Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

PEMBERIAN CAIRAN ELEKTROLIT


PADA IBU HAMIL NY. S G2P1A0 DENGAN PREEKLAMSIA BERAT
DI UPTD PUSKESMAS CIBUNTU KOTA BANDUNG

Nama : Novita Nurlaelasari


NPM : H522231

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEBIDANAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Pemberian Cairan Elektrolit Pada Ibu Hamil Ny. S G2P1A0 Dengan Preeklamsia
Berat Di UPTD Puskesmas Cibuntu Kota Bandung.
Disahkan oleh tim pembimbing pada :
Hari : Jum’at
Tanggal : 09 Juni 2023
Tempat : UPTD Puskesmas Cibuntu

Mengetahui

Pembimbing Akadenik
Program Studi Pendidikan Profesi Bidan
Fakultas Kebidanan

Erni Hernawati, S.ST.,Bd., M.M., M.Keb.


NIK.307 301 005

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. Laporan Kasus Pemberian

ii
Cairan Elektrolit Pada Ibu Hamil Ny. S G2P1A0 dengan Preeklamsia Berat di
UPTD Puskesmas Cibuntu Kota Bandung ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat hasil pelaksanaan praktik klinik keterampilan dasar kebidanan program studi
Pendidikan Profesi Bidan Fakultas Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali.

Dalam penyusunan laporan ini penulis mendapat bantuan dari berbagai


pihak, untuk itu tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tonika Tohri, S. Kp., M. Kes selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali.


2. Erni Hernawati, S.S.T. Bd., M.M., M.Keb., selaku Dekan Fakultas
Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali sekaligus Pembimbing Akademik
Prodi Pendidikan Profesi Bidan Fakultas Kebidanan.
3. Lia Kamila, S.S.T. Bd., M.Keb selaku Penanggung Jawab Program Studi
Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali
4. Rochaniati, Amd. Keb., S.K.M., selaku pembimbing praktik klinik di UPTD
Puskesmas Cibuntu Kota Bandung telah membimbing dan membantu dalam
penyusunan laporan selama pelaksanaan praktik klinik.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menulis
dengan lebih baik. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat.

Bandung, Mei 2022

Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii

iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Tujuan ................................................................................................................2
1.3 Manfaat ..............................................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Infus (Terapi Intravena) .....................................................................................4
2.1.1 Pengertian..................................................................................................4
2.1.2 Tujuan Pemberian Terapi Intravena ..........................................................4
2.1.3 Vena Tempat Pemasangan Infus ...............................................................4
2.1.4 Jenis Cairan Infus ......................................................................................5
2.1.5 Pembagian Cairan Infus Berdasarkan Kelompok .....................................5
2.1.6 Ukuran Jarum Infus ...................................................................................6
2.1.7 Prosedur Pemasangan Infus ......................................................................7
2.1.8 Indikasi dan Kontraindikasi Pemasangan Infus ........................................8
2.1.9 Komplikasi yang Dapat Terjadi pada Pemasangan Infus .........................8
2.2 Kehamilan ..........................................................................................................9
2.2.1 Pengertian..................................................................................................9
2.2.2 Tanda-Tanda Kehamilan ...........................................................................9
2.2.3 Perubahan Fisiologis pada Kehamilan ....................................................12
2.2.4 Perubahan Psikologis pada Kehamilan ...................................................15
2.3 Preeklamsia ......................................................................................................15
2.3.1 Pengertian................................................................................................15
2.3.2 Penegakkan Diagnosis Preeklamsia ........................................................16
2.3.3 Faktor Risiko Preeklamsia ......................................................................18
2.3.4 Klasifikasi Preeklamsia ...........................................................................20
2.3.5 Patofisiologi Preeklamsia ........................................................................21
2.3.6 Prediksi dan Pencegahan Preeklamsia ....................................................25

iv
2.3.7 Penatalaksanaan Preeklamsia ..................................................................27

BAB III TINJAUAN KASUS ..............................................................................31

BAB IV PEMBAHASAN .....................................................................................36

BAB V PENUTUP ................................................................................................40


5.1 Kesimpulan ......................................................................................................39
5.2 Saran.................................................................................................................39

REFERENSI .........................................................................................................41

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Preeklamsia merupakan komplikasi kehamilan dan persalinan yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah, proteinuria dan oedema, yang kadang-
kadang disertai dengan komplikasi koma. Gejala dari preeklampsia seperti
hipertensi, oedema dan proteinuria sering tidak diperhatikan, sehingga tanpa
disadari dalam waktu singkat dapat timbul menjadi preeklampsi berat, bahkan
eklampsia. (Prawihardjo, 2014)
Gambaran klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat individual.
Kadang-kadang sukar untuk menetukan gejala preeklampsia mana yang timbul
lebih dahulu. Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada
preeklampsia ialah oedema, hipertensi, dan terakhir proteinuria merupakan
gejala yang paling penting. Namun sayangnya penderita sering kali tidak
merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan
penglihatan, atau nyeriepigastrum, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.
Gejala preeklampsia dapat dicegah dan dideteksi secara dini. Pemeriksaan
antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda-tanda preeklampsia,
sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia. Ibu
hamil yang mengalami preeklampsia berat perlu ditangani dengan segera.
Penangananini dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.
Dampak preeklampsia pada ibu hamil yaitu terjadi kerusakan organ-organ
tubuh seperti, sistem saraf pusat, perdarahan intrakranial, gagal jantung, gagal
ginjal, gangguan fungsi hati dan edema paru, sedangkan pada janin ialah
intrauterine fetal growth restriction, solusio plasenta, prematur, sindroma
distress, kematian janin, perdarahan intraventikular, kematian janin, dan
kematian maternal
Insiden preeklampsia di Negara berkembang sekitar 1,8%-18%.
Preeklampsia dan eklampsia menempati urutan kedua sebagai penyebab

1
kematian di Indonesia dengan presentasi sebesar 26,9% pada tahun 2012 dan
meningkat kembali pada tahun 2013 yaitu sebanyak 27,1%
Pada umunya kehamilan akan berlangsung normal dan sering kali
kehamilan berubah menjadi kehamilan patologi. Deteksi dini gejala dan tanda
bahaya selama kehamilan merupakan upaya terbaik untuk mencegah terjadinya
gangguan yang serius terhadap kehamilan ataupun keselamatan ibu hamil.
Deteksidini didapatkan dari pemeriksaan tekanan darah secara rutin pada saat
pemeriksaan kehamilan (antenatal care). Karena itu pemeriksaan kehamilan
rutin mutlak dilakukan agar preeklampsia dapat dideteksi lebih awal
Berdasarkan uraian diatas, bidan dan sebagai ujung tombak pemberi
asuhan kepada ibu hamil harus mampu mendeteksi dan melakukan penanganan
awal preeklamsia untuk mengurangi angka kejadian eklamsia. Karena dapat
kita ketahui bahwa seorang ibu hamil yang mengalami preeklampsia berat
akan beresiko mengalami kejang dan syok dan kadang berujung pada kematian
apabila tidak mendapatkan penanganan yang cepat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keterampilan dasar kebidanan dengan
melakukan pemberian cairan elektrolit pada ibu hamil dengan
preeklamsia sesuai prosedur yang berlaku sebelum di rujuk ke Rumah
Sakit.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan anamnesis dan pengkajian untuk pemasangan
infus pada ibu hamil Ny. S dengan preeklamsia di UPTD
Puskesmas Cibuntu Kota Bandung
2. Mampu menyusun diagnosa kebidanan yang sesuai dengan
kondisi ibu hamil Ny. S dengan preeklamsia di UPTD Puskesmas
Cibuntu Kota Bandung

2
3. Mampu melakukan penatalaksanaan keterampilan dasar kebidanan
pemasangan infus pada ibu hamil Ny. S dengan preeklamsia di
UPTD Puskesmas Cibuntu Kota Bandung
4. Mampu mengevaluasi keterampilan dasar kebidanan pemasangan
infus pada ibu hamil Ny. S dengan preeklamsia di UPTD
Puskesmas Cibuntu Kota Bandung
5. Mampu melakukan pendokumentasian keterampilan dasar
kebidanan pemasangan infus pada ibu hamil Ny. S dengan
preeklamsia di UPTD Puskesmas Cibuntu Kota Bandung

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Institut Kesehatan Rajawali
Penulisan laporan kasus ini dapat menjadi referensi kepustakaan untuk
menambah ilmu pengetahuan tentang pemasangan infus pada kasus ibu
hamil dengan preeklamsia sesuai dengan prosedur dan teori yang
berlaku.
1.3.2 Bagi Penulis
Laporan kasus ini dapat dijadikan referensi bagi penulis untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan praktik klinik mengenai
pemasangan infus yang dapat berdampak pada keselamatan pasien
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
1.3.3 Bagi Mahasiswa
Laporan kasus ini dapat menjadi informasi dan menambah wawasan serta
pengetahuan bagi mahasiswa tentang pemasangan infus pada kasus ibu
hamil dengan preeklamsia

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Infus (Terapi Intravena)


2.1.1 Pengertian
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah
pemberian sejumlah cairan kedalam tubuh melalui sebuah jarum kedalam
sebuah pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan
cairan atau zat-zat makanan dari tubuh (Rosyidah, 2019)
Terapi intravena (IV) dilakukan dengan memberikan terapi melalui
cairan infus yang diberikan secara langsung ke dalam darah bukan
merupakan asupan dari saluran cerna. Meliputi pemberian nutrisi
parenteral total (NPT), terapi cairan, elektrolit intravena serta pergantian
darah. Nutrisi parenteral total (NPT) dalah nutrisi dalam bentuk cairan
hipertonik yang adekuat, terdiri dari glukosa dan nutrien lain serta
elektrolit yang diberikan melalui infus (Perry & Potter, 2005)
2.1.2 Tujuan Pemberian Terapi Intravena (Infus)
Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat
dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaiki keseimbangan
asam-basa, memperbaiki volume komponen-komponen darah,
memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh,
memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat
sistem pencernaan mengalami gangguan (Perry & Potter, 2005)
2.1.3 Vena Tempat Pemasangan Infus
Tempat pemasangan infus pada umumnya berada di tangan dan
lengan dengan vena-vena tempat pemasangan infus: vena metakarpal, vena
sefalika, vena basilika, vena sefalika mediana, vena antebrakial mediana.

4
Namun, vena superfisial di kaki dapat digunakan jika klien dalam kondisi
tidak dapat berjalan dan kebijakan mengijinkan hal tersebut. Penggunaan
infus di kaki umumnya dilakukan pada pasien pediatrik dan biasanya
dihindari pada pasien dewasa (Perry & Potter, 2005)
2.1.4 Jenis Cairan Infus
1. Cairan hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentraasi ion
Na+ lebih rendah disbanding serum) sehingga larut dalam serum dan
menurunkan osmalaritasnya serum. Maka cairan ditarik dari dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sampai akhirnya mengisi
sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi.
2. Cairan isotonic
Osmolalitasnya cairan mendekati serum sehingga terus berada
didalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami
hipovolemi.
3. Cairan hipertonik
Osmolalitasnya lebih tinggi disbanding serum sehingga menarik
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
Mampu mensstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan
mengurangi edema
2.1.5 Pembagian Cairan Infus Berdasarkan Kelompoknya
1. Kristaloid : bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah
volume cairan ke dalam pembuluh darah dalam waktu ayng singkat dan
berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera, misalnya RL dan
garam fisiologis.
2. Koloid : ukuran molekulnya cukup besar sehingga tidak akan keluar
dari membrane kapiler dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka
siftnya hipertonik dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contohnya albumin dan steroid

5
2.1.6 Ukuran Jarum Infus

1. Ukuran 16
Penggunaan : dewasa, bedah mayor, trauma, apabila sejumlah besar
cairan perlu diinfuskan Pertimbangan perawat : sakit saat insersi, butuh
vena besar.
2. Ukuran 18
Penggunaan : anak dan dewasa, untuk darah, komponen darah dan infus
kental lainnya Pertimbangan perawat : sakit saat insersi butuh vena
besar.
3. Ukuran 20
Penggunaan : anak dan dewasa, sesuai untuk kebanyakan cairan infus,
darah, komponen darah dan infus kental lainnya.
4. Ukuran 22
Penggunaan : bayi, anak dan dewasa (terutama usia lanjut), cocok untuk
sebagian besar cairan infus. Pertimbangan perawat : lebih mudah
menginsersi ke vena yang kecil, tipis dan rapuh, sulit insersi melalui
kulit yang keras.
5. Ukuran 24, 26
Penggunaan : neonates, bayi, ank, dewasa (terutama usia lanjut), sesuai
untuk sebagian cairan infus tetapi kecepatan tetesannya lebih lambat.
Pertimbangan perawat : untuk vena yang sangat kecil, sulit insersi
melalui kulit keras

6
2.1.7 Prosedur Pemasangan Infus
1. Alat dan Bahan :
 Standar infus
 Set infus
 Cairan sesuai kebutuhan
 Jarum infus untuk ukuran sesuai
 Pengalas
 Tournikuet
 Kapas alcohol
 Plester
 Gunting
 Kasa steril
 Betadine
 Sarung tangan
2. Prosedur :
 Menjelaskan Tindakan yang akan dilakukan
 Menjaga privesi klien
 Mencuci tangan
 Masukan infus set kedalam botol cairan
 Isi selang cairan
 Memasang tourniquet
 Memasang sarung tangan
 Membersihkan/memberikan antiseptic tempat penusuan
 Melakukan penusukan
 Memeriksa posisi masuknya jarum
 Menghubungkan adaptor jarum dengan selang infus
 Membuk/melepas klem roler
 Melakukan fiksasi
 Mengatur kecepatan tetesan

7
 Membereskan alat
 Melepas sarung tangan dan mencuci tangan
 Mencatata Tindakan yang telah dilakukan
 Melakukan Tindakan dengan penuh hati-hati
 Memperhatikan prinsip pencegahan infeksi
2.1.8 Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Infus
Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian
cairan infus yang dikemukakan oleh Hidayat (2008) adalah:
1) Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah)
2) Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah)
3) Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur
(paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah).
4) “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada
dehidrasi)
5) Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
6) Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
7) Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan
tubuh dan komponen darah)
Indikasi pada pemberian terapi intravena: pada seseorang dengan
penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam
jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran
darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan
memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian
antibiotik intravena hanya diindikasikan pada pasien infeksi serius, rumah
sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi
2.1.9 Komplikasi yang Dapat Terjadi pada Pemasangan Infus
1. Hematoma : darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya
pembuluh darah arteri vena atau kapiler terjadi akibat penekanan yang
kurang tepat saat memasukkan h=jarum

8
2. Infiltrasi : masuknya cairan infus kedala jaringan sekitar akibat ujung
jarum infus melewati pembuluh darah.
3. Tromboflebitis : bengkak pada pembuluh darah vena, terjadi akibat
infus yang dipasang tidak dipantau secara ketet dan benar.
4. Emboli udara : masuknya udara kedalam sirkulasi darah terjadi akibat
masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.

2.2 Kehamilan
2.2.1 Pengertian
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional (FOGI, 2014),
kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa
dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi dan implantasi. Bila dihitung dari
saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung
dalam waktu 40 minggu. Kehamilan terbagi dalam tiga trimester, dimana
trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, timester kedua 15 minggu
yaitu minggu ke-13 hingga ke-27 dan trimester ketiga 13 minggu (minggu
ke-28 hingga ke-40) (Prawihardjo, 2014)
2.2.2 Tanda-Tanda Kehamilan
a. Tanda Persumtif / Dugaan
Tanda persumtif adalah perubahan fisiologik pada ibu atau
seorang perempuan yang mengindikasikan bahwa ia telah hamil.
Tanda-tanda tidak pasti atau terduga hamil adalah perubahan anatomik
dan fisiologik selain dari tanda-tanda persumtif yang dapat dideteksi
atau dikenali oleh pemeriksa. Yang termasuk tanda persumtif :
1) Amenorhea (Tidak dapat haid)
Pada wanita sehat dengan haid yang tidak teratur,
amenorrhea menandakan kemungkinan hamil. Gejala ini sangat
penting karena umumnya wanita yang hamil tidak dapat haid lagi.
Kadang-kadangamenorhea disebabkan oleh hal-hal lain diantaranya
penyakit berat seperti TBC, Typhus, Anemia atau karena pengaruh

9
psikismisalnya karena perubahan lingkungan (dari desa ke asrama)
juga dalam masa perang sering timbul amenorhea pada wanita
2) Morning Sickness (Mual dan Muntah)
Mual dan muntah pada umumnya terjadi di bulan-bulan
pertama kehamilan sampai akhir bulan pertama disertai kadang-
kadang olehmuntah. Sering terjadi pada pagi hari, tetapi tidak selalu.
Dalam batas tertentu keadaan ini masih fisiologis, namun bila sudah
terlampau sering dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang
disebut dengan hiperemesis gravidarum
3) Sering Buang Ait Kecil
Terjadi karena kandung kemih pada bulan-bulan pertama
kehamilan tertekan oleh uterus yang mulai membesar. Pada triwulan
kedua pada umumnya keluhan ini hilang oleh karena uterus yang
membesar keluar dari rongga panggul. Pada akhir triwulan gejala
bisa timbul kembali karena janin mulai masuk ke rongga panggul
dan menekan kembali kandung kencing
4) Payudara Membesar dan Tegang
Keadaan ini disebabkan oleh pengaruh esterogen dan
progesterone yang merangsang duktus dan alveoli pada mammae,
sehingga glandula montglomery tampak lebih jelas
5) Pigmentasi Kulit
Terjadi pada kehamilan 12 minggu keatas. Pada pipi, hidung,
dan dahi, kadang-kadang tampak deposit pigmen yang berlebihan
yang dikenal dengan cloasma gravidarum (topeng kehamilan).
Areola mammae juga berubah menjadi hitam karena didapatkan
deposit pigmen yang berlebihan. Daerah leher menjadi lebih hitam
dan linea alba. Hal ini terjadi karena pengaruh hormone kortiko
steroid plasenta yang merangsang melanofor dan kulit
b. Tanda Kemungkinan Hamil

10
Adalah perubahan-perubahan yang di observasi oleh pemeriksa
(bersifat objektif), namun berupa dugaan kehamilan saja. Yang
termasuk tanda-tanda kemungkinan hamil yaitu :
1) Uterus membesar terjadi perubahan bentuk, besar dan konsistensi
rahim. Pada pemeriksaan dalam dapat pula diraba bahwa uterus
membesar dan makin lama semakin bundar bentuknya
2) Tanda Hegar adalah perubahan pada istmus uteri yang menyebabkan
isthmus uteri menjadi lebih panjang dan lunak (usia 6 minggu)
3) Tanda Chadwick adalah warna merah tua atau kebiruan pada vagina
akibat peningkatan vaskularisasi (usia 8 minggu)
4) Tanda Piscasek adalah pertumbuhan rahim tidak sama kesemua
arah, tetapi terjadi pertumbuhan yang cepat didaerah implantasi
plasenta sehingga bentuk rahim tidak simetris (usia 4-6 minggu)
5) Tanda Braxton Hicks adalah kontraksi uterus yang datangnya
sewaktu-waktu, tidak beraturan dan tidak mempunyai irama tertentu
(akhir trimester)
6) Tes kehamilan positif usia 7 sampai 10 hari setelah konsepsi
c. Tanda Pasti Kehamilan
Adalah tanda-tanda objektif yang didapatkan oleh pemeriksaan
yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa pada kehamilan.
Yang termasuk tanda pasti kehamilan yaitu :
1) Terasa gerakan janin gerakan pada primigravida dapat dirasakan
oleh ibunya pada kehamilan 18 minggu, sedangkan pada
multigravida pada kehamilan 16 minggu, karena telah
berpengalaman dari kehamilan yang lalu. Pada bulan ke-IV dan V
janin itu kecil diandingkan dengan banyaknya air ketuban, maka
kalau rahim diorong atau digoyangkan, maka anak melenting
didalam rahim. Ballotement ini dapat ditentukan dengan
pemeriksaan luar maupun dengan jari yang melakukan pemeriksaan
dalam

11
2) Teraba bagian-bagian janin bagian-bagian janin secara obyektif
dapat diketehui oleh pemeriksaan dengan cara palpasi menurut
Leopold pada akhir trimester kedua
3) Denyut jantung janin secara obyektif dapat diketahui oleh pemeriksa
dengan menggunakan system doopler pada kehamilan12 minggu
danm stetoskop leanec pada kehamilan 18-20 minggu
4) Terlihat kerangka janin pada pemeriksaan sinar rontgen. Dengan
menggnakan USG dapat terlihat gambaran janin berupa ukuran
kantong janin, panjangnya janin, dan diameter biparietalis hingga
dapat diperkirakan tuanya kehamilan
2.2.3 Perubahan Fisiologis Pada Kehamilan
a. Berat Badan
1) Peningkatan berat badan sekitar 25% dari sebelum hamil (rata-rata
12,5 kg)
2) Peningkatan berat badan pada trimester II dan III 0,5 kg / minggu
3) Pengaruh dari pertumbuhan janin, pemeriksaan organ maternal,
penyimpanan lemak dan protein, serta peningkatan volume darah
dan cairan intertisial pada maternal
b. Sistem Reproduksi
1) Uterus mengalami kenaikan yaitu 20 x 50 gram, volume 10 ml serta
mengalami pembesaran uterus karena pengaruh esterogen adalah
hyperplasia hipertrofi jaringan otot uterus
2) Serviks, pada serviks terdapat tanda-tanda Chadwick, goondel dan
mucus plug, serviks uteri mengalami hipervaskularisasi dan
pelunakan dan lendir serviks meningkat seperti gejala keputihan
3) Ovarium, fungsi ovarium diambil alih oleh plasenta terutama fungsi
produksi progetsterone dan esterogen pada usia kehamilan 16
minggu . Tidak terjadi kematangan ovum selama kehamilan
4) Payudara, payudara menjadi lebih besar, kenyal, terasa tegang,arela
mengalami hiperpigmentasi, glandula montgomeri makin tampak,

12
papilla mammae makin membesar atau menonol serta pengeluaran
ASI belum berlangsung karena prolaktin belum berfungsi
5) Vulva mengalami hipervaskularisasi karena pengaruh esterogendan
progesterone atau berwarna kebiruan
c. Sistem Muskuloskeletal
1) Pembesaran payudara dan rotasi anterior panggul memungkinkan
untuk terjadinya lordosis
2) Ibu sering mengalami nyeri dibagian punggung dan pinggang karena
mempertahankan posisis stabil
3) Adaptasi muskolesketal yang disebabkan oleh pengbaruh hormonal
yaitu relaksasi persendian karena pengaruh hormone relaksin,
mlibilitas dan pliabilitas atau pelunakan meningkat pada sendi
sakroiliaka, sakrokoksigeal dan pelvis untuk persiapan persalinan
4) Relaksasi dan hipermobilitas sendi pada masa hamil kembali stabil
dan ukuran sama dengan sebelum hamil, kecuali pada kaki
d. Sistem Integumen
Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan pada system organ
ibu dikarenakan pengaruh hormon. Begitupun dengan system
integument. Perubahan pada system integument selama hamil
disebabkan oleh perubahan keseimbangan hormone dan peregangan
ekanis yangditandai dengan beberapa kondisi sebagai berikut
1) Peningkatan aktivitas melanophore stimulating hormone
mengakibatkan hiperpigmentasi wajah (cloasma gravidarum),
payudara, linea alba, dan striae gravidarum. Jaringan elastic kulit
mudah pecah,menyebabkan striae gravidarum, atau tanda regangan.
Respon alergi kulit meningkat. Kelenjar sebaseus, keringat, folikel
rambut lebih aktif. Pigmentasi timbul akibat peningkatan hormone
hipofisiss anteriopr menotropin selama masa hamil, contoh
pimentasi padawajah yaitu cloasma. Striae gravidarum atau tanda
regangan terlihat dibawah abdomen disebabkan kerja
adenokortikisteroid

13
2) Perubahan umum lainnya yang timbul adalah peningkatan ketebalan
kulit dan lemak subdermal, hiperpigmentasi,pertumbuhan rambut,
kuku, percepatan aktivitas kelenjar keringat dan sebasea, serta
peningkatan sirkulasi dan aktivitas vasomotor
e. Sistem Respirasi
Kebutuhan oksigen meningkat 15%-20% diafragma terdorong
keatas, hiperventilasi, pernapasan dangkal (20-24 x/menit)
mengakibatkan penurunan kompliansi dada, dan kapasitas paru serta
terjadi peningkatan volume tidal. Oleh karean itu, system respirasi
selama kehamilan dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan
inspirasi dan ekspirasi dalam pernapasan, yang secara langsung juga
mempengaruhi suplai oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) pada
janin. Jika inspirasi meningkat maka jumlah kebutuhan oksigen akan
meningkat (oksigen di arteri meningkat), sehingga suplai oksigen yang
sampai ke fetus meningkat. Tapi jika ekspirasi meningkat maka output
karbondioksida meningkat, sehingga karbondioksida dalam darah
maternal menurun yang selanjutnya akan memudahkan transfer
karbondioksida dari fetus kepada maternal
f. Sistem Gastrointestinal
Selama masa hamil nafsu makan meningkat, sekresi usus berkurang,
fungsi hati berubah, dan aborsi nutrient meningkat. Aktivitas
peristaltik(motilitas) menurun, akibatnya bising usus menghilang,
sehingga menyebabkan konstipasi, mual serta muntah. Aliran darah ke
panggul dan tekanan darah meningkat sehingga menyebabkan hemoroid
terbentuk pada akhir kehamilan
g. Sistem Kardiovaskuler
Hipertrofi atau dilatasi ringan jantung mungkin disebabkan oleh
peningkatan volume darah dan curah jantung. Oleh karena diafragma
terdorong keatas, jantung terangkat ke atas lalu berotasi kedepan dan
kekiri. Peningkatan ini juga menimbulkan perubahan hasil auskultasi

14
yang umum terjadi selama masa hamil. Perubahan pada auskultasi
mengiringi perubahan ukuran dan posisi jantung
h. Sistem Perkemihan
Uretra membesar, tonus otot-otot saluran kemih menurun akibat
pengaruh esterogen dan progesterone. Kencing lebih sering laju fitrasi
meningkat sampai 60%-150%. Dinding saluran kemih dapat tertekan
oleh pembesarn uterus menyebabkan ibu sering berkemih
2.2.4 Perubahan Psikologis Pada Kehamilan
Sikap atau penerimaan ibu terhadap keadaan hamilnya sangat
mempengaruhi kesehatan atau keadaan umum ibu serta keadaan janin dalam
kehamilannya. Umumnya kehamilan yang didinginkan akan disambut
dengan sangat gembira, diiringi dengan pola makan yang teratur, perawatan
tubuh dan upaya memeriksakan diri secara terartur dengan baik. Kadang
timbul gejala yang lazim disebut ngidam, yaitu keinginan terhadap hal-hal
tertentu yang tidak seperi biasanya. Akan tetapi kehamilan yang tidak
diingikan, kemungkinan akan disambut dengan sikap tidak mendukung,
nafsu makan menurun, tidak mau memeriksakan kehamilannya secara
teratur, bahkan kadang-kadang juga ibu sampai melakukan usaha-usaha
untuk menggugurkan kandungannya

2.3 Preeklamsia
2.3.1 Pengertian
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita
hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema, dan proteinuria
yang muncul pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama
setelah persalinan.
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap
adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi.
Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik

15
yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya
pada usia kehamilan diatas 20 minggu.
a. Penegakan diagnosis hipertensi adalah tekanan darah sekurang-
kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali
pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-
kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik.
b. Penentuan proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urine melebihi
300 mg dalam 24 jam atau tes urine dipstick > positif 1. Pemeriksaan
urine dipstick bukan merupakan pemeriksaan yang akurat dalam
memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi protein pada sampel
urine sewaktu tergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah urine.
Pemeriksaan tes urine dipstick memiliki angka positif palsu yang tinggi
sekitar 67-83%. Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh vagina,
cairan pembersih, dan urine yang bersifat basa. Proteinuria ditegakkan
jika didapatkan secara kuantitatif produksi protein urine lebih dari 300
mg per 24 jam, namun jika hal ini tidak dapat dilakukan, pemeriksaan
dapat digantikan dengan pemeriksaan semikuantitatif menggunakan
dipstick urine > 1+
2.3.2 Penegakkan Diagnosis Preeklamsia
1. Preeklamsia
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan ada minimal satu dari gejala
berikut :
 Proteinuria : dipstick > +1 atau >300 mg / 24 jam
 Serum kreatinin > 1,1 mg/dl
 Edema Paru
 Peningkatan fungsi hati > 2x
 Trombosit > 100.000
 Nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan penglihatan
2. Preeklamsia Berat
Jika ada salah satu gejala berikut :

16
 Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
 Proteinuria : dipstick > +1 atau >300 mg / 24 jam
 Serum kreatinin > 1,1 mg/dl
 Edema Paru
 Peningkatan fungsi hati > 2x
 Trombosit > 100.000
 Nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan penglihatan

17
2.3.3 Faktor Resiko Preeklamsia
Ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan
penyakit, yaitu :

18
a Primigravida, kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan
pertama. Berdasakan teori immunologik, preeklampsia pada
primigravida terjadi dikarenakan pada kehamilan pertama terjadi
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen tidak sempurna.
Selain itu pada kehamilan pertama terjadi pembentukan Human
Leucoyte Antigen (HLA-G) yang berperan penting dalam modulasi
respon imun sehingga ibu menolak hasil konsepsi atau terjadi
intoleransi ibu terhadap plasenta sehingga menyebabkan preeklampsia
b Grand Multigravida
Pada ibu yang grand multigravida beresiko mengalami preeklampsia
dikarenakan terjadi perubahan pada alat-alat kandungan yang
berkurang elastisnya termasuk pembuluh darah sehingga lebih
memudahkan terjadinya vasokontriksi, terjadi peningkatan cairan,
timbul hipertensi yang disertai oedema dan proteinuria
c Distensi rahim berlebihan hidramnion, hamil ganda, dan mola
hidatidosa. Preeklampsia terjadi pada 14% sampai 20% kehamilan
dengan janin lebih dari satu. Kehamilan ganda dan hidramnion sangan
berkaitan dengan kejadian preeklampsia. Ibu dengan hamil ganda dapat
menyebabkan terjadinya hidramnion akibat dua janin yang ada dalam
rahim ibu sehingga tekanan dalam rahim ibu berlebihan. Akibatnya
cairan yang berlebihandalam rahim akan akan memudahkan terjadinya
vasokontriksi dan peningkatan pada tekanan darah ibu
d Obesitas atau kegemukan dan penyakit yang meyertai kehamilan
seperti diabetes mellitus. Kegemukan disamping menyebabkan
kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja jantung lebih
berat. Semakin gemuk seseorang maka semakin banyak pula jumlah
darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi
pemompaan jantung sehingga dapat meyebabkan terjadinya
preeklampsia. Preeklampsia lebih cenderung juga terjadi pada wanita
yang menederita diabetes melitus karena pada saat hamil plasenta
berperan untuk memenuhi semua kebutuhan janin. Pertumbuhan janin

19
dibantu oleh hormon- hormon dari plasenta, namun hormone-hormon
plasenta ini juga mencegah kerja insulin dalam tubuh ibu hamil. Hal ini
disebut resistensi insulin atau kebal insulin. Resistensi insulin
membuat tubuh ibu hamil lebih sulit untuk mengatur kadar gula darah
sehingga glukosa tidak dapat diubah menjadi energi dan menumpuk
didalam darah sehingga keadaan ini menyebabkan kadar gula dalam
darah menjadi tinggi
e Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden
dapat mencapai 25%. Ibu hamil dengan hipertensi kronis lebih
memudahkan terjadinya preeklampsia berat dikarenakan pembuluh
darah ibu sebelum mencapai 20 minggu sudah mengalami
vasokontriksi. Hal ini akan menyebabkan tekanan darah ibu tinggi dan
kandungan dalam protein dalam urin selama kehamilan semakin
meningkat. Gagal ginjal juga menyebabkan terjadinya preeklampsia
akiba terjadi penurunan aliran darah ke ginjal sehingga menyebabkan
filtrasi glomelurus berkurang akibatnya terjadi proteinuria
f Umur diatas 35 tahun
Wanita pada usia lebih dari 35 tahun lebih mudah mengalami berbagai
masalah kesehatan salah satunya hipertensi dan preeklampsia. Hal ini
terjadi karena terjadinya perubahan pada jaringan alat-alat kandungan
dan jalan lahir tidak lentur lagi begitu pula dengan pembuluh darah,
juga diakibatkan tekanan darah yang meningkat seiring dengan
pertambahan usia sehingga memudahkan terjadinya vasokontriksi pada
pembuluh darah ibu, proteinuria dan oedema. Usia 35 tahun
sebenarnya belum dianggap rawan, hanya pada usia ini kemampuan
reproduksi lebih menurun sehingga usia diatas 35 tahun dianggap fase
untuk menghentikan kehamilan

2.3.4 Klasifikasi Preeklamsia


a. Preeklamsia

20
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada usia kehamilan diatas 20 minggu
dengan adanya protein urine. Jika protein urine tidak didapatkan, salah
satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis preeklamsia, yaitu :
1) Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter
2) Gangguan ginjal : kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi
dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
3) Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
4) Edema paru
5) Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6) Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan
sirkulasi uteroplasenta : oligohidramnion, IUGR
b. Preeklamsia Berat
Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan
preeklamsia atau preeklamsia berat adalah salah satu dibawah ini :
1) Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
2) Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter
3) Gangguan ginjal : kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi
dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4) Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
5) Edema Paru
6) Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

21
7) Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan
sirkulasi uteroplasenta : oligohidramnion, IUGR
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara
kuantitas protein urine terhadap luaran preeklamsia, sehingga kondisi
protein urine masif (lebih dari 5 gr) telah dieliminasi dari kriteria
preeklamsia berat. Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan
preeklamsia ringan, dikarenakan setiap preeklamsia merupakan kondisi
yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.
2.3.5 Patofisiologi Preeklamsia
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamila normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah
dari cabang-cabang arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua pembuluh
darah tersebut menembus meometrium berupa arteri akuarta memberi
cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi
arteri basalis member cabang arteri spiralis
Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri
spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga
terjadi dilatasi pada arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi
dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan
peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,
sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Pada
hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas secara
sempurna pada lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras
sehingga lumen arteri spiralis tidakmemungkinkan mengalami distensi
dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami

22
vasokontriksi sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, sehingga
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta
b. Teori iskemia plasenta
Radikal bebas dan disfungsi endotel sebagaimana dijelaskan pada
teori invasi trophoblast pada preeklampsia terjadi kegagalan pada aliran
pembuluh darah, akibatnya palsenta mengalami iskemia. Plasenta yang
mengalami iskemia plasenta dan hipoksia akan menghasilkan oksidan
(disebut juga radikalbebas). Oksidan dan radikal bebas adalah senyawa
penerima electron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang
tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta
iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak
membran sel yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel,
juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan
atau radikal bebas dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi
dengan produksi antioksidan. Akibat sel endotel terpapar terhadap
peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel ednotel, yang
kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran
sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan
rusaknya seluruh struktur sel endotel atau disebut dengan disfungsi
endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan
disfungsi endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan
terjadi
1) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi
sel endotel adalah memproduksi prostaglandin yaitu
menurunnya produksi prostaglandin (PGE2): suatu vasodilator
kuat
2) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah sel endotel yang
mengalamikerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk
menutup tempat-tempat di lapisan sel endotel yang mengalami

23
kerusakan. Agregasi trombosit meproduksi tromboksan
(TXA2): suatu vasokontriktor kuat. Dalam keadaan normal
perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar
prostasiklin sehingga lebih tinggi vasodilator). Pada
preeklamsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar
prostasiklin sehingga terjadi vasokontriksi, akibatnya tekanan
darah mengalami kenaikan
3) Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Teori Imunilogik antara Ibu dan Janin
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya
hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human
leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam
modulasi respon imun, sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi
(pkasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas
janin dari lisis oleh sel Natura Killer (NK) ibu.
Selain itu adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke
dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk
terjadinya invasi trofoblas kedalam jaringan desidua ibu, disamping
untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G
di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas kedalam
desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi
lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri
spiralis. HLA-G akan merangsang produksi sitikon, sehingga
memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi
immune-maladapatation pada preeklampsia
d. Teori Adaptasi Kardiovaskuler
Pada hamil normal pembulu darah refrakter terhadap bahan-bahan
vaseproser. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan bahan vasepresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang
lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokontrinksi. Pada kehamilan

24
normal terjadi refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor
adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel
endotel pembuluh darah
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokontriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh
darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah
menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Ada faktorketurunan
dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan
terjadinya preeklampsia dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu
yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan
mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami preeklampsia
e. Teori Defisiensi Gizi
Beberapa peneliti menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet
perempuan hamil mengakibatkan resiko terjadinya
preeklampsia/eklamsia. Penelitian di Negara Equador Andes dengan
metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian
kalsium dan placebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibuhamil
yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami
preeklampsia adalah 14% sedangkan yang diberi glukosa 17%.
f. Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris
trofoblas sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas akibat
reaksi stres oksidatif
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris
trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamsi juga masih

25
dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada
preeklampsia, di mana pada preeklampsia terjadi peningkatan stress
oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas
juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta misalnya pada
plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif kan
meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas makin meningkat.
Keadan ini menimbulkan beban reaski inflamasi dalam darah ibu
menjadi jauh lebih besar, disbanding reaksi inflamasi pada kehamilan
normal. Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-
sel granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik
inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu
2.3.6 Prediksi dan Pencegahan Preeklamsia
Terminologi umum ‘pencegahan’ dibagi menjadi tiga yaitu : primer,
sekunder, tersier. Pencegahan primer artinya menghindari terjadinya
penyakit. Pencegahan sekunder dalam konteks preeklamsia berarti memutus
proses terjadinya penyakit yang sedang berlangsung sebelum timbul gejala
atau kedaruratan klinis karena penyakit tersebut. Pencegahan tersier berarti
pencegahan dari komplikasi yang disebabkan oleh proses penyakit.
a. Pencegahan Primer
Perjalanan penyakit preeklamsia pada awalnya tidak memberi gejala
dan tanda, namun pada suatu ketika dapat memburuk dengan cepat.
Pencegahan primer merupakan yang terbaik namun hanya dapat
dilakukan bila penyebabnya telah diketahui dengan jelas sehingga
memungkinkan untuk menghindari penyebab, namun hingga saat ini
penyebab pasti terjadinya preeklamsia masih belum diketahui. Dari
beberapa studi, dikumpulkan ada 16 faktor yang terbukti meningkatkan
risiko preeklamsia
1) Umur > 40 tahun
2) Nulipara
3) Multipara dengan riwayat preeklamsia sebelumnya
4) Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru

26
5) Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
6) Riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan
7) Kehamilan multiple
8) IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
9) Hipertensi kronik
10) Penyakit Ginjal
11) Sindrom antifospolipid (APS)
12) Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit, atau embrio
13) Obesitas sebelum hamil
14) Indeks masa tubuh > 35
15) Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
16) Proteinuria (dipstick > +1 pada dua kali pemeriksaan berjarak 6
jam atau secara kuantitatif 300 mg / 24 jam)
b. Pencegahan Sekunder
1) Istirahat
Berdasarkan telaah dua studi kecil yang didapatkan dari
cocharane, istirahat di rumah 4 jam/hari bermakna manurunkan
risiko preeklamsia dibandingkan tanpa pembatasan aktivitas.
Istirahat di rumah 15 menit 2x/hari ditambah suplementasi nutrisi
juga menurunkan risiko preeklamsia
2) Restriksi Garam
Pembatasan garam untuk mencegah preeklamsia dan
komplikasinya tidak direkomendasikan
3) Aspirin Dosis Rendah
Penggunaan aspirin dosis rendah untuk pencegahan primer
berhubungan dengan penurunan risiko preeklamsia, persalinan
preterm, kematian janin atau neonatus dan bayi kecil masa
kehamilan, sedangkan untuk pencegahan sekunder berhubungan
dengan penurunan risiko preeklamsia, persalinan preterm < 37
minggu dan berat badan lahir < 2500 gr
4) Suplementasi Kalsium

27
Suplementasi kalsium berhubungan dengan penurunan
kejadian hipertensi dan preeklamsi, terutama pada populasi dengan
risiko tinggi untuk mengalami preeklamsia dan yang memiliki diet
asupan rendah kalsium. Suplementasi kalsium minimal 1 gram/hari
direkomendasikan terutama pada wanita dengan asupan kalsium
yang rendah.
5) Suplementasi Antioksidan
Pemberian vitamin C dan E dosis tinggi tidak menurunkan
risiko hipertensi dalam kehamilan, preeklamsia, dan eklamsia serta
berat lahir bayi rendah, bayi kecil masa kehamilan, atau kematian
perinatal sehingga pemberian vitamin C dan E tidak
direkomendasikan untuk diberikan dalam pencegahan preeklamsia
2.3.7 Penatalaksanaan Preeklamsia
1. Manajemen Ekspektatif atau Aktif
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk
memperbaiki luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal
serta memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan ibu.
Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan kejadian morbiditas
maternal seperti gagal ginjal, sindrom HELPP, angka seksio sesar, atau
solusio plasenta. Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan,
serta mengurangi morbiditas perinatal seperti penyakit membrane
hialin, necrotizing enterocolitis, kebutuhan perawatan intensif dan
ventilator serta lama perawatan. Manajemen ekspektatif
direkomendasikan pada kasus preeklamsia tanpa gejala berat dengan
usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan evaluasi maternal dan
janin yang lebih ketat. Evaluasi ketat yang dilakukan adalah :
 Evaluasi gejala maternal dan geraka janin setiap hari oleh pasien
 Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
 Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
 Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2
kali dalam seminggu)

28
 Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan doppler velocimetry terhadap arteri umbilical
direkomendasikan

29
30
2. Pemberian Magnesium Sulfat untuk Mencegah Kejang
Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada preeklamsia adalah
untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklamsia, serta
mengurangi morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal. Salah
satu mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui
relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus,
sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna
sebagai antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan
dalam menghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang
apabila teraktivasi akibat asfiksia, dapat menyebabkan masuknya
kalsium ke dalam neuron, yang mengakibatkan kerusakan sel dan dapat
terjadi kejang. Penggunaan magnesium sulfat berhubungan dengan efek
samping minor yang lebih tinggi seperti rasa hangat, flushing, muntah,
kelemahan otot, ngantuk, iritasi pada lokasi injeksi.
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists
merekomendasikan dosis loading magnesium sulfat 4gr selama 5-10
menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 gr/jam selama 24 jam
post partum atau setelah kejang terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu
untuk dapat melanjutkan pemberian magnesium sulfat. Pemantauan
produksi urine, refleks patella, frekuensi nafas dan saturasi oksigen
penting dilakukan saat memberikan magnesium sulfat. Pemberian ulang
2 gr bolus dapat dilakukan apabila terjadi kejang berulang.
3. Antihipertensi
Indikasi utama pemberian obat antihipertensi pada kehamilan adalah
untuk keselamatan ibu dalam mencegah penyakit serebrovaskular.
Pemberian antihipertensi berhubungan dengan pertumbuhan janin
terhambat sesuai dengan penurunan tekanan arteri rata-rata.
Antihipertensi direkomendasikan pada preeklamsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110
mmHg. Pamberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipine oral
short acting, hydralazine, dan labetalol parenteral.

31
BAB III
TINJAUAN KASUS

1. Langkah I : Identifikasi Data Dasar


No. Medrek : 52165
Tanggal/jam pengkajian : 3 Mei 2023 / 08.00 WIB
Tempat pengkaji : UPTD Puskesmas Cibuntu
Nama Pengkaji : Novita Nurlaelasari

A. Data Subjektif
IDENTITAS
Istri Suami
Nama : Ny. S Nama : Tn. A
Umur : 29 th Umur : 31 th
Suku : Sunda Suku : Sunda
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak Bekerja/IRT Pekerjaan : Buruh
Alamat : Caringin RT 02/ RW 01
No. Telepon :-
1. Keluhan Utama
Ibu datang ke puskesmas untuk memeriksakan kehamilan nya
dengan keluhan mata kunang-kunang, bengkak pada tangan dan
kaki sejak 5hr yang lalu.
2. Riwayat Kehamilan Sekarang
G2P1A0, HPHT : 30 Agustus 2022
imunisasi TT3 pada tanggal 20 Oktober 2022 di Puskesmas.
Ibu rutin memeriksakan kehamilan nya di UPTD Puskesmas
Cibuntu sebanyak 4 kali dengan penyulit hipertensi dan sudah
mendapat terapi dari dokter.

32
Ibu mulai merasakan gerakan janin pertama kali pada usia
kehamilan 4,5 bulan
3. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu
Persalinan Bayi
Thn Kehamilan Nifas

Jenis Penolong Penyulit JK BBL H/M

2017 Aterm Normal Bidan - ♀ 3100 H Normal

4. Riwayat Penyakit
Ibu memiliki riwayat penyakit hipertensi semenjak hamil pertama
namun tidak berobat teratur ke dokter
5. Riwayat KB
Ibu menggunakan KB Suntik 3 bulan dari tahun 2017 sampai tahun
2022
6. Riwayat Psikologi
Ibu merencanakan kehamilan ini dan merasa senang dengan
kehamilannya
7. Pola Nutrisi
Ibu makan 3x sehari dengan porsi 1 piring dengan menu nasi, lauk
pauk, sayur, buah, dan selingan 2x, minum air putih 6-8 gelas per
hari
8. Pola Eliminasi
BAB : 1x sehari, konsistensi lembek
BAK : 4-5x per hari, jernih, tidak berbau
9. Pola Istirahat
Ibu tidur 8 jam setiap malam, dan kadang-kadang tidur siang
10. Pola Seksual
Ibu melakukan hubungan seksual 1 sampai 2 minggu sekali dan
tidak ada keluhan

33
11. Aktivitas Sehari-hari
Ibu melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci,
membersihkan rumah, mengurus anak semua dikerjakan sendiri
B. Data Objektif
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : ComposMentis
Berat Badan : 80,5 kg
Tinggi Badan : 154 cm
LILA : 33 cm

1. Tanda – Tanda Vital


Tekanan Darah : 190/100 mmHg
Nadi : 92x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,5°C
2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : Oedem di tangan dan kaki
Kepala: Rambut bersih, tidak rontok
Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih, penglihatan
Berkunang - kunang
Telinga : Sejajar dengan mata, pendengaran baik
Hidung: Bersih, penciuman baik
Mulut : Bersih, lembab, tidak ada stomatitis
Leher : Tidak ada pembengkakan KGB, kelenjar tiroid dan vena
Jugularis
Thorax : Bentuk dada dan mamae simetris, putting menonjol, tidak
ada benjolan, Paru-paru normal, tidak terdengar ronchi
Jantung normal, terdengar reguler
Abdomen :
 Inspeksi : tampak linea nigra, striae gravidarum
 Palpasi : TFU : 26cm

34
Leopold I : Teraba Kepala
Leopold II : Puki
Leopold III : Teraba Bokong
Leopold IV : Blm masuk PAP
 Auskultasi : DJJ Reguler 157x/menit
Ekstremitas : Oedem pada kaki dan tangan
3. Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan Hb : 13,2 gr%
Protein Urine : +3
2. Langkah II : Identifikasi Diagnosa / Masalah Aktual
Diagnosa : G2P1A0 Gravida 33-34 minggu janin tunggal hidup intrauterine
dengan letak kepala dan keadaan ibu dengan preeklampsia berat
3. Langkah III : Identifikasi Diagnosa / Masalah Potensial
Masalah Potensial : Terjadinya eklamsi dan IUFD
Analisa : Pencegahan dan pengobatan preeklamsia berat yang tidak
tertangani secara baik maka akan mengarah ke eklampsia dan kematian
janin dalam rahim
4. Langkah IV : Tindakan Segera dan Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter puskesmas untuk pemberian terapi obat-obatan
yang perlu diberikan kepada ibu
Melakukan pemasangan infus (Pemberian MgSO4)
Dosis Awal
- Pemberin 4 gram MgSO4 40% (10cc) + Cairan RL 100cc. Diberikan
secara IV dalam 30 menit
Dosis Pemeliharaan
- 8 gram MgSO4 40% (20 cc) dalam 480 cc RL dan habis selama 6 jam
(tetesan infu 20 tpm)
Untuk antidotum
Pemberian kalsium glukonas 10%, diberikan 1 ampul (10 ml) + 10 ml
aquabides secara IV perlahan (bila terjadi apnoe atau gagal nafas)

35
Melakukan pemberian obat oral nifedipine
Pemasangan urin kateter sebelum pemberian cairan elektrolit.
5. Langkah V : Rencana Tindakan / Intervensi
Perencanaan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut
6. Langkah VI : Implementasi Asuhan
Pelaksanaan rujukan di pelayanan dasar dengan BAKSOKUDA (Bidan,
Alat, Keluarga, Surat Rujukan, Obat, Kendaraan, Uang, Donor Darah)
Pra Rujukan :
 Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
Hasil : Ibu dan keluarga mengerti dan bersedia dirujuk
 Menetukan lokasi tujuan rujukan (regionalisasi) ke RS Kebon Jati
Bandung
 Memberikan informasi kepada RS calon tempat rujukan
Proses Rujukan :
 Stabilisasi pra rujukan
 Transportasi yang cepat dan tepat
 Pendampingan dan pemantauan selama proses rujukan
7. Langkah VII : Evaluasi Asuhan
Pasca Rujukan :
Mendapatkan informasi rujukan balik mengenai penanganan pasien
Melakukan pencatatan dan pelaporan

36
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus asuhan kebidanan Ny S, G2P1A0 dengan preeklamsia, penulis


akan membahas antara teori dengan kasus tersebut. Dalam pembahasan ini dimulai
dari pengkajian data subjektif dan objektif, analisis diagnosa, masalah potensial,
tindakan segera, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pada pengkajian data subjektif didapatkan ibu dengan usia kehamilan 8
bulan lebih datang ke puskesmas untuk memeriksakan kehamilannya
mengeluh bengkak pada tangan dan kaki sejak 5hr yang lalu. Ibu menderita
hipertensi sejak hamil anak pertama dan tidak rutin berobat ke dokter.
Berdasarkan teori, preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul
pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema,
dan proteinuria yang muncul pada kehamilan 20 minggu sampai akhir
minggu pertama setelah persalinan. Pada ibu yang mengalami hipertensi
kronis, insiden preeklamsia dapat mencapai 25%. Ibu hamil dengan
hipertensi kronis lebih memudahkan terjadinya preeklampsia berat
dikarenakan pembuluh darah ibu sebelum mencapai 20 minggu sudah
mengalami vasokontriksi.
2. Pada pengkajian data objektif didapatkan hasil pemeriksaan tekanan darah
ibu 190/100 mmHg, hasil pemeriksaan fisik terdapat oedem pada tangan
dan kaki, hasil pemeriksaan penunjang protein urine +2.
Berdasarkan teori kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi
pemberatan preeklamsia atau preeklamsia berat adalah salah satu dibawah
ini :
• Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
• Proteinuria : dipstick > +1 atau >300 mg / 24 jam
• Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter
• Serum kreatinin > 1,1 mg/dl

37
• Edema Paru
• Peningkatan fungsi hati > 2x
• Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, nyeri epigastrium,
gangguan penglihatan
• Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : oligohidramnion, IUGR
3. Analisa dari hasil tinjauan kasus di atas diagnosa Ny. S G2P1A0 usia
kehamilan 33-34 minggu dengan preeklamsia berat.
Berdasarkan teori, masalah potensial yaitu : wanita dengan preeklamsia
memiliki risiko penyakit kardiovaskuler, termasuk 4x peningkatan risiko
hipertensi, dan 2x risiko penyakit jantung iskemik, stroke, dan DVT di masa
yang akan datang. Risiko kematian pada wanita lebih tinggi pada
preeklamsia yang tidak tertangani dengan baik termasuk disebabkan oleh
penyakit serebrovaskuler dan kejang.
4. Penatalaksanaan pada kasus diatas sudah sesuai dengan teori yaitu :
Tindakan segera : kolaborasi dengan dokter puskesmas untuk pemberian
nifedipine oral. Antihipertensi direkomendasikan pada preeklamsia dengan
hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥
110 mmHg. Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipine
oral. Indikator utama pemberian anti hipertensi pada kehamilan adalah
untuk keselamatan ibu dan mencegah penyakit serebrovaskuler. Selain itu
Tindakan segera yang dilakukan adalah pemasangan infus cairan elektrolit
untuk tatalaksana preeklamsia berat dimana pemberian magnesium sulfat
direkomendasikan sebagai terapi lini pertama preeklamsia atau eklamsia
yaitu sebagai profilkasis terhadap eklamsia pada pasien preeklamsia berat
dengan dosis awal : 4 g MgSO4 40% dalam 100 cc RL : habis dalam 30
menit (73 tts / menit)
5. Rencana Tindakan atau intervensi yaitu perencanaan rujukan ke fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjut dikarenakan di puskesmas tidak tersedia
magnesium sulfat dan tidak memungkinkan untuk tatalaksana manajemen
konservatif preeklamsia berat

38
6. Implementasi asuhan pada kasus diatas sudah berdasarkan teori yaitu
melaksanakan rujukan di pelayanan dasar dengan BAKSOKUDA (Bidan,
Alat, Keluarga, Surat Rujukan, Obat, Kendaraan, Uang, Donor Darah)
Tindakan pra rujukan yaitu memberikan informasi kepada pasien dan
keluarga, menentukan lokasi tujuan rujukan berdasarkan regionalisasi ke
RS Kebon Jati Bandung, memberikan informasi kepada RS calon tempat
rujukan.
Pada saat proses rujukan dilakukan stabilisasi pra rujukan serta transportasi
yang cepat dan tepat, serta pendampingan.
7. Evaluasi asuhan pasca rujukan dengan mendapatkan informasi rujukan
balik mengenai penanganan pasien bahwa pasien sudah mendapatkan
penanganan di rumah sakit rujukan kemuadian melakukan pencatatan dan
pelaporan hasil asuhan.
Penatalaksaan yang diberikan pada kasus tersebut sesui dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Ulpawati , Susanti, Miftahul Jannah tahun 2022
mengenai asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan kejadian preeklamsia yakni :
1. Melakukan pengumpulan data dasar dengan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik
2. Melakukan identifikasi diagnosa masalah aktual berdasarkan hasil pengkajian
data subjektif dan objektif yaitu preeklamsia
3. Melakukan identifikasi diagnosa masalah potensial dari preeklam pada janin
adalah BBLR, IUGR dan IUFD akibat spasmus anteriol spinalis deciduas
menurunkan aliran darah ke plasenta yang mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta
4. Melakukan tindakan emergency atau kolaborasi dengan pemberian obat
antihipertensi nipedifine
5. Merencanakan asuhan kebidanan sesuai rencana tindakan yang disusun sesuai
kebutuhan kasus preeklamsia yaitu dilakukan kunjungan untuk evaluasi setelah
diberikan terapi rawat jalan dan pemberian obat nifedipine

39
6. Implementasi / semua Tindakan yang telah direncanakan dapat dilaksanakan
seluruhnya dengan baik dan tidak menemukan hambatan yang berat serta
berorientasi pada kebutuhan klien
7. Evaluasi kehamilan berlangsung normal ditandai dengan keadaan ibu dan janin
baik serta keluhan ibu sudah berkurang

40
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada klien dapat disimpulkan bahwa
penulis sebagai mahasiswa dalam memberikan pelayanan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan yaitu : melakukan pengakajian data subjektif dan objektif,
menegakkan diagnosa dari hasil pengkajian dan pemeriksaan , melakukan
penatalaksanaan sesuai dengan teori yang telah di dapat dan memberikan
penatalaksanaan sesuai kasus, serta evaluasi setelah melakukan asuhan
kebidanan kepada klien, didapat bahwa klien sudah mendapatkan penanganan
di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut.
Pendokumentasian yang dilakukan pada saat memberikan asuhan
kebidanan sesuai dengan manajemen asuhan kebidanan varney dan dan
didokumentasikan dalam bentuk SOAP

5.2 Saran
1. Bagi Bidan
Bagi profesi disarankan hendaknya bidan selalu meningkatkan
keterampilan, kemampuan dan menambah ilmu pengetahuan melalui
pendidikan formal / mengikuti seminar pelatihan, sehingga dapat
memberikan asuhan kebidanan yang lebih baik dan sesuai standar.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Menjadikan laporan kasus sebagai bahan informasi bagi mahasiswa
sebagai wahana menambah bahan kepustakaan
3. Bagi Lahan Praktik
Mampu memberikan pelayanan kesehatan dengan melaksanakan
asuhan kebidanan sesuai teori dan standar pelayanan yang berlaku serta
mampu melakukan tatalaksana penanganan awal kegawatdaruratan.

41
REFERENSI

Bobak, Lowdermilk, Jensen, editors. Buku Ajar Keperawatan Maternitas


(Renata K, editor Bahasa Indonesia). 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2017

Cunningham, Leveno, Bloom, Spong, Dashe, Hoffman. Williams Obstetrics.


24th ed. United States: Mc Graw Hill Education, Mebooksfree.com;
2014

Erina Eka Hertini. 2019. Asuhan kebidanan Kehamilan. penerbit: Wineka Media.

Farrer, Helle. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC; 2010

Helen Varney, Jan M. Kriebs, Carolyn L. Gegor, editors. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan (Esty Wahyuningsih editor Bahasa Indonesia). 4 th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006

Hidayat, Alimul A, Uliyah M. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Edisi 2


Buku 2. Jakarta: Salemba Medika; 2014

Nursalam. Buku Panduan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika; 2010

Potter, P.A and Perry, A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4, Volume 1, Alih Bahasa, Asih Y, dkk.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005

Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono ;


2014

Prihardjo, Robeth. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC; 2012

Rosyidah I, Prasetyaningati D. Modul Praktikum Ilmu Dasar Keperawatan II.


Jombang: Icme Press; 2019

Ulpawati, ”Asuhan Kebidanan terhadap Ibu Hamil dengan Kejadian Preeklamsia”,


Jurnal Zona Kebidanan, Vol 12, No 3, 2022

42

Anda mungkin juga menyukai