1.
2.
3.
4.
BAB II
ISI
Mata kuliah dasar reaksi anorganik mencakup prinsip dasar reaksi anorganik dalam
pelarut air dan non air. Untuk mempelajari prinsip dasar reaksi anorganik perlu memahami
dahulu konsep energi ikatan, struktur molekul, thermokimia, energi ikat, konsep entalpi,
entropi, energi bebas pada kespontanan reaksi, dan pelarutan zat serta peranan medium dalam
reaksi kimia. Reaksi anorganik dalam pelarut air mencakup reaksi reduksi oksidasi dan reaksi
asam basa. Sedangkan reaksi anorganik dalam medium non air meliputi klasifikasi pelarut,
reaksi dalam medium amoniak, reaksi dalam medium asetonitril, reaksi dalam medium HF,
dan reaksi dalam medium lelehan garam.
Suatu senyawa dapat stabil dalam keadaan gas tetapi tidak stabil dalam keadaan cair.
Suatu senyawa yang bertindak sebagai asam pada pelarut tertentu akan dapat berlaku
sebaliknya pada pelarut lainnya. Sifat-sifat pelarut non air meliputi konstanta dielektrik,
autoionisasi, tendensi asam basa, kompleksasi, dan tendensi oksidasi-reduksi.
2.1.
Pelarut
Pelarut memiliki bentuk cair pada suhu kamar, dan diharapkan memiliki toksisitas
rendah. Pelarut memiliki kemampuan khusus yang berkaitan dengan disosiasi, sifat keasaman
dan kebasaan, tetapan dielektrik. Pelarut secara garis besar dibedakan atas 2 jenis, yaitu
pelarut air dan pelarut non air. Pelarut-pelarut ini dapat diklasifikasikan ke dalam 4
klasifikasi.
2.2.
Klasifikasi Pelarut
Pelarut dapat dibedakan dalam 5 parameter yaitu :
1. Konstanta dielektrikum, /0.
2. Kemampuan pelarut untuk autoionisasi.
3. Sifat keasaman dan kebasaan.
4. Kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi.
5. Kemampuan pelarut untuk mengalami redoks.
Konstanta dielektrikum berkaitan dengan sifat kepolaran pelarut itu sendiri. Pelarut
yang mempunyai konstanta dielektrikum yang besar akan lebih melarutkan senyawa polar,
sebaliknya pelarut dengan konstanta dielektrikum yang kecil akan kurang dapat melarutkan
senyawa yang polar. Pelarut yang memiliki kemampuan untuk autoionisasi antara lain adalan
H2O, HF dan PBr5. Sebagai contoh autoionisasi HF adalah :
2 HF
H2F+ +
HF2
H2F+ disebut sebagai asam konjugat dari HF sedangkan HF2- disebut sebagai basa konjugat
dari HF.
Pelarut protik dapat terprotonasi atau terdeprotonasi. Protonasi dan deprotonasi
tergantung dari sifat keasaman dan kebasaan solut dan solven yang digunakan. Solut ataupun
solven yang kurang asam akan berperan sebagai basa. Sebagai contoh asam klorit, HOClO
akan berperan sebagai asam bronsted kuat dalam pelarut basa, sebagai asam lemah pada
pelarut air sedangkan pada pelarut H2SO4 berperan sebagai basa. Kekuatan suatu pelarut
untuk berperan sebagai asam atau sebagai basa diukur dengan harga DN dan AN. Suatu
pelarut yang memiliki harga DN besar sedangkan harga AN kecil menandakan pelarut lebih
berperan sebagai pelarut basa.
Kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi terdapat pada pelarut amoniak
dan asetonitril. Sebagai contoh: AgCl larut dalam amoniak tetapi tidak larut dalam air karena
pembentukan kompleks antara Ag+ dengan NH3. Sedangkan AgNO3 larut dalam asetonitril
karena pembentukan kompleks antara Ag+ dengan asetonotril, MeCN.
Dibandingkan dengan H2O, HF adalah pelarut yang sulit mengalami redoks. H 2O
dapat mengalami reduksi dan oksidasi yang pada suatu saat memperlancar proses pelarutan.
Contoh pelarutan dengan melalui proses redoks adalah pelarutan XeF2 dalam H2O.
XeF2 + 2H2O
2Xe + O2 + 4 H+
PELARUT
DN
Asam asetat
AN
HARNESS/SOFTNESS
52,9
6,2
Hard
Aseton
17
12,5
20,7
Hard
Benzene
0,7
8,2
2,3
Hard
8,6
2,2
Hard
CCl4
Dietileter
19,2
3,9
4,3
Hard
DMSO
29,8
19,3
45
Soft
Etanol
19,0
37,1
24,3
Hard
Piridin
33,1
14,2
12,3
Sedang
Tetrahidrofuran
20,0
8,0
7,3
Sedang
Air
18
54,8
81,7
Hard
Keterangan :
DN = Donor Number
AN = Aseptor Number
= Konstanta Dielektrum
2.3.
1.
2.
3.
b.p.
rentang fase cair
Sifat yang sangat menonjol dari HF adalah ikatan hidrogen yang sangat kuat
sehingga sebenarnya HF selalu dalam keadaan dimer. HF sebagai pelarut ada sebagai
asam konjugat atau basa konjugat, tergantung pada keasaman atau kebasaan solut. Jika
solut lebih bersifat asam dibandingkan HF maka pelarut ada sebagai asam konjugat,
sebaliknya jika solut lebih basa maka pelarut ada sebagai basa konjugat. HF memiliki
sifat sulit teroksidasi maupun tereduksi sehingga spesies-spesies yang pada pelarut air
maupun amoniak tereduksi ataupun teroksidasi maka pada pelarut HF lebih stabil.
Penstabilam spesies MnO4- dapat dilakukan dengan pelarut HF:
MnO4- + 5 HF
MnO3F + H3O+
+ 2HF2-
SiO2 + 8HF
H2O
CH3CN
pKb
4,7
16,5
Kb
-4,7
10
10-16,5
Pada pelarut air NH3 lebih basa dibandingkan pada pelarut asetonitril.
Reaksi dalam media lelehan logam
Ada beberapa alasan mengapa lelehan garam merupakan media yang berguna untuk
suatu reaksi yaitu:
1. Lelehan garam dapat melarutkan solut yang bersifat ionik, polar, non polar dan ikatan logam.
2. Fase cair dari pelarut ada pada daerah temperatur yang lebar.
3. Banyak reaksi dapat dilakukan dengan media lelehan garam seperti: raksi asam basa, reaksi
oksidasi reduksi, rekasi kompleksasi, dan reaksi substitusi.
Beberapa lelehan garam yang sering digunakan adalah:
NaCl(l)
Na+(l) + Cl-(l)
Pelarut ionik
Konduktivitas: 8000 -1 cm-1
AsCl3(l)
AsCl2+ (l)
+ AsCl4- (l)
Pelarut kovalen
Konduktivitas: 10-3 -1 cm-1
Pelarut lelehan garam biasanya digunakan pada reaksi dengan temperatur tinggi.
2.4.
Amonia (NH3)
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa
ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun
amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri
adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan dan
Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan
amonia dalam gas
Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paruparu dan bahkan kematian. Sekalipun amonia di AS diatur sebagai gas tak mudah
terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup,
dan
pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus disertai
surat izin.
Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini
menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu
-33 C, cairan amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat
rendah. Walaupun begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani
dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap. "Amonia rumah" atau amonium
hidroksida adalah larutan NH3 dalam air. Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam
satuan baum. Produk larutan komersial amonia berkonsentrasi tinggi biasanya
memiliki konsentrasi 26 derajat
C). Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5 hingga 10 persen
berat amonia. Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75), namun dapat juga
bertindak
UMUM
Nama Sistematis
Amonia
Nama Lain
Hidrogen nitride
Spiritus Hartshorn
Nitrosil
Vaporol
Rumus Molekul
NH3
Massa Molar
17.0306 g/mol
Penampilan
SIFAT-SIFAT
Massa Jenis dan Fase
Titik Lebur
-77.73 C (195.42 K)
Temperatur
651 C
Titik Didih
-33.34 C (239.81 K)
Keasaman (pka)
9.25
Kebasaan (pkb)
4.75
STRUKTUR
Bentuk Molekul
Piramida segitiga
Momen Dipol
1.42 D
Sudut Ikatan
107.5
Amonia, NH3, adalah gas beracun dan tak bewarna (mp -77.7o C dan bp -33.4o C)
dengan bau mengiritasi yang khas. Walaupun gas ini digunakan dalam banyak kasus
sebagai larutan amonia dalam air, yakni dengan dilarutkan dalam air, amonia cair juga
digunakan sebagai pelarut non-air untuk reaksi khusus. Sejak dikembangkannya proses
Harber-Bosch untuk sintesis amonia di tahun 1913, amonia telah menjadi senyawa yang
paling penting dalam industri kimia dan digunakan sebagai bahan baku banyak senyawa
yang mengandung nitrogen. Amonia juga digunakan sebagai refrigeran (di lemari
pendingin).
Amonia merupakan suatu pembelajaran yang lebih mendalam dibandingkan
pelarut non-aqueous lainnya. Sifat fisika amonia menyerupai air kecuali konstanta
dielektriknya yang lebih kecil. Konstanta dielektrik yang lebih rendah mengakibatkan
turunnya kemampuan secara umum untuk melarutkan senyawa ion, terutama
mengandung ion yang tinggi (misalnya karbonat, sulfat, dan pospat yang dapat larut).
Dalam beberapa pelarut, daya larut nya lebih tinggi daripada konstanta dielektrik basa
dan di dalam beberapa kasus konstanta dielektrik ini dapat menstabilkan interaksi
antara daya larut dan amonia yang merupakan 1 jenis interaksi antara ion logam seperti
Ni2+, Cu2+, dan Zn2+ serta molekul amonia yang bertindak sebagai ligan.
Dalam ringkasan, ilmu kimia larutan amonia mirip dengan larutan air. Perbedaan
yang prinsip adalah bertambahnya kebasaan amonia dan dalam mereduksi konstanta
dielektrik. Hal ini tidak hanya mengurangi daya larut pada bahan ion, tetapi juga
menaikkan pembentukan sepasang ion dan sekelompok ion.
Reaksi larutan ammonia
Selain air, amonia juga sebagai pelarut yang digunakan untuk reaksi kimia, dipastikan
bahwa pengklasifikasi pada reaksi yang menggunakan pelarut amonia memiliki kemiripan
dengan air. Ada beberapa reaksi yang dapat dilakukan dengan menggunakan amonia, yaitu :
Reaksi asam dan basa.
NH3 +
NH
2.5.
10-3
ohm-1 cm-1 pada 250C. Permitivitas relatif sekitar 107. Proses ionisasi terjadi
sesuai dengan persamaan sebagai berikut :
2BrF3
BrF2+ + BrF4Dari proses ionisasi tersebut, produk yang dihasilkan berupa BrF 2+ yang bertindak
sebagai asam dan BrF4- sebagai basa. Walaupun tidak seperti air, banyak garam fluorida
mudah larut dalam larutan bromin trifluorida dan akan bereaksi membentuk basa konjugasi
(solvobase). Jadi, di dalam BrF3, suatu basa adalah garam yang menyediakan ion F -, yaitu
seperti kalium
fluorida (KF) yang bertindak sebagai basa dalam larutan BrF 3, dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
KF + BrF3 KBrF4 (basa konjugasi)
Selain itu, logam alkali barium dan perak (I) flourida merupakan kombinasi pelarut
untuk membentuk polihalida yang terdiri dari ion planar BrF 4- seperti KBrF4, Ba[BrF4]2,
AgBrF4. Antimonium (V), Tin (IV), dan emas (III) fluorida juga berkombinasi dengan BrF 3,
hasil dari antimonium
pentafluorida ditunjukkan menjadi (BrF2)+[SbF6]-, dengan kation
dan anion oktahedral yang teratur dan dengan persamaan senyawa yang dibentuk dari halida
lain yang dirumuskan (BrF2+)2 [SnF6]2- dan (BrF2+) [AuF4]-. Pengukuran konduktifitas larutan
yang terdiri dari (BrF2)[SbF6] dan AgBrF4 atau (BrF2)2[SnF6] dan KBrF4 yang menunjukkan
nilai minimum pada reaksi 1:1 dan 1:2. Dari perbandingan molar tersebut dengan demikian
dapat mendukung rumus reaksi netralisasi sebagai berikut :
(BrF2)+[SbF6]- + Ag+BrF4Ag+[SbF6]- +2BrF3
(BrF2)2+[SnF6]2- + 2K+BrF4-
K2+[SnF6]2- + 4BrF3
2.6.
Logam yang kurang reaktif dapat bereaksi cepat jika nitrosil klorida, nitrat
tetraetilamonium, atau molekul donor organik seperti asetonitril atau kehadiran etil asetat.
Nitrosyl klorida dapat dianggap sebagai asam yang
sangat lemah dalam N2O4 cair
yang didasarkan oleh Tetraetilamonium nitrat pada logam seperti seng dan aluminium yang
muncul dari pembentukan kompleks nitrat dengan reaksi sebagai berikut :
Zn + 2Et4NNO3 + 2N2O4
(Et4N)2 [Zn(NO3)4] + 2NO
Molekul donor organik tampaknya bertindak dengan meningkatkan derajat ionisasi
dirinya sendiri dari pelarut koordinasi dengan kation NO +. Jadi asetonitril atau etil asetatdinitrogen tetroksida mudah melarutkan tembaga, besi dan seng dengan pembentukan asam
NO[Cu(NO3)3].
Cu + 3N2O4
NO[Cu(NO3)3] + 2NO
Adanya kation NO+ dalam zat ini ditunjukkan oleh karakteristik penyerapan
inframerah sekitar 2300 cm-1. Analogi turunan logam lainnya yang diperoleh melalui kerja
tetroksida dinitrogen pada karbonil logam, seperti :
Mn2(CO)10 + 8N2O4
2(NO)2[Mn(NO3)4] + 4NO + 10CO
2.7.
Kebanyakan garam diubah menjadi fluorida oleh cairan fluorida hidrogen dan hanya
beberapa yang larut diantaranya adalah alkali tanah, alkali, perak, dan thalium. Fluorida larut
untuk membentuk asam fluorida misalnya K[HF 2], K[H2F3]; fluor pertama kali diisolasi oleh
elektrolisis dan menyatu dengan K[HF2]. Asam anorganik dan organik biasanya
terprotonasi
seperti asam asetik membentuk CH3C(OH)2+HF2- beberapa molekul
fluorida. Namun, bertindak sebagai akseptor ion fluorida yang mengarah pada pembentukan
kation H2F+ dan mengandung larutan asam yang sangat kuat, misalnya :
2HF + SbF5
H2F+[SbF6]2HF + AsF5
H2F+[AsF6]Fosfor pentafluorida H2F+[PF6]- dan boron trifluorida H2F+[BF4]- hanya untuk ukuran
kecil sebagai asam lemah dalam media ini. Elektrolisis dalam cairan fluorida hidrogen
merupakan jalur penting untuk persiapan senyawa fluor baik secara organik dan anorganik.
Jadi, oksidasi anodik hasil fluorida amonium NFH 2, NF2H, dan NF3 dari hasil H2O
menghasilkan OF2 dan dari CH3COOH, (C2H5)2O, dan (CH3)3N menghasilkan CF3COOH,
(C2F5)2O, dan (CF3)3N.
2.8.
Superasam
Ada sejumlah zat cair yang sifat asamnya nyata, yaitu sekitar 10 6-1010 kali
dibandingkan larutan pekat asam seperti asam nitrat dan asam sulfat yang
dikenal dengan
nama asam super (superacid) yang terdiri dari asam kuat Bronsted, asam kuat Lewis, atau
kombinasi dari asam kuat keduanya. Konsentrasi ion hidrogen dan pH hanya dapat dilihat
dalam larutan encer asam dalam pelarut air. Keasaman dalam larutan pekat dan pelarut nonair diukur dengan menggunakan fungsi keasaman Hammett. Fungsi ini memungkinkan
pengukuran keasaman berbagai asam dalam pelarut non-air. Fungsi keasaman Hammett
dalam kesetimbangan, yaitu :
B + H + BH+
Ho = pKBH+ - Log [BH+]
B
Ket:
B = indikator basa
BH+ = bentuk terprotonnya
pKBH+ = log K bagi disosiasi BH+
Perbandingan BH+ dapat diukur secara spektrofotometri.
B
Dalam larutan encer :
KBH+ = [B] [H+]
[BH+]
Ho = - log [B] [H+] log [BH+] = - log [H+] = pH
[BH+]
[B]
Asam dengan -H0 lebih dari 6 disebut super asam. Asam ini 10 6 kali lebih kuat dari
larutan asam kuat 1 molar. -H0 untuk asam sulfat murni adalah 12.1, 21.1 untuk larutan HF
dalam SbF5, dan 26.5 untuk kombinasi HSO3F dan SbF5. Superasam mempunyai kemampuan
untuk mengambil H- dari hidrokarbon dan melakukan pertukaran H-D dan pemotongan
ikatan C-C, dsb. Berikut adalah persamaan reaksi superacid yang terjadi pada
campuran
HSO3F dan SbF5 (asam lewis) (H0 = -19.2) :
SbF5 + 2HSO3F FSO3SbF5- + H2SO3F+
(magic acid)
Selain itu, reaksi superacid terkuat diketahui terdapat dalam larutan asam fluoroantimon
(H0= -31.3) yang merupakan kombinasi dari antimon pentafluorida (asam lewis) dan hidrogen
fluorida dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
SbF5 + 2HF H2F+ + SbF6Fungsi Keasaman Hammet
Fungsi keasaman Hammet adalah sebuah pengukuran keasaman yang digunakan
untuk larutan asam kuat yang sangat pekat, meliputi superasam. Dalam larutan seperti
itu, pendekatan yang sederhana seperti persamaan Henderson-Hasselbalch tidak lagi
berlaku oleh karena variasi koefisien keaktifan di larutan yang sangat pekat. Fungsi
keasaman Hammet digunakan di bidang-bidang seperti kimia organik fisik dalam kajian
reaksi yang dikatalisasi oleh asam karena beberapa reaksi ini menggunakan asam yang
sangat pekat, atau bahkan asam murni. Fungsi keasaman Hammett, H0, digunakan
sebagai pengganti pH. Ia didefinisikan sebagai:
dengan a adalah keaktifan, dan adalah koefisien keaktifan basa B dan konjugat
asamnya BH+. H0 dapat dihitung menggunakan persamaan yang mirip dengan
persamaan Henderson-Hasselbalch:
dengan pKBH+ adalah log(K) untuk disosiasi BH+. Dengan menggunakan basa yang
memiliki nilai pKBH+ yang sangat negatif, skala H0 dapat diperluas sampai dengan nilai
yang negatif. Hammett pertama kali menggunakan sederet anilina dengan gugus
penarik-elektron sebagai basa.
Pada skala ini, asam sulfat murni (18.4 M) mempunyai nilai H0 12, dan asam
pirosulfat mempunyai nilai H0 ~ 15.[2] Perlu diperhatikan bahwa fungsi keasaman
Hammet menghindari air dalam persamaannya. Ia merupakan perampatan
(generalization) skala pH. Dalam larutan yang encer, nilai pH hampir sama dengan nilai
H0. Dengan menggunakan pengukuran kuantitatif keasaman yang tidak bergantung
pada pelarut, implikasi dari efek perataan bisa dihilangkan, sehingga adalah mungkin
untuk secara langsung membandingkan keasaman senyawa-senyawa yang berbeda.
Dengan menggunakan pKa, HF lebih lemah daripada HCl dalam air, namun ia akan
menjadi lebih kuar dari HCl dalam asam asetat glasial; namun HF murni "lebih kuat"
dari HCl karena H0 dari HF murni lebih tinggi dari HCl murni.)
H0 untuk beberapa asam pekat :
Asam fluoroantimonat: 31.3
Asam ajaib: 19.2
Superasam karborana: 18.0
Asam florosulfat: 15.1
Asam triflat: 14.9
Asam sulfat 12.0
Untuk campuran (misalnya asam yang diencerkan di air), fungsi keasaman
bergantung pada komposisi campuran dan harus ditentukan secara empiris. Grafik H0
vs fraksi mol dapat ditemukan pada beberapa literatur.
Walaupun fungsi keasaman Hammet dikenal baik untuk fungsi keasaman, fungsifungsi keasaman lainnya juga telah dikembangkan oleh Arnett, Cox, Katrizky, Yates, dan
Stevens.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Pelarut non-aqueous anorganik adalah pelarut selain air yang bukan merupakan
senyawa organik. Contoh umum adalah cairan amonia, cairan sulfur dioksida, klorida dan
fluoride sulfuryl, klorida fosforil, tetroksida
dinitrogen, antimontriklorida,
pentafluorida brom-in, hydrogen fluorida, asam sulfat murni, dan asam-asam anorganik
lain. Walaupun tidak sesempurna pelarut air dalam hal sifat dan karakteristik, tetapi pelarutpelarut ini sering digunakan dalam penelitian kimia dan industri untuk reaksi yang tidak
dapat terjadi dalam larutan air atau yang membutuhkan lingkungan khusus.
3.2.
Saran
Demikianlah makalah ini disusun. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, sehingga penulis dapat
menyelesaikannya dengan tepat waktu. Dalam makalah ini
masih banyak memiliki
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun untuk makalah ini agar dapat
menjadi acuan dalam materi kimia anorganik selanjutnya dan penulis mengucapkan terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Albert, C. F. dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Sahati Suharto.
Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta. 203-205.
Sharpe, A. G. 1991. Inorganic Chemistry. Longman Scientific and Technical.
Singapore. 196-208.
Huheey, J. E., Keiter, E. A., dan Keiter, R. L. 1993. Inorganic Chemistry Principles of
Structure and Reactivity. ed 4. HarperCollins College Publishers. New York. 359-374.
Gilreath, E. S. 1958. Fundamental Concepts of Inorganic Chemistry. McGraw-Hill
Book Company, Inc. London. 313-325.
Huheey, J. E. 1978. Inorganic Chemistry Principles of Structure and Reactivity. ed 2.
Harper and Row Publishers. New York. 291-295.
Diposkan oleh sri mulyani di 08.14
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
2013 (9)
Agustus (9)
ALKALIMETRI
GRAVIMETRI
ASAM BASA
Mengenai Saya
sri mulyani
Lihat profil lengkapku
Template Simple. Gambar template oleh luoman. Diberdayakan oleh Blogger.
Fi_chemistry
Kamis, 24 November 2011
Senyawa yang akan diisolasi memilki kelarutan yang lebih baik pada pelarut yang baru,
dibandingkan pelarut sebelumnya. Dalam proses ekstraksi cair-cair terdapat besaran yang
menggambarkan keberlangsungan proses ektraksi ini, yang disebut koefisien distribusi.
Koefisien distribusi merupakan suatu konstanta yang menyatakan perbandingan konsentrasi
zat terlarut pada kedua pelarut
K : Koefisien distribusi
Ca: Koefisien zat terlarut pada pelarut A
Cb: Koefisien zat terlarut pada pelarut B
2. Ekstraksi Asam-basa
Ekstraksi asam-basa adalah ekstraksi yang didasarkan pada sifat asam basa yang dimiliki
suatu senyawa organic, disamping pada sifat kelarutannya. Senyawa asam atau basa
direaksikan dengan pereaksi asam atau basa sehingga terbentuk garam. Garam ini larut dalam
air, tetapi tidak larut dalam senyawa organic.
3. Ekstraksi padat-cair
Zat yang akan diekstraksi berupa zat padat, biasanya cara ini dipakai untuk mengekstraksi
senyawa orgnik dari bahan alam. Seperti ekstraksi alkaloid dari daun, aroma parfum dari
bunga. Ekstraksi ini dipengaruhi oleh ukuran partikel zat padat dam kontak dengan pelarut.
Kafein
Kafein merupakan senyawa kimia golongan alkaloid. Alkaloid adalah suatu jenis
metabolit sekunder yang mengandung atom nitrogen. Alkaloid diisolasi karena memilki sifat
fisiologis aktif. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dengan bahaya yang mempunyai
aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga digunakan secara luas dalam pengobatan. Alkaloid
biasanya tak berwarna, seringkali bersifat aktif optik kebanyakan berbentuk kristal pada suhu
kamar. Pra-zat alkaloid yang paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya
biosintesis kebanyakan asam amino lebih rumit. Secara kimia alkaloid merupakan suatu
golongan heterogen. Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan beberapa diantaranya dari segi
biosintesis merupakan terpenoid termodifikasi alkaloid lain terutama berupa senyawa
atomatik dengan gugus basa sebagai rantai samping. Kafein banyak terkandung dalam kopi,
the coklat, atau kola. Kepolaran kafein hampir sama dengan diklorometan tersebut, sehingga
kelarutan kafein cukup besar di dalam diklorometan (140mg/L).
Kafein pertama kali diisolasi oleh Pelletier & Caventou pada tahun 1819. Kafein adalah
komponen alkaloid derivat xanthin yang berfungsi sebagai stimulan psikoatif pada
manusia. Memiliki pengaruh langsung pada sistem saraf pusat dan stimulan metabolik.
Kafein menstimulan sistem saraf pusat dan menyebabkan peningkatan kewaspadaan,
kecepatan dan kejelasan alur pikiran, peningkatan fokus, serta koordinasi tubuh yang
lebih baik.
Sebagian besar alkaloid dalam larutan netral atau sedikit asam diendapkan oleh :
Reagen Mayer (potassium mercuric iodide Sol.)
Reagen Wagner (sol. of iodine in potassium iodide) merah kecoklatan
Sol.Tannic acid
Reagen Hages (saturated sol of picric acid) kuning
Reagen Dragendorff (sol of potassium bismuth iodide) merah kecoklatan.
V. PENGAMATAN
Daun teh ditambah Na2CO3
dan air panas lalu didiamkan selama 7 menit campuran berwarna hitam pekat
Lalu dekantasi dan menghasilkan larutan yang berwarna hitam pekat.
Uji pH menggunakan pH indicator menunjukkan pH=12 dimana larutan bersifat basa
Penambahan diklorometan lalu dikocok pelan dan diamkan. Pada proses pengkocokan
terdapat gas yang terbentuk dan setelah didiamkan terbentuk dua lapisan dimana
diklorometan berada di bawah
Lapisan diklorometan-kafein ditampung dalam breaker glass, larutan berwarna kuning
pucat transparan. Ketika penambahan magnesium sulfat anhidrat, terdapat butiranbutiran Kristal. Setelah di stiner butiran-butiran kristal tersebut bertambah banyak
dengan diameter agak besar.
Setelah didekantasi dan larutan bebas dari air, dan dipanaskan. Terdapat sisa residu
yang berupa Kristal berwarna putih kekuningan
Rekristalisasi
Ketika kristal ditambahkan aseton panas, masih terdapat gumpalan kristal kafein yang
belum larut sehingga di lakukan pemanasan. Dalam keadaan panas tersebut setelah
ditambahkan n-heksan dan didiamkan. Terbentuk kristal kafein yang murni, filtrasi.
Setelah kristal murni dipanaskan, menghasilkan kristal murni kering.
Uji Alkaloid
Kristal yang belum murni dan yang sudah murni ditambah sedikit air dan 1-2 tetes
pereaksi dragendroff menghasilkan larutan yang berwarna jingga dan endapan yang
berwarna putih orange kecoklatan.
x 100% = x 100%
= 0,145 %
VI. PEMBAHASAN
Daun teh mengandung banyak sekali senyawa didalamnya, untuk memisahkan kafein
dari senyawa lainnya ditambahkan Na2CO3. Na2CO3 merupakan garam non polar, yang
dapat terurai di dalam air menjadi ion Na+ yang mengikat kafein dan CO3- yang mengikat
H2O membentuk HCO3 (suatu asam). Garam kafein+Na larut dalam air. Air panas yang
ditambahkan berfungsi membuka pori-pori dari daun teh agar ekstak daun teh dapat
keluar dengan sempurna dan kafein yang didapatkan cukup banyak.
Larutan bersifat basa karena penambahan Na2CO3 yang bersifat basa.
VII. KESIMPULAN
a) Kafein dapat diperoleh dari bahan alam seperti teh, kopi, coklat, atau koka. Dimana kafein
dapat diperoleh dengan metoda ekstraksi.
b) Ekstraksi dipengaruhi oleh sifat kelarutan dan kepolaran dari senyawa yang akan diisolasi dan
peraksi yang digunakan.
c) Untuk mengetahui zat yang diisolasi merupakan zat yang kita inginkan, maka dilakukan uji
identifikasi dengan menambahkan reagent yang menunjukkan sifat khas dari senyawa yang
diisolasi.
d) Fungsi dari diklorometan yaitu untuk memisahkan antara air dan kafein dalam larutan.
e) Fungsi dari reagen dragondorff adalah mengendapkan protein, dlm proses ekstraksi
&penguapan , beberapa protein tidak terekstraksi, lainnya terdenaturasi pada proses
penguapan atau penyaringan.
Rendemen
Kristal kotor = 0,0380 gr
Kristal murni = 0,0366 gr
Rendemen = x 100 % = x 100% = 96,315 %
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Alkaloid. Situs Web Wikipedia
Amrun Hidayat, M. Alkaloid Turunan Triptofan. Makalah Ilmiah. In Internet
Kafein. http://www.republika.co.id
Mayo, D.W., Pike, R.M., Trumper, P.K., Microscale Organic Laboratory, 3rd edition, John
Wiley & Sons, New York, 1994.
Mowat AG. Non steroidal anti inflamatory drugs, Medicine International Quarterly Ed.
1985.
Nasutlon, A.R. Hesperidin, http://www.yahoo.com
Pasto, D., Johnson, C., Miller, M., Experiments and Techniquest in Organic Chemistry,
Prentice Hall Inc., New Jersey, 1992.
Schumacher HR. Clinical Pharmacology of the Anti Rheumatic drugs, In Primer on
the Rheumatic Disease. Ninth ed. Atlanta G.A: Arthritis Founda-tion. 1988.
Williamson, Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, 1999.
Diposkan oleh Fi_chemistry.com di 06.39
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Pengikut
Mengenai
Saya
Arsip Blog
2011 (20)
Desember
(5)
Novembe
o
Fi_chemistry.co
m
saya
adalah
mahasi
swi
univer
sitas
tanjun
gpura
yang
sangat
tertari
k pada
kimia.
Lihat profil
r(15)
Tes
Acetone Hemat Saku
Pakai Pembersih Cat
Kuku ...
EKST
RAKSI (ISOLASI
KAFEIN) <!--[if !
supportList...
GUG
US FUNGSI
AUT
OINDIKATOR A.
Pengertian Dalam
titrimetri se...
INDI
lengkapku
WELCOME TO MY BLOG
Love Chemistry
Total
Tayanga
n
Laman
3,387
hak cipta untuk tidak mengcopy paste berlaku hingga 2020. Template Picture Window.
Diberdayakan oleh Blogger.
MY BLOG
Rabu, 25 September 2013
A. Literatur Ekstraksi
1. Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi pelarut pada umumnya digunakan untuk memisahkan sejumlah gugus yang
diinginkan dan mungkin merupakan gugus pengganggu dalam analisis secara
keseluruhan.Kadang-kadang gugus-gugus pengganggu ini diekstraksi secara selektif.Teknik
pengerjaan meliputi penambahan pelarut organik pada larutan air yang mengandung gugus
yang bersangkutan. Dalam pemilihan pelarut organik diusahakan agar kedua jenis pelarut
(dalam hal ini pelarut organik dan air) tidak saling tercampur satu sama lain. Selanjutnya
proses pemisahan dilakukan dalamcorong pemisah dengan jalan pengocokan beberapa kali.
Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat campur (immiscible).
Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air
merupakan metode pemisahan yang paling baik dan popular. Alasan utamanya adalah bahwa
pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro.Seseorang tidak
memerlukan alat yang khusus atau canggih kecuali corong pemisah.Prinsip metode ini
didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang
tidak saling bercampur seperti benzene, karbon tetraklorida atau kloroform.Batasannya
adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase
pelarut.Teknik ini dapat digunakan untuk preparative dan pemurnian.Mula-mula metode ini
dikenal dalam kimia analisis, kemudian berkembang menjadi metode yang baik, sederhana,
cepat dan dapat digunakan untuk ion-ion logam yang bertindak sebagai tracer (pengotor) dan
ion-ion logam dalam jumlah makrogram.
Ekstraksi pelarut menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis.
Bahkan di mana tujuan primernya bukanlah analitis namun preparatif, ekstrasi pelarut dapat
merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang menuju ke suatu produk murninya
dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia. Meskipun kadang-kadang digunakan
peralatan yang rumit, namun seringkali hanya diperlukan sebuah corong pisah. Seringkali
suatu permisahan ekstrasi pelarut dapat diselesaikan dalam beberapa menit.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan, penarikan atau pengeluaran suatu komponen
cairan/campuran dari campurannya. Biasanya menggunakan pelarut yang sesuai dengan
kompnen yang diinginkan.Cairan dipisahkan dan kemudian diuapkan sampai pada kepekatan
tertentu. Ekstraksi memanfaatkan pembagian suatu zat terlarut antar dua pelarut yang tidak
saling tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut lain.
Ekstraksi memegang peranan penting baik di laboratorium maupun industry. Di laboratorium,
ekstraksi seringkali dilakukan untuk menghilangkan atau memisahkan zat terlarut dalam
larutan dengan pelaurt air yang diekstraksi dengan pelarut lain seperti eter, kloroform,
karbondisulfida atau benzene.
Ekstraksi menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua fasa cair yang tidak
saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih,
baik untuk zat organik atau anorganik, untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk
kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan preparatif
dalam bidang kimia organik, biokimia, dan anorganik di laboratorium. Alat yang digunakan
berupa corong pisah (paling sederhana), alat ekstraksi soxhlet, sampai yang paling rumit
berupa alat counter current craig. Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat
terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak bercampur dengan air.
Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan
pelarut. Proses ekstraksi dengan pelarut digunakan untuk memisahkan dan isolasi bahan-
bahan dari campurannya yang terjadi di alam, untuk isolasi bahan-bahan yang tidak larut dari
larutan dan menghilangkan pengotor yang larut dari campuran. Berdasarkan hal di atas, maka
prinsip dasar ekstraksi ialah pemisahan suatu zat berdasarkan perbandingan distribusi zat
yang
terlarut
dalam
dua
pelarut
yang
tidak
saling
melarutkan.
Perbandingan distribusi ini disebut koefisien distribusi (K).
K = konsentrasi zat terlarut dalam pelarut pertama dibagi konsentrasi zat terlarut dalam
pelarut kedua
2. Klasifikasi Ekstraksi
Beberapa cara dapat mengklasifikasikan system ekstraksi. Cara klasik adalah mengklasifikasi
berdasarkan sifat zat yang diekstraksi, sebagai khelat atau system ion berasosiasi. Akan tetapi
klasifikasi sekarang didasarkan pada hal yang lebih ilmiah, yaitu proses ekstraksi.
Bila ekstraksi ion logam berlangsung, maka proses ekstraksi berlangsung dengan mekanisme
tertentu. Berarti jika ekstraksi berlangsung melalui pembentukan khelat atau struktur cincin,
ekstraksi dapat diklasifikasikan sebagai ekstraksi khelat.
Golongan ekstraksi berikutnya dikenal sebagai ekstraksi melalui solvasi sebab spesies
ekstraksi disolvasi ke fase organik.Contoh dari golongan ini adalah ekstraksi besi (III) dari
asam hidroklorida dengan dietileter atau ekstraksi uranium dari media asam nitrat dengan
tributilfosfat.Kedua ekstraksi tersebut dimungkinkan akibat solvasi spesies logam ke fase
organik.
Golongan ekstraksi ketiga adalah proses yang melibatkan pembentukan pasangan ion.
Ekstraksi berlangsung melalui pembentukan spesies netral yang tidak bermuatan diekstraksi
ke fase organic.Contoh yang terbaik dari golongan ini adalah ekstraksi scandium dengan
triotilamin atau uranium dengn trioktilamin.Dalam hal ini pasangan ion terbentuk antara Sc
atau U dalam asam mineral bersama-sama dengan amina berberat molekul tinggi.
Sedangkan kategori terakhir merupakan ekstraksi sinergis. Nama yang digunakan
menyatakan adanya efek saling memperkuat yang berakibat penambahan ekstraksi dengan
memanfaatkan pelarut pengekstraksi.Misalkan ekstraksi Uranium dengan Tributilfosfat
(TBP) bersama-sama dengan 2-thenoyltrifluoroaseton (TTA).Walaupun TBP maupun TTA
masing-masing dapat mengekstraksi Uranium namun jika kita menggunakan campuran dari
dua pengekstraksi tersebut, kita mendapatkan kenaikan pada hasil ekstarksi.Karena itulah
ekstraksi jenis ini disebut sbagai ekstaraksi sinergis.
3. Pelarut
Pelarut organic yang dipilih untuk ekstraksi pelarut adalah mempunyai kelarutan yang rendah
dalam air (< 10%), dapat menguap sehingga memudahkan penghilangan pelarut organic
setelah dilakukan ekstraksi, dan mempunyai kemurnian yang tinggi untuk meminimalkan
adanya kontaminasi sampel.Beberapa masalah sering dijumpai ketika melakukan ekstraksi
pelarut yaitu terbentuknya emulsi, analit terikat kuat pada partikulat, analit terserap oleh
partikulat yng mungkin ada, analit terikat pada senyawa yang mempunyai berat molekul
tinggi, dan adanya kelarutan analit secara bersama-sama dalam kedua fase.Terjadinya emulsi
merupakan hal yang sering dijumpai.Oleh karena itu, jika emulsi antara kedua fase ini tidak
dirusak maka recovery yang diperoleh kurang bagus. Emulsi dapat dipecah dengan cara:
1. Penambahan garam ke dalam fase air (salting out)
faktor lain yang mempengaruhi kecepatan tercapainya suatu kesetimbangan, salah satu
diantaranya adalah dengan menggunakan luas kontak yang besar. Ekstraksi kontinyu
counter current, fase cair pengekstraksi dialirkan dengan arah yang berlawanan dengan
larutan yang mengandung zat yang akan diekstraksi. Biasanya digunakan untuk pemisahan
zat, isolasi atau pemurnian.Sangat penting untuk fraksionasi senyawa organik tetapi kurang
bermanfaat untuk senyawa-senyawa an-organik.
Disamping itu, terdapat macam-macam pembagian ekstraksi yang dihimpun dari beberapa
referensi.Adapun macam-macamnya berdasarkan fasenya adalah ekstraksi padat-cair,
ekstraksi cair-cair, ekstraksi fase padat, dan ekstraksi asam basa. Adapun penjelasannya
sebagai berikut:
1. Ekstraksi padat cair (ekstraksi soxhlet)
Adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya atau
digunakan untuk memisahkan analit yang terdapat pada padatan menggunakan pelarut
organic. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik, karena komponen terlarut kemudian
dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari
bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven
pengekstraksi. Padatan yang akan diekstrak dilembutkan terlebih dahulu, dapat dengan cara
ditumbuk atau dapat juga di iris-iris menjadi bagian-bagian yang tipis. Kemudian padatan
yang telah halus di bungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam alat ekstraksi
soxhlet.Pelarut organic dimasukkan ke dalam labu godog.Kemudian peralatan ekstraksi di
rangkai dengan pendingin air.Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan pelarut organic
sampai semua analit terekstrak.
Gambar Instrumen dalam Ekstraksi Soxhlet
2. Ekstraksi Cair-Cair
Merupakan metode pemisahan yang baik karena pemisahan ini dapat dilakukan dalam tingkat
makro dan mikro.Dan yang menjadi pokok pembahasan dalam ekstraksi cair-cair ini adalah
kedua fasa yang dipisahkan merupakan cairan yang tidak saling tercampur.Prinsip metode ini
didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tetentu antara dua pelarut yang
tidak saling bercampur seperti benzene dan kloroform. Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai
cara untuk praperlakuan sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari
komponen-komponen matriks yang mungkin menganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi
analit. Kebanyakan prosedur ekstraksi cair-cair melibatkan ekstraksi analit dari fasa air
kedalam pelarut organic yang bersifat non-polar atau agak polar seperti n-heksana, metil
benzene atau diklorometana.Meskipun demikian, proses sebaliknya juga mungkin
terjadi.Analit-analit yang mudah tereksitasi dalam pelarut organic adalah molekul-molekul
netral yang berikatan secara kovalen dengan konstituen yang bersifat non-polar atau agak
polar.
Pemisahan analit dari pengganggu yang mungkin ada menjadi lebih efesien
1.
2.
Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang perlu
diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang memiliki kepolaran yang sama
akan lebih mudah tertarik/ terlarut dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang
sama (like dissolve like). Berkaitan dengan polaritas dari pelarut, terdapat tiga golongan
pelarut yaitu:
Pelarut polar
Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk mengekstrak senyawa-senyawa
yang polar dari tanaman. Pelarut polar cenderung universal digunakan karena biasanya
walaupun polar, tetap dapat menyari senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran lebih
rendah. Salah satu contoh pelarut polar adalah: air, metanol, etanol, asam asetat.
Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah dibandingkan dengan
pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan senyawa-senyawa semipolar dari
tumbuhan. Contoh pelarut ini adalah: aseton, etil asetat, kloroform
Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik untuk mengekstrak
senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut dalam pelarut polar. Senyawa ini baik untuk
mengekstrak berbagai jenis minyak. Contoh: heksana, eter
Polaritas suatu bahan ditentukan dari strukturnya, seperti diilustrasikan pada gambar berikut
Berdasarkan polaritas ini maka pelarut-pelarut yang ada di alam juga dapat digolongkan. Hal
ini dapat membantu pemilihan jenis pelarut yang akan digunakan saat akan melarutkan
bahan. Pada bagian berikut disajikan tabel polaritas berbagai jenis pelarut yang sering
digunakan di laboratorium.
Terdapat tiga ukuran yang dapat menunjukkan kepolaran dari suatu pelarut yaitu :
a. momen dipol (hasil kali muatan dengan jarak antara kedua muatan yang berikatan)
b. konstanta dielektrik
c. kelarutannya dengan air
Molekul dari pelarut dengan momen dipol yang besar dan konsanta dielektrik yang tinggi termasuk polar.
Sedangkan molekul dari pelarut yang memilki momen dipol yang kecil dan konstanta dielektrik rendah
diklasifikasikan sebagai nonpolar. Sedangkan secara operasional, pelarut yang larut dengan air termasuk polar,
sedangkan pelarut yang tidak larut dalam air termasuk nonpolar..
Daftar Nilai Momen Dipol dan Panjang Dipol Beberapa Senyawa Umum
Momen Dipol
Panjang Dipol
30
(10 p/(Cm))
(lp/pm)
Acetic acid
b
3.3 to 5.0
21 to 31
Acetone
l
10.0
62
Benzene
l
0
0
Ethanol
b
5.7
35
Ethyl acetate
b
6.2
39
Ethylene glycol
b
6.7
42
Ethyl ether
b
4.2
26
Hexane
l
0
0
Methanol
b
5.5
34
Water
l
6.7 to 10.0
42 to 62
Water
g
6.2
39
Keterangan : kondisi setiap senyawa diatas dimana pengukuran dilakukan ditandai dengan
simbol; b, substansi dalam larutan benzene; g, substansi sebagai gas; l, substansi sebagai
cairan. Panjang dipol lp adalah sama dengan p/e dimana p adalah momen dipol dan e adalah
nilai dari proton.
Nama Senyawa
Kondisi
Berdasarkan kepolaran pelarut, maka para ahli kimia mengklasifikasikan pelarut ke dalam tiga kategori yaitu :
a. Pelarut Protik Polar
Protik menunjukkan atom hidrogen yang menyerang atom elektronegatif yang dalam hal ini adalah oksigen.
Dengan kata lain pelarut protik polar adalah senyawa yang memiliki rumus umum ROH. Contoh dari pelarut
protik polar ini adalah air H2O, metanol CH3OH, dan asam asetat (CH3COOH).
b. Pelarut Aprotik Dipolar
Aprotik menunjukkan molekul yang tidak mengandung ikatan O-H. Pelarut dalam kategori ini, semuanya
memiliki ikatan yang memilki ikata dipol besar. Biasanya ikatannya merupakan ikatan ganda antara karbon
dengan oksigen atau nitorgen. Contoh dari pelarut yang termasuk kategori ini adalah aseton [(CH 3)2C=O] dan
etil asetat (CH3CO2CH2CH3).
c. Pelarut Nonpolar
Pelarut nonpolar merupakan senyawa yang memilki konstanta dielektrik yang rendah dan tidak larut dalam air.
Contoh pelarut dari kategori ini adalah benzena (C 6H6), karbon tetraklorida (CCl4) dan dietil eter
(CH3CH2OCH2CH3).
Konstanta
dielektrik
Massa jenis
(g/ml)
60
2,0
0,655
C6H6
80
2,3
0,879
Toluena
C6H5-CH3
111
2,4
0,867
Dietil eter
CH3-CH2-OCH2-CH3
35
4,3
0,713
Kloroform
CHCl3
61
4,8
1,498
Etil asetat
CH3-C(=O)O-CH2-CH3
77
6,0
0,894
Pelarut
Rumus kimia
Heksana
CH3-CH2CH2-CH2CH2-CH3
Benzena
Titik didih
(0C)
Pelarut Non-Polar
CH2Cl2
40
9,1
1,326
Aseton
CH3-C(=O)CH3
56
21
0,786
Asetonitril
(MeCN)
CH3-CN
82
37
0,786
CH3C(=O)OH
118
6,2
1,049
n-Butanol
CH3-CH2CH2-CH2-OH
118
18
0,785
Isopropanol
CH3-CH(OH)-CH3
82
18
0,785
n-Propanol
CH3-CH2CH2-OH
97
20
0,803
Pelarut
Rumus kimia
Titik didih
(0C)
Konstanta
dielektrik
Massa jenis
(g/ml)
CH3-CH2-OH
79
30
0,789
Metanol
CH3-OH
65
33
0,791
Asam format
H-C(=O)OH
100
58
1,21
Air
H-O-H
100
80
1,000
2013 (2)
September (2)
Mengenai Saya
Jecko prasetio
Lihat profil lengkapku
Template Simple. Gambar template oleh imagedepotpro. Diberdayakan oleh Blogger.
Disusun oleh:
Nama
NIM
Kelompok
Tgl Praktikum
Dosen
Asisten
Prodi
Anggota kelompok
: Yovita Novi
: H23111004
: 1 (SATU)
: 14 Desember 2012
: Berlian Sitorus,S.Si.,M.Si / Intan Syahbanu M.si
: Dian
: Kimia
: 1. Yovita Novi
2. Irma Ramadhani F
3. Safitri Ulfah Ramadhani
Prinsip dasar percobaan ini yaitu distribusi zat terlarut ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur yaitu ait dan dietil eter, dimana menurut hukum distribusi Nerst, jika ke dalam
sistem dua fasa cair yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang tak dapat larut dalam
kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan, karena perbedaan kepolaran
antara air(polar) dan dietil eter(non polar), menghasilkan dua lapisan berupa lapisan air dibawah
dan lapisan eter diatas berdasarkan densitas yang dimiliki oleh kedua cairan, d air = 0,0998
g/cm3, dan d eter = 0,7134 g/cm3. Ada penambahan zat ketiga berupa asam asetat dan asam
oksalat, sehingga zat terdistribusi antara lapisan air dan petroleum eter, dilakukan pemisahan,
dan hasil pisahan berupa lapisan airnya dititrasi dengan NaOH standar dengan bantuan indikator
PP, yang akan menunjukkan titik akhir titrasi. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua
pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu ketetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut
adalah tetapan distribusi atau koefisien distribusi (KD).
Penentuan KD bisa dengan rumus berikut: K=C1/C2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hukum distribusi atau partisi. Suatu zat yang dapat larut dalam dua zat pelarut yang
tidak saling campur dan ketiga-tiganya ada bersama, maka zat tersebut akan terbagi kedalam
dua pelaruttersebut. Pada keadaan setimbang, perbandingan fraksi mol dari zat terlarut dalam
kedua pelarut berharga tetap pada temperatur tetap. Pernyataan ini dikenal dengan hukum
distribusi. Hukum ini hanya berlaku bila larutannya encer dan zat terlarut mempunyai
struktur molekul yang sama dalam dua pelarut(Sukardjo,1996).
Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak saling bercampur
dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian
kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solutakan
terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan
terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan
suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien
distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan berbagai rumus sebagai berikut(Soebagio.
2002):
Jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tak dapat saling bercampur ditambahkan zat
ketiga yang dapat melarut pada keduanya maka zat ketiga akan terdistribusi diantara ke dua
fasa tadi dalam jumlah tertentu. Bila larutan jenuh I 2dalam CHCl3 dikocok dalam air yang tidak
larut dalam CHCl3, maka I2 akan terbagi dalam air dan dalam CHCl 3. Setelah tercapai
kesetimbangan perbandingan konsentrasi I 2 dalam air dan CHCl3 pada temperatur tetap juga
tetap,
kenyataan
ini
merupakan
akibat
langsung
hukum
termodinamika
pada
kesetimbangan(Basset,dkk,1994 ).
Jika tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi pada fase-fase tersebut dan keadaan
yang kita punya adalah ideal, maka harga KD sama dengan D. untuk tujuan praktis sebagai ganti
harga KD atau D, lebih sering digunakan istilah persen ekstraksi (E). ini berhubungan dengan
perbandingan distribusi dalam persamaan sebagai berikut(Khopkar,2008):
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dala percobaan ini yaitu corong pisah 250ml 3 buah,
erlenmeyer 250ml 8 buah, buret 50ml 2 buah, pipet volume 10ml 2 buah, gelas kimia 2 buah,
bulb 2 buah, statif kayi dan besi lengkap, labu ukur, corong kaca, botol semprot, batang
pengaduk, spatula, cawan petri, dan lain-lain.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percbaaan ini yaitu akuades (H2O), indikator
fhenolfthalein(PP), larutan asam asetat(CH3COOH), larutan asam oksalat(H2C2O4), larutan
natrium hidroksida (NaOH) standar dan pelarut organik(dietil eter).
3.2 Prosedur Kerja
Pertama-tama, dibuat larutan asam asetat, NaOH, dan asam oksalat. Dalam membuat
larutan asam asetat dibuat dengan konsentrasi 0,5M dalam 50ml akuades, selanjutnya
dilakukan pengenceran bertingkat untuk memperoleh asam asetat dengan variasi konsentrasi
0,25M, 0,125M, dan 0,0625M. Dibuat larutan oksalat dalam 50ml untuk 3 gram sampel,
demikian pula untuk NaOH ditimbang 2 gram dan ditepatkan hingga 500ml akuades.
Kemudian mengambil 20 ml asam asetat salah satu kosentrasi dan ditambahkan eter 20
ml, kedua larutan tersebut dimasukkan kedalam corong pisah. Setelah itu dikocok sampai
terjadi kesetimbangan selama 15 menit dan larutan terdistribusi dengan baik. Kemudian
didiamkan sehingga terjadi pemisahan antara pelarut air dan pelarut organik. Setelah
dipisahkan kedua lapisan dengan cara mengambil lapisan paling bawah sampai garis batas
lapisan.
Selanjutnya, diambil 5ml hasil pemisahan tersebut yang berupa lapisan air, ditambahkan
indikator PP dan dititrasi dengan larutan standar NaOH. Sebelum dilakukan titrasi hasil
pemisahan lapisan air, terlebih dahulu menitrasi asam oksalat dengan 2ml asam oksalat dan
ditambahkan indikator PP. Dicatat perubahan yang terjadi, dan dicatat volume NaOH yang
dipakai.
Gb.2. (a). Proses distribusi dengan mengocok larutan dalam corong pisah; (b). Proses
pemisahan dua larutan yang tak saling campur, dimana akan terbentuk dua lapiran antar
kedua larutan yang bersangkutan (yaaiut antara air dan dietil eter)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
4.1.1. Larutan standar
No
1
2
Volume NaOH
20,4 ml
20 ml
Kosentrasi asam
asetat
0,5 M
0,25 M
0,125 M
0,0625 M
Volume asam
asetat
5ml
5ml
5ml
5ml
Volume NaoH
Perubahan Warna
4,5ml
11,1ml
4,6ml
6,7ml
Merah muda
Merah muda
Merah muda
Merah muda
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hukum Nernst, jika suatu larutan (dalam air) mengandung zat organik A
dibiarkan bersentuhan dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, maka zat A
akan terdistribusi baik ke dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik).
Dimana pada saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A di dalam
kedua fasa itu dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien distribusi (partisi) dengan
perbadingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa organik-air tersebut adalah pada
temperatur tetap.
Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu atau dapat disebut juga ekstraksi bertahap merupakan
cara yang paling sederhana, murah dan sering digunakan untuk pemisahan analitik. Ekstraksi
bertahap baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang biasa
digunakan pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah. Caranya sangat mudah, yaitu
cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut
semula, kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat
yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah terbentuk dua lapisan, campuran
dipisahkan untuk dianalisis kandungan konsentrasi zat terlarut tersebut.
Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan.
Semakin sering kita melakuka ekstraksi, maka semakin banyak zat terlarut terdistribusi pada
salah satu pelarut dan semakin sempurna proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang
digunakan untuk tiap kali mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut
untuk ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi. Hasil yang
baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar dengan jumlah pelarut yang kecil.
Senyawa-senyawa organik, misalnya dalam percobaan ini digunakan asam asetat
umumnya relatif lebih suka larut ke dalam pelarut-pelarut organik daripada ke dalam air,
sehingga senyawa-senyawa organik mudah dipisahkan dari campurannya yang mengandung
air atau larutannya. Metode penentuan koefisien distribusi asam asetat dilakukan dengan
penentuan konsentrasi asam asetat baik yang ada dalam fasa air maupun fasa organik. Pelarut
organik yang digunakan dalam percobaan ini adalah dietil eter.
Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan.
Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua
pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan
distribusi atau koefisien distribusi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara fasa organik dan fasa air.
Prinsip pada praktikum kali ini yaitu berdasarkan pada distribusi Nernst,yaitu terlarut dengan
perbandingan tertentu antara 2 pelarut yang tidak salingmelarut atau bercampur seperti eter, kloroform,
karbon sulfida. Prinsip pada titrasi netralisasi yaitu titrasi asam basa yang melibatkan asammaupun basa
sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya, dimana kadar lalrutan basa dapat ditentukan dengan
menggunakanlarutan asam.Dalam percobaan ini digunakan 4 larutan asam asetat dengan konsentrasi yang
berbeda yaitu 0,5 M, 0,25M, 0,125M, dan 0,0625M. Sebanyak 20 mL asam asetat dicampur dengan
20 mL dietil eter, dan dilakukan pengocokan secara manual selama kurang lebih 15 menit.
Setelah pencampuran asam asetat dengan dietil eter dalam corong pemisah, larutan menjadi berasa
dingin (terjadinya penurunan temperatur larutan) dan saat pengocokan dilakukan, larutan sering
menghasilkan gas dimana gas yang terbentuk itu berasal dari larutan dietil eter yang bersifat mudah
menguap. Oleh sebab itu ketika pengocokan dilakukan, sesekali gas harus dikeluarkan melalui
kran.Pengeluaran gas dilakukan saat gas memberikan tekanan yang kuat pada tutup corong pemisah. Jika
gas tidak dikeluarkan, dapat menyebabkan terjadinya ledakan pada corong pemisah. Dalam prosedur
percobaan seharusnya dilakukan pengocokan dilakukan selama 30 menit dengan menggunakan pengocok
magnetik sehingga kecepatan pengocokan konstan namun prosedur tersebut tidak dapat dilakukan dengan
baik karena pengocokan dilakukan secara manual sehingga kecepatan pengocokan tidak dapat berjalan
dengan konstan dan hanya dilakukan selama 15 menit. Fungsi pengocokan disini untuk membesar luas
permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa. Setelah tercapai
kesetimbangan pada corong pisah, campuran kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan. fasa atasdan
fasa bawah. Dari kedua fsa tersebut yang diambil adalah fasa bawah karena pada fasa tersebut dicurigai
terdapat asam asetat. Pada pelarut eter, asam asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan bawah,
sedangkan larutan asam asetat yang larut dalam pelarut petroleum eter berada di lapisan bawah. Hal ini
terjadi karena perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air (massa jenis air lebihbesar di
banding masa jenis petroleum eter dimana massa jenis petroleum eter sebesar 0,66 sedangkan massa jenis
air sebesar 0,99)Setelah proses pemisahan lapisan larutan berjalan dengan sempurna, maka lapisan air
yang mengandung asam asetat dikeluarkan dan selanjutnya sebanyak 5mL larutan tersebut dititrasi dengan
larutan NaOH 0,5 M Titrasi ini merupakan jenis titrasi asam basa dimana asamnya yaitu asam asetat
(CH3COOH) bertindak sebagai titrat sedangkan basa yaitu NaOH bertindak sebagai titran. Dilakukan
pula untuk konsentrasi 0,25M, 0,125M dan 0,0625M. Penggunaan indikator berguna untuk mendeteksi
titik akhir titrasi, dimana akan terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Indikator yang
digunakan dalam titrasi ini adalah indikator fenolftalein (pp). Indikator ini merupakan asam diprotik dan
tidak berwarna. Saat direkasikan, fenolftalein terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya dan
kemudian, dengan menghilangnya proton kedua dari indikator ini menjadi ion terkonjugat maka akan
dihasilkan warna merah muda, pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari bening
menjadi merah muda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
Dari proses titrasi diperoleh volume larutan NaOH 0,5 M yang diperlukan untuk menetralkan
asam dalam larutan yaitu asam asetat, dimana untuk tiap konsentrasi asam asetat dilakukan pengulangan.
Adapun volume NaOH yangdiperlukan untuk konsentrasi asam asetat 0,5 M adalah 4,5ml; yang 0,25
adalah 11,1ml; yang o,125 adalah 4,6ml dan dan yaang 0,0625 adalah 6,7ml. Hasil yang
diperoleh ini menunjukkan bahwa antara konsentrasia sam asetat dengan volume NaOH yang diperlukan
dalam titrasi memiliki hubunganyang sebanding. Walaupun ada volume yang sangat sedikit dan ada agat
naik drastis, itu dikarenakan, kurangnya distribusi saat pengocokan, kemudian ada zat yang tumpah/keluar
saat pengocokan, sehingga berpengaruh pada saat proses titrasi yaitu pada volumenya. Pada dasarnya,
Semakin besar konsentrasi asam asetat yang digunakan, maka volume larutan NaOH yang diperlukan
untuk menetralkan asam asetat tersebut juga akan semakin banyak. Secara teknik, faktor pengocokan
sangat penting dan mempengaruhi proses distribusi suatu larutan organik pada pelarut
organik dan air yang tidak saling campur. Selain itu, temperatur juga mempengaruhi proses
ekstraksi, karena ekstraksi harus dilakukan pada tempertur konstan.
Dari volume NaOH yang diperoleh dapat dilakukan perhitungan untuk mencari nilai koefisien
distribusi dari percobaan yang dilakukanNilai KD untuk larutan asam asetat pada konsentrasi
tiapkonsentrasi secara berurutan sebesar 0,108 M; 0,107 M; 0,107 M; dan 0,107 M. Dari
perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai Kddengan perbandingan hampir sama. Hal ini hampir sesuai
dengan literatur dimana semakin tinggi konsentrasi asam asetat maka nilai KD yang diperoleh juga
semakin tinggi. Penyebab dari ketidaksesuaian ini adalah kecepatan dari pengocokan yang tidak sama
antara kedua larutan sehingga tidak terjadi pemisahan secara sempurna.
.A dapun fungs i bahan dan ala t s ebagai berikut : as a m cuka
(C H 3COOH) berfungsi sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asam asetatnya.
Natrium hidroksida (NaOH) berfungsi sebagai larutan standar untuk menitrasi asam
cuka(titran). Indikator Phenolphtalein (pp) berfungsi sebagai indikator yang menunjukkan
titik akhir titrasi dan untuk akuades berfungsi sebagai pelarut. Fungsi petroleum eter adalah
sebagai pelarut organik yang digunakan untuk melarutkan asam asetat.Untuk fungsi alatnya yaitu :
pipet tetes berfungsi untuk mengambil indikator dan memasukkannya ke dalam
Erlenmeyer. Erlenmeyer sendiri berfungsi sebagai wadah zat yang akan dititrasi. Statif dan
klem berfungsi sebagai penyanggah berdirinya buret. Fungsi buret itu sendiri adalah sebagai
wadah untuk titrannya(NaOH). Beaker glass berfungsi sebagai wadah campuran yang diaduk.
Corong pisah disini berfungsi untuk memasukkan larutan standar ke dalam buret.
Maupun ke dalam Erlenmeyer. Dan fungsi untuk batang pengaduk adalah alat untuk mengaduk
dua zat yang dicampur agar terbentuk larutan yang homogen. Sifat fisika dari asam asetat adalah memiliki
rumus molekul CH3COOH, massamolar 60.05 gr/mol, densitas dan fase 1.049 g/cm3, cairan.
1.266 g/cm3, padatan. Titik lebur 16.50C (289.6 0,5 K) (61.60F). titik lebur sebesar
118.1 0C (391.2 0.6 K) (244.50F). Penampilan cairan higroskopis tak berwarna.
Sedangkan sifat kimianyaa dalah melarut dengan mudah dalam air, bersifat higroskopis
dan korosif, asam asetat merupakan asam lemah dan monobasik. Asam asetat dapat merubah kertas
lakmus biru menjadi merah. Asam asetat membebaskan CO2
dari karbonat dan as am as et at menyerang logam yang melibatkan hidrogen. Sifat fisika untuk
NaOH adalah memiliki densitas dan fase 2.100 g/cm3, cairan, memiliki titik lebur dan titik didih sebesar
3180C dan 13900C, penampilan yaitu cairan higroskopis tak berwarna. Sedangkan untuk sifat
kimianya yaitu mudah menyerap gas CO2, senyawa ini sangat mudah larut dalam air,
merupakan larutan basa kuat, sangat korosif terhadap jaringan tubuh dan tidak berbau. S ifat
fis ika untuk indik ator pp ya it u me mi lik i rumus mol ekul C 20H14O4,
pena mpil an berupa padatan K ris tal tak berw arna, me mi li ki mas s a jenis
1,227, berbentuk larutan, termasuk asam lemah dan larut dalam air. Sedangkan untuk sifat
kimianya adalah trayek pH berkisar pada 8,2-10, dan merupakan indikator dalam analisis
kimia, tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan, hanya sebagai indikator, larut
dalam 95 % etil alkohol, merupakan asam dwiprotik, tidak berwarna saat asam dan saat kondisi
basa akan berwarna merah lembayung.Adapun sifat fisik dan kimia dari dietil eter yaitu
memiliki rumus molekulCH3CH2-O-CH2-CH3, dengan titik didih 35 C dan konstanta
dielektriknya sebesar 4.3, serta memiliki massa jenis sebesar 0.713 g/ml. Adapun faktor kesalahan
dalam percobaan kali ini yaitu :
K es al ahan pada s aat pengocokan, pen yebabk an cairan ada ya ng keluar dan
dis tribus i terha mbat, s ehingga berpengaruh pada j umlah volume N aO H
ya ng bereaks i
Kesalahan pada saat pengenceran asam asetat, kemungkinan larutan tidak tepat pada batas
tepat,
-mungkin kesalahan pada mentitrasi juga.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Diketahui kelarutan suatu zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling campur
(yaitu air yang tidak bercampur dengan petroleum eter), serta telah didapat harga konstanta
distribusinya yaitu sebesar 0,1073M
5.1 Saran
Adapun saran saya untuk percobaan kedepannya, bisa digunakan pelarut non polar
lain seperti kloroform, etil asetat, benzene ataupun toluena, sehingga didapat hasil yang
bervariasi. Atau mungkin juga bisa menggunakan pelarut non polarnya selain air, misalnya
diginakan etanol atau metanol.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M. N. 1997. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia. Jakarta.
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press
Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro. PT. Kalman Media
Pustaka. Jakarta.
LAMPIRAN
Journal
Data Pengamatan
Perhitungan
Perhitungan
1. Pembuatan Larutan NaOH
Diketahui: M NaOH = 0,1M
V H2O = 500ml =0,5 L
Mr NaOH = 40
-
Dit: m NaOH....?
n NaOH
=
=
m NaOH =
=
=
2. Pembuatan Larutan Asam Oksalat untuk Standarisasi NaOH
Diketahui: M asam oksalat = 0,5M
V H2O = 50ml = 0,05 L
Mr asam oksalat = 120
Dit : m asam oksalat...?
n asam oksalat
=
=
m asam oksalat =
=
=
3. Pembuatan Asam Asetat
Diketahui : M as.asetat Pekat =
V encer = 50 ml
M encer = 0,5 M
Dit : V dari 0,5 M, 0,25M, 0,125M, 0,0625M
a. M
17,49 M
V1
0,5 M
17,49 M
V1
25 Mml
50ml
V1
V1
1,42 ml
b. M
0,5 M
V1
0,25 M
0,5 M
V1
12,5 Mml
50ml
V1
V1
25 ml
c. M
0,25 M
V1
0,125 M
0,25 M
V1
6,25 Mml
50ml
V1
V1
25 ml
d. M
0,125 M
V1
0,0625 M
50ml
0,125 M
V1
3,125 Mml
V1
V1
25 ml
4. Standarisasi NaOH
H2C2O4. 2H2O + 2NaOH Na2C2O4 +4H2O
Vrata-rata : V1 = 20,4 ml
V2 = 20 ml
V rata-rata
n H2C2O4 . 2H2O
= 0,5 x 2
= 1 mmol
Mol NaOH =
x1
= 2mmol
M NaOH =
=
= 0,099M
5. Perhitungan Konstanta Distribusi Asam Asetat (CH3COOH)
CH3COOH + NaOH CH3COONa +H2O
a. n NaOH =
= 0,099M x 4,5ml
= 0,446 mmol
nCH3COOH = nNaOH = 0,446 mmol
M CH3COOH =
=
= 0,089M ...(b)
= (a-b) M
= ( 4,5 0,089) 0,099
= 0,437
C eter = ( a C air)
= 4,5-0,437
= 4,063
K1 =
C air
=
= 0,108 M
b. n NaOH =
= 0,099M x 11,1 ml
= 1,099 mmol
nCH3COOH = nNaOH = 1,099 mmol
M CH3COOH =
=
= 0,219 M ...(b)
C air
= (a-b) M
= ( 11,1 0,219) 0,099
= 1,077
C eter = ( a C air)
= 11,1-1,077
= 10,023
K2 =
=
= 0,107 M
c.
n NaOH =
= 0.099M x 4,6 ml
= 0,455 mmol
nCH3COOH = nNaOH = 0,455 mmol
M CH3COOH =
=
= 0,091 M ...(b)
= (a-b) M
= ( 4,6 0,091) 0,099
= 0,446
C eter = ( a C air)
= 4,6-0,446
= 4,154
K3 =
C air
= 0,107 M
d. n NaOH =
= 0.099M x 6,7 ml
= 0,663 mmol
nCH3COOH = nNaOH = 0,663mmol
M CH3COOH =
=
= 0,133 M ...(b)
= (a-b) M
= ( 6,7 0,133) 0,099
= 0,650
C eter = ( a C air)
= 6,7 0,650
= 6,05
K4 =
C air
=
= 0,107 M
K rata-rata =
=
= 0,1073
Reactions:
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
No comments:
Post a Comment
About Me
Yovita Novi
masalah muncul karena keinginan tidak sesuai dengan kenyataan;
jangan lakukan terhadap orang lain apa yang tidak kau kehendaki orang lain lakukan
untukmu;
anything possible
life wisely
friendship
All Posts
Laporan Praktikum
TERMOKIMIA
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA
FISIKA 1 TERMOKIMIA
Disusun oleh: Nama
:
Yovita Novi ...
LAPORAN
ANALISA
KOLORIMETRI
Bab 1 Pendahuluan 1.1
Latar Belakang
Kolorimetri dikaitkan
dengan penetapan
konsentr...
DISTRIBUSI
ZAT TERLARUT
ANTARA DUA
PELARUT YANG TAK
SALING CAMPUR
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA
FISIKA I DISTRIBUSI
ZAT TERLARUT
ANTARA DUA
PELARUT YANG TAK
SALING CAMPUR
Disusun oleh: Nama
...
LAPORAN
ADSORPSI ISOTERM
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Adsorbsi secara umum
adalah proses
penggumpalan subtansi
terlarut (soluble) yang ada
dalam l...
Laporan
Praktikum - Penentuan
Orde Reaksi dan Tetapan
Laju Reaksi
Abstrak Telah dilakukan
percobaan untuk
penyabunan (saponifikasi)
etil asetat dengan Natrium
Hidroksidadengan
bantuan katalis HCl unt...
VISKOSITAS
SEBAGAI FUNGSI
SUHU
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekentalan adalah sifat
dari suatu zat cair (fluida)
disebabkan adanya
gesekan antara molek...
TETAPAN
LAJU REAKSI DAN
ENERGI AKTIVASI
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA
FISIKA 1 TETAPAN
LAJU REAKSI DAN
ENERGI AKTIVASI
Disusun oleh: Nama
:...
PENGIONAN
SECARA
SPEKTROFOTOMETRI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisis Spektroskopi
didasarkan pada interaksi
radiasi dengan spesies
kimia.Berprinsip pad...
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA
FISIKA II LAJU
INVERSI GULA
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA
FISIKA II LAJU
INVERSI GULA Disusun
oleh: Nama
:
Yovita Novi NIM ...
BIOETANOL DARI
ALGA HIJAU
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatnya
yang telah di berikan
kepada kami...
Fish
Total Pageviews
39,195
Universal Translator
Justmyratih
Just writing...
Sabtu, 28 Mei 2011
Ekstraksi
A. Ekstraksi
Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa
organik
(sebagian
besar
hidrofob)
dilarutkan
atau
didispersikan dalam air. Pelarut yang tepat (cukup untuk
melarutkan
senyawa
organik;
seharusnya
tidak
hidrofob)
ditambahkan pada fasa larutan dalam airnya, campuran kemudian
diaduk dengan baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan
baik. Lapisan organik dan air akan dapat dipisahkan dengan
corong pisah, dan senyawa organik dapat diambil ulang dari
lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya. Pelarut yang
paling sering digunakan adalah dietil eter C2H5OC2H5, yang
memiliki titik didih rendah (sehingga mudah disingkirkan) dan
dapat
melarutkan
berbagai
senyawa
organik.
Tekhnik ini (ekstraksi) bermanfaat untuk memisahkan campuran
senyawa dengan berbagai sifat kimia yang berbeda. Contoh yang
baik adalah campuran fenol C6H5OH, anilin C6H5NH2 dan toluen
C6H5CH3, yang semuanya larut dalam dietil eter. Pertama anilin
diekstraksi dengan asam encer. Kemudian fenol diekstraksi
dengan basa encer. Toluen dapat dipisahkan dengan menguapkan
pelarutnya. Asam yang digunakan untuk mengekstrak anilin
ditambahi basa untuk mendaptkan kembali anilinnya, dan alkali
yang digunakan mengekstrak fenol diasamkan untuk mendapatkan
kembali
fenolnya.
cair
(konstan)
(12.1)
Kesempurnaan
ekstraksi
tergantung
pada
pada
banyaknya
ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika
jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah
pelarut
sedikit-sedikit.
B.
SYARAT
SYARAT
EKSTRAKSI
PELARUT
Kelarutan
yang
c.
Viskositas
d.
Tidak
e.
Mudah
mengambil
C.
Ekstraksi
a. Ekstraksi
pembentukan
rendah
untuk
yang
fase
cukup
rendah
mudah
kembali
zat
terbakar.
terlarut
dari
KLASIFIKASI
dapat
di
pelarut
EKSTRAKSI
klasifikasikan
Khelat; Ekstraksi
khelat
atau
air.
ini
menjadi
berlangsung
struktur
melalui
cincin.
ekstraksi
D.
Prinsip
dengan
memanfaatkan
PRINSIP
pelarut
pengekstraksi.
EKSTRAKSI
Maserasi
Pada
UV
254
nm
Pada
UV
366
nm
Pereaksi
Semprot
H2SO4
10%
JENIS
secara
merupakan
cara
penyarian
EKSTRAKSI
dingin
maserasi
sederhana
yang
dilakukan
dapat
dilakukan
dengan
modifikasi
sebagai
:
melingkar
digesti
Bertingkat
remaserasi
pengaduk
Sokhletasi
maserasi
maserasi
Maserasi
Melingkar
dengan
mesin
Sokhletasi
merupakan
penyarian
simplisia
secara
berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap,
uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air
oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam
klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas
bulat
setelah
melewati
pipa
sifon.
Keuntungan
metode
ini
adalah
Digunakan
o
Kerugian
pelarut
yang
Pemanasannya
dari
lebih
dapat
metode
sedikit
diatur
ini
Metode
Perkolasi
Metode
refluks
Keuntungan
dari
metode
ini
adalah
digunakan
untuk
mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan
tahan
pemanasan
langsung.
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar
dan
sejumlah
manipulasi
dari
operator.
Metode
destilasi
uap
Destilasi uap
minyak-minyak
untuk ekstraksi
sampel
tanaman
Sumber
:
Ditjen POM, (1986), "Sediaan Galenik", Departemen Kesehatan
Republik
Indonesia,
Jakarta.
Wijaya H. M. Hembing (1992), Tanaman Berkhasiat Obat di
Indonesia,
Cet
1
,
Jakarta
.
Sudjadi,
Drs.,
(1986),
"Metode
Pemisahan",
UGM
Press,
Yogyakarta
Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007. Penuntun Praktikum
Fitokimia.
UIN
Alauddin:
Makassar.
24-26.
Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan
Mikroskopi. ITB: Bandung. 3-5.
Diposkan oleh JustMyRatih di 18.42
Reaksi:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Agroindustri
Widget by Justmyratih
Popular Post
Ekstraksi
A. Ekstraksi Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik (sebagian
besar hidrofob) dilarutkan atau didispersi...
MY SCRIBD
percikan (17)
My Blog Archive
2013 (2)
2011 (32)
September (5)
Agustus (2)
Juli (6)
Juni (7)
Mei (12)
Percikan
Ekstraksi
Secuil Taubat
Gemintang
Opick-I'm in love
My Profile
JustMyRatih
Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Student of Agroindustrial Technology, Bogor Agricultural University (IPB)
Lihat profil lengkapku
Facebook
Ratih Purnamasari
Visitors
16,6
17
Recent Activity
OCT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Titrasi Asam-Basa
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dengan cara
mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut dengan sejumlah volume larutan lain yang
konsentrasinya sudah diketahui (Justiana dan Muchtaridi, 2009).Volume titran ditambahkan
sampai titik ekivalen, yaitu sampai saat dimana pereaksinya tepat bereaksi. Prosedur analisis
yang melibatkan titrasi dengan larutan yang konsentrasinya telah diketahui disebut analisis
volumetri.
Titrasi asam-basa didasarkan pada persamaan reaksi yang telah pasti. Konsentrasi larutan
asam atau basa dihitung secara stoikiometri pada keadaan ekivalen asam sama dengan
ekivalen basa.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
Pada titrasi asam dengan basa, pH larutan (titrat asam) bertambah mengikuti penambahan
titran (basa). Larutan titrat yang memiliki pH tertentu dalam proses titrasi asam dengan basa
dapat dibedakan dalam empat keadaan, yaitu:
pH larutan sebelum titrasi dimulai.
pH larutan sebelum titik ekivalen tercapai.
pH larutan pada saat titik ekivalen tercapai.
pH larutan setelah titik ekivalen tercapai.
Ditinjau dari titran dan titrat atau asam dan basa yang digunakan, maka titrasi asam
basa dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
Titrasi antara asam kuat dengan basa kuat.
Titrasi antara asam lemah dengan basa kuat.
Titrasi antara asam kuat dengan basa lemah.
Titrasi antara asam lemah dengan basa lemah.
OH- + In+
(warna 1)
(warna 2)
Apabila indikator tersebut merupakan asam lemah, maka adanya ion H + berlebih
dalam larutan asam akan menekan ionisasi dengan adanya efek ion sekutu, sehingga
menyebabkan konsentrasi In- akan sangat kecil dan warna akan merupakan warna dari bentuk
yang tak terionisasi. Apabila dalam suasana basa, penurunan konsentrasi H + akan
mengakibatkan ionisasi indikator lebih lanjut, [In-] akan naik, dan warna dari bentuk
terionisasi menjadi nampak. begitu pula sebaliknya dengan indikator yang merupakan basa
lemah.
Warna sesungguhnya dari indikator yang bergantung pada angka banding dari
konsentrasi bentuk terionisasi dan bentuk tak terionisasi, sangat berkaitan langsung dengan
konsentrasi ion hidrogen dalam larutan.
2.3 Indikator Fenolftalein
Fenoftalein atau 3,3-bis(4-hydroxyphenyl)isobenzofuran-1(3H)-one memiliki rumus
molekul C20H14O4. Fenolftalein berupa serbuk putih-kuning yang tidak berbau. Titik leleh
fenolftalein berkisar antara 258oC sampai 262oC. Fenolftalein hampir tidak larut dalam air,
sedikit larut dalam kloroform, dan larut dalam alkohol, dietil eter, larutan alkali encer, dan
larutan panas alkali karbonat (Report On Carcinogens, 2002).
Fenolftalein termasuk indikator asam-basa golongan ftalein. Fenolftalein merupakan
senyawa yang memiliki gugus fenol, sehingga bersifat sebagai asam lemah (Sukarta, 1999).
Fenolftalein dapat dibuat melalui reaksi kondensasi, menggunakan fenol dan ftalat anhidrida.
Reaksi pembuatan fenolftalein adalah sebagai berikut.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perubahan Struktur dan Mekanisme Reaksi Fenolftalein Dalam Basa Pekat Berlebih
Fenolftalein merupakan salah satu dari beberapa indikator yang umum digunakan
untuk menentukan titik akhir titrasi asam-basa. Pada umumnya, fenolftalein digunakan dalam
titrasi asam kuat dengan basa kuat. Dalam larutan dengan pH dibawah 8,3, fenolftalein tidak
berwarna dan dalam larutan dengan pH 10, fenolftalein berwarna kemerahan.
Pada percobaan yang dilakukan oleh Petruevski dan Risteska (2007), menunjukkan
bahwa warna yang diberikan oleh fenolftalein semakin pudar dalam konsentrasi basa yang
semakin pekat. Perubahan warna yang terjadi dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 6. Warna Fenolftalein dalam Larutan NaOH 4 mol/L (kiri), 2 mol/L (tengah) dan 1
mol/L (kanan)
sumber : Petruevski dan Risteska (2007)
Secara teoritis pH larutan NaOH 1 M, 2 M dan 4 M dapat ditentukan berdasarkan
perhitungan sebagai berikut.
pH larutan NaOH 1 M adalah:
NaOH (aq)
Na+ + OHDengan koefisien reaksi yang sama, maka konsentrasi NaOH sama dengan
konsentrasi OH- .
[NaOH] = [OH-]
[OH-] = 1 M
pOH
= -log OHpOH = -log 1
=0
pH
= 14 pOH
= 14 0
= 14
Hasil perhitungan pH larutan NaOH 2 M dan 4 M secara teoritis dapat dilihat pada
tabel berikut.
pH
14
14,3
14,6
pH = -log [H+]
pH = - log 1
=0
Penambahan sebelum titik ekivalen
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 2 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 2 mmol
10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 2 mmol
2 mmol
2 mmol
2 mmol
Sisa
: 0 mmol
8 mmol
2 mmol
2 mmol
Yang bersisa adalah 8 mmol HCl, 2 mmol NaCl dan 2 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 8 mmol / 10 ml
= 0,8 M
pH = -log [H+]
pH = - log 0,8
= 0,09
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 4 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 4 mmol
10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 4 mmol
4 mmol
4 mmol
4 mmol
Sisa
: 0 mmol
6 mmol
4 mmol
4 mmol
Yang bersisa adalah 6 mmol HCl, 4 mmol NaCl dan 4 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 6 mmol / 10 ml
= 0,6 M
pH = -log [H+]
pH = - log 0,6
= 0,22
pH = - log 0,4
= 0,39
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 8 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
pH
Hasil perhitungan pH larutan dengan titrat NaOH 2 M dan 4 M secara teoritis dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. pH Larutan Titrasi HCl 10 mL 1 M dengan NaOH 1M, 2M dan 4M
Volume NaOH pH
Volume NaOH pH
Volume NaOH 4
1 M (mL)
2 M (mL)
M (mL)
Sebelum Penambahan NaOH
0
0
0
0
0
Penambahan NaOH Sebelum Mencapai Titik Ekivalen
2
0,09 1
0,09 0,5
4
0,22 2
0,22 1
6
0,39 3
0,39 1,5
8
0,69 4
0,69 2
Penambahan NaOH Saat Titik Ekivalen
10
7
5
7
2,5
Penambahan NaOH Melewati Titik Ekivalen
10,05
11,7 5,05
11,9 2,55
12
13,22 7
13,75 3
14
13,46 9
13,95 3,5
16
13,57 12
14,07 4
pH
0
0,09
0,22
0,39
0,69
7
12,29
13,82
14,06
14,17
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pH larutan tidak mencapai taryek pH
dari indikator fenolftalein. Penambahan satu tetes NaOH sudah menyebabkan larutan
memiliki pH > 10,0. Sehingga dalam titrasi asam kuat dan basa kuat tidak cocok
menggunakan indikator fenolftalein, jika konsentrasi basa (titrat) yang digunakan cukup
pekat. Tolak ukur larutan bersifat pekat adalah secara perhitungan derajat keasaman (pH)
larutan tidak berada dalam rentangan pH 1 14 (Syukri 1999).
Pada percobaan yang dilakukan oleh Petruevski dan Risteska (2007), memperoleh
hasil bahwa warna yang diberikan oleh fenolftalein semakin pudar dalam konsentrasi basa
yang semakin pekat (pH > 14). Jika dihubngkan dengan hasil perhitungan secara teoritis
seperti tertera pada tabel 2, maka dapat diamati bahwa dengan penambahan titrat atau basa
pekat dengan konsentrasi 2 M dan 4 M berlebih, pH larutan dapat melebihi 14 (batas
maksimum pH basa). Sehingga dapat disimpulkan bahawa larutan yang awalnya berwarna
merah akan kembali berubah menjadi bening tak berwarna saat mencapai pH > 14.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Fenolftalein berwarna merah dalam kondisi basa akibat struktur ion resonansinya.
Fenolftalein kembali menjadi tidak berwarna dalam penambahan basa pekat yang berlebih
karena perubahan strukturnya menjadi karbinol. Perubahan struktur fenolftalein dapat
dijelaskan sebagai berikut. Pada pH < 8,3 adanya larutan alkali encer, menyebabkan cincin
lakton pada struktur fenilftalein terbuka dengan menghasilkan struktur trifenilkarbinol, dan
struktur trifenilkarbinol akan kehilangan air dengan menghasilkan ion beresonansi (struktur
resonansi) yang memberikan warna merah. Dengan adanya penambahan basa alkali alkoholik
pekat yang berlebih, maka atom C sp2 yang mengikat tiga gugus fenil akan diserang oleh
OH- yang menyebabkan pemutusan ikatan rangkap konjugasi dan membentuk atom C sp3
dengan struktur karbinol.
4.2 Saran
Perubahan struktur fenolftalein menjadi karbinol tidak terjadi pada pH kurang dari 14.
Untuk megurangi kemungkinan pembentukan karbinol, maka dalam melakukan titrasi asam
basa dengan indikator fenolftalein disarankan untuk menggunakan konsentrasi basa yang
tidak terlalu pekat (pH 1-14).
DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J., Denney, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa A. Hadnyana P. Dan L. Setiono. Vogels Textbook of
Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis, Fourth Edition.
1991. Jakarta: EGC.
Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Alih Bahasa Departemen Kimia
ITB. General Chemistry: The Essential Concepts Third Edition. 2003. Jakarta: Erlangga.
Hughes,
A.
A.
2008. Phenolphthalein-NaOH
Kinetics.
Tersedia
pada http://faculty.ccri.edu/aahughes/GenChemII/Lab
%20Experiments/Phenolphthalein_NaOH_Kinetics.pdf. Diakses pada tanggal 14 April
2011.
Justiana, Sandri dan Muchtaridi. 2009. Kimia 2. Jakarta: Yudhistira
Petruevski, Vladimir M. dan Risteska, Keti. 2007. Behaviour of Phenolphthalein in Strongly Basic
Media.
Chemistry,
Vol.
16,
Iss.
4
(2007).
Tersedia
pada (http://khimiya.org/pdfs/KHIMIYA_16_4_PETRUSEVSKI.pdf).Diakses pada tanggal
5 April 2011.
Report On Carcinogens. 2002. Phenolphthalein CAS No. 77-09-8. Report On Carcinogens, Eleventh
Edition. Tersedia pada (http://ntp.niehs.nih.gov/ntp/roc/eleventh/profiles/s145phen.pdf).
Diakses pada tanggal 5 April 2011.
Sukarta, I Nyoman. 1999. Penggunaan Ekstrak Bunga Angsoka Merah (Ixora gandiflora) sebagai
Indikator Alternatif dalam Titrasi Asam-Basa. Skripsi (tidak diterbitkan). Program Studi
Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan MIPA, STKIP Singaraja.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung :ITB
Tambahkan komentar
chemistry
Classic
Beranda
1.
OCT
Daltons about the nature of matter have conection with Lavoisiers and Prousts law.
Lavoisier states that the total mass of substances before the reaction will always be
equal to the total mass of substance of reactions. while Proust states that Comparison
of mass element in acompound always remain. From this laws, Daltons opinions about
the atom are smallest fractian of material tha can not be devided, atom is describe as a
small solid ball, an element has atoms or identical and different for different elements,
atom combine to form compounds with a simple of integers and ratio. For example,
water cinsist of hydrogen atoms and oxygen atoms. Daltons atomic theory was began to
arouse interest in research on atomic models, but Daltons atomic theory cant explain a
solution to conduct eletical current. How could atom conduct electricity?
The next experiment doing by Thompson. Thompson tried to explain the existence of
electrons and using the theory of atomic models. According to Thompson, evenly
distributed electrons in the atom is regarded as a positively charged ball. Atomic models
proposed by Tompson, often called the raisin bread model with bread as a positively
charged and electrons spread as evently raisin throughout the bread. Thompsons theory
has been discovered of subatomic particles (proton and electron), this is explain the
weakness of Daltons atomic theory which states the atoms can not be devided again
and atom can conduct electricity because has electrons and protons. But the
advantages, Thomson atomic theory has a weakness, namely the location of the
irregular electrons.
the things described is the electron orbit at a certain energy level is called the skin, each
electron has a certain energy in accordance with the energy level of the skin, in a
stationary states does not release electrons and absorb energy, and electron can move
from the position of a high energy to low energy level and to absorb and release energy,
three things are the hallmarks of Bohrs atomic theory. However, in theory only described
about the hydrogen atom, this becomes a weakness of his theory. How about another
atoms?
Tambahkan komentar
2.
OCT
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan
dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut dengan sejumlah volume larutan
lain yang konsentrasinya sudah diketahui (Justiana dan Muchtaridi, 2009). Dalam titrasi
asam-basa, sangat diperlukan adanya indikator untuk menentukan titik akhir titrasi. Salah
satu indikator yang lazim digunakan dalam titrasi asam-basa adalah fenolftalein.
Fenolftalein merupakan indikator sistetis (buatan) yang dapat dibuat didalam
laboratorium dengan menggunakan bahan fenol dan ftalat anhidrida melalui reaksi
kondensasi. Fenolftalein termasuk senyawa golongan ftalein yang bersifat asam lemeh.
Fenolftalein umumnya dipakai sebagai indikator dalam menentukan titik akhir titrasi asam
kuat dengan basa kuat. Fenolftalein mempunyai trayek pH 8,3-10,0 (Bassett, 1994). Dalam
titrasi asam kuat dan basa kuat yang menggunakan larutan asam seperti HCl sebagai titran
dan larutan basa seperti NaOH sebagai titrat, maka akan terjadi perubahan warna indikator
fenolftalein dari tak berwarna, yaitu dalam rentangan pH larutan dibawah 8,3. Fenolftalein
mulai berubah warna menjadi merah muda pada rentangan pH 8,3-10,0 , jika penambahan
titrat dilanjutkan sehingga memiliki rentangan pH diatas 10,0 , maka warna larutan akan
menjadi merah.
Dalam larutan yang bersifat asam dan pada rentangan pH < 8,3 indikator fenolftalein
tidak akan memberikan perubahan warna, dimana warna larutan tetap tidak berwarna.
Sedangkan pada larutan yang bersifat basa pada rentangan pH 8,3-10,0 indikator fenolftalein
akan memberikan perubahan warna menjadi merah muda, dan pada rentangan pH >10,0
indikator fenolftalein akan memberikan perubahan warna menjadi merah (Bassett, 1994).
Namun dalam suasana basa pekat berlebih indikator fenolftalein kembali menjadi tidak
berwarna. Hal ini didukung dengan hasil percobaan yang menunjukkan bahwa dalam
konsentrasi NaOH yang semakin pekat, warna fenolftalein semakin pudar (Petruevski dan
Risteska, 2007).
Perubahan warna ini tentunya disebabkan oleh perubahan struktur fenolftalein dalam
kondisi penambahan basa yang berlebih (Petruevski dan Risteska, 2007). Berdasarkan hal
yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
perubahan struktur dan mekanisme yang terjadi pada fenolftalein dalam basa pekat berlebih
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas, masalah yang dipecahkan dalam makalah ini
adalah Bagaimanakah perubahan struktur dan mekansime reaksi indikator fenolftalein dalam
suasana basa pekat berlebih?.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui perubahan
struktur dan mekanisme reaksi yang terjadi pada fenolftalien dalam basa pekat berlebih.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam wawasan di
dalam bidang kimia yang berhubungan dengan indikator asam basa, yaitu fenolftalein. Selain
itu, tema tulisan ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan tambahan ilmu yang sangat
bermanfaat bagi calon guru untuk mengajar di sekolah sesuai dengan materi ajar yang
berhubungan dengan tema indikator asam basa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Titrasi Asam-Basa
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dengan cara
mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut dengan sejumlah volume larutan lain yang
konsentrasinya sudah diketahui (Justiana dan Muchtaridi, 2009).Volume titran ditambahkan
sampai titik ekivalen, yaitu sampai saat dimana pereaksinya tepat bereaksi. Prosedur analisis
yang melibatkan titrasi dengan larutan yang konsentrasinya telah diketahui disebut analisis
volumetri.
Titrasi asam-basa didasarkan pada persamaan reaksi yang telah pasti. Konsentrasi larutan
asam atau basa dihitung secara stoikiometri pada keadaan ekivalen asam sama dengan
ekivalen basa.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
Pada titrasi asam dengan basa, pH larutan (titrat asam) bertambah mengikuti penambahan
titran (basa). Larutan titrat yang memiliki pH tertentu dalam proses titrasi asam dengan basa
dapat dibedakan dalam empat keadaan, yaitu:
pH larutan sebelum titrasi dimulai.
pH larutan sebelum titik ekivalen tercapai.
pH larutan pada saat titik ekivalen tercapai.
pH larutan setelah titik ekivalen tercapai.
Ditinjau dari titran dan titrat atau asam dan basa yang digunakan, maka titrasi asam
basa dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
Titrasi antara asam kuat dengan basa kuat.
Titrasi antara asam lemah dengan basa kuat.
Titrasi antara asam kuat dengan basa lemah.
Titrasi antara asam lemah dengan basa lemah.
OH- + In+
(warna 1)
(warna 2)
Apabila indikator tersebut merupakan asam lemah, maka adanya ion H + berlebih
dalam larutan asam akan menekan ionisasi dengan adanya efek ion sekutu, sehingga
menyebabkan konsentrasi In- akan sangat kecil dan warna akan merupakan warna dari bentuk
yang tak terionisasi. Apabila dalam suasana basa, penurunan konsentrasi H + akan
mengakibatkan ionisasi indikator lebih lanjut, [In-] akan naik, dan warna dari bentuk
terionisasi menjadi nampak. begitu pula sebaliknya dengan indikator yang merupakan basa
lemah.
Warna sesungguhnya dari indikator yang bergantung pada angka banding dari
konsentrasi bentuk terionisasi dan bentuk tak terionisasi, sangat berkaitan langsung dengan
konsentrasi ion hidrogen dalam larutan.
2.3 Indikator Fenolftalein
Fenoftalein atau 3,3-bis(4-hydroxyphenyl)isobenzofuran-1(3H)-one memiliki rumus
molekul C20H14O4. Fenolftalein berupa serbuk putih-kuning yang tidak berbau. Titik leleh
fenolftalein berkisar antara 258oC sampai 262oC. Fenolftalein hampir tidak larut dalam air,
sedikit larut dalam kloroform, dan larut dalam alkohol, dietil eter, larutan alkali encer, dan
larutan panas alkali karbonat (Report On Carcinogens, 2002).
Fenolftalein termasuk indikator asam-basa golongan ftalein. Fenolftalein merupakan
senyawa yang memiliki gugus fenol, sehingga bersifat sebagai asam lemah (Sukarta, 1999).
Fenolftalein dapat dibuat melalui reaksi kondensasi, menggunakan fenol dan ftalat anhidrida.
Reaksi pembuatan fenolftalein adalah sebagai berikut.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perubahan Struktur dan Mekanisme Reaksi Fenolftalein Dalam Basa Pekat Berlebih
Fenolftalein merupakan salah satu dari beberapa indikator yang umum digunakan
untuk menentukan titik akhir titrasi asam-basa. Pada umumnya, fenolftalein digunakan dalam
titrasi asam kuat dengan basa kuat. Dalam larutan dengan pH dibawah 8,3, fenolftalein tidak
berwarna dan dalam larutan dengan pH 10, fenolftalein berwarna kemerahan.
Pada percobaan yang dilakukan oleh Petruevski dan Risteska (2007), menunjukkan
bahwa warna yang diberikan oleh fenolftalein semakin pudar dalam konsentrasi basa yang
semakin pekat. Perubahan warna yang terjadi dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 6. Warna Fenolftalein dalam Larutan NaOH 4 mol/L (kiri), 2 mol/L (tengah) dan 1
mol/L (kanan)
sumber : Petruevski dan Risteska (2007)
Secara teoritis pH larutan NaOH 1 M, 2 M dan 4 M dapat ditentukan berdasarkan
perhitungan sebagai berikut.
pH larutan NaOH 1 M adalah:
NaOH (aq)
Na+ + OHDengan koefisien reaksi yang sama, maka konsentrasi NaOH sama dengan
konsentrasi OH- .
[NaOH] = [OH-]
[OH-] = 1 M
pOH
= -log OHpOH = -log 1
=0
pH
= 14 pOH
= 14 0
= 14
Hasil perhitungan pH larutan NaOH 2 M dan 4 M secara teoritis dapat dilihat pada
tabel berikut.
pH
14
14,3
14,6
pH = -log [H+]
pH = - log 1
=0
Penambahan sebelum titik ekivalen
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 2 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 2 mmol
10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 2 mmol
2 mmol
2 mmol
2 mmol
Sisa
: 0 mmol
8 mmol
2 mmol
2 mmol
Yang bersisa adalah 8 mmol HCl, 2 mmol NaCl dan 2 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 8 mmol / 10 ml
= 0,8 M
pH = -log [H+]
pH = - log 0,8
= 0,09
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 4 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Mula mula: 4 mmol
10 mmol
0 mmol
0 mmol
Berekasi : 4 mmol
4 mmol
4 mmol
4 mmol
Sisa
: 0 mmol
6 mmol
4 mmol
4 mmol
Yang bersisa adalah 6 mmol HCl, 4 mmol NaCl dan 4 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 6 mmol / 10 ml
= 0,6 M
pH = -log [H+]
pH = - log 0,6
= 0,22
pH = - log 0,4
= 0,39
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 8 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
pH
Hasil perhitungan pH larutan dengan titrat NaOH 2 M dan 4 M secara teoritis dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. pH Larutan Titrasi HCl 10 mL 1 M dengan NaOH 1M, 2M dan 4M
Volume NaOH pH
Volume NaOH pH
Volume NaOH 4
1 M (mL)
2 M (mL)
M (mL)
Sebelum Penambahan NaOH
0
0
0
0
0
Penambahan NaOH Sebelum Mencapai Titik Ekivalen
2
0,09 1
0,09 0,5
4
0,22 2
0,22 1
6
0,39 3
0,39 1,5
8
0,69 4
0,69 2
Penambahan NaOH Saat Titik Ekivalen
10
7
5
7
2,5
Penambahan NaOH Melewati Titik Ekivalen
10,05
11,7 5,05
11,9 2,55
12
13,22 7
13,75 3
14
13,46 9
13,95 3,5
16
13,57 12
14,07 4
pH
0
0,09
0,22
0,39
0,69
7
12,29
13,82
14,06
14,17
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pH larutan tidak mencapai taryek pH
dari indikator fenolftalein. Penambahan satu tetes NaOH sudah menyebabkan larutan
memiliki pH > 10,0. Sehingga dalam titrasi asam kuat dan basa kuat tidak cocok
menggunakan indikator fenolftalein, jika konsentrasi basa (titrat) yang digunakan cukup
pekat. Tolak ukur larutan bersifat pekat adalah secara perhitungan derajat keasaman (pH)
larutan tidak berada dalam rentangan pH 1 14 (Syukri 1999).
Pada percobaan yang dilakukan oleh Petruevski dan Risteska (2007), memperoleh
hasil bahwa warna yang diberikan oleh fenolftalein semakin pudar dalam konsentrasi basa
yang semakin pekat (pH > 14). Jika dihubngkan dengan hasil perhitungan secara teoritis
seperti tertera pada tabel 2, maka dapat diamati bahwa dengan penambahan titrat atau basa
pekat dengan konsentrasi 2 M dan 4 M berlebih, pH larutan dapat melebihi 14 (batas
maksimum pH basa). Sehingga dapat disimpulkan bahawa larutan yang awalnya berwarna
merah akan kembali berubah menjadi bening tak berwarna saat mencapai pH > 14.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Fenolftalein berwarna merah dalam kondisi basa akibat struktur ion resonansinya.
Fenolftalein kembali menjadi tidak berwarna dalam penambahan basa pekat yang berlebih
karena perubahan strukturnya menjadi karbinol. Perubahan struktur fenolftalein dapat
dijelaskan sebagai berikut. Pada pH < 8,3 adanya larutan alkali encer, menyebabkan cincin
lakton pada struktur fenilftalein terbuka dengan menghasilkan struktur trifenilkarbinol, dan
struktur trifenilkarbinol akan kehilangan air dengan menghasilkan ion beresonansi (struktur
resonansi) yang memberikan warna merah. Dengan adanya penambahan basa alkali alkoholik
pekat yang berlebih, maka atom C sp2 yang mengikat tiga gugus fenil akan diserang oleh
OH- yang menyebabkan pemutusan ikatan rangkap konjugasi dan membentuk atom C sp3
dengan struktur karbinol.
4.2 Saran
Perubahan struktur fenolftalein menjadi karbinol tidak terjadi pada pH kurang dari 14.
Untuk megurangi kemungkinan pembentukan karbinol, maka dalam melakukan titrasi asam
basa dengan indikator fenolftalein disarankan untuk menggunakan konsentrasi basa yang
tidak terlalu pekat (pH 1-14).
DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J., Denney, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa A. Hadnyana P. Dan L. Setiono. Vogels Textbook of
Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis, Fourth Edition.
1991. Jakarta: EGC.
Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Alih Bahasa Departemen Kimia
ITB. General Chemistry: The Essential Concepts Third Edition. 2003. Jakarta: Erlangga.
Hughes,
A.
A.
2008. Phenolphthalein-NaOH
Kinetics.
Tersedia
pada http://faculty.ccri.edu/aahughes/GenChemII/Lab
%20Experiments/Phenolphthalein_NaOH_Kinetics.pdf. Diakses pada tanggal 14 April
2011.
Justiana, Sandri dan Muchtaridi. 2009. Kimia 2. Jakarta: Yudhistira
Petruevski, Vladimir M. dan Risteska, Keti. 2007. Behaviour of Phenolphthalein in Strongly Basic
Media.
Chemistry,
Vol.
16,
Iss.
4
(2007).
Tersedia
pada (http://khimiya.org/pdfs/KHIMIYA_16_4_PETRUSEVSKI.pdf).Diakses pada tanggal
5 April 2011.
Report On Carcinogens. 2002. Phenolphthalein CAS No. 77-09-8. Report On Carcinogens, Eleventh
Edition. Tersedia pada (http://ntp.niehs.nih.gov/ntp/roc/eleventh/profiles/s145phen.pdf).
Diakses pada tanggal 5 April 2011.
Sukarta, I Nyoman. 1999. Penggunaan Ekstrak Bunga Angsoka Merah (Ixora gandiflora) sebagai
Indikator Alternatif dalam Titrasi Asam-Basa. Skripsi (tidak diterbitkan). Program Studi
Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan MIPA, STKIP Singaraja.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung :ITB
Tambahkan komentar
Memuat
Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.
^^^AwIn pOenYa^^^
SELASA, 19 MARET 2013
OLEH
AWIN J RAHIM
441 410 055
KIMIA A
Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan
tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur , seperti benzen, karbon
tetraklorida atau kloroform. Batasan nya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada
jumlah yang berbada dalam kedua fase pelarut.
Prinsip dasar lain dari ekstraksi pelarut adalah pemisahan secara komponen dari
zat terlarut di dalam dua campuran pelarut yang tidak saling bercampur. Biasanya
digunakan dalam kimia organik dan lain - lain.
Jika zat terlarut antara dua cairan tidak saling larut, ada suatu hubungan yang tepat
antara konsentrasi zat terlarut dalam kedua fasa terlarut pada keadaan
kesetimbangan. Zat tersebut akan terdistribusikan atau terbagi dalam kedua pelarut
tersebut berdasarkan koefisien distribusi.
Pembanding distribusi
Pembanding Distribusi adalah Perbandingan antara konsentrasi organik dan
konsentrasi air.Dengan rumus sebagai berikut:
Dimana [A] adalah hasil penguraian HA dalam air,yang dapat diganti dengan:
(2)
Persamaan terakhir ini dapat dipakai untuk menghitung pembanding distribusi dan
kuantitas HA terekstraksi dari larutan air dengan harga PH berbeda-beda.
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut terdistribusi
antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur yang
konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan
antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak tergantung pada
spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah
dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Svehla, 1990).
Hukum ini dalam bentuk yang sederhana, tidak berlaku bila spesi yang
didistribusikan itu mengalami disosiasi atau asosiasi dalam salah satu fasa tersebut.
Pada penerapan praktis ekstraksi pelarut ini, terutama kalau kita perhatikan fraksi
zat terlarut total dalam fasa yang satu atau yang lainnya, tidak peduli bagaimanapun
cara-cara disosiasi, asosiasi atau interaksinya dengan spesi-spesi lain yang terlarut.
Untuk memudahkan, diperkenalkan istilah angka banding distribusi D (atau koefisien
ekstraksi E).
Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara
panas.Jenis-jenis
ekstraksi
tersebut
sebagai
berikut:CaraDingin
Maserasi, adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan
pada suhu kamar.Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metoda
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetic berarti dilakuakn
pengadukan kontinyu. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan
pelarutsetelah dilakukan ekstraksi maserat pertama dan seterusnya.Perkolasi,
adalah ekstraksi pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya pada
suhu ruang. Prosesnya didahului dengan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak) secara terus menerus
samapai diperoleh ekstrak perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
Gelas ukur
Timbangan Analitik
Gelas kimia
Kaca arloji
Pengaduk
b. Bahan
Iod
Sifat kimia dari Iod adalah baunya menyengat,menguap pada suhu kamar,mudah
larut dalam kloroform,dan sedikit larut dalam air
Aquadest
Sifat kimia dari Aquades adalah polar
CHCL3
Sifat kimia dari CHCL3 adalah nonpolar dan mudah menguap
E.PROSEDUR KERJA
F.HASIL PENGAMATAN
Dari prosedur yang ada,setelah diamati larutan tersebut terbentuk dua lapisan,yaitu
lapisan bawah adalah CHCL3 (Ungu),dan lapisan atas adalah Air (keruh).Karena massa
jenis CHCL3 (1,48 kg) lebih besar dari massa jenis Air (1 kg).Kemudian dipisahkan kedua
lapisan itu.Untuk ekstraksi yang kedua ditambahkan CHCL 3 sebanyak 15 mL.setelah
dikocok beberapa menit dan didiamkan terbentuk lagi dua lapisan.
PERHITUNGAN
Dik : Vair=30 mL=0,03 L
I2 =0,005 gram
Mol I2 =
=
=
dan
= 0.0007 M x 0.08196
= 5.7 x 10-6 M
G.PEMBAHASAN
H.KESIMPULAN
Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang
paling baik
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran
berdasarkan proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak saling
bercampur.
Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap, ekstraksi
kontinyu, dan ekstraksi counter current.
Proses ekstraksi pelarut berlangsung tiga tahap , yaitu:
Pembentukan Kompleks tidak bermuatan yang merupakan golongan ekstraksi.
Distribusi dari kompleks yang terektraksi
Interaksinya yang mngkin dalam fase organik
Kemungkinan kesalahan
Kesalahan dalam menimbang bahan yang akan digunakan
Kesalahan dalam menggunakan alat
Awin j rahim
(441 410 055)
DAFTAR PUSTAKA
Teaching team. 2012. Dasar-dasar pemisahan analitik bagi mahasiswa. Gorontalo : UNG
Lukum Astin. 2006.bahan ajardasar-dasar pemisahan analitik. Gorontalo : UNG
http://rohyami.staff.uii.ac.id/2012/04/10/ekstraksi-pelarut/
Diunduh Selasa,10/04/2012
http://bersamafebri.blogspot.com/2009/04/ekstraksi-pelarut.html
Diunduh Selasa,10/04/2012
http://tekimku.blogspot.com/2011/07/ekstraksi-pelarut.html
Diunduh Selasa,10/04/2012
http://toothman.posterous.com/ekstraksi
Diunduh Selasa,10/04/2012
2013 (2)
Maret (2)
Awhien Rahim
Lihat profil lengkapku
Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.