Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN HIPERBILIRUBIN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Program Pendidikan Profesi Ners
Stase Praktik Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pembimbing : Sri Mulyati Rahayu M.Kep

Oni Nursani
211FK04099

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan pedahuluan dengan
judul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HIPERBILIRUBIN” sebagai
bentuk pemenuhan salah satu tugas individu pada Program Pendidikan Profesi
Ners di Stase Praktik Keperawatan Gawat Darurat dengan baik dan tepat pada
waktu yang telah ditentukan.
Dalam penyusunan laporan ini, banyak pihak-pihak yang telah membantu
dan memebimbing penulis dalam kelancaran pembuatan laporan ini, oleh karena
itu, penulis mengucapkan terimakasih terutama kepada :
1. A Mulyana,S.H.,M.Pd.,MH.Kes., sebagai Ketua Yayasan Adhi Guna
Kencana.
2. Dr. Entris Sutrisno, MH. Kes., Apt sebagai Rektor Universitas Bhakti
Kencana Bandung
3. R. Siti Jundiah,S.Kp,.M.Kep, sebagai Dekan Universitas Bhakti Kencana
Bandung.
4. Lia Nurlianawati S.Kep., Ners., M.Kep, selaku penanggung jawab
program Profesi Ners Universitas Bhakti Kencana Bandung
5. Nur Intan H. S,Kep., Mers., M.Kep selaku koordinator praktik
Keperawatan Gawat Darurat
6. Ns. Sri Wulan Megawati., M.Kep selaku dosen Pembimbing
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak
kekurangan baik dari segi penulisan maupun isinya.Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
dalam penyusunan laporan selanjutnya.Demikian laporan ini dibuat, penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membacanya dan penulis ucapkan terima kasih.
Bandung, Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................2
1.4 Manfaat......................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
2.1 Konsep Teori.............................................................................................3
2.1.1 Definisi...............................................................................................3
2.1.2 Etiologi...............................................................................................4
2.1.3 Patofisiologi.......................................................................................6
2.1.4 Respon Tubuh....................................................................................9
2.1.5 Penatalaksanaan...............................................................................10
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan.................................................................13
2.2.1 Pengkajian........................................................................................13
2.2.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................15
2.2.3 Intervensi Keperawatan....................................................................17
2.2.4 Implementasi....................................................................................28
2.2.5 Evaluasi............................................................................................28
BAB III..................................................................................................................30
3.1 Pengkajian...............................................................................................30
3.2 Analisa data.............................................................................................31
3.3 Prioritas diagnosa....................................................................................33
3.4 Rencana intervensi keperawatan.............................................................34
3.5 Implementasi...........................................................................................39
3.6 Evaluasi...................................................................................................44
BAB IV..................................................................................................................51
4.1 Matriks Jurnal..........................................................................................51
4.2 Pembahasan.............................................................................................53

ii
BAB V....................................................................................................................58
5.1 Kesimpulan..............................................................................................58
5.2 Saran........................................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................60

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada
bayi baru lahir. Hiperbilirubinemia ditandai dengan ikterik atau jaundice
akibat tingginya kadar bilirun dalam darah. Bilirubin merupakan hasil
pemecahan hemoglobin akibat sel darah merah yang rusak (Wong , 2009).
Atikah dan Jaya, (2015), komplikasi dari hiperbilirrubinemia
yaitu kern ikterus, dimana kern ikterus adalah suatu sindrom neurologi
yang timbul sebagai akibat penimbunan efek terkonjugasi dalam sel-sel
otak sehingga otak mengalami kerusakan, hal ini dapat menyebabkan
kejang-kejang dan penurunan kesadaran serta bisa berakhir dengan
kematian, akan tetapi apabila bayi dapat bertahan hidup, maka akan ada
dampak sisa dari kernikterus tersebut yaitu bayi dapat menjadi tuli, spasme
otot, gangguan mental, gangguan bicara, dan gangguan pada sistem
neurologi lainnya.
Hiperbilirubinemia sering di temukan pada bayi baru lair cukup bulan
(50-70%) maupun bayi prematur (80-90%) . Meskipun kondisi ini
sebagian besar menunjukan fisiologis, namun tetap saja membuthkan
deteksi dini dan observasi ketat karena adanya potensi toksik dari bilirubin
dan komplikasi hiperbilirubinemia yang berat. Merujuk pada hal tersebut
penulis tertarik untuk membuat Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Neuromuskuler: Status Epileptikus guna mengetahui
bagaimana proses asuhan dan penatalaksanaan kasus keperawatannya bisa
mengatasi masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul akibat
penyakit ini terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar klien
yang terganggu dan mencegah mengurangi komplikasi
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori Hiperbilirubin?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
Hiperbilirubin?

1
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pada
pasien dengan Hiperbilirubin.
1.4 Manfaat
Diharapkan dapat memberikan masukan dalam ilmu keperawatan
tentang asuhan keperawatan pada Hiperbilirubin.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Definisi
Hiperbilirubinemia adalah suatu kondisi dimana kadar bilirubin
meningkat , dengan nilai normal yang tergantung kepada usia gestasi atau
berat lahir serta usia paska natal dalam jam dan secara klinis
membutuhkan foto therapi atau transfusi tukar (Tri Arif, 2020)
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan yang terjadi pada bayi
baru lahir di mana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada
minggu pertama yang ditandai dengan ikterus. Peningkatan kadar bilirubin
di dalam jaringan ekstra vaskulersehingga konjungtiva, kulit dan mukosa
akan berwarna kuning (Yuliasti, 2016)
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar
bilirubin yang terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan
timbulnya ikterus, yang mana ditandai dengan timbulnya warna kuning
pada kulit, sklera dan kuku. Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang
sering terjadi pada bayi baru lahir. Pasien dengan hiperbilirubinemia
neonatal diberi perawatan dengan fototerapi dan transfusi tukar
(Kristianti ,dkk, 2015).
Atikah dan Jaya, (2016), membagi ikterus menjadi 2 :
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi dengan berat lahir rendah,
dan biasanya akan timbul pada hari kedua lalu menghilang setelah
minggu kedua. Ikterus fisiologis muncul pada hari kedua dan ketiga.
Bayi aterm yang mengalami hiperbilirubin memiliki kadar bilirubin
yang tidak lebih dari 12 mg/dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan dapat hilang
pada hari ke-14. Penyebabnya ialah karna bayi kekurangan protein Y,
dan enzim glukoronil transferase.
b. Ikterus Patologis
Ikterus patologis merupakan ikterus yang timnbul segera dalam 24 jam
pertama, dan terus bertamha 5mg/dl setiap harinya, kadal bilirubin
untuk bayi matur diatas 10 mg/dl, dan 15 mg/dl pada bayi prematur,
kemudian menetap selama seminggu kelahiran. Ikterus patologis
sangat butuh penanganan dan perawatan khusus, hal ini disebabkan
karna ikterus patologis sangat berhubungan dengan penyakit sepsis.
Tanda-tandanya ialah :
1) Ikterus muncul dalam 24jam pertama dan kadal melebihi 12mg/dl.
2) Terjadi peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5 mg/dl dalam
24jam.
3) Ikterus yang disertai dengan hemolisis.
4) Ikterus akan menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi
aterm, dan 14 hari pada bayi BBLR.
Luasnya ikterus pada neonatus menurut daerah yang terkena dan kadar
bilirubinnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1
Derajat ikterus pada neonatus menurut rumus Kramer
Zona Luas Ikterik Rata-rata Bilirubin Kadar bilirubin
Serum (umol/L) (mg)
1 Kepala dan leher 100 5
2 Pusar-leher 150 9
3 Pusar-paha 200 11
4 Lengan dan tungkai 250 12
5 Tangan dan kaki > 250 16
Sumber : Atikah & Jaya (2016)
2.1.2 Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam
keadaan. Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang
timbul akibat inkopatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim
G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karna adanya perdarahan tertutup
(hematoma cepal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompatibilitas
golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam
terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan ini terutama terjadi pada
penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yaitu hipoksia atau
asfiksia, dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan polisitemia (Atikah &
Jaya, 2016).
Nelson, (2011), secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat
dibagi:
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya
pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0,
golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,
akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu
defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting
dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan
lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar
hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Etiologi ikterus yang sering ditemu-kan ialah: hiperbilirubinemia
fisiologik, inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus, breast milk
jaundice, infeksi, bayi dari ibu penyandang diabetes melitus, dan
polisitemia/hiperviskositas.
Etiologi yang jarang ditemukan yaitu: defisiensi G6PD, defisiensi
piruvat kinase, sferositosis kongenital, sindrom Lucey-Driscoll, penyakit
Crigler-Najjar, hipo-tiroid, dan hemoglobinopati. (Mathindas, dkk, 2013)
2.1.3 Patofisiologi
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai
produk akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi
reduksi. Karena sifat hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut
dalam plasma, terikat erat pada albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin
diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan ligandin. Setelah
diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi
tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak
terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi, sehingga
meningkatkan bilirubin plasma total (Mathindas ,dkk, 2013).
Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi
yang sering ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel hepar,
yang mana sering ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi
sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umur eritrosit pada janin
atau bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, dan atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik (Atikah & Jaya, 2016).
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang
telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar
dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi)
kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki
usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah,
sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek
yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus
bersirkulasi (Atikah & Jaya, 2016)
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak
disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin
indirek lebih dari 20mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata
tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan
lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
2.1.4 Respon Tubuh
a. Sistem Eliminasi
Pada bayi normal, feses akan berwarna kuning kehijauan, sementara
pada bayi dengan hiperbilirubin biasanya akan berwarna pucat. Hai ini
disebabkan oleh bilirubin tak larut dalam lemak akibat dari kerja hepar
yang mengalami gangguan.
b. Sistem Pencernaan
Bayi dengan hiperbilirubinemia mengalami gangguan pada nutrisi,
karena biasanya bayi akan lebih malas dan tampak letargi, dan juga
reflek sucking yang kurang, sehingga nutrisi yang akan dicerna hanya
sedikit. Dengan nutrisi yang kurang, bayi bisa berisiko infeksi karna
daya tahan tubuh yang lemah.
c. Sistem Integumen
Pada bayi normal, kulit bayi akan tambah merah muda, akan tetapi
pada bayi yang mengaami hiperbilirubin, kulit bayi akan tampak
berwarna kekuningan. Ini disebabkan karna fungsi hepar yang belum
sempurna, defisiensi protein “Y”, dan juga tidak terdapat bakteri
pemecah bilirubin dalam usus akibat dari imaturitas usus, sehingga
bilirubin indirek terus bersirkulasi keseluruh tubuh.
d. Sistem Kerja Hepar (ekskresi hepar)
Pada bayi yang mengalami hiperbilirubin biasanya disebabkan oleh
sistem kerja hepar yang imatur, akibat nya hepar mengalami gangguan
dalam pemecahan bilirubin, sehingga bilirubin tetap bersirkulasi
dengan pembuluh darah untuk menyebar keseluruh tubuh.
e. Sistem Persyarafan
Bilirubin indirek yang berlebihan serta kurang nya penanganan akan
terus menyebar hingga ke jaringan otak dan syaraf, hal ini sangat
membahayakan bagi bayi, dan akan menyebabkan kern ikterus,
dengan tanda dan gejala yaitu kejang-kejang, penurunan kesadaran,
hingga bisa menyebabkan kematian.(Widagdo, 2012).
2.1.5 Penatalaksanaan
Tujuannya adalah untuk mengedalikan agar kadar bilirubin serum
tidak mencapai nilai yanga dapat menimbulkan kern-ikterus/esepalopati
bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Menurut Atikah dan
Jaya, 2016, cara mengatasi hiperbilirubinemia yaitu:
a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital.
Fenobarbital dapat bekerja sebagai perangsang enzim sehingga
konjugasi dapat dipercepat.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya ialah pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubion
bebas.
c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah
dicoba dengan alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan bilirubin
dengan cepat. Walaupun demikian fototerapi tidak dapat menggantikan
transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan
untuk pra dan pasca transfusi tukar.

Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara terapeutik :


a. Fototerapi
Dilakukan apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg% dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan
urin dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin.
Langkah-langkah pelaksanaan fototerapi yaitu :
1) Membuka pakaian neonatus agar seluruh bagian tubuh neonatus
kena sinar.
2) Menutup kedua mata dan gonat dengan penutup yang memantulkan
cahaya.
3) Jarak neonatus dengan lampu kurang lebih 40 cm
4) Mengubah posisi neonatus setiap 6 jam sekali.
5) Mengukur suhu setiap 6 jam sekali.
6) Kemudian memeriksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-
kurangnya sekali dalam 24 jam.
7) Melakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada
penderita yang mengalami hemolisis.
b. Fenoforbital
Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatis glukoronil transferase yang mana dapat
meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen
dalam empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin
untuk mengikat bilirubin. Fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan.
c. Transfusi Tukar
Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi atau kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg%.
Langkah penatalaksanaan saat transfusi tukar adalah sebagai berikut:
a. Sebaiknya neonatus dipuasakan 3-4 jam sebelum transfusi tukar.
b. Siapkan neonatus dikamar khusus.
c. Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada neonatus.
d. Tidurkan neonatus dalam keadaan terlentang dan buka pakaian ada
daerah perut.
e. Lakukan transfusi tukar sesuai dengan protap.
f. Lakukan observasi keadaan umum neonatus, catat jumlah darah yang
keluar dan masuk.
g. Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat.
h. Periksa kadar Hb dan bilirubin setiap 12 jam.

Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara alami(Suriadi dan Yulianni


2006):
a. Bilirubin Indirek
Penatalaksanaanya dengan metode penjemuran dengan sinar ultraviolet
ringan yaitu dari jam 7.oo – 9.oo pagi. Karena bilirubin fisioplogis
jenis ini tidak larut dalam air.
b. Bilirubin Direk
Penatalaksanaannya yaitu dengan pemberian intake ASI yang adekuat.
Hal ini disarankan karna bilirubin direk dapat larut dalam air, dan akan
dikeluarkan melalui sistem pencernaan. (Atikah & Jaya, 2016 ;
Widagdo, 2012)
2.1 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian pada kasus hiperbilirubinemia meliputi :
a. Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan lebih
sering diderita oleh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu, tampak
lemah, dan bab berwarna pucat.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi, refleks
hisap kurang, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah .20mg/dl
dan sudah sampai ke jaringan serebral maka bayi akan mengalami
kejang dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan
tangisan melengking.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat gangguan
hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah
A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi
saluran pencernaan, ibu menderita DM. Mungkin praterm, bayi
kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio
pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi
(LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada
bayi pria daripada bayi wanita.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat
menyebabkan maturitas pada organ dan salah satunya hepar,
neonatus dengan berat badan lahir rendah, hipoksia dan asidosis
yang akan menghambat konjugasi bilirubin, neonatus dengan
APGAR score rendah juga memungkinkan terjadinya hipoksia
serta asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala-leher.
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
2) Dada
Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan
terlihat pergerakan dada yang abnormal.
3) Perut
Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh
gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik.
4) Ekstremitas
Kelemahan pada otot
5) Kulit
Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala
dan leher termasuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala
serta badan bagian atas digolongkan ke grade dua. Kuning
terdapat pada kepala, badan bagian atas, bawah dan tungkai
termasuk ke grade tiga, grade empat jika kuning pada daerah
kepala, badan bagian atas dan bawah serta kaki dibawah tungkai,
sedangkan grade 5 apabila kuning terjadi pada daerah kepala,
badan bagian atas dan bawah, tungkai, tangan dan kaki.
6) Pemeriksaan neurologis
Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah mencapai
jaringan serebral, maka akan menyebabkan kejang-kejang dan
penurunan kesadaran.
7) Urogenital
Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang sudah
fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan.
e. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan bilirubin serum
Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak kira-kira 6
mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Jika nilainya diatas 10
mg/dl yang berarti tidak fisiologis, sedangkan bilirubin pada bayi
prematur mencapai puncaknya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari
kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl yaitu tidak
fisiologis. Ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan bilirubin
indirek munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang pada hari ke
4 dan ke 5 dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12
mg/dl, sedangkan pada bayi dengan prematur bilirubin indirek
munculnya 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari dengan
kadar bilirubin yang mencapai puncak 15 mg/dl/hari. Pada ikterus
patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari.
2) Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
3) Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu
membedakan hepatitis dan atresia biliary. (Surasmi, dkk, 2003; Lynn
& Sowden, 2009; Widagdo, 2012)
f. Data penunjang
1) Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal =<2mg/dl).
2) Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi.
3) Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.
4) Pemeriksaan kadar enzim G6PD.
5) Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia.
6) Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah,
urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CPR).

2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Devisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
volume cairan (evavorasi), diare.
b. Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek
fototerapi)
c. Diare berhubungan dengan efek foto terapi
d. Ikterus neonatus berhubungan dengan bilirubin tak terkonjugasi di
dalam sirkulasi
e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pigmentasi
(jaundice), perubahan tugor kulit, efek fototerapi.
2.2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Rencana NOC NIC


Keperawatan
1. Devisit volume cairan NOC: NIC
Fluid balance Fluid management
Definisi : penurunan Hydration a. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
cairan intravascular, Nutritional Status : Food and Fluid Intake
b. Pertahankan catatan intake dan output yang
interstisial , dan / atau Kriteria Hasil :
interseluler , ini a. Mempertahankan urine output sesuai akurat
mengacu pada dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT c. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
dehidrasi , kehilangan normal mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika
cairan dengan
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam diperlukan
pengeluaran sodium
batas normal d. Monitor vital sign
c. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas e. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
Batasan Karakteristik turgor kulit baik, membran mukosa intake kalori harian
a. Kelemahan lembab, tidak ada rasa haus yang f. Lakukan terapi IV
b. Haus berlebihan g. Monitor status nutrisi,
c. Penurunan tugor h. Dorong masukan oral,
kulit/lidah i. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output.
d. Membran j. Dorong ibu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
mukosa/kulit kering bayinya (ASI)
e. Peningkatan denyut k. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
nadi, penurunan TD, muncul meburuk
penurunan l. Atur kemungkinan tranfusi
volume/tekanan nadi m. Persiapkan untuk tranfusi
f. Pengisian darah vena
menurun Hypovolemia Management
g. Perubahan status
a. Monitor status cairan termasuk intake dan
mental
output cairan
h. Konsentrasi urine
b. Pelihara IV line
meningkat
c. Monitor tingkat Hb dan HCT
i. Temperatur tubuh
d. Monitor TTV
meningkat
e. Monitor respon bayi terhadap penambahan
j. HCT meninggi
cairan
k. Kehilangan BB
f. Monitor BB
seketika
g. Dorong ibu untuk menambah intake oral dengan
pemberian ASI
Faktor- faktor yang
berhubungan
a. Kehilangan volume
cairan secara aktif
b. Kegagalan mekanisme
pengaturan
2. Hipertermi NOC NIC
Definisi : Suhu tubuh Thermoregulation Fever Treatment
naik diatas rentang Kreteria hasil :
a. Monitor suhu sesering mungkin
normal (>37,5)
a. Suhu tubuh dalam rentang normal b. Monitor IWL
Batasan karakteristik b. Nadi dan RR dalam rentang normal c. Monitor warna dan suhu kulit
a. Kenaikan suhu tubuh d. Monitor TTV
diatas rentang normal e. Monitor penurunan tingkat kesadaran
b. Serangan atau konvulsi f. Monitor WBC,Hb,Hct
(kejang) g. Monitor intake, output
c. Kulit kemerahan h. Beri antipiretik
d. Peningkatan RR
e. Takikardi Temperatur Regulation
f. Saat disentuh terasa a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
hangat b. Rencanakan monitoring suhu secara
kontinue.
Faktor yg berhubungan
c. Monitor TD, nadi dan RR , monitor warna
a. Penyakit/trauma
dan suhu kulit .
b. Peningkatan
d. Berikan antipiretik jika perlu .
metabolisme
c. Aktivitas yang berlebih Vital Sign Monitor
d. Pengaruh a. Monitor TTV
medikasi/anasesi b. Monitor frekuensi irama pernafasan
e. Penurunan kemampuan c. Monitor kualitas nadi
untuk berkeringat d. Monitor suara paru
f. Terpapar dilingkungan e. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
panas
g. Dehidrasi
h. Pakaian tidak tepat
3. Diare NOC NIC
Definisi : kehilangan Bowel elimination Diarhea Management
banyak cairan dan Fluid Balance
a. Evaluasi efek samping pengobatan terhadap
elektrolit melalui tinja Hydration
dengan frekuensi buang Electrolyte and Acid base Balance gastointestinal
air besar lebih dari Kriteria Hasil : b. Catat warna, jumlah, frekuensi, dan konsistensi
empat kali pada bayi dari feses
a. Feses berbentuk, BAB sehari sekali
dan lebih dari 3 kali
b. Menjaga daerah sekitar rektal dari iritasi c. Evaluasi intake makanan yang masuk
pada anak
c. Tidak mengalami diare d. Identifikasi faktor penyebab diare
d. Menjelaskan penyebab diare dan tindakan e. Monitor tanda dan gejala diare
yang diberikan f. Observasi tugor kulit secara rutin
a. Mempertahankan tugor kulit g. Ukur diare/keluaran BAB dengan menimbang
popok

4. Ikterus Neonatus NOC NIC


Definisi : Kulit dan
a. Breasfeeding inefektif a. Kaji tanda-tanda ikterus.
membrane mukosa
neonatus berwarna b. Breasfeeding interrupted Rasional, Memantau peningkatan bilirubin
b. Monitor tanda-tanda vital setiap 2 jam
kuning yang terjadi c. Liver fungtion, Risk of impaired
setelah 24 jam Rasional, Memantau kestabilan kerja organ tubuh
d. Blood glucose, Risk of unstable
kehidupan sebagai c. Amati tanda-tanda dehidrasi dan berikan bayu
akibat bilirubin takk Kriteria Hasil : susu setiap 3 jam
terkonjugasi ada dalam a. Bilirubin normal (7-8 µmol/L) Rasional, Pemenuhan cairan bertujuan membantu
sirkulasi b. Kekuningan hilang mengurangi ikterus
d. Berikan Fototherapy sesuai dengan indikasi
c. Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal
Rasional, Phototerapi berfungsi
d. Dapat memananjemen dan mencegah
mendekomposisikan bilirubin dengan
keadaan semakin parah photoisomernya
5. Risiko kerusakan NOC NIC
Integritas kulit Tissue intergrity : Skin and mocus a. Monitor adanya kerusakan integritas kulit
Definisi : perubahan / membranes b. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
gangguan epidermis Hemodyalisis akses
dan / atau dermis Kriteria Hasil : kering
a. Integritas kulit yang baik bisa c. Mobilisasi/ubah posisi bayi setiap dua jam
dipertahankan (sensasi,elasitas, sekali
tempratur, hidrasi dan pigmentasi) d. Bersihkan kulit bayi dari kotoran setelah
b. Tidak ada luka / lesi pada kulit BAB, BAK
c. Perfusi jaringan baik e. Pertahankan suhu lingkungan netral dan
d. Melindungi kulit dan mempertahankan suhu axial 36.5 derajat Celsius
kelembaban kulit dan perawatan alami. f. Oleskan lotion atau baby oil pada daerah
yang tertekan
g. Monitor aktifitas bayi
h. Memandikan bayi dengan sabun dan air
hangat
28

2.2.4 Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang di rencanakan
dalam rencana keperawatan (Tarwoto Wartonah, 2015). Perawat
melakukan pengawasan terhadap efektifitas intervensi yang dilakukan,
bersamaan pula menilai perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan
atau hasil yang diharapkan. Pelaksanaan atau implementasi keperawatan
adalah suatu komponen dari proses keperawatan yang merupakan kategori
dari perilaku keperawatan di mana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
yang dilakukan dan diselesaikan (Perry & Potter, 2015).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
(Tarwoto dan Wartonah, 2015 ). Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan
kriteria hasil pada tahap perencanaan (Tarwoto dan Wartonah, 2015 ).
Terdapat 2 jenis evaluasi:
a. Evaluasi formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan
segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan
guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4 komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data keluhan pasien),
objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan
data dengan teori), dan perencanaan.
b. Evaluasi sumatif (hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah
semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi
sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan
29

keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan


pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir
pelayanan, menanyakan respon pasien dan keluarga terkai pelayanan
keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan
keperawatan, yaitu Tujuan tercapai/masalah teratasi, Tujuan tercapai
sebagian/masalah teratasi Sebagian, Tujuan tidak tercapai/masalah
belum teratasi (Tarwoto dan Wartonah, 2015 ).
30

BAB III
LAPORAN KASUS

A. Pengkajian
Kasus: 1
 Identitas Bayi
Nama : By. Ny S
Tanggal Lahir : 20 Mei 2018
Tanggal rawat : 26 Mei 2018
Jenis kelamin : Laki - Laki
Tanggal/ usia lahir : 6 Hari 0 Bulan 0 Tahun
 Identitas Penanggung Jawab
Nama orangtua : Tn.K dan Ny. S
Pekerjaan Orangtua : Karyawan swasta/Ibu rumahtangga
Usia Orangtua : 32 Thn/ 30 Thn

 Riwayat bayi lahir


Apgar score : 1 menit 8
5 menit 9
Usia Gestasi : 38 Minggu
Berat badan : 2850 Gram
Panjang badan : 48cm
Jenis persalinan : Caesar atas indikasi CPD
Komplikasi persalinan: Tidak ada
Lama hari rawat pasca lahir 3 hari dalam kondisi sehat, kesadaran
komposmentis, pergerakan bayi aktif, diberikan ASI ekslusif dengan
frekuensi 6x, reflek menghisap baik, observasi TTV didapatkan denyut
jantung 141x/menit, suhu 36,70C, respiratori rate 42x/menit, buang air
besar 14 jam pasca kelahiran, BAK normal
31

 Riwayat bayi saat ini


Bayi Ny.S control pada 26 Mei 2018, dengan hasil pemeriksaan penunjang kadar
total bilirubin 20,70 mg/dl, tampak ikterik pada wajah, badan hingga tungkai, Ny.
S mengatakan bayinya kuat menyusu namun produksi ASI masih sedikit, tidak
Buang air besar sudah 3 hari, BAK lebih dari 6 dalam sehari dan sedikit
 Riwayat kehamilan
G1 P1 A0 dengan usia kehamilan 38 minggu, tidak terdapat masalah saat masa
kehamilan, namun di prediksi panggul dan kepala bayi tidak sesuai
 Riwayat pesalinan
Usia kehamilan 38 minggu, persalinan dengan cara sectio caesarea atas indikasi
CPD, bayi tidak aspirasi meconium, TTV dalam rentang normal.
 Pemeriksaan fisik
Bayi cenderung rewel, kekuningan pada area wajah, badan, hingga
tungkai, motorik aktif, TTV denyut jantung 132x/menit, Suhu 37 0C
dan respirasi rate 36x/menit, turgor kulit elastis, fontanel anterior
tidak cembung atau cekung, konjungtiva tidak anemis, seklera
ikterik, reflex moro, menghisap, menggenggam baik, tonus otot baik
dan menangis kuat, abdomen tidak kembung, ekspasi dada simetris
saat eksipirasi dan inspirasi, suara nafas vesikuler dengan pernafasan
spontan, abdomen tidak distensi, peristaltic usus tidak hiper aktif,
umbilical kering, genital baik, gerak ekstermitas kaki aktif. BB:
2700 Gram.

B. Analisa data
Nama : By. Ny. S Ruang : Perina 2A

Umur : 6 Hari 0 Bulan 0 tahun RM : 15-61-66

No Analisa Data Diagnosa Etiologi


1 Ds: Ikterik neonatorum Usia bayi ≤ 7 hari,
 Ny.S mengatakan Terhambat
32

produksi ASI sedikit pengeluaran feses


 Bayi rewel
 Bayi tampak kuning
setelah 2 hari pulang
dari RS
 Tidak BAB >3hari
 BAK 6x sehari
Do:
 Tampak kuning area
badan hingga tungkai
kaki
 Bilirubin total 20,70
mg/dl
 Tampak malaise dan
bayi rewel
 Warna urine Jernih,
volume sedikit
 Abdomen supel tidak
kembung
2 Ds: Kekurang volume Penurunan
 Ny. S mengatakan cairan pengeluaran
produksi ASI sedikit volume urine
 Bayi rewel,
 Frekuensi BAK
jarang dan sedikit
Do:
 By. Ny. S kulit
elastic, tidak kering
 Warna kulit
kekuningan
 Reflek bayi seperti
33

kehausan
 BB: 2700 Gram
 UUB Datar
 Mukosa bibir kering
3 Ds: - Gangguan Efeksamping
Do: integritaas jaringan/ terapi sinar/
 Intruksi terapi kulit radiasi, perubahan
fototerapy double pigmentasi
 Terapi double siklus
pertama penyinaran 1
x 24 jam
 Perubahan warna
pigmentasi kuning
pada badan bayi
meliputii area dada
hingga tungkai
 Usia bayi < 7 hari
C. Prioritas diagnosa
1. Ikterus neonatorum berhubungan dengan usia bayi ≤ 7 hari, perlamabatan
pengeluaran feses
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine
3. Gangguan integritas kulit/ Jaringan berhubungan dengan efek terapi sinar/
radiasi, perubahan pigmentasin kulit.
34

D. Rencana intervensi keperawatan


Kasus 1
No Diagnose NOC NIC Rasional
1 Ikterus neonatorum  Breasfeeding interrupted Photerapy: Neonatus
berhubungan dengan usia bayi  Liver fuction risk of impaired Intervensi keperawatan mandiri:
≤ 7 hari, perlamabatan  Blooed glucose risk for 1. Lakukan pemeriksaan tanda -
pengeluaran feses unstatebel tanda vital meliputi Nadi, 1. Evaluasi dini terhadap
Setelah dilakukan intervensi Respirasi, suhu perubahan TTV pada bayi
keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Observasi perubahan warna ikterik
diharapkan dapat teratasi; kulit, sclera 2. Evaluasi tanda dan gejala
Kriteria hasil: 3. Laporkan nilai penunjang jika hiperbilirubin
1. Asupan ASI yang adekuat terdapat hasil terbaru 3. Mencegah terjadinya
2. Frekuensi menyusu cukup 8 – dehidrasi dan mempercepat
10 kali per 24 jam 4. Observasi tanda dan gejala pengeluaran feses dan urine
3. Kadar gula dalam rentang dehidrasi meliuti (depresi 4. Mempercepat pemecahan
normal (90 – 120 mg/dl) fontanel, turgor, kehilangan bilirubin indirek agar dapat
4. Pigmentasi kulit tidak tampak BB) dikonjugasi
ikterik 5. Monitor BAB, warna,
35

5. BAB minimal 3x/ hari konsistensi, volume 5. Memperlambat penyerapan


6. Kadar bilirubin dalam darah bilirubin dalam usus
dalam batas normal (≤ 5 mg/dl) Kolaborasi:
7. Ventilasi adekuat 1. Lakukan analisa factor resiko,
Rh, ABO, Polisitemia,
2. Kolaborasi dengan dokter
memberikan terapi phototerapi
3. Kolaborasi mempertimbangkan
keperluan tranfusi tukar

Penkes:
1. Anjurkan orang tua bayi agar
sesering mungkin menyusui (8
– 10 kali/ 24 jam)
2. Edukasi keluarga melakukan
tatalaksana ikterik saat dirumah

2 Kekurangan volume cairan  Fluid balance Fluid management :


berhubungan dengan  Hydration Hypovolemia management:
penurunan volume urine  Nutritional Status : Food and Intervensi keperawatan mandiri:
36

Fluid Intake 1. Hitung intake dan ouput 1. Menghitung intake dan


Kriteria Hasil : ouput secara tepat
1. Mempertahankan urine 2. Catatan intake dan output yang 2. Mengenali tanda gejala
output sesuai dengan usia akurat dehidrasi secara dini
dan BB, BJ urine normal, 3. Monitor status hidrasi 3. Evaluasi adanya perubahan
HT normal. (kelembaban membran mukosa, TTV
2. Tekanan darah, nadi, suhu nadi adekuat, tekanan darah
tubuh dalam batas normal ortostatik ), jika diperlukan
3. Tidak ada tanda tanda 4. Monitor vital sign meliputi 4. Mempertahankan intake
dehidrasi, Elastisitas turgor Nadi, respirasi, suhu dan secara adekuat
kulit baik, membran mukosa hemodinamik
lembab, tidak ada rasa haus
yang berlebihan Kolaborasi:
1. Monitor nilai/ tingkat Hb dan 1. Menghitung jenis

hematokrit satuan darah yang

2. Pemberian cairan intravena line menandakan adanya


dehidrasi
Penkes:
1. Anjurkan orangtua pasien untuk
37

menambah intake oral ASI


dengan frekuensi menyusui 8 -
10 kali dalam 24 jam
2. Edukasi orangtua klien
mengenali tanda dan gejalan
dehidrasi

3 Gangguan integritas kulit Tissue Integrity : Skin and Mucous Pressure Management :
berhubungan dengan efek Membranes Eye care:
terapi sinar/ radiasi Kriteria Hasil : Intervensi keperawatan mandiri:
1. Jaga kebersihan kulit agar tetap
1. Integritas kulit yang baik bisa 1. Mempertahankan
bersih dan kering
dipertahankan (sensasi, kelembaban kulit
2. Mobilisasi pasien (ubah posisi
elastisitas, temperatur, hidrasi, 2. Meminimalkan area
pasien) setiap 30 menit sekali
pigmentasi) tertekan dan mencegah
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit injury
3. Observasi berkala tanda iritasi
3. Perfusi jaringan baik 3. Evaluasi sedini mungkin
kulit/ jaringan akan adanya
4. Menunjukkan pemahaman terhadap perubahan warna
kemerahan
dalam proses perbaikan kulit kulit
4. Observasitanda kemerahan,
dan mencegah terjadinya sedera
38

berulang cairan, ulcer pada kornea


5. Mampu melindungi kulit dan 5. Gunakan pelindung pada mata
mempertahankan kelembaban 6. Mobilisasi pasien setiap 30
kulit dan perawatan alami menit dengan merubah posisi
7. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
Kolaborasi:
1. Berikan obat zalf atau tetes
mata jika diperlukan
Penkes:
1. Edukasi orang tua terkait
adanya resiko kerusaakan pada
mata
E. Implementasi
Kasus 1
No.d Jam/Tgl Implementasi TTD
x
Hari ke -1
1 26/05/18 1. Melakukan pemeriksaan tanda - tanda vital
14.00 > Nadi: 132x/menit, Respirasi: 28x/ Menit, suhu:
36,60C
2. Melakukan Observasi perubahan warna kulit,
sclera mata, Warna feses, dan Urine.
>Warna kulit: Ikterik pada area badan hingga tungkai
kaki, sclera ikterik, belum BAB
15.00 3. Penkes menganjurkan orang tua bayi agar sesering
Sesni,S.Kep
mungkin menyusui 8 - 10 kali per hari.
> Orangtua mengerti
16.00 4. Berkolaborasi melakukan pemeriksaan golongan
darah dan Rh
-> Glongan darah: O, Rh: Positif
5. Berkolaborasi dengan dokter memberikan terapi
Phototerapy double.
-> Phototerapy : 1 x 24 jam full
2 26/05/18 1. Melakukan pencatatan intake dan output yang
14.00 akurat
> Intake : 180cc/24jam, Output:.140cc/24jam,
IWL: 54cc/KgBB/24jam
Balance: (-) 14cc/KgBB/24jam
2. Melakakan monitor status hidrasi (kelembaban Sesni,S.Kep
membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik)
> Membran mucosa: lembab, Nadi: 132x/menit
3. Memotivasi keluarga memberikan intake oral ASI

39
15.00 secara adekuat
>Frekuensi pemberian ASI: 8x, Volume ASI: 20cc
4. Memonitor hasil tingkat Hb dan hematokrit
>Hb: 18,2 mg/dl Hematoktrit: 50,3 mg/dl
5. Melakukan pemeriksaan berat badan
>BB: 2700 gram
3 26/05/18 1. Mengobservasi dan melakukan perawatan
14.00 kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
>kulit bersih, elastis
14.15 2. Memobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
3jam sekali terhadap paparan sinar posisi: Sesni,S.Kep
Supinasi, posisi: Pronasi.
3. Memakaikan pelindung mata saat terapi
berlangsung
>Pelindung mata terpasang benar
15.45 4. Melakukan Observasi tanda kerusakan kulit,
kornea
>Kulit: Hiperpigmentasi (Ikterik), Kornea: Normal
tidak tampak iritasi atau lesi.
16.00 5. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
>Kulit bersih
Hari ke -2
1 27/05/18 1. Melakukan pemeriksaan tanda - tanda vital Sesni,S.Kep
14.00 >Nadi: 130x/menit, Respirasi: 42x/ Menit,
suhu: 36,70C
2. Melakukan Observasi perubahan warna kulit,
sclera mata, warna feses, warna urine
>Warna kulit: Ikterik pada area badan, sclera mata
ikterik berkurang, feses hitam kehijauan 1x/24jam,
urine jernih 4x/24jam.

40
3. Mengevaluasi frekuensi pemberian ASI
>Frekuensi: 6 – 8 x per hari
16.00 4. Berkolaborasi dengan dokter memberikan terapi
Phototerapy double.
>Phototerapy : 1 x 24 jam
5. Berkolaborasi melakukan pemeriksaan bilirubin
>Bilirubin: 14, 62 mg/dl
2 14.00 1. Melakukan pencatatan intake dan output yang Sesni,S.Kep
akurat
>Intake : 200cc/24jam, Output: 160cc/24jam
IWL : 55cc/kgBB/24jam
Balance: (-) 15cc/KgBB24jam
15.00 2. Melakaukan monitor status hidrasi (kelembaban
membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik)
>Membran mucosa: lembab, Nadi: 130x/menit
3. Memotivasi keluarga memberikan intake oral ASI
secara adekuat
>Frekuensi pemberian ASI: 8x, Volume ASI: 30cc
4. Melakukan pemeriksaan berat badan
BB: 2730 gram
3 14.55 1. Mengobservasi dan melakukan perawatan Sesni,S.Kep
kebersihan kulit agar tetap bersih dan lembab
>Kondisi: Kulit bersih, lembab.
15.25 2. Memobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap : 3
Jam sekali terhadap paparan sinar posisi: Supinasi,
posisi: Pronasi.
16.00 3. Memakaikan pelindung mata saat terapi
berlangsung
14.55 >Pelindung mata terpasang benar
4. Melakukan Observasi tanda kerusakan kulit,

41
kornea
>Kulit: Tampak samar Ikterik pada area badan,
Kornea: Normal tidak tampak iritasi atau lesi.
5. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

Hari ke -3
1 28/05/18 1. Melakukan pemeriksaan tanda - tanda vital
08.15 >Nadi: 131x/menit, Respirasi:42x/ Menit, suhu:
36,90C
2. Melakukan Observasi perubahan warna kulit,
sclera mata, warna feses, warna urine
>Warna kulit: Normal sesuai, sclera mata putih tidak Sesni,S.Kep
ikterik, feses hitam tidak pekat 3x/24jam, urine
jernih5x/24 jam
11.15 3. Mengevaluasi frekuensi pemberian ASI
>Frekuensi: 6 – 9 x per hari
4. Berkolaborasi dengan dokter memberikan terapi
Phototerapy single
>Phototerapy : 6 jam
10.00 5. Berkolaborasi melakukan evaluasi nilai Bilirubin
Serum Total
BST: 10,92 mg/dl
2 08.15 1. Melakukan pencatatan intake dan output yang
akurat
>Intake : 250cc/24 jam, Output: 190cc/24 jam
IWL : 56cc/KgBB/24jam
Balance: (-) 4cc/KgBB/24jam
2. Melakaukan monitor status hidrasi (kelembaban
membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik)
>Membran mucosa: lembab, Nadi: 130x/menit

42
3. Memotivasi keluarga memberikan intake oral ASI Sesni,S.Kep
secara adekuat saat dirumah
>Frekuensi pemberian ASI: 8 – 10 x, Volume ASI:
40cc
4. Melakukan pemeriksaan berat badan
BB: 2800 gram
3 28/5/18 1. Mengobservasi dan melakukan perawatan
08.55 kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
>Kondisi: Kulit bersih, lembab
2. Memobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 3
Jam sekali terhadap paparan sinar posisi: Supinasi,
posisi: Pronasi.
3. Memakaikan pelindung mata saat terapi
berlangsung
11.15 >Pelindung mata terpasang benar
4. Melakukan Observasi tanda kerusakan kulit,
kornea
>Kulit: Tidak hiperpigmentasi (tidak ikterik), Kornea:
Normal tidak tampak iritasi atau lesi.

F. Evaluasi
Kasus 1
No dx Jam/tgl Evaluasi TTD
Hari Ke – 1

43
1 S:
 Ny. S mengatakan saat ini pemberian ASI
Sudah maksimal hingga 8 kali pemberian
namun produksi ASI masih sedikit.
O:
 Nadi: 132x/ menit, Suhu: 36,6oC, Respirasi:
28x/menit
 Tampak kuning pada area badan hingga
tungkai
 BAB (-), BAK (+) warna kuning jernih
 Golongan darah : O dengan Rh: Positif
A: Intervensi tercapai sebagian
1. Melaksanakan fototerapy selama 1 x 24 jam
Sesni,S.Kep
full time
2. Tanda – tanda vital dalam rentang normal
Nadi: 132x/menit, RR:28x/menit,
Suhu:36,60C
3. Tidak ABO income
P: Lanjutkan Intervensi
1. Kolaborasi melakukan phototerapy
2. Evaluasi tanda – tanda vital
3. Observasi perubahan warna kulit, feses, urine
4. Evaluasi adanya komplikasi hiperbilirubin dan
efek phototerapi
5. Kolaborasi eveluasi pemeriksaan kadar
bilirubin serum total dalam darah
2 S: Sesni,S.Kep
 Ny. S mengatakan jika volume ASI kurang
mengijinkan bayinya diberikankan susu

44
formula sebagai penyerta ASI.
O:
 BB: 2700 gram
 Hb: 18,2 mg/dl, Hematokrit: 50,2 mg/dL
 Intake : 180cc/24jam, Output:.140cc/24jam,
IWL: 54cc/KgBB/24jam,
Balance: (-) 14cc/KgBB/24jam
 Mukosa bibir lembab, fontanel datar
 TTV dalam rentang normal Nadi: 132x/menit,
RR:28x/menit, Suhu: 36,60C.
A: Intervensi Tercapai sebagian
1. Tanda – tanda vital dalam rentang normal
Nadi: 132x/menit, RR:28x/menit, Suhu:
36,60C.
2. Volume intake ASI belum mencukupi
Intake : 180cc/24jam, Output:.140cc/24jam,
IWL: 54cc/KgBB/24jam
Balance: (-) 14cc/KgBB24jam
P: Lanjutkan Intervensi
1. Monitoring intake dan output cairan
2. Pastikan asupan ASI adekuat bantu susu
formula bila volume ASI belum maksimal
3. Periksa berat badan secara berkala
4. Observasi tanda dehidrasi turgor kulit, mukosa
dan tanda vital secara berkala.
3 S:- Sesni,S.Kep
O:
 Tidak tampak adanya tanda iritasi pada kulit
 Sclera mata tampak kuning.
 Kulit dalam kondisi bersih dan lembab
 Suhu Tubuh : 36,60C

45
 Hiperpigmentasi ikterik pada area badan
hingga ke tungkai kaki.
A: Intervensi tercapai sebagian
1. Tidak didapatkan adanya tanda iritasi pada
kulit, Kornea mata.
2. Permukaan kulit lembab tidak basah dan tidak
kotor
P: Intervensi lanjut
1. Observasi adanya komplikasi yang timbul
akibat efek radiasi/ sinar, adanya tanda ikterik
2. Jaga kebersihan kulit secara continue
3. Pastikan permukaan kulit tidak basah
Hari Ke – 2
1 S: - Sesni,S.Kep
O:
 Nadi: 130x/ menit, Suhu: 36,7oC, Respirasi:
42x/menit
 Tampak kuning berkurang pada area badan
bayi
 BAB (+) Hitam Kehijauan 1x/24jam,
 BAK (+) warna kuning jernih
 Bilirubin total: 14,62 mg/dl
A: Intervensi tercapai sebagian
1. Melaksanakan fototerapy selama 1 x 24 jam
2. Tanda – tanda vital dalam rentang normal
Nadi: 130x/menit, RR:42x/menit,
Suhu:36,70C
3. Bilirubin total: 14,62 mg/dl
4. Area ikterik berkurang, pigmentasi berkurang
P: Lanjutkan Intervensi
1. Kolaborasi melakukan phototerapy single

46
selama 1x24jam
2. Evaluasi tanda – tanda vital (Nadi, RR, Suhu)
3. Observasi perubahan warna kulit, feses, urine
4. Evaluasi adanya komplikasi hiperbilirubin dan
efek phototerapi
5. Kolaborasi eveluasi pemeriksaan kadar
bilirubin serum total dalam darah
2 S: Sesni,S.Kep
 Ny. S mengatakan jika volume ASI kurang
mengijinkan bayinya diberikankan susu
formula sebagai penyerta ASI
O:
 BB: 2730 gram
 Intake : 200cc/24jam, Output: 160cc/24jam,
IWL : 55cc/kgBB/24jam
Balance: (-) 15cc/KgBB24jam
 Mukosa bibir lembab, fontanel datar
 TTV dalam rentang normal Nadi: 130x/menit,
RR:42x/menit, Suhu: 36,70C.
A: Intervensi Tercapai sebagian
1. Produksi urin masih ada, Output: 160cc/24jam
Balance(-) 15cc/KgBB24jam
2. Tanda – tanda vital dalam rentang normal
Nadi: 130x/menit, RR:42x/menit, Suhu:
36,70C.
3. Volume intake tercukupi
P: Lanjutkan Intervensi
1. Monitoring intake dan output cairan
2. Pastikan asupan ASI adekuat bantu susu
formula bila volume ASI belum maksimal
3. Periksa berat badan secara berkala

47
4. Observasi tanda dehidrasi turgor kulit, mukosa
dan tanda vital secara berkala.
3 S:-
O:
 Tidak tampak adanya tanda iritasi pada kulit
 Sclera mata tampak kuning berkurang,
 Kulit dalam kondisi bersih dan lembab
 Suhu Tubuh : 36,40C
 Hiperpigmentasi ikterik pada area badan bayi.
 Pigmentasi ikterik berkurang
A: Intervensi tercapai sebagian
1. Tidak didapatkan adanya tanda iritasi pada
Sesni,S.Kep
kulit, Kornea mata.
2. Permukaan kulit lembab tidak basah dan tidak
kotor
P: Intervensi lanjut
1. Observasi adanya komplikasi yang timbul
akibat efek radiasi/ sinar, adanya tanda ikterik
2. Jaga kebersihan kulit secara continue
3. Pastikan permukaan kulit tidak basah

Hari Ke – 3
1 S: - Sesni,S.Kep
O:
 Nadi: 131x/ menit, Suhu: 36,9oC,
Respirasi: 42x/menit
 Warna kulit sesuai warna dasar
 BAB (+) warna hitam kehijauan 3x/24jam,
BAK (+) warna jernih kekuningan 5x/24jam

48
 Nilai Bilirubin total: 10,92 mg/dl
A: Intervensi tercapai
1. Tanda – tanda vital dalam rentang normal
Nadi: 131x/menit, RR:42x/menit,
Suhu:36,90C
2. Warna kulit tak tampak hiperpigmentasi
3. BST: 10,92 mg/dl
P: Lanjutkan Intervensi
1. Pertahankan kondisi kesehatan pasien
2. Edukasi Orangtua perubahan warna kulit, fese,
urine.
3. Edukasi tatalaksana hiperbilirubin pasca
fototherapy
2 S: - Sesni,S.Kep
O:
 BB: 2800 gram
 Intake : 250cc/24 jam, Output: 190cc/24 jam
IWL : 56cc/KgBB/24jam
Balance: (-) 4cc/KgBB/24jam
 Mukosa bibir lembab, fontanel datar
 TTV dalam rentang normal Nadi: 131x/menit,
RR:42x/menit, Suhu: 36,90C.
A: Intervensi Tercapai
1. Produksi urin masih ada Output: 190cc/24 jam
Balance Balance: (-) 4cc/KgBB/24jam
2. Tanda – tanda vital dalam rentang normal
Nadi: 131x/menit, RR: 42x/menit, Suhu:
36,90C.
3. Volume intake ASI mencukupi dibantu susu
formula
P: Lanjutkan Intervensi

49
1. Edukasi orangtua untuk memantau intake dan
output cairan
2. Periksa berat badan secara berkala
3. Kontrol sesuai jadwal.
3 S:-
O:
 Tidak tampak adanya tanda iritasi pada kulit
 Sclera mata ikterik berkurang,
 Kulit dalam kondisi bersih dan lembab
 Suhu Tubuh : 36,90C
 Tak tampak ikterik pada hasil pengkajian fisik
A: Intervensi tercapai
1. Tidak didapatkan adanya tanda iritasi pada
kulit, Kornea mata.
2. Permukaan kulit lembab tidak basah dan tidak
kotor
P: Intervensi lanjut
1. Edukasi Orangtua terkait kebersihan kulit
secara continue

50
BAB IV
PEMBAHASAN JURNAL

4.1 Matriks Jurnal

No. Nama Peneliti


Jurna dan Tahun Metode Penelitian Hasil Penelitian
l Publikasi
1 Ketut Labir Hasil penelitian
Penelitian ini
N.L.K, menemukan setengah
merupakan jenis
Sulisnadewi, lebih (53,33%) berjenis
penelitian korelasi
Hairul Gumilar kelamin perempuan.
dengan jumlah sampel
“Pemberian Penurunan terbanyak
sebanyak 15 orang bayi
Fototerapi yaitu pada 0-5 mg/dl
yang mengalami
Dengan setelah 24 jam
hiperbilirubinemia,
Penurunan diberikan fototerapi
yang dirawat di ruang
Kadar Bilirubin yaitu sebesar 26,7 %
Cempaka Perinatologi
Dalam Darah Hasil uji statistik
RSUP Sanglah
Pada Bayi Bblr korelasi Rank
Dengan Metode yang digunakan Spearman r = 0,699
Hiperbilirubine untuk mendapatkan data pada tingkat
mia”, 2014 yang diperlukan adalah kepercayaan 95 %,
mengobservasi lamanya yang menunjukkan
waktu pemberian korelasi kuat.
fototerapi dan Disimpulkan bahwa ada
penurunan kadar hubungan yang
bilirubin total dalam signifikan antara tingkat
darah setelah lamanya waktu
mendapatkan tindakan pemberian fototerapi
fototerapi. Dimana dengan penurunan
pasien yang diobservasi kadar bilirubin dalam
adalah pasien yang darah pada BBLR
hanya mendapatkan dengan
fototerapi dan dilihat hiperbilirubinemia di
penurunannya masing- Ruang Cempaka
masing 5 bayi pada 24 Perinatologi RSUP
jam, 48 jam, 72 jam Sanglah Denpasar.
setelah pemberian
fototerapi.
2 Muhammad Diagnosis pada kasus
menggunakan metode
Sowwam, Septy bayi Ny. Y adalah
deskriptif dengan
Nur Aini, ikterus neonatorum
pendekatan studi kasus.
“Fototerapi berhubungan dengan
Sampel studi kasus ini
Dalam pola makan tidak tepat.
adalah bayi Ny. Y.

51
Menurunkan Sebelum dilakukan
Pengumpulan data
Hiperbilirubin perawatan fototerapi
dilakukan dengan
Pada Asuhan pada bayi Ny. Y bayi
metode wawancara,
Keperawatan tampak kuning dari
observasi, pemeriksaan,
Ikterus kepala, badan,
serta dokumentasi
Neonatorum”, ekstremitas,
2018 pergelangan tangan dan
kaki (derajat IV),
mukosa kuning, sclera
kuning, dan hasil
laboratorium
menunjukkan kadar
bilirubin indirek 10,64
mg/dl. Setelah
dilakukan perawatan
fototerapi bayi sudah
tidak kuning, sclera
anikterik, mukosa dan
kulit tidak kuning.
Sehingga dapat
disimpulkan Fototerapi
dapat menurunkan
kadar serum bilirubin
dalam sirkulasi darah
pada pasien ikterus
neonatorum
3 Calvin Augurius Melakukan pencarian Berdasarkan hasil
, Suryadi literatur ini berdasarkan pencarian literatur yang
Susanto , pada Participant, sudah dilakukan,
Yorisye Intervention, didapatkan 9 literatur
Septiana, Comparison, and yang dapat dianalisis.
“Efektifitas Outcomes (PICO) dan Beberapa rincian
Fototerapi pada penggunaan Boolean artikel-artikel yang
Bayi Baru Lahir Operator. Pada telah dipublikasikan
dengan pembuatan review ini dapat diuraikan.
Hiperbilirubine populasi yang akan Sumarni (2019
mia Berdasarkan masuk dalam kriteria melakukan penelitian
Lampu dan inklusi adalah bayi baru dengan menggunakan
Panjang lahir (neonatus) dengan desain deskriptif
Gelombang hyperbilirubinemia, komparatif, metode
Fototerapi”, kriteria usia gestasi ≥34 yang digunakan
2021 minggu sampai 42 meliputi:
minggu atau berat badan 1. Panjang
lahir bayi ≥2000g. gelombang
Metodologi dilakukan fototerapi LED
dengan melakukan yang digunakan

52
perbandingan jenis berkisar 460-490
lampu dan panjang nm dan fototerapi
gelombang yang flouresen berkisar
berbeda atau jenis antara 420- 470
lampu yang sama nm,
dengan panjang 2. Responden: bayi
gelombang berbeda. hiperbilirubinemia
Jurnal penelitian dan dengan kadar
textbook dipublikasikan bilirubin awal
dalam kurun waktu antara 12-14.9
2011-2020, jurnal dan mg/dl untuk
textbook memiliki inti responden
dan hasil (outcome) fototerapi
yang sama dengan konvensional dan
tujuan penelitian dan 15- 18.9 mg/dl dan
jurnal atau artikel ilmiah berat badan lebih
menggunakan bahasa dari 2500gr -
Indonesia atau bahasa 4000gr, dan
Inggris. Pencarian 3. Dari 60 responden,
kemudian disaring lebih 30 diuji coba pada
mendalam melalui fototerapi LED dan
kriteria eksklusi berupa 30 responden
jurnal yang tidak lainnya diuji pada
memiliki data yang jelas fototerapi
dan tidak ditampilkan konvensional.
secara keseluruhan (full Hasil penelitian
text) atau hanya menyatakan antara lain:
pratinjau, sampel  Dari 60 bayi:
eksklusi berupa bayi penurunan kadar
hiperbilirubinemia bilirubin
dengan sebab >3mg/dl/hari; 21 bayi
inkompatibilitas ABO, efektif dengan
kelainan hemolitik fototerapi
lainnya, kelainan konvensional dan 28
kongenital dan kelainan bayi efektif dengan
metabolik, tema jurnal penggunaan fototerapi
berbeda dengan tema LED, dan
penelitian dan metode  Fototerapi LED 6 kali
penelitian tidak lebih efektif dalam
dijelaskan dengan baik. menurunkan bilirubin
dibandingkan
fototerapi
konvensional.

4.2 Pembahasan

53
Berdasarkan data kasus yang didapatkan dan dilakukan pengkajian pada tanggal
26 Mei 2022 pada bayi Ny. S, dengan hasil pemeriksaan penunjang kadar total
bilirubin 20,70 mg/dl, tampak ikterik pada wajah, badan hingga tungkai, Ny. S
mengatakan bayinya kuat menyusu namun produksi ASI masih sedikit, tidak
Buang air besar sudah 3 hari, BAK lebih dari 6 dalam sehari dan sedikit.
Sejalan dengan penelitian Makmur yang menyatakan, pada derajat
tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak disebut
kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin indirek lebih
dari 20mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek
akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat
badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
Menurut Atikah dan Jaya, (2015), komplikasi dari hiperbilirrubinemia
yaitu kern ikterus, dimana kern ikterus adalah suatu sindrom neurologi yang
timbul sebagai akibat penimbunan efek terkonjugasi dalam sel-sel otak sehingga
otak mengalami kerusakan, hal ini dapat menyebabkan kejang-kejang dan
penurunan kesadaran serta bisa berakhir dengan kematian, akan tetapi apabila
bayi dapat bertahan hidup, maka akan ada dampak sisa dari kernikterus tersebut
yaitu bayi dapat menjadi tuli, spasme otot, gangguan mental, gangguan bicara,
dan gangguan pada sistem neurologi lainnya.
Untuk menghentikan komplikasi hyperbilirubinemia maka dilakukan
Tindakan yang dapat mengatasinya seperti:
a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital.
Fenobarbital dapat bekerja sebagai perangsang enzim sehingga
konjugasi dapat dipercepat.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya ialah pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubion
bebas.

54
c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah
dicoba dengan alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan bilirubin
dengan cepat. Walaupun demikian fototerapi tidak dapat menggantikan
transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan
untuk pra dan pasca transfusi tukar.

Sejalan dengan penelitian Ketut Labir N.L.K, Sulisnadewi, Hairul Gumilar

(2014), Berdasarkan data yang diperoleh, gambaran kadar bilirubin pada bayi

BBLR dengan hiperbilirubinemia, pada 24 jam pemberian fototerapi penurunan

kadar bilirubin 0 – 5 mg/dl, yaitu sebanyak 4 bayi (80.0%). Penurunan kadar

bilirubin 48 jam pemberian fototerapi yaitu 0 – 5 mg/dl, yaitu sebanyak 3 bayi

(60.0%). Penurunan kadar bilirubin pada 72 jam pemberian fototerapi sebesar 6 –

10 mgdl, yaitu sebanyak 3 bayi (60.0%). Hasil uji statistik korelasi Rank

Spearman r = 0,699 pada tingkat kepercayaan 95 %, yang menunjukkan korelasi

kuat. Disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat lamanya

waktu pemberian fototerapi dengan penurunan kadar bilirubin dalam darah pada

BBLR dengan hiperbilirubinemia di Ruang Cempaka Perinatologi RSUP Sanglah

Denpasar.

Menurut penelitian Muhammad Sowwam, Septy Nur Aini (2018),

didapatkan hasil yaitu sebelum dilakukan perawatan fototerapi pada bayi Ny. Y

bayi tampak kuning dari kepala, badan, ekstremitas, pergelangan tangan dan kaki

(derajat IV), mukosa kuning, sclera kuning, dan hasil laboratorium menunjukkan

kadar bilirubin indirek 10,64 mg/dl. Setelah dilakukan perawatan fototerapi bayi

sudah tidak kuning, sclera anikterik, mukosa dan kulit tidak kuning. Sehingga

dapat disimpulkan Fototerapi dapat menurunkan kadar serum bilirubin dalam

55
sirkulasi darah pada pasien ikterus neonatorum.

Menurut atikah dan jaya (2016) fototerapi pada bayi hiperbilirubin akan efektif

apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg% dan berfungsi untuk

menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin dengan oksidasi foto pada

bilirubin dari biliverdin. Serta melakukan Langkah-langkah pelaksanaan

fototerapi dengan baik dan benar. Adapun langkah-langkah pelaksanaan fototerapi

yaitu :

1) Membuka pakaian neonatus agar seluruh bagian tubuh neonatus kena sinar.

2) Menutup kedua mata dan gonat dengan penutup yang memantulkan cahaya.

3) Jarak neonatus dengan lampu kurang lebih 40 cm

4) Mengubah posisi neonatus setiap 6 jam sekali.

5) Mengukur suhu setiap 6 jam sekali.

6) Kemudian memeriksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya

sekali dalam 24 jam.

7) Melakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada penderita yang

mengalami hemolisis.

Pada fasilitas kesehatan primer, fototerapi Light Emitting Diode (LED)

gelombang biru paling sering digunakan. Neonatus dengan hiperbilirubinemia

disinarkan dengan cahaya intensitas tinggi dalam spektrum yang terlihat.

Bilirubin, yang merupakan target fototerapi ini menyerap sinar secara maksimal

pada rentang spektrum biru (460-490 nm).5 Namun, literatur lain mengatakan

spektrum panjang gelombang yang berbeda, yaitu pirus/fototerapi

56
konvensional(497 nm) juga sama efektifnya dalam menurunkan kadar bilirubin.

Hal ini menjadi penting dalam penanganan bayi dengan hiperbilirubinemia

dimana efektifitas penurunan kadar bilirubin dan efek samping yang minimal dari

penggunaan fototerapi dipertanyakan. Menurut penelitian Calvin Augurius ,

Suryadi Susanto , Yorisye Septiana (2021), penurunan kadar bilirubin

>3mg/dl/hari; 21 bayi efektif dengan fototerapi konvensional dan 28 bayi efektif

dengan penggunaan fototerapi LED, dan Fototerapi LED 6 kali lebih efektif

dalam menurunkan bilirubin dibandingkan fototerapi konvensional.

Berdasarakan beberapa penelitian diatas peneliti dapat menimpulkan bahwa

fototerapi dapat menurunkan kadar bilirubin pada neonatus secara signifikan dan

mencegah komplikasi hyperbilirubinemia pada neonatus, Fototerapi LED 6 kali

lebih efektif dalam menurunkan bilirubin dibandingkan fototerapi konvensional

57
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus komprehensif “ Asuhan keperawatan pada neonatus
hiperbilirubin di Rumah Sakit Mulya Tangerang” dapat disimpulkan sebagai
berikut ini:
1. Pengkajian klien dapat menggambarkan kondisi klien yang sebenarnya pasien
neonatus hiperbilirubin seperti didapatkan tanda dan gejala ikterus,
perlambatan BAB, menurunnya volume urine, rewel, produksi ASI terbatas,
kadar bilirubin >10 mg/dl hal ini memenuhi syarat dilakukan asuhan
keperawatan di Rumah Sakit Mulya Tangerang
2. Diagnosa keperawatan 75% diagnosa keperawatan dapat di implementasikan
kepada klien RS, diantaranya adalah: (a) Ikterus Neonatus berhubungan
dengan, tertahannya feses atau usia bayi kurang dati 7 hari, (b) deficit volume
cairan berhubungan dengan kurangnya asupan cairan, dan (c) kerusakan
integritas jaringan atau kulit berhubungan dengan pigmentasi kulit atau efek
sinar terapi
3. Intervensi keperawatan dapat dilakukan berdasarkan aktualnya masalah
keperawatan yaitu hiperbilirubin, salah satunya dapat dilakukan fototerapi
dengan prosedur fototerapi yang baik dan benar, karena fototerapi dapat
menurunkan kadar bilirubin pada neonatus secara signifikan dan mencegah
komplikasi hyperbilirubinemia pada neonatus, Fototerapi LED 6 kali lebih
efektif dalam menurunkan bilirubin dibandingkan fototerapi konvensional
4. Implementasi keperawatan dalam hal ini implementasi yang direncana pada
renpra dapat dilakukan dengan baik dan dilakukan secara berkesinambungan
baik tindakan mandiri keperawatan maupun tindakan kolaborasi, tindakan

58
keperawatan dilaksankan setiap jam shift oleh penulis dan dilanjutkan oleh
shift selanjutnya.
5. Evaluasi yang dapat disimpulkan dari asuhan keperawatan yang telah
dilaksankan kepada By. Ny. S dan Bayi Ny. A dapat terlaksana dan
nmengatasi masalah yang timbul, evaluasi dilakukan secara
berkesinambungan sehingga penulis dapat memastikan perubahan yang
terjadi.
B. Saran
1. Bagi institusi pendidikan
Bagi institusi pendidikan agar dapat megembangkan lagi studi kasus yang
telah dilakukan agar medapatkan data yang lebih spesifik, akurat dan dapat di
implementasikan oleh instansi – instansi pendidikan maupun pelayanan
kesehatan lainnya
2. Bagi pelayanan kesehatan
Agar dapat melakukan intervesi keperawatan secara komprehensif
berdasarkan aktualisasi masalah keperawatan yang di dapatkan saat
pengkajian keperawatan dilakukan, dan memprioritaskan aktual masalah
keperawatan
3. Bagi penulis selanjutnya
Dapat menjadi gambaran untuk melakukan inovasi dalam perkembangan ilmu
keperawatan selanjutnya, dan tatalaksana pasien dengan rencana perawatan dirumah
pasca rawat inap bayi < 7 hari.

59
DAFTAR PUSTAKA

Nining Yuliastati.2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan. Keperawatan


Anak. PPSDM-BPSDM. Jakarta-Kemenkes
Tri Arif Sampurna, Mahendra.2020.Modul Tata Laksana Hiperbilirubin, Air
Langga University Press. Surabaya
Sembiring Br, Juliana.2019. Buku Ajar Neonatur,bayi,Balita,Anak Prasekolah.
Deepbublish. Sleman. CV Budi Utama
Atikah,M,V & Jaya,P. 2015. Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, dan
Balita. Jakarta. CV.Trans Info Media
Aviv,J. 2015. Researchers Submit Patent
Application."Bilirubin Hematofluorometer and Reagent Kit” .
Perpustakaan Nasional RI. Diakses Pada 10 Januari 2017
Gusni, S,R. 2016. Perbedaan Kejadian Ikterus Neonatorum Antara
Bayi Prematur Dan Bayi Cukup Bulan Pada Bayi Dengan BBLR Di RS
PKU Muhammadiyah Surakarta. Naskah Publikasi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Herdman. 2015. Diagnosis Keperawatan Defenisi & Klasifikasi Edisi 10.
Jakarta. ECG
Hidayat, A,A . 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta. Salemba
Medika
Kristanti ,H,M. Etika,R. Lestari,P . 2015. Hyperbilirubinemia Treatment Of
Neonatus. Folia Medica Indonesian Vol. 51
Lynn, B,C & Sowden, L,A . 2009. Keperawatan Pediatri. Jakarta. EGC
Mathindas, S. Wiliar,R. Wahani,A . 2013. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus.
Jurnal Biomedik, Volume 5, Nomor 1, Suplemen
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M, L. Swanson, E. 2016. Nursing interventions
clasification (NIC). United Kingdom. Mocomedia
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M, L. Swanson, E. 2016. Nursing outcomes
clasification (NOC). United Kingdom.
Mocomedia Nelson. Waldo E. dkk. 2011. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15
Vol. 1.Jakarta. EGC
Surasmi, A. Handayani, S. Kusuma, H, N. 2003. Perawatan bayi risiko tinggi.
Jakarta . EGC.
Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Ikterus. Jakarta.
Sagung Seto
Tim Pokja SLKI DPP PPNI : 2019, Standar Luaran Keperawatan Indonesia,
Definisi Krteria Hasil Keperawatan,PPNI , Edisi 1, Cetakan II
Tim Pokja SLKI DPP PPNI : 2019, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
PPNI edisi 1. Cetakan II
Tim Pokja SLKI DPP PPNI : 2019, Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia,
PPNI edisi 1. Cetakan II
62

Anda mungkin juga menyukai