Anda di halaman 1dari 9

Menurut World Health Organization (WHO), swamedikasi adalah pemilihan dan

penggunaan obat modern, herbal, dan obat tradisional yang digunakan masyarakat untuk
menyembuhkan berbagai penyakit dan 80% di berbagai Negara mengobati sendiri (WHO,
2020). Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.919/MENKES/PER/X/1993
mendefinisikan swamedikasi sebagai upaya pengobatan yang dilakukan secara mandiri
untuk mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih
dahulu. Berikut merupakan contoh-contoh sediaan obat-obat kulit yaitu:
1. Krim. Terdapat dua jenis krim, yaitu krim o/w, yang terdiri dari emulsi minyak dalam
air dan krim w/o dari air dalam lemak.
2. Emulsi adalah campuran dari minyak nabati dan air yang dibuat dengan bantuan
suatu zat "pengikat" (emulgator). Bergantung pada banyaknya minyak, bentuk emulsi
mulai dari cairan encer sampai cairan kental. Emulsi cocok untuk digunakan pada
kulit kering, tetapi kurang cocok untuk kulit yang berambut dan pada lipatan-lipatan
kulit.
3. Salep terdiri seluruhnya dari lemak dan sebagai dasar biasanya digunakan vaselin,
lemak wol (adeps) atau campurannya. Efek obat dalam salep bertahan lebih lama
daripada krim.
4. Gel sama sekali tidak mengandung lemak , karena khusus terdiri dari zat - zat yang
mengembang dalam air menjadi bentuk kental. Gel dapat digunakan dengan baik
pada kulit berambut dan dengan mudah dapat dicuci seluruhnya dengan air.
5. Losion adalah larutan atau suspensi dari obat dalam air dan biasanya dengan
tambahan alkohol. Losion bekerja dengan menyejukkan kulit karena menguapnya
air.
6. Aerosol adalah bentuk semprotan dari obat yang terlarut dalam alkohol atau pelarut
lain. Sediaan ini sangat praktis untuk mengobati misalnya luka lecet karena tidak
perlu ditutup lagi dengan kasa.
7. Serbuk tabur adalah campuran dari obat dengan talk, pati (amilum), atau tepung
beras. Penggunaannya dapat disamakan dengan losion, yakni untuk pengobatan
permukaan tubuh yang luas dan lipatan-lipatan kulit, misalnya serbuk dengan mentol
pada gatal-gatal seluruh badan akibat cacar air. Serbuk tidak boleh ditaburkan pada
luka terbuka.
8. Kompres adalah cara penggunaan dengan kasa atau sehelai kain, yang dibasuh
dengan suatu larutan. Sediaan ini sangat berguna pada gatal-gatal dan ruam yang
berair.

Swamedikasi penyakit kulit secara umum:


1. Kulit kering
● Kulit kering dengan keluhan gatal-gatal pada lansia dapat ditanggulangi secara
efektif dengan mengolesi kulit menggunakan krim pelembap (moisturing cream)
secara teratur. Misalnya Lubriderm dan Eucerin, atau krim sederhana tanpa merk
(krim Lanette) sama efektifnya dengan krim bermerek yang mahal.
● Atau jika tidak tersedia dan lebih murah lagi adalah menggunakan minyak bunga
matahari, minyak jagung, dan sebagainya. Minyak ini setelah dioleskan pada kulit
kering berguna untuk mencegah keluarnya lebih banyak kelembapan. Kulit akan
terasa lebih lentur, sehingga secara psikologis menghasilkan rasa nyaman.
● Bagi pasien lansia dianjurkan penggunaan krim dengan dasar netral untuk
perawatan dan pencegahan kulit kering.
● Untuk mandi sebaiknya gunakan sabun dengan lemak berlebih (Oilum Soap, Dove)
atau sabun bayi, tetapi jangan digunakan terlalu banyak atau terlalu sering.
● Bagi bayi dengan kulit kering dianjurkan untuk membubuhkan sedikit minyak kedelai
("bathing oil") pada air mandinya untuk membuat kulitnya lemas.
● Hidratasia atau krim yang mengandung suatu zat yang bersifat menarik udara seperti
gliserin, propilenglikol, atau urea, berguna untuk mempertahankan cairan dalam
lapisan kulit.
● Krim dengan 10 % urea tersedia sebagai obat bebas (Soft U Derm). Krim ini pada
awalnya dioleskan 2-3 kali sehari pada kulit kering, kemudian setelah kulit menjadi
lemas dan lentur 1 kali sehari. Jangan digunakan di sekitar mata, karena bersifat
merangsang.
2. Luka bakar
● Segera tuangkan air dingin bersih ke atas luka bakar atau rendam dalam air dingin
sampai nyeri berkurang.
● Jangan menggunakan tepung, minyak, bedak, salep bakar, atau sejenisnya karena
dapat mengirimkan kerusakan.
● Jangan pecahkan lepuh yang mungkin terjadi.
● Bungkus luka bakar secara longgar dengan handuk steril.
● Jika pakaian menempel di badan, jangan menariknya hingga robek, tetapi letakkan
kain steril di atasnya. Segera tutupi korban luka bakar dengan selimut, agar tidak
kehilangan suhu tubuh.
● Berikan cairan minum hanya jika korban luka bakar tidak syok, sadar tidak mual, dan
tidak luka bakar pada wajah atau luka pada lambung. Minum air mineral tanpa gas
adalah cara terbaik untuk mengurangi kehilangan cairan.
● Periksa nadi dan pernapasan secara teratur.
Secara pengobatan rakyat:
● Cara pengobatan rakyat yang banyak digunakan di India dengan sukses adalah
menutup luka bakar (stadion - 1) dengan kulit kentang yang direbus. Menurut
laporan, luka akan segera sembuh berkat zat tertentu yang terkandung di bawah kulit
kentang. Cara ini sangat disangsikan oleh para dokter, tetapi dalam keadaan darurat
dapat dicoba sebagai tindakan awal.
● Cara kedua : 2-3 hari setelah luka bakar dapat digunakan getah tumbuhan lidah
buaya pada bekas cedera untuk menghilangkan nyeri.
● Oleum iecoris aselli (minyak ikan) (10%) dalam salep dapat digunakan untuk
membantu penyembuhan luka bakar, tetapi jangan digunakan jika luka sudah
terinfeksi.
3. Luka kecil
a) Luka lecet. Kebanyakan sangat pedih karena biasanya banyak ujung saraf juga
rusak.Luka dibersihkan dengan air dan sabun, lalu secara hati-hati didisinfeksi
menggunakan zat antiseptik.
● Dari banyak antiseptika yang tersedia sebagai pilihan pertama dapat
digunakan tingtur povidon-iod (Betadine, Septadine) atau larutan klorheksidin
(Hibisol, Pravlon komb) yang berkhasiat kuat mematikan berbagai jenis
kuman. Kedua obat luar ini tersedia sebagai salep dan krim (Savlon, komb).
Sebaiknya luka ditutup dengan kasa untuk menghindari infeksi.
● Luka-luka membutuhkan suasana lembap untuk disembuhkan dengan baik.
Untuk lecet-lecet besar digunakan kasa yang memelihara lingkungan lembap
misalnya kasa lemak steril. Pada umumnya luka–luka lecet permukaan akan
sembuh tanpa pengobatan dalam beberapa hari dengan membentuk
keropeng, yang kemudian terlepas dengan sendirinya.
b) Luka-luka yang lebih besar, lebih dalam atau berdarah terus-menerus perlu dibawa
ke dokter, yang dapat menjahitnya dan mempertim bangkan pemberian suntikan
dengan vaksin tetanus untuk mencegah terjadinya tetanus (khusus pada luka-luka
"kotor" dan dalam).
4. Bisul
● Menutup bisul menggunakan salep ichtiol 10%, yang berdaya menyerap kembali
bisul "muda" (batal) atau "mematangkan" bisul yang sudah berkembang. Sama
efektifnya adalah salep yang mengandung timbal oksida (Ung . diachylon). Kedua
obat bekerja antiradang, antibakteri lemah, dan antigatal serta dapat dibeli secara
bebas sebagai sediaan apotek.
● Salep digunakan dengan kasa dan plester, diganti dua kali sehari dan setiap kali
dibersihkan dengan bensin cuci (wasbenzine). Setelah bisul pecah , bisul harus
dipijat menggunakan kasa atau kapas sampai seluruh nanahnya keluar yang kentara
dengan keluarnya darah dari luka Waspada jangan sampai nanah yang mengandung
banyak stafilokokus menyentuh bagian lain dari tubuh agar infeksi tidak menjalar ke
tempat lain. Setelah didisinfeksi dengan tingtur iod, bisul diberi salep iod atau
klorheksidin, lalu ditutup dengan kasa dan plester untuk penyembuhan selanjutnya.
5. Katimul dan kapalan
● Dengan Collodium ad verrucas 10% dengan asam susu dan salisilat yang bekerja
keratolitik, yaitu melarutkan keratin dan melunakkan kulit. Obat ini dioleskan sekali
sehari pada katimumul atau kapalan selama satu minggu berturut - turut, kemudian
kaki direndam dalam air yang cukup panas. Katimumul biasanya akan melepaskan
bijinya. Atau bijinya sudah menjadi lunak sehingga mudah dikeluarkan secara
mekanis. Katimumul yang tidak menjadi lunak perlu ditangani dokter.
● Kapalan atau katimumul yang besar dapat dibuat lunak dengan melekatkan "plester
katimumul", yang mengandung salisilat. Untuk kapalan juga dapat digunakan salep
dengan 20-40 % asam salisilat, yang dikenakan pada lapisan tanduk yang
bersangkutan.
6. Kutil
● Kutil di tangan dan kaki sering kali sembuh secara spontan. Juga dapat digunakan
keratolitika (larutan asam salisilat + asam laktat aa 17 % dalam collodium , salep
salisilat 40 %), atau dikompres dengan formaldehida 2-5 %.
● Sediaan terkenal adalah larutan asam salisilat 10 % dan asam laktat 10 % dalam
collodium (Collodium ad verrucas, Collomack.) Setelah kulit di sekitarnya dilindungi
dengan sedikit petroleum jelly, kutil lalu diolesi secara hati-hati dengan obat ini 2 kali
sehari; kutil biasanya akan menyala dalam waktu satu atau dua minggu.
● Peraknitrat sebagai kaustikum dalam bentuk juga digunakan untuk menghilangkan
kutil.
Catatan: Collodium adalah larutan 3% dari selulosa - nitrat dalam campuran eter dan
alkohol, yang setelah zat pelarut menguap meninggalkan suatu lapisan bening.

Daftar Pustaka : Kirana Rahardja. 2023. Obat-Obat Sederhana Untuk Kesehatan


Sehari-Hari. Elex Media Komputindo. Jakarta

Swamedikasi penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri:


1. Impetigo bulosa
● Jika bula sedikit: dipecahkan lalu dibersihkan dengan cairan antiseptik, dan diberi
antibiotik topikal seperti salep/krim basitrasin, neomisin, mupirosin, dan asam fusidat
2-3 kali sehari selama 7-10 hari).
● Jika bula banyak: diberi tambahan obat antibiotik sistemik (antibiotik oral seperti
amoksisilin 3x500 mg/hari, dan sefadroksil 2x500 mg/hari).
● Jika terdapat pus: insisi dan drainase dengan needle no.18 atau scalpel, lalu
dibersihkan dengan cairan antiseptik dan diberi antibiotik topikal.
2. Impetigo krustosa
● Jika krusta sedikit: dipecahkan lalu dibersihkan dengan cairan antiseptik, dan diberi
antibiotik topikal seperti salep/krim basitrasin, neomisin, mupirosin, dan asam fusidat
2-3 kali sehari selama 7-10 hari).
● Jika krusta banyak: diberi tambahan obat antibiotik sistemik (antibiotik oral seperti
amoksisilin 3x500 mg/hari, dan sefadroksil 2x500 mg/hari).
● Kompres terbuka 30-60 menit dengan permanganas kalikus 1/5000, asam salisilat
0,1%, rivanol 1%, larutan povidone iodine 1% diberikan 3 kali sehari selama keadaan
akut.
3. Folikulisis
● Topikal (antibiotik salep/krim seperti basitrasin, neomisin, mupirosin, dan asam
fusidat 2-3 kali sehari selama 7-10 hari).
● Sistemik (antibiotik oral seperti amoksisilin 3x500 mg/hari, dan sefadroksil 2x500
mg/hari).
● Jika terdapat pus/nanah: kompres terbuka 30-60 menit dengan permanganas kalikus
1/5000, asam salisilat 0,1%, rivanol 1%, dan larutan povidone iodine 1% diberikan 3
kali sehari selama keadaan akut.
4. Furunkel
● Topikal (antibiotik salep/krim seperti basitrasin, neomisin, mupirosin, dan asam
fusidat 2-3 kali sehari selama 7-10 hari).
● Sistemik (antibiotik oral seperti amoksisilin 3x500 mg/hari, dan sefadroksil 2x500
mg/hari).
● Kompres terbuka 30-60 menit dengan permanganas kalikus 1/5000, asam salisilat
0,1%, rivanol 1%, dan larutan povidone iodine 1% diberikan 3 kali sehari selama
keadaan akut.
● Tindakan berupa insisi dan drainase bila abses besar, nyeri, dan fluktuasi
5. Ektima
● Jika krusta sedikit: dilepaskan lalu beri obat topikal (antibiotik salep/krim seperti
basitrasin, neomisin, mupirosin, dan asam fusidat 2-3 kali sehari selama 7-10 hari).
● Jika krusta banyak: diberi tambahan obat sistemik (antibiotik oral seperti amoksisilin
3x500 mg/hari, dan sefadroksil 2x500 mg/hari).
● Kompres terbuka 30-60 menit dengan permanganas kalikus 1/5000, asam salisilat
0,1%, rivanol 1%, dan larutan povidone iodine 1% diberikan 3 kali sehari selama
keadaan akut.
6. Erisipelas
● Topikal (antibiotik salep/krim seperti basitrasin, neomisin, mupirosin, dan asam
fusidat 2-3 kali sehari selama 7-10 hari).
● Sistemik (antibiotik oral seperti amoksisilin 3x500 mg/hari, dan sefadroksil 2x500
mg/hari) selama seminggu sampai 10 hari.
● Antibiotik injeksi seperti ceftriaxone 1-2 g/hari, tergantung berat ringannya penyakit
dan berat badan.
● Kompres terbuka 30-60 menit dengan permanganas kalikus 1/5000, asam salisilat
0,1%, rivanol 1%, dan larutan povidone iodine 1% diberikan 3 kali sehari selama
keadaan akut.

Swamedikasi penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur:


1. Tiinea
a) Tinea kapitis
● Griseofulvin bentuk fine particle 20-25 mg/kgBB/hari (dewasa) dan 10-25
mg/kgBB/hari (anak) selama 6-8 minggu.
● Adjuvant: shampo selenium sulfida 1 atau 2,5%, dan ketokonazol 2% selama
2-4 minggu.
b) Tinea unguium
● Terbinafin 1x250 mg/hari selama 6-12 minggu, itrakonazol dosis denyut
(2x200 mg/hari selama 1 minggu, istirahat 3 minggu, selama 3 bulan).
c) Tinea barbe
● Sistemik: griseofulvin 1g/hari selama 6 minggu; terbinafin 1x250 mg/hari
selama 2-4 minggu; itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2-4 minggu.
● Adjuvant: zinc pyrithione 1% atau 2%, povidone Iodine 2,5 %.
d) Tinea fasialis
● Sistemik: terbinafin 1x250 mg/hari selama 2 minggu, itrakonazol 2x100
mg/hari selama 2 minggu.
● Topikal: krim terbinafin, mikonazol, dan ketokonazol
e) Tinea manus
● Terbinafin 1x250 mg/hari selama 2 minggu.
● Itrakonazol 2x200 mg/hari selama 1 minggu.
f) Tinea korporus
● Sistemik: terbinafin 1x250 mg/hari selama 2 minggu, itrakonazol 2x100
mg/hari selama 2 minggu.
● Topikal: krim terbinafin, mikonazol, ketokonazol.
g) Tinea kruris
● Sistemik: terbinafin 1x250 mg/hari selama 2 minggu, itrakonazol 2x100
mg/hari selama 2 minggu.
● Topikal: krim terbinafin, mikonazol, ketokonazol.
h) Tinea pedis
● Sistemik: terbinafin 1x250 mg/hari selama 2 minggu, itrakonazol 2x100
mg/hari selama 3 minggu.
● Topikal: krim terbinafin, mikonazol, ketokonazol.
2. Kandidosis
● Sistemik: flukonazol 50mg/hari atau 150mg/minggu, itrakonazol 100-200mg/hari.
● Topikal: krim imidazol, mikonazol 2%, klotrimazol 1% selama 14-28 hari.
3. Pitiriasis versikolor
● Topikal: selenium sulfide 1,8% (shampo) atau 2,5% (losio) atau shampo ketokonazol
2%.
● Sistemik: ketokonazol 200 mg/hari selama 5-10 hari atau itrakonazol 200 mg/hari
selama 5-7 hari.
4. Dermatitis seboroik
● Topikal: shampo (selenium sulfide, zinc, ketokonazol, dan solusio terbinafin 1%),
krim imidazole dan turunannya, bahan antimikotik di daerah lipatan bila ada gejala
untuk mengurangi pertumbuhan jamur, asam salisilat atau sulfur untuk memperlunak
skuama, kortikosteroid potensi sedang, imunosupresan (takrolimus dan
pimekrolimus), metronidazole topikal, siklopiroksolamin, talkasitol, benzoil peroksida,
dan salep litium suksinat 5%.
● Sistemik: itrakonazol 100 mg/hari, kortikosteroid (prednisolon 30 mg/hari).

Swamedikasi penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit:


1. Skabies
● Permetrin 5%
● Sulfur presipitatum 4-20%
● Benzil benzoate 20-25%
● Gameksan 1 %
● Krotamiton 10%
2. Pediculosis capitis
● Malathion 0.5% atau 1%
● Gameksan 1%
● Benzyl benzoate 25%

Swamedikasi penyakit kulit yang disebabkan oleh kelainan kelenjar dan akneiform:
1. Akne vulgaris
● Derajat ringan: retinoid topikal, benzoil peroksida, dan antibiotik topikal.
● Derajat sedang: retinoid topikal, benzoil peroksida, dan antibiotik oral.
● Derajat berat: isotretinoin oral, dan antibiotik oral.
2. Rosacea
● Topikal: tetrasiklin, klindamisin, atau eritromisin salep 0,5-2%, metronidazol 0,75%-
2%, krim imidazol ± sulfur 2-5%, isotretinoin krim 0,2%, antiparasit (lindane,
krotamiton, bensil benzoate), dan steroid potensi rendah untuk stadium berat.
● Sistemik: tetrasiklin 2x500 mg, doksisiklin 2x100 mg, minosiklin 1x50 mg, atau
eritromisin 2x500 mg, isotretinoin 0,5-1mg/kgBB/hari, dan metronidazole 2x500 mg
3. Miliaria
● Bedak kocok dengan kandungan kalamin dan mentol.
● Kortikosteroid topikal
● Antibiotik topikal jika ada infeksi sekunder
● Lanolin anhidrous, Isotretinoin untuk miliaria profunda

SEMUA MATERI DIATAS DAPUSNYA BUKU HIJAU

Swamedikasi Alergi
Swamedikasi yang dapat dilakukan untuk kondisi alergi adalah menghindari penyebab
alergi. Menghindari alergen atau hal-hal yang memicu alergi merupakan pengobatan terbaik.
(dapusnya di https://books.google.co.id/books?
id=dawEEAAAQBAJ&pg=PA15&dq=swamedikasi+untuk+alergi+mata&hl=en&newbks
=1&newbks_redir=0&source=gb_mobile_search&ovdme=1&sa=X&ved=2ahUKEwj2ldu
GsZCBAxU7wzgGHf_CCvUQ6AF6BAgJEAM).

1. Alergi mata
Swamedikasi terhadap mata dilakukan dengan : kompres air hangat pada kelopak mata
selama 5–10 menit , 2–3 kali sehari untuk merangsang pengeluaran air mata . Juga lebih
banyak berkedip ketika bekerja misalnya di depan komputer. Pengobatan sering kali efektif
dengan air mata buatan yang dapat dibeli bebas di apotek dan terdiri dari larutan garam dan
suatu zat yang membentuk lapisan film, seperti polivinilalkohol (Optifresh) atau zat
pembasah hypromellose (Genteal) (dapus buku hijau).

2. Urtikaria
Swamedikasi untuk urtikaria biasanya dilakukan dengan:
● Cool down rapidly, jika gejala urtikaria terjadi, redakan segera dengan membuat
tubuh dingin dengan beberapa cara seperti mandi dengan air dingin, basahi
menggunakan botol semprot yang berisi air dingin, menggunakan kompres es,
melepas lapisan pakaian atau semacamnya.
● Mengatur pola makan, hindari memakan makanan asam, makanan pedas, atau
makan yang dapat mengganggu sistem pencernaan.
● Berolahraga, terapi keringat dapat menginduksi kekambuhan dari urtikaria sehingga
dapat membatasi tingkat keparahannya. Hal ini akan memaksa reaksi urtikaria dalam
durasi 24-48 jam.
● Perawatan kulit yang baik, penting untuk memastikan kulit aman untuk mencegah
kambuhnya urtikaria. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan sabun yang
bersifat hipoalergenik, begitupun dengan sampo, detergen, dan lotion hipoalergenik.
● Meminum vitamin dan suplemen, konsumsi vitamin dan suplemen juga dapat
membantu mengurangi frekuensi kambuhnya gejala ini. Vitamin yang dapat
dikonsumsi seperti vitamin D3, vitamin C, vitamin B complex, vitamin B6 atau B12,
sedangkan untuk suplemen dapat berupa pil minyak ikan (omega 3) atau probiotik.
● Meminum antihistamin, agen antihistamin dapat menghambat atau mencegah
pelepasan histamin dalam tubuh. Antihistamin yang biasa digunakan seperti
loratadine, cetirizine, atau fexofenadine.
● Meminum anabolik steroid, pemanfaatan anabolik steroid dapat mengurangi gejala
dari urtikaria kolinergik. Obat yang biasa digunakan yaitu Danzol dengan zat aktif
berupa danazol.
DAPUS : B. Page. 2014. Cholinergic Urticaria: A Guide to Chronic Heat Hives. B. Page
Publisher.https://www.google.co.id/books/edition/Cholinergic_Urticaria_A_Guide_to_
Chronic/vn4eAwAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&kptab=overview

3. Asma
Terapi yang dapat dilakukan untuk asma menggunakan inhaler digunakan untuk
mengurangi gejala, tetapi untuk kasus yang parah inhaler memerlukan efek yang lebih lama.
Sedangkan kategori asma persisten menggunakan metode inhalasi kortikosteroid yang
membutuhkan waktu minum obat setiap hari disebut juga long term controller. Salah satu
golongan obat asma yang masih sering digunakan di Indonesia yaitu teofilin, dan yang
paling umum digunakan dalam penanganan eksaserbasi asma adalah aminofilin yang
merupakan turunan teofilin. Aminofilin merupakan prodrug dari teofilin dan mempunyai
bioavailabilitas di dalam darah yang sama dengan sediaan teofilin.
(dapus jurnal defi salsabila putri 2023,
https://ojs.stfmuhammadiyahcirebon.ac.id/index.php/mh/article/download/555/417)

4. Rhinitis alergi
Menghindari pemicu, terutama pada gejala musiman, dianjurkan, meskipun hal ini tidak
selalu praktis. Tindakan pencegahan dapat dilakukan untuk menghindari tungau debu, bulu
binatang, dan kain pelapis, meskipun hal ini memerlukan perubahan gaya hidup yang
signifikan yang mungkin tidak dapat diterima oleh pasien. Jika mengeluarkan hewan
peliharaan dari rumah tidak memungkinkan, mengisolasi hewan peliharaan di satu ruangan
di dalam rumah dapat menjadi pilihan untuk meminimalkan paparan bulu. Mungkin
diperlukan waktu hingga 20 minggu untuk menghilangkan bulu kucing dari rumah, bahkan
setelah hewan tersebut dikeluarkan. Penutup tempat tidur yang kedap alergen, mencuci
seprai dengan air panas, dan penggunaan penyedot debu dengan filter udara partikulat
efisiensi tinggi (HEPA) juga dapat mengurangi gejala.
Terapi kortikosteroid intranasal dapat berupa monoterapi atau kombinasi dengan
antihistamin oral pada pasien dengan gejala ringan, sedang, atau berat. Penelitian
menunjukkan kortikosteroid intranasal lebih unggul dibandingkan antihistamin dalam
mengurangi peradangan hidung dan memperbaiki patologi mukosa secara efektif. Oleh
karena itu, steroid intranasal topikal harus menjadi pengobatan lini pertama untuk AR.[12]
Obat semprot hidung yang umum tersedia antara lain beclomethasone dan mometasone
furoate. Steroid oral dan suntik telah terbukti meringankan gejala AR tetapi tidak
direkomendasikan untuk penggunaan rutin karena profil efek samping sistemiknya yang
signifikan [10].
Antihistamin generasi pertama meliputi diphenhydramine, chlorpheniramine, dan
hydroxyzine, sedangkan fexofenadine, loratadine, desloratadine, dan cetirizine adalah
contoh antihistamin generasi kedua. Antihistamin generasi pertama dan kedua efektif dalam
mengendalikan gejala AR. Namun, antihistamin generasi pertama bisa sangat
menenangkan karena kemampuannya melewati sawar darah otak. Antihistamin generasi
kedua telah meningkatkan selektivitas H1, kurang menenangkan, dan memiliki waktu paruh
lebih lama (12 hingga 24 jam) dibandingkan antihistamin generasi pertama. Fexofenadine
tidak memiliki efek sedatif, namun loratadine dan desloratadine mungkin memiliki efek
sedatif pada dosis yang lebih tinggi. Cetirizine mempunyai potensi paling besar untuk sedasi
dibandingkan semua antihistamin generasi kedua. Tidak ada satu obat yang
direkomendasikan dibandingkan obat lain, karena semuanya menunjukkan profil
kemanjuran dan keamanan yang serupa dalam hal meredakan gejala [5].
Antagonis reseptor leukotrien (LTRA) seperti montelukast dan zafirlukast dapat
bermanfaat pada pasien AR, namun tidak seefektif kortikosteroid intranasal [13].
Dekongestan oral seperti pseudoefedrin berguna dalam meredakan gejala tetapi tidak
direkomendasikan untuk penggunaan jangka panjang setiap hari karena profil efek
sampingnya. Dekongestan intranasal seperti xylometazoline adalah agonis alfa yang dikirim
langsung ke jaringan hidung untuk menghasilkan vasokonstriksi. Penggunaan dekongestan
intranasal dalam jangka panjang berisiko menyebabkan hidung tersumbat kembali (rinitis
medikamentosa) dan oleh karena itu, sebaiknya tidak digunakan lebih dari seminggu [10].

PUSTAKA:
5. Tran NP, Vickery J, Blaiss MS. Management of rhinitis: allergic and non-allergic.
Allergy Asthma Immunol Res. 2011 Jul;3(3):148-56. [PMC free article] [PubMed]
10. Wise SK, Lin SY, Toskala E, Orlandi RR, Akdis CA, Alt JA, Azar A, Baroody FM,
Bachert C, Canonica GW, Chacko T, Cingi C, Ciprandi G, Corey J, Cox LS, Creticos
PS, Custovic A, Damask C, DeConde A, DelGaudio JM, Ebert CS, Eloy JA, Flanagan
CE, Fokkens WJ, Franzese C, Gosepath J, Halderman A, Hamilton RG, Hoffman HJ,
Hohlfeld JM, Houser SM, Hwang PH, Incorvaia C, Jarvis D, Khalid AN, Kilpeläinen M,
Kingdom TT, Krouse H, Larenas-Linnemann D, Laury AM, Lee SE, Levy JM, Luong AU,
Marple BF, McCoul ED, McMains KC, Melén E, Mims JW, Moscato G, Mullol J, Nelson
HS, Patadia M, Pawankar R, Pfaar O, Platt MP, Reisacher W, Rondón C, Rudmik L,
Ryan M, Sastre J, Schlosser RJ, Settipane RA, Sharma HP, Sheikh A, Smith TL,
Tantilipikorn P, Tversky JR, Veling MC, Wang Y, Westman M, Wickman M, Zacharek M.
International Consensus Statement on Allergy and Rhinology: Allergic Rhinitis. Int
Forum Allergy Rhinol. 2018 Feb;8(2):108-352. [PubMed]
12. Yáñez A, Rodrigo GJ. Intranasal corticosteroids versus topical H1 receptor
antagonists for the treatment of allergic rhinitis: a systematic review with meta-
analysis. Ann Allergy Asthma Immunol. 2002 Nov;89(5):479-84. [PubMed]
13. Ratner PH, Howland WC, Arastu R, Philpot EE, Klein KC, Baidoo CA, Faris MA,
Rickard KA. Fluticasone propionate aqueous nasal spray provided significantly
greater improvement in daytime and nighttime nasal symptoms of seasonal allergic
rhinitis compared with montelukast. Ann Allergy Asthma Immunol. 2003
May;90(5):536-42. [PubMed]

Anda mungkin juga menyukai