Oleh:
Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Tujuan Percobaan
Mahasiswa dapat menentukan kelarutan zat pada berbagai suhu dan
menentukan kalor pelarutan differensial.
B. Dasar Teori
Kelarutan merupakan jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut
sampai membentuk larutan jenuh. Pada kelarutan jenuh terjadi kesetimbangan antara
zat terlarut dan zat yang tidak terlarut. Dalam kesetimbangan ini kecepatan melarutnya
suatu larutan sama dengan kecepatan mengendapnya. Artinya konsentrasi zat dalam
larutan akan selalu tetap. Jika kesetimbangan diganggu misalnya dengan mengubah
temperatur, maka konsentrasi larutannya akan berubah. Bila zat padat dilarutkan
dalam cairan, maka molekul-molekul zat tersebut cenderung berpindah ke cairan yang
lainnya. Pada suhu dan tekanan tertentu akan dicapai kesetimbangan dua fase yaitu
padat-cair. Artinya kecepatan molekul-molekul zat padat meninggalkan fasenya
berpindah ke larutan sama dengan kecepatan molekul-molekul solut larutan yang
berpindah kepadanya. Kesetimbangan semacam ini umumnya kesetimbangan
heterogen atau disebut kesetimbangan dinamis.
Suatu substansi dapat dikelompokkan sangat mudah larut, dapat larut
(Moderately Soluble), sedikit larut (Slightly Soluble), dan tidak dapat larut. Beberapa
variabel, misalnya ukuran ion-ion, muatan dari ion-ion, interaksi atara ion-ion,
interaksi antara solute dan solvent, temperature, mempengaruhi kelarutan. Kelarutan
dari solute relatif mudah diukur melalui percobaan. Beberapa faktor yang
berhubungan dengan kelarutan antara lain:
1. Sifat alami dari solute dan solvent
Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi polar
lainnya. Substansi non polar cenderung untuk miscible dengan substansi
nonpolar lainnya, dan tidak miscible dengan substansi polar lainnya.
2. Efek dari temperature terhadap kelarutan
jumlah kalor dari energi panas yang seharusnya tersedia (H1 positif) ataupun yang
seharusnya dipindahkan (H1 negatif) untuk menjaga agar temperatur tetap konstan yang
mana didalamnya terdapat satu mol zat terlarut dalam volume yang sangat besar yang
mendekati larutan jenuh untuk menghasilkan larutan jenuh.
Jika entalpi dari larutan adalah negatif peningkatan temperatur menyebabkan
penurunan kelarutan. Kebanyakan padatan solute memiliki entalpi positif dari larutan
sehingga kelarutan mereka meningkat sesuai dengan kenaikkan temperatur. Hampir
semua perubahan kimia merupakan proses eksotermik ataupun proses endotermik.
Hampir semua perubahan kimia merupakan proses eksotermik. Kebanyakan, tetapi
tidak semua reaksi yang terjadi secara spontan adalah reaksi eksotermik (Sukardjo,
1997).
Hubungan tetapan kesetimbanga dengan suhu didapat dari persamaan Van’t
Hoff
Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan
nama sistematis asam etanadioat. Asam karboksilat paling sederhana ini bisa
digambarkan dengan rumus HOOC–COOH. Merupakan asam organik yang relatif
kuat, 10.000 kali lebih kuat dari asam asetat. Dianionnya, dikenal sebagai oksalat, juga
akan pereduktor. Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam
oksalat, contoh terbaik adalah kalsium (CaOOC–COOCa), penyusun utama jenis batu
ginjal yang sering ditemukan. Asam oksalat memiliki massa molar 90.30 gr mol -1,
dengan penampilan berupa kristal putih, densitasnya 1,90 gr cm -3. Kelrutan dalam air
yaitu 90 gr dm-3 (pada suhu 20oC) dan keasamannya (pKa) yaitu 1, 38, 4, 28. Titik
nyala yaitu 166oC. Senyawa-senyawa yang terkait yaitu Oksalil klorida, Dinadium
oksalat, Kalsium oksalat, dan Fenil oksalat ester. Data diatas berlaku pada temperatur
dan tekanan standar (25oC, 100 kPa).
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau soda
hidroksida adalah sejenis basa logam kauslik. NaOH membentuk larutan alkalin yang
kuat ketika dilarutkan kedalam air. Ia digunkan diberbagai macam industri,
kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses tekstil, air minum, sabun dan
detergen. NaOH adalah basa yang paling umum digunakan dilabolatorium kimia.
NaOH murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pellet, serpihan, butiran
ataupun larutan jenuh 50%. Bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon
dioksida dari udara bebas. NaOH sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas
ketika larutan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol. Walaupun kelarutan NaOH
dalam kedua cairan ini lebih kecil dari pada kelarutan KOH. Tidak larut dalam dietil
eter dan pelarut non polar lainnya, meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.
Massa molar NaOH yaitu 39,9971 gr/mol. Penampilan berupa zat padat putih,
densitasnya 2,1 gr/cm3, padat, titik lelehnya 3,8oC (591 K), titik didih 1390oC (1663
K), kelarutan dalam air 111 gr/100 ml (20oC), kebebasan (pKe) yaitu – 2, 43, titik
nyalanya yairu tidak mudah menguap.
Indikator adalah suatu zat pennjuk yang dapat membedakan larutan, asam atau
basa atau netral. Alearts dan Santika (1984) melampirkan beberapa indikator dan
perubahannya pada trayek pH tertentu, kegunaan indikator ini adalah untuk mengetahi
beberapa kira-kira pH suatu larutan. Disamping itu juga digunakan untuk mengetahui
titik akhir konsentrasi pada beberapa analisa kuantitatif senyawa organik dan senyawa
anorganik,
Fenolftalein adalah indikator titrasi yang sering digunakan dan ion fenolftalein
ini merupakan bentuk asam lemah. Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan
ion-ionnya berwanra merah muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih
menggeser posisi kesetimbangan kearah kiri dan mengubah indikator menjadi tak
berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari
kesetimbangan yang mengarah kekanan untuk menggantikannya mengubah indikator
menjadi merah muda. Setelah tingkat terjadi pada pH 9,3. Karena pencampuran warna
merah muda dan tak berwarna menghasilkan warna merah muda pucat, hal ini sulit
untuk mendeteksinya dengan akurat.
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
A. Variabel Percobaan
a) Variabel Bebas : Serbuk Asam Oksalat
b) Variabel Terikat : Volume Titran
c) Variabel Kontrol : Suhu 40oC, 30oC, 20oC, dan 10oC
B. Alat Percobaan
1. Gelas Kimia
2. Tabung Reaksi Besar
3. Batang Pengaduk
4. Termometer
5. Pipet Gondok
6. Erlenmeyer
7. Labu Ukur
8. Kaca Arloji
9. Buret
C. Bahan Percobaan
1. Asam Oksalat
2. NaOH
3. Aquades
4. Indikator fenolftalein (PP)
5. Es
D. Prosedur Percobaan
1. Dibuat 50 mL atau setengah tabung reaksi besar larutan jenuh asam oksalat
dengan cara sebagai berikut. Air diisi ke dalam tabung reaksi hingga kurang
lebih sepertiga, dipanaskan hingga kira-kira 60oC, zat tersebut dilarutkan
sampai larutan menjadi jenuh.
2. Tabung besar A yang berisi larutan jenuh itu dimasukkan ke dalam tabung
selubung B yang lebih besar, dan dimasukkan ke gelas piala yang berisi air
pada suhu kamar.
BAB III
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Percobaan
Tabel Pengaruh Suhu pada Kelarutan Asam Oksalat
V NaOH 1M Konsentrasi Asam
Suhu
Titrasi 1 Titrasi 2 Rata-rata Oksalat
40°C = 313 K 5,1 mL 5,1 mL 5,1 mL 2,55 M
30°C = 303 K 3,2 mL 3,3 mL 3,25 mL 1,625 M
20°C = 293 K 2,4 mL 2,5 mL 2,45 mL 1,225 M
10°C = 283 K 1,7 mL 1,6 mL 1,65 mL 0,825 M
B. Pembahasan
Pada percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu digunakan larutan asam
oksalat yang jenuh. Asam oksalat digunakan karena kelarutannya sangat sensitive
dengan suhu, sehingga dengan berubahnya suhu kelarutan asam oksalat juga
berubah. Larutan jenuh memiliki kesetimbangan antara zat yang larut dan tidak larut.
Pada sistem endoterm pemanasan akan meningkatkan kelarutan sementara pada
sistem eksoterm pemanasan akan menurunkan kelarutan. Pada sistem endoterm,
kenaikan suhu akan menambah energy kinetik partikel sehingga pergerakan partikel
semakin cepat dan semakin renggang jarak antar partikel sehingga semakin banyak
zat terlarut yang mengisi kerenggangan jarak antar partikel. 50 mL Larutan jenuh
didinginkan (suhu awal 60°C, pada suhu 40°C endapan mulai terlihat begitu pula
untuk suhu 30°C, 20°C, dan 10°C endapan semakin tinggi. 10 mL larutan dari tiap
suhu tersebut diambil dan diencerkan sampai 100 mL kemudian diambil 10 mL
untuk dititrasi dengan NaOH 1M, indikator fenolftalein yang mempunyai rentang pH
8,2-10.
Dari hasil titrasi diperoleh konsentrasi asam oksalat yang larut (kelarutan
asam oksalat), dari data tersebut dapat dibuat kurva hubungan antara ln S dan 1/T.
Dari data tersebut pula dapat dihitung kalor pelarutan diferensial menggunakan
regresi linier dan persamaan Van’t Hoff sebagai berikut:
yang digunakan untuk pengamatan mulai dari suhu tinggi (60°C) ke suhu rendah
(10°C) sehingga sistem melepaskan panas. Dengan demikian pada pemanasan nilai
kalor pelarutan differensial adalah positif sehingga reaksi pelarutan asam oksalat
adalah reaksi endoterm. Grafik hubungan antara suhu dan kelarutan berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan dapat digambarkan sebagai berikut
BAB IV
KESIMPULAN
Larutan jenuh merupakan suatu larutan yang sudah tidak dapat melarutkan lagi
zat terlarutnya. Dalam larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara molekul-molekul zat
yang larut dan zat yang tidak larut. Salah satu faktor yang mempengaruhi besar
kelarutan suatu zat adalah temperatur, di mana kenaikan temperatur memperbesar
kelarutan suatu zat dikarenakan kalor yang diberikan menaikkan energi kinetik partikel,
sehingga pergerakan partikel makin cepat. Alhasil, intensitas tumbukan yang terjadi
juga makin besar. Hal tersebut dibuktikan dengan kelarutan asam oksalat dalam
beberapa suhu yang berbeda. Pada suhu 40oC, jumlah asam oksalat yang larut adalah
sebesar 2,295 gram. Pada suhu 30oC, jumlah asam oksalat yang larut adalah sebesar
1,4625 gram. Pada suhu 20oC, jumlah asam oksalat yang larut adalah sebesar 1,1025
gram, dan pada suhu 10oC, jumlah asam oksalat yang larut adalah sebesar 0,7425 gram.
Dari percobaan di atas diperoleh pula kalor pelarutan diferensial sebesar
dengan perhitungan regresi linier dan sebesar .
Nilai negative yang diperoleh karena dalam percobaan suhu yang digunakan untuk
pengamatan mulai dari suhu tinggi (60°C) ke suhu rendah (10°C) sehingga sistem
melepaskan panas. Dengan demikian pada pemanasan nilai kalor pelarutan differensial
adalah positif sehingga reaksi pelarutan asam oksalat adalah reaksi endoterm.
DAFTAR PUSTAKA
Daniels et al. 1970. Experimental Physical Chemistry 7th Ed. New York: Mc Graw Hill
Shoemaker et al. Experimental in Physical Chemistry 3rd Ed. New York : Mc Graw Hill
Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. Jakarta : BINA AKSARA
Tony Bird. 1987. Penuntun Praktikum untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia
LAMPIRAN
Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud kalor pelarutan differensial?
2. Jika proses berupa proses endoterm, bagaimana perubahan harga kelarutan jika
suhu dinaikkan?
Jawaban
1. Kalor pelarutan differensial adalah panas yang timbul atau diserap jika 1 mol zat
terlarut ditambahkan ke dalam sejumlah besar larutan tanpa mengubah konsentrasi
larutan tersebut.
2. Pada proses endoterm, pembentukan produk memerlukan panas sehingga saat suhu
dinaikkan maka energi aktivasi semakin mudah dicapai. Kenaikan suhu
meningkatkan energi kinetik partikel sehingga tumbukan antar partikel semakin
banyak dan jarak antar partikel semakin besar dan semakin banyak partikel yang
menempati jarak antar partikel tersebut sehingga kelarutan semakin tinggi.
Penghitungan
1. Penghitungan konsentrasi asam oksalat pada suhu 40°C, 30°C, 20°C, dan
10°C (Kelarutan asam oksalat)
a. Suhu 40°C
b. Suhu 30°C
c. Suhu 20°C
d. Suhu 10°C