PENDAHULUAN
Larutan memiliki sifat-sifat yang dapat sama bahkan berbeda dengan sifat zat
sebelum dicampurkan. Sebagai contoh, garam natrium klorida adalah zat padat ionik
yang jika dilarutkan ke dalam pelarut air akan memiliki sifat yang tidak berbeda
dengan sebelumnya. Akan tetapi, apabila asam klorida yang merupakan senyawa
kovalen polar dilarutkan ke dalam air, sifat kovalennya hilang berubah menjadi sifat
ionik. Oleh karena itu, Anda dalam mempelajari larutan tidak cukup hanya mengkaji
bagaimana proses pelarutan terjadi, tetapi Anda perlu juga mengkaji lebih jauh
Kelarutan intrinsik dari sebuah zat dapat didefinisikan sebagai kelarutan suatu
zat dalam bentuk asam atau basa bebasnya dan dapat dihitung pada pH yang bernilai
lebih dari satu di bawah pKa dan lebih dari satu di atas pKa. Pada nilai pH melewati
pH = pKa-1 untuk asam lemah dan pH= pKa+1 untuk basa lemah, terdapat hubungan
Ksp untuk mengetahui kelarutan suatu zat dalam suatu larutan. Maka perlu
mengetahui cara menentukan nilai Ksp dari suatu zat. Berdasarkan hal tersebut, maka
dilakukan percobaan mengenai penentuan nilai hasil kali kelarutan. Percobaan ini
dilakukan untuk membandingkan antara teori yang sudah ada dan hasil dari
1. bagaimana cara menghitung kelarutan zat elektrolit yang bersifat sedikit larut ?
Maksud dari percobaan ini adalah mempelajari dan memahani nilai hasil
kelarutan (Ksp) dan panas pelarutan zat elektrolit yang bersifat sedikit larut.
Manfaat dari percobaan ini adalah agar kita dapat mengetahui cara
menghitung kelarutan zat elektrolit yang bersifat sedikit larut dan dapat menentukan
panas pelarutan PbCl2 dengan menggunakan sifat kebergantungan Ksp pada suhu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Larutan
Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih.
Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat yang
jumlahnya banyak biasanya disebut pelarut, sementara zat yang jumlahnya sedikit
disebut zat terlarut, tetapi ini tidak mutlak. Bisa saja dipilih zat yang lebih sedikit
pengertian yang biasa digunakan untuk pelarut dan terlarut. Campuran yang dapat
saling melarutkan satu lama lain dalam segala perbandingan dinamakan larutan
“miscible’. Udara merupakan larutan miscible. Jika dua cairan yang tidak bercampur
Suatu larutan sudah pasti berfasa tunggal. Berdasarkan wujud dari pelarutnya,
suatu larutan dapat digolongkan ke dalam larutan padat, cair ataupun gas. Zat terlarut
dalam ketiga fasa larutan tersebut juga dapat berupa gas, cair ataupun padat.
Campuran gas selalu membentuk larutan karena semua gas dapat saling campur
dalam berbagai perbandingan dalam larutan cair, cairan disebut pelarut dan
komponen lain (gas atau zat padat) disebut terlarut. Jika dua komponen pembentuk
larutan adalah cairan maka komponen yang jumlahnya lebih besar atau strukturnya
tidak berubah dinamakan pelarut. Contoh, 25 gram etanol dalam 100 gram air, air
disebut sebagai pelarut, sedangkan etanol sebagai zat terlarut, sebab etanol lebih
sedikit daripada air. Contoh lain adalah sirup, dalam sirup, gula pasir merupakan
komponen paling banyak daripada air, tetapi gula dinyatakan sebagai zat terlarut dan
air sebagai pelarut, sebab struktur air tidak berubah, sedangkan gula berubah dari
keadaan cair (ber bentuk larutan) dapat dilalui listrik. Daya hantar listrik terjadi
karena elektrolit terurai menjadi bagian-bagian bermuatan listrik yang disebut ion.
Ion positif disebut kation dan ion negatif disebut anion. Bahan yang termasuk
elektrolit yaitu bahan asam, basa atau garam. Ketiga bahan ini kalau dilarutkan
2.2 Kelarutan
Kelarutan adalah jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah
pelarut tertentu. Semakin besar nilai kelarutan suatu zat, maka semakin mudah larut
zat tersebut dalam pelarut tertentu (Marheni, 2005). Perhitungan kelarutan presipitat.
kuantitatif dari analit menjadi endapan yang sedikit larut. Langkah-langkah ini
ini dan beberapa spesies yang dapat larut lainnya setelah mencuci endapan. Realisasi
langkah kedua praktis setara dengan penambahan kelebihan endapan ke dalam air
Polimorfisme merupakan suatu zat kimia tunggal yang bisa ada dalam satu
atau lebih bentuk kristal, dimana terdiri dari bentuk stabil dan metastabil. Pada obat,
hanya ada satu bentuk zat aktif murni yang stabil pada tekanan dan suhu tertentu
umumnya menghasilkan kelarutan dan laju disolusi yang lebih tinggi dibandingkan
bentuk stabil untuk zat aktif yang sama (Fajri, dkk., 2015).
Disolusi adalah proses suatu zat solid memasuki pelarut untuk menghasilkan
suatu larutan. Larutan ini diskenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini,
diabsorbsi. Proses disolusi bergantung pada kemampuan partikel untuk dapat melalui
membran. Akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intesitas dan lama
2.3.1 Kepolaran
polaritasnya. Misalnya zat terlarut yang sangat polar seperti urea sangat mudah
terlarut di dalam air yang sangat polar, kurang larut dalam alkohol yang sedikit polar,
dan tidak larut dalam pelarut non-polar seperti benzena. Sebaliknya zat terlarut yang
non-polar seperti naftalena tidak larut dalam air, sedikit larut dalam metanol, dan
larut dalam benzena yang non-polar. Kelarutan dipengaruhi oleh entropi campuran
dan bergantung pada entalpi pemutusan ikatan serta efek hidrofobik. Kimia sintesis
2.3.2 Kelarutan
mendasar dalam bidang penelitian seperti kimia, fisika, ilmu makanan, farmasi, dan
ilmu biologi. Tingkat kelarutan merupakan faktor yang sangat penting dalam bidang
farmasi dan merupakan salah satu faktor utama yang mengontrol bioavailabilitas.
dari zat obat. Selain itu, kelarutan dan sifat yang berhubungan dengan
untuk menentukan bentuk akhir dari substansi obat, dan untuk menghasilkan
2.3.3 Suhu
Suhu merupakan besaran fisis yang perlu diukur dan dikontrol untuk berbagai
(BMKG) suhu juga penting. Suhu ini merupakan parameter cuaca. Cuaca adalah
keadaan atmosfer pada setiap saat, dinyatakan oleh tinggi atau rendahnya nilai
Apabila intensitas cahaya meningkat, maka suhu udara juga meningkat, kelembaban
menjadi rendah, penguapan tinggi, awan hujan menjadi banyak, dan apabila terjadi
Kelarutan dari asam lemah dan basa lemah sangat bergantung pada konstanta
disosiasi asam (konstanta ionisasi asam) Ka, dan pH dari medium yang ditempatinya.
Ka adalah konstanta kesetimbangan untuk reaksi di mana asam lemah berada dalam
tingkat disosiasi ion hidrogen dari asam. Semakin besar nilai Ka (semakin
kecil pKa, pKa = - log Ka), maka semakin kuat asam tersebut pada suatu
zat dalam bentuk asam atau basa bebasnya dan dapat dihitung pada pH yang bernilai
lebih dari satu di bawah pKa dan lebih dari satu di atas pKa. Pada nilai pH melewati
pH = pKa-1 untuk asam lemah dan pH= pKa+1 untuk basa lemah, terdapat hubungan
linear antara logaritma dari kelarutan dan pH batas kelarutan dari spesi tersebut
kekekalan massa dapat diberlakukan. Misalnya, jika endapan perak klorida ada
Apabila suatu elektrolit sukar larut, karena hasil kali konsentrasi ion-ionnya
dalam larutan dibuat melampui harga Ksp nya, misalnya dengan menambahkan suatu
garam yang mengandung ion sejenis dengan ion yang terdapat dalam larutan, maka
endapan garam padatnya sehingga tercapai harga Ksp, atau jika hal ini tidak mungkin
sampai garam padatnya terlarut koagulasi, flokulasi dan kopresipitasi adalah proses
pengendapan kimia. Berbagai macam kation termasuk juga kation hasil fisi dalam
bentuk senyawa-senyawa hidroksida, fosfat dan lainnya dengan daya larut sangat
METODE PERCOBAAN
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan Pb(NO3)2 0,075 M,
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, kaki tiga, kasa,
gelas kimia, hot plate, termometer, buret, tiang statif, rak tabung reaksi, dan penjepit
tabung reaksi.
ke dalam dua buret yang berbeda yang telah dipasang pada tiang statif. Kemudian
10 mL. Selanjutnya pada tabung reaksi ditambahkan larutan KCl 1 M dengan volume
yang berbeda mulai dari 1,5 mL, 2,0 mL, 2,5 mL, dan 3,0 mL diberikan label pada
masing-masing tabung. Setelah itu, campuran larutan tersebut dikocok dan dibiarkan
Pada percobaan sebelumnya, tabung reaksi yang berisi campuran Pb(NO3)2 0,075
M dan KCl 1 M yang membentuk endapan dipanaskan sampai endapan dalam tabung
diukur suhu larutan dan dicatat. Suhu dicatat pada saat larutan tepat larut kembali.
BAB IV
Volume Volume
Nomor Pembentukan Suhu Suhu
Pb(NO3)2 KCl 1 M
Campuran Endapan (°C) (°K)
0,075 M (mL) (mL)
1 10 1,5 + 50 323
2 10 2,0 ++ 55 328
4.2 Reaksi
4.3 Perhitungan
= 10 mL × 0,075 M
= 0,75 mmol
= 1,5 mmol
= 10 mL + 1,5 mL
= 11,5 mL
mmol PbCl2
[PbCl2 ] =
V total
0,75 mmol
=
11,5 mL
= 0,0652 M
s s 2s
Ksp = [Pb+][Cl¯]2
= s (2s)2
= 4s3
= 4 (0,0652)3
= 1,1087 x 10-3
b. Penambahan 2,0 mL KCl 1 M
= 10 mL × 0,075 M
= 0,75 mmol
= 2,0 mL × 1 M
= 2,0 mmol
= 10 mL + 2,0 mL
= 12,0 mL
mmol PbCl2
[PbCl2 ] =
V total
0,75 mmol
=
12,0 mL
= 0,0625 M
s s 2s
Ksp = [Pb+][Cl¯]2
= s (2s)2
= 4s3
= 4 (0,0625)3
= 9,7656 x 10-4
= 10 mL × 0,075 M
= 0,75 mmol
mmol KCl = V KCl × M KCl
= 2,5 mL × 1 M
= 2,5 mmol
Volume total = V Pb(NO3)2 × V KCl
= 10 mL + 2,0 mL
= 12,5 mL
mmol PbCl2
[PbCl2 ] =
V total
0,75 mmol
=
12,5 mL
= 0,06 M
s s 2s
Ksp = [Pb+][Cl¯]2
= s (2s)2
= 4s3
= 4 (0,06)3
= 8,64 x 10-4
= 10 mL × 0,075 M
= 0,75 mmol
= 3,0 mL × 1 M
= 3,0 mmol
= 10 mL + 3,0 mL
= 13,0 mL
mmol PbCl2
[PbCl2 ] =
V total
0,75 mmol
=
13,0 mL
= 0,0577 M
s s 2s
Ksp = [Pb+][Cl¯]2
= s (2s)2
= 4s3
= 4 (0,0577)3
= 7,684 x 10-4
4.4 Grafik
323 0,0652
328 0,0625
348 0,0600
353 0,0577
0.065
0.06
0.055
320 325 330 335 340 345 350 355
Suhu
(M)
4.4.2 Grafik Hubungan Suhu terhadap Ksp
323 0,0011087
328 0,00097656
348 0,000864
353 0,0007684
0.0002
0
320 325 330 335 340 345 350 355
Suhu
-3
-3.05
y = 512,56x - 4,5544
-3.1
R² = 0,9314
-3.15
0.0028 0.00285 0.0029 0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315
1/T
y = ax + b
y = 512,56x – 4,5544
y1 = 512,56(0,0030959) – 4,5544
= -2,96756
y2 = 512,56(0,0030487) – 4,5544
= -2,99175
y3 = 512,56(0,0028735) – 4,5544
= -3,08155
y4 = 512,56(0,0028328) – 4,5544
= -3,10242
Setelah Regresi
-3
Regresi
−∆H 1
Log Ksp = = T = 30°C = 303 K
2,303R T
∆H = 16.609,465 J/mol
∆H = 16,609 kJ/mol
4. 5 Pembahasan
Larutan yang digunakan pada percobaan ini yaitu larutan Pb(NO3)2 0,075 M
dan KCl 1 M, campuran kedua larutan tersebut menghasilkan endapan putih yakni
PbCl2. Larutan Pb(NO3)2 0,075 M dan KCl 1 M dimasukkan ke dalam dua buret
yang berbeda sebanyak 50 mL. Sebelum dimasukkan dalam buret, buret tersebut
dibilas dengan akuades kemudian dengan larutan contoh, hal ini dilakukan untuk
menyamakan kondisi larutan dengan buret yang akan digunakan. Pada saat
memasukan larutan ke dalam buret, diusahakan tidak ada gelembung pada buret. Hal
ini dilakukan karena volume gelembung dapat mempengaruhi jumlah volume larutan
dalam buret sehingga dapat berpengaruh pada hasil perhitungan. Namun, jika
terbentuk gelembung pada buret, maka hal yang harus dilakukan adalah membuka
keran buret hingga gas yang menjadi gelembung keluar. Selanjutnya, larutan
Pb(NO3)2 dimasukkan ke dalam 4 tabung reaksi dengan volume tetap yaitu 10 mL.
Kemudian penambahan KCl 1 M dengan volume bervariasi yaitu dengan volume
yang berbeda yaitu 1,5 mL; 2,0 mL; 2,5 mL dan 3,0 mL. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui pada volume berapa KCl 1 M yang dapat membuat endapan PbCl2
Pb(NO3)2 dan KCl menjadi efektif. Setelah dikocok, campuran tersebut didiamkan
selama 5 menit sampai endapan yang terbentuk turun ke dasar tabung reaksi.
Endapan yang terbentuk merupakan endapan putih PbCl2 yang terbentuk akibat
gabungan ion-ion di dalam larutan membentuk partikel yang memiliki ukuran lebih
Tabung yang berisi larutan yang memiliki endapan dipanaskan sambil diaduk
pengadukan ini bertujuan untuk membuat partikel dalam larutan lebih mudah
sempurna, kemudian suhunya diukur untuk melihar besarnya suhu yang dibutuhkan
untuk melarutkan endapan. Pada endapan PbCl2 dengan volume 1,5 mL KCl, tidak
terdapat endapan. Hal ini disebabkan karena setelah volume KCl ditambahkan,
larutan belum berada dalam keadaan lewat jenuh sehingga tidak terbentuk endapan.
Endapan PbCl2 terbentuk pada penambahan KCl dengan volume berturut-turut yaitu
2 mL; 2,5 mL; dan 3 mL, suhu yang diperlukan untuk melarutkan endapan PbCl2
5.1 Kesimpulan
bahwa:
penambahan KCl, dimana pada penambahan 1,5 mL, 2 mL, 2,5 mL dan 3,0 mL
2. Panas kelarutan PbCl2 yang diperoleh ialah 16,609 kJ/mol yang menunjukkan
5.2 Saran
Sebaiknya alat maupun bahan yang akan digunakan pada percobaan ini
diperiksa baik-baik pada hari sebelum praktikum apakah masih layak untuk dipakai
Saran untuk percobaan yaitu perlu ketelitian yang tinggi sehingga akan
Brittain, G.H., 2014, Solvent Systems and Their Selection in Pharmaceutics and
Biopharmaceutics, Englan.
Fajri, A.M., Darusman, F., dan putri, P.A., 2015, Karakterisasi Berbagai K isasi
Berbagai Kristal Glimepirid sebagai Upaya ristal Glimepirid sebagai Upaya
Peningkatan Kelar Peningkatan Kelarutan utan dan Disolusi, Prosiding
Penelitian, 2(18): 542-552.
Kaczmarczyk, M.M.A., Michałowski, T., Toporek, M., dan Pietrzyk, A., 2015,
Solubility and Dissolution in Terms of Generalized Approach to
Electrolytic Systems Principles, Journal of Analytical Sciences, Methods
and Instrumentation, 5(17): 47-50.
Sisodiya, D.S., Patel, R., dan Nigam, A., 2016, Solubility & Dissolution,
International Journal of Research and Reviews in Pharmacy and Applied
Science, 2(2): 305-341.
Svhela, G., 1979, Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis,
Longman, London and New York.
Taufik, M., Sarawa., Hasan, A., dan Amelia, K., 2013, Analysis of the Effect of
Temperature and Humidity on the Development of TMV Disease on Pepper
Plant, Jurnal Agroteknos, 3(2): 94-100.
Wibowo, H.M.T., 2005, Gas, Larutan dan Penerapan Kimia Praktis, Universitas
Negeri Jakarta.
Pb(NO3)20,075 M
10 mL.
dicatat.
Hasil
Endapan PbCl2
percobaan pertama.
dipanaskan.
menggunakan termometer.