Anda di halaman 1dari 25

HUBUNGAN STRUKTUR , KELARUTAN DAN AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT

Terminologi
Larutan adalah campuran homogen dari dua komponen atau lebih. Zat yang
dilarutkan disebut solut dan agen yang melarutkan disebut pelarut.

Kelarutan suatu senyawa adalah jumlah senyawa (zat) terlarut yang dapat
larut dalam jumlah tertentu pelarut pada temperatur tertentu.

Larutan Jenuh adalah zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan


fase padat dalam larutan.

Larutan tidak Jenuh (unsaturated) adalah larutan yang mengandung solut


dalam konsentrasi dibawah konsentrasi yang diperlukan supaya terjadi
penjenuhan yang sempurna pada suhu tertentu.

Lautan Lewat Jenuh (supersaturated) adalah larutan pada suhu tertentu


yang mengandung solut lebih banyak daripada normal sehingga terdapat
solut yang tidak terlarut.
Istilah Kelarutan Jumlah bagian pelarut diperlukan
untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut (very soluble) Kurang dari 1

Mudah larut (freely soluble) 1 – 10

Larut (soluble) 10 – 30

Agak sukar larut (sparingly soluble) 30 – 100

Sukar larut (slightly soluble) 100 – 1000

Sangat sukar larut (very slightly soluble) 1000 – 10.000

Praktis tidak larut (practically insoluble) Lebih dari 10.000


HUBUNGAN STRUKTUR , KELARUTAN DAN AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT

Pelarut Polar
Air
Hidrofilik; lipofobik
Gugus hidrofilik

KELARUTAN
Pelarut Nonpolar
Lemak
Lipofilik/hidrofobik
Gugus lipofilik

Kelarutan senyawa organik dalam lemak berakibat pada daya menembus


membran sel.

Senyawa nonpolar mudah larut dalam lemak, maka nilai koefisien partisi
lemak/air besar, sehingga mudah menembus membran sel secara difusif
pasif.
GUGUS HIDROFILIK DAN LIPOFILIK

Sifat Gugus
Hidrofilik Kuat -OSO2ONa, -COONa, -SO2Na, -OSO2H
(makin ke Sedang -OH, -SH, -O-, =C=O, -CHO, -NO2, -NH2,
kanan -NHR, -NR2, -CN, -CNS, -COOH, -COOR,
makin -OPO3H2, -OS2O2H
menurun) Ikatan tak jenuh -C=CH, -CH=CH2
Lipofilik Rantai hidrokarbon alifatik, alkil, aril,
hidrokarbon polisiklik

Gugus halogen bila disubstitusikan pada cincin aromatis akan bersifat lipofilik.
Substitusi pada rantai alifatik gugus –I, -Br , dan –Cl akan bersifat lipofilik sedang
substitusi –F akan bersifat hidrofilik.

Sifat kelarutan berhubungan erat dengan proses absorbsi obat.


Intensitas aktivitas biologis obat tergantung pada derajad absorbsinya.
AKTIVITAS BIOLOGIS SENYAWA SERI HOMOLOG

Sifat Kelarutan dalam Air Sifat Kelarutan dalam Lemak

Senyawa Hidrofilik Senyawa Lipofilik

Beberapa seri homolog senyawa yang sukar terdisosiasi yang perbedaan


struktur hanya menyangkut jumlah dan panjang rantai atom C, maka
intensitas aktivitas biologinya tergantung pada jumlah atom C.
Contoh
Seri homolog n-alifatik alkohol primer. Pada jumlah atom C1 – C7 aktivitas antibakteri
terhadap Bacillus thyposus semakin meningkat, dan mencapai maksimum jika C = 8.
Jika rantai atom C semakin panjang, maka bagian molekul bersifat nonpolar bertambah;
Koefisien partisi lemak/air meningkat,
Penembusan senyawa ke dalam membran bakteri meningkat,
Sehingga aktivitas antibakteri meningkat.

Jika jumlah atom C lebih besar 8, aktivitas menurun secara dratis.


Kelarutan senyawa dalam air sangat kecil,
Senyawa praktis tidak larut dalam cairan luar sel.
Kelarutan senyawa dalam cairan di luar sel berhubungan dengan proses transpor obat
ke reseptor.

Terhadap Staphylococcus aureus aktivitas maksimum pada jumlah atom C = 5


(amilalkohol),
Alkohol bercabang seperti alkohol sekunder dan tersier mempunyai kelarutan dalam air
besar;
Koefisien partisi lemak/air semkain rendah dibanding alkohol primer;
Aktivitas antibakterinya lebih rendah.
Aktivitas n-heksanol 2x lebih besar dari heksanol sekunder dan 5x dari heksanaol
tersier.
Adanya ikatan rangkap meningkatkan kelarutan dalam air, menurunkan aktivitas
antibakteri.
Alkohol BM tinggi seperti setilalkohol, praktis tidak larut dalam air, tidak berhasiat
sebagai antibakteri
Heksetal, C12H19N2NaO3 Sekobarbital, C12H18N2O3 Pentobarbital, C11H18N2O3

Barbital, C8H12N2O3 Fenobarbital, C12H12N2O3 Aprobarbital, C10H14N2O3


HUBUNGAN SIFAT KELARUTAN DALAM LEMAK
DAN AKTIVITAS ANTIVIRUS TURUNAN ISATIN – β-TIOSEMIKARBASON

Substituen (R) Kelarutan dlm kloroform Aktivitas antivirus relatif


7 – COOH 0 0
5 – OCH3 3 0,03
4 – CH3 8 3,4
4 – Cl 10 8,6
6–F 16 39,8
7 – Cl 29 85
Tidak tersubstitusi 32 100
Siswandono, 2008
KELARUTAN OBAT
PELARUT POLAR

Polaritas pelarut (solven) dipengaruhi momen dipol (µ). Semakin


besar momen dipol semakin tinggi polaritas pelarut.

Kemampuan solut membentuk ikatan hidrogen

Contoh:
Nitrobenzen µ = 4.2 x 10-18 esu cm
Fenol µ = 1.7 x 10-8 esu cm

Pada temperatur 20oC:


Kelarutan nitrobenzen = 0,0155 mol/kg
Kelarutan fenol = 0,95 mol/kg

Momen Dipol adalah momen yang terjadi jika suatu molekul


memiliki bentuk pusat muatan negatif dan pusat muatan positif.
MEKANISME SOLVEN POLAR

Solven polar dengan tetapan dielektrik yang tinggi menurunkan gaya atraksi
antara ion bermuatan berlawanan dalam kristal, misalnya NaCl.

Konstanta dielektrik adalah konstanta yang melambangkan rapatnya fluks


elektrostatik dalam suatu bahan bila diberi potensial listrik.

Solven polar memutuskan ikatan elektrolit kuat dalam reaksi asam, basa.
Terjadi ionisasi HCl dalam air

HCl + H2O H3O+ + Cl-

Solven polar mampu mensolvasi molekul dan ion melalui gaya interaksi dipol,
khususnya pembentukan ikatan hidrogen yang menyebabkan kelarutan zat

Misalnya: interaksi ion dipol antara garam Na-oleat dengan air:

C17H33COONa + nH2O C17H33COO- + Na+


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELARUTAN
Temperatur
Temperatur dapat meningkatkan kelarutan zat padat terutama kelarutan garam
dalam air. Sedangkan kelarutan senyawa non-polar hanya sedikit sekali
dipengaruhi oleh temperatur.

Ion Zwitter atau Zwitter-ion adalah ion yang memiliki muatan berlawanan,
bermomen dipol sekaligus gugus bersifat asam dan basa. Ion Zwitter
kebanyakan dibentuk oleh asam amino. Pada pH netral zwitter-ion akan
bermuatan positif (kation) maupun bermuatan negatif (anion).

Garam amonium kwarter (bentuk kationik)


Sulfonat, fosfat, karboksilat (bentuk anionik)
Fosfolipid fosfatidilserin (zwitter ion)
Suatu as. Amino mengandung asam (fragmen as karboksilat) dan basa
(fragmen amina). Isomer yang di kanan adalah zwiterion.

Isomer asam sulfamat dengan zwiterion.


Fosfolipid adalah golongan lemak yang merupakan komponen utama
membran sel.
Pengaruh pH

Kelarutan senyawa yang terionisasi dalam air sangat dipengaruhi oleh pH,
sedangkan kelarutan senyawa non-elektrolit yang tidak terionisasi dalam air
hanya sedikit dipengaruhi oleh pH.

Untuk senyawa terionisasi (elektrolit) seperti asam karboksilat (HA) kelarutan


merupakan fungsi dari pH

pH = pKa + log [A-] / [HA]

Peningkatan pH dapat meningkatkan kelarutan senyawa asam lemah dan


penurunan pH dapat meningkatkan kelarutan senyawa basa lemah.

Perlu ditentukan pH optimum untuk menjamin larutan jernih, stabil dan efektifitas
terapi maksimum.
Misalnya: as. Salisilat, atropin sulfat, tetrakain HCl, sulfonamida, fenobarbital Na
Hydroklorotiazide, suatu sulfonamide dan htiazide,
diuretik

Furosemide, suatu sulfonamide tetapi bukan thiazie


(Lasix), jaringan parut liver

Sulfametoxazole , suatu sulfonamide,


antibakterial
As. salisilat
Tetrakain (anastese lokal)

Sulfonamide
Fenobarbital (epilepsi) Atropin
Pengaruh Polaritas Pelarut

Polaritas molekul pelarut dan solut dapat mempengaruhi kelarutan

Umum
Molekul solut polar akan terlarut dalam pelarut polar
Molekul solut non-polar akan terlarut dalam pelarut non-polar

Konstantan Dielektrik
Senyawa hidrofobik meningkat kelarutannya dalam air dengan adanya
perubahan konstanta dielektrik pelarut yang dapat dilakukan dengan
penambahan pelarut lain (ko-solven)

Konstanta dielektrik dari suatu sistem campuran pelarut adalah merupakan


jumlah hasil perkalian fraksi pelarut dengan konstanta dielektrik masing-
masing pelarut dari campuran pelarut tersebut.

Kosolvensi merupakan suatu fenomena dimana zat terlarut memiliki kelarutan


yang lebih besar dalam campuran pelarut dibandingkan dalam satu jenis
pelarut.

Kosolven adalah pelarut yang digunakan dalam kombinasi untuk


meningkatkan kelarutan solut
Pengaruh Ukuran Partikel
Ukuran partikel dapat mempengaruhi kelarutan karena semakin kecil ukuran
partikel maka rasio antara luas permukaan dan volume meningkat.

Meningkatnya luas permukaan memungkinkan interaksi antara solut dan solven


semakin besar.

Pengaruh Ukuran Molekul

Semakin besar ukuran molekul semakin berkurang kelarutan suatu senyawa

Semakin besar ukuran molekul solut semakin sulit molekul pelarut


mengelilinginya untuk memungkinkan terjadinya proses pelarutan.

Dalam senyawa organik “percabangan” akan meningkatkan kelarutan karena


semakn banyak percabangan akan memperkecil ukuran molekul sehingga
mempermudah proses pelarutan oleh molekul pelarut.
Pengaruh Polimorfisme

Polimorfisme adalah kapasitas suatu senyawa untuk mengkristal menjadi


lebih dari satu jenis bentuk kristal

Bila perubahan dari satu bentuk kristal ke bentuk lain reversibel proses ini
disebut enantitropik.

Bentuk polimer dapat mempunyai warna, kekerasan, kelarutan, titik lebur


dan sifat-sifat lain dari senyawa.

Karena titik lebur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi


kelarutan maka polimorf akan memiliki kelarutan yang berbeda.
SOLVEN NON-POLAR
Melarutkan solut non-polar dengan tekanan internal yang sama melalui interaksi
dipol induksi. Rumus sederhana yaitu “like disolve like” menjadi dasar kelarutan
misalnya, molekul polar larut dalam pelarut polar (air, alkohol) dan molekul non-polar
larut dalam pelarut non-polar (hidrokarbon heksan).

Molekul solut berada dalam larutan oleh gaya lemah van der waals.

Minyak dan lemak larut dalam CCl4, benzen dan pelarut organik lainnya.

Basa alkaloid dan asam lemak larut pula dalam pelarut non-polar.

SOLVEN SEMI POLAR


Solven semi polar dapat berlaku sebagai solven perantara (intermediate solvent)
untuk bercampurnya cairan polar dan non-polar

Aseton meningkatkan kelarutan eter dalam air. Propilen gliko menambah kelarutan
campuran air dengan benzil benzoat

Keton dan alkohol dapat menginduksi derajad polaritas dalam molekul solven non-
polar. Karena itu benzen yang mudah terpolarisasi menjadi larut dalam alkohol.
PARTISI DAN DISTRIBUSI

Jika suatu senyawa (solut) ditambahkan pada sepasang pelarut yang tidak
tercampurkan, maka senyawa akan terdistribusi diantara kedua pelarut sesuai
dengan afinitasnya pada masing-masing pelarut.

Senyawa polar (asam amino, obat yang terionisasi) akan cenderung masuk ke
dalam fase polar (fase air), sementara senyawa non polar (obat tidak
terionisasi) akan cenderung masuk ke dalam fase non-polar (organik, lipid).

Distribusi senyawa yang ditambahkan ke dalam dua pelarut tak tercampurkan


tersebut akan memenuhi hukum partisi. Perbandingan konsentrasi suatu
senyawa yang terpartisi dalam dua pelarut tak tercampurkan adalah konstan
(tetap).

Secara umum koefisien partisi dinyatakan dengan rumus:

P= [Organik]/[Air]

P = koefisien partisi; [Organik] = konsentrasi senyawa dalam organik (fase


lemak);
[Air] = konsentrasi senyawa dalam fase air (fase berair)
KOEFISIEN PARTISI DAN DISTRIBUSI

Jika suatu zat ditambahkan ke dalam dua fase pelarut tidak tercampur,
maka solut akan terdistribusi ke dalam kedua pelarut yang dapat
dinyatakan dengan koefisien distribusi (D) atau koefisien partisi (P)

Koefisien partisi (P) atau Koefisien distribusi (D) adalah perbandingan


konsentrasi senyawa dalam campuran dua fase yang tak larut pada
kesetimbangan.

KD = [A]o/[A]w

KD : koefisien distribusi
[A]o : konsentrasi solut A dalam pelarut organik
[A]w : konsentrasi solut A dalam pelarut berair
Koefisien Partisi (P): rasio konsentrasi solut diantara dua fase pelarut,
khususnya terhadap solut yang tidak terionisasi.

Jika suatu pelarut adalah air (mengandung air) dan yang lain aalah pelarut
non-polar, maka nilai log P adalah suatu ukuran dari lipofilisiti atau
hidrofobisiti.
Tak terionisasi
[Solut]oct
log Poct/w = log Tak terionisasi
[Solut]w

pH sangat berpengaruh

Koefisien Partisi untuk senyawa yang dapat terionisasi (log PI)


M mengidentfikasikan jumlah bentuk ionisasi untuk besar I (I = 1, 2,..., M)

I
I
[Solut]oct
log Poct/w = log
I
[Solut]w

Untuk senyawa tiak terionisasi koefisien Partisi disimbolkan dengan P0


Koefisien Distribusi (log D): perbandingan jumlah konsentrasi semua
senyawa (terionisasi dan tak terionisasi)
dalam masing-masing kedua fase pelarut,
yang sangat tergantung dari pH fase yang
mengandung air.

[Solut] terionisasi
oct + [Solut] tak terionisasi
log Doct/w = log oct

[Solut] terionisasi
w [Solut] wtak terionisasi
100 o Heksetal

o Sekobarbital

50
P o Pentobarbital
CHCl3/Air

10

5
o Aprobarbital
o Fenobarbital
1
o Barbital

20 40 60
Persen (%) obat yang diabsorpsi

Hubungan koefisien partisi lemak/air (P) terhadap absorpsi bentuk tak


terionisasi beberapa obat turunan barbiturat

Anda mungkin juga menyukai