Oleh :
Faturrahman bahansubu
Robbi Afdillah
Farida molangga
Rusida umasugi
PENDAHULUAN
c. Morfologi Tanaman
Morfologi dari daun jambu biji seperti berikut berbentuk bundar telur agak
menjorong atau agak bundar sampai meruncing, pangkal membulat, tepi rata,
berhadapan, bertulang menyirip, berbintik, mempunyai warna daun hijau kekuningan
ataupun hijau, panjang helai daun 6 cm sampai 14 cm, dan lebar daun 3 cm sampai 6
cm, panjang tangkai 3 mm sampai 7 mm, daun yang muda berbulu sedangkan daun
yang tua permukaan atasnya menjadi licin (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
d. Kandungan Kimia
Daun jambu biji mengandung beberapa metabolit sekunder hasil dari skrining
fitokimia seperti tanin, polifenolat, flavanoid, monoterpenoid siskuiterpen, alkaloid,
kuinon, sapoin, kuarsetin, guayaverin, minyak atsiri, asam malat, asam ursolat, dan
asam oksalat (Sudarsono, Wahyuono, Donatus, dan Purnomo, 2002 ; Rusdiana, dkk.,
2007). Komponen utama dari daun jambu biji yaitu tanin, di mana besarnya mencapai
9-12% (Yuliani dkk., 2003). Tanin memiliki beberapa aktivitas seperti astringen,
antibakteri, antidiare dan antioksidan (Desmiaty dkk., 2008).
e. Alasan Penambahan Bahan
1. Ekstrak Daun jambu biji
Daun jambu biji (Psidium guajava L.) adalah salah satu tanaman yang
memiliki aktivitas antioksidan. Suryani dkk (2015) menunjukkan bahwa
ekstrak etanol daun jambu biji berpotensi sebagai salah satu sumber
flavonoid dan fenolik alami. Flavonoid dan fenolik merupakan senyawa
yang mempunyai aktivitas utama sebagai antioksidan yang dapat
dimanfaatkan sebagai penangkap radikal bebas.
Ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) memiliki aktivitas
antioksidan tergolong kuat dengan IC50 sebesar 7,2 mg/100 mL.
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam upaya pemanfaatan daun jambu biji
(Psidium guajava L.) yang memiliki aktivitas antioksidan akan
diformulasikan dalam bentuk sediaan topikal semisolid.
Daun jambu biji mengandung beberapa metabolit sekunder hasil dari
skrining fitokimia, salah satunya tanin. Tanin merupakan komponen utama
dalam daun jambu biji sebesar 9-12%, di mana tanin memiliki beberapa
aktivitas sepertiastringen, antibakteri, antidiare, dan antioksidan
(Desmiaty, Ratih, Dewi, dan Agustin, 2008; Yuliani, Udarno, dan Hayani,
2003).
2. Gliserin
Gliserin pada sediaan topikal berfungsi sebagai humektan (menjaga
kelembaban sediaan) dan emolient (menjaga kehilangan air dari sediaan),
konsentrasi gliserin sebagai humektan dan emolient adalah <30%. (Rowe
et al,2009)
Gliserin juga biasa digunakan sebagai levigating agen atau mengurangi
ukuran partikel dalam sediaan (jelinek,2017)
3. Triethanolamin
Fungsi triethanolamin pada sediaan topikal yakni sebagai agen
pengemulsi dengan konsentrasi sebesar 2-4% (Putri anggraini, 2020)
Triethanolamin digubakan pada sediaan topikal sebagai agen penetral,
agen pengemulsi, dimana dengan adanya tambahan gliserol akan
bereaksi sehingga akan membentuk sabun anionic dengan Ph sekitar 8-
10,5 dengan bersifat stabil (Lachman L,2008)
Triethanolamin berfungsi sebagai sgen penetral Ph dengan mengurangi
tegangan permukaan danmeningkatkan kejrnihan pada konsentrasi 2-4%
(Rowe et al, 2009)
4. Carbomer 940
Penggunaan carbopol 940 sebagai bahan pengental atau gelling agent
karena memiliki stabilitas yang tinggi, tahan terhadap mikroba serta
sudah digunakan secara luas di dunia farmasetika maupun kosmetik.
Efisiensi carbopol 940 sangat baik, sehingga dengan kadar rendah dapat
memberikan respon viskositas yang signifikan. Angka 940 pada
carbopol 940 merupakan angka yang menunjukkan panjang dari rantai
carbomer (Allen, 2002).
Carbopol 940 paling efisien dibandingkan dengan jenis yang lain dan
memiliki sifat non-drip dapat membentuk gel dengan viskositas yang
tinggi serta memiliki kejernihan yang sangat baik (Allen dan loyd, 2002)
Carbopol 940 memeiliki sifat viskositas yang paling tinggi dibandingkan
carbomer lainnya, konsentrasi carbopol 940 yang biasa digunakan adalah
0,5-2 % (rowe et al, 2009)
5. Aquadest
Aquadest digunakan sebagai pelarut yang dapat melarutkan zat aktif
(depkes,1999).
Aquadest dipilih karena merupakan pelarut yang jauh lebih baik
dibandingkan hampir semua cairan yang banyak dijumpai
(lehninger,1982)
f. Uraian Bahan
1. Gliserin (DIRJEN POM, 1979 ; Arthur H.K, 2000)
Nama resmi : GLYCEROLUM
Nama lain : Gliserol, gliserin
Pemerian : Cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna; tidak
berbau, manis diikuti rasa hangat. Higroskopik. Jika
disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat
memadat membentuk massa hablur tidak berwarna yang
tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang
20°C.Kelarutan : Dapat campur dengan air, dan dengan
etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P,
dalam eter P dan dalam minyak lemak.
Rumus molekul : C3 H8 O3
Berat molekul : 92,10
Rumus struktur : CH2 OH CHOH CH2 OH
4. Carbomer 940
Carbopol dengan nama lain karbomer, karboksi polimetilen, atau asam
poliakrilat memiliki karakteristik serbuk higroskopis, berwarna putih, halus, dan
sedikit memiliki bau khas. Carbopol digunakan dalam sediaan farmasi cair atau
semi-padat sebagai pengubah reologi. Konsentrasi yang digunakan dalam
komposisi sediaan semi padat berbeda-beda, tergantung dari sediaan yang akan
dibuat. Dalam pembuatan gel konsentrasi yang diperlukan adalah 0,5-2,0%.
Carbopol larut dalam air dan gliserin. Carbopol memiliki pH 2,5-4,0 sehingga
perlu ditambah agen yang dapat digunakan untuk menetralkan tingkat
keasamannya. Adapun contoh agen tersebut meliputi asam amino, kalium
hidroksida, natrium bikarbonat, natrium hidroksida, dan amina organik seperti
trietanolamin (Rowe dkk., 2009). struktur dari Carbopol":
BAB III
METODE KERJA
3.1 Formula
Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Timbang bahan-bahan yang digunakan.
Bahan-bahan yang termasuk fase minyak (asam stearat, cetil alcohol, paraffinum liquidum,
buthyil hydroxitoluenum, dan propilparaben) dan fase air (gliserin, triaethanolamin, methylis
parabenum, dan aquam) dimasukkan kedalam cawan terpisah. Carbopol dikembangkan
dicawan selama 30 menit, setelah 30 menit aduk dalam cawan. Fase air dipanaskan pada suhu
70–80oC di waterbath, setelah mencapai suhu 70-80oC masukkan carbopol yang sudah
dikembangkan, dilakukan pengadukan di atas waterbath hingga larut sempurna (massa I).
Fase minyak dipanaskan pada suhu 70– 80oC di waterbath dengan sesekali pengadukan
hingga larut sempurna (massa II). Massa I dan massa II dicampur bersamaan, aduk dengan
homogenizer hingga terbentuk basis lotion. Tambahkan ekstrak etanol daun jambu biji
(Psidium guajava L.) diaduk hingga homogen. Masukkan ke dalam pot lotion.
Allen, L. V., 2002, The Art, Science and Technology of Pharmaceutical Compounding,
Second Edition, 170-173, 183, 187, American Pharmaceutical Association,
Washington D.C
Lachman, L., Schwartz, J.B., and Lieberman H.A., 1989, Pharmaceutical Dosage Forms.,
Tablets, 2nd Ed, 492, Marcell Dekker Inc., New York.
Kikuzaki, H., Hisamoto, M., Hirose, K., Akiyama, K., dan Taniguchi, H., 2002, Antioxidants
Properties of Ferulic Acid and Its Related Compound, J.Agric.Food Chem, 50(7),
pp. 2161-2168.
Zulkarnain, A.K., Meiroza, S., dan Aliva, N.L., 2013, Stabilitas Fisik Sediaan Lotion O/W
dan W/O Ekstrak Buah Mahkota Dewa Sebagai Tabir Surya dan Uji Iritasi Primer
Pada Kelinci, Traditional Medicine Journal, 18(3), pp. 141-150.