran etil asetat.
Nitrosyl klorida dapat dianggap sebagai asam yang
sangat lemah dalam N2O4 cair
yang didasarkan oleh Tetraetilamonium nitrat pada logam seperti seng dan aluminium yang
muncul dari pembentukan kompleks nitrat dengan reaksi sebagai berikut :
Zn + 2Et4NNO3 + 2N2O4
(Et4N)2 [Zn(NO3)4] + 2NO
Molekul donor organik tampaknya bertindak dengan meningkatkan derajat ionisasi
dirinya sendiri dari pelarut koordinasi dengan kation NO +. Jadi asetonitril atau etil asetatdinitrogen tetroksida mudah melarutkan tembaga, besi dan seng dengan pembentukan asam
NO[Cu(NO3)3].
Cu + 3N2O4
NO[Cu(NO3)3] + 2NO
Adanya kation NO+ dalam zat ini ditunjukkan oleh karakteristik penyerapan
inframerah sekitar 2300 cm-1. Analogi turunan logam lainnya yang diperoleh melalui kerja
tetroksida dinitrogen pada karbonil logam, seperti :
Mn2(CO)10 + 8N2O4
2(NO)2[Mn(NO3)4] + 4NO + 10CO

2.7.

Hidrogen Fluorida (HF)


Hidrogen fluorida, HF, adalah gas tak bewarna, berasap, bertitik didih rendah (mp
-83o C dan bp 19.5o C), dengan bau yang mengiritasi. Gas ini biasa digunakan untuk
mempreparasi senyawa anorganik dan organik yang mengandung fluor. Karena permitivitasnya yang tinggi, senyawa ini dapat digunakan sebagai pelarut non-air yang khusus.
Larutan dalam air gas ini disebut asam fluorat dan disimpan dalam wadah polietilen karena
asam ini menyerang gelas.
Hidrogen fluorida berbentuk kaca dan telah diaplikasikan bukan hanya sebagai bahan
pelarut mengandung air secara komparatif, hal ini dapat diatasi dengan mengurangi gangguan
yang banyak mengandung fluor (seperti
polytetrafluorethylene), jika fluor dalam
keadaan kering, pada tembaga dan stainless steel memiliki ruang hampa. HF padat yaitu dari
-890C-19,50C dan
memiliki permitivitas relatif dari 84 pada 00C, serta konduktivitas
spesifik pada suhunya adalah sekitar 10-6ohm -1 cm-1. Tetapan kesetimbangan
untuk
ionisasi HF sesuai dengan persamaan berikut :
3HF
H2F+ + HF2(asam)
(basa)
-12 o
Konstanta keseimbangan HF kira-kira 10 -0 C. Hidrogen fluorida adalah ikatan
hidrogen yang sangat kuat, tetapi HF hanya memiliki 1H per molekul, membentuk rantai dan
cincin dari berbagai ukuran dalam siklus tertentu (HF)6, bertahan dalam uap, sehingga nilai
untuk titik didihnya relatif rendah (perlu dicatat bahwa hidrogen halida lainnya yang tidak
terikat hidrogen, jauh lebih mudah menguap).

Kebanyakan garam diubah menjadi fluorida oleh cairan fluorida hidrogen dan hanya
beberapa yang larut diantaranya adalah alkali tanah, alkali, perak, dan thalium. Fluorida larut
untuk membentuk asam fluorida misalnya K[HF 2], K[H2F3]; fluor pertama kali diisolasi oleh
elektrolisis dan menyatu dengan K[HF2]. Asam anorganik dan organik biasanya
terprotonasi
seperti asam asetik membentuk CH3C(OH)2+HF2- beberapa molekul
fluorida. Namun, bertindak sebagai akseptor ion fluorida yang mengarah pada pembentukan
kation H2F+ dan mengandung larutan asam yang sangat kuat, misalnya :
2HF + SbF5
H2F+[SbF6]2HF + AsF5
H2F+[AsF6]Fosfor pentafluorida H2F+[PF6]- dan boron trifluorida H2F+[BF4]- hanya untuk ukuran
kecil sebagai asam lemah dalam media ini. Elektrolisis dalam cairan fluorida hidrogen
merupakan jalur penting untuk persiapan senyawa fluor baik secara organik dan anorganik.
Jadi, oksidasi anodik hasil fluorida amonium NFH 2, NF2H, dan NF3 dari hasil H2O
menghasilkan OF2 dan dari CH3COOH, (C2H5)2O, dan (CH3)3N menghasilkan CF3COOH,
(C2F5)2O, dan (CF3)3N.
2.8.

Superasam
Ada sejumlah zat cair yang sifat asamnya nyata, yaitu sekitar 10 6-1010 kali
dibandingkan larutan pekat asam seperti asam nitrat dan asam sulfat yang
dikenal dengan
nama asam super (superacid) yang terdiri dari asam kuat Bronsted, asam kuat Lewis, atau
kombinasi dari asam kuat keduanya. Konsentrasi ion hidrogen dan pH hanya dapat dilihat
dalam larutan encer asam dalam pelarut air. Keasaman dalam larutan pekat dan pelarut nonair diukur dengan menggunakan fungsi keasaman Hammett. Fungsi ini memungkinkan
pengukuran keasaman berbagai asam dalam pelarut non-air. Fungsi keasaman Hammett
dalam kesetimbangan, yaitu :
B + H + BH+
Ho = pKBH+ - Log [BH+]
B
Ket:
B = indikator basa
BH+ = bentuk terprotonnya
pKBH+ = log K bagi disosiasi BH+
Perbandingan BH+ dapat diukur secara spektrofotometri.
B
Dalam larutan encer :
KBH+ = [B] [H+]
[BH+]
Ho = - log [B] [H+] log [BH+] = - log [H+] = pH
[BH+]
[B]

Asam dengan -H0 lebih dari 6 disebut super asam. Asam ini 10 6 kali lebih kuat dari
larutan asam kuat 1 molar. -H0 untuk asam sulfat murni adalah 12.1, 21.1 untuk larutan HF
dalam SbF5, dan 26.5 untuk kombinasi HSO3F dan SbF5. Superasam mempunyai kemampuan
untuk mengambil H- dari hidrokarbon dan melakukan pertukaran H-D dan pemotongan
ikatan C-C, dsb. Berikut adalah persamaan reaksi superacid yang terjadi pada
campuran
HSO3F dan SbF5 (asam lewis) (H0 = -19.2) :
SbF5 + 2HSO3F FSO3SbF5- + H2SO3F+
(magic acid)
Selain itu, reaksi superacid terkuat diketahui terdapat dalam larutan asam fluoroantimon
(H0= -31.3) yang merupakan kombinasi dari antimon pentafluorida (asam lewis) dan hidrogen
fluorida dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
SbF5 + 2HF H2F+ + SbF6Fungsi Keasaman Hammet
Fungsi keasaman Hammet adalah sebuah pengukuran keasaman yang digunakan
untuk larutan asam kuat yang sangat pekat, meliputi superasam. Dalam larutan seperti
itu, pendekatan yang sederhana seperti persamaan Henderson-Hasselbalch tidak lagi
berlaku oleh karena variasi koefisien keaktifan di larutan yang sangat pekat. Fungsi
keasaman Hammet digunakan di bidang-bidang seperti kimia organik fisik dalam kajian
reaksi yang dikatalisasi oleh asam karena beberapa reaksi ini menggunakan asam yang
sangat pekat, atau bahkan asam murni. Fungsi keasaman Hammett, H0, digunakan
sebagai pengganti pH. Ia didefinisikan sebagai:

dengan a adalah keaktifan, dan adalah koefisien keaktifan basa B dan konjugat
asamnya BH+. H0 dapat dihitung menggunakan persamaan yang mirip dengan
persamaan Henderson-Hasselbalch:

dengan pKBH+ adalah log(K) untuk disosiasi BH+. Dengan menggunakan basa yang
memiliki nilai pKBH+ yang sangat negatif, skala H0 dapat diperluas sampai dengan nilai
yang negatif. Hammett pertama kali menggunakan sederet anilina dengan gugus
penarik-elektron sebagai basa.
Pada skala ini, asam sulfat murni (18.4 M) mempunyai nilai H0 12, dan asam
pirosulfat mempunyai nilai H0 ~ 15.[2] Perlu diperhatikan bahwa fungsi keasaman
Hammet menghindari air dalam persamaannya. Ia merupakan perampatan
(generalization) skala pH. Dalam larutan yang encer, nilai pH hampir sama dengan nilai
H0. Dengan menggunakan pengukuran kuantitatif keasaman yang tidak bergantung
pada pelarut, implikasi dari efek perataan bisa dihilangkan, sehingga adalah mungkin
untuk secara langsung membandingkan keasaman senyawa-senyawa yang berbeda.
Dengan menggunakan pKa, HF lebih lemah daripada HCl dalam air, namun ia akan

menjadi lebih kuar dari HCl dalam asam asetat glasial; namun HF murni "lebih kuat"
dari HCl karena H0 dari HF murni lebih tinggi dari HCl murni.)
H0 untuk beberapa asam pekat :
Asam fluoroantimonat: 31.3
Asam ajaib: 19.2
Superasam karborana: 18.0
Asam florosulfat: 15.1
Asam triflat: 14.9
Asam sulfat 12.0
Untuk campuran (misalnya asam yang diencerkan di air), fungsi keasaman
bergantung pada komposisi campuran dan harus ditentukan secara empiris. Grafik H0
vs fraksi mol dapat ditemukan pada beberapa literatur.
Walaupun fungsi keasaman Hammet dikenal baik untuk fungsi keasaman, fungsifungsi keasaman lainnya juga telah dikembangkan oleh Arnett, Cox, Katrizky, Yates, dan
Stevens.

BAB III
PENUTUP
3.1.

Simpulan
Pelarut non-aqueous anorganik adalah pelarut selain air yang bukan merupakan
senyawa organik. Contoh umum adalah cairan amonia, cairan sulfur dioksida, klorida dan
fluoride sulfuryl, klorida fosforil, tetroksida
dinitrogen, antimontriklorida,
pentafluorida brom-in, hydrogen fluorida, asam sulfat murni, dan asam-asam anorganik
lain. Walaupun tidak sesempurna pelarut air dalam hal sifat dan karakteristik, tetapi pelarutpelarut ini sering digunakan dalam penelitian kimia dan industri untuk reaksi yang tidak
dapat terjadi dalam larutan air atau yang membutuhkan lingkungan khusus.

3.2.

Saran
Demikianlah makalah ini disusun. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, sehingga penulis dapat
menyelesaikannya dengan tepat waktu. Dalam makalah ini
masih banyak memiliki
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun untuk makalah ini agar dapat

menjadi acuan dalam materi kimia anorganik selanjutnya dan penulis mengucapkan terima
kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Albert, C. F. dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Sahati Suharto.
Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta. 203-205.
Sharpe, A. G. 1991. Inorganic Chemistry. Longman Scientific and Technical.
Singapore. 196-208.
Huheey, J. E., Keiter, E. A., dan Keiter, R. L. 1993. Inorganic Chemistry Principles of
Structure and Reactivity. ed 4. HarperCollins College Publishers. New York. 359-374.
Gilreath, E. S. 1958. Fundamental Concepts of Inorganic Chemistry. McGraw-Hill
Book Company, Inc. London. 313-325.
Huheey, J. E. 1978. Inorganic Chemistry Principles of Structure and Reactivity. ed 2.
Harper and Row Publishers. New York. 291-295.
Diposkan oleh sri mulyani di 08.14
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Arsip Blog

2013 (9)
Agustus (9)

ALKALIMETRI

GRAVIMETRI

REAKSI OKSIDASI REDUKSI

NON AQUEOUS MEDIA

Non Aqueous Media

Metal Anion dan Okso Kation dalam Larutan Air

METAL CATION DAN OXO ANION PADA ASAM BASA

ASAM BASA KERAS DAN LUNAK

ASAM BASA
Mengenai Saya

sri mulyani
Lihat profil lengkapku
Template Simple. Gambar template oleh luoman. Diberdayakan oleh Blogger.

Fi_chemistry
Kamis, 24 November 2011

EKSTRAKSI (ISOLASI KAFEIN)


I. TUJUAN PERCOBAAN
Memahami prinsip serta jenis-jenis ekstraksi
Memahami dan terampil melakukan proses ekstraksi kafein.

II. DASAR TEORI


Kelarutan suatu senyawa dalam suatu pelarut dapat dinyatakan sebagai jumlah gram
zat terlarut dalam sejumlah tertentu larutan pada suhu tertentu. Salah satu faktor penting yang
memepengaruhi kelarutan suatu zat adalah sifat kepolaran masing masing zat. Kepolaran
dipengaruhi oleh momen dipol senyawa tersebut. Bila momen dipol suatu senyawa tidak
nolmaka molekul tersebut bersifat polar, dan bila jumlahnya nol maka senyawa bersifat
nonpolar. Harga momen dipol dipengaruhi oleh kelektronegatifan unsur-unsur pembentuk
suatu senyawa. Bila perbedaan kelektronegatifan besar maka senayawa memiliki momen
dipol besar dan bersifat polar. Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut pada dasarnya
berlandaskan pada prinsip like dissolved like. Kemiripan kepolaran zat terlarut dengan
pelarut yang digunakan menentukan hasil pelarutan. Senyawa polar akan mudah larut dalam
pelarut polar dan sebaliknya.
Ekstraksi merupakan salah satu teknik pemisahan yang melibatkan proses
pemindahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain yang berlangsung berdasarkan
pada prinsip kelarutan. Terdapat beberapa jenis ekstraksi, diantaranya :
1. Ekstraksi cair-cair
Ekstraksi cair-cair digunakan untuk mengisolasi suatu senyawa yang semula berada dalam
suatu pelarut dengan cara menmbahkan pelarut yang baru, yang tidak bercampur dengan
pelarut semula.

Senyawa yang akan diisolasi memilki kelarutan yang lebih baik pada pelarut yang baru,
dibandingkan pelarut sebelumnya. Dalam proses ekstraksi cair-cair terdapat besaran yang
menggambarkan keberlangsungan proses ektraksi ini, yang disebut koefisien distribusi.
Koefisien distribusi merupakan suatu konstanta yang menyatakan perbandingan konsentrasi
zat terlarut pada kedua pelarut
K : Koefisien distribusi
Ca: Koefisien zat terlarut pada pelarut A
Cb: Koefisien zat terlarut pada pelarut B
2. Ekstraksi Asam-basa
Ekstraksi asam-basa adalah ekstraksi yang didasarkan pada sifat asam basa yang dimiliki
suatu senyawa organic, disamping pada sifat kelarutannya. Senyawa asam atau basa
direaksikan dengan pereaksi asam atau basa sehingga terbentuk garam. Garam ini larut dalam
air, tetapi tidak larut dalam senyawa organic.
3. Ekstraksi padat-cair
Zat yang akan diekstraksi berupa zat padat, biasanya cara ini dipakai untuk mengekstraksi
senyawa orgnik dari bahan alam. Seperti ekstraksi alkaloid dari daun, aroma parfum dari
bunga. Ekstraksi ini dipengaruhi oleh ukuran partikel zat padat dam kontak dengan pelarut.
Kafein
Kafein merupakan senyawa kimia golongan alkaloid. Alkaloid adalah suatu jenis
metabolit sekunder yang mengandung atom nitrogen. Alkaloid diisolasi karena memilki sifat
fisiologis aktif. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dengan bahaya yang mempunyai
aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga digunakan secara luas dalam pengobatan. Alkaloid
biasanya tak berwarna, seringkali bersifat aktif optik kebanyakan berbentuk kristal pada suhu
kamar. Pra-zat alkaloid yang paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya
biosintesis kebanyakan asam amino lebih rumit. Secara kimia alkaloid merupakan suatu
golongan heterogen. Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan beberapa diantaranya dari segi
biosintesis merupakan terpenoid termodifikasi alkaloid lain terutama berupa senyawa
atomatik dengan gugus basa sebagai rantai samping. Kafein banyak terkandung dalam kopi,
the coklat, atau kola. Kepolaran kafein hampir sama dengan diklorometan tersebut, sehingga
kelarutan kafein cukup besar di dalam diklorometan (140mg/L).
Kafein pertama kali diisolasi oleh Pelletier & Caventou pada tahun 1819. Kafein adalah
komponen alkaloid derivat xanthin yang berfungsi sebagai stimulan psikoatif pada
manusia. Memiliki pengaruh langsung pada sistem saraf pusat dan stimulan metabolik.
Kafein menstimulan sistem saraf pusat dan menyebabkan peningkatan kewaspadaan,
kecepatan dan kejelasan alur pikiran, peningkatan fokus, serta koordinasi tubuh yang
lebih baik.
Sebagian besar alkaloid dalam larutan netral atau sedikit asam diendapkan oleh :
Reagen Mayer (potassium mercuric iodide Sol.)
Reagen Wagner (sol. of iodine in potassium iodide) merah kecoklatan
Sol.Tannic acid
Reagen Hages (saturated sol of picric acid) kuning
Reagen Dragendorff (sol of potassium bismuth iodide) merah kecoklatan.

III. ALAT DAN BAHAN


25 gr daun teh
20 gr natrium karbonat
Labu Erlenmeyer 250 mL
275 mL air mendidih
Corong pisah
Diklorometan 60 mL
Magnesium sulfat anhidrida 0,3 gr
Penangas air
Batang pengaduk
Kertas saring
Corong Buchner
Gelas kimia
Spatel
Labu destilasi
5 mL aseton panas
N-heksan
Pereaksi dragendorf

IV. CARA KERJA


Ekstraksi Daun Teh
Timbang dahulu daun teh. Tempatkan 25,1677 gr daun teh dan 20,2741 gr natrium
karbonat di dalam suatu Erlenmeyer 250 mL, tambahkan ke dalamnya sejumlah 225 mL air
mendidih. Biarkan campuran selama 7 menit, kemudian dekantasi pada labu Erlenmeyer lain.
Pada daun teh panas yang tersisa tambahkan 50 mL air mendidih, lalu segera dekantasi dan
campurkan dengan ekstrak yang pertama. Dinginkan seluruh ekstrak sampai suhu kamar.
Lakukan proses ekstraksi cair-cair dengan cara menempatkan ekstrak teh yang sudah dingin
dalam sebuah corong pisah dan menambahkan diklorometan sebanyak 30 mL. Kocok secara
perlahan selama 5 menit, sambil sesekali membuka keran corong pisah ( jangan mengocok
corong terlalu kuat untuk mencegah pembentukan emulsi ). Pisahkan fraksi diklorometan.
Ulangi lagi proses ekstraksi dengan menggunakan 30 mL diklorometan. Gabungkan ekstrak
diklorometan yang diperoleh dalam Erlenmeyer, lalu tambahkan kalsium klorida /
magnesium sulfat anhidrat sambil diaduk dan digoyang selama 10 menit. Dekantasi ekstrak
dari kalsium klorida dengan hati-hati. Untuk meguapkan diklorometan destilasi ekstrak dalam
penangas air. Residu akan berupa Kristal putih kehijau-hijauan.
Rekristalisasi Kafein
Untuk rekristalisasi kafein, larutkan kristal yang diperoleh dalam labu destilasi
dengan 5 mL aseton panas, lalu pindahkan larutan dari dalam labu destilasi ke dalam labu

Erlenmeyer 50 mL dengan cara memipetnya atau menuangkannya. Dalam keadaan panas


tambahkan n-heksan sedikit demi sedikit sampai terbentuk kekeruhan, dinginkan perlahan
pada suhu kamar. Kristal yang diperoleh disaring dengan corong Buchner dan cuci Kristal
dengan beberapa tetes n-heksan.
Uji Alkaloid
Larutkan kafein yang diperoleh dalam air dan masukkan 1-2 tetes pereaksi
dragendorf. Alkaloid positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan jingga.

V. PENGAMATAN
Daun teh ditambah Na2CO3
dan air panas lalu didiamkan selama 7 menit campuran berwarna hitam pekat
Lalu dekantasi dan menghasilkan larutan yang berwarna hitam pekat.
Uji pH menggunakan pH indicator menunjukkan pH=12 dimana larutan bersifat basa
Penambahan diklorometan lalu dikocok pelan dan diamkan. Pada proses pengkocokan
terdapat gas yang terbentuk dan setelah didiamkan terbentuk dua lapisan dimana
diklorometan berada di bawah
Lapisan diklorometan-kafein ditampung dalam breaker glass, larutan berwarna kuning
pucat transparan. Ketika penambahan magnesium sulfat anhidrat, terdapat butiranbutiran Kristal. Setelah di stiner butiran-butiran kristal tersebut bertambah banyak
dengan diameter agak besar.
Setelah didekantasi dan larutan bebas dari air, dan dipanaskan. Terdapat sisa residu
yang berupa Kristal berwarna putih kekuningan
Rekristalisasi
Ketika kristal ditambahkan aseton panas, masih terdapat gumpalan kristal kafein yang
belum larut sehingga di lakukan pemanasan. Dalam keadaan panas tersebut setelah
ditambahkan n-heksan dan didiamkan. Terbentuk kristal kafein yang murni, filtrasi.
Setelah kristal murni dipanaskan, menghasilkan kristal murni kering.
Uji Alkaloid
Kristal yang belum murni dan yang sudah murni ditambah sedikit air dan 1-2 tetes
pereaksi dragendroff menghasilkan larutan yang berwarna jingga dan endapan yang
berwarna putih orange kecoklatan.
x 100% = x 100%
= 0,145 %

VI. PEMBAHASAN
Daun teh mengandung banyak sekali senyawa didalamnya, untuk memisahkan kafein
dari senyawa lainnya ditambahkan Na2CO3. Na2CO3 merupakan garam non polar, yang
dapat terurai di dalam air menjadi ion Na+ yang mengikat kafein dan CO3- yang mengikat
H2O membentuk HCO3 (suatu asam). Garam kafein+Na larut dalam air. Air panas yang
ditambahkan berfungsi membuka pori-pori dari daun teh agar ekstak daun teh dapat
keluar dengan sempurna dan kafein yang didapatkan cukup banyak.
Larutan bersifat basa karena penambahan Na2CO3 yang bersifat basa.

Penambahan diklorometan berfungsi mengikat kafein yang tadinya berbentuk garam


dengan Na+ menjadi berikatan diklorometan. Sebab kepolaran kafein hampir sama
dengan diklorometan tersebut, sehingga kelarutan kafein cukup besar di dalam
diklorometan (140mg/L). Sementara kelarutan kafein di dalam air lebih rendah (22mg/L).
Penambahan magnesium sulfat anhidrat. Anhidrat sendiri berarti tanpa air sehingga
fungsi magnesium sulfat anhidrat ini adalah untuk mengikat air yang masih terbawa
dalam larutan diklometan-kafein. Stirrer sendiri berfungsi agar air yang masih
terkandung dalam larutan dapat berikatan sempurna dengan magnesium sulfat anhidrat,
sehingga larutan bebas dari air. Magnesium sulfat anhidrat berfungsi sebagai carbo
adsorbens.
Pemanasan di atas penangas air berfungsi untuk menghilangkan diklorometan (titik
didih 80oC) dan meninggalkan residu kristal berwarna putih kekuningan dimana kristal
tersebut merupakan kafein yang masih kotor.
Aseton ini berfungsi melarutkan kafein dan pengotor yang masih tertinggal. Dan
pemanasan membantu mempercepat kelarutan. Penambahan n-heksan dimaksudkan
untuk mengikat aseton dan pengotor. Aseton panas merupakan pelarut yang bersifat
semi polar namun lebih cenderung ke polar, sehingga aseton dapat berikatan baik
dengan n-heksan. Pengkristalan kafein terjadi karena hanya kafein yang bersifat non
polar dalam campuran tersebut. Pemanasan pada kristal murni di maksudkan untuk
mendapatkan kristal murni yang kering.
Endapan yang terjadi merupakan endapan kafein. Reagen Dragendorff (sol of
potassium bismuth iodide) bereaksi membentuk larutan berwarna jingga kecoklatan, dan
endapan dalam bentuk amorf atau kristal. Kafein dan Alkaloid lain tidak memberikan
endapan dengan reagen Dragendorff, namun reaksi ini merupakan reaksi positif yang
menunjukkan zat tersebut adalah kafein.

VII. KESIMPULAN
a) Kafein dapat diperoleh dari bahan alam seperti teh, kopi, coklat, atau koka. Dimana kafein
dapat diperoleh dengan metoda ekstraksi.
b) Ekstraksi dipengaruhi oleh sifat kelarutan dan kepolaran dari senyawa yang akan diisolasi dan
peraksi yang digunakan.
c) Untuk mengetahui zat yang diisolasi merupakan zat yang kita inginkan, maka dilakukan uji
identifikasi dengan menambahkan reagent yang menunjukkan sifat khas dari senyawa yang
diisolasi.
d) Fungsi dari diklorometan yaitu untuk memisahkan antara air dan kafein dalam larutan.
e) Fungsi dari reagen dragondorff adalah mengendapkan protein, dlm proses ekstraksi
&penguapan , beberapa protein tidak terekstraksi, lainnya terdenaturasi pada proses
penguapan atau penyaringan.
Rendemen
Kristal kotor = 0,0380 gr
Kristal murni = 0,0366 gr
Rendemen = x 100 % = x 100% = 96,315 %

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Alkaloid. Situs Web Wikipedia
Amrun Hidayat, M. Alkaloid Turunan Triptofan. Makalah Ilmiah. In Internet
Kafein. http://www.republika.co.id
Mayo, D.W., Pike, R.M., Trumper, P.K., Microscale Organic Laboratory, 3rd edition, John
Wiley & Sons, New York, 1994.
Mowat AG. Non steroidal anti inflamatory drugs, Medicine International Quarterly Ed.
1985.
Nasutlon, A.R. Hesperidin, http://www.yahoo.com
Pasto, D., Johnson, C., Miller, M., Experiments and Techniquest in Organic Chemistry,
Prentice Hall Inc., New Jersey, 1992.
Schumacher HR. Clinical Pharmacology of the Anti Rheumatic drugs, In Primer on
the Rheumatic Disease. Ninth ed. Atlanta G.A: Arthritis Founda-tion. 1988.
Williamson, Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, 1999.
Diposkan oleh Fi_chemistry.com di 06.39
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut
Mengenai
Saya

Arsip Blog

2011 (20)
Desember
(5)
Novembe

o
Fi_chemistry.co

m
saya
adalah
mahasi
swi
univer
sitas
tanjun
gpura
yang
sangat
tertari
k pada
kimia.
Lihat profil

r(15)
Tes
Acetone Hemat Saku
Pakai Pembersih Cat
Kuku ...
EKST
RAKSI (ISOLASI
KAFEIN) <!--[if !
supportList...
GUG
US FUNGSI
AUT
OINDIKATOR A.
Pengertian Dalam
titrimetri se...
INDI

lengkapku

KATOR ASAM BASA


Identi
fikasi Kation Golongan IIV
Metod
e Mohr
KIM
DAS I
AIR
Siste
m Periodik dan Aturan
Aufbau;Blok s,p,d dan f...
ANA
LISIS SEJARAH
PERKEMBANGAN
MODEL ATOM
BERDASARK...
today
apa
itu kimia?
me
puisi
kimia

WELCOME TO MY BLOG
Love Chemistry

Total
Tayanga
n
Laman

3,387
hak cipta untuk tidak mengcopy paste berlaku hingga 2020. Template Picture Window.
Diberdayakan oleh Blogger.

MY BLOG
Rabu, 25 September 2013

A. Literatur Ekstraksi

1. Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi pelarut pada umumnya digunakan untuk memisahkan sejumlah gugus yang
diinginkan dan mungkin merupakan gugus pengganggu dalam analisis secara
keseluruhan.Kadang-kadang gugus-gugus pengganggu ini diekstraksi secara selektif.Teknik
pengerjaan meliputi penambahan pelarut organik pada larutan air yang mengandung gugus
yang bersangkutan. Dalam pemilihan pelarut organik diusahakan agar kedua jenis pelarut
(dalam hal ini pelarut organik dan air) tidak saling tercampur satu sama lain. Selanjutnya
proses pemisahan dilakukan dalamcorong pemisah dengan jalan pengocokan beberapa kali.
Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat campur (immiscible).
Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air
merupakan metode pemisahan yang paling baik dan popular. Alasan utamanya adalah bahwa
pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro.Seseorang tidak
memerlukan alat yang khusus atau canggih kecuali corong pemisah.Prinsip metode ini
didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang
tidak saling bercampur seperti benzene, karbon tetraklorida atau kloroform.Batasannya
adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase
pelarut.Teknik ini dapat digunakan untuk preparative dan pemurnian.Mula-mula metode ini
dikenal dalam kimia analisis, kemudian berkembang menjadi metode yang baik, sederhana,
cepat dan dapat digunakan untuk ion-ion logam yang bertindak sebagai tracer (pengotor) dan
ion-ion logam dalam jumlah makrogram.
Ekstraksi pelarut menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis.
Bahkan di mana tujuan primernya bukanlah analitis namun preparatif, ekstrasi pelarut dapat
merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang menuju ke suatu produk murninya
dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia. Meskipun kadang-kadang digunakan
peralatan yang rumit, namun seringkali hanya diperlukan sebuah corong pisah. Seringkali
suatu permisahan ekstrasi pelarut dapat diselesaikan dalam beberapa menit.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan, penarikan atau pengeluaran suatu komponen
cairan/campuran dari campurannya. Biasanya menggunakan pelarut yang sesuai dengan
kompnen yang diinginkan.Cairan dipisahkan dan kemudian diuapkan sampai pada kepekatan
tertentu. Ekstraksi memanfaatkan pembagian suatu zat terlarut antar dua pelarut yang tidak
saling tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut lain.
Ekstraksi memegang peranan penting baik di laboratorium maupun industry. Di laboratorium,
ekstraksi seringkali dilakukan untuk menghilangkan atau memisahkan zat terlarut dalam
larutan dengan pelaurt air yang diekstraksi dengan pelarut lain seperti eter, kloroform,
karbondisulfida atau benzene.
Ekstraksi menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua fasa cair yang tidak
saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih,
baik untuk zat organik atau anorganik, untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk
kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan preparatif
dalam bidang kimia organik, biokimia, dan anorganik di laboratorium. Alat yang digunakan
berupa corong pisah (paling sederhana), alat ekstraksi soxhlet, sampai yang paling rumit
berupa alat counter current craig. Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat
terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak bercampur dengan air.
Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan
pelarut. Proses ekstraksi dengan pelarut digunakan untuk memisahkan dan isolasi bahan-

bahan dari campurannya yang terjadi di alam, untuk isolasi bahan-bahan yang tidak larut dari
larutan dan menghilangkan pengotor yang larut dari campuran. Berdasarkan hal di atas, maka
prinsip dasar ekstraksi ialah pemisahan suatu zat berdasarkan perbandingan distribusi zat
yang
terlarut
dalam
dua
pelarut
yang
tidak
saling
melarutkan.
Perbandingan distribusi ini disebut koefisien distribusi (K).
K = konsentrasi zat terlarut dalam pelarut pertama dibagi konsentrasi zat terlarut dalam
pelarut kedua

2. Klasifikasi Ekstraksi
Beberapa cara dapat mengklasifikasikan system ekstraksi. Cara klasik adalah mengklasifikasi
berdasarkan sifat zat yang diekstraksi, sebagai khelat atau system ion berasosiasi. Akan tetapi
klasifikasi sekarang didasarkan pada hal yang lebih ilmiah, yaitu proses ekstraksi.
Bila ekstraksi ion logam berlangsung, maka proses ekstraksi berlangsung dengan mekanisme
tertentu. Berarti jika ekstraksi berlangsung melalui pembentukan khelat atau struktur cincin,
ekstraksi dapat diklasifikasikan sebagai ekstraksi khelat.
Golongan ekstraksi berikutnya dikenal sebagai ekstraksi melalui solvasi sebab spesies
ekstraksi disolvasi ke fase organik.Contoh dari golongan ini adalah ekstraksi besi (III) dari
asam hidroklorida dengan dietileter atau ekstraksi uranium dari media asam nitrat dengan
tributilfosfat.Kedua ekstraksi tersebut dimungkinkan akibat solvasi spesies logam ke fase
organik.
Golongan ekstraksi ketiga adalah proses yang melibatkan pembentukan pasangan ion.
Ekstraksi berlangsung melalui pembentukan spesies netral yang tidak bermuatan diekstraksi
ke fase organic.Contoh yang terbaik dari golongan ini adalah ekstraksi scandium dengan
triotilamin atau uranium dengn trioktilamin.Dalam hal ini pasangan ion terbentuk antara Sc
atau U dalam asam mineral bersama-sama dengan amina berberat molekul tinggi.
Sedangkan kategori terakhir merupakan ekstraksi sinergis. Nama yang digunakan
menyatakan adanya efek saling memperkuat yang berakibat penambahan ekstraksi dengan
memanfaatkan pelarut pengekstraksi.Misalkan ekstraksi Uranium dengan Tributilfosfat
(TBP) bersama-sama dengan 2-thenoyltrifluoroaseton (TTA).Walaupun TBP maupun TTA
masing-masing dapat mengekstraksi Uranium namun jika kita menggunakan campuran dari
dua pengekstraksi tersebut, kita mendapatkan kenaikan pada hasil ekstarksi.Karena itulah
ekstraksi jenis ini disebut sbagai ekstaraksi sinergis.

3. Pelarut
Pelarut organic yang dipilih untuk ekstraksi pelarut adalah mempunyai kelarutan yang rendah
dalam air (< 10%), dapat menguap sehingga memudahkan penghilangan pelarut organic
setelah dilakukan ekstraksi, dan mempunyai kemurnian yang tinggi untuk meminimalkan
adanya kontaminasi sampel.Beberapa masalah sering dijumpai ketika melakukan ekstraksi
pelarut yaitu terbentuknya emulsi, analit terikat kuat pada partikulat, analit terserap oleh
partikulat yng mungkin ada, analit terikat pada senyawa yang mempunyai berat molekul
tinggi, dan adanya kelarutan analit secara bersama-sama dalam kedua fase.Terjadinya emulsi
merupakan hal yang sering dijumpai.Oleh karena itu, jika emulsi antara kedua fase ini tidak
dirusak maka recovery yang diperoleh kurang bagus. Emulsi dapat dipecah dengan cara:
1. Penambahan garam ke dalam fase air (salting out)

Pemanasan atau pendinginan corong pisah yang digunakan


3. Penyaringan melalui glass-wood
4. Penyaringan dengan menggunakan kertas saring
5. Penambahan sedikit pelarut organic yang berbeda
6. Sentrifugasi
Jika senyawa-senyawa yang akan dilakukan ekstraksi pelarut berasal dari plasma maka ada
kemungkinan senyawa tersebut terikat pada protein sehingga recovery yang dihasilkan
rendah. Teknik yang dapat digunakan untuk memisahkan senyawa yang terikata pada protein
meliputi:
1. Penambahan detergen
2. Penambahan pelarut organic yang lain
3. Penambahan asam kuat
4. Pengenceran air
5. Penggantian dengan senyawa yang mampu mengikat lebih kuat
Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh:
Selektivitas, pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan.
Kelarutan, pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar.
Kemampuan tidak saling bercampur, pada ekstraksi cair, pelarut tidak boleh larut dalam
bahan ekstraksi.
Kerapatan, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dengan
bahan ekstraksi.
Reaktivitas, pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen bahan
ekstraksi.
Titik didih, titik didh kedua bahan tidak boleh terlalu dekat karena ekstrak dan pelarut
dipisahkan dengan cara penguapan, distilasi dan rektifikasi.
Kriteria lain, sedapat mungkin murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun, tidak
mudah terbakar, tidak eksplosif bila bercampur udara, tidak korosif, buaka emulsifier,
viskositas rendah dan stabil secara kimia dan fisik
Bila suatu zat terlarut membagi antara dua ciran yang tidak dapat campur , ada suatu
hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fasa. Nerst pertama kali
memberikan pernyataan yang jelas mengenai hukum distribusi (1981), ia menunjukan bahwa
suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat campur sedemikian
rupa sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah pada suatu temperature
tertentu.
4. Macam-macam Metode Ekstraksi
Teknik ekstraksi dapat dibedakan menjadi tiga cara yaitu ekstraksi bertahap (batchextraction = ekstraksi sederhana), ekstraksi kontinyu (ekstraksi samapi habis) dan ekstraksi
arah berlawanan (counter current extraction).Ekstraksi bertahapmerupakan cara yang
paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak
bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah ini tercapai
lapisan didiamkan dan dipisahkan. Ekstraksi kontinyu digunakan bila perbandingan
distribusi relaitf kecil sehingga untuk pemisahan yang kuantitatif diperlukan beberapa tahap
ekstraksi.Efesiensi yang tinggi pada ekstraksi tergantung pada viskositas fase dan factor2.

faktor lain yang mempengaruhi kecepatan tercapainya suatu kesetimbangan, salah satu
diantaranya adalah dengan menggunakan luas kontak yang besar. Ekstraksi kontinyu
counter current, fase cair pengekstraksi dialirkan dengan arah yang berlawanan dengan
larutan yang mengandung zat yang akan diekstraksi. Biasanya digunakan untuk pemisahan
zat, isolasi atau pemurnian.Sangat penting untuk fraksionasi senyawa organik tetapi kurang
bermanfaat untuk senyawa-senyawa an-organik.
Disamping itu, terdapat macam-macam pembagian ekstraksi yang dihimpun dari beberapa
referensi.Adapun macam-macamnya berdasarkan fasenya adalah ekstraksi padat-cair,
ekstraksi cair-cair, ekstraksi fase padat, dan ekstraksi asam basa. Adapun penjelasannya
sebagai berikut:
1. Ekstraksi padat cair (ekstraksi soxhlet)
Adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya atau
digunakan untuk memisahkan analit yang terdapat pada padatan menggunakan pelarut
organic. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik, karena komponen terlarut kemudian
dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari
bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven
pengekstraksi. Padatan yang akan diekstrak dilembutkan terlebih dahulu, dapat dengan cara
ditumbuk atau dapat juga di iris-iris menjadi bagian-bagian yang tipis. Kemudian padatan
yang telah halus di bungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam alat ekstraksi
soxhlet.Pelarut organic dimasukkan ke dalam labu godog.Kemudian peralatan ekstraksi di
rangkai dengan pendingin air.Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan pelarut organic
sampai semua analit terekstrak.
Gambar Instrumen dalam Ekstraksi Soxhlet

2. Ekstraksi Cair-Cair
Merupakan metode pemisahan yang baik karena pemisahan ini dapat dilakukan dalam tingkat
makro dan mikro.Dan yang menjadi pokok pembahasan dalam ekstraksi cair-cair ini adalah
kedua fasa yang dipisahkan merupakan cairan yang tidak saling tercampur.Prinsip metode ini
didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tetentu antara dua pelarut yang
tidak saling bercampur seperti benzene dan kloroform. Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai
cara untuk praperlakuan sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari
komponen-komponen matriks yang mungkin menganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi
analit. Kebanyakan prosedur ekstraksi cair-cair melibatkan ekstraksi analit dari fasa air
kedalam pelarut organic yang bersifat non-polar atau agak polar seperti n-heksana, metil
benzene atau diklorometana.Meskipun demikian, proses sebaliknya juga mungkin
terjadi.Analit-analit yang mudah tereksitasi dalam pelarut organic adalah molekul-molekul

netral yang berikatan secara kovalen dengan konstituen yang bersifat non-polar atau agak
polar.

Gambar Corong pemisah, digunakan ekstraksi cair-cair


3. Ekstraksi Fase Padat (Solid Phase Extraction)
Jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, SPE merupakan teknik yang relative baru, akan
tetapi SPE cepat berkembang sebagai alat yang utama untuk praperlakuan sampel atau
untuk clean-up sampel-sampel kotor, misalnya sampel-sampel yang mempunyai kandungan
matriks yang tinggi seperti garam-garam, protein, polimer, resin dan lain-lain. Keunggulan
SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair adalah:

Proses ekstraksi lebih sempurna

Pemisahan analit dari pengganggu yang mungkin ada menjadi lebih efesien

Mengurangi pelarut organic yang digunakan

Fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan

Mampu menhilangkan partikulat

Lebih mudah diatomatisasi


Sementara itu kerugian SPE adalah banyaknya jenis cartridge (berisi penyerap tertentu) yang
beredar dipasaran sehingga reprodusibilitas hasil bervariasi jika menggunakan cartridge yang
berbeda dan juga adanya adsorbs yang bolak balik pada cartridge SPE.
4. Ekstraksi asam basa
Merupakan ekstraksi yang didasarkan pada sifat kelarutannya.Senyawa atau basa direaksikan
dengan pereaksi asam atau basa sehingga terbentuk garam.Garam ini larut dalam air tetapi
tidak larut dalam senyawa organic.
Salah satu teknik yang paling penting dalam kimia analitik adalah titrasi, yaitu penambahan
secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang konsentrasinya diketahui,
kepada larutan kedua yang konsentrasinya belum diketahui, yang akan mengakibatkan reaksi
antara keduanya secara kuantitatif. Selesainya reaksi yaitu pada titik akhir ditandai dengan
semacam perubahan sifat fisis, misalnya warna campuran yang berekasi.Titik akhir dapat
dideteksi dalam campuran reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat terlarut yang
dinamakan indicator, yang mengubah warna pada titik akhir.

Adapun macam-macamnya ekstraksi berdasarkan pemanasan :

1.

Ekstraksi Cara Dingin


Metoda ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk
menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud rusak karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah :
Maserasi merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau dengan beberapa kali pengocokan pada
suhu ruangan. Pada dasarnya metoda ini dengan cara merendam sample dengan sekali-sekali dilakukan
pengocokan. Umumnya perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut baru. Ada
juga maserasi kinetik yang merupakan metode maserasi dengan pengadukan secara sinambung tapi yang ini
agak jarang dipakai.
Perkolasi merupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive
extraction) yang umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Prosesnya terdiri dari tahap pengembangan bahan,
maserasi antara, perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh
ekstrak yang jumlahnya satu sampai lima kali volume bahan, Prosedurnya : sampel direndam dengan pelarut,
selanjutnya pelarut (baru) dilalukan (ditetes-teteskan) secara terus menerus sampai warna pelarut tidak lagi
berwarna atau tetap bening yang artinya sudah tidak ada lagi senyawa yang terlarut.

2.

Ekstraksi Cara Panas


Metoda ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya panas secara otomatis akan
mempercepat proses penyarian dibandingkan cara dingin. Metodanya adalah:
Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut yang dilakukan pada titik didih pelarut tersebut, selama waktu
tertentu dan sejumlah pelarut tertentu dengan adanya pendingin balik (kondensor). Umumnya dilakukan tiga
sampai lima kali pengulangan proses pada residu pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi sempurna, ini
bahasa buku lagi. Prosedurnya: masukkan sampel dalam wadah, pasangkan kondensor, panaskan. Pelarut akan
mengekstraksi dengan panas, terus akan menguap sebagai senyawa murni dan kemudian terdinginkan dalam
kondensor, turun lagi ke wadah, mengekstraksi lagi dan begitu terus. Proses umumnya dilakukan selama satu
jam.
Ekstraksi dengan alat Soxhlet merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan
menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik (kondensor). Disini
sampel disimpan dalam alat Soxhlet dan tidak dicampur langsung dengan pelarut dalam wadah yang di
panaskan, yang dipanaskan hanyalah pelarutnya, pelarut terdinginkan dalam kondensor dan pelarut dingin inilah
yang selanjutnya mengekstraksi sampel.
Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) yang dilakukan pada suhu lebih tinggi dari
suhu ruangan, secara umum dilakukan pada suhu 40C 50C.
Infusa merupakan proses ekstraksi dengan merebus sample (khusunya simplisia) pada suhu 900C.

B. Hubungan Kepolaran dengan Ekstraksi

Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang perlu
diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang memiliki kepolaran yang sama
akan lebih mudah tertarik/ terlarut dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang
sama (like dissolve like). Berkaitan dengan polaritas dari pelarut, terdapat tiga golongan
pelarut yaitu:
Pelarut polar
Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk mengekstrak senyawa-senyawa
yang polar dari tanaman. Pelarut polar cenderung universal digunakan karena biasanya
walaupun polar, tetap dapat menyari senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran lebih
rendah. Salah satu contoh pelarut polar adalah: air, metanol, etanol, asam asetat.
Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah dibandingkan dengan
pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan senyawa-senyawa semipolar dari
tumbuhan. Contoh pelarut ini adalah: aseton, etil asetat, kloroform
Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik untuk mengekstrak
senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut dalam pelarut polar. Senyawa ini baik untuk
mengekstrak berbagai jenis minyak. Contoh: heksana, eter
Polaritas suatu bahan ditentukan dari strukturnya, seperti diilustrasikan pada gambar berikut

Berdasarkan polaritas ini maka pelarut-pelarut yang ada di alam juga dapat digolongkan. Hal
ini dapat membantu pemilihan jenis pelarut yang akan digunakan saat akan melarutkan
bahan. Pada bagian berikut disajikan tabel polaritas berbagai jenis pelarut yang sering
digunakan di laboratorium.

Terdapat tiga ukuran yang dapat menunjukkan kepolaran dari suatu pelarut yaitu :
a. momen dipol (hasil kali muatan dengan jarak antara kedua muatan yang berikatan)
b. konstanta dielektrik
c. kelarutannya dengan air
Molekul dari pelarut dengan momen dipol yang besar dan konsanta dielektrik yang tinggi termasuk polar.
Sedangkan molekul dari pelarut yang memilki momen dipol yang kecil dan konstanta dielektrik rendah
diklasifikasikan sebagai nonpolar. Sedangkan secara operasional, pelarut yang larut dengan air termasuk polar,
sedangkan pelarut yang tidak larut dalam air termasuk nonpolar..

Daftar Nilai Momen Dipol dan Panjang Dipol Beberapa Senyawa Umum
Momen Dipol
Panjang Dipol
30
(10 p/(Cm))
(lp/pm)
Acetic acid
b
3.3 to 5.0
21 to 31
Acetone
l
10.0
62
Benzene
l
0
0
Ethanol
b
5.7
35
Ethyl acetate
b
6.2
39
Ethylene glycol
b
6.7
42
Ethyl ether
b
4.2
26
Hexane
l
0
0
Methanol
b
5.5
34
Water
l
6.7 to 10.0
42 to 62
Water
g
6.2
39
Keterangan : kondisi setiap senyawa diatas dimana pengukuran dilakukan ditandai dengan
simbol; b, substansi dalam larutan benzene; g, substansi sebagai gas; l, substansi sebagai
cairan. Panjang dipol lp adalah sama dengan p/e dimana p adalah momen dipol dan e adalah
nilai dari proton.
Nama Senyawa

Kondisi

Berdasarkan kepolaran pelarut, maka para ahli kimia mengklasifikasikan pelarut ke dalam tiga kategori yaitu :
a. Pelarut Protik Polar
Protik menunjukkan atom hidrogen yang menyerang atom elektronegatif yang dalam hal ini adalah oksigen.
Dengan kata lain pelarut protik polar adalah senyawa yang memiliki rumus umum ROH. Contoh dari pelarut
protik polar ini adalah air H2O, metanol CH3OH, dan asam asetat (CH3COOH).
b. Pelarut Aprotik Dipolar
Aprotik menunjukkan molekul yang tidak mengandung ikatan O-H. Pelarut dalam kategori ini, semuanya
memiliki ikatan yang memilki ikata dipol besar. Biasanya ikatannya merupakan ikatan ganda antara karbon
dengan oksigen atau nitorgen. Contoh dari pelarut yang termasuk kategori ini adalah aseton [(CH 3)2C=O] dan
etil asetat (CH3CO2CH2CH3).
c. Pelarut Nonpolar
Pelarut nonpolar merupakan senyawa yang memilki konstanta dielektrik yang rendah dan tidak larut dalam air.
Contoh pelarut dari kategori ini adalah benzena (C 6H6), karbon tetraklorida (CCl4) dan dietil eter
(CH3CH2OCH2CH3).

Konstanta
dielektrik

Massa jenis
(g/ml)

60

2,0

0,655

C6H6

80

2,3

0,879

Toluena

C6H5-CH3

111

2,4

0,867

Dietil eter

CH3-CH2-OCH2-CH3

35

4,3

0,713

Kloroform

CHCl3

61

4,8

1,498

Etil asetat

CH3-C(=O)O-CH2-CH3

77

6,0

0,894

Pelarut

Rumus kimia

Heksana

CH3-CH2CH2-CH2CH2-CH3

Benzena

Titik didih
(0C)

Pelarut Non-Polar

Pelarut Polar Aprotik


Diklorometana
(DCM)

CH2Cl2

40

9,1

1,326

Aseton

CH3-C(=O)CH3

56

21

0,786

Asetonitril
(MeCN)

CH3-CN

82

37

0,786

Pelarut Polar Protik


Asam asetat

CH3C(=O)OH

118

6,2

1,049

n-Butanol

CH3-CH2CH2-CH2-OH

118

18

0,785

Isopropanol

CH3-CH(OH)-CH3

82

18

0,785

n-Propanol

CH3-CH2CH2-OH

97

20

0,803

Pelarut

Rumus kimia

Titik didih
(0C)

Konstanta
dielektrik

Massa jenis
(g/ml)

Pelarut Polar Protik


Etanol

CH3-CH2-OH

79

30

0,789

Metanol

CH3-OH

65

33

0,791

Asam format

H-C(=O)OH

100

58

1,21

Air

H-O-H

100

80

1,000

Diposkan oleh Jecko prasetio di 20.21 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda


Langganan: Entri (Atom)
Arsip Blog

2013 (2)
September (2)

A. LiteraturEkstraksi1. Pengertian EkstraksiEkstra...

Proses Pembuatan Keramik Penutup Lantai Keramik ...

Mengenai Saya

Jecko prasetio
Lihat profil lengkapku
Template Simple. Gambar template oleh imagedepotpro. Diberdayakan oleh Blogger.

Nonov Chem's Blog


Welcome to My BLOG, keep smile, enjoy, hope this can help you... :)
Thursday, December 20, 2012

DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA


PELARUT YANG TAK SALING CAMPUR
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA I
DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA PELARUT YANG TAK SALING CAMPUR

Disusun oleh:
Nama
NIM
Kelompok
Tgl Praktikum
Dosen
Asisten
Prodi
Anggota kelompok

: Yovita Novi
: H23111004
: 1 (SATU)
: 14 Desember 2012
: Berlian Sitorus,S.Si.,M.Si / Intan Syahbanu M.si
: Dian
: Kimia
: 1. Yovita Novi
2. Irma Ramadhani F
3. Safitri Ulfah Ramadhani

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cukup diketahui berbagai zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut
tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam
karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu
seperti karbon disulfida dan air, eter dan air, dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan
campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan.
Cairan-cairan seperti itu dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida dan air) atau
setengah-campur (eter dan air), bergantung apakah satu ke dalam yang lain hampir tak dapat
larut atau setengah larut. Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air
kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut. Suatu keadaan
kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air
(Vogel,1986).
Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih, jadi pada sistem
heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara padatan dancairan. Cara yang
paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap komponenkomponen dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama.Kesetimbangan heterogen ditandai
dengan adanya beberapa fase. Antara lain fase kesetimbangan fisika dan kesetimbangan
kimia. K es et i mbang an heterog en dapa t dipel aj ari dengan 3 cara ya it u
dengan mempelajari tetapan kesetimbangannya, cara ini digunakan utntuk
kesetimbangan k i m i a y a n g b e r i s i g a s . Ya n g k e d u a d e n g a n h u k u m
d i s t r i b u s i N e r n e s t , u n t u k kesetimbangan suatu zat dalam 2 pelarut. Yang
terakhir yaitu dengan hukum fase,untuk kesetimbangan yang umum. Hukum distribusi
adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam
suatu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain yang diketahui, asalkan kedua pelarut
tidak bercampur sempurna satu sama lain. Huku m dis tribus i ban yak dip akai dala m
pros es eks traks i, ana lis is dan penentuan tetapan kesetimbangan. Oleh karena hukum
distribusi ini banyak digunakan dalam penentuan tetapan kesetimbangan, maka dari itu
dilakukanlah percobaan dis tribus i s olute(z at ter larut) antara dua pel arut ya ng
tak s aling ca mpur ini, agar dapat men entukan konstanta kesetimbangan suatu pelarut
yang tidak bercampur.
1.2 Prinsip Percobaan

Prinsip dasar percobaan ini yaitu distribusi zat terlarut ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur yaitu ait dan dietil eter, dimana menurut hukum distribusi Nerst, jika ke dalam
sistem dua fasa cair yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang tak dapat larut dalam
kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan, karena perbedaan kepolaran
antara air(polar) dan dietil eter(non polar), menghasilkan dua lapisan berupa lapisan air dibawah
dan lapisan eter diatas berdasarkan densitas yang dimiliki oleh kedua cairan, d air = 0,0998
g/cm3, dan d eter = 0,7134 g/cm3. Ada penambahan zat ketiga berupa asam asetat dan asam
oksalat, sehingga zat terdistribusi antara lapisan air dan petroleum eter, dilakukan pemisahan,
dan hasil pisahan berupa lapisan airnya dititrasi dengan NaOH standar dengan bantuan indikator
PP, yang akan menunjukkan titik akhir titrasi. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua
pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu ketetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut
adalah tetapan distribusi atau koefisien distribusi (KD).
Penentuan KD bisa dengan rumus berikut: K=C1/C2.

1.3 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini yaitu memperlajari kelarutan suatu zat terlarut dalam dua
pelarut yang tidak saling campur dan menentukan harga konstanta distribusinya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hukum distribusi atau partisi. Suatu zat yang dapat larut dalam dua zat pelarut yang
tidak saling campur dan ketiga-tiganya ada bersama, maka zat tersebut akan terbagi kedalam
dua pelaruttersebut. Pada keadaan setimbang, perbandingan fraksi mol dari zat terlarut dalam
kedua pelarut berharga tetap pada temperatur tetap. Pernyataan ini dikenal dengan hukum
distribusi. Hukum ini hanya berlaku bila larutannya encer dan zat terlarut mempunyai
struktur molekul yang sama dalam dua pelarut(Sukardjo,1996).

Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak saling bercampur
dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian
kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solutakan
terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan
terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan
suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien
distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan berbagai rumus sebagai berikut(Soebagio.
2002):

KD = C2/C1 atau KD = Co/Ca

Jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tak dapat saling bercampur ditambahkan zat
ketiga yang dapat melarut pada keduanya maka zat ketiga akan terdistribusi diantara ke dua
fasa tadi dalam jumlah tertentu. Bila larutan jenuh I 2dalam CHCl3 dikocok dalam air yang tidak
larut dalam CHCl3, maka I2 akan terbagi dalam air dan dalam CHCl 3. Setelah tercapai
kesetimbangan perbandingan konsentrasi I 2 dalam air dan CHCl3 pada temperatur tetap juga
tetap,
kenyataan
ini
merupakan
akibat
langsung
hukum
termodinamika
pada
kesetimbangan(Basset,dkk,1994 ).
Jika tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi pada fase-fase tersebut dan keadaan
yang kita punya adalah ideal, maka harga KD sama dengan D. untuk tujuan praktis sebagai ganti
harga KD atau D, lebih sering digunakan istilah persen ekstraksi (E). ini berhubungan dengan
perbandingan distribusi dalam persamaan sebagai berikut(Khopkar,2008):

D = (Vw/Vo E)/(100-E) , dimana Vw = volume fase air, Vo = volume fase organik


Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut antaradua pelarut yang tidak
saling campur, maka pada suatu temperatur yang konstanuntuk setiap spesi molekul terdapat angka banding
distribusi ini tidak tergantunngpada spesi molekul yang lain. Harga angka banding berubah dengan sifat
dasarpelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur(Svehla,1990)

Ekstraksi campuran-campuran merupakan suatu teknik dimana suatu larutan


(biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang
pada hakikatnya tidak tercampurkan dengan yang pertama, dan menimbulkan perpindahan
satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu. Untuk suatu zat terlarut A yang
didistribusikan antara dua fasa tidak tercampurkan a dan b, hukum distribusi (atau partisi)
Nernst menyatakan bahwa asal keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan temperatur
adalah konstan(Basset,dkk, 1994).
Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak dapat campur.
Pelarut umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti CHCl 3, eter atau pentana.
Garam anorganik, asam-asam dan bas a-basa yang dapat larut dalam air bisa dipisahkan
dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari pelarut yang kurang polar. Ekstraksi lebih
efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah
pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali (Arsyad, 2001).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dala percobaan ini yaitu corong pisah 250ml 3 buah,
erlenmeyer 250ml 8 buah, buret 50ml 2 buah, pipet volume 10ml 2 buah, gelas kimia 2 buah,
bulb 2 buah, statif kayi dan besi lengkap, labu ukur, corong kaca, botol semprot, batang
pengaduk, spatula, cawan petri, dan lain-lain.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percbaaan ini yaitu akuades (H2O), indikator
fhenolfthalein(PP), larutan asam asetat(CH3COOH), larutan asam oksalat(H2C2O4), larutan
natrium hidroksida (NaOH) standar dan pelarut organik(dietil eter).
3.2 Prosedur Kerja
Pertama-tama, dibuat larutan asam asetat, NaOH, dan asam oksalat. Dalam membuat
larutan asam asetat dibuat dengan konsentrasi 0,5M dalam 50ml akuades, selanjutnya
dilakukan pengenceran bertingkat untuk memperoleh asam asetat dengan variasi konsentrasi
0,25M, 0,125M, dan 0,0625M. Dibuat larutan oksalat dalam 50ml untuk 3 gram sampel,
demikian pula untuk NaOH ditimbang 2 gram dan ditepatkan hingga 500ml akuades.
Kemudian mengambil 20 ml asam asetat salah satu kosentrasi dan ditambahkan eter 20
ml, kedua larutan tersebut dimasukkan kedalam corong pisah. Setelah itu dikocok sampai
terjadi kesetimbangan selama 15 menit dan larutan terdistribusi dengan baik. Kemudian
didiamkan sehingga terjadi pemisahan antara pelarut air dan pelarut organik. Setelah
dipisahkan kedua lapisan dengan cara mengambil lapisan paling bawah sampai garis batas
lapisan.
Selanjutnya, diambil 5ml hasil pemisahan tersebut yang berupa lapisan air, ditambahkan
indikator PP dan dititrasi dengan larutan standar NaOH. Sebelum dilakukan titrasi hasil
pemisahan lapisan air, terlebih dahulu menitrasi asam oksalat dengan 2ml asam oksalat dan

ditambahkan indikator PP. Dicatat perubahan yang terjadi, dan dicatat volume NaOH yang
dipakai.

3.3 Rangkaian Alat


Gb.1 Rangkaian alat titrasi(dipakai untuk titrasi lapisan air dengan NaOH standar).

Gb.2. (a). Proses distribusi dengan mengocok larutan dalam corong pisah; (b). Proses
pemisahan dua larutan yang tak saling campur, dimana akan terbentuk dua lapiran antar
kedua larutan yang bersangkutan (yaaiut antara air dan dietil eter)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
4.1.1. Larutan standar
No
1
2

Volume asam oksalat


2ml
2ml

Volume NaOH
20,4 ml
20 ml

4.1.2. Titrasi asam asetat


No
1
2
3
4

Kosentrasi asam
asetat
0,5 M
0,25 M
0,125 M
0,0625 M

Volume asam
asetat
5ml
5ml
5ml
5ml

Volume NaoH

Perubahan Warna

4,5ml
11,1ml
4,6ml
6,7ml

Merah muda
Merah muda
Merah muda
Merah muda

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hukum Nernst, jika suatu larutan (dalam air) mengandung zat organik A
dibiarkan bersentuhan dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, maka zat A
akan terdistribusi baik ke dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik).
Dimana pada saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A di dalam
kedua fasa itu dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien distribusi (partisi) dengan
perbadingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa organik-air tersebut adalah pada
temperatur tetap.
Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu atau dapat disebut juga ekstraksi bertahap merupakan
cara yang paling sederhana, murah dan sering digunakan untuk pemisahan analitik. Ekstraksi
bertahap baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang biasa
digunakan pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah. Caranya sangat mudah, yaitu

cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut
semula, kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat
yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah terbentuk dua lapisan, campuran
dipisahkan untuk dianalisis kandungan konsentrasi zat terlarut tersebut.
Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan.
Semakin sering kita melakuka ekstraksi, maka semakin banyak zat terlarut terdistribusi pada
salah satu pelarut dan semakin sempurna proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang
digunakan untuk tiap kali mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut
untuk ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi. Hasil yang
baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar dengan jumlah pelarut yang kecil.
Senyawa-senyawa organik, misalnya dalam percobaan ini digunakan asam asetat
umumnya relatif lebih suka larut ke dalam pelarut-pelarut organik daripada ke dalam air,
sehingga senyawa-senyawa organik mudah dipisahkan dari campurannya yang mengandung
air atau larutannya. Metode penentuan koefisien distribusi asam asetat dilakukan dengan
penentuan konsentrasi asam asetat baik yang ada dalam fasa air maupun fasa organik. Pelarut
organik yang digunakan dalam percobaan ini adalah dietil eter.
Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan.
Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua
pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan
distribusi atau koefisien distribusi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara fasa organik dan fasa air.
Prinsip pada praktikum kali ini yaitu berdasarkan pada distribusi Nernst,yaitu terlarut dengan
perbandingan tertentu antara 2 pelarut yang tidak salingmelarut atau bercampur seperti eter, kloroform,
karbon sulfida. Prinsip pada titrasi netralisasi yaitu titrasi asam basa yang melibatkan asammaupun basa
sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya, dimana kadar lalrutan basa dapat ditentukan dengan
menggunakanlarutan asam.Dalam percobaan ini digunakan 4 larutan asam asetat dengan konsentrasi yang
berbeda yaitu 0,5 M, 0,25M, 0,125M, dan 0,0625M. Sebanyak 20 mL asam asetat dicampur dengan
20 mL dietil eter, dan dilakukan pengocokan secara manual selama kurang lebih 15 menit.
Setelah pencampuran asam asetat dengan dietil eter dalam corong pemisah, larutan menjadi berasa
dingin (terjadinya penurunan temperatur larutan) dan saat pengocokan dilakukan, larutan sering
menghasilkan gas dimana gas yang terbentuk itu berasal dari larutan dietil eter yang bersifat mudah
menguap. Oleh sebab itu ketika pengocokan dilakukan, sesekali gas harus dikeluarkan melalui
kran.Pengeluaran gas dilakukan saat gas memberikan tekanan yang kuat pada tutup corong pemisah. Jika
gas tidak dikeluarkan, dapat menyebabkan terjadinya ledakan pada corong pemisah. Dalam prosedur
percobaan seharusnya dilakukan pengocokan dilakukan selama 30 menit dengan menggunakan pengocok
magnetik sehingga kecepatan pengocokan konstan namun prosedur tersebut tidak dapat dilakukan dengan
baik karena pengocokan dilakukan secara manual sehingga kecepatan pengocokan tidak dapat berjalan
dengan konstan dan hanya dilakukan selama 15 menit. Fungsi pengocokan disini untuk membesar luas
permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa. Setelah tercapai
kesetimbangan pada corong pisah, campuran kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan. fasa atasdan
fasa bawah. Dari kedua fsa tersebut yang diambil adalah fasa bawah karena pada fasa tersebut dicurigai
terdapat asam asetat. Pada pelarut eter, asam asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan bawah,
sedangkan larutan asam asetat yang larut dalam pelarut petroleum eter berada di lapisan bawah. Hal ini
terjadi karena perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air (massa jenis air lebihbesar di
banding masa jenis petroleum eter dimana massa jenis petroleum eter sebesar 0,66 sedangkan massa jenis
air sebesar 0,99)Setelah proses pemisahan lapisan larutan berjalan dengan sempurna, maka lapisan air
yang mengandung asam asetat dikeluarkan dan selanjutnya sebanyak 5mL larutan tersebut dititrasi dengan
larutan NaOH 0,5 M Titrasi ini merupakan jenis titrasi asam basa dimana asamnya yaitu asam asetat
(CH3COOH) bertindak sebagai titrat sedangkan basa yaitu NaOH bertindak sebagai titran. Dilakukan

pula untuk konsentrasi 0,25M, 0,125M dan 0,0625M. Penggunaan indikator berguna untuk mendeteksi
titik akhir titrasi, dimana akan terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Indikator yang
digunakan dalam titrasi ini adalah indikator fenolftalein (pp). Indikator ini merupakan asam diprotik dan
tidak berwarna. Saat direkasikan, fenolftalein terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya dan
kemudian, dengan menghilangnya proton kedua dari indikator ini menjadi ion terkonjugat maka akan
dihasilkan warna merah muda, pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari bening
menjadi merah muda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
Dari proses titrasi diperoleh volume larutan NaOH 0,5 M yang diperlukan untuk menetralkan
asam dalam larutan yaitu asam asetat, dimana untuk tiap konsentrasi asam asetat dilakukan pengulangan.
Adapun volume NaOH yangdiperlukan untuk konsentrasi asam asetat 0,5 M adalah 4,5ml; yang 0,25
adalah 11,1ml; yang o,125 adalah 4,6ml dan dan yaang 0,0625 adalah 6,7ml. Hasil yang
diperoleh ini menunjukkan bahwa antara konsentrasia sam asetat dengan volume NaOH yang diperlukan
dalam titrasi memiliki hubunganyang sebanding. Walaupun ada volume yang sangat sedikit dan ada agat
naik drastis, itu dikarenakan, kurangnya distribusi saat pengocokan, kemudian ada zat yang tumpah/keluar
saat pengocokan, sehingga berpengaruh pada saat proses titrasi yaitu pada volumenya. Pada dasarnya,
Semakin besar konsentrasi asam asetat yang digunakan, maka volume larutan NaOH yang diperlukan
untuk menetralkan asam asetat tersebut juga akan semakin banyak. Secara teknik, faktor pengocokan
sangat penting dan mempengaruhi proses distribusi suatu larutan organik pada pelarut
organik dan air yang tidak saling campur. Selain itu, temperatur juga mempengaruhi proses
ekstraksi, karena ekstraksi harus dilakukan pada tempertur konstan.
Dari volume NaOH yang diperoleh dapat dilakukan perhitungan untuk mencari nilai koefisien
distribusi dari percobaan yang dilakukanNilai KD untuk larutan asam asetat pada konsentrasi
tiapkonsentrasi secara berurutan sebesar 0,108 M; 0,107 M; 0,107 M; dan 0,107 M. Dari
perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai Kddengan perbandingan hampir sama. Hal ini hampir sesuai
dengan literatur dimana semakin tinggi konsentrasi asam asetat maka nilai KD yang diperoleh juga
semakin tinggi. Penyebab dari ketidaksesuaian ini adalah kecepatan dari pengocokan yang tidak sama
antara kedua larutan sehingga tidak terjadi pemisahan secara sempurna.
.A dapun fungs i bahan dan ala t s ebagai berikut : as a m cuka
(C H 3COOH) berfungsi sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asam asetatnya.
Natrium hidroksida (NaOH) berfungsi sebagai larutan standar untuk menitrasi asam
cuka(titran). Indikator Phenolphtalein (pp) berfungsi sebagai indikator yang menunjukkan
titik akhir titrasi dan untuk akuades berfungsi sebagai pelarut. Fungsi petroleum eter adalah
sebagai pelarut organik yang digunakan untuk melarutkan asam asetat.Untuk fungsi alatnya yaitu :
pipet tetes berfungsi untuk mengambil indikator dan memasukkannya ke dalam
Erlenmeyer. Erlenmeyer sendiri berfungsi sebagai wadah zat yang akan dititrasi. Statif dan
klem berfungsi sebagai penyanggah berdirinya buret. Fungsi buret itu sendiri adalah sebagai
wadah untuk titrannya(NaOH). Beaker glass berfungsi sebagai wadah campuran yang diaduk.
Corong pisah disini berfungsi untuk memasukkan larutan standar ke dalam buret.
Maupun ke dalam Erlenmeyer. Dan fungsi untuk batang pengaduk adalah alat untuk mengaduk
dua zat yang dicampur agar terbentuk larutan yang homogen. Sifat fisika dari asam asetat adalah memiliki
rumus molekul CH3COOH, massamolar 60.05 gr/mol, densitas dan fase 1.049 g/cm3, cairan.
1.266 g/cm3, padatan. Titik lebur 16.50C (289.6 0,5 K) (61.60F). titik lebur sebesar
118.1 0C (391.2 0.6 K) (244.50F). Penampilan cairan higroskopis tak berwarna.
Sedangkan sifat kimianyaa dalah melarut dengan mudah dalam air, bersifat higroskopis
dan korosif, asam asetat merupakan asam lemah dan monobasik. Asam asetat dapat merubah kertas
lakmus biru menjadi merah. Asam asetat membebaskan CO2

dari karbonat dan as am as et at menyerang logam yang melibatkan hidrogen. Sifat fisika untuk
NaOH adalah memiliki densitas dan fase 2.100 g/cm3, cairan, memiliki titik lebur dan titik didih sebesar
3180C dan 13900C, penampilan yaitu cairan higroskopis tak berwarna. Sedangkan untuk sifat
kimianya yaitu mudah menyerap gas CO2, senyawa ini sangat mudah larut dalam air,
merupakan larutan basa kuat, sangat korosif terhadap jaringan tubuh dan tidak berbau. S ifat
fis ika untuk indik ator pp ya it u me mi lik i rumus mol ekul C 20H14O4,
pena mpil an berupa padatan K ris tal tak berw arna, me mi li ki mas s a jenis
1,227, berbentuk larutan, termasuk asam lemah dan larut dalam air. Sedangkan untuk sifat
kimianya adalah trayek pH berkisar pada 8,2-10, dan merupakan indikator dalam analisis
kimia, tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan, hanya sebagai indikator, larut
dalam 95 % etil alkohol, merupakan asam dwiprotik, tidak berwarna saat asam dan saat kondisi
basa akan berwarna merah lembayung.Adapun sifat fisik dan kimia dari dietil eter yaitu
memiliki rumus molekulCH3CH2-O-CH2-CH3, dengan titik didih 35 C dan konstanta
dielektriknya sebesar 4.3, serta memiliki massa jenis sebesar 0.713 g/ml. Adapun faktor kesalahan
dalam percobaan kali ini yaitu :
K es al ahan pada s aat pengocokan, pen yebabk an cairan ada ya ng keluar dan
dis tribus i terha mbat, s ehingga berpengaruh pada j umlah volume N aO H
ya ng bereaks i
Kesalahan pada saat pengenceran asam asetat, kemungkinan larutan tidak tepat pada batas
tepat,
-mungkin kesalahan pada mentitrasi juga.

BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Diketahui kelarutan suatu zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling campur
(yaitu air yang tidak bercampur dengan petroleum eter), serta telah didapat harga konstanta
distribusinya yaitu sebesar 0,1073M
5.1 Saran
Adapun saran saya untuk percobaan kedepannya, bisa digunakan pelarut non polar
lain seperti kloroform, etil asetat, benzene ataupun toluena, sehingga didapat hasil yang
bervariasi. Atau mungkin juga bisa menggunakan pelarut non polarnya selain air, misalnya
diginakan etanol atau metanol.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M. N. 1997. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia. Jakarta.
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press
Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro. PT. Kalman Media
Pustaka. Jakarta.

Soebagio. 2000. Kimia Analitik II (JICA). Malang : Universitas Negeri Malang.


Vogel. 1986. Buku Teks Analisis Secara Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT. Kalman Media
Pustaka.

LAMPIRAN
Journal
Data Pengamatan
Perhitungan
Perhitungan
1. Pembuatan Larutan NaOH
Diketahui: M NaOH = 0,1M
V H2O = 500ml =0,5 L
Mr NaOH = 40
-

Dit: m NaOH....?
n NaOH
=
=
m NaOH =
=
=
2. Pembuatan Larutan Asam Oksalat untuk Standarisasi NaOH
Diketahui: M asam oksalat = 0,5M
V H2O = 50ml = 0,05 L
Mr asam oksalat = 120
Dit : m asam oksalat...?
n asam oksalat
=
=
m asam oksalat =
=
=
3. Pembuatan Asam Asetat
Diketahui : M as.asetat Pekat =

V encer = 50 ml
M encer = 0,5 M
Dit : V dari 0,5 M, 0,25M, 0,125M, 0,0625M
a. M

17,49 M

V1

0,5 M

17,49 M

V1

25 Mml

50ml

V1
V1

1,42 ml

b. M

0,5 M

V1

0,25 M

0,5 M

V1

12,5 Mml

50ml

V1
V1

25 ml

c. M

0,25 M

V1

0,125 M

0,25 M

V1

6,25 Mml

50ml

V1
V1

25 ml

d. M

0,125 M

V1

0,0625 M

50ml

0,125 M

V1

3,125 Mml

V1
V1

25 ml

4. Standarisasi NaOH
H2C2O4. 2H2O + 2NaOH Na2C2O4 +4H2O
Vrata-rata : V1 = 20,4 ml
V2 = 20 ml
V rata-rata
n H2C2O4 . 2H2O
= 0,5 x 2
= 1 mmol
Mol NaOH =
x1
= 2mmol
M NaOH =
=
= 0,099M
5. Perhitungan Konstanta Distribusi Asam Asetat (CH3COOH)
CH3COOH + NaOH CH3COONa +H2O
a. n NaOH =
= 0,099M x 4,5ml
= 0,446 mmol
nCH3COOH = nNaOH = 0,446 mmol
M CH3COOH =
=
= 0,089M ...(b)
= (a-b) M
= ( 4,5 0,089) 0,099
= 0,437
C eter = ( a C air)
= 4,5-0,437
= 4,063
K1 =
C air

=
= 0,108 M
b. n NaOH =
= 0,099M x 11,1 ml
= 1,099 mmol
nCH3COOH = nNaOH = 1,099 mmol
M CH3COOH =
=
= 0,219 M ...(b)
C air

= (a-b) M
= ( 11,1 0,219) 0,099
= 1,077
C eter = ( a C air)
= 11,1-1,077
= 10,023
K2 =
=
= 0,107 M
c.

n NaOH =

= 0.099M x 4,6 ml
= 0,455 mmol
nCH3COOH = nNaOH = 0,455 mmol
M CH3COOH =
=
= 0,091 M ...(b)
= (a-b) M
= ( 4,6 0,091) 0,099
= 0,446
C eter = ( a C air)
= 4,6-0,446
= 4,154
K3 =
C air

= 0,107 M
d. n NaOH =
= 0.099M x 6,7 ml
= 0,663 mmol
nCH3COOH = nNaOH = 0,663mmol
M CH3COOH =
=
= 0,133 M ...(b)
= (a-b) M
= ( 6,7 0,133) 0,099
= 0,650
C eter = ( a C air)
= 6,7 0,650
= 6,05
K4 =
C air

=
= 0,107 M
K rata-rata =
=

= 0,1073

Posted by Yovita Novi at 3:28 PM

Reactions:
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

No comments:
Post a Comment

Links to this post


Create a Link
Newer PostOlder PostHome
Subscribe to: Post Comments (Atom)

About Me

Yovita Novi
masalah muncul karena keinginan tidak sesuai dengan kenyataan;
jangan lakukan terhadap orang lain apa yang tidak kau kehendaki orang lain lakukan
untukmu;

View my complete profile


Daily Calendar
+ and -

anything possible

life wisely

friendship

All Posts

Laporan Praktikum
TERMOKIMIA
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA
FISIKA 1 TERMOKIMIA
Disusun oleh: Nama
:
Yovita Novi ...
LAPORAN
ANALISA
KOLORIMETRI
Bab 1 Pendahuluan 1.1
Latar Belakang
Kolorimetri dikaitkan
dengan penetapan
konsentr...
DISTRIBUSI
ZAT TERLARUT
ANTARA DUA
PELARUT YANG TAK
SALING CAMPUR
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA
FISIKA I DISTRIBUSI

Glo, Wanda, Stef,


Nonov, Jubi

ZAT TERLARUT
ANTARA DUA
PELARUT YANG TAK
SALING CAMPUR
Disusun oleh: Nama
...
LAPORAN
ADSORPSI ISOTERM
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Adsorbsi secara umum
adalah proses
penggumpalan subtansi
terlarut (soluble) yang ada
dalam l...
Laporan
Praktikum - Penentuan
Orde Reaksi dan Tetapan
Laju Reaksi
Abstrak Telah dilakukan
percobaan untuk
penyabunan (saponifikasi)
etil asetat dengan Natrium
Hidroksidadengan
bantuan katalis HCl unt...
VISKOSITAS
SEBAGAI FUNGSI
SUHU
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekentalan adalah sifat
dari suatu zat cair (fluida)
disebabkan adanya
gesekan antara molek...
TETAPAN
LAJU REAKSI DAN
ENERGI AKTIVASI
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA
FISIKA 1 TETAPAN
LAJU REAKSI DAN
ENERGI AKTIVASI
Disusun oleh: Nama
:...
PENGIONAN
SECARA
SPEKTROFOTOMETRI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Analisis Spektroskopi
didasarkan pada interaksi
radiasi dengan spesies
kimia.Berprinsip pad...
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA
FISIKA II LAJU
INVERSI GULA
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA
FISIKA II LAJU
INVERSI GULA Disusun
oleh: Nama
:
Yovita Novi NIM ...

BIOETANOL DARI
ALGA HIJAU
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatnya
yang telah di berikan
kepada kami...
Fish
Total Pageviews

39,195
Universal Translator

Ethereal template. Powered by Blogger.

Justmyratih
Just writing...
Sabtu, 28 Mei 2011

Ekstraksi

A. Ekstraksi
Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa
organik
(sebagian
besar
hidrofob)
dilarutkan
atau
didispersikan dalam air. Pelarut yang tepat (cukup untuk
melarutkan
senyawa
organik;
seharusnya
tidak
hidrofob)
ditambahkan pada fasa larutan dalam airnya, campuran kemudian
diaduk dengan baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan
baik. Lapisan organik dan air akan dapat dipisahkan dengan
corong pisah, dan senyawa organik dapat diambil ulang dari
lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya. Pelarut yang
paling sering digunakan adalah dietil eter C2H5OC2H5, yang
memiliki titik didih rendah (sehingga mudah disingkirkan) dan
dapat
melarutkan
berbagai
senyawa
organik.
Tekhnik ini (ekstraksi) bermanfaat untuk memisahkan campuran
senyawa dengan berbagai sifat kimia yang berbeda. Contoh yang
baik adalah campuran fenol C6H5OH, anilin C6H5NH2 dan toluen
C6H5CH3, yang semuanya larut dalam dietil eter. Pertama anilin
diekstraksi dengan asam encer. Kemudian fenol diekstraksi
dengan basa encer. Toluen dapat dipisahkan dengan menguapkan
pelarutnya. Asam yang digunakan untuk mengekstrak anilin
ditambahi basa untuk mendaptkan kembali anilinnya, dan alkali
yang digunakan mengekstrak fenol diasamkan untuk mendapatkan
kembali
fenolnya.

Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air,


pemisahannya akan lengkap. Namun nyatanya, banyak senyawa
organik, khususnya asam dan basa organik dalam derajat
tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan masalah dalam
ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala
pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang.
Anggap anda diizinkan untuk menggunakan sejumlah tertentu
pelarut. Daripada anda menggunakan keseluruhan pelarut itu
untuk satu kali ekstraksi, lebih baik Anda menggunakan
sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi.
Kemudian akhirnya menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi.
Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik.
Alasannya dapat diberikan di bawah ini dengan menggunakan
hukum
partisi.
Perhatikan senyawa organik yang larut baik dalam air dan dalam
dietil eter ditambahkan pada campuran dua pelarut yang tak
saling campur ini. Rasio senyawa organik yang larut dalam
masing-masing
pelarut
adalah
konstan.
Jadi,
ceter

cair

(konstan)

(12.1)

ceter dan cair adalah konsentrasi zat terlarut dalam dietil


eter dan di air. k adalah sejenis konstanta kesetimbangan dan
disebut koefisien partisi. Nilai k bergantung pada suhu.
Ekstraksi campuran-campuran merupakan suatu teknik dimana
suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan
suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada hakikatnya
tidak tercampurkan dengan yang pertama, dan menimbulkan
perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam
pelarut
kedua
itu.
Untuk
suatu
zat
terlarut
A
yang
didistribusikan antara dua fasa tidak tercampurkan a dan b,
hukum distribusi (atau partisi) Nernst menyatakan bahwa asal
keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan temperatur
adalah konstan : Dimana KD adalah sebuah tetapan, yang dikenal
sebagai koefisien distribusi (atau koefisien partisi) (Basset,
1994).
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat
terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat
campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk setiap
spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan
antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini
tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin

ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut,


sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Svehla, 1990).
Hukum ini dalam bentuk yang sederhana, tidak berlaku bila
spesi yang didistribusikan itu mengalami disosiasi atau
asosiasi dalam salah satu fasa tersebut. Pada penerapan
praktis ekstraksi pelarut ini, terutama kalau kita perhatikan
fraksi zat terlarut total dalam fasa yang satu atau yang
lainnya,
tidak
peduli
bagaimanapun
cara-cara
disosiasi,
asosiasi atau interaksinya dengan spesi-spesi lain yang
terlarut.
Untuk
memudahkan,
diperkenalkan
istilah
angka
banding
distribusi
D
(atau
koefisien
ekstraksi
E).
Dimana lambang CA menyatakan konsentrasi A dalam semua
bentuknya seperti yang ditetapkan secara analitis (Basset,
1994).
Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat
campur menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk
pemisahan analitis. Bila suatu zat terlarut membagi diri
antara dua cairan yang tidak dapat campur, ada suatu hubungan
yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fasa pada
kesetimbangan. Suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara
dua zairan yang tidak dapat campur. Sedemikian rupa sehingga
angka banding konsentrasai pada kesetimbangan adalah konstanta
pada
temperatur
tertentu.
Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua
pelarut yang tidak dapat campur. Pelarut umum dipakai adalah
air dan pelarut organik lain seperti CHCl3, eter atau pentana.
Garam anorganik, asam-asam dan basa-basa yang dapat larut
dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke
dalam air dari pelarut yang kurang polar. Ekstraksi lebih
efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut
yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi
ekstraksinya
hanya
sekali
(Arsyad,
2001).
Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi
bertahap, ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current.
Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana.
Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang
tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan
pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi yang
akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah ini tercapai
lapisan
didiamkan
dan
dipisahkan
(Khopkar,
1990).

Kesempurnaan
ekstraksi
tergantung
pada
pada
banyaknya
ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika
jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah
pelarut
sedikit-sedikit.
B.

SYARAT

SYARAT

EKSTRAKSI

PELARUT

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam ekstraksi pelarut adalah


:
a. Angka bonding ( ikatan ) yang tinggi untuk zat terlarut,
angka bonding ( Ikatan ) yang rendah untuk zat-zat pengotor.
b.

Kelarutan

yang

c.

Viskositas

d.

Tidak

e.

Mudah

mengambil

C.
Ekstraksi
a. Ekstraksi
pembentukan

rendah

untuk

yang

fase

cukup

rendah

mudah
kembali

zat

terbakar.

terlarut

dari

KLASIFIKASI
dapat

di

pelarut
EKSTRAKSI

klasifikasikan

Khelat; Ekstraksi
khelat
atau

air.

ini

menjadi

berlangsung
struktur

melalui
cincin.

b. Ekstraksi Solvasi; Ekstraksi ini disebabkan oleh spesies


ekstraksi
disolvasi
ke
fase
organik.
c.
Ekstraksi
Pembentukan
Pasangan
Ion;
Ekstraksi
ini
berlangsung melalui pembentukan spesies netral yang tidak
bermuatan
diekstraksi
kefasa
organik.
d. Ekstraksi sinergis; Ekstrksi ini menyatakan adanya kenaikan
pada hasil ekstraksi di sebabkan oleh adanya penambahan

ekstraksi
D.
Prinsip

dengan

memanfaatkan
PRINSIP

pelarut

pengekstraksi.
EKSTRAKSI
Maserasi

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk


simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari
pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari
akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan
larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di
dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya
tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari
dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa
tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses
maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari
setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan.
Prinsip
Perkolasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk
simplisia
dimaserasi
selama
3
jam,
kemudian
simplisia
dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya
diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke
bawah
melalui
simplisia
tersebut,
cairan
penyari
akan
melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui
sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena
gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya
kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh
dikumpulkan,
lalu
dipekatkan.
Prinsip
Sokhletasi
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk
simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi
kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam
labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang
jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia
dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon,
seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui
pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna
ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak
noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali.
Ekstrak
yang
diperoleh
dikumpulkan
dan
dipekatkan.
Prinsip
Refluks

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel


dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan
penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi
pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari
yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari
kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian
seterusnya
berlangsung
secara
berkesinambungan
sampai
penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3
kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan
dipekatkan.
Prinsip
Destilasi
Uap
Air
Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air
ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan
menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil
mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia,
uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju
kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa
alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam
corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri.
Prinsip
Rotavapor
Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan
pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat,
cairan penyari dapat menguap 5-10 C di bawah titik didih
pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan.
Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap
naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekulmolekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas
bulat
penampung.
Prinsip
Ekstraksi
Cair-Cair
Ekstraksi
cair-cair
(corong
pisah)
merupakan
pemisahan
komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling
bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama
dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang
mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai
terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase
cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase
tersebut
sesuai
dengan
tingkat
kepolarannya
dengan
perbandingan
konsentrasi
yang
tetap.
Prinsip
Kromatografi
Lapis
Tipis
Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan
partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase
gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase
gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen

kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan


kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal
inilah
yang
menyebabkan
terjadinya
pemisahan.
Prinsip
Penampakan
Noda
a.

Pada

UV

254

nm

Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel


akan tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254
nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan
indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi
cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan
oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari
tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi
kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
b.

Pada

UV

366

nm

Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan


berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus
kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda
tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi
cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron
yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi
yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil
melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366
terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak
berfluororesensi
pada
sinar
UV
366
nm.
c.

Pereaksi

Semprot

H2SO4

10%

Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah


berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam
merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga
panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang
(UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata.
E.
Ekstraksi
Metode
Maserasi

JENIS
secara

merupakan

cara

penyarian

EKSTRAKSI
dingin
maserasi
sederhana

yang

dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari


selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari
cahaya.Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang
mengandung komonen kimia yang mudah larut dalam cairan
penyari,
tidak
mengandung
benzoin,
tiraks
dan
lilin.
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana.
Sedang kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk
mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan
lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang
mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.
Metode maserasi
berikut
Modifikasi
Modifikasi
Modifikasi
Modifikasi
Modifikasi
Metode

dapat

dilakukan

dengan

modifikasi

sebagai
:
melingkar
digesti
Bertingkat
remaserasi
pengaduk
Sokhletasi

maserasi
maserasi
Maserasi
Melingkar
dengan

mesin

Sokhletasi
merupakan
penyarian
simplisia
secara
berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap,
uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air
oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam
klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas
bulat
setelah
melewati
pipa
sifon.
Keuntungan

metode

ini

adalah

o Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan


tidak
tahan
terhadap
pemanasan
secara
langsung.
o

Digunakan

o
Kerugian

pelarut

yang

Pemanasannya
dari

lebih

dapat
metode

sedikit
diatur

ini

o Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada


wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat
menyebabkan
reaksi
peruraian
oleh
panas.

o Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui


kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap
dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak
untuk
melarutkannya.
o Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk
menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi,
seperti metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di
bawah komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk
pergerakan
uap
pelarut
yang
efektif.
o Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau
campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi
dengan campuran pelarut, misalnya heksan :diklormetan = 1 : 1,
atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan
mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam
wadah.

Metode

Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari


melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.Keuntungan metode
ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel
padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah
kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas
dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin
selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen
secara
efisien.
Ekstraksi
secara
panas

Metode

refluks

Keuntungan
dari
metode
ini
adalah
digunakan
untuk
mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan
tahan
pemanasan
langsung.
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar
dan
sejumlah
manipulasi
dari
operator.

Metode

destilasi

uap

Destilasi uap
minyak-minyak

adalah metode yang popular


menguap
(esensial)
dari

untuk ekstraksi
sampel
tanaman

Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia


yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia
yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal.

Sumber
:
Ditjen POM, (1986), "Sediaan Galenik", Departemen Kesehatan
Republik
Indonesia,
Jakarta.
Wijaya H. M. Hembing (1992), Tanaman Berkhasiat Obat di
Indonesia,
Cet
1
,
Jakarta
.
Sudjadi,
Drs.,
(1986),
"Metode
Pemisahan",
UGM
Press,
Yogyakarta
Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007. Penuntun Praktikum
Fitokimia.
UIN
Alauddin:
Makassar.
24-26.
Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan
Mikroskopi. ITB: Bandung. 3-5.
Diposkan oleh JustMyRatih di 18.42

Reaksi:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Agroindustri

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar
Link ke posting ini
Buat sebuah Link

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Widget by Justmyratih

Popular Post

Ekstraksi
A. Ekstraksi Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik (sebagian
besar hidrofob) dilarutkan atau didispersi...

All About Love


Daripada pusing mikirin makalah, mending refreshing sejenak,,hihi Nah, itu gambar2 love
yang menurut aku bagus.. Refreshingnya udah dulu..:...

UHT dan Pasteurisasi


Ok,,untuk hari ini dan seterusnya blog ini akan berisi dengan hal-hal yang lebih bermanfaat.
Sambil mengingat 4 tahun kebelakang, ga tau d...
Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya
di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka
sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktu (yang ditentukan) bagi
mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula)
mendahulukannya.
(QS. AN NAHL:61)
Agroindustri (4) just 4 Allah swt (6) Love (3)

MY SCRIBD

percikan (17)

Tingkatkan Kualitas Hidup (7)

My Blog Archive

2013 (2)

2011 (32)

September (5)

Agustus (2)

Juli (6)

Juni (7)

Mei (12)

Kata-Kata Mutiara Inspiratif

10 Cara Meningkatkan Daya Ingat

Percikan

All About Love

Ekstraksi

Pantaskah Berkeluh Kesah

Secuil Taubat

Gemintang

Always Remember this!!!! (4 me)

Opick-I'm in love

Jika Aku Jatuh Cinta

All About Patchouli

My Profile

JustMyRatih
Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Student of Agroindustrial Technology, Bogor Agricultural University (IPB)
Lihat profil lengkapku

Facebook
Ratih Purnamasari

Create Your Badge

Visitors

Twitter

16,6
17

Recent Activity

Free Music at divine-music.info>

JustMyRatih. Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.

OCT

fenolftalein dalam suasana basa berlebih


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan
dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut dengan sejumlah volume larutan
lain yang konsentrasinya sudah diketahui (Justiana dan Muchtaridi, 2009). Dalam titrasi
asam-basa, sangat diperlukan adanya indikator untuk menentukan titik akhir titrasi. Salah
satu indikator yang lazim digunakan dalam titrasi asam-basa adalah fenolftalein.

Fenolftalein merupakan indikator sistetis (buatan) yang dapat dibuat didalam


laboratorium dengan menggunakan bahan fenol dan ftalat anhidrida melalui reaksi
kondensasi. Fenolftalein termasuk senyawa golongan ftalein yang bersifat asam lemeh.
Fenolftalein umumnya dipakai sebagai indikator dalam menentukan titik akhir titrasi asam
kuat dengan basa kuat. Fenolftalein mempunyai trayek pH 8,3-10,0 (Bassett, 1994). Dalam
titrasi asam kuat dan basa kuat yang menggunakan larutan asam seperti HCl sebagai titran
dan larutan basa seperti NaOH sebagai titrat, maka akan terjadi perubahan warna indikator
fenolftalein dari tak berwarna, yaitu dalam rentangan pH larutan dibawah 8,3. Fenolftalein
mulai berubah warna menjadi merah muda pada rentangan pH 8,3-10,0 , jika penambahan
titrat dilanjutkan sehingga memiliki rentangan pH diatas 10,0 , maka warna larutan akan
menjadi merah.
Dalam larutan yang bersifat asam dan pada rentangan pH < 8,3 indikator fenolftalein
tidak akan memberikan perubahan warna, dimana warna larutan tetap tidak berwarna.
Sedangkan pada larutan yang bersifat basa pada rentangan pH 8,3-10,0 indikator fenolftalein
akan memberikan perubahan warna menjadi merah muda, dan pada rentangan pH >10,0
indikator fenolftalein akan memberikan perubahan warna menjadi merah (Bassett, 1994).
Namun dalam suasana basa pekat berlebih indikator fenolftalein kembali menjadi tidak
berwarna. Hal ini didukung dengan hasil percobaan yang menunjukkan bahwa dalam
konsentrasi NaOH yang semakin pekat, warna fenolftalein semakin pudar (Petruevski dan
Risteska, 2007).
Perubahan warna ini tentunya disebabkan oleh perubahan struktur fenolftalein dalam
kondisi penambahan basa yang berlebih (Petruevski dan Risteska, 2007). Berdasarkan hal
yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
perubahan struktur dan mekanisme yang terjadi pada fenolftalein dalam basa pekat berlebih
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas, masalah yang dipecahkan dalam makalah ini
adalah Bagaimanakah perubahan struktur dan mekansime reaksi indikator fenolftalein dalam
suasana basa pekat berlebih?.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui perubahan
struktur dan mekanisme reaksi yang terjadi pada fenolftalien dalam basa pekat berlebih.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam wawasan di
dalam bidang kimia yang berhubungan dengan indikator asam basa, yaitu fenolftalein. Selain
itu, tema tulisan ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan tambahan ilmu yang sangat
bermanfaat bagi calon guru untuk mengajar di sekolah sesuai dengan materi ajar yang
berhubungan dengan tema indikator asam basa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Titrasi Asam-Basa
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dengan cara
mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut dengan sejumlah volume larutan lain yang
konsentrasinya sudah diketahui (Justiana dan Muchtaridi, 2009).Volume titran ditambahkan
sampai titik ekivalen, yaitu sampai saat dimana pereaksinya tepat bereaksi. Prosedur analisis
yang melibatkan titrasi dengan larutan yang konsentrasinya telah diketahui disebut analisis
volumetri.
Titrasi asam-basa didasarkan pada persamaan reaksi yang telah pasti. Konsentrasi larutan
asam atau basa dihitung secara stoikiometri pada keadaan ekivalen asam sama dengan
ekivalen basa.

V1 dan V2 = volume larutan asam dan basa


N1 dan N2 = Normalitas larutan asam dan basa
Reaksi kimia yang terjadi pada titrasi asam-basa sebenarnya adalah reaksi antara ion
hidronium (dari asam) dengan ion hidroksida (dari basa) menghasilkan air.
H3O+(aq) + OH-(aq)
2H2O(l)

a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.

Pada titrasi asam dengan basa, pH larutan (titrat asam) bertambah mengikuti penambahan
titran (basa). Larutan titrat yang memiliki pH tertentu dalam proses titrasi asam dengan basa
dapat dibedakan dalam empat keadaan, yaitu:
pH larutan sebelum titrasi dimulai.
pH larutan sebelum titik ekivalen tercapai.
pH larutan pada saat titik ekivalen tercapai.
pH larutan setelah titik ekivalen tercapai.
Ditinjau dari titran dan titrat atau asam dan basa yang digunakan, maka titrasi asam
basa dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
Titrasi antara asam kuat dengan basa kuat.
Titrasi antara asam lemah dengan basa kuat.
Titrasi antara asam kuat dengan basa lemah.
Titrasi antara asam lemah dengan basa lemah.

2.2 Indikator Asam-Basa


Indikator adalah zat yang memberikan perubahan warna yang mencolok dalam medium asam
dan basa (Chang, 2005). Indikator asam-basa berupa asam atau basa organik lemah. Struktur
molekul indikator asam-basa mengandung gugus pembawa sifat asam atau basa dan struktur
konjugasinya yang dapat menimbulkan perubahan warna.
Perubahan warna pada indikator asam-basa disebabkan oleh berubahnya struktur konjugasi
bentuk tak terion menjadi struktur konjugasi yang lain dari bentuk ionnya. Ionisasi indikator
asam-basa dipengaruhi oleh tingkat keasamaan larutan.
W. Oswald (dalam Bassett, et al., 1994) berpendapat bahwa asam indikator yang tak
berdisosiasi (Hin) atau basa indikator yang tak-berdisosiasi (InOH) mempunyai warna yang
berbeda dari warna ionnya. Keseimbangan-keseimbangan dalam larutan air dapat ditulis
sebagai berikut.
HIn
H+ + In- atau
InOH

OH- + In+

(warna 1)
(warna 2)
Apabila indikator tersebut merupakan asam lemah, maka adanya ion H + berlebih
dalam larutan asam akan menekan ionisasi dengan adanya efek ion sekutu, sehingga
menyebabkan konsentrasi In- akan sangat kecil dan warna akan merupakan warna dari bentuk
yang tak terionisasi. Apabila dalam suasana basa, penurunan konsentrasi H + akan
mengakibatkan ionisasi indikator lebih lanjut, [In-] akan naik, dan warna dari bentuk
terionisasi menjadi nampak. begitu pula sebaliknya dengan indikator yang merupakan basa
lemah.
Warna sesungguhnya dari indikator yang bergantung pada angka banding dari
konsentrasi bentuk terionisasi dan bentuk tak terionisasi, sangat berkaitan langsung dengan
konsentrasi ion hidrogen dalam larutan.
2.3 Indikator Fenolftalein
Fenoftalein atau 3,3-bis(4-hydroxyphenyl)isobenzofuran-1(3H)-one memiliki rumus
molekul C20H14O4. Fenolftalein berupa serbuk putih-kuning yang tidak berbau. Titik leleh
fenolftalein berkisar antara 258oC sampai 262oC. Fenolftalein hampir tidak larut dalam air,
sedikit larut dalam kloroform, dan larut dalam alkohol, dietil eter, larutan alkali encer, dan
larutan panas alkali karbonat (Report On Carcinogens, 2002).
Fenolftalein termasuk indikator asam-basa golongan ftalein. Fenolftalein merupakan
senyawa yang memiliki gugus fenol, sehingga bersifat sebagai asam lemah (Sukarta, 1999).
Fenolftalein dapat dibuat melalui reaksi kondensasi, menggunakan fenol dan ftalat anhidrida.
Reaksi pembuatan fenolftalein adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Reaksi Pembuatan Fenolftalein (Petruevski dan Risteska, 2007).


Fenolftalein sebagai indikator titrasi asam-basa sangat sering digunakan, umumnya
digunakan dalam titrasi asam kuat dengan basa kuat. Dalam larutan dengan pH dibawah 8,3,
fenolftalein tidak berwarna dan dalam larutan dengan pH 10, fenolftalein berwarna
kemerahan. Di bawah pH 8,3, fenolftalein dinyatakan sebagai lakton fenol (Gambar 2.).
Struktur fenolftalein berubah dan memberikan warna merah pada pH 10 (Gambar 3.).

Gambar 2. Struktur Fenolftalein di bawah pH 8,3

Gambar 3. Struktur Fenolftalein pada pH 10


Pada pH 8 ke bawah, struktur fenolftalein dapat disingkat H 2P. Dalam rentangan pH 8
10, proton-proton asam akan diambil oleh ion OH- dari NaOH, sehingga memberikan ion
P2- yang berwarna merah muda (Hughes, 2008).
Perubahan struktur dan mekanisme reaksi dari indikator fenolftaein adalah sebagai
berikut.

Gambar 4. Perubahan Struktur Fenolftalein Dalam Suasana Basa

Gambar 5. Mekanisme Perubahan Struktur Fenolftalein Dalam Suasana Basa

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perubahan Struktur dan Mekanisme Reaksi Fenolftalein Dalam Basa Pekat Berlebih
Fenolftalein merupakan salah satu dari beberapa indikator yang umum digunakan
untuk menentukan titik akhir titrasi asam-basa. Pada umumnya, fenolftalein digunakan dalam
titrasi asam kuat dengan basa kuat. Dalam larutan dengan pH dibawah 8,3, fenolftalein tidak
berwarna dan dalam larutan dengan pH 10, fenolftalein berwarna kemerahan.
Pada percobaan yang dilakukan oleh Petruevski dan Risteska (2007), menunjukkan
bahwa warna yang diberikan oleh fenolftalein semakin pudar dalam konsentrasi basa yang
semakin pekat. Perubahan warna yang terjadi dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 6. Warna Fenolftalein dalam Larutan NaOH 4 mol/L (kiri), 2 mol/L (tengah) dan 1
mol/L (kanan)
sumber : Petruevski dan Risteska (2007)
Secara teoritis pH larutan NaOH 1 M, 2 M dan 4 M dapat ditentukan berdasarkan
perhitungan sebagai berikut.
pH larutan NaOH 1 M adalah:
NaOH (aq)
Na+ + OHDengan koefisien reaksi yang sama, maka konsentrasi NaOH sama dengan
konsentrasi OH- .
[NaOH] = [OH-]
[OH-] = 1 M
pOH
= -log OHpOH = -log 1
=0
pH
= 14 pOH
= 14 0
= 14
Hasil perhitungan pH larutan NaOH 2 M dan 4 M secara teoritis dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 1. pH larutan NaOH 1M, 2M dan 4M


Konsentrasi NaOH
1M
2M
4M

pH
14
14,3
14,6

Dalam kondisi yang sangat basa dengan pH 14 indikator fenolftalein kembali


menjadi tidak berwarna. Hal ini terjadi karena perubahan strukturnya menjadi karbinol
(Petruevski dan Risteska, 2007).
Perubahan struktur yang terjadi pada fenolftalein khas bagi semua indikator golongan
ftalein. Terbentuknya struktur karbinol mengakibatkan terbentuknya struktur kuinoid dan
resonansi. Perubahan struktur fenolftalein dalam penambahan basa berlebih dapat dilihat
pada gambar 7.

Gambar 7. Pembentukan Karbinol oleh Fenolftalein Dalam Suasana Basa Berlebih


(Bassett, et al., 1994)
Dengan adanya larutan alkali encer, cincin lakton pada struktur (I) terbuka dengan
menghasilkan struktur (II), dan struktur trifenilkarbinol (II) akan kehilangan air dengan
menghasilkan ion beresonansi (III) yang memberikan warna merah. Dengan adanya
penambahan basa alkali alkoholik pekat yang berlebih, warna merah yang semula dihasilkan
menghilang karena terbentuknya struktur (IV) (Bassett, et al., 1994).
Pernyataan ini juga didukung oleh Harman (dalam Sukarta, 1999), yang menyatakan
bahwa bentuk (I) dan (II) tidak menimbulkan warna, sedangkan bentuk (III) memberikan
warna merah yang disebabkan oleh struktur konjugasi kuinoid. Dalam suasana sangat basa
(IV), struktur konjugasi kuinoid berubah membentuk benzoid (suatu trianion), sehingga
fenolftalein menjadi tidak berwarna.
Selain dua pernyataan di atas, perubahan warna fenolftalein ini juga disebabkan oleh
perubahan jumlah ikatan rangkap terkonjugasi. Bentuk (I) merupakan C sp 3 yang berada
bentuk tetrahedral. Bentuk ini tidak memungkinkan adanya pergeseran ikatan rangkap
terkonjugasi dari satu cincin ke cincin yang lainnya. Hal ini menyebabkan elektron phi ()
memerlukan energi yang lebih besar untuk tereksitasi dan bentuk (I) ini menjadi tidak
berwarna. Bentuk (III) merupakan C sp2 yang berada dalam bidang datar, sehingga
menambah ikatan rangkap terkonjugasi yang dimiliki oleh fenolftalein. Dengan
bertambahnya ikatan rangkap terkonjugasi, maka akan menambah panjang gelombang dan
energi yang dibutuhkan elektron phi () untuk tereksitasi menjadi lebih rendah. Hal inilah
yang menyebabkan bentuk (III) tersebut berwarna merah. Dengan penambahan basa yang
berlebih menyebabkan bentuk (III) menjadi bentuk (IV). Bentuk (IV) merupakan C sp 3 yang
berada bentuk tetrahedral, sehingga kembali menjadi tidak berwarna.
3.2 Derajat Keasaman (pH) Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat Dalam Basa Pekat Berlebih
Dalam melakukan titrasi asam basa, dapat dihitung pH larutan sebelum titrasi, saat
penambahan titrat sebelum mencapai titik ekivalen, pada saat titik ekivalen dan penambahan
titrat berlebih (setelah titik ekivalen). Misalkan titrasi HCl 1 M dengan volume 10 mL
sebagai titran dan NaOH 1 M, 2 M dan 3 M sebagai titrat dapat dihitung pH larutan selama
titrasi sebagai berikut.

Sebelum penambahan NaOH 1 M


Sebelum penambahan, maka pH larutan adalah pH HCl 1 M
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 0 mmol
10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 0 mmol
0 mmol
0 mmol
0 mmol
Sisa
: 0 mmol
10 mmol
0 mmol
0 mmol
Yang bersisa adalah 10 mmol HCl, 0 mmol NaCl dan 0 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 10 mmol / 10 ml
=1M

pH = -log [H+]
pH = - log 1
=0
Penambahan sebelum titik ekivalen
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 2 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 2 mmol
10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 2 mmol
2 mmol
2 mmol
2 mmol
Sisa
: 0 mmol
8 mmol
2 mmol
2 mmol
Yang bersisa adalah 8 mmol HCl, 2 mmol NaCl dan 2 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 8 mmol / 10 ml
= 0,8 M
pH = -log [H+]
pH = - log 0,8
= 0,09
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 4 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 4 mmol
10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 4 mmol
4 mmol
4 mmol
4 mmol
Sisa
: 0 mmol
6 mmol
4 mmol
4 mmol
Yang bersisa adalah 6 mmol HCl, 4 mmol NaCl dan 4 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 6 mmol / 10 ml
= 0,6 M
pH = -log [H+]
pH = - log 0,6
= 0,22

Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 6 mL


NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 6 mmol
10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 6 mmol
6 mmol
6 mmol
6 mmol
Sisa
: 0 mmol
4 mmol
6 mmol
6 mmol
Yang bersisa adalah 4 mmol HCl, 6 mmol NaCl dan 6 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 4 mmol / 10 ml
= 0,4 M
pH = -log [H+]

pH = - log 0,4
= 0,39
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 8 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)

Mula mula: 8 mmol


10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 8 mmol
8 mmol
8 mmol
8 mmol
Sisa
: 0 mmol
2 mmol
8 mmol
8 mmol
Yang bersisa adalah 2 mmol HCl, 8 mmol NaCl dan 8 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 2 mmol / 10 ml
= 0,2 M
pH = -log [H+]
pH = - log 0,2
= 0,69
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 10 mL (titik ekivalen)
Pada titik akhir titrasi, ekivalen asam sama dengan ekivalen basa
VNaOH x NNaOH = VHCl x NHCl
10 mL x 1 N = 10 mL x 1 N
10 mmol
= 10 mmol
Karena ekivalen asam sama dengan ekivalen basa, maka :
[H+] = [OH-]
pH = pOH
pH + pOH = 14
2 pH = 14
pH = 7
Penambaan saat melewati titik ekivalen
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 10,05 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 10,05 mmol 10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 10 mmol 10 mmol
10 mmol
10 mmol
Sisa
: 0,05 mmol
0 mmol
10 mmol
10 mmol
Yang bersisa adalah 0,05 mmol NaOH, 10 mmol NaCl dan 10 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH
larutan adalah:
[OH-] = 0,05 mmol / 10,05 ml
= 0,005 M
pOH = -log [OH-]
pOH = - log 0,005
= 2,30
pH = 14 pOH
= 14 2,30
= 11,7

Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 12 mL


NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 12 mmol 10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 10 mmol 10 mmol
10 mmol
10 mmol
Sisa
: 2 mmol
0 mmol
10 mmol
10 mmol
Yang bersisa adalah 2 mmol NaOH, 10 mmol NaCl dan 10 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH
larutan adalah:
[OH-] = 2 mmol / 12 ml
= 0,17 M
pOH = -log [OH-]
pOH = - log 0,17
= 0,78
pH = 14 pOH
= 14 0,78
= 13,22
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 14 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 14 mmol 10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 10 mmol 10 mmol
10 mmol
10 mmol
Sisa
: 4 mmol
0 mmol
10 mmol
10 mmol
Yang bersisa adalah 4 mmol NaOH, 10 mmol NaCl dan 10 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH
larutan adalah:
[OH-] = 4 mmol / 14 ml
= 0,28 M
pOH = -log [OH-]
pOH = - log 0,28
= 0,54
pH = 14 pOH
= 14 0,54
= 13,46
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 16 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 16 mmol 10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 10 mmol 10 mmol
10 mmol
10 mmol
Sisa
: 6 mmol
0 mmol
10 mmol
10 mmol
Yang bersisa adalah 6 mmol NaOH, 10 mmol NaCl dan 10 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH
larutan adalah:
[OH-] = 6 mmol / 16 ml
= 0,38 M
pOH = -log [OH-]

pH

pOH = - log 0,38


= 0,43
= 14 pOH
= 14 0,43
= 13,57

Hasil perhitungan pH larutan dengan titrat NaOH 2 M dan 4 M secara teoritis dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. pH Larutan Titrasi HCl 10 mL 1 M dengan NaOH 1M, 2M dan 4M
Volume NaOH pH
Volume NaOH pH
Volume NaOH 4
1 M (mL)
2 M (mL)
M (mL)
Sebelum Penambahan NaOH
0
0
0
0
0
Penambahan NaOH Sebelum Mencapai Titik Ekivalen
2
0,09 1
0,09 0,5
4
0,22 2
0,22 1
6
0,39 3
0,39 1,5
8
0,69 4
0,69 2
Penambahan NaOH Saat Titik Ekivalen
10
7
5
7
2,5
Penambahan NaOH Melewati Titik Ekivalen
10,05
11,7 5,05
11,9 2,55
12
13,22 7
13,75 3
14
13,46 9
13,95 3,5
16
13,57 12
14,07 4

pH

0
0,09
0,22
0,39
0,69
7
12,29
13,82
14,06
14,17

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pH larutan tidak mencapai taryek pH
dari indikator fenolftalein. Penambahan satu tetes NaOH sudah menyebabkan larutan
memiliki pH > 10,0. Sehingga dalam titrasi asam kuat dan basa kuat tidak cocok
menggunakan indikator fenolftalein, jika konsentrasi basa (titrat) yang digunakan cukup
pekat. Tolak ukur larutan bersifat pekat adalah secara perhitungan derajat keasaman (pH)
larutan tidak berada dalam rentangan pH 1 14 (Syukri 1999).
Pada percobaan yang dilakukan oleh Petruevski dan Risteska (2007), memperoleh
hasil bahwa warna yang diberikan oleh fenolftalein semakin pudar dalam konsentrasi basa
yang semakin pekat (pH > 14). Jika dihubngkan dengan hasil perhitungan secara teoritis
seperti tertera pada tabel 2, maka dapat diamati bahwa dengan penambahan titrat atau basa
pekat dengan konsentrasi 2 M dan 4 M berlebih, pH larutan dapat melebihi 14 (batas
maksimum pH basa). Sehingga dapat disimpulkan bahawa larutan yang awalnya berwarna
merah akan kembali berubah menjadi bening tak berwarna saat mencapai pH > 14.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Fenolftalein berwarna merah dalam kondisi basa akibat struktur ion resonansinya.
Fenolftalein kembali menjadi tidak berwarna dalam penambahan basa pekat yang berlebih
karena perubahan strukturnya menjadi karbinol. Perubahan struktur fenolftalein dapat
dijelaskan sebagai berikut. Pada pH < 8,3 adanya larutan alkali encer, menyebabkan cincin
lakton pada struktur fenilftalein terbuka dengan menghasilkan struktur trifenilkarbinol, dan
struktur trifenilkarbinol akan kehilangan air dengan menghasilkan ion beresonansi (struktur
resonansi) yang memberikan warna merah. Dengan adanya penambahan basa alkali alkoholik
pekat yang berlebih, maka atom C sp2 yang mengikat tiga gugus fenil akan diserang oleh
OH- yang menyebabkan pemutusan ikatan rangkap konjugasi dan membentuk atom C sp3
dengan struktur karbinol.
4.2 Saran
Perubahan struktur fenolftalein menjadi karbinol tidak terjadi pada pH kurang dari 14.
Untuk megurangi kemungkinan pembentukan karbinol, maka dalam melakukan titrasi asam
basa dengan indikator fenolftalein disarankan untuk menggunakan konsentrasi basa yang
tidak terlalu pekat (pH 1-14).

DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J., Denney, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa A. Hadnyana P. Dan L. Setiono. Vogels Textbook of
Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis, Fourth Edition.
1991. Jakarta: EGC.
Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Alih Bahasa Departemen Kimia
ITB. General Chemistry: The Essential Concepts Third Edition. 2003. Jakarta: Erlangga.
Hughes,
A.
A.
2008. Phenolphthalein-NaOH
Kinetics.
Tersedia
pada http://faculty.ccri.edu/aahughes/GenChemII/Lab
%20Experiments/Phenolphthalein_NaOH_Kinetics.pdf. Diakses pada tanggal 14 April
2011.
Justiana, Sandri dan Muchtaridi. 2009. Kimia 2. Jakarta: Yudhistira
Petruevski, Vladimir M. dan Risteska, Keti. 2007. Behaviour of Phenolphthalein in Strongly Basic
Media.
Chemistry,
Vol.
16,
Iss.
4
(2007).
Tersedia
pada (http://khimiya.org/pdfs/KHIMIYA_16_4_PETRUSEVSKI.pdf).Diakses pada tanggal
5 April 2011.
Report On Carcinogens. 2002. Phenolphthalein CAS No. 77-09-8. Report On Carcinogens, Eleventh
Edition. Tersedia pada (http://ntp.niehs.nih.gov/ntp/roc/eleventh/profiles/s145phen.pdf).
Diakses pada tanggal 5 April 2011.
Sukarta, I Nyoman. 1999. Penggunaan Ekstrak Bunga Angsoka Merah (Ixora gandiflora) sebagai
Indikator Alternatif dalam Titrasi Asam-Basa. Skripsi (tidak diterbitkan). Program Studi
Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan MIPA, STKIP Singaraja.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung :ITB

Diposkan 5th October 2012 oleh triana putra


0

Tambahkan komentar

chemistry
Classic

Beranda

1.
OCT

history of atomic theory


History of Atomic Theory
By : I Komang Triana Putra
Atom is the smallest particle of a meterial that is composed by subatomic particles there
are protons as the center of mass and electrons moving around the nucleus in orbitals.
This essay will be descibe the historical development of atomic theory, start by Daltons
atomic theory, Thompsons atomic theory, Rutherfords atomic theory, Bohrs atomic
theory, and theory of quantum mechanics. How is the development of atomic theory?
The first development is atomic theory proposed by John Dalton. He formulated a
precise definition of the indivisible building blocks of matter is colled atom. Daltons
atomic theory is based on two laws. First, the law of coservation of mass (Lavoisier law).
And the second is legal permanent arrangement (Proust law). Three hypotheses

Daltons about the nature of matter have conection with Lavoisiers and Prousts law.
Lavoisier states that the total mass of substances before the reaction will always be
equal to the total mass of substance of reactions. while Proust states that Comparison
of mass element in acompound always remain. From this laws, Daltons opinions about
the atom are smallest fractian of material tha can not be devided, atom is describe as a
small solid ball, an element has atoms or identical and different for different elements,
atom combine to form compounds with a simple of integers and ratio. For example,
water cinsist of hydrogen atoms and oxygen atoms. Daltons atomic theory was began to
arouse interest in research on atomic models, but Daltons atomic theory cant explain a
solution to conduct eletical current. How could atom conduct electricity?
The next experiment doing by Thompson. Thompson tried to explain the existence of
electrons and using the theory of atomic models. According to Thompson, evenly
distributed electrons in the atom is regarded as a positively charged ball. Atomic models
proposed by Tompson, often called the raisin bread model with bread as a positively
charged and electrons spread as evently raisin throughout the bread. Thompsons theory
has been discovered of subatomic particles (proton and electron), this is explain the
weakness of Daltons atomic theory which states the atoms can not be devided again
and atom can conduct electricity because has electrons and protons. But the
advantages, Thomson atomic theory has a weakness, namely the location of the
irregular electrons.

(model atom Thomson)


Subsequent research conducted by Rutherford, with alpha-ray bombardment research
on thin gold plates. This experiment make Rutherford can suggest theory and models to
improve the Thompsons atomic theory. According to Rutherford, the atom has a
positively charged nucleus as a center of mass of the atom and the electrons
surrounding it. The advantage of this atomic theory is already placed electrons and
protons on a regular basis. However, theory and model of the atom proposed by
Rutherford also still has the weakness. This theory can not explain the phenomena why
the electron does not fall into the nucleus due to loss of energy when orbit.

(model atom Rutherford)


Neils Bohr futher improving and refinding the theory and model of the atom porposed by
Rutherford. Bohr explaination is based on research on hydrogen line spectrum. Some of

the things described is the electron orbit at a certain energy level is called the skin, each
electron has a certain energy in accordance with the energy level of the skin, in a
stationary states does not release electrons and absorb energy, and electron can move
from the position of a high energy to low energy level and to absorb and release energy,
three things are the hallmarks of Bohrs atomic theory. However, in theory only described
about the hydrogen atom, this becomes a weakness of his theory. How about another
atoms?

(model atom Bohr)


The development of new atomic model proposed by the atomic model based on
quantum machanics. This explaination is based on three theories. First, the theory of
wave particle duality of electrons proposed by de Broglie in 1924. Second, expressed
uncertainly principle by Heisenberg in 1927. Third, the theory of wave equations by
Erwin Schrodinger in 1926. According model of the atom, electron do not orbit at a
certian energy level, so that the path suggested by Bohr not a truth. This atomic theory
model explain that the electrons are in orbitals with a certain energy level, which is a
region mostly likely find an electron in a space

(model atom mekanika kuantum)


Atomic theory of quantum mechanics is a final theory that explain the truth about the
theory and model of the atom. This atomic model explain that the electrons are in
orbitals with a certain energy level, where the orbitals are regions mostly find an electron
in aspace. Until now this atomic theory was still able to use. They are not able to find a
weakness of this atomic theory.
Diposkan 5th October 2012 oleh triana putra
0

Tambahkan komentar

2.
OCT

fenolftalein dalam suasana basa berlebih


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan
dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut dengan sejumlah volume larutan
lain yang konsentrasinya sudah diketahui (Justiana dan Muchtaridi, 2009). Dalam titrasi
asam-basa, sangat diperlukan adanya indikator untuk menentukan titik akhir titrasi. Salah
satu indikator yang lazim digunakan dalam titrasi asam-basa adalah fenolftalein.
Fenolftalein merupakan indikator sistetis (buatan) yang dapat dibuat didalam
laboratorium dengan menggunakan bahan fenol dan ftalat anhidrida melalui reaksi
kondensasi. Fenolftalein termasuk senyawa golongan ftalein yang bersifat asam lemeh.
Fenolftalein umumnya dipakai sebagai indikator dalam menentukan titik akhir titrasi asam
kuat dengan basa kuat. Fenolftalein mempunyai trayek pH 8,3-10,0 (Bassett, 1994). Dalam
titrasi asam kuat dan basa kuat yang menggunakan larutan asam seperti HCl sebagai titran
dan larutan basa seperti NaOH sebagai titrat, maka akan terjadi perubahan warna indikator
fenolftalein dari tak berwarna, yaitu dalam rentangan pH larutan dibawah 8,3. Fenolftalein
mulai berubah warna menjadi merah muda pada rentangan pH 8,3-10,0 , jika penambahan
titrat dilanjutkan sehingga memiliki rentangan pH diatas 10,0 , maka warna larutan akan
menjadi merah.
Dalam larutan yang bersifat asam dan pada rentangan pH < 8,3 indikator fenolftalein
tidak akan memberikan perubahan warna, dimana warna larutan tetap tidak berwarna.
Sedangkan pada larutan yang bersifat basa pada rentangan pH 8,3-10,0 indikator fenolftalein
akan memberikan perubahan warna menjadi merah muda, dan pada rentangan pH >10,0
indikator fenolftalein akan memberikan perubahan warna menjadi merah (Bassett, 1994).
Namun dalam suasana basa pekat berlebih indikator fenolftalein kembali menjadi tidak
berwarna. Hal ini didukung dengan hasil percobaan yang menunjukkan bahwa dalam
konsentrasi NaOH yang semakin pekat, warna fenolftalein semakin pudar (Petruevski dan
Risteska, 2007).
Perubahan warna ini tentunya disebabkan oleh perubahan struktur fenolftalein dalam
kondisi penambahan basa yang berlebih (Petruevski dan Risteska, 2007). Berdasarkan hal
yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
perubahan struktur dan mekanisme yang terjadi pada fenolftalein dalam basa pekat berlebih
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas, masalah yang dipecahkan dalam makalah ini
adalah Bagaimanakah perubahan struktur dan mekansime reaksi indikator fenolftalein dalam
suasana basa pekat berlebih?.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui perubahan
struktur dan mekanisme reaksi yang terjadi pada fenolftalien dalam basa pekat berlebih.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam wawasan di
dalam bidang kimia yang berhubungan dengan indikator asam basa, yaitu fenolftalein. Selain
itu, tema tulisan ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan tambahan ilmu yang sangat

bermanfaat bagi calon guru untuk mengajar di sekolah sesuai dengan materi ajar yang
berhubungan dengan tema indikator asam basa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Titrasi Asam-Basa
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dengan cara
mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut dengan sejumlah volume larutan lain yang
konsentrasinya sudah diketahui (Justiana dan Muchtaridi, 2009).Volume titran ditambahkan
sampai titik ekivalen, yaitu sampai saat dimana pereaksinya tepat bereaksi. Prosedur analisis
yang melibatkan titrasi dengan larutan yang konsentrasinya telah diketahui disebut analisis
volumetri.
Titrasi asam-basa didasarkan pada persamaan reaksi yang telah pasti. Konsentrasi larutan
asam atau basa dihitung secara stoikiometri pada keadaan ekivalen asam sama dengan
ekivalen basa.

V1 dan V2 = volume larutan asam dan basa


N1 dan N2 = Normalitas larutan asam dan basa
Reaksi kimia yang terjadi pada titrasi asam-basa sebenarnya adalah reaksi antara ion
hidronium (dari asam) dengan ion hidroksida (dari basa) menghasilkan air.
H3O+(aq) + OH-(aq)
2H2O(l)

a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.

Pada titrasi asam dengan basa, pH larutan (titrat asam) bertambah mengikuti penambahan
titran (basa). Larutan titrat yang memiliki pH tertentu dalam proses titrasi asam dengan basa
dapat dibedakan dalam empat keadaan, yaitu:
pH larutan sebelum titrasi dimulai.
pH larutan sebelum titik ekivalen tercapai.
pH larutan pada saat titik ekivalen tercapai.
pH larutan setelah titik ekivalen tercapai.
Ditinjau dari titran dan titrat atau asam dan basa yang digunakan, maka titrasi asam
basa dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
Titrasi antara asam kuat dengan basa kuat.
Titrasi antara asam lemah dengan basa kuat.
Titrasi antara asam kuat dengan basa lemah.
Titrasi antara asam lemah dengan basa lemah.

2.2 Indikator Asam-Basa


Indikator adalah zat yang memberikan perubahan warna yang mencolok dalam medium asam
dan basa (Chang, 2005). Indikator asam-basa berupa asam atau basa organik lemah. Struktur
molekul indikator asam-basa mengandung gugus pembawa sifat asam atau basa dan struktur
konjugasinya yang dapat menimbulkan perubahan warna.
Perubahan warna pada indikator asam-basa disebabkan oleh berubahnya struktur konjugasi
bentuk tak terion menjadi struktur konjugasi yang lain dari bentuk ionnya. Ionisasi indikator
asam-basa dipengaruhi oleh tingkat keasamaan larutan.
W. Oswald (dalam Bassett, et al., 1994) berpendapat bahwa asam indikator yang tak
berdisosiasi (Hin) atau basa indikator yang tak-berdisosiasi (InOH) mempunyai warna yang
berbeda dari warna ionnya. Keseimbangan-keseimbangan dalam larutan air dapat ditulis
sebagai berikut.
HIn
H+ + In- atau
InOH

OH- + In+

(warna 1)
(warna 2)
Apabila indikator tersebut merupakan asam lemah, maka adanya ion H + berlebih
dalam larutan asam akan menekan ionisasi dengan adanya efek ion sekutu, sehingga
menyebabkan konsentrasi In- akan sangat kecil dan warna akan merupakan warna dari bentuk
yang tak terionisasi. Apabila dalam suasana basa, penurunan konsentrasi H + akan
mengakibatkan ionisasi indikator lebih lanjut, [In-] akan naik, dan warna dari bentuk
terionisasi menjadi nampak. begitu pula sebaliknya dengan indikator yang merupakan basa
lemah.
Warna sesungguhnya dari indikator yang bergantung pada angka banding dari
konsentrasi bentuk terionisasi dan bentuk tak terionisasi, sangat berkaitan langsung dengan
konsentrasi ion hidrogen dalam larutan.
2.3 Indikator Fenolftalein
Fenoftalein atau 3,3-bis(4-hydroxyphenyl)isobenzofuran-1(3H)-one memiliki rumus
molekul C20H14O4. Fenolftalein berupa serbuk putih-kuning yang tidak berbau. Titik leleh
fenolftalein berkisar antara 258oC sampai 262oC. Fenolftalein hampir tidak larut dalam air,
sedikit larut dalam kloroform, dan larut dalam alkohol, dietil eter, larutan alkali encer, dan
larutan panas alkali karbonat (Report On Carcinogens, 2002).
Fenolftalein termasuk indikator asam-basa golongan ftalein. Fenolftalein merupakan
senyawa yang memiliki gugus fenol, sehingga bersifat sebagai asam lemah (Sukarta, 1999).
Fenolftalein dapat dibuat melalui reaksi kondensasi, menggunakan fenol dan ftalat anhidrida.
Reaksi pembuatan fenolftalein adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Reaksi Pembuatan Fenolftalein (Petruevski dan Risteska, 2007).


Fenolftalein sebagai indikator titrasi asam-basa sangat sering digunakan, umumnya
digunakan dalam titrasi asam kuat dengan basa kuat. Dalam larutan dengan pH dibawah 8,3,
fenolftalein tidak berwarna dan dalam larutan dengan pH 10, fenolftalein berwarna
kemerahan. Di bawah pH 8,3, fenolftalein dinyatakan sebagai lakton fenol (Gambar 2.).
Struktur fenolftalein berubah dan memberikan warna merah pada pH 10 (Gambar 3.).

Gambar 2. Struktur Fenolftalein di bawah pH 8,3

Gambar 3. Struktur Fenolftalein pada pH 10


Pada pH 8 ke bawah, struktur fenolftalein dapat disingkat H 2P. Dalam rentangan pH 8
10, proton-proton asam akan diambil oleh ion OH- dari NaOH, sehingga memberikan ion
P2- yang berwarna merah muda (Hughes, 2008).
Perubahan struktur dan mekanisme reaksi dari indikator fenolftaein adalah sebagai
berikut.

Gambar 4. Perubahan Struktur Fenolftalein Dalam Suasana Basa

Gambar 5. Mekanisme Perubahan Struktur Fenolftalein Dalam Suasana Basa

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perubahan Struktur dan Mekanisme Reaksi Fenolftalein Dalam Basa Pekat Berlebih
Fenolftalein merupakan salah satu dari beberapa indikator yang umum digunakan
untuk menentukan titik akhir titrasi asam-basa. Pada umumnya, fenolftalein digunakan dalam
titrasi asam kuat dengan basa kuat. Dalam larutan dengan pH dibawah 8,3, fenolftalein tidak
berwarna dan dalam larutan dengan pH 10, fenolftalein berwarna kemerahan.
Pada percobaan yang dilakukan oleh Petruevski dan Risteska (2007), menunjukkan
bahwa warna yang diberikan oleh fenolftalein semakin pudar dalam konsentrasi basa yang
semakin pekat. Perubahan warna yang terjadi dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 6. Warna Fenolftalein dalam Larutan NaOH 4 mol/L (kiri), 2 mol/L (tengah) dan 1
mol/L (kanan)
sumber : Petruevski dan Risteska (2007)
Secara teoritis pH larutan NaOH 1 M, 2 M dan 4 M dapat ditentukan berdasarkan
perhitungan sebagai berikut.
pH larutan NaOH 1 M adalah:
NaOH (aq)
Na+ + OHDengan koefisien reaksi yang sama, maka konsentrasi NaOH sama dengan
konsentrasi OH- .
[NaOH] = [OH-]
[OH-] = 1 M
pOH
= -log OHpOH = -log 1
=0
pH
= 14 pOH
= 14 0
= 14
Hasil perhitungan pH larutan NaOH 2 M dan 4 M secara teoritis dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 1. pH larutan NaOH 1M, 2M dan 4M


Konsentrasi NaOH
1M
2M
4M

pH
14
14,3
14,6

Dalam kondisi yang sangat basa dengan pH 14 indikator fenolftalein kembali


menjadi tidak berwarna. Hal ini terjadi karena perubahan strukturnya menjadi karbinol
(Petruevski dan Risteska, 2007).
Perubahan struktur yang terjadi pada fenolftalein khas bagi semua indikator golongan
ftalein. Terbentuknya struktur karbinol mengakibatkan terbentuknya struktur kuinoid dan
resonansi. Perubahan struktur fenolftalein dalam penambahan basa berlebih dapat dilihat
pada gambar 7.

Gambar 7. Pembentukan Karbinol oleh Fenolftalein Dalam Suasana Basa Berlebih


(Bassett, et al., 1994)
Dengan adanya larutan alkali encer, cincin lakton pada struktur (I) terbuka dengan
menghasilkan struktur (II), dan struktur trifenilkarbinol (II) akan kehilangan air dengan
menghasilkan ion beresonansi (III) yang memberikan warna merah. Dengan adanya
penambahan basa alkali alkoholik pekat yang berlebih, warna merah yang semula dihasilkan
menghilang karena terbentuknya struktur (IV) (Bassett, et al., 1994).
Pernyataan ini juga didukung oleh Harman (dalam Sukarta, 1999), yang menyatakan
bahwa bentuk (I) dan (II) tidak menimbulkan warna, sedangkan bentuk (III) memberikan
warna merah yang disebabkan oleh struktur konjugasi kuinoid. Dalam suasana sangat basa
(IV), struktur konjugasi kuinoid berubah membentuk benzoid (suatu trianion), sehingga
fenolftalein menjadi tidak berwarna.
Selain dua pernyataan di atas, perubahan warna fenolftalein ini juga disebabkan oleh
perubahan jumlah ikatan rangkap terkonjugasi. Bentuk (I) merupakan C sp 3 yang berada
bentuk tetrahedral. Bentuk ini tidak memungkinkan adanya pergeseran ikatan rangkap
terkonjugasi dari satu cincin ke cincin yang lainnya. Hal ini menyebabkan elektron phi ()
memerlukan energi yang lebih besar untuk tereksitasi dan bentuk (I) ini menjadi tidak
berwarna. Bentuk (III) merupakan C sp2 yang berada dalam bidang datar, sehingga
menambah ikatan rangkap terkonjugasi yang dimiliki oleh fenolftalein. Dengan
bertambahnya ikatan rangkap terkonjugasi, maka akan menambah panjang gelombang dan
energi yang dibutuhkan elektron phi () untuk tereksitasi menjadi lebih rendah. Hal inilah
yang menyebabkan bentuk (III) tersebut berwarna merah. Dengan penambahan basa yang
berlebih menyebabkan bentuk (III) menjadi bentuk (IV). Bentuk (IV) merupakan C sp 3 yang
berada bentuk tetrahedral, sehingga kembali menjadi tidak berwarna.
3.2 Derajat Keasaman (pH) Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat Dalam Basa Pekat Berlebih
Dalam melakukan titrasi asam basa, dapat dihitung pH larutan sebelum titrasi, saat
penambahan titrat sebelum mencapai titik ekivalen, pada saat titik ekivalen dan penambahan
titrat berlebih (setelah titik ekivalen). Misalkan titrasi HCl 1 M dengan volume 10 mL
sebagai titran dan NaOH 1 M, 2 M dan 3 M sebagai titrat dapat dihitung pH larutan selama
titrasi sebagai berikut.

Sebelum penambahan NaOH 1 M


Sebelum penambahan, maka pH larutan adalah pH HCl 1 M
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 0 mmol
10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 0 mmol
0 mmol
0 mmol
0 mmol
Sisa
: 0 mmol
10 mmol
0 mmol
0 mmol
Yang bersisa adalah 10 mmol HCl, 0 mmol NaCl dan 0 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 10 mmol / 10 ml
=1M

pH = -log [H+]
pH = - log 1
=0
Penambahan sebelum titik ekivalen
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 2 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 2 mmol
10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 2 mmol
2 mmol
2 mmol
2 mmol
Sisa
: 0 mmol
8 mmol
2 mmol
2 mmol
Yang bersisa adalah 8 mmol HCl, 2 mmol NaCl dan 2 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 8 mmol / 10 ml
= 0,8 M
pH = -log [H+]
pH = - log 0,8
= 0,09
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 4 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 4 mmol
10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 4 mmol
4 mmol
4 mmol
4 mmol
Sisa
: 0 mmol
6 mmol
4 mmol
4 mmol
Yang bersisa adalah 6 mmol HCl, 4 mmol NaCl dan 4 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 6 mmol / 10 ml
= 0,6 M
pH = -log [H+]
pH = - log 0,6
= 0,22

Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 6 mL


NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 6 mmol
10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 6 mmol
6 mmol
6 mmol
6 mmol
Sisa
: 0 mmol
4 mmol
6 mmol
6 mmol
Yang bersisa adalah 4 mmol HCl, 6 mmol NaCl dan 6 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 4 mmol / 10 ml
= 0,4 M
pH = -log [H+]

pH = - log 0,4
= 0,39
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 8 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)

Mula mula: 8 mmol


10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 8 mmol
8 mmol
8 mmol
8 mmol
Sisa
: 0 mmol
2 mmol
8 mmol
8 mmol
Yang bersisa adalah 2 mmol HCl, 8 mmol NaCl dan 8 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 2 mmol / 10 ml
= 0,2 M
pH = -log [H+]
pH = - log 0,2
= 0,69
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 10 mL (titik ekivalen)
Pada titik akhir titrasi, ekivalen asam sama dengan ekivalen basa
VNaOH x NNaOH = VHCl x NHCl
10 mL x 1 N = 10 mL x 1 N
10 mmol
= 10 mmol
Karena ekivalen asam sama dengan ekivalen basa, maka :
[H+] = [OH-]
pH = pOH
pH + pOH = 14
2 pH = 14
pH = 7
Penambaan saat melewati titik ekivalen
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 10,05 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 10,05 mmol 10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 10 mmol 10 mmol
10 mmol
10 mmol
Sisa
: 0,05 mmol
0 mmol
10 mmol
10 mmol
Yang bersisa adalah 0,05 mmol NaOH, 10 mmol NaCl dan 10 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH
larutan adalah:
[OH-] = 0,05 mmol / 10,05 ml
= 0,005 M
pOH = -log [OH-]
pOH = - log 0,005
= 2,30
pH = 14 pOH
= 14 2,30
= 11,7

Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 12 mL


NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 12 mmol 10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 10 mmol 10 mmol
10 mmol
10 mmol
Sisa
: 2 mmol
0 mmol
10 mmol
10 mmol
Yang bersisa adalah 2 mmol NaOH, 10 mmol NaCl dan 10 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH
larutan adalah:
[OH-] = 2 mmol / 12 ml
= 0,17 M
pOH = -log [OH-]
pOH = - log 0,17
= 0,78
pH = 14 pOH
= 14 0,78
= 13,22
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 14 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 14 mmol 10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 10 mmol 10 mmol
10 mmol
10 mmol
Sisa
: 4 mmol
0 mmol
10 mmol
10 mmol
Yang bersisa adalah 4 mmol NaOH, 10 mmol NaCl dan 10 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH
larutan adalah:
[OH-] = 4 mmol / 14 ml
= 0,28 M
pOH = -log [OH-]
pOH = - log 0,28
= 0,54
pH = 14 pOH
= 14 0,54
= 13,46
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 16 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 16 mmol 10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 10 mmol 10 mmol
10 mmol
10 mmol
Sisa
: 6 mmol
0 mmol
10 mmol
10 mmol
Yang bersisa adalah 6 mmol NaOH, 10 mmol NaCl dan 10 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH
larutan adalah:
[OH-] = 6 mmol / 16 ml
= 0,38 M
pOH = -log [OH-]

pH

pOH = - log 0,38


= 0,43
= 14 pOH
= 14 0,43
= 13,57

Hasil perhitungan pH larutan dengan titrat NaOH 2 M dan 4 M secara teoritis dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. pH Larutan Titrasi HCl 10 mL 1 M dengan NaOH 1M, 2M dan 4M
Volume NaOH pH
Volume NaOH pH
Volume NaOH 4
1 M (mL)
2 M (mL)
M (mL)
Sebelum Penambahan NaOH
0
0
0
0
0
Penambahan NaOH Sebelum Mencapai Titik Ekivalen
2
0,09 1
0,09 0,5
4
0,22 2
0,22 1
6
0,39 3
0,39 1,5
8
0,69 4
0,69 2
Penambahan NaOH Saat Titik Ekivalen
10
7
5
7
2,5
Penambahan NaOH Melewati Titik Ekivalen
10,05
11,7 5,05
11,9 2,55
12
13,22 7
13,75 3
14
13,46 9
13,95 3,5
16
13,57 12
14,07 4

pH

0
0,09
0,22
0,39
0,69
7
12,29
13,82
14,06
14,17

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pH larutan tidak mencapai taryek pH
dari indikator fenolftalein. Penambahan satu tetes NaOH sudah menyebabkan larutan
memiliki pH > 10,0. Sehingga dalam titrasi asam kuat dan basa kuat tidak cocok
menggunakan indikator fenolftalein, jika konsentrasi basa (titrat) yang digunakan cukup
pekat. Tolak ukur larutan bersifat pekat adalah secara perhitungan derajat keasaman (pH)
larutan tidak berada dalam rentangan pH 1 14 (Syukri 1999).
Pada percobaan yang dilakukan oleh Petruevski dan Risteska (2007), memperoleh
hasil bahwa warna yang diberikan oleh fenolftalein semakin pudar dalam konsentrasi basa
yang semakin pekat (pH > 14). Jika dihubngkan dengan hasil perhitungan secara teoritis
seperti tertera pada tabel 2, maka dapat diamati bahwa dengan penambahan titrat atau basa
pekat dengan konsentrasi 2 M dan 4 M berlebih, pH larutan dapat melebihi 14 (batas
maksimum pH basa). Sehingga dapat disimpulkan bahawa larutan yang awalnya berwarna
merah akan kembali berubah menjadi bening tak berwarna saat mencapai pH > 14.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Fenolftalein berwarna merah dalam kondisi basa akibat struktur ion resonansinya.
Fenolftalein kembali menjadi tidak berwarna dalam penambahan basa pekat yang berlebih
karena perubahan strukturnya menjadi karbinol. Perubahan struktur fenolftalein dapat
dijelaskan sebagai berikut. Pada pH < 8,3 adanya larutan alkali encer, menyebabkan cincin
lakton pada struktur fenilftalein terbuka dengan menghasilkan struktur trifenilkarbinol, dan
struktur trifenilkarbinol akan kehilangan air dengan menghasilkan ion beresonansi (struktur
resonansi) yang memberikan warna merah. Dengan adanya penambahan basa alkali alkoholik
pekat yang berlebih, maka atom C sp2 yang mengikat tiga gugus fenil akan diserang oleh
OH- yang menyebabkan pemutusan ikatan rangkap konjugasi dan membentuk atom C sp3
dengan struktur karbinol.
4.2 Saran
Perubahan struktur fenolftalein menjadi karbinol tidak terjadi pada pH kurang dari 14.
Untuk megurangi kemungkinan pembentukan karbinol, maka dalam melakukan titrasi asam
basa dengan indikator fenolftalein disarankan untuk menggunakan konsentrasi basa yang
tidak terlalu pekat (pH 1-14).

DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J., Denney, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa A. Hadnyana P. Dan L. Setiono. Vogels Textbook of
Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis, Fourth Edition.
1991. Jakarta: EGC.
Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Alih Bahasa Departemen Kimia
ITB. General Chemistry: The Essential Concepts Third Edition. 2003. Jakarta: Erlangga.
Hughes,
A.
A.
2008. Phenolphthalein-NaOH
Kinetics.
Tersedia
pada http://faculty.ccri.edu/aahughes/GenChemII/Lab
%20Experiments/Phenolphthalein_NaOH_Kinetics.pdf. Diakses pada tanggal 14 April
2011.
Justiana, Sandri dan Muchtaridi. 2009. Kimia 2. Jakarta: Yudhistira
Petruevski, Vladimir M. dan Risteska, Keti. 2007. Behaviour of Phenolphthalein in Strongly Basic
Media.
Chemistry,
Vol.
16,
Iss.
4
(2007).
Tersedia
pada (http://khimiya.org/pdfs/KHIMIYA_16_4_PETRUSEVSKI.pdf).Diakses pada tanggal
5 April 2011.
Report On Carcinogens. 2002. Phenolphthalein CAS No. 77-09-8. Report On Carcinogens, Eleventh
Edition. Tersedia pada (http://ntp.niehs.nih.gov/ntp/roc/eleventh/profiles/s145phen.pdf).
Diakses pada tanggal 5 April 2011.
Sukarta, I Nyoman. 1999. Penggunaan Ekstrak Bunga Angsoka Merah (Ixora gandiflora) sebagai
Indikator Alternatif dalam Titrasi Asam-Basa. Skripsi (tidak diterbitkan). Program Studi
Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan MIPA, STKIP Singaraja.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung :ITB

Diposkan 5th October 2012 oleh triana putra


0

Tambahkan komentar

Memuat
Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.

^^^AwIn pOenYa^^^
SELASA, 19 MARET 2013

PEMISAHAN IOD DENGAN METODE EKSTRAKSI PELARUT DENGAN


MENGGUNAKAN CORONG PISAH
LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR-DASAR PEMISAHAN ANALITIK


PERCOBAAN I
(PEMISAHAN IOD DENGAN METODE EKSTRAKSI PELARUT DENGAN
MENGGUNAKAN CORONG PISAH)

OLEH
AWIN J RAHIM
441 410 055

KIMIA A

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGRI GORONYTALO
2012
LAPORAN PRAKTIKUM
(DASAR-DASAR PEMISAHAN ANALITIK)
PERCOBAAN I
A.JUDUL :Pemisahan Iod dengan Metode Ekstraksi Pelarut dengan menggunakan Corong
Pisah
B.TUJUAN :Metode pemisahan komponen dari suatu campuran dengan menggunakan suatu
pelarut dimana zat terlarut (solute) atau bahan yang dipisahkan terdistribusi diantara
kedua lapisan ( organic dan air) berdasarkan kelarutan relatifnya )
C.DASAR TEORI
Pengertian
Ekstraksi pelarut adalah metode pemisahan komponen dalam suatu campuran
yang didasarkan pada distribusi komponen tersebut dalam 2 pelarut yang tidak
saling bercampur sehingga akan terbentuk kesetimbangan dua fasa
(Nernst).Adapun pengertiannya yang lain adalah Teknik pemisahan dimana larutan
konstituen dalam air (umumnya),dibiarkan berhubungan dengan pelarut lain
(umumnya pelarut organik) dengan syarat bahwa pelarut kedua ini tdak bercampur
dengan pelarut yang pertama.
Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan
yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat
dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Ekstraksi adalah jenis
pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan.Proses
ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan pelarut kemudian terjadi
kontak antara bahan dan pelarut sehingga pada bidang datar antarmuka bahan
ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan massa dengan cara difusi.
Prinsip Dasar

Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan
tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur , seperti benzen, karbon
tetraklorida atau kloroform. Batasan nya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada
jumlah yang berbada dalam kedua fase pelarut.
Prinsip dasar lain dari ekstraksi pelarut adalah pemisahan secara komponen dari
zat terlarut di dalam dua campuran pelarut yang tidak saling bercampur. Biasanya
digunakan dalam kimia organik dan lain - lain.
Jika zat terlarut antara dua cairan tidak saling larut, ada suatu hubungan yang tepat
antara konsentrasi zat terlarut dalam kedua fasa terlarut pada keadaan
kesetimbangan. Zat tersebut akan terdistribusikan atau terbagi dalam kedua pelarut
tersebut berdasarkan koefisien distribusi.
Pembanding distribusi
Pembanding Distribusi adalah Perbandingan antara konsentrasi organik dan
konsentrasi air.Dengan rumus sebagai berikut:

Dimana [CHA] menggambarkan konsentrasi analitik HA baik dalam larutan air


maupun pelarut organik.Perlu diketahui bahwa dalam air:
Sedangkan dalam pelarut organik,HA tidak mengalami penguraian berarti sehingga:
Berdasarkan penjelasan ini dapat dituliskan:
(1)

Dimana [A] adalah hasil penguraian HA dalam air,yang dapat diganti dengan:
(2)

Sehingga rumus D diatas disusun ulang menjadi:

Persamaan terakhir ini dapat dipakai untuk menghitung pembanding distribusi dan
kuantitas HA terekstraksi dari larutan air dengan harga PH berbeda-beda.
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut terdistribusi
antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur yang
konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan

antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak tergantung pada
spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah
dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Svehla, 1990).
Hukum ini dalam bentuk yang sederhana, tidak berlaku bila spesi yang
didistribusikan itu mengalami disosiasi atau asosiasi dalam salah satu fasa tersebut.
Pada penerapan praktis ekstraksi pelarut ini, terutama kalau kita perhatikan fraksi
zat terlarut total dalam fasa yang satu atau yang lainnya, tidak peduli bagaimanapun
cara-cara disosiasi, asosiasi atau interaksinya dengan spesi-spesi lain yang terlarut.
Untuk memudahkan, diperkenalkan istilah angka banding distribusi D (atau koefisien
ekstraksi E).
Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara
panas.Jenis-jenis
ekstraksi
tersebut
sebagai
berikut:CaraDingin
Maserasi, adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan
pada suhu kamar.Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metoda
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetic berarti dilakuakn
pengadukan kontinyu. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan
pelarutsetelah dilakukan ekstraksi maserat pertama dan seterusnya.Perkolasi,
adalah ekstraksi pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya pada
suhu ruang. Prosesnya didahului dengan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak) secara terus menerus
samapai diperoleh ekstrak perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

D.ALAT DAN BAHAN


a. Alat
Corong pisah

Gelas ukur

Timbangan Analitik

Gelas kimia

Kaca arloji

Statif dan klem

Pengaduk

b. Bahan
Iod
Sifat kimia dari Iod adalah baunya menyengat,menguap pada suhu kamar,mudah
larut dalam kloroform,dan sedikit larut dalam air
Aquadest
Sifat kimia dari Aquades adalah polar
CHCL3
Sifat kimia dari CHCL3 adalah nonpolar dan mudah menguap

E.PROSEDUR KERJA

Menimbang dengan saksama dalam timbangan analitik


Memasukan dalam erlemeyer dan menambahkan 30 mL air kemudian
memasukan kedalam corong pisah
Menambahkan 30 mL CHCL3 dengan corong pisah
Mengocok secara saksama campuran selama 5 menit dengan sekali-kali
membuka sumbat dan mendiamkan beberapa menit sehingga terbentuk 2 laoisan
Memisahkan lapisan bawah dengan lapisan atas,dan mengamati

Terbentuk dua lapisan,lapisan


bawah CHCL3 dan lapisan atas
Air
Menghitung konsentrasi Iod pada air pada penyaringan 1x dan 2x penyaringan

F.HASIL PENGAMATAN
Dari prosedur yang ada,setelah diamati larutan tersebut terbentuk dua lapisan,yaitu
lapisan bawah adalah CHCL3 (Ungu),dan lapisan atas adalah Air (keruh).Karena massa
jenis CHCL3 (1,48 kg) lebih besar dari massa jenis Air (1 kg).Kemudian dipisahkan kedua
lapisan itu.Untuk ekstraksi yang kedua ditambahkan CHCL 3 sebanyak 15 mL.setelah
dikocok beberapa menit dan didiamkan terbentuk lagi dua lapisan.

PERHITUNGAN
Dik : Vair=30 mL=0,03 L
I2 =0,005 gram
Mol I2 =

=
=

dan

= 0.0007 M x 0.08196
= 5.7 x 10-6 M

G.PEMBAHASAN

Ekstraksi atau penyarian merupakan proses pemisahan dimana suatu


zat terbagi dalam dua pelarut yang tidak bercampur. Selain itu ekstraksi
juga merupakan suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
dengan bantuan pelarut.Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak
substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.Pelarut yang
baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya melarutkan
yang tinggi terhadap zat yang diekstraksi.
Daya melarutkan yang tinggi ini berhubungan dengan kepolaran pelarut
dan kepolaran senyawa yang diekstraksi. Terdapat kecenderungan kuat
bagi senyawa polar larut dalam pelarut polar dan sebaliknya senyawa non
polar larut dalam pelarut non polar atau yang lebih dikenal dengan like
dissolves like.Berdasarkan hukum Nerst, jika suatu larutan (dalam air)
mengandung zat organik A dibiarkan bersentuhan dengan pelarut organik
yang tidak bercampur dengan air, maka zat A akan terdistribusi baik ke
dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik). Dimana
pada saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A
di dalam kedua fasa itu dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien
distribusi (partisi) dengan perbadingan konsentrasi zat terlarut A di dalam
kedua fasa organik-air tersebut adalah pada temperatur tetap.
Dalam percobaan ini yang pertamakali dilakukan adalah menyiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan yaitu:Alat:Corong pisah,gelas
kimia,gelas ukur,kaca arloji,pengaduk,statif dan klem dan neraca
analitik.Bahan:Iod,CHCL3 dan Aquades.Setelah menyiapkan alat dan
bahan,yang dilakukan adalah memmbaca prosedur dan mulai melakukan
percobaan.Dibawah ini ada beberapa hal yang akan dilakukan yaitu:
Pertama-tama menimbang 5 mg atau 0,005 gram iod dengan seksama
dalam neraca analitik,kemudian memasukan kedalam erlemeyer lalu
menambahkan 30 mL Air memasukan kedalam corong pisah.Setelah itu
menambahkan 30 mL CHCL3 dalam corong pisah,Kemudian mengocok
dengan seksama canmpuran selama 5 menit dengan sekali-kali membuka
sumbat,setelah itu didiamkan selama beberapa menit sehingga terbentuk
dua lapisan yaitu lapisan bawah CHCL 3 (ungu) dan lapisan atas adalah Air
(keruh).Kemudian dipisahkan kedua lapisan tersebut,yang dihasilkan
CHCL3 berwarna ungu dan air menjadi keruh.
Untuk ekstraksi yang kedua CHCL3 yang ditambahkan sebanyak 15
mL.Langkah-langkah yang dilakukan sama dengan langkah ekstraksi
yang pertama.setelah diamati terbentuk dua lapisan yaitu lapisan bawah
CHCL3dan lapisan atas adalah Air.

H.KESIMPULAN
Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang
paling baik
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran
berdasarkan proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak saling
bercampur.
Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap, ekstraksi
kontinyu, dan ekstraksi counter current.
Proses ekstraksi pelarut berlangsung tiga tahap , yaitu:
Pembentukan Kompleks tidak bermuatan yang merupakan golongan ekstraksi.
Distribusi dari kompleks yang terektraksi
Interaksinya yang mngkin dalam fase organik
Kemungkinan kesalahan
Kesalahan dalam menimbang bahan yang akan digunakan
Kesalahan dalam menggunakan alat

Gorontalo,12 april 2012


praktikan

Awin j rahim
(441 410 055)
DAFTAR PUSTAKA
Teaching team. 2012. Dasar-dasar pemisahan analitik bagi mahasiswa. Gorontalo : UNG
Lukum Astin. 2006.bahan ajardasar-dasar pemisahan analitik. Gorontalo : UNG
http://rohyami.staff.uii.ac.id/2012/04/10/ekstraksi-pelarut/
Diunduh Selasa,10/04/2012
http://bersamafebri.blogspot.com/2009/04/ekstraksi-pelarut.html
Diunduh Selasa,10/04/2012
http://tekimku.blogspot.com/2011/07/ekstraksi-pelarut.html
Diunduh Selasa,10/04/2012
http://toothman.posterous.com/ekstraksi
Diunduh Selasa,10/04/2012

Diposkan oleh Awhien Rahim di 03.50


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar

Posting Lebih BaruBeranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)
ARSIP BLOG

2013 (2)
Maret (2)

PEMISAHAN DAN PENENTUAN KADAR ASAM LEMAK DARI SABU...

PEMISAHAN IOD DENGAN METODE EKSTRAKSI PELARUT DENG...


MENGENAI SAYA

Awhien Rahim
Lihat profil lengkapku
Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai