Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ANALISIS MINERAL DENGAN METODE KONVESIONAL


(GRAVIMETRI DAN VOLUMETRI)

OLEH:

SITI LINDA CAHAYANI FANIHU

G2L122001

JURUSAN S2-KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU


PENEGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALU OLEO


KENDARI
2023

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. ii


BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………... 1
1. Latar Belakang ………………………………………………………………… …… 1
2. Rumusan Masalah…………………………………………………………………… 1
3. Tujuan ……………………………………………………………………………….. 1
BAB III PEMBAHASAN ……………………………………………………………… 2
A. Metode Gravimetri………………………………………………………………. 3
B. Metode Volumetri……………………………………………………………….. 8
1. Titrasi Netralisasi……………………………………………………………. 9
2. Titrasi Kompleksometri …………………………………………………….. 13
3. Titrasi Pengendapan ………………………………………………………… 16
4. Titrasi Oksidasi-Reduksi…………………………………………………….. 20
BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………………. 28
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….. 29

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terdapat dua metoda analisis kimia konvensional (sering disebut juga sebagai
metode basah), yaitu volumetri (titrimetri) dan gravimetri. Dalam metoda ini jarang sekali
digunakan instrumentasi elektronik kecuali neraca analitik. Hasil analisis didasarkan pada
reaksi kimia stoikiometri dan teknik pemisahan tertentu. Dalam laboratorium modern,
metoda klasik ini digunakan dalam keadaan dimana konsentrasi analit terlalu tinggi, sehingga
terlalu banyak pengenceran yang harus dilakukan jika digunakan metoda instrumentasi atau
dalam keadaan dimana metoda klasik ini lebih cocok, misalnya dalam analisis protein dengan
cara Kjeldahl dan dalam titrasi Karl – Fisher.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana analisis mineral dengan metode konvensional?
2.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Metode Gravimetri
1. Pengertian
Gravimetri dalam ilmu kimia merupakan salah satu metode kimia analitik untuk
menentukan kuantitas suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur
berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri
melibatkan proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Metode
gravimetri memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji
dan bila perlu faktor-faktor koreksi dapat digunakan.
Analisis gravimetri atau analisis kuantitatif berdasarkan berat adalah suatu proses
pengisolasian dan penimbangan suatu unsur atau senyawa tertentu dalam kondisi semurni
mungkin. Analisis gravimetri berkaitan dengan perubahan suatu unsur atau radikal yang akan
ditentukan kandungannya menjadi senyawa murni yang stabil yang dapat diubah menjadi
bentuk yang cocok untuk ditimbang
Gravimetri dapat digunakan dalam analisis kadar air. Kadar air bahan bisa ditentukan
dengan cara gravimetri evolusi langsung ataupun tidak langsung. Bila yang diukur ialah fase
padatan dan kemudian fase gas dihitung berdasarkan padatan tersebut disebut gravimetri
evolusi tidak langsung. Untuk penentuan kadar air suatu kristal dalam senyawa hidrat, dapat
dilakukan dengan memanaskan senyawa dimaksud pada suhu 110–130 °C. Berkurangnya
berat sebelum pemanasan menjadi berat sesudah pemanasan merupakan berat air kristalnya.

Gambar 1. Neraca Analitik

2
2. Prinsip Dasar
Metode analisis gravimetri didasarkan pada pengukuran berat, yang melibatkan
pembentukan, isolasi dan pengukuran berat dari suatu endapan. Tahap awal analisis
gravimetri adalah pemisahan komponen yang ingin diketahui dari komponen-komponen lain
yang terdapat dalam suatu sampel kemudian dilakukan pengendapan. Suatu metode analisis
gravimetri biasanya didasarkan pada reaksi kimia seperti :
aA + rR → AaRr
Dimana a adalah molekul analit A yang bereaksi dengan sejumlah r molekul R
menghasilkan produk AaRr yang pada umumnya merupakan zat yang tidak dapat larut atau
sangat sedikit larut, dan dapat ditimbang setelah pengeringan atau yang bisa dibakar menjadi
senyawa lain yang komposisinya diketahui, untuk kemudian ditimbang. Sebagai contoh,
kalsium bisa ditetapkan secara gravimetri melalui pengendapan kalsium oksalat dan
pembakaran oksalat tersebut menjadi kalsium oksida:
Ca2+ + C2O42- → CaC2O4 (s)
CaC2O4 (s) → CaO (s) + CO2 (g) + CO (g)
Biasanya reagen R ditambahkan secara berlebih untuk menekan kelarutan endapan. Tidak
semua cara gravimetri didasarkan pada pembentukan endapan, ada juga yang didasarkan
pada pengusiran suatu komponen sebagai gas, lalu hasil reaksi itu ditimbang. Misalnya,
penentuan karbonat dapat dilakukan dengan penambahan asam, sehingga karbonat terurai
menjadi gas CO2 lalu gas CO2 ini ditangkap dan ditimbang.

3. Analisis Perhitungan Gravimetri


Komponen yang ditentukan dapat dihitung dari berat endapan dengan
menggunakan factor gravimetric atau factor kimia:
berat P x faktor gravimmetri
%A= x 100
berat sampel
Dimana. A : Analit (kadar zat yang dicari)
P : Endapan
Faktror gravimetric adalah:
Ar atau Mr yang dicari
x 100
Mr endapan yang dit imbang

3
Senyawa yang Senyawa/unsur
Factor gravimetric
ditimbang yang dicari
AgCl Cl Cl
AgCl

CuO Cu Cu
CuO
2P
Mg2P2O7 P Mg2 P 2 O7
MgO
2 MgO
Mg2 P 2 O7
Fe 2 Fe
Fe2O3 Fe 2 O3
FeO 2 FeO
Fe 2 O3
BaSO4 Ba Ba
Ba SO 4

Contoh:
Suatu analisis penentuan kadar ion Cl dalam sampel dengan metode gravimetric. 8,50 gram
sampel yang mengandung ion Cl kemudian ditambahkan larutan AgNO3 sehingga terbentuk
endapan AgCl sebanyak 1,08 gram. Hitunglah persen kadar ion Cl dalam sampel (Ar Ag:
108; Cl: 35,5).
Jawaban:
Berat sampel = 8,50 gram
Berat endapan (P) = 1,08 gram

Ar Cl =35,5, Ar Ag = 108
Mr AgCl = 108 + 35,5 = 143,5
Factor gravimetric Cl = Ar Cl/Mr AgCl
= 35,5 /143,5
= 0,25
Ditanyakan : Kadar Cl dalam sampel?

4
berat P x faktor gravimetri
%Cl= x 100
berat sampel

1,08 x 0,25
%Cl= x 100=3,17 %
8,50

Perhitungan Gravimetri:
Suatu sampel air sungai diketahui tercemar logam berat timbal (Pb). 10 gram sampel air
tersebut kemudian di analisis gravimetric, dengan mengendapkan pencemar Pb dnegan
penambahan asam klorida (HCl) berlebih sehingga terbentuk endapan PbCl2. Setelah proses
pengabuan dan penimbangan diperoleh endapan PbCl2 sebanyak 2,70 gram. Hitunglah
persentase logam berat timbal (Pb) dalam sampel (Ar Pb = 207, Cl= 35,5)

Massa sampel = 10 gram Pb2+(aq) + HCl(aq)  PbCl2(s)


Massa endapan (p) = 2,07 gram
Ar Pb = 207
Ar Cl = 35,5
Mr PbCl2 = 278
% Pb =….?
Fg Pb = Ar Pb/MrPbCl2
= 207/278
= 0,74

P x faktor gravimetri
%Pb= x 100 %
berat sampel

2,07 x 0,74
¿ x 100 %=15,32 %
10

4. Jenis-Jenis Analisi Gravimetri


a. Gravimetri Penguapan
Metode penguapan dalam analisis gravimetri digunakan untuk menetapkan
komponen-komponen dari suatu senyawa yang relatif mudah menguap. Cara yang
dilakukan dalam metode ini dapat dilakukan dengan cara pemanasan dalam gas tertentu

5
atau penambahan suatu pereaksi tertentu sehingga komponen yang tidak diinginkan
mudah menguap atau penambahan suatu pereaksi tertentu sehingga komponen yang
diinginkan tidak mudah menguap.
Dalam cara evolusi bahan direaksikan, sehingga timbul suatu gas. Caranya dapat
dengan memanaskan bahan tersebut atau mereaksikan dengan suatu pereaksi. Pada
umumnya yang dicari adalah banyaknya gas yang terjadi. Berdasarkan pembentukan
suatu gas, gravimetri dibedakan menjadi 2 cara:
1) Gravimetri Penguapan Tidak Langsung
Gravimetri dapat digunakan dalam analisis kadar air. Kadar air bahan bisa
ditentukan dengan cara gravimetri evolusi langsung ataupun tidak langsung. Bila yang
diukur ialah fase padatan dan kemudian fase gas dihitung berdasarkan padatan tersebut,
maka disebut gravimetri evolusi tidak langsung.
Metode penguapan tidak langsung dapat digunakan untuk menentukan kadar air
(hidrat) dalam suatu senyawa atau kadar air dalam suatu sampel basah. Berat sampel
sebelum dipanaskan merupakan berat senyawa dan berat air kristal yang menguap.
Pemanasan untuk menguapkan air kristal adalah 105 -130 oC, garam-garam anorganik
banyak yang bersifat higroskopis sehingga dapat ditentukan kadar hidrat/air yang terikat
sebagai air kristal.
Contoh lain adalah penentuan karbonat. Karena pemanasan, karbonat terurai dan
mengeluarkan gas CO2. Berat gas juga ditentukan dengan menimbang bahan sebelum dan
sesudah pemanasan.
2) Gravimetri Penguapan Langsung
Gas yang terjadi ditimbang setelah diserap oleh suatu bahan yang khusus untuk
gas yang besangkutan. Sebenarnya yang ditimbang ialah bahan penyerap itu, yaitu
sebelum dan sesudah penyerapan sedangkan berat gas diperoleh sebagai selisih kedua
penimbangan.
Pada penentuan kadar air, maka uap air yang terjadi dilewatkan tabung berisi
bahan higroskopis yang tidak menyerap gas-gas lain. Berat tabung dengan isi sebelum
dan sesudah uap diserap menunjukkan jumlah air. Untuk penentuan karbonat yang tidak
dapat terurai karena dipanaskan, maka karbonat yang bersangkutan direaksikan, misalnya
dengan menambah HCl. CO2 yang terjadi dilewatkan pada tabung berisi bahan yang

6
hanya menyerap CO2. Berat tabung dengan isi sebelum dan sesudah menyerap gas
memberikan berat CO2.
Penguapan cara langsung lebih sulit, karena harus diusahakan jangan sampai ada
gas yang tidak melewati tabung, misalnya karena kebocoran dalam alat. Misalnya pada
penentuan kadar air, mungkin bukan hanya air yang menguap, tetapi juga zat-zat yang
titik didihnya rendah ikut menguap.
b. Gravimetri Pengendapan
Suatu sampel yang akan ditentukan secara gravimetri mula-mula ditimbang secara
kuantitatif, dilarutkan dalam pelarut tertentu kemudian diendapkan kembali dengan
reagen tertentu. Senyawa yang dihasilkan harus memenuhi sarat yaitu memiliki kelarutan
sangat kecil sehingga bisa mengendap kembali dan dapat dianalisis dengan cara
menimbang.
Endapan yang terbentuk harus berukuran lebih besar dari pada pori-pori alat
penyaring (kertas saring), kemudian endapan tersebut dicuci dengan larutan elektrolit
yang mengandung ion sejenis dengan ion endapan. Hal ini dilakukan untuk melarutkan
pengotor yang terdapat dipermukaan endapan dan memaksimalkan endapan. Endapan
yang terbentuk dikeringkan pada suhu 100 - 130 oC atau dipijarkan sampai suhu 800oC
tergantung suhu dekomposisi dari analit.
Pengendapan kation misalnya, pengendapan sebagai garam sulfida, pengendapan
nikel dengan DMG, pengendapan perak dengan klorida atau logam hidroksida dengan
mengatur pH larutan. Penambahan reagen dilakukan secara berlebihan untuk
memperkecil kelarutan produk yang diinginkan.
Gravimetri cara pengendapan, analat direaksikan sehingga terjadi suatu endapan
dan endapan itulah yang ditimbang. Atas dasar membentuk endapan, maka gravimetri
dibedakan menjadi dua macam:
3) Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan suatu pereaksi, endapan
biasanya berupa senyawa. Baik kation maupun anion dari analat mungkin
diendapkan, bahan pengendapnya mungkin anorganik atau organik. Cara inilah yang
biasanya disebut gravimetri.

7
4) Endapan dibentuk secara elektrokimia, dengan perkataan lain analat dielektrolisa,
sehingga terjadi logam sebagai endapan. Cara ini biasanya disebut elektrogravimetri.
Dengan sendirinya umumnya kation yang dapat diendapkan.
c. Gravimetri Elektrolisis
Metode elektrolisis dilakukan dengan cara mereduksi ion-ion logam terlarut
menjadi endapan logam. Ion-ion logam berada dalam bentuk kation apabila dialiri dengan
arus listrik dengan besar tertentu dalam waktu tertentu maka akan terjadi reaksi reduksi
menjadi logam dengan bilangan oksidasi nol
Endapan yang terbentuk selanjutnya dapat ditentukan berdasarkan beratnya,
misalnya mengendapkan tembaga terlarut dalam suatu sampel cair dengan cara
mereduksi. Cara elektrolisis ini dapat diberlakukan pada sampel yang diduga
mengandung kadar logam terlarut cukup besar seperti air limbah.

B. Analisis Volumetri
Volumetri merupakan metoda analisis kimia kuantitatif dimana untuk menentukan
banyaknya suatu zat dalam volume tertentu dilakukan dengan mengukur banyaknya volume
larutan standar yang bereaksi secara kuantitatif dengan zat yang akan ditentukan tersebut.
Umumnya larutan standar dimasukkan ke dalam buret kemudian ditambahkan perlahan-lahan
kedalam larutan yang akan ditentukan (analit). Proses penambahan larutan standar ini sampai
terjadi reaksi sempurna disebut proses titrasi, dan saat dimana reaksi sempurna tercapai
disebut saat ekuivalen, saat stoikiometri atau saat akhir teoritis. Saat ekuivalen ini dapat
diketahui karena terjadinya suatu perubahan dalam larutan yang dapat disebabkan oleh
larutan standarnya sendiri maupun pengaruh oleh larutan indicator yang ditambahkan

8
Gambar 2. Alat dan Proses Titrasi
Jika banyaknya larutan standar yang digunakan untuk titrasi diketahui, maka
banyaknya analit dapat dihitung dengan menggunakan hukum kesetaraan kimia. Dalam
praktek hampir tidak pernah tercapai saat titrasi bersamaan dengan saat akhir teoritis,
sehingga dalam suatu titrasi terjadi kesalahan yang disebut sebagai kesalahan titrasi.
Berdasarkan hasil reaksi yang terjadi, volumetri dibedakan menjadi tiga, yaitu
titrasi netralisasi, titrasi pengendapan dan pembentukan senyawa kompleks dan
titrasi oksidasi-reduksi.

1. Titrasi Netralisasi
Dalam itrasi netralisasi tidak terjadi perubahan valensi, endapan dan/atau senyawa
kompleks, titrasi netralisasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Asidimetri, yaitu titrasi terhadap larutan basa bebas atau larutan garam terhidrolisis
dari asam lemah dengan larutan standar asam
b. Alkalimetri, yaitu titrasi terhadap larutan asam bebas atau larutan garam terhidrolisis
dari basa lemah dengan larutan standar basa
Jika baik asam maupun basanya adalah eletrolit kuat, maka larutan hasil titrasi
pada titik ekivalen akan bersifat netral (pH = 7), tetapi jika salah satu dari asam atau
basanya adalah elektrolit lemah, maka larutan hasil titrasinya aalah garam terhidroliis
sehingga larutan menjadi sedikit asam atau sedikit basa. Untuk larutan yang terdiri dari
basa kuat dan asama lemah, maka pH pada titik ekifaen adalah :

9
pH = ½ pKw + ½ pKa + 11/2 log(C)
sedangkan untuk larutan yang terdiri dari asam kuat dan basa lemah, maka pH pda titik
ekivalennya adalah :
pH = ½ pKw - ½ pKa - 11/2 log(C)
dimana :
Kw = tetapan ionisasi air
Ka = tetapan ionisasi asam lemah
Kb = tetapan ionisasi basa lemah
( C ) = konsentrasi garam
Pengetahuan tentang pH titk akhir titrasi ini diperlukan untuk memilih indikator
yang tepat sehingga kesalahan titrasi dapat ditekan sekecil mungkin, karena tidak setiap
indikator dapat digunakan dalam digunakan semua jenis titrasi. Indikator asam-basa
dapat mempunyai warna yang berbeda tergantung konsentrasi ion H+. Perubahan warna
ini tidak terjadi secara drastis, melainkan dlam suatu interva pH tertentu. Indikator fenol
fralein (pp), dalam suasana asam tidak berwarna, mempunyai struktur seperti gambar I,
sedangkan dalam suasana basa akan mempunyai struktur seperti pada gambar II yang
berwarna merah muda.

Gambar. Struktur fenol ftalein (PP) dalam suasana asam dan basa
Tabel 1. Beberapa jenis indicator titrasi netralisasi
Nama Indikator Warna (asam) Warna (basa) Interval pH
Thymol blue Merah kuning 1,2-2,8
Bromofenol blue kuning biru 2,8-4,5
Meta orage Merah kuning 3,4-5,4
Nromocresol green Kuning biru 3,8-5,4
Metil red merah kuning 4,2-6,3
Fenol ftalein Tidak berwarna merah 8,3-10,5

10
Interval pH pada tabel 1 diatas digunakan dalam pemilihan indikator yang tepat
pada tiap-tiap titrasi, misalnya dalam titrasi antara basa kuat dengan asam kuat, dimana
pH pad saat titik ekivalen adalah 7 dengan internal perubahan pH teretak antara 4 dan 12.
Untuk menghindari terjadinya kesalahan titrasi yang besar, maka harus dipilih indikator
yang perubahan warnanya terletak antara pH 4 sampai 12 yaitu fenol ftalein (pp) atau
metil red.
 Titrasi asam kuat dengan basa kuat
Missal : titrasi tehadap 25 mL HCl 0,1 M dengan NaOH 0,1 M
pH tiap penambahan NaOH dapat dihitung  kurva titrasi
berapa pH pada
a. Sebelum penabahan NaOH
b. Pada penambahan 24 mL NaOH
c. Titik ekivalen
d. Setelah penambahan 26 mL NaOH
Jawab :
a. pH = -log 10-1 = 1
b. mol H3O+ = 0,1 mol/L x 0,025 L = 2,5 x 10-3 mol
mol OH- = 0,1 mol/L x 0,024 L = 2,4 x 10-3 mol

H3O+ + OH-  2H2O


Awal 2,5 x 10-3
Tambahan 2,4 x 10-3
Akhir 0,1 x 10-3

¿¿
c. pH= 7
d. kelebihan OH- = 1x10-3 mol / 0,51 L = 1,96 x 10-3 M
pH = 11,29

11
 Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat
Misal : HC2H3O2 + OH-  H2O + C2H3O2-
Contoh : 25 mL HC2H3O2 0,1 M dengan NaOH 0,1 M. Hitunglah pH pada:
a. sebelum penambahan NaOH
b. setelah penambahan 10 mL NaOH
c. setelah penambahan 12,5 mL NaOH
d. pada titik ekivalen
e. setelah penambahan 26 mL NaOH
Jawaban:
a. 2,88. Hitunglah
b. Jumlah asam asetat = 0,025 L. 0,1 mol/L = 2,5 . 10-3
NaOH yang ditambahkan 0,01L . 0,1 mol/L = 10-3 mol = asam yang bereaksi
Asam yang tidak bereaksi = 1,5 . 10-3
Volume larutan = 25 + 10 = 35 ml = 0,035 L
HC2H3O2 + OH-  C2H3O2- + H2O
Konst HC2H3O2 sisa = 1,5 . 10-3 mol/0,35 L = 4,3 . 10-2 M
Konst C2H3O2- = 10-2 mol/0,035 L = 2,9 . 10-2
pH =4,76+log ¿ ¿

c. Penambahan 12,5 mL NaOH, ½ dari HC2H3O2 bereaksi menjadi C2H3O2- ,


sehingga pH = pKa = 4,76
d. Larutan netral sempurna.
[C2H3O2-] = 2,5 . 10-3 mol/0,05 L = 0,05 M
12
C2H3O2- ion asam lemah terhidrolisis, dihitung dengan pH hidrolisis.
C2H3O2- + H2O  HC2H3O2 + OH-
POH = 5,27, pH = 8,73
e. Jumlah NaOH = 0,026 L. 0,1 mol/L = 2,6 . 10-3, pH basa kuat
pOH = 2,708 pH = 11,29

2. Titrasi Kompleksometri
Prinsip dasar:
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan
kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan
jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa
kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks
banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu
pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan
diterapkan pada titrasi.
Contoh reaksi titrasi kompleksometri :
Ag+ + 2 CN-  Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl-  HgCl2
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi pembentukan molekul netral
yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian
adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi kompleks biasa seperti di atas, dikenal pula
kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut

13
penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan
air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L  M(H2O)(n-1) L + H2O
Kompleksometri merupakan metoda titrasi yang pada reaksinya terjadi
pembentukan larutan atau senyawa kompleks dengan kata lain membentuk hash berupa
kompleks. Untuk dapat dipakai sebagai dasar suatu titrasi, reaksi pembentukan kompleks
disamping harus memenuhi persyaratan umum titrasi, maka kompleks yang terjadi harus
stabil. Titrasi ini biasanya digunakan untuk penetapan kadar logam polivalen .
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr,
dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri
mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja
kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri.
Indikator demikian disebut indikator metalokromat, contohnya : Eriochrome black T dan
Asam salisilat.
Penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi
adalah 10 dengan indikator Eriochrome black T. pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan
mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indicator
murexide .
Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan
murni, sehingga EDTA banyak dipakai pada percobaan kompleksometri.
Larutan yang mengandung ion logam yang akan ditetapkan dibufferkan sampai
PH yang dikehendaki,(misal PH untuk logam Ca 10 dan untuk logam Mg 12) dan ditirasi
langsung dengan Na.EDTA 0,01 M dan ditambah indicator EBT untuk Ca dan Murexide-
NaCl untuk Mg. Amati titik akhir titrasi untuk ca dari warna merah anggur menjadi biru
sedangkan untuk Mg dari pink menjadi violet.

Metode-metode titrasi kompleksometri :


1) Titrasi Langsung

14
Titrasi ini dapat dilakukan terhadap sedikitnya 25 kation dengan menggunakan
indikator logam. Pereaksi pembentukan kompleks, seperti sitrat dan tartrat, sering
ditambahkan untuk pencegahan endapan hidroksida logam. Buffer NH 3-NH4Cl dengan
pH 9 sampai 10 sering digunakan untuk logam yang membentuk kompleks dengan
amoniak.
2) Titrasi Kembali
Titrasi ini digunakan apabila reaksi antara kation dengan EDTA lambat atau
apabila indicator yang sesuai tidak ada. EDTA berlebih ditambahkan berlebih dan yang
bersisa dititrasi dengan larutan standar Mg dengan menggunakan calmagnite sebagai
indicator. Kompleks Mg-EDTA mempunyai stabilitas relative rendah dan kation yang
ditentukan tidak digantikan dengan magnesium. Cara ini dapat juga untuk menentukan
logam dalam endapan, seperti Pb di dalam PbSO4 dan Ca dalam CaSO4.
3) Titrasi Subtitusi
Titrasi ini berguna bila tidak ada indicator yang sesuai untuk ion logam yang
ditentukan. Sebuah larutan berlebih yang mengandung kompleks Mg-EDTA
ditambahkan dan ion logam, misalnya M2+, menggantikan magnesium dari kompleks
EDTA yang relative lemah itu.
4) Titrasi Tidak Langsung
Titrasi ini beberapa jenis telah dilaporkan, antara lain penentuan sulfat dengan
menambahkan larutan baku barium berlebihan dan menitrasi kelebihan tersebut dengan
EDTA. Juga pospat sudah ditentukan setelah pengendapan sebagai MgNH4PO4 yang
tidak terlalu sukar larut lalu menitrasi kelebihan Mg.
Prinsip perubahan warna indikator logam, dalam larutan dalam mentitrasi logam,
M+m oleh EDTA dengan memakai indikator Ind- akan terjadi 3 jenis reaksi dalam
hubungannya dengan perubahan warna indikatornya.
(i) M+m + Z-z  MZm-z
(ii) M+m + Ind-i  MIm-i
(iii) M+m + Y-4  MYm-4
Sebelum penambahan EDTA akan berlangsung reaksi (i) dan (ii) Pada percobaan
ini juga dilakukan penambahan Na-EDTA, dengan penambahan EDTA maka reaksi (ii)
dan (i) begeser ke kiri dan perubahan warna MInd ke warna Ind-i.

15
Sehingga hasil reaksi pada titrasi kompleksometri dalam percobaan ini adalah :
Ca-EBT (merah anggur) + Na-EDTA  Ca-EDTA + EBT (biru laut)
pembentukan kompleks disamping harus memenuhi persyaratan umum titrasi
maka kompleks yang terjadi harus stabil. Titrasi ini biasanya digunakan untuk penetapan
kadar logam polivalen atau senyawanya dengan menggunakan Na-EDTA sebagai titran
pembentuk kompleks.
Banyak ion logam dapat ditentukan dengan titrasi menggunakan suatu pereaksi
(sebagai titran) yang dapat membentuk kompleks dengan logam tersebut. Salah satu
senyawa komplek yang biasa digunakan sebagai penitrasi dan larutan standar adalah
ethylene diamine tetra acetic acid :
 EDTA merupakan asam lemah dengan empat proton.
 Bentuk asam dari EDTA dituliskan sebagai H4Y
 dan reaksi netralisasinya adalah sebagai berikut :
Reaksi antara ion Mg2+ dengan EDTA tanpa adanya penambahan indikator adalah :
Mg2+ + H2Y2-  MgY2- + 2H+
Jika sebelum titrasi ditambahkan indikator maka indikator akan membentuk
kompleks dengan Mg2+ (berwarna merah) kemudian Mg2+ pada komplek akan bereaksi
dengan EDTA yang ditambahkan. Jika semua Mg2+ sudah bereaksi dengan EDTA maka
warna merah akan hilang selanjutnya kelebihan sedikit EDTA akan menyebabkan
terjadinya titik akhir titrasi yaitu terbentuknya warna biru.

3. Titrasi Pengendapan (Argentometri)


Dalam analisis volumetric, yang dimaksud dengan proses pengendapan dan
pembentukan kompleks adalah semua jenis titrasi yang menghasilkan suatu endapan
dan/atau senyawa kompleks. Titrasi yang menggunakan garam perak nitrat (AgNO 3)
sebagai larutan standarnya disebut titrasi argentometri. Larutan AgNO3 dapat digunakan
untuk menentukan garam-garam halogen dan sianida, karena kedua garam ini dapat
membentuk suatu endapan dan/atau senyawa kompleks dengan ion Ag + dari larutan
AgNO3.
NaHal + Ag+  AgHal.↓ + Na
KCN + Ag+  AgCN↓ + K+

16
KCN + AgCN  K(Ag(CN)2)
Garam AgNO3 (kecuali yang teknis) mempunyai kemurnian yang tinggi, sehingga
dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Larutan standar AgNO3 0,1 N dapat
dibuat dengan cara melarutkan 16,99 gr Kristal AgNO3 dalam 1 liter aquades

a. Titrasi Pembentukan Kompleks

Dalam argentometri, yang dimaksud dengan titrasi pembentukan kompleks adalah


titrasi terhadap larutan garam sianida. Titrasi ini dikenal sebagai titrasi argentometri cara
Leibig. Apabila ke dalam larutan garam sianida ditambahkan larutan garam AgNO3 maka
mula-mula akan terjadi endapan putih AgCN, tetapi jika larutan tersebut dikocok,
endapan AgCN akan larut kembali membentuk garam kompleks dari logamnya yang
cukup stabil.

KCN + AgNO3  AgCN + KNO3

AgCN + KCN  K(Ag(CN)2) + KNO3

Setelah semua ion CN¯ dalam larutan membentuk ion kompleks (Ag(CN)2)¯,
maka penambahan larutan AgNO3 akan menyebabkan terjadinya endapan yang stabil
garam kompleks argentum disianoargentat (I).

K(Ag(CN)2 + AgNO3  Ag(Ag(CN)2) + KNO3

Jadi titik ekivalen dalam titrasi argentometri cara Leibig di tandai dengan terbentuknya
kekeruhan (endapan) permanen garam kompleks Ag(Ag(CN)2).

b. Pemilihan Indikator Dalam Titrasi Argentometri


1) Pembentukan Endapan Berwarna
Titrasi argentometri dengan indicator endapan berwarna disebut juga sebagai
proses titrasi argentometri cara Mohr. Dengan cara ini, kedalam larutan netral yang
mengandung ion halogen, misalnya Cl¯ ditambahkan sedikit larutan indicator garam
kalium kromat (K2CrO4), baru kemudian dititrasi dengan larutan standar AgNO3. Titik
akhir titrasi ditandai dengan adanya endapan merah bata garam perak kromat
(Ag2CrO4).

17
CrO4¯ +2Ag+  Ag2CrO4↓
Ag2CrO4 akan terjadi jika semua ion Cl telah diendapkan sebagai Agcl.
Ag+ + Cl¯ AgCl↓
Konsentrasi Ag2CrO4 yang digunakan sebagai indicator biasanya adalah (3-5) x
10-3M. Titrasi argentometri cara Mohr tidak dapat digunakan pada larutan yang
bersifat asam, karena akan terjadi reaksi :
2CrO42-+ 2H+ 2HCrO4- Cr2O7= +H2O
Sebaliknya jika larutan terlalu alkalis akan terjadi endapan AgOH

2) Pembentukan Ion Kompleks Berwarna


Titrasi argentometri dengan indikator ion kompleks berwarna disebut juga
sebagai titrasi argentometri cara Volhard. Dengan cara ini, ke dalam larutan garam
halogen yang bersifat asam ditambahkan larutan standar AgNO3 berlebihan. Kemudian
Kelebihan ion Ag+ dititrasi dengan larutan kalium rodanida (KCNS) atau amonium
rodanida (NH4CNS) standar dengan indicator garam feri. Titik ekivalen ditandai
dengna terjadinya warna coklat dari ion kompleks (Fe(CNS)6)3-.
Ag+ + CNS¯  AgCNS↓
Fe3+ + 6CNS¯ (Fe(CNS)6)3-
Banyaknya garam halogen dalam larutan dapat diketahui dari banyaknya larutan
AgNO3 yang ditambahkan dan banyaknya larutan rodanida yang diperlukan untuk
titrasi. Argentometri cara Volhard dapat digunakan secara langsung dalam penentuan
ion Br¯ dan I¯ dengan kesalahan titrasi relatif kecil, tetapi dalam penentuan ion Cl¯
secara langsung dapat menyebabkan terjadinya kesalahan titrasi yang cukup besar,
karena ion CNS¯ akan bereaksi dengan AgCl sebelum reaksi antara ion Fe3+ dengan ion
CNS¯.
AgCl + CNS¯ AgCNS↓ + Cl
Untuk menghindari terjadinya reaksi antara AgCl dan CNS dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain:
 Endapan AgCl disaring, kemudian filtrat dan cairan pencuci endapan dititrasi
dengan larutan CNS¯.

18
 Setelah larutan AgNO3, ditambahkan ke dalam larutan garam klorida, ke dalam
larutan tersebut ditambahkan larutan garam KNO 3 sebagai zat penggumpal,
kemudian didihkan selama ± 3 menit, setelah dingin dititrasi dengan larutan CNS¯.
3) Pembuatan Larutan Standar AgNO3 0,1 N
Panaskan sejumlah tertentu AgNO3 padat pada temperatur 150ºC selama 2
jam. Timbang dengan tepat 8,496 gr AgNO 3 hasil pengeringan ini, kemudian larutkan
dalam aquades sampai volumenya 500 ml. Jika AgNO3 yang digunakan tidak begitu
murni, maka larutannya dibuat dengan melarutkan 8,5 gr AgNO 3 sampai volumenya
500 ml.
4) Standarisasi Larutan AgNO3 dengan NaCl
Untuk membuat larutan standar NaCl 0,1 N, dilakukan dengan cara melarutkan
2,923 gr Kristal NaCl pa dengan aquades sampai 500 ml. indikator yang digunakan
adalah K2Cr2O4 (cara Mohr). Larutan 5 gr K2Cr2O4 dalam 100 ml aquades 25 ml larutan
NaCl 0,1 N, ditambah 1 ml indikator K2Cr2O4. Titrasi dengan larutan AgNO3. Seandainya
volume larutan AgNO3 yang digunakan adalah v ml, maka :
25 x 0,1
N AgN O =
3
v
5) Penentuan Klorida Dalam Garam Dapur (Cara Mohr)
Keringkan garam dapur pada temperature 110ºC selam ± 2 jam. Timbang 0,45 gr
garam dapur tersebut dan larutkan dalam aquades sampai volumenya 100 ml. ambil 25 ml
larutan tersebut dan tambahkan kepadanya 1 ml indicator K2Cr2O4, kemudian titrasi
dengan larutan standar AgNO3 0,1 N. Misalkan volume larutan AgNO 3 yang diperlukan
adalah v ml.
v x 0,1
N NaCl=
25

Dalam 101 ml larutan NaCl terdapat = 4 x 0,1 x v mgr


0,4 x v x 58,5
Kadar NaCl dalam garamdapur = x 100 %
450

6) Pembuatan Larutan Standar NH4CNS 0,1 N


Timbang 9,0 gr garam NH4CNS, larutkan sampai volume 1 lt. Standarisasi larutan
tersebut dengan larutan AgNO3 0,1 N. Caranya adalah : masukkan 25 ml larutan AgNO 3
19
dalam erlenmeyer, tambahkan kepadanya 5 ml HNO3 6 N dan 1 ml indikator feri
amonium sulfat, kemudian titrasi dengan larutan NH4CNS, misalkan volume NH4CNS ini
v ml, maka Normalitas NH4CNS adalah :
25 x 0,1
N NH CNS =
4
v
7) penentuan bromide dengan cara volhard
Masukan 25 ml kbr, tambahkan kepadanya NHO 3 secukupnya. Tambahkan
kepadanya v1 ml larutan AgNO3 0,1 Nberlebihan dan 1ml indkator feri ammonium
sulsat. Sisa AgNO3 dititrasi dengan larutan NH4CNS 0,1 N sampaiterjadi warna merah.
misalkan NH4CNS yang diperlukan adalah v2 ml.KBr = (v1-v2) x 0,1x199 mgr

4. Titrasi Oksidasimetri Dan Reduksimetri


Oksidasimetri adalah titrasi terhadap zat reduktor dengan menggunakan zat oksidator
sebagai larutan standartnya, sedangkan reduksimetri adalah titrasi terhadap zat oksidator
dengan menggunakan larutan standart zat reduktor. Oksidator adalah proses pelepasan
sebuah electron atau lebih, sedangkan reduksi adalah proses penangkapan sebuah electron
atau lebih . contoh reaksi oksidasi-reduksi adalah :
2FeCl3 + SnCl2  2FeCl2 + SnCl4
Jika reaksi diatas ditulis dalam bentuk reaksi ionnya :
2Fe3+ + Sn2+  2Fe2+ + Sn4+
Sn2+  Sn4++ 2e
2Fe3+ + 2e  2Fe2+
Dari setengah reaksi di atas, Fe3+ mengalami reduksi, karena menangkap sebuah electron
sehingga menjadi Fe2+, sedangkan Sn2+ mengalami oksidasi karena melepas 2 elektron
menjadi Sn4+.

a. Permanganometri
Permanganometri adalah sebuah proses tritrasi redoks dengan menggunakan garam
kalium permanganate (KMnO4) sebagai larutan standartnya. Garam KMnO 4 tidak terdapat
dalam keadaan murni, karena banyak mengandung oksidanya (MnO 2 dan Mn2O3) sehingga

20
garam KMnO4 tidak dapat digunakan sebagai zat standart primier. Larutan standart KMnO4
tidak dapat dibuat hanya dengan melarutkan garamnya dalam aquades karena sedikit zat
organic dalam aquades dapat menyebabkan terjadinya peruraian ion permanganate (MnO4-)
4MnO4- +2H2O  4MnO2 +3O2 + 4OH-
Larutan standart KMnO4 dibuat dengan cara melarutkan garam KMnO4 dalam air panas
kemudian dididihkan beberapa saat. Setelah larutan agak dingin kemudian dengan glass-woll
dan disimpan dalam botol gelap. Larutan standart KMnO 4 dapat digunakan baik dalam
suasana asam,netral atau alkali
a. Suasana Asam
Dalam suatu asam (H2SO4), MnO4- akan terekdusi menjadi Mn2+, sehingga berat ekivalen
KMnO4 adalah 1/5 mol. (1 grek; 31,6 gr), dapat digunakan secara langsung dalam
penentuan anion maupun kation berikut :
Kation/aniom hasil reduksi
Fe2+ Fe3+
Sn2+ Sn4+
VO2+ VO3-
H2O2 O2
Mo3+ MoO42-
As3+ AsO43-
Ti3+ TiO22+
U4+ UO22+
C2O42- CO2
NO2- NO3-
SO3- SO43-
KMnO4 juga dapat digunakan untuk menentukan beberapa oksidator secara tidak
langsung setelah terlebih dulu ditambah zat reduktor seperti garam fero (Fe2+) atau
oksalat C2O42- berlebihan. Adapun oksidator-oksidator yang dapat ditentukan secara
permanganometri adalah :
Oksidator Hasil reduksi
MnO4- Mn2+
Cr2O72- Cr3+

21
Ce4+ Ce3+
MnO2 Mn2+
Mn3O4 Mn2+
PbO2,Pb2O3,Pb2O4 Pb2+
Dalam titrasi permanganometri, pengasaman tidak boleh menggunakan HCl karena
KMnO4 dapat mengoksidasi klorida menjadi Cl2
2KMnO4 + 16 HCl  2KCl + 2MnCl2 + 5Cl2 +H2O

b. Suasana netral atau alkalis


Dalam suasana netral atau alkalis, MNO4- akan direduksi menjadi MnO2+sehingga
berat berat ekivalen KMnO4 adalah 1/3 mol (1 grek KMnO4 + 52,7 gr) dan dapat
digunakan untuk menentukan garam mangan (Mn2+), format (HCOO-) dan asam format
(H2CO2). Untuk menggetahui saat tercapainya titik ekivalen dalam proses titrasi
permanganometri tidak diperlukan larutan indicator, karena larutan KMnO 4 yang berwana
ungu telah dapat berfungsisebagai indikator, sehingga apabila dalam larutan yang dititrasi
telah terjadi warna agak ungu muda, berarti titik ekivalen telah tercapai.

Contoh perhitungan:
Titrasi 50 mL Fe2+ 0,100 M dengan larutan Ce4+ 0,1000 M
Jawab:
 Pada titik ekivalen
Mol Fe2+ = mol Ce4+
MFe x VFe = MCe x Vce
M fe V fe (0,100 M )(50 mL)
Veq =Vce = = =50 mL
M ce 0,100 M
 Setelah penambahan 10 mL Ce4+, konsentrasi Fe2+ yang tersisa
M fe V fe −M ce V ce ( 0,10 M ) ( 50 mL ) −(0,10 M )( 10 mL)
[Fe2+] = = =0,0667 M
V fe +V ce ( 50 mL) +(10 mL)
 Konsentrasi Fe3+ yang terbentuk
M fe V ce (0,10 M )(10 mL)
[Fe3+] = = =0,0167 M
V fe +V ce ( 50 mL )+(10 mL)

22
 Potensial setelah penambahan 10 mL Ce4+
E=Eo−0,05916 log¿ ¿
 Setelah penambahan 60 mL, konsentrasi Ce3+ yang terbentuk
M fe V fe (0,10 M )(50 mL)
[Ce3+] = = =0,0455 M
V fe +V ce ( 50 mL ) +(60 mL)
Kelebihan Ce4+ dalam larutan
M Ce V Ce−M Fe V Fe ( 0,10 M ) (6 0 mL )−(0,10 M )(5 0 mL)
[Ce2+] = = =0,0091 M
V fe +V ce ( 50 mL )+(6 0 mL)
E=Eo−0,05916 log¿ ¿ ¿
Pada TE E=Eo ¿
o
E=E ¿
2 E=E o ¿
Pada TE : [Fe2+] =[Ce4+] dan [Fe3+] =[Ce3+], sehingga
2E = 0,767 + 1,7 sehingga
E = 1,23 V

Tabel Data titrasi dari 50 mL 0,100 M Fe2+ dengan 0,100 M Ce4+


Volume Ce4+ (mL) E(V) Volume Ce4+ (mL) E(V)
10,0 0,731 60,0 1,66
20,0 0,757 70,0 1,68
30,0 0,777 80,0 1,69
40,0 0,803 90,0 1,69
50,0 1,23 100,0 1,70

23
3.2 Pembuatan larutan KMnO4 0,1 N
Timbang 3,2 – 3,25 gr garam KMnO4 dengan gelas arloji, masukan ke dalam beker gelas
1500 ml dan tambahkan kepadanya 1 liter aquades. Tutup gelas beker tersebut dengan gelas
arloji, didihkan selama 30 menit, kemudian dinginkan. Saring larutan tersebut dengan sinterglas
atau corong yang telah diisi glass woll. Simpan dalam botol gelap.

3.3 standarisasi larutan KMnO4


Zat standart primer yang dapat digunakan untuk standarisasi larutan KMnO4 adalah zat
reduktor seperti As2O3, Na2C2O4, besi (Fe), K4(Fe(CN)6),Fe(NH4)2(SO2), KHC2O4, H2C2O4,
2H2O. Berikut ini adalah cara standarisasi dengan natrium oksalat (Na 2C2O4. 2H2O).panaskan
garam Na2C2O4. 2H2O dalam oven pada temperature 105-110oC selama ± 2 jam kemudian
dinginkan dalam eksikator. Timbang 0,3 gr garamkering tersebut, masukkan ke dalam gelas
beker 500 ml, tambahkan berturut-turut 240 ml aquades dan 12,5 rnl H 2SO4 pekat atau lebih baik
dilarutkan dalam 250 ml larutan H2SO4 + 2 N). Dinginkan sampai temperatur 25-30° C sambil
diaduksampai garam oksalat larut sempurna. Ambil 25 ml larutan tersebut, tambahkan beberapa
ml larutan KMnO4 melalui buret, panaskan larutan tersebut pada temperatur 55 - 60° C,
kemudian titrasi sampai larutan yang semula tidak berwamamulai berwarna ungu muda.
Misalkan volume larutan KMnO4 yang digunakanadalah a ml. Normalitas sebenarnya larutan
KMnO4 dapat dihitung daripersamaan reaksinya.
5C2O42- + 2MnO4- + 16H+ 2Mn2+ + l0CO2 + 8H2O 0,3 gr oksalat = 2,23 mmol = 4,478 mgrek
Dalam 25 ml banyaknya ion C2O42- :0,4478mgrek

Penentuan Campuran Ion Fero Dan Feri

24
Bila larutan yang akan ditetapkan terlalu pekat, dapat diencerkan terlebih dulu.
a. Menetapkan Ion Fero
Ambil 25 ml larutan yang akan diselidiki, tambahkan kepadanya 25 ml larutan. H2SO4 + 1 N,
kemudian titrasi dengan larutan standar KMnO4 0,1 N sampai terjadi warna ungu muda. Jika
volume larutan KMnO4, yang diperlukan adalah v1, rnakodalam 25 ml larutan terdapat :
Fero = v1 x 0,1 x 56 mgr
Garam fero = v1 x 0,1 x BM garam (mgr)
b. Menetapkan Ion Feri
Ambil 25 ml larutan yang akan diselidiki, tambahkan kepadanya HCI pekatsecukupnya
sampai konsentrasi larutan menjadi 5 N, kemudian panaskan pada temperatur 70° C,
Tambahkan larutan Sn Cl2 tetes demi tetes sambil diaduksampai warna kuning hilang
kemudian tambahkan lagi larutan SnCl2 dalam HCIencer sehingga larutan menjadi berwarna
hijau, lalu dinginkan. Setelah dinginlarutan ditarnbah 10 ml larutan HgCl2 5% sehingga
terbentuk endapan HgCl2. Encerkan larutan sampai 300 ml dan titrasi dengan larutan standar
KMnO4 + 0,1 N. Jika volume KMnO4 + yang diperlukan adalah v2 rnl maka :
Feri: (v2 – v1) x 0,1 x 56 mgr
Garamferi: (v2 – v1) x 0,1x BMgaram (mg)

Penentuan MnO2 Dalam Pirolusit


Di Dalam, mangan dioksida (MnO2) terdapat sebagai mineral pirolusit yang
dapatditentukan kadarnya seoara peflnanganometri. Mula-mula Pirolusit dilarutkanlebih dulu,
kemudian kepadanya ditambahkan zat pereduksi seperti FeSO4, Na2C2O4 atau As2O3 berlebihan,
kemudian sisa kelebihan zat reduklor yangditambahkan dititrasi dengan larutan standar KmnO4.
Reaksi yang terjadi adalah :
MnO2 + 2Fe2+ + 4H+  Mn2+ + 2Fe3+ + 2H2O atau
MnO2 + C2O42-+ 4H+  Mn2+ + 2CO2+ 2H2O atau
2MnO2 + 2H3AsO3 + 4H+  2Mn2+ + 2H3AsO4 + 2H2O
Dengan mengetahui banyaknya reduktor yang ditambahkan dan banyaknya kelebihan
reduktor tersebut (dari titrasi dengan permanganat), maka banyaknya MnO2 dalan pirolusit dapat
ditentukan.

25
Mula-mula serbuk pirolusit dikeringkan pada temperatur l20° C sampai diperoleh berat
yang konstan. Timbang 0,2 gr serbuk yang telah dikeringkan lalu masukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml. Tambahkankan kepadanya 50 ml Na 2C2O4 0,1 N dan 10 ml H2SO4 pekat.
Didihkan sampai serbuk pirolusit bereaksi sempurna (tidak ada lagi partikel-partikel berwama
coklat atau hitam) Sisa ITS Na2C2O4 kemudian dititrasi dengan KmnO4 0,1 N.

Penentuan Nitrit
Garam nitrit bila diasamkan akan terurai menghasilkan gas No sehingga
dalampenentuanflya secala permanganometri dibalik.yaitu larutan standar KMnO 4
yangdiasamkan baru kemudian dititrasi dengan larutan garam nitrit (KNO 2). Timbang 1,1 gr
garam kalium nitrit dan larutkan dalam labu ukur 250 ml, kocok sampai homogen. Arnbil 25 ml
KMnO4 0,1 N, asamkan dengan beberepa tetes H2SO4 0,1 N, panaskan pada temperatur 40oC
beberapa saat kemudian dinginkan.Titrasi dengan larutan KNO2 sampai warna ungu KMnO4
hilang. Misalkan volume KNO2 yang diperlukan adalah v ml dan berat molekul KNO2 adalah
M, maka dalam 250 ml larutan terdapat :

b. Bikromatometri
Sebagai zat oksidator,K2Cr2O7 tidak sebaik KMnO4, karena potensial reduksinya relatif
lebih kecil. E° KMnO4 a : 1,59 volt, sedangkan E° K2Cr2O7 : 1,36 volt, namun demikian garam
K2Cr2O7juga mempunyai kelebihan yaitu dapat diperoleh dalam keadaan mumi dan cukup
stabil bila dipanaskan sampai titik lebumya, sehingga K2Cr2O7 dapat digunakan sebagai zat
standar primer. Larutan standar K2Cr2O7 dapat dibuat dengan menimbang sejumlah berat
tertentu kemudianditarutkan dalam aquades sampai volume tertentu pula sesuai normalitas dan
jumlah yang dikehendaki. Garam K2Cr2O7 tidak mudah tereduksi oleh senyawaorganik dan
cukup stabil terhadap cahaya sehingga larutannya tidak harusdisimpan dalam botol berwarna
atau tempat yang gelap. Larutan standar K2Cr2O7 hanya dapat digunakan sebagai oksidator
dalam suasana asam (H2SO4 atau HCl 1 - 2 N) di mana garam ini akan tereduksi menjadi garam
kromi (Cr3+) yang berwarna hijau sesuai persamaim setengah reaksi redoks berikut :
Cr2O72- + 14H+  6e 2Cr3+ + 7H2O
sesuai dengan persamaan reaksi di atas, garam K2Cr2O7 mempunyai berat ekivalen l/6 mol (l
gek :49 g), sehingga larutan K2Cr2O7 0,1 N mengandung 4,9 g garam K2Cr2O7 per liternya.

26
Titrasi bikromatometri terutama digunakan untuk menentukan besi dalam bijih besi- Mula-mula
bijih besi dilarutkan dalam HCl, ion feronya ditentukansecara langsung sedang ion ferinya
direduksi lebih dulu dengan SnCl2 barukemudian dititrasi dengan larutan standar K2Cr2O7.
2Fe3+ + Sn3+  2Fe2+ + Sn4+
6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+  6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
Dalam titrasi bikromatometri, untuk mengetahui saat tercapainya titikekivalen dapat dilakukan
dengan 3 cara,yaitu dengan indikator internal, indikatorekstemal dan dengan cara potensiometi.
Dalam buku ini hanya akan dibahastentang indikator internal. Indikator intemal adalah indikator
yang dalampemakaiannya ditambahkan ke dalam larutan yang akan dititrasi seperti
indikatorfenol ftalein (pp) dan metal orange (mo) dalam titrasi asidi-alkalimetri. Adapun
indikator yang banyak digunakan dalam titrasi bikromatometri adalah larutan difenilarnin I Yo
dalan H2SO4pekat dan larutan natrium difenilamin sulfonat0,2 yo dalam ak dan larutan difenil
benzidin l% dalam H2SO4 pekat. Indikator-indikator tersebut bereaksi dengan ion Fe 2+
memberikan warna hijau, dengan sistem Fe2+ - Fe3+ menghasilkan warna hijau-biru, sedangkan
pada titik ekivalen dimana semua ion Fe2+ telah teroksidasi menjadi Fe3+ menghasilkan
warnaungu- biru Ke dalam larutan yang akan dititrasi dengan indikator tersebut
harusditambahkan asarn fosfat yang berfungsi menurunkan potensial dari sistem fero- feri
dimana H3PO4 dengan ion Fe3+ akan membentuk ion kompleks (Fe(HPO4))+ Untuk menghindari
penambahan H2SO4 ke dalam larutan dapat ditambahkan denganmenggunakan indikator lain
seperti asam N-fenilantranilat yang dapat dibuatdengan cara melarutkan 0,25 gr N-fenilantranilat
padat dalam 12 ml larutan NaOH 0,1 N kemudian diencerkan dengan aquades sampai 250 ml.
Perubahanwarna yang terjadi adalah dari hijau menjadi ungu-kemerahan.

27
BAB III
KESIMPULAN

1. Metode analisis gravimetri didasarkan pada pengukuran berat, yang melibatkan


pembentukan, isolasi dan pengukuran berat dari suatu endapan. Tahap awal analisis
gravimetri adalah pemisahan komponen yang ingin diketahui dari komponen-komponen lain
yang terdapat dalam suatu sampel kemudian dilakukan pengendapan
2. Volumetri merupakan metoda analisis kimia kuantitatif dimana untuk menentukan
banyaknya suatu zat dalam volume tertentu dilakukan dengan mengukur banyaknya volume
larutan standar yang bereaksi secara kuantitatif dengan zat yang akan ditentukan tersebut.
Umumnya larutan standar dimasukkan ke dalam buret kemudian ditambahkan perlahan-lahan
kedalam larutan yang akan ditentukan (analit). Proses penambahan larutan standar ini sampai
terjadi reaksi sempurna disebut proses titrasi, dan saat dimana reaksi sempurna tercapai
disebut saat ekuivalen, saat stoikiometri atau saat akhir teoritis. Berdasarkan hasil reaksi yang
terjadi, volumetri dibedakan menjadi tiga, yaitu titrasi netralisasi, titrasi pengendapan dan
pembentukan senyawa kompleks dan titrasi oksidasi-reduksi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Analisis Kuantitatif Analisis Volumetri. Undip.

Darusman L K. 2001. Diktat Kimia Analitik 1 jilid 1. Bogor: Departemen Kimia FMIPA-IPB.
J. Bassett, R.C. Denney, G.H. Jeffery, dan J. Mendham (1991). (Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik terjemahan dari Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic
Analysis Including Elementary Instrumental Analysis, penerjemah: A. Hadyana P. dan Ir.
L. Setiono. Penerbit Buku Kedokteran EGC. ISBN 979-448-228-5.

Khopkar S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Skoog, Douglas; West, Douglas M; Holler, F James (1996). "5: Gravimetric Analysis".
Fundamentals of Analytical Chemistry (edisi ke-7th). Fort Worth: Saunders College
Publishing Harcourt Brace. hlm. 71–96. LCCN 95-067683.

Vogel, A. I., 1989, Vogel’s Textbook of Quantitative Chemical Analysis, 5th Ed, Longman
Group, Harlow

29

Anda mungkin juga menyukai