Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN AWAL KIMIA FISIKA II

“HASIL KALI KELARUTAN”


OBJEK II

OLEH:
ULFA MUTIA
1930110012

REKAN KERJA:
1. PUTRI AYU
2. SUCI RAMADHANI
3. YUSMA WULAN PH

DOSEN PENGAMPU:
RAHMA JONI, M.Si

ASISTEN DOSEN:
IQBAL ABDAN LIDRA

JURUSAN TADRIS KIMIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2022
HASIL KALI KELARUTAN
OBJEK II
I. TUJUAN
a. Memperlihatkan prinsip-prinsip hasil kali kelarutan
b. Menghitunng kelarutan elektrolit yang bersifat sedikit larut
c. Menghitung panas pelarutan PbCl2 dengan menggunakan sifat ketergantungan Ksp
pada suhu
II. TEORI
kelarutan suatu zat adalah jumlah zat yang melarut dalam satu liter larutan jenuh pada
suhu tertentu, jumlah zat dapat dinyatakan dalam mol atau gram. Kelarutan suatu zat
biasanya juga dinyatakan sebagai massa dalam gram yang dapat melarut dalam 100 gram
pelarut membentuk larutan jenuh pada suhu tertentu. Kelarutan molar suatu zat adalah
jumlah mol zat yang melarut dalam satu liter larutan jenuh pada suhu tertentu. Hasil kali
kelarutan suatu garam adalah hasil kali konsentrasi semua ion dalam larutan jenuh pada
suhu tertentu dan masing-masing ion diberi pangkat dengan koefisien dalam rumus
tersebut.
Kelarutan suatu senyawa didefinisikan sebagai jumlah terbanyak (yang dinyatakan
baik dalam gram atau dalam mol) yang akan larut dalam kesetimbangan dalam volume
pelarut tertentu pada suhu tertentu. Meskipun pelarut – pelarut selain air digunakan dalam
banyak aplikasi, larutan dalam air adalah yang paling penting dan banyak digunakan
(Oxtoby, 2001:93).
Nilai Ksp berguna untuk menentukan keadaan senyawa ion dalam larutan, apakah
belum jenuh, tepat jenuh, atau lewat jenuh, yaitu dengan membandingkan hasil kali ion
dengan hasil kali kelarutan, kriterianya adalah apabila hasil kali ion-ion yang dipangkatkan
dengan koefisiennya masing-masing kurang dari nilai Ksp maka larutan belum jenuh dan
tidak terjadi endapan. Apabila hasil kali ion-ion yang dipangkatkan koefisiennya masing-
masing sama dengan nilai Ksp maka kelarutannya tepat jenuhnamun tidak terjadi endapan.
Apabila hasil kali ion-ion yang dipangkatkan koefisiennya lebih dari nilai Ksp, maka
larutan disebut lewat jenuh dan terbentuk endapan (Syukri, 1999:99).
Nilai Ksp berguna untuk menentukan keadaan senyawa ion dalam larutan, apakah
belum jenuh, tepat jenuh, atau lewat jenuh, yaitu dengan membandingkan hasil kali ion
dengan hasil kali kelarutan, kriterianya adalah apabila hasil kali ion-ion yang dipangkatkan
dengan koefisiennya masing-masing kurang dari nilai Ksp maka larutan belum jenuh dan
tidak terjadi endapan. Apabila hasil kali ion-ion yang dipangkatkan koefisiennya masing-
masing sama dengan nilai Ksp maka kelarutannya tepat jenuhnamun tidak terjadi endapan.
Apabila hasil kali ion-ion yang dipangkatkan koefisiennya lebih dari nilai Ksp, maka
larutan disebut lewat jenuh dan terbentuk endapan (Syukri, 1999:99).
Ksp suatu garam adalah ukuran kelarutan garam tersebut. Jika diketahui kelarutan
molar, maka Ksp dapat dihitung. Sebaliknya jika diketahui Ksp maka dapat dihitung
kelarutan molar. Selain daripada Ksp, kadang-kadang adalah lebih mudah jika
menggunakan pKsp yaitu negatif logaritma dari Ksp (-log Ksp). Secara umum dapat
dikatakan bahwa semakin kecil Ksp maka semakin besar pKsp. Harga pKsp yang besar
(positif) menunjukkan kelarutan yang kecil, pKsp yang kecil (negatif) menunjukkan
kelarutan besar (Achmad, 1996).
Banyaknya zat terlarut yang dapat menghasilkan larutan jenuh dalam jumlah tertentu
pelarut pada temperatur konstan disebut kelarutan. Kelarutan suatu zat bergantung pada
sifat zat itu, molekul pelarut, temperatur, dan tekanan. Meskipun larutan dapat
mengandung banyak komponen, tetapi pada kesempatan ini hanya dibahas larutan yang
mengandung dua komponen yaitu larutan biner. Komponen dari larutan biner yaitu zat
terlarut dan pelarut (Achmad, 1996).
Contoh lain dari adanya kesetimbangan dinamik ialah suatu larutan jenuh yang masih
mengandung solut yang tidak dapat larut pada suhu tertentu. Partikel-partikel solut akan
bergerak ke dalam larutan dengan kecepatan yang sama dengan partikel-partikel yang akan
mengkristal kembali menjadi padat. Keadaan yang sama akan terjaddi juga pada larutan
dimana solutnya mempunyai daya larut yang rendah. Karena merupakan suatu sistem
kesetimbangan, maka dapat dipakai prinsip Le Chatelier untuk menganalisis bagaimana
suatu gangguan akan dapat mempengaruhi keadaan setimbang. Gangguan ini adalah
pertambahan nilai suhu. Kenaikan suhu akan mengubah keadaan setimbang pada arah yang
mengabsorpsi panas (Brady, 1999).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan zat padat kristalin adalah temperatur,
sifat dasar pelarut dan hadirnya ion-ion lain dalam larutan. Dalam kategori terakhir
tercakup ion-ion yang mungkin sekutu atau tidak dari ion-ion yang ada dalam zat padat.
Ion-ion yang bersama dengan ion zat padat itu membentuk molekul yang sedikit sekali
terdisosiasi atau ion kompleks. (Day dan Underwood, 1996).
Kebanyakan garam anorganik yang kita minati, kelarutannya meningkat bila
temperatur dinaikkan. Biasanya ada manfaatnya untuk melakukan operasi pengendapan,
penyaringan dan pencucian dengan larutan panas. Mungkin dihasilkan partikel dengan
ukuran besar, penyaringan lebih cepat dan ketakmurnian lebih mudah melarut. Oleh karena
itu, seringkali disarankan untuk menggunakan larutan panas dalam kasus-kasus kelarutan
endapan masih dapat diabaikan pada temperatur tinggi. Tetapi dalam hal senyawa yang
agak dapat larut, seperti magnesium amonium fosfat, larutan itu haruslah didinginkan
dalam air es sebelum penyaringan. Kuantitas senyawa yang berarti mungkin akan hilang
jika larutan disaring pada waktu panas. Misalnya garam timbal melarut pada temperatur
tinggi (Day dan Underwood, 1996).
Kebanyakan garam anorganik lebih dapat larut dalam air daripada dalam pelarut
organik. Air mempunyai momen dipol yanng besar dan ditarik baik ke kation maupun
anion untuk membentuk ion terhidrasi. Telah dicatat misalnya, bahwa ion hidrogen dalam
air terhidrasi penuh, untuk membentuk ion H3O+. Tidak diragukan semua ion terhidrasi
dalam larutan air, dan energi yang dibebaskan oleh interaksi ion dan pelarut membantu
mengalahkan gaya tarik yang cenderung menahan ion-ion tetap dalam kisi zat padat. Ion-
ion dalam kristal tidak memiliki gaya tarik yang besar terhadap molekul pelarut organik
dan karena itu, biasanya kelarutannya lebih rendah dibandingkan kelarutan dalam air (Day
dan Underwood, 1996).
Suatu endapan umumnya lebih dapat larut dalam air murni daripada dalam suatu
larutan yang mengandung salah satu ion endapan. Pentingnya efek ion sekutu dalam
mengendapkan secara lengkap dalam analisis kuantitatif akan tampak dengan mudah.
Dalam melaksanakan pengendapan, analis menambahakan zat pengendap secara berlebih
untuk memastikan bahwa pegendapan itu lengkap. Dalam kehadiran ion sekutu yang sangat
berlebih, kelarutan suatu endapan dapat cukup lebih besar daripada nilai yang diramalkan
oleh tetapan hasil kali kelarutan. Secara umum zat pengendap ditambahkan sekitar 10 %
berlebih (Day dan Underwood, 1996).
Menurut Suyanti, dkk, 2008, proses pengendapan merupakan proses pemisahan yang
mudah, cepat dan murah. Pada prinsipnya pemisahan unsur-unsur dengan cara
pengendapan karena perbedaan besarnya harga hasil kali kelarutan Ksp (solubility product
constant). Proses pengendapan adalah proses terjadinya padatan karena melewati besarnya
Ksp, yang harganya tertentu dan dalam keadaan jenuh. Untuk memudahkan, Ksp diganti
dengan pKsp yang merupakan –log Ksp, yang besaran harganya adalah positif dan nilainya
lebih dari nol sehingga mudah untuk dimengerti:
AxBY (s) xAy+(aq) + yBx-(aq)
Ksp = [Ay+]x [Bx-]y
Jika harga Ksp kecil atau pKsp besar maka unsur atau senyawa mudah mengendap, jika harga Ksp
besar atau pKsp kesil maka unsur atau senyawa sulit mengendap.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ion logam
berat dalam limbah cair diantaranya adalah adsorpsi, pengendapan, penukar ion dengan
menggunakan resin, filtrasi, dan dengan cara penyerapan bahan pencemar oleh adsorben
baik berupa resin sintetik. Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat kita ketahui pH
optimum untuk logam Pb terjadi pada pH 4. Hal ini terjadi karena pada pH di atas pH 4
kondisi logam Pb telah mengendap sebagai timbal hidroksida (Pb(OH)2) dengan lewat
harga Ksp Pb(OH)2 yaitu 3,0 x 10-16 (Darmayanti, 2012).
Kata "pelarut" seperti yang kita tahu adalah ambigu. Misalkan kita
mempertimbangkan keseimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan larutan padat
murni. Dalam kondisi ini larutan jenuh berhubungan dengan zat terlarut. Menurut hukum
kelarutan ideal, kelarutan suatu zat adalah sama dalam semua pelarut dengan membentuk
larutan ideal. Kelarutan suatu zat dalam larutan yang ideal tergantung pada sifat
penyusunnya (Darmayanti, 201
Dari analisis literatur, dapat dikatakan bahwa mungkin alasan perbedaan nilai Ksp
atau pKsp dapat dikaitkan dengan berbagai faktor: nilai mungkin berasal dari perkiraan
kesetimbangan larutan, pengaruh kekuatan ion sering diabaikan atau neraca massa juga
perbedaan spesies kimia yang dipilih untuk perhitungan. Harus juga diketahui bahwa
ketidakpastian pKsp mempengaruhi konversi tingkat struvite, ini adalah poin penting untuk
desain proses dan dihitung dalam studi .(Hanhoun dkk., 2010).
Menurut Hwang dan Oweimreen (2003), Bubuk PbCl2 berbahaya jika tertelan, atau
terhirup. PbCl2 beracun jika diserap melalui kulit. Asam nitrat terkonsentrasi adalah racun
dan dapat berakibat fatal jika tertelan atau dihirup. Hal ini sangat korosif. Kontak dengan
kulit atau mata dapat menyebabkan luka bakar dan kerusakan permanen. Pada percobaan
untuk menentukan kelarutan yang garam larut, PbCl2, dapat diketahui melalui reaksi:
PbCl2 Pb2+ + 2Cl-
Menurut Kumar dkk (2010), istilah "obat tidak larut air " adalah obat yang dikenal
sebagai:
1. Hemat larut dalam air (1 bagian terlarut dalam 100 bagian air),
2. Sedikit larut dalam air (1 bagian dalam 100 sampai 1000 bagian air),
3. Sangat sedikit larut dalam air (1 bagian zat terlarut dalam 1000 sampai 10.000 bagian
air).
III. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Alat dan Bahan yang digunakan
No Alat dan Bahan Fungsi
1 Tabung reaksi Tempat mereaksikan zat
2 Rak tabung reaksi Tempat tabung reaksi
3 Bunsen, kaki tiga dan kawat Pemanas
kasa
4 Thermometer Untuk mengukur suhu
5 Pipet takar Untuk mengambil zat
6 Pb (NO3) Sampel
7 KCl Sampel

2. Langkah Kerja
a. Larutan Pb(NO3)2 0,075 M dibuat dengan penimbangan padatan Pb(NO3)2
sebanyak 2,48 gram dan dilarutkan pada labu 100 ml
b. Ditimbang KCl 1,86 gram dan dilarutkan dalam labu 25 ml untuk membuat
larutan KCl 1,0 M
c. Kemudian, larutan Pb(NO3)2 0,075 M dimasukkan ke dalam empat buah tabung
reaksi sebanyak 5 ml
d. Tabung reaksi yang berisi larutan Pb(NO3)2 0,075 M ditambahkan dengan larutan
KCl 1,0 M sebanyak 0,50; 1,00; 1,50 mL pada masing-masing tabung reaksi
tersebut.
e. Selanjutnya, dikocok dan dibiarkan selama 5 menit serta diamati sudah terbentuk
endapan atau belum
f. Endapan yang terbentuk dipanaskan diatas penangas dan termometer digunakan
untuk mengaduk larutan tersebut. Suhu ketika endapan tepat larut dicatat
g. Kemudian dilakukan uji ketelitian penambahan KCl pada larutan sampel
ketelitian 0,1 mL dengan langkah kerja yang sama seperti diatas.
3. Skema Kerja

h.Buat larutan Pb(NO3)2 0,075 M Buat larutan KCl dalam labu 25


mL

Masukan larutan Pb(NO3)2 0,075


M dalam 4 tabung reaksi

Tabung yang berisi larutan


Lakukan uji ketelitian penambahan Pb(NO3)2 0,075 M tambahkan
KCl pada larutan sampel larutan KCl

Kocok dan biarkan selama 5


Panaskan endapan yang terbentuk.
menit serta amati sudah
Dan gunakan thermometer sebagai
terbentuk endapan atau belum
pencatat suhu
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, H., 1996, Penuntun Belajar Kimia Dasar: Kimia Larutan, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.

Brady, J.E., 1999, Kimia Universitas : Asas Dan Struktur, Binapura Aksara, Jakarta.

Castellan, G.W., 1983, Physical Chemistry, Third Edition, Addison–Wesley Publishing


Company, United Stated America.

Darmayanti, Rahman N., Supriadi, 2012, Adsorpsi Timbal (Pb) Dan Zink (Zn) Dari
Larutannya Menggunakan Arang Hayati (Biocharcoal) Kulit Pisang Kepok
Berdasarkan Variasi Ph, Jurnal Akademika Kimia (Online), 1(4): 159-165.

Day, R.A., Underwood A.L., 1996, Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai