Anda di halaman 1dari 32

WEBINAR

KENALI PENYAKIT EPILEPSI


Pembicara Materi:
Dr. Apt, Diana Laila Ramatillah, M.Farm
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan
UTA’45 Jakarta
CURRICULUM VITAE PEMATERI

Ibu Dr. Apt, Diana Laila


Ramatillah, M.Farm
Wakil Rektor Bidang Akademik
UTA’ 45 Jakarta
RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1992-1993 TK Aisyiah Padang – Sumatera Barat

Tahun 1993-1999 SD No. 9 Padang –Sumatera Barat

Tahun 1999- 2002 SMP Adabiah Padang- Sumatera Barat

Tahun 2002-2005 SMA No. 3 Padang- Sumatera Barat


RIWAYAT PENDIDIKAN

Lulusan S1 Farmasi Universitas Andalas Tahun 2009

Lulusan Apoteker Universitas Andalas Tahun 2010

Lulusan S2 Farmasi Universitas Andalas Tahun 2012

Lulusan S3 PHD Clinical Pharmacy at Universiti


Sains Malaysia (USM) Tahun 2018
LATAR BELAKANG ORGANISASI

Member IAI ( Assosiation of Pharmacist Indonesia) Indonesia


2010 - Sekarang

Member ACCP (American College Clinical Pharmacy)


2016- Sekarang

Member Hong Kong Chemical, Biological & Environmental


Engineering Society (HKCBEES)
2019 - Sekarang
JABATAN PEKERJAAN

Ketua Jurusan Program Studi


Ketua Jurusan S1 Fakultas
Apoteker Fakultas Farmasi UTA’45
Farmasi UTA’45 Jakarta
Jakarta
(2018-2019)
(2013-2017)

Dekan Fakultas Farmasi Wakil Rektor Bidang Akademik,


Universitas 17 Agustus 1945 Universitas 17 Agustus 1945
Jakarta Jakarta
(Maret 2019- Sept 2020) (Sept 2020- Sekarang)
Pangalaman dalam memberikan
Pelatihan, Seminar, Presentasi Lisan Nasional
dan Internasional

• Rakernas IAI sebagai Presenter Lisan di


PIT IAI Bandung Tahun 2019

• Invited Speaker di Singapore Tahun 2019

• Presentasi Lisan “Faktor Risiko Potensial


Penyakit Ginjal Stadium Akhir” MICH-PhD
Jakarta, Indonesia Tahun 2018
PENULIS DAN PENERBIT BUKU
TENTANG APOTEK KLINIS

Volume Kerja Apoteker


Perawatan Anak 02, 2014

Praktik Famasi Klinis, 2014


KELOMPOK 7

1. ELFA KRISNA SIALLAGAN (2043700046)


2. ESTERLINA J. WATUNG (2043700041)
3. MAULANA HAFIDZ (2043700229)
4. NURALANG (2043700069)
5. NUR HIDAYATI (2043700063)
6. YURIS O. SIHOMBING (2043700078)
7. WAHYUNI (2043700105)

DOSEN PENGAMPU :
Dr,Apt. Diana Laila Ramatillah, M.Farm.
EPILEPSI
DEFENISI

Epilepsi adalah suatu keadaan yang


ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari gangguan
fungsi otak secara intermiten, yang
disebabkan oleh lepas muatan listrik
abnormal yang berlebihan di neuron-
neuron paroksimal.
EPIDEMIOLOGI
 EPILEPSI adalah gangguan yang menimpa sekitar 1-2 juta orang di
IndonesiaAmerika Serikat, dengan prevalensi epilepsi di indonesia sekitar
5-10 kasus per 1.000 orang.
 Nsiden epilepsi di indonesia sekitar 50 kasus per 100.000 orang per tahun.
 kejang epilepsy pertama terjadi apada 300.000 orang setiap tahunnya,
120.000 orang berusia > 18 tahun, dan antara 75.000 dan 100.00
diantaranya adalah anak- anak muda yang berusia 5 tahun yang mengalami
kejang demam. Laki – laki memiliki sedikit lebih beresiko dari pada
perempuan.
 Awal terjadinya kejang pada bayi di bawah usia 1 tahun dan pada orang
dewasa setelah usia 55 tahun.
 Namun, jumlah terbesar dari pasien yang menderita epilepsi adalah antara
usia 15 – 64 tahun.
 30%nya terjadi pada usia muda kurang dari 18 tahun pada saat terdiagnosa.
 Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsy  pada kondisi tanpa
serangan, pasien terlihat normal dan semua data lab juga normal, selain
itu ada stigma tertentu pada penderita epilepsy  malu/enggan
mengakui
TANDA DAN GEJALA
Gejala kejang yang spesifik akan tergantung pada macam kejangnya. Jenis kejang
dapat bervariasi antara pasien, namun cenderung serupa pada satu individu yang
sama.
1. Kejang parsial, Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian tubuh dan
kesadaran penderita umumnya masih baik. Kejang parsial terbagi atas 2 yaitu :
Gejala kejangparsial
a. Kejang yang spesifik akan pada
sederhana, tergantung
kejangpada macam kejangnya.
ini kesadaran Jenis kejang
penderita masih baik. dapat
bervariasi antarayang
Gejala, pasien, namun
timbul cenderung
berupa kejang serupa
motorikpada satu
fokal, individu yang
femnomena sama.
halusinatorik,
- Kejang komplek
psikoilusi, parsial
atau dapat termasuk
emosional kompleks.gambaran sematosensori atau motor fokal.
- Kejang komplek
b. Kejang parsial
parsial dikaitkan dengan perubahan kesadaran.
kompleks
- Ketiadaan kejang
Gejala, dapatdan
bervariasi tampak relatif
hampir sama ringan,
dengan dengan
kejangperiode
parsial perubahan
sederhana, kesadaran
tetapi
hanyayang
sangata
palingsingkat (detik).adalah penurunan kesadaran dan otomatisme.
khas terjadi
- Kejang tonik klonik umum merupakan episode konvulsif utama, dan selalu dikaitkan
dengan kehilangan
2. Kejang Umum, kesadaran.
Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran
penderita umumnya menurun. Kejang umum terbagi atas yaitu :
c. Kejang Absans, Hilangnya kesadaran sesaat (beberapa detik) dan mendadak
disertai amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura atau
halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi
d. Kejang Atonik, Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot
anggota badan, leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau lebih
lama.
c. Kejang Mioklonik, ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang
cepat . dan singkat. Kejang yang terjadi dapat tunggal atau berulang .
d. Kejang Tonik-Klonik, kesadaran hilang dengan cepat dan total disertai
kontraksi menetap dan masif di seluruh otot. Mata mengalami deviasi ke atas.

Fase tonik berlangsung 10 - 20 detik dan diikuti oleh fase klonik yang
berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase tonik, tampak jelas fenomena
otonom yang terjadi seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur, dan peningkatan

denyut jantung.
e. Kejang Klonik, gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, .
tetapi kejang yang terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2 menit.
f. Kejang Tonik, Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering
mengalami jatuh akibat hilangnya keseimbangan
ETIOLOGI Gangguan/Abnormalitas dari
pelepasan neuron.

Anak - anak Tahun Orang Tua


menengah

• Birth • Cedera • Tumor otak


trauma kepala • Stroke
• Infeksi • Infeksi
• Kelainan • Alkohol
bawaan • Obat
• Demam stimulan
tinggi • Efek
samping
pengobatan
PATOFISIOLOGI

Kejang disebabkan karena ada ketidakseimbangan


antara pengaruh inhibisi dan eksitatori pada otak,
terjadi karena :

Kurangnya transmisi inhibitori


Contoh: setelah pemberian antagonis GABA, atau selama
penghentian pemberian agonis GABA (alkohol, benzodiazepin)

Meningkatnya aksi eksitatori


 meningkatnya aksi glutamat atau aspartat
Hubungan antar neuron terjalin melalui impuls listrik dengan bahan perantara
kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter.
FISIOLOGI NORMAL
DIAGNOSA
Ada tiga langkah untuk menuju dignosis epilepsi, yaitu:
1. Memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal menunjukkkan
bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi.
2. Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah jenis
bangkitan epilepsi yang terjadi
3. Tentukan etiologi, sindrom epilepsi yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi,
atau epilepsi yang diderita oleh pasien

 Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik
dalam bentuk bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kali) yang ditunjang
oleh gambaran epileptiform pada EEG .
Untuk menentukan jenis epilepsinya, selain dari gejala, diperlukan berbagai
alat diagnostik : EEG, CT-scan, MRI, Lain-lain.
KLASIFIKASI EPILEPSI

Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang


dibagi menjadi :

1. Kejang umum (generalized


seizure)  jika aktivasi terjadi pd kedua
hemisfere otak secara bersama-sama

2. Kejang parsial/focal  jika dimulai dari


daerah tertentu dari otak
1. Kejang umum terbagi atas enam yaitu :
Kejang
Kejang absans
atonik

Absans
atipikal

Kejang
Kejang umum
tonik-klonik

Kejang
mioklonik
Kejang
klonik
2. Kejang parsial terbagi atas tiga yaitu :
• Kejang parsial sederhana dengan gejala motorik
Kejang parsial • Kejang parsial sederhana dengan gejala
sederhana • Somatosensorik atau sensorik khusus
• Kejang parsial sederhana dengan gejala psikis

• Kejang parsial kompleks dengan onset parsial


Kejang parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran
• Kejang parsial kompleks dengan gangguan
kompleks
kesadaran saat onset

Kejang parsial
 Kejang parsial sederhana menjadi kejang
yang menjadi
umum
kejang  Kejang parsial kompleks menjadi kejang umum
generalisata  Kejang parsial sederhana menjadi kejang
sekunder  Parsial kompleks dan kemudian menjadi
kejang umum
SASARAN TERAPI
• Mengontrol (mencegah dan mengurangi
frekuensi) supaya tidak terjadi kejang -
beraktivitas normal lagi
• Meminimalisasi adverse effect of drug

STRATEGI TERAPI
• Mencegah atau menurunkan lepasnya
muatan listrik syaraf yang berlebihan 
melalui perubahan pada kanal ion atau
mengatur ketersediaan neurotransmitter
Prinsip Pengobatan pada Epilepsi
Monoterapi
1. Menurunkan potensi Adverst
Effect
 Variasi individual -- perlu
2. Meningkatkan kepatuhan
pasien pemantauan
• Monitoring kadar oba dalam
3. Hindari / minimalkan
penggunaan antiepilepsi darah - penyesuaian dosis
sedatif • Lama pengobatan tergantung
jenis epilepsinya, kondisi
4. Jika monoterapi gagal, dapat
diberikan sedatif atau pasien dan kepatuhan pasien
politerapi • Jangan menghentikan
5. Pemberian terapi sesuai
pengobatan secara tiba-tiba
dengan jenis epilepsinya (mendadak)
6. Mulai dengan dosis terkecil
(dapat ditingkatkan sesuai
dengan kondisi pasien)
Penatalaksanaan Terapi
Non
Farmakologi : Farmakologi :

• Amati faktor pemicu


•menggunakan
• Menghindari faktor obat-obat
pemicu (jika ada),
misalnya : stress, antiepilepsi
olahraga, konsumsi
kopi atau alkohol,
perubahan jadwal
tidur, terlambat
makan, dll.
TERAPI FARMAKOLOGI
Jenis Epilepsi First Line Terapi Menurut Uk Alternatif Terapi Menurut Uk
Guidline Guidline
Partial Selzure Karbamasepin, Lamotgrin Levetiracetam, Oxcarbazepin, Asam
(Diagnosis Baru) Valproate
Partial Selzure Lamotigrin, Oxcarbazepin, -
(Refractory Monoterapy) Topiramat

Partial Selzure Karbamazepin, Klobazam, Lacosamid, Fenobarbital, Fenitoin,


(Refractory Adjunct) Gabapentin, Lamotigrin, Pregebalin, Tiagabin, Vigabatrin,
Levetiracetam, Oxcarbazepin, Asam Zonisamid
Valproate, Topiramat
Generalized Seizur Etoksusimid, Lamotigrin, Asam Klobazam, Klonazepam,
Absence Valproate Levetiracetam, Topramat, Zonizimid

Primary General (Tonic- Asam Valproate, Lamotigrin, Klobazam, Levetiracetam, Topiramat


Clonic) Karbamazepin, Oxcarbamazepin

Juvenile Myoclonic Etoksusimid, Lamotigrin, Klobazam, Klonazepam,


Epilepsy AsamValproat Levetiracetam, Topiramat, Zonisamid
Inaktivasi kanal Na  menurunkan kemampuan
syaraf untuk menghantarkan muatan listrik

Obat- • agonis reseptor GABA 


Contoh: Fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat
obat
meningkatkan transmisi inhibitori
yang
dg mengaktifkan kerja reseptor
meningk GABA  contoh: benzodiazepin,
atkan barbiturat
inaktivas • menghambat GABA transaminase
i kanal
 konsentrasi GABA meningkat 
Na+:
contoh: Vigabatrin
Obat-obat yang • menghambat GABA transporter 
meningkatkan memperlama aksi GABA  contoh:
Tiagabin
transmisi • meningkatkan konsentrasi GABA
inhibitori pada cairan cerebrospinal pasien
GABAergik:  mungkin dg menstimulasi
pelepasan GABA dari non-vesikular
pool  contoh: Gabapentin
EPILEPSI PADA KEHAMILAN

• Kemungkinan peningkatan kejang ibu, komplikasi kehamilan,


hasil janin yang merugikan.
• Sekitar 25% sampai 30% wanita mengalami peningkatan
kejang selama kehamilan
• Peningkatan aktivitas kejang dapat diakibatkan oleh efek Lamotrigin dan Gabapentin:
langsung pada ambang kejang atau penurunan konsentrasi tidak ditemui efek teratogen
AED. pada hewan uji, tetapi data
• Barbiturat dan fenitoin berhubungan dengan malformasi pada manusia belum cukup
jantung kongenital, celah orofasial, dan malformasi lainnya. kuat.
• Asam valproat dan karbamazepin berhubungan dengan
spina bifida (cacat tabung saraf) dan hipospadia. Pemberian suplemen asam
folat dan vitamin K
diperlukan selama wanita
hamil yang mengkonsumsi
obat-obat antiepilepsi.
TERAPI NON FARMAKOLOGI
a. Terapi Bedah
Terapi bedah dilakukan pada 20-30% pasien yang tidak memilki
respon yang baik dengan pemberian obat antiepilepsi. Terapi
bedah diindikasikan pada pasien tersebut bila bagian otak yang
menyebabkan kejang dapat dioperasi tanpa memberikan efek
defisit neurologis yang berat. Dalam menentukan apakah pasien
layak operasi atau tidak perlu dilakukan serangkaian
pemeriksaan pencitraan neuronal serta studi psikometrik

b. Terapi Non Bedah


Terapi non bedah yang dapat dilakukan pada pasien epilepsi
adalah dengan diet ketogenik. Diet ketogenik diberikan
berdasarkan teori bahwa keadaan asidosis dan ketosis memiliki
efek anti kejang
DAFTAR PUSTAKA
1. Guidelines for seizure Management.2010
2. Goldenberg, M.M. Overview of Drugs Used for epilepsy and Seizures. P & T.
2010,36:7.
3. Winifred Karema, Gunawan Dimas P, dkk .'Gambaran Tingkat Pengetahuan
Masyarakat Tentang Epilepsi Di Kelurahan Mahena Kecamatan Tahuna Kabupaten
Sangihe'. Manado: Universitas Sam Ratulangi,2008.
4. Departemen Kesehatan Ri. 2009. Pelayanan Kefarmasian Untuk Orang Dengan
Gangguan Epilepsi. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi dan Klinik Ditjen Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
5. Sakti, Ridho Muhammad. 2020. Modul Belajar Ukai. Jakarta: Tim Obat Ukai
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai